Anda di halaman 1dari 4

1. a.

Perbedaan Buku II dan Buku III KUHPerdata


 Pada Buku II
 Berisi tentang hukum benda.
 Sistem bersifat tertutup, artinya orang tidak dapat mengadakan atau membuat hak-
hak kebendaan yang baru selain yang sudah ditetapkan dalam undang-undang.
 Para pihak tidak diperbolehkan menyimpang dari ketentuan Buku II
 Pasal pertama Buku II (Pasal 499) memberi batasan atau definisi tentang “benda”
 Pada Buku III
 Berisi tentang hukum perikatan.
 Sistem bersifat terbuka, artinya setiap orang dapat bebas membuat perjanjian apa
saja selain apa yang telah ditetapkan oleh undang-undang asal tidak bertentangan
dengan undang-undang, kesusilaan, dan ketertiban umum.
 Para pihak bebas menentukan mengenai format dan substansi kontrak yang mereka
buat.
 Pasal-pasal Buku III tidak memberikan batasan atau definisi tentang perikatan.
1. b. Pembatasan Hak Milik didalam dan diluar Pasal 570 KUHPerdata

Dari ketentuan-ketentuan pasal 570 KUHper dapat diketahui pembatasan-pembatasan


penggunaan hak milik antara lain:

 Tidak bertentangan dengan UU


Penggunaan hak milik dibatasi oleh undang-undang artinya harus tidak bertentangan
dengan undang-undang dan peraturan umum yang berlaku. Dan perakteknya
pengertian bertentangan dengan undang-undang telah diperluas menjadi
bertentangan dengan hukum, dengan demikian segala perbuatan penggunaan hak
milik yang bukan saja bertentangan dengan undang-undang melainkan juga
bertentangan dengan kesusilaan dan ketertiban umum pun dapat dilarang, misalnya
penggunaan rumah sebagai tempat pelacuran, perdaganggan minuman keras,
perdaganggan narkoba, pusat perjudian.
 Tidak menimbulkan gangguan terhadap orang lain.
Penggunaan hak milik tidak boleh menimbulkan gangguan terhadap orang lain dan
hak-hak orang. Misalnya pemilik pabrik yang membuang limba pabriknya kesungai,
sehingga menganggu kesehatan dan kebersihan masyarakat sekitanya. Kerugian
akibat gangguan (hinder) dapat digiugat melalui pasal 1365 KUHperdata tentang
onrechtmatinge daad(perbuatn melawan hukum)
 Penyalah gunaan hak (misbruik van recht)
Berbuat semaunya termasuk menyakah gunakan hak itu, penggunaan hak milik itu
dibatasi oleh kepentingan orang lain, penggunaan hak milik harus secara wajar.
Walaupun orang mempunyai hak milik, tidaklah berarti ia boleh berbuat seenaknya,
penyalahgunaan hak adalah menggunakan hak milik sedemikian rupa sehingga
kerugian orang lain lebih besar jika dibandingkan dengan manfaat yang diperoleh
akibat dari penngunaan hak tersebut.
 Pembatasan oleh hukum tetangga
Hukum tetangga adalah hukum yang membatasi kebebasan seseorang dalam
penggunaan dan penguasaan hak miliknya, atau juga dapat disebut suatu hukum
yang mengatur hak dan kewajiban orang yang hidup bertetangga, yang mana
penggunaan dan pengguasaan hak milik bersama, konsep ini sesuai dengan
ketentuan pasal 6 UUP no 5 Tahun 1960, bahwa hak milik mempunyai fungsi sosial.
 Pencabutan hak untuk kepentingan umum
Adakalnya hak milik dicabut dari pemiliknya apabila kepentingan umum
menghendakinya, tetapi pencabutan itu harus dengan alasan, prosedurdan anti
kerugian yang layak menurut undang-undang. Pemerintah tidak boleh menurut
semaunya saja mencabut hak orang, walaupun dengan alasan hak milik mempunyai
fungsi sosial.

