SKRIPSI
Oleh:
Febriyola Hasanah
1624090075
FAKULTAS PSIKOLOGI
JAKARTA
2020
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI..............................................................................................................
BAB I. PENDAHULUAN.........................................................................................
B. Rumusan Masalah..........................................................................................
C. Pokok Bahasan...............................................................................................
E. ManfaatPenelitian..........................................................................................
1. ManfaatTeoritis..................................................................................
2. ManfaatPraktis...................................................................................
D. Kerangka Berpikir..........................................................................................
E. Hipotesis Penelitian........................................................................................
A. IdentifikasiVariabelPenelitian........................................................................
1. Definisi Konseptual............................................................................
2. Definisi Operasional...........................................................................
1. Populasi..............................................................................................
2. Teknik PengambilanSampel...............................................................
D. MetodePengumpulan Data.............................................................................
E. MetodeAnalisisInstrumenPenelitian..............................................................
1. PengujianValiditas.............................................................................
2. PengujianReliabilitas..........................................................................
4. Instrumen Final..................................................................................
F. MetodeAnalisis Data......................................................................................
A. OrientasiKancahPenelitian.............................................................................
B. PersiapanPenelitian........................................................................................
1. PersiapanAdministrasi........................................................................
2. PersiapanAlatUkur.............................................................................
C. PelaksanaanPenelitian....................................................................................
D. Deskripsi Data................................................................................................
1. GambaranDemografisPenyebaranRespondenPenelitian....................
BAB V. PENUTUP....................................................................................................
A. Kesimpulan Penelitian...................................................................................
B. Implikasi.........................................................................................................
1. Implikasi Teoritis...............................................................................
2. Implikasi Praktis.................................................................................
C. Saran...............................................................................................................
1. Saran Teoritis.....................................................................................
2. Saran Praktis.......................................................................................
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................
LAMPIRAN...............................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
Dalam bab ini akan dijelaskan tentang latar belakang masalah, rumusan
Masa remaja merupakan masa peralihan antara masa anak- anak ke masa
dewasa. Remaja berasal dari kata latin Adolescere atau Adolescence yang berarti
tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa (Ali, 2011: 9). Pada masa ini, remaja
Masa remaja biasanya memiliki energi yang besar dan emosi berkobar- kobar, namun
pengendalian diri remaja masih belum sempurna. Ditinjau dari segi fisiknya, mereka
sudah bukan anak anak lagi melainkan sudah seperti orang dewasa, tetapi jika mereka
dewasanya.
Masa remaja menghadapi tuntutan dan harapan, demikian juga bahaya dan
godaan yang muncul lebih banyak dibandingkan dengan masa anak anak yang
mereka alami terlebih dahulu. Meskipun kebanyakan remaja mengalami transisi dari
masa anak ke masa dewasa dengan lebih positif, namun banyak juga remaja yang
tidak cukup memperoleh kesempatan dan dukungan untuk menjadi dewasa yang
kompeten. Dalam banyak hal, remaja dihadapkan pada lingkungan yang tidak stabil,
pola asuh orang tua yang tidak sesuai serta interaksi sosial yang terganggu .Hal ini
menyebabkan kurangnya stabilitas dalam kehidupan pada masa remaja khusus nya
bagi remaja akhir. Remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak ke dewasa.
Remaja dibagi menjadi tiga fase,yakni : Masa remaja awal, masa remaja pertengahan
dan masa remaja akhir. Dalam setiap tahapan memiliki ciri masing - masing terutama
Masa remaja berlangsung antara umur 12 tahun sampai dengan 22 tahun, yang
dibagi ke dalam dua periode yaitu periode remaja awal dan periode remaja akhir.
Periode masa remaja dapat didefinisikan secara umum sebagai suatu periode dalam
Pada masa remaja akhir,jika dilihat dari rentang usianya yakni 18-21 tahun
seharusnya pada masa ini tingkat kestabilan emosi remaja sudah membaik, berbeda
dibandingkan dengan fase sebelumnya di masa remaja awal dan pertengahan dimana
pada masa itu remaja masih ingin mengembangkan dirinya melalui minat dan
Dalam menghadapi kemajuan jaman yang semakin pesat seperti sekarang ini,
maka remaja perlu dipersiapkan menjadi pribadi yang matang baik jasmani maupun
Hal tersebut karena remaja