Anda di halaman 1dari 12

TUGAS MAKALAH

ILMU DAN TEKNOLOGI BENIH


“Kultur Jaringan Tanaman Kelapa Sawit (Elaeis Guineensis Jacq.)”

Oleh:

NAMA : YUSNA SRI NANINGSIH

NIM : D1B121095

KELAS : AGT-B

JURUSAN/PROGRAM  STUDI  AGROTEKNOLOGI


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS  HALU  OLEO
KENDARI
2022
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur senantiasa kami ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rida
dan rahmat-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Kultur
Jaringan Tanaman kelapa sawit (Elaeis Guineensis Jacq.)”. Tidak lupa, kami
mengucapkan terima kasih kepada yang telah membimbing dan membantu kami dalam
proses penyusunan Makalah ini. Ucapan terima kasih juga tidak lupa kami sampaikan
kepada teman-teman yang telah membantu baik secara moral maupun material sehingga
makalah ini dapat terwujud .
Makalah ini menjelaskan tentang mengapa tanaman kelapa sawit (Elaeis
Guineensis Jacq.) harus dikembangkan dalam konsep pertanian kultur jaringan dan
bagaiamana cara perbanyakan bibit pisang dengan menggunakan system kultur jaringan.
Penulis menyadari bahwa masih ada kekurangan dan kesalahan dalam makalah yang
dibuat. Oleh karena itu penulis mohon maaf atas kesalahan tersebut. Kritik dan saran dari
pembaca senantiasa ditunggu oleh penulis guna meningkatkan kualitas tulisan ke
depannya.

Kendari, November 2022

Penulis
DAFTAR ISI

SAMPUL.............................................................................................................................i
KATA PENGANTAR.......................................................................................................ii
DAFTAR ISI.....................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................1

1.1 Latar Belakang............................................................................................................1


1.2 Rumusan
Masalah.......................................................................................................3
1.3 Tujuan..........................................................................................................................3

BAB II PEMBAHASAN....................................................................................................4

2.1 Pengertian Kultur Jaringan.......................................................................................4


2.2 Prinsip Dasar Kultur Jaringan......................................................................................6

2.3 Kelebihan dan Kelemahan Teknik Kultur Jaringana.............................................6

2.4 Kandungan kelapa sawit dan sebarannya.....................................................................6

2.5 Abnormalitas pada kultur jaringan kelapa sawit....................................................6

BAB III PENUTUP...........................................................................................................8

3.1 Kesimpulan..................................................................................................................8

DAFTARPUSTAKA.........................................................................................................9
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tumbuhan di alam bebas sangat bervariasi dan komplek dalam


melangsungkan siklus hidupnya. Untuk mempertahankan generasinya tumbuhan
harus memperbanyak diri baik secara vegetatif maupun secara generatif.
Perbanyakan generatif dapat dimulai dari pertemuan antara gamet jantan dan
gamet betina dari tanaman induk. Peleburan kedua gamet tersebut menghasilkan
sebuah sel yang disebut zigot, zigot selanjutnya tumbuh dan berkembang menjadi
tumbuhan utuh (Haris, 1997) Sel-sel vegetatif tumbuhan seperti yang terdapat
pada akar, batang dan daun, secara alamiah juga mempunyai kemampuan yang
mirip dengan zigot, yaitu dapat berkembang menjadi tanaman utuh sehingga
kelangsungan generasinya tetap terjaga.

Banyak metode dalam pembudidayaan tanaman salah satunya adalah dengan


teknik kultur jaringan, selain untuk tujuan pokok yaitu perbanyakan dalam jumlah
besar dan cepat juga metode-metode untuk tujuan pemuliaan tanaman,
menghasilkan jenis tanaman yang baru yang kita inginkan. Manfaat kultur
jaringan dibidang pertanian adalah produksi tanaman bebas virus dengan teknik
kultur meristem. Untuk produksi bahan-bahan farmasi dimana sel-sel kultur juga
menghasilkan persenyawaan-persenyawaan yang dibutuhkan manusia dengan
tingkat produksi per-unit berat kering yang setara atau lebih tinggi dari tanaman
asalnya.
Pemuliaan tanaman dan rekayasa genetika dengan cara memanipulasi jumlah
kromosom melalui bahan kimia, meregenerasikan jaringan tertentu seperti
endosperma dengan kromosom 3n, hibridasi somatik melalui fusi protoplasma,
atau dengan transfer dna. Pelestarian plasma nutfah tanaman juga dapat dilakukan
dengan teknik kultur jaringan dengan penyimpanan untuk jangka panjang dengan
penggunaan nitrogen cair pada temperatur –196 oC. Ada juga penyimpanan
sementara, yaitu pada temperatur antara 0 oC sampai –9 oC. Metode kultur
jaringan juga mememiliki kekurangan diantaranya ialah suatu kelainan atau
keabnormalan tanaman misalnya pada bunga maupun buah. Oleh sebab itu perlu
diketahui apa saja kelemahannya sehingga bisa mendapatkan suatu cara yang
dapat mengatasi kelemahannya.