Selain pembatasan tersebut di atas masih ada pembatasan lain di luar Pasal 570
KUHPerdata terhadap berlakunya hak milik yaitu Hukum tetangga (pasal 626, 628
KUHPerdata) yang berarti:

 Adanya kewajiban untuk menerima aliran air dari tanah yang lebih tinggi ke tanah
yang lebih rendah, jadi tidak boleh membendungnya/Pasal 626 KUHPerdata.
 Adanya kewajiban untuk membiarkan pemilik pekarangan yang letaknya di tengah-
tengah untuk mengadakan jalan keluar menuju jalan besar dan lain-lain.
2. a. Perbedaan Hak Kebendaan dan Hak Pribadi dalam Hukum Benda
 Hak kebendaan adalah hak yang memberikan kekuasaan langsung atas suatu benda
dan dapat dipertahankan terhadap siapapun. Sedangkan hak perseorangan atau
pribadi secara sederhana adalah suatu hak yang melekat pada seseorang.

 Hak kebendaan bersifat mutlak, artinya dapat dipertahankan terhadap siapapun juga.
Sedangkan hak perorangan hanya dapat dipertahankan kepada pihak yang terlibat
dalam perjanjian.
 Hak kebendaan memiliki hak yang mengikuti (droit de suit). Ini berarti hak tersebut
akan terus mengikut bendanya di tangan siapapun benda tersebut berada. Sedangkan
pada hak perorangan, hak tersebut adalah terhadap seseorang. Dengan berpindahnya
hak atas benda, maka hak perorangan menjadi berhenti.
 Pada hak kebendaan, hak kebendaan yang terjadi lebih dulu memiliki kedudukan yang
lebih tinggi dibanding hak kebendaan yang terjadi setelahnya. Sedangkan pada hak
perorangan, hak perorangan yang lebih dulu maupun terjadi belakangan memiliki
kedudukan yang sama.
 Hak kebendaan mengenal hak untuk didahulukan (droit de preference), yaitu
seseorang yang memiliki hak kebendaan berhak untuk memperoleh pemenuhan
haknya lebih dahulu dibanding pihak lain. Sedangkan pada hak perorangan,
pemenuhannya dilakukan secara proporsional.
 Pada hak kebendaan, seseorang yang memiliki hak kebendaan berhak untuk
mengajukan gugatan terhadap siapapun yang mengganggu haknya. Gugatan ini
disebut gugat kebendaan. Sedangkan pada hak perorangan gugatan hanya dapat
diajukan terhadap pihak lawannya. Gugatan ini disebut gugat perorangan.
 Pada hak kebendaan, pemilik hak kebendaan bebas untuk memindahkan hak
kebendaannya. Sedangkan pada hak perorangan upaya untuk memindahkan hak
perorangan dibatasi.

