Anda di halaman 1dari 14

1.

Undang-Undang Tidak Dapat Berlaku Surut


Artinya peraturan perundang-undangan yang dibuat hanya berlaku pada
peristiwa hukum yang terjadi setelah peraturan perundang-undangan hadir.
Akan tetapi, untuk mengabaikan asas ini dimungkinkan, dalam rangka
memenuhi keadilan masyarakat. Contoh, UU Pengadilan HAM tahun 2000
digunakan untuk mengadili peristiwa pelanggaran Hak Asasi Manusia
(“HAM”) di Timor Timur yang terjadi pada tahun 1999.[7]
 
2. Undang-Undang Tidak Dapat Diganggu Gugat
Menurut asas ini, undang-undang tidak dapat diuji oleh badan peradilan,
melainkan oleh pembentuk undang-undang itu sendiri. Asas ini berlaku jika
tidak bertentangan dengan Undang-Undang Dasar sebagai hukum tertinggi
di sebuah negara. Dengan kata lain, asas ini mengatur bahwa undang-undang
dapat di-review jika bertentangan dengan hukum yang lebih tinggi.[8]
 
3. Lex Superiori Derogat Legi Inferiori
Arti dari asas ini adalah peraturan perundang-undangan yang lebih rendah
tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih
tinggi.[9]
 
4. Lex Specialis Derogat Legi Generalis
Pengertian dari asas ini yaitu peraturan perundang-undangan yang bersifat
lebih khusus menyampingkan peraturan perundang-undangan yang lebih
umum.[10]
 
5. Lex Posteriori Derogat Legi Priori
Menurut asas ini, peraturan perundang-undangan yang berlaku belakangan
membatalkan peraturan perundang-undangan yang berlaku terdahulu.[11]
 
Baca juga:3 Asas Hukum: Lex Superior, Lex Specialis, dan Lex Posterior Beserta
Contohnya
 
6. Kebebasan Berkontrak
Asas ini juga dikenal dengan istilah freedom of contract, party autonomy
liberty of contract. Asas ini merupakan wujud nyata dari penghormatan
HAM.[12] Kebebasan berkontrak artinya kebebasan untuk memilih dan
membuat kontrak atau perjanjian, menentukan isi kontrak atau perjanjian,
dan memilih subjeknya.[13]
 
7. Konsensualisme
Asas ini menekankan bahwa pada dasarnya perjanjian dan perikatan sudah
ada sejak detik tercapaikan kesepatakan para pihak. Artinya, perjanjian ada
sejak tercapainya kata sepakat atau konsensus antara pihak mengenai pokok
perjanjian.[14]
 
8. Pacta Sunt Servanda
Berdasarkan asas ini, masing-masing pihak perjanjian wajib melaksanakan
isi perjanjian demi kepastian hukum. Asas ini tidak berdiri sendiri dan
memiliki kaitan dengan asas iktikad baik atau good faith.[15] Asas ini
merupakan fundamental, karena melandasi lahirnya perjanjian. Pada
perjanjian, janji mengikat sebagaimana undang-undang bagi pihak yang
membuatnya.[16]
 
9. Iktikad Baik
Asas iktikad baik menghendaki bahwa dalam setiap pembuatan perjanjian,
para pihak memiliki kebebasan untuk menentukan isi perjanjian, dengan
siapa pihak membuat perjanjian, dan setiap perjanjin selalu didasari pada
asas iktikad baik, tidak melanggar peraturan perundang-undangan, serta
tidak melanggar kepentingan masyarakat.[17]
 
10. Pacta tertiis nec nocent nec prosunt
Perjanjian tidak dapat memberikan hak dan kewajiban kepada pihak ketiga.
[18]
 
11. Absolut
Asas ini disebut juga sebagai asas hukum memaksa atau dwingendrecht,
yakni suatu benda hanya dapat diadakan hak kebendaan sebagaimana yang
telah disebut dalam undang-undang. Hak-hak kebendaan tidak akan
memberikan wewenang yang lain daripada apa yang sudah ditentukan dalam
undang-undang.[19]
 
12. Dapat Dipindahtangankan
Menurut asas ini, semua hak kebendaan dapat dipindahtangankan, kecuali
hak pakai dan hak mendiami.[20]
 
13. Percampuran
Berdasarkan asas ini, hak kebendaan memiliki wewenang terbatas. Artinya,
hanya mungkin atas benda orang lain, dan tidak mungkin atas hak miliknya
sendiri. Tidak dapat orang tersebut untuk kepentingannya sendiri
memperoleh hak gadai, hak memungut hasil atas barangnya sendiri. Jika hak
yang membebani dan yang dibebani itu terkumpul dalam satu tangan, maka
hak yang membebani itu menjadi lenyap. Hak ini juga dikenal
dengan vermenging.
 