1.2 Tujuan

Tujuan dari makalah ini ialah untuk mengetahui sifat abnormalitas tanaman
kelapa sawit (Elaeis Guineensis Jacq.) hasil dari kultur jaringan. Tujuan pokok
penerapan perbanyakan dengan teknik kultur jaringan adalah produksi tanaman
dalam jumlah besar pada waktu singkat, terutama untuk varietas-varietas unggul
yang baru dihasilkan.

1.2 Manfaat

Banyak metode dalam teknik kultur jaringan, selain untuk tujuan pokok yaitu
perbanyakan dalam jumlah besar dan cepat juga metode-metode untuk tujuan
pemuliaan tanaman, menghasilkan jenis tanaman yang baru yang kita inginkan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian kultur jaringan

Kultur jaringan ialah sutu metode untuk mengisolasi bagian-bagian tanaman


seperti sel, jaringan, atau organ serta menumbuhkannya secara aseptis (suci hama)
di dalam atau di atas suatu medium budidaya sehingga bagian-bagian tanaman
tersebut dapat memperbanyak diridan bergenerasi menjadi tanaman lengkap
kembali. Prinsip kultur jaringan terdapat pada teori sel yang dikemukakan oleh
dua ahli biologi dari jerman, M.J. Schleiden dan T. Schwann. Secara implisit teori
tersebut menyatakan bahwa sel tumbuhan bersifat autonom atau mempunyai sifat
totipotensi (Lubis, 1992). Sel bersifat autonom artinya dapat mengatur rumah
tangganya sendiri, disini yang dimaksud adalah dapat melakukan metabolisme,
tumbuh dan berkembang secara independen jika diinduksi dari jaringan induknya.
Totipotensi diartikan sebagai kemampuan sel tumbuhan (baik sel somatif /
vegetatif maupun sel gametik) untuk bergenerasi menjadi tanaman lengkap
kembali.
Kultur jaringan adalah suatu metode untuk mengisolasi bagian dari tanaman
seperti protoplasma, sel, sekelompok sel, jaringan dan organ, serta
menumbuhkannya dalam kondisi aseptik. Sehingga bagian-bagian tersebut dapat
memperbanyak diri dan beregenerasi menjadi tanaman lengkap kembali. Kultur
jaringan dalam baha asing disebut sebagai tissue culture. Kultur adalah budidaya
dan jaringan adalah sekelompok sel yang mempunyai bentuk dan fungsi yang
sama. jadi, kultur jaringan berarti membudidayakan suatu jaringan tanaman
menjadi tanaman kecil yang mempunyai sifat seperti induknya. (Suryowinoto,
1991).
Kultur jaringan akan lebih besar presentase keberhasilannya bila
menggunakan jaringan meristem. Jaringan meristem adalah jaringan muda, yaitu
jaringan yang terdiri dari sel-sel yang selalu membelah, dinding tipis, plasmanya
penuh dan vakuolanya kecil-kecil. Kebanyakan orang menggunakan jaringan ini
untuk tissue culture. Sebab, jaringan meristem keadaannya selalu membelah,
sehingga diperkirakan mempunyai zat hormon yang mengatur pembelahan.
Teknik kultur jaringan sebenarnya sangat sederhana, yaitu suatu sel atau
irisan jaringan tanaman yang sering disebut eksplan secara aseptik diletakkan dan
dipelihara dalam medium pada atau cair yang cocok dan dalam keadaan steril.
dengan cara demikian sebaian sel pada permukaan irisan tersebut akan mengalami
proliferasi dan membentuk kalus (Haris, 1998) Apabila kalus yang terbentuk
dipindahkan kedlam medium diferensiasi yang cocok, maka akan terbentuk
tanaman kecil yang lengkap dan disebut planlet. Dengan teknik kultur jaringan ini
hanya dari satu irisan kecil suatu jaringan tanaman dapat dihasilkan kalus yang
dapat menjadi planlet dlama jumlah yang besar (Fatmawati et al.,1997)
Pelaksanaan teknik kultur jaringan tanaman ini berdasarkan teori sel sperti
yang dikemukakan oleh Schleiden, yaitu bahwa sel mempunyai kemampuan
autonom, bahkan mempunyai kemampuan totipotensi. Totipotensi adalah
kemampuan setiap sel, darimana saja sel tersebut diambil, apabila diletakkan
dilingkungan yangsesuai akan tumbuh menjadi tanaman yang sempurna.

