Februari

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 2

Februari

Di tepih pantai seorang diri duduk di atas bebatuan padat yang menjulang air laut. Itu
Isdar sedang memancing ikan. Sekitar tiga puluh meter, satu sosok tinggi kurus, compang-
camping, berdiri mengawasiku dari sebarang batu yang rendah, lalu sosok itu lenyap. Sore
yang luar biasa.
Awan hitam tebal berkumpul jadi satu, kilatan petir yang memecah langit sore,
sementara suara guntur menggelar sedetik kemudian, lalu hujan mulaui turun pelan
membasahi bebatuan sekitar dan seluruh Mado. Isdar mengosok-gosok mata dengan tangan
yang basa. Apakah dia berkhayal? Juga sosok yang dilihat dari jauh yang tak dikenal sama
sekali.
Ombak masih menampar dinding batu. Dia meletakan mata kail dan umpan ikan
sambil berdiri was-was seraya melihat pria aneh itu membalik badan dan bersembunyi di
balik batu. Hujan semakin deras, dan dibenaknya mencurigai tentang seseorang Coho-Coho1
tengah menyebar.
“Woe,” teriaknya.”Siapa itu?” Dia melangkah beberapa meter kedepan, naik diatas
bebatuan tinggi agar sosok itu terlihat dari pandangan, tapi hanya kepala lelaki itu yang
nampak dan badan lainnya menempel di bebatuan.
Tak lama kemudian, pria itu keluar sambil menatapnya. Memegang sebungkus
permen relaksa seraya mengulurkan tangan pertanda agar Isdar mendakati daan
mengambilnya. Namun, hatinya menolak karena dihadapan sosok lelaki aneh dengan wajah
asing juga tak hidup sekampung dengan Isdar.
Sedetik pun Isdar membalik badan dan mulai berlari ketakutan. Dari belakang pria itu
tidak mengejar hanya terdengar suara kekeh rendah yang meningkat hingga lengkingan
histeris. Sesampai di depan rumah temannya yang tak jauh dari pantai, dengan nafas yang
terengah-engah.
“Jika saya mendekat sosok itu, maka kepala saya akan di tebas,” pikirnya.
Sementara wacana Coho-Coho meneyebar di kampung Isdar, meskipun belum terjadi
bahwa belum ada anak-anak semasa itu yang kehilangan kepala. Sebagaimana kepalanya di
kubur bersama spesis (campuran) semen agar di buat jembatan tahan lama dan kokoh. Itu
seakan-akan isu tentang pencurian anak semakin mengakar—menakutkan—mengerikan
seperti penyebaran virus Omicron.
***
1
Istilah pelaku potong kepala manusia untuk di campur spesis semen dan di jadikan tumbal jembatan.
Itu terjadi Lima belas tahun lalu, tepat umur Isdar belasan tahun. Dia memandang
langit Selasa, 1 Februari 2022, sebentar malam sudah tenggelam. Bayang-bayang pagi segera
menyebar dari tempat tinggal Isdar. Kejadian aneh yang terlewatkan di masa kecilnya di atas
dan kini, dia menakar waktu, pekerjaan, makanan, hingga kebutuhan dalam rumah tangga,
sesuai status kehidupan termasuk alam bawah sadarnya.
Melintasi waktu dengan membiasakan diri untuk menulis dan membaca buku-buku
bawaannya. Terlepas dengan itu, Februari yang terus mengasa kreatifitas karya, sebab disini
orang-orang pada sibuk bekerja sebagai buruh tambang dan menghasilkan gaji yang lumayan
cukup, maka ruang-ruang diskusi—menulis—dan membaca sangat terbatas sekali buat
dirinya. Berbeda dengan aktifitas di kota Ternate, yang kemudian itu mengaktifkan ruang-
ruang kreatif intelektual kepada kawan-kawannya.
Kemungkinan dorongan dari kesemangatan menulis dalam diri sendiri sehingga Isdar
melatih menulis secara otodidak. Dia membaca buku-buku panduan menulis, membaca
artikel di Internet, menonton Youtube, dan membaca postingan Facebook, penulis besar di
Indonesia seperti, Andrea Hirata, Gonewan Muhammad, Benny Arnas, Asma Nadia, dan
Tere Liye, sekadar terinspirasi dari mereka dan memakan alam bawah sadarnya untuk
menulis.
Sampai sejauh mana Isdar terus menulis dan membaca? Memimpikan ke depannya
karya dia layak di baca oleh banyak orang atau tidak? Keresahan ini adalah bagian dari
caranya yang harus memperoleh suatu gagasan menulis yang baik, dan tak semudah yang
dipikirkannya. Berbagai macam rintangan dalam menulis, dia ingat kata Ray Bardbury yang
mengatakan bahwa, “Kau harus tetap mabuk dalam menulis sehingga kenyataan tidak
menghancurkanmu”. Sebagaimana mengasa kreatif dalam melahirkan suatu karya, semisal
tulisan cerpen sangat membutuhkan kepekaan diri, melatih menghasilkan ratusan hingga
ribuan kata dalam perhari. Meski mengelolah cara berfikir supaya suatu saat tulisannya
sangat bermanfaat.
Itu dilakukan oleh-oleh orang-orang yang mencintai di bidang tulis-menulis, terutama
bagi Isdar. Karena apapun itu, dia belum mampu mengasah geraknya kepekaan dalam
menulis yang setiap hari menghasilkan puluhan ribu kata, tapi dalam kenyataan, dia memulai
menghasilkan puluhan ribuan kata dalam seminggu bahkan berbulan-bulan.

Anda mungkin juga menyukai