14. Perlakuan yang Berlainan Terhadap Benda Bergerak dan Tidak
Bergerak
Antara benda bergerak dengan benda tidak bergerak ada perbedaan
pengaturan dalam hal terjadi peristiwa hukum yang berkaitan dengan
penyerahan, pembebanan, kepemilikan, kedaluwarsa, dan jura in re aliena
yang diadakan.[21]
 
15. Publiciteit
Asas ini dianut atas kebendaan tidak bergerak, yang diberikan hak
kebendaan. Hak kebendaan atas benda tidak bergerak diumumkan dan
didaftarkan dalam register umum. Sedangkan untuk benda bergerak cukup
dengan penyerahan tanpa pendaftaran dalam register umum, kecuali
ditentukan lain oleh undang-undang.[22]
 
16. Nullum delictum, nulla poena sine lege praevia poenali
Hanya hukum yang tertulis saja yang dapat menentukan apakah norma
hukum itu telah dikaitkan dengan suatu ancaman hukum menurut hukum
pidana atau tidak. Asas ini juga dikenal dengan sebutan asas legalitas, yakni
tidak ada tindak pidana tanpa ada undang-undang yang mendahului.[23]
 
17. Penafsiran Secara Analogis
Penafsiran secara analogis pada dasarnya tidak boleh dipergunakan dalam
menafsirkan undang-undang pidana. Misalnya, peraturan tentang nullum
delictum dan seterusnya melarang penggunaan secara analogis, karena
perbuatan semacam itu bukan hanya dapat memperluas banyaknya delik
yang ditentukan undang-undang, melainkan juga dapat menjurus pada lebih
diperberat atau diperingannya hukuman yang dijatuhkan bagi perbuatan
yang dilakukan tidak berdasarkan undang-undang.[24]
 
18. Tiada Pidana Tanpa Kesahalahan
Berdasarkan asas ini, meskipun seseorang telah melakukan perbuatan pidana
dan telah memenuhi unsur-unsur yang dirumuskan dalam delik, namun tetap
perlu dibuktikan apakah ia dapat dipertanggungjawabkan atau tidak atas
perbuatannya tersebut, artinya apakah ia memiliki kesalahan atau tidak.[25]
 
19. Good Governance
Prinsip ini merupakan proses penyelenggaraan kekuasaan negara dalam
melaksanakan penyediaan public goods and services. Jika dilihat dari
segi functional aspect, good governance dapat ditinjau dari apakah
pemerintah telah berfungsi secara efektif dan efisien dalam upaya mencapai
tujuan yang telah digariskan atau sebaliknya.[26]
 
20. Asas Kesadaran Hukum
Asas ini dimaknai baik warga masyarakat maupun penguasa, penegak
hukum harus dapat memahami, menghayati dan mematuhi hukum sesuai
doktrin negara hukum yang demokratis. Dengan diterapkannya prinsip
kesadaran hukum, maka hukum dapat bekerja sescara efektif mencapai
tujuan keadilan, kepastian hukum dan kemanfaatan hukum.[27]
 
21. Rebus sic stantibus
Asas ini artinya perjanjian yang telah berlaku akan terganggu berlakunya
bila terjadi perubahan keadaan yang fundamental.[28] Asas ini merupakan
salah satu alasan yang dapat digunakan untuk mengakhiri atau menunda
berlakunya perjanjian.[29]

ASAS – ASAS PIDANA


sebagai berikut:
 
22. Asas peradilan cepat, sederhana dan biaya ringan
Beberapa referensi dalam KUHAP yang mengatur tentang Asas peradilan cepat,
sederhana dan biaya ringan antara lain
Pasal 50 ayat (1):
“Tersangka berhak segera mendapatkan pemeriksaan oleh penyidik dan selanjutnya
dapat diajukan kepada penuntut umum.”
Pasal 67 juga dapat dimaknai adanya asas peradilan cepat, sederhana, dan biaya
ringan yang menyebutkan
“Terdakwa atau penuntut umum berhak untuk minta banding terhadap putusan
pengadilan tingkat pertama kecuali terhadap putusan bebas, lepas dari segala
tuntutan hukum yang menyangkut masalah kurang tepatnya penerapan hukum dan
putusan pengadilan dalam acara cepat.”
 