2.2 Prinsip Dasar Kultur Jaringan

Prinsip dasar kultur jaringan berpegangan pada teori sel dari Schwan dan
Schleiden pada tahun 1834. Teori sel atau yang lebih dikenal dengan teori
totipotensi menyatakan bahwa setiap sel tanaman hidup mempunyai informasi
genetik dan perangkat fisiologis yang lengkap untuk dapat tumbuh dan
berkembang menjadi tanaman utuh jika kondisinya sesuai. Sel-sel tersebut
merupakan kesatuan biologis terkecil yang mempunyai kemampuan untuk
mengadakan berbagai aktivitas hidup, seperti: metabolisme, reproduksi,
pertumbuhan dan beregenerasi.
Orang pertama yang membuktikan teori totipotensi sel adalah Haberlant pada
tahun 1902. Penelitian ini didasari oleh teori sel dan pemikiran bahwa setiap sel
tumbuhan di dalam medium dan lingkungan yang cocok pada hakekatnya mampu
mengadakan regenerasi membentuk organ yang sama atau membentuk organisme
serupa. Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan sel
pada metode kultur jaringan adalah sumber eksplan, media, hormon, zat pengatur
tumbuh (ZPT), dan lingkungan fisik kultur jaringan (Jaligot et al., 2004)
Teknik kultur jaringan akan berhasil dengan baik apabila syarat-syarat yang
diperlukan terpenuhi. Syarat-syarat tersebut meliputi pemilihan eksplan sebagai
bahan dasar untuk pembentukkan kalus, penggunaan medium yang cocok,
keadaan yang aseptik dan pengaturan udara yang baik terutama untuk kultur cair.
Meskipun pada prinsipnya semua jenis sel dapat ditumbuhkan, tetapi sebaiknya
dipilih bagian tanaman yang masih muda dan mudah tumbuh yaitu bagian
meristem, seperti: daun muda, ujung akar, ujung batang, keping biji dan
sebagainya. Bila menggunakan embrio bagian bji-biji yang lain sebagai eksplan,
yang perlu diperhatikan adalah kemasakan embrio, waktu imbibisi, temperatur
dan dormansi.

2.3. Kelebihan dan Kelemahan Teknik Kultur Jaringan

Kelebihan teknik kultur jaringan adalah dapat memperbanyak tanaman


tertentu yang sangat sulit dan lambat diperbanyak secara konvensional, dalam
waktu singkat dapat menghasilkan jumlah bibit yang lebih besar, perbanyakannya
tidak membutuhkan tempat yang luas, dapat dilakukan sepanjang tahun tanpa
mengenal musim, bibit yang dihasilkan lebih sehat dan dapat memanipulasi
genetik dan biaya pengangkutan bibit lebih murah.
Kelemahannya adalah dibutuhkannya biaya yang relatif lebih besar untuk
pengadaan laboratorium, dibutuhkan keahlian khusus untuk mengerjakannya dan
tanaman yang dihasilkan berukuran kecil dengan kondisi aseptik, terbiasa
dilingkungan hidup dengan kelembaban tinggi dan relatif stabil sehingga perlu
perlakuaan khusus setelah aklimatisasi dan perlu penyesuaian lagi untuk
kelingkungan eksternal.

