Yang dimaksud dengan asas konsensualisme yaitu para pihak yang mengadakan
perjanjian itu harus sepakat, setuju, atau seiya sekata mengenai hal-hal yang pokok
dalam perjanjian yang diadakan itu. Asas ini tercantum dalam salah satu syarat
sahnya perjanjian menurut Pasal 1320 KUH Perdata.
Apa yang dikehendaki oleh pihak satu, dikehendaki juga oleh pihak yang lain.
Mereka menghendaki sesuatu yang sama secara timbal balik, sebagaimana disarikan
dari Bolehkah Membuat Perjanjian untuk Melepaskan Diri dari Utang Ortu?
Merujuk ketentuan Pasal 1338 ayat (3) KUH Perdata, Agus menerangkan yang
dimaksud dengan iktikad baik berarti melaksanakan perjanjian dengan iktikad baik.
Artinya, dalam melaksanakan perjanjian, kejujuran harus berjalan dalam hati sanubari
seorang manusia (hal. 139).
Patut diperhatikan, pemahaman substansi iktikad baik dalam Pasal 1338 ayat (3)
KUH Perdata tidak harus diinterpretasikan secara gramatikal, bahwa iktikad baik
hanya muncul sebatas pada tahap pelaksanaan kontrak (hal. 139).
Iktikad baik harus dimaknai dalam keseluruhan proses kontraktual. Artinya, iktikad
baik harus melandasi hubungan para pihak pada tahap pra kontraktual, kontraktual,
dan pelaksanaan kontraktual (hal. 139).
Kesepakatan berarti ada persesuaian kehendak yang bebas antara para pihak
mengenai hal-hal pokok yang diinginkan dalam perjanjian.
Pada dasarnya, semua orang cakap dalam membuat perjanjian, kecuali ditentukan
tidak cakap menurut undang-undang.
Hal tertentu berarti dalam perjanjian tersebut terdapat objek yang diperjanjikan, yang
paling tidak objek yang dimaksudkan dalam perjanjian dapat ditentukan jenisnya.
37. Asas Kontrak Bisa Dibatalkan Bila Mengandung Perbedaan Besar (gross
disparity)
38. Asas Contra Proferentem dalam Penafsiran Kontrak Baku
Dari sejumlah asas yang telah disebutkan di atas, Agus menyebutkan 4 asas yang
dianggap sebagai saka guru hukum kontrak, yaitu asas kebebasan berkontrak, asas
konsensualisme, asas pacta sunt servanda, dan asas itikad baik (hal. 107).
Dalam hal ini, asas kepribadian berarti asas yang menentukan bahwa seseorang yang
akan melakukan dan/atau membuat kontrak hanya untuk kepentingan perseorangan
saja. Asas kepribadian ini bisa dilihat dalam Pasal 1315 dan Pasal 1340 KUH Perdata.
Tapi, seseorang dapat mengadakan perjanjian untuk kepentingan pihak ketiga dengan
adanya suatu syarat yang ditentukan, ini diatur dalam Pasal 1317 KUH Perdata. Lebih
lanjut, Pasal 1318 KUH Perdata mengatur perjanjian untuk kepentingan ahli waris
dan untuk orang-orang yang memperoleh hak daripadanya (hal. 53).
Setiap orang yang mengadakan perjanjian akan memenuhi prestasi yang diadakan di
antara mereka di kemudian hari.
Kedua belah pihak harus memenuhi dan melaksanakan perjanjian. Kreditur berhak
menuntut prestasi dan jika diperlukan dapat menuntut pelunasan prestasi melalui
kekayaan debitur. Lalu, debitur juga wajib untuk melaksanakan perjanjian dengan
iktikad baik.
49. Asas Kepastian Hukum
Kepastian ini terungkap dari kekuatan mengikatnya perjanjian, yaitu sebagai undang-
undang bagi yang membuatnya.
Berkaitan dengan perikatan wajar, suatu perbuatan sukarela dari seseorang tidak
dapat menuntut hak baginya untuk menggugat prestasi dari pihak debitur.
Suatu perjanjian tidak hanya mengikat apa yang secara tegas diatur, tapi juga hal-hal
menurut kebiasaan lazim diikuti.
Baik debitur dan kreditur harus dilindungi oleh hukum. Namun, yang perlu mendapat
perlindungan adalah pihak debitur karena berada di posisi yang lemah.