23. Asas pemberian ganti rugi dan rehabilitasi atas salah tangkap, salah
tahan, dan salah tuntut (remedy and rehabilitation).
Tersangka, terdakwa, terpidana atau ahli warisnya berhak menuntut ganti kerugian
karena ditangkap, ditahan, dituntut, dan diadili tanpa alasan yang sah menurut
undang-undang atau kekeliruan orangnya atau kekeliruan terhadap hukum yang
diterapkan.
Penuntutan kerugian tersebut dapat diajukan dalam sidang praperadilan apabila
perkaranya belum atau tidak dilimpahkan ke Pengadilan Negeri, tetapi apabila
perkaranya telah diperiksa di Pengadilan Negeri maka tuntutan ganti kerugian dapat
diajukan ke Pengadilan Negeri yang memeriksa perkara tersebut baik melalui
penggabungan perkara maupun gugatan perdata biasa baik ketika perkara pidananya
diperiksa maupun setelah ada putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap
terhadap perkara pidana yang bersangkutan. Mengenai ganti rugi yang disebabkan
oleh penangkapan atau penahanan dapat diajukan apabila terjadi:
 Penangkapan atau penahanan secara melawan hukum;
 Penangkapan atau penahanan tidak berdasarkan undang-undang;
 Penangkapan atau penahanan dilakukan untuk tujuan kepentingan yang tidak
dapat dipertanggung jawabkan menurut hukum, dan
 Penangkapan atau penahanan salah orangnya (disqualification in person).
 
24. Asas oportunitas
Asas Oportunitas merupakan suatu asas dimana penuntut umum tidak diwajibkan
untuk menuntut seseorang jika penuntutannya akan merugikan kepentingan umum.
Asas ini hanya berlaku dalam hal kepentingan umum benar-benar dirugikan dan
terdapat kriteria tertentu yang dimaksud merugikan kepentingan umum. Ketentuan
pengesampingan ini diatur dalam Pasal 35 c UU No. 16 Tahun 2004 tentang
Kejaksaan yang menyebutkan:
“Jaksa Agung dapat menyampingkan perkara berdasarkan kepentingan umum.”
 
25. Pemeriksaan pengadilan terbuka untuk umum
Asas pengadilan terbuka untuk umum memiliki makna yaitu menghendaki adanya
bentuk transparansi atau keterbukaan dalam sidang peradilan pidana. Asas ini diatur
dalam Pasal 153 ayat (3) KUHAP, yaitu:
“Untuk keperluan pemeriksaan hakim ketua sidang membuka sidang dan menyatakan
terbuka untuk umum kecuali dalam perkara mengenai kesusilaan atau Terdakwanya
anak-anak.”
Apabila perkara terkait kesusilaan atau terdakwanya anak-anak tersebut tetap
dilakukan persidangan dengan terbuka untuk umum, maka akan menimbulkan
konsekuensi hukum yang diatur dalam Pasal 153 ayat (4) KUHAP, yaitu :
“tidak dipenuhinya dalam ayat (2) dan ayat (3) mengakibatkan batalnya putusan
demi hukum.”
 
26. Semua orang diperlakukan sama di depan hukum (equlity before the law).
Asas diperlakukan sama didepan hukum (equality before the law) adalah bentuk
perlakuan yang sama atas diri setiap orang di muka hukum dengan tidak
membedakan latar belakang sosial, ekonomi, keyakinan politik, agama, golongan,
dan sebagainya. Penerapan asas ini dapat terlihat dalam penjelasan umum butir 3 a
KUHAP dan Pasal 4 ayat 1 UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman
yang menyebutkan :
Butir 3 a KUHAP
“Perlakuan yang sama atas diri setiap orang di muka hukum dengan tidak
mengadakan pembedaan perlakuan.”
Pasal 4 ayat (1) UU No. 48 Tahun 2009:
“Pengadilan mengadili menurut hukum dengan tidak membeda-bedakan orang.”
 
27. Praduga tak bersalah (presumption of innocence)
Asas ini mengandung makna setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut,
dan dihadapkan dipengadilan tidak boleh dianggap bersalah sampai ada putusan
pengadilan yang menyatakan bersalah serta telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
Asas ini terdapat dalam Penjelasan Umum butir 3 c KUHAP yang disebutkan sebagai
berikut :
“Setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut dan atau dihadapkan di
muka sidang pengadilan, wajib dianggap tidak bersalah sampai adanya putusan
pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan memperoleh kekuatan hukum tetap.”
Selain diatur dalam KUHAP, dalam Pasal 11 ayat (1) Universal Declaration of
Human Rights 1948  juga mengatur megenai pentingnya asas praduga tidak bersalah
tersebut, yaitu :
“Everyone change with a penal offence has the right to be persumed innocent until
proved guilty according to law in public trial at which he has all quarantees
necessary for his defence.” 
 
28. Peradilan dilakukan oleh hakim karena jabatannnya dan tetap
Asas ini meunjukkan bahwa dalam pengambilan keputusan untuk menyatakan salah
tidaknya terdakwa dilakukan oleh hakim karena jabatannya yang bersifat tetap.
Sistem ini berbeda dengan sistem juri yang dimana kesalahan terdakwa ditentukan
oleh suatu dewan yang mewakili golongan-golongan dalam masyarakat. Pada
umumnya biasanya mereka awam terhadap ilmu hukum.
 
29. Asas Akusator
Asas akusator adalah asas yang menempatkan kedudukan tersangka/terdakwa sebagai
subjek bukan sebagai objek dari setiap tindakan pemeriksaan. Asas ini merupakan
asas yang dianut KUHAP yang berbeda dengan asas inkuisatoir yang masih
menempatkan kedudukan tersangka/terdakwa sebagai objek pemeriksaan
sebagaimana diatur dalam Hukum Acara Perdata. 
 
30. Pemeriksaan Hakim yang Langsung dan Lisan
Dasar hukum mengenai asas ini  diatur dalam Pasal 154, 155 KUHAP, dan
seterusnya. Dari “asas langsung” tersebut yang dipandang sebagai pengecualian
adanya kemungkinan dari putusan hakim yang dijatuhkan tanpa hadirnya terdakwa
sendiri yaitu putusan verstek atau in absentia.
Asas ini memiliki tujuan agar pemeriksaan  dapat mencapai kebenaran yang hakiki.
Pemeriksaan secara langsung dan lisan memberikan kesempatan kepada hakim untuk
lebih teliti dan cermat dimana tidak hanya keterangannya saja yang bisa diteliti tetapi
juga sikap dan cara mereka dalam memberikan keterangan.
 
31. Tersangka/terdakwa berhak mendapat bantuan Hukum
Salah satu asas yang terdapat dalam KUHAP adalah bahwa tersangka dan terdakwa
berhak mendapatkan bantuan hukum. Asas ini diatur dalam Pasal 64 s/d Pasal 74
KUHAP. Bantuan hukum yang dimaksud adalah hak untuk mendapatkan bantuan
hukum dari seorang advokat/pengacara.
Pada dasarya hak untuk mendapatkan bantuan hukum dengan didampingi seorang
advokat/pengacara merupakan konsep yang diadopsi dari “miranda rule” yang
kemudian  diakomodir dalam KUHAP.  Indonesia sebagai negara berdasarkan hukum
pada dasarnya menghormati konsep miranda rule ini. Komitmennya terhadap
penghormatan miranda rule telah dibuktikan dengan mengadopsinya ke dalam Pasal
56 Ayat (1) KUHAP :
“Dalam hal tersangka atau terdakwa disangka atau didakwa melakukan tindak
pidana yang diancam dengan pidana mati atau ancaman pidana lima belas tahun
atau lebih atau bagi mereka yang tidak mampu yang diancam dengan pidana lima
tahun atau lebih yang tidak mempunyai penasihat hukum sendiri, pejabat yang
bersangkutan pada semua tingkat pemeriksaan dalam proses peradilan wajib
menunjuk penasihat bagi mereka.” 
ASAS – ASAS PERDATA

32. Asas Kebebasan Berkontrak

Yang dimaksud dengan kebebasan berkontrak dapat dilihat secara implisit


dalam Pasal 1338 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUH
Perdata”), di antaranya yaitu para pihak memiliki kebebasan untuk (hal. 111):

Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya


Terjangkau
Mulai Dari
Rp 149.000
Lihat Semua Kelas 

a. Menentukan atau memilih kausa dari perjanjian yang akan dibuatnya;


b. Menentukan objek perjanjian;
c. Menentukan bentuk perjanjian;
d. Menerima atau menyimpangi ketentuan undang-undang yang bersifat opsional
(aanvullend, optional).

Meskipun para pihak memiliki kehendak bebas, Agus kemudian merujuk


pendapat Niewenhuis yang menegaskan, terdapat pengecualian kebebasan
berkontrak, yakni dalam hal kontrak-kontrak formal dan riil (bentuk perjanjian) dan
syarat kausa yang diperbolehkan (isi perjanjian).

33. Asas Konsensualisme

Yang dimaksud dengan asas konsensualisme yaitu para pihak yang mengadakan
perjanjian itu harus sepakat, setuju, atau seiya sekata mengenai hal-hal yang pokok
dalam perjanjian yang diadakan itu. Asas ini tercantum dalam salah satu syarat
sahnya perjanjian menurut Pasal 1320 KUH Perdata.

Apa yang dikehendaki oleh pihak satu, dikehendaki juga oleh pihak yang lain.
Mereka menghendaki sesuatu yang sama secara timbal balik, sebagaimana disarikan
dari Bolehkah Membuat Perjanjian untuk Melepaskan Diri dari Utang Ortu?

34. Asas Pacta Sunt Servanda


Asas pacta sunt servanda berarti perjanjian yang dibuat berlaku sebagai
undang-undang bagi mereka yang membuatnya, sebagaimana dimaksud Pasal
1338 ayat (1) KUH Perdata.
35. Asas Iktikad Baik (good faith)

Merujuk ketentuan Pasal 1338 ayat (3) KUH Perdata, Agus menerangkan yang
dimaksud dengan iktikad baik berarti melaksanakan perjanjian dengan iktikad baik.
Artinya, dalam melaksanakan perjanjian, kejujuran harus berjalan dalam hati sanubari
seorang manusia (hal. 139).
Patut diperhatikan, pemahaman substansi iktikad baik dalam Pasal 1338 ayat (3)
KUH Perdata tidak harus diinterpretasikan secara gramatikal, bahwa iktikad baik
hanya muncul sebatas pada tahap pelaksanaan kontrak (hal. 139).

Iktikad baik harus dimaknai dalam keseluruhan proses kontraktual. Artinya, iktikad
baik harus melandasi hubungan para pihak pada tahap pra kontraktual, kontraktual,
dan pelaksanaan kontraktual (hal. 139).

Selanjutnya, dalam Simposium Hukum Perdata Nasional yang


diselenggarakan Badan Pembinaan Hukum Nasional (“BPHN”), diterangkan,
iktikad baik hendaknya diartikan sebagai (hal. 141):

a. Kejujuran pada waktu membuat kontrak;


b. Pada tahap pembuatan ditekankan, apabila kontrak dibuat di hadapan pejabat,
para pihak dianggap beriktikad baik (meskipun ada juga pendapat yang
menyatakan keberatannya);
c. Sebagai kepatutan dalam tahap pelaksanaan, yaitu terkait suatu penilaian baik
terhadap perilaku para pihak dalam melaksanakan apa yang telah disepakati
dalam kontrak, semata-mata bertujuan untuk mencegah perilaku yang tidak
patut dalam pelaksanaan kontrak tersebut.

36. Asas Syarat Sahnya Kontrak


Disarikan dari Hukum Perjanjian, syarat sahnya perjanjian menurut Pasal
1320 – Pasal 1337 KUH Perdata, yaitu:

a. Kesepakatan para pihak

Kesepakatan berarti ada persesuaian kehendak yang bebas antara para pihak
mengenai hal-hal pokok yang diinginkan dalam perjanjian.

b. Kecakapan para pihak

Pada dasarnya, semua orang cakap dalam membuat perjanjian, kecuali ditentukan
tidak cakap menurut undang-undang.

c. Mengenai suatu hal tertentu

Hal tertentu berarti dalam perjanjian tersebut terdapat objek yang diperjanjikan, yang
paling tidak objek yang dimaksudkan dalam perjanjian dapat ditentukan jenisnya.

d. Sebab yang halal

Berarti perjanjian yang dibuat tidak bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan,


maupun dengan ketertiban umum.

37. Asas Kontrak Bisa Dibatalkan Bila Mengandung Perbedaan Besar (gross
disparity)
38. Asas Contra Proferentem dalam Penafsiran Kontrak Baku

Asas contra proferentem berarti klausul-klausul yang multitafsir ditafsirkan untuk


kerugian pihak yang menyiapkan kontrak baku, sebagaimana diterangkan
oleh Marko Cahya Sutanto dalam buku Prospek Penggunaan United Nations
Convention on Contracts for the International Sale of Goods (CISG) sebagai Model
Pembentukan Hukum Kontrak Jual-Beli Barang Internasional-Indonesia (hal. 10).