2.4. Kandungan kelapa sawit dan sebarannya

Kelapa sawit (Elaeis Guineensis Jacq) merupakan salah satu tanaman


penghasil minyak nabati yang sangat penting. Menurut penelitian, daerah asal
tanaman kelapa sawit adalah Afrika, yaitu kawasan Nigeria di Afrika Barat.
Penyebaran tanaman kelapa sawit dari daerah asal secara tidak langsung terkait
dengan perdagangan budak dari Afrika dari abad pertengahan. Setelah Colombus
menemukan benua Amerika dan terbukanya perjalanan ke kawasan Asia.
Tanaman kelapa sawit menyebar ke kawasan baru oleh usaha usaha bangsa
Portugis, Spanyol, Inggris dan Belanda.
Dewasa ini tanaman kelapa sawit diusahakan di berbagai negara beriklim
tropis terutama dikawasan yang terletak antara 100 lintang utara dan 100 lintang
selatan. Kawasan tersebut, terdapat beberapa negara penghasil utama kelapa sawit
seperti Malaysia, Indonesia, Thailand, Papua Nugini, RRC dan India di Asia,
Pantai Gading, Ghana, Kamerun dan Nigeria, di Afrika serta beberapa negara
Amerika Selatan seperti Columbia, Costarika, Hondoras dan Equador
(Setyamidjaja, 2006).
Kelapa sawit merupakan sumber minyak nabati yang penting disamping
kelapa sawit, kacangan-kacangan, jagung, bunga matahari, zaitun dan sebagainya.
Penggunaan minyak kelapa sawit telah dimulai sejak abad XV dan pemasarannya
ke Eropa baru dimulai tahun 1800-an. Minyak sawit yang dimanfaatkan berasal
dari daging buah (mesocrap) dan inti sawit (kernel, endosperm) (Setyamidjaja,
2006).

2.5. Abnormalitas pada kultur jaringan kelapa sawit

Ada beberapa pendapat mengenai terjadinya abnormalitas pada tanaman


kelapa sawit hasil kultur jaringan, perubahan tersebut dapat bersifat genetik
gangguan ekspresi gen diakibatkan fitohormon, struktur kalus. Lamanya subkultur
dan umur kalus, tekanan seleksi yang dipakai, jenis eksplan yang digunakan, level
ploidi sumber eksplan dan kecepatan proliferasi kalus (Hetharie et al., 2007).
Menyatakan bahwa variasi pada tanaman yang diregenerasi dari kultur
jaringan disebut sebagai variasi somaklonal. Variasi somaklonal kemungkinan
disebabkan ketidakaturan mitotik yang berperan dalam terjadinya ketidakstabilan
kromosom, terjadi amplifikasi atau delesi seperti inaktif gen atau aktif kembali
gengen silent (Larkin & Scowcroft, 1991).
Menyatakan bahwa beberapa tipe utama variasi genetik somaklonal adalah
aberasi kromosom, aktivitas elemen transposon, dan terjadinya metilasi DNA.
Frekuensi variasi somaklonal tergantung pada cara regenerasi planlet. Planlet
yang diregenerasi dari kalus yang tidak terorganisir lebih bervariasi dibandingkan
dengan kalus yang terorganisir, sebaliknya hanya sedikit terjadi pada planlet yang
diregenerasi langsung tanpa melalui fase kalus.
Pada tanaman tinggi metilasi sitosin yang berat memegang peranan penting
dalam ekspresi gen selama dalam perkembangan dan diferensiasi. Pola hiper dan
hipometilasi DNA yang diinduksi dalam sistem kultur dapat ditransmisikan ke
tanaman hasil regenerasi dari kultur tersebut. Dalam medium yang mengandung
auksin dengan konsentrasi tinggi, metilasi mengalami peningkatan (Phillips,
2005), Keunggulan teknik kultur jaringan adalah mampu menghasilkan bibit
secara massal dalam waktu yang relatif singkat, seragam, sifatnya identik dengan
induknya, masa non produktif lebih singkat dan produktivitasnya lebih tinggi.
Namun, timbulnya masalah abnormalitas pada organ reproduktif yang diketahui
setelah tanaman berbunga dan berbuah (2-3 tahun setelah tanam).
Timbulnya abnormalitas tersebut diduga disebabkan penggunaan 2,4-D yang
tinggi untuk menginduksi pembentukan kalus, dan dilakukannya sub kultur
berulang kali untuk mendapatkan embrio somatik dalam jumlah banyak.
Abnormalitas pembuahan pada tanaman kelapa sawit asal kultur jaringan dikenal
dengan istilah mantled, yaitu mesokarp tidak berkembang. Dapat juga terjadi
bunga jantan steril. Abnormalitas terjadi pada rata-rata 5-10 % dari populasi bibit
asal kultur jaringan (Jaligot et al., 2000), dan bersifat epigenetic.
Kulus remah yang disebut sebagai kalus sekunder menyebabkan terjadinya
kalus embrioid yang abnormal (Mathius, 1997). Abnormalitas yang terjadi pada
klon kelapa sawit hasil kultur jaringan disebabkan terhambatnya ekspresi gen
yang mengatur pembungaan, sebagai akibat penambahan zat pengatur tumbuh
tertentu ke dalam media. Untuk mengembangkan teknik kultur jaringan sebagai
alat perbanyakan klonal kelapa sawit, diperlukan suatu teknik yang mampu
mendeteksi abnormalitas secara dini di antaranya pada tingkat molekuler atau
DNA. (Mathius et al., 2001) melaporkan bahwa RAPD mampu membedakan
antar genotip normal, abnormal dan berbunga jantan dalam klon yang sama,
namun tidak menemukan pita DNA pembeda abnormalitas yang dapat digunakan
untuk semua.
BAB III.
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Kelapa sawit dapat dibudidayakan dengan menggunakan kultur jaringan
hasil yang diperoleh dari kultur jaringan sangat baik. Kultur jaringan kelapa sawit
akan memberikan dampak positif dalam perindustrian kelapa sawit sehingga
didapatkan bibit yang unggul untuk menghasilkan minyak yang baik untuk
kehidupan manusia.
DAFTAR PUSTAKA