2. b. Jaminan Hipotik, Fiducia, dan Gadai


 Jaminan Hipotik
Hipotik adalah suatu hak kebendaan atas benda-benda tak bergerak, untuk mengambil
penggantian daripadanya bagi pelunasan suatu perikatan. Diatur dalam Pasal 1162
sampai dengan Pasal 1232 KUHPerdata serta Undang-Undang No. 17/2008 tentang
Pelayaran.
 Fiducia
Fidusia diatur dalam UU No. 42/1999 tentang Jaminan Fidusia. Pengertian fidusia
dapat ditemukan dalam Pasal 1 angka 1 UU 42/1999, yaitu: Pengalihan hak
kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang
hak kepemilikannya dialihkan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda. Objek
fidusia yaitu benda bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud dan
benda tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan
sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak
Tanggungan.
 Gadai
Gadai adalah suatu hak yang diperoleh seorang berpiutang atas suatu benda bergerak,
yang diserahkan kepadanya oleh seorang berutang atau oleh seorang lain atas
namanya, dan yang memberikan kekuasaan kepada si berpiutang itu untuk mengambil
pelunasan dari barang tersebut didahulukan daripada orang-orang yang berpiutang
lainnya; dengan kekecualian biaya untuk melelang barang tersebut dan biaya yang
telah dikeluarkan untuk menyelamatkannya setelah barang itu digadaikan, biaya-biaya
mana yang harus didahulukan. (Pasal 1150 KUHPerdata) Objek dari gadai berupa
benda bergerak yang terdiri dari benda berwujud (seperti perhiasan) dan benda yang
tidak berwujud (berupa hak untuk mendapatkan pembayaran uang misalnya surat-
surat piutang). Dalam hal ini, pihak yang menerima gadai dapat mengusai benda yang
menjadi objek gadai. Eksekusi terhadap gadai dapat dilakukan berdasarkan dua
alternatif sesuai ketentuan Pasal 1155 dan 1156 KUHPerdata. Yaitu intinya dapat
dilakukan eksekusi langsung atau harus meminta putusan pengadilan terlebih dulu.
3. a. Syarat Sahnya Perjanjian dan sebut dasar hukumnya
Syarat sah perjanjian ada 4 (empat) terdiri dari syarat subyektif dan syarat objektif,
diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata, yaitu:
 Sepakat (Pasal 1321 - 1328 KUHPerdata)
 Cakap (Pasal 1329 - 1331 KUHPerdata)
 Hal tertentu (Pasal 1332 - 1334 KUHPerdata)
 Sebab yang halal (Pasal 1335 - 1337 KUHPerdata)
3. b. Terjadinya Kesepakatan
Dalam pasal 1320 KUHPerdata, kesepakatan merupakan salah satu sahnya dari
perjanjian. Sebagai syarat perjanjian, kesepakatan harus diberikan secara bebas.
Kesepakatan yang tidak bebas berarti munculnya kesepakatan itu disebabkan karena
kekhilafan, paksaan atau penipuan. Kesepakatan adalah persesuaian kehendak, dan
kehendak atau keinginan ini harus dinyatakan. Kehendak yang tidak dinyatakan dan
hanya disimpan dalam hati tidak mungkin diketahui oleh pihak lain dan karena nya
tidak mungkin melahirkan kesepakatan yang di perlukan untuk melahirkan sebuah
perjanjian. Namun, dapat dicapai pula dengan memberikan tanda-tanda yang dapat
menterjemahkan kehendak itu, baik oleh pidak yang menawarkan maupun pihak yang
menerima penawaran tersebut.
4. a. Sifat prestasi
 Harus sudah tertentu dan dapat ditentukan. Jika prestasi tidak tertentu atau tidak
ditentukan mengakibatkan perikatan batal (nietig).
 Harus mungkin, artinya prestasi itu dapat dipenuhi oleh debitur secara wajar dengan
segala usahanya. Jika tidak demikian perikatan batal (nietig).
 Harus diperbolehkan (halal), artinya tidak dilarang oleh undang-undang, tidak
bertentangan dengan kesusilaan dan ketertiban umum. Jika prestasi itu tidak halal,
perikatan batal (nietig).
 Harus ada manfaat bagi kreditur, artinya kreditur dapat menggunakan, menikmati,
dan mengambil hasilnya. Jika tidak demikian, perikatan dapat dibatalkan
(vernietigbaar).
 Terdiri dari satu perbuatan atau serentetan perbuatan. Jika prestasi terdiri dari satu
perbuatan dilakukan lebih dari satu, mengakibatkan pembatalan perikatan
(vernietigbaar)
4. b. Bentuk Wanprestasi
Menurut Satrio (1999), terdapat tiga bentuk wanprestasi, yaitu:

 Tidak memenuhi prestasi sama sekali. Sehubungan dengan dengan debitur yang
tidak memenuhi prestasinya maka dikatakan debitur tidak memenuhi prestasi sama
sekali.
 Memenuhi prestasi tetapi tidak tepat waktunya. Apabila prestasi debitur masih
dapat diharapkan pemenuhannya, maka debitur dianggap memenuhi prestasi tetapi
tidak tepat waktunya.
 Memenuhi prestasi tetapi tidak sesuai atau keliru. Debitur yang memenuhi prestasi
tapi keliru, apabila prestasi yang keliru tersebut tidak dapat diperbaiki lagi maka
debitur dikatakan tidak memenuhi prestasi sama sekali.
Sedangkan menurut Subekti, bentuk dan syarat tertentu hingga terpenuhinya
wanprestasi adalah sebagai berikut (Ibrahim, 2004):

 Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya.


 Melaksanakan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak sebagaimana dijanjikan.
 Melakukan apa yang dijanjikannya tetapi terlambat.
 Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya.

Anda mungkin juga menyukai