39. Asas Diakuinya Kebiasaan Transaksi Bisnis di Negara Setempat


40. Asas Kesepakatan Melalui Penawaran (offer) dan Penerimaan
(acceptance) atau Melalui Tindakan
41. Asas Larangan Bernegosiasi dengan Iktikad Buruk
42. Asas Kewajiban Menjaga Kerahasiaan
43. Asas Perlindungan Pihak Lemah dari Syarat-syarat Baku
44. Asas Menghormati Kontrak Ketika Terjadi kesulitan (hardship)
45. Asas Pembebasan Tanggung Jawab dalam Keadaan Memaksa (force
majeur)

Dari sejumlah asas yang telah disebutkan di atas, Agus menyebutkan 4 asas yang
dianggap sebagai saka guru hukum kontrak, yaitu asas kebebasan berkontrak, asas
konsensualisme, asas pacta sunt servanda, dan asas itikad baik (hal. 107).

Selain itu, disarikan dari Asas-asas Hukum Perjanjian: Suatu Landasan dalam


Pembuatan Kontrak oleh M. Muhtarom, disebutkan 5 asas hukum kontrak yang
dikenal menurut ilmu hukum perdata yaitu asas kebebasan berkontrak, asas
konsensualisme, asas kepastian hukum (pacta sunt servanda), asas iktikad baik,
dan asas kepribadian (hal. 50).

Dalam hal ini, asas kepribadian berarti asas yang menentukan bahwa seseorang yang
akan melakukan dan/atau membuat kontrak hanya untuk kepentingan perseorangan
saja. Asas kepribadian ini bisa dilihat dalam Pasal 1315 dan Pasal 1340 KUH Perdata.
Tapi, seseorang dapat mengadakan perjanjian untuk kepentingan pihak ketiga dengan
adanya suatu syarat yang ditentukan, ini diatur dalam Pasal 1317 KUH Perdata. Lebih
lanjut, Pasal 1318 KUH Perdata mengatur perjanjian untuk kepentingan ahli waris
dan untuk orang-orang yang memperoleh hak daripadanya (hal. 53).

Asas-asas Hukum Perikatan Nasional

Selanjutnya, M. Muhtarom menjelaskan, dalam Lokakarya Hukum Perikatan yang


diselenggarakan BPHN pada tanggal 17 – 19 Desember 1985 dirumuskan 8 asas
hukum perikatan nasional, antara lain (hal. 54-55):

46. Asas Kepercayaan

Setiap orang yang mengadakan perjanjian akan memenuhi prestasi yang diadakan di
antara mereka di kemudian hari.

47. Asas Persamaan Hukum

Subjek hukum yang mengadakan perjanjian mempunyai kedudukan, hak dan


kewajiban yang sama dalam hukum.

48. Asas Keseimbangan

Kedua belah pihak harus memenuhi dan melaksanakan perjanjian. Kreditur berhak
menuntut prestasi dan jika diperlukan dapat menuntut pelunasan prestasi melalui
kekayaan debitur. Lalu, debitur juga wajib untuk melaksanakan perjanjian dengan
iktikad baik.
49. Asas Kepastian Hukum

Kepastian ini terungkap dari kekuatan mengikatnya perjanjian, yaitu sebagai undang-
undang bagi yang membuatnya.

50. Asas Moralitas

Berkaitan dengan perikatan wajar, suatu perbuatan sukarela dari seseorang tidak
dapat menuntut hak baginya untuk menggugat prestasi dari pihak debitur.

51. Asas Kepatutan

Ketentuan isi perjanjian yang diharuskan oleh kepatutan berdasarkan sifat


perjanjiannya.

52. Asas Kebiasaan

Suatu perjanjian tidak hanya mengikat apa yang secara tegas diatur, tapi juga hal-hal
menurut kebiasaan lazim diikuti.

53. Asas Perlindungan

Baik debitur dan kreditur harus dilindungi oleh hukum. Namun, yang perlu mendapat
perlindungan adalah pihak debitur karena berada di posisi yang lemah.

54.Asas Actio Pauliana. Hak kreditur untuk mengajukan pembatalan


terhadap segala perbuatan yang tidak perlu dilakukan oleh debitur
yang merugikannya.

55.Asas Actio Pauliana. Hak kreditur untuk mengajukan pembatalan


terhadap segala perbuatan yang tidak perlu dilakukan oleh debitur
yang merugikannya.

56.Asas Audit Et Alteram Partem: Asas ini mewajibkan pada hakim


untuk mendengar kedua belah pihak secara bersama-sama,
termasuk dalam hal kesempatan memberikan alat-alat bukti dan
menyampaikan kesimpulan. Asas ini merupakan implementasi asas
persamaan.

57.Asas Apatride: Seseorang sama sekali tidak memiliki kewarga


negararaan.
58.Azas Legalitas _ Nullum delictum nulla poena sine praevia lege
poenali : Tidak boleh di hokum seseorang apabila peraturan
perundang-undangan tidak mengatur tentang perbuatan yang dia
lakukan.
59.Asas Non Retro aktif : Suatu undang-undang tidak boleh berlaku
surut

60.Asas Culpabilitas: Nulla poena sine culpa, artinya tiada pidana


tanpa kesalahan.

61.Asas Opportunitas: Penuntut umum berwenang untuk tidak


melakukan penuntutan dengan pertimbangan demi kepentingan
umum.

62.Asas Presumption of Innocence ( Praduga tak bersalah ) :


Seseorang harus dianggap tidak bersalah sebelum dinyatakan
bersalah oleh putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan
hukum tetap.

63.Asas in dubio pro reo: Dalam hal terjadi keragu – raguan maka


yang diberlakukan adalah peraturan yang paling menguntungkan
terdakwa.

64.Asas Individualiteit: Obyek hak kebendaan selalu merupakan


barang yang individueel bepaald, yaitu barang yang dapat
ditentukan . Artinya seseorang hanya dapat memiliki barang yang
berwujud yang merupakan kesatuan.

65.Asas Totaliteit: Seseorang yang mempunyai hak atas suatu


barang maka ia mempunyai hak atas keseluruhan barang itu /
bagian-bagian yang tidak tersendiri.

66.Asas Onsplitsbaarheid ( tidak dapat dipisahkan ) : Pemisahan dari


zakelijkrechten tidak diperkenankan, tetapi pemilik dapat
membebani hak miliknya dengan iura in realiena : jadi seperti
melepaskan sebagian dari wewenangnya.
67.Asas Vermenging ( asas percampuran ) : Seseorang tidak akan
untuk kepentingannya sendiri memperoleh hak gadai atau hak
memungut hasil atas barang miliknya sendiri.

68.Asas Publiciteit: Dalam hal pembebanan tanggungan atas benda


tidak bergerak ( Hipotik ) maka harus didaftarkan didalam register
umum.

69.Asas Spesialiteit: Hipotik hanya dapat diadakan atas benda –


benda yang ditunjuk secara khusus ( letaknya, luasnya, batas-
batasnya ).
70.Asas Reciprositas: Seorang anak wajib menghormati orang
tuanya serta tunduk kepada mereka dan orang tua wajib
memelihara dan membesarkan anaknya yang belum dewasa sesuai
dengan kemampuannya masing-masing ( Pasal 298 BW , dan
seterusnya ).
71.Asas in dubio pro reo: Dalam hal terjadi keragu – raguan maka
yang diberlakukan adalah peraturan yang paling menguntungkan
terdakwa.
72.Asas Individualiteit: Obyek hak kebendaan selalu merupakan
barang yang individueel bepaald, yaitu barang yang dapat
ditentukan . Artinya seseorang hanya dapat memiliki barang yang
berwujud yang merupakan kesatuan.
73.Asas Pacta Sunt Servanda ( janji itu mengikat ). Suatu perjanjian
berlaku sebagai undang-undang bagi para pihak yang
membuatnya.

74.Asas Konsensualitas: Suatu perjanjian sudah sah dan mengikat


ketika telah tercapai kesepakatan para pihak dan sudah memenuhi
sayarat sahnya kontrak
75.Asas Canselling: Suatu asas yang menyatakan bahwa perjanjian
yang tidak memenuhi syarat subyektif dapat dimintakan
pembatalan.

76.Asas Preferensi: Para kreditor yang memegang hipotik, gadai dan


privelegi diberi hak prseferensi yaitu didahulukan dal;am
pemenuhan piutangnya. Asas ini merupakan penyimpangan dari
asas persamaan.
77.Asas Droit invialablel et sarce. Hak milik tidak dapat diganggu
gugat.
78.Asas Ius Sanguinis: Untuk menentukan kewarga negaraan
seseorang berdasarkan pertalian darah atau keturunan dari orang
yang bersangkutan.

79.Asas Ius Soli: Menentukan kewarganegaraan seseorang


berdasarkan tempat / negara dimana orang tersebut dilahirkan.

80.Asas Bipatride Asas dimana seseorang dimungkinkan mempunyai


kewarganegaraan rangkap.

81.Asas Medebewind ( Tugas Pembantuan ). Penentuan


kebijaksanaan, perencanaan dan pembiayaan tetap ditangan
pemerintah pusat tetapi pelaksanaannya ada pada pemerintah
daerah.
82.Asas Welfare state ( negera kesejahteraan ). Pemerintah Pusat
bertugas menjaga keamanan dalam arti seluas-luasnya dengan
mengutamakan kesejahteraan rakyat.
83.Asas Priorrestraint ( kendali dini ). Suatu asas yang mempunyai
makna pencegahan untuk mengadakan unjuk rasa setelah
memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan.

84.Asas Non Lisensi: suatu asas yang lebih terkait dengan


kemerdekaan atau kebebasan menyampaikan pendapat dalam
bentuk tulisan.

85.Asas Naturalisasi ( pewarganegaraan ): Suatu asas dimana


seseorang yang telah dewasa dapat mengajukan permohonan
menjadi warga negara ( Indonesia ) melalui Pengadilan Negeri.

86.Asas Ne Bis Vexari Rule: Merupakan asas yang menghendaki


agar setiap tindakan administrasi negara harus didasarkan atas
undang – undang dan hukum.

87.Asas Principle of legality ( kepastian hukum ). Asas yang


menghendaki dihormatinya hak yang telah diperoleh seseorang
berdasarkan keputusan badan atau pejabat administrasi negara.
88.Asas Sapientia (Kebijaksanaan). Pejabat Administrasi negara
senantiasa harus selalu bijaksana dalam melaksanakan tugasnya.
89.Asas Het Vermoeden van Rechtmatigheid atau Presumtio Justea
Causa: Asas ini menyatakan bahwa demi kepastian hukum, setiap
keputusan tata usaha negara yang dikeluarkan harus dianggap
benar menurut hukum, karenanya dapat dilaksanakan lebih dahulu
selama belum dibuktikan sebaliknya dan belum dinyatakan oleh
Hakim Administrasi sebagai keputusan yang bersifat melawan
hukum.
90.Asas Pemeriksaan Segi Rechtmatigheid dan Larangan
Pemeriksaan Segi Doelmatigheid: Hakim tidak boleh atau
dilarang melakukan pengujian dari segi Kebijaksanaan
(doelmatigheid) suatu keputusan yang disengketakan meskipun
Hakim tidak sependapat dengan keputusan tersebut, sebatas
keputusan itu bukan merupakan keputusan yang bersifat
sewenang-wenang ( willikeur / a bus de droit ). Jadi Hakim hanya
berwenang memeriksa segi rechmatigheid suatu keputusan tata
usaha negara, karena hal itu berkaitan dengan asas legalitas
dimana setiap tindakan pemerintah harus berdasarkan atas hukum.

91.Asas Pengujian Ex tune. Pengujian Hakim Peradilan Administrasi


hanya terbatas pada fakta – fakta atau keadaan hukum pada saat
keputusan tata usaha negara dikeluarkan.

92.Asas Independent ( kemerdekaan ). Suatu Negara berdiri sendiri,


merdeka dari dari negara lainnya.

93.Asas Exteritorial: Seorang Diplomat / Duta yang ditugaskan


disuatu negara harus dianggap berada diluar wilayah negara
dimana dia ditempatkan tersebut.

94.Asas Souvereignity: Kedaulatan suatu negara mempunyai


kekuasaan yang tertinggi.

95.Asas Receprocitet: Apabila suatu negara menerima duta dari


negara sahabat, maka negara itu juga harus mengirimkan dutanya.

96.Asas Statuta mixta: Dalam menghukum suatu perbuatan,


digunakan hukum negara dimana perbuatan itu dilakukan.
97.Asas Personalitas: Asas untuk menentukan status personal
pribadi seseorang yang berlaku baginya adalah Hukum
Nasionalnya / negaranya ( Lex Partriae ).

98.Asas Teritorialitas: Yang berlaku bagi seseorang adalah hukum


negara dimana dia berdomilisi ( Lex domicili ).

99.Asas Communal ( sifat kebersamaan ). Manusia menurut hukum


adat merupakan makhluk dalam ikatan kemasyarakatan yang erat
dengan rasa kebersamaan meliputi seluruh lapangan hukum adat.
100. Asas Legal. Setiap pungutan pajak harus didasarkan atas
undang-undang.

101. Asas Ekonomis, effisien: Pajak dipungut untuk membangun


sarana-sarana bagi kepentingan masyarakat ( kurang mampu ) .
Dan dengan biaya pungutan yang serendah-rendahnya.

102. Asas Non Distorsi: Pajak tidak boleh menimbulkan distorsi


ekonomi, inflasi, psikologikal effeck dan kerusakan-kerusakan.

Anda mungkin juga menyukai