Fatmawati K, Pamin G, Ginting, Subronto CH dan Muluk. 1997. Performance of


oil palm clones in the field based on ten year observation. Proceedings of
the Indonesian Biotechnology Conference. 367-378.
Haris N dan Darussamin A. 1997. RAPD analysis of oil palm clones with normal
and abnormal fruits. Menara Perkebunan. 65(2):64-74.
Haris N. 1998. Analysis of fruiting abnormality among oil palm (Elaeis
guineensis Jacq.) clones by RAPD technique. Menara Perkebunan.
66(2):55-63.
Hartley, C.W.S. 1977. The Oil Palm. Second Edition. Longman London. 706 p.
Hetharie H, Gustav A, Wattimena, Thenawidjaya M, Aswidinnoor H, Mathius NT
dan Ginting G. 2007. Karakterisasi Morfologi Bunga dan Buah Abnormal
Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq) Hasil Kultur Jaringan. Bul. Agron.
35(1):50 – 57.
Jaligot ET, Beule FC, Baurens N, Billotte A dan Rival. 2004. Search for
methylation-sensitive amplification polymorphisms association with the
“mantled” variant phenotipe in oil palm (Elaeis quineensis Jacq.).
Genome. 47(1):224-228.
Lubis AU, 1992. Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) di Indonesia. Pusat
Penelitian Perkebunan Marihat Bandar Kuala Pematang Siantar-Sumatera
Utara. 435 hal.
Mathius NT dan Hutabarat T. 1997 mikropopagasi kopi arabika (copffeea Arabica
L.) melalui embryogenesis somatic dan analisis kestabilan genetiknya
dengan RAPD. Dalam Prosising Seminar Perhimpunan Bioteknologi
Pertanian Indonesia, Surabaya. Hal. 105- 110.
Mathius NT, Bangun SII dan Bintang M. 2001. Analisis abnormalitas tanaman
kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) hasil kultur jaringan dengan teknik
Random Amplified Polymorphic DNA (RAPD). Menara Perkebunan.
69(2):58-70.
Mathius NT, Yuniastuti E, Ridwan, Setiamiharja, Murdaningsih H dan Karmana.
2005. Analisis genotip normal dan abnormal pada klon kelapa sawit
(Elaeis guineensis Jacq.) dengan Amplified Fragment Length
Polymorphism (AFLP) Menara perkebunan. 73(1):12-25.
Peshke VM dan Phillips RL. 1992. Genetic implications of somaclonal variation
in plants. Adv Genet. (30)41-47.
Setyamidjaja D. 2006. Kelapa sawit, teknik budi daya panen dan pengolahan.
Edisi revisi. Kanisius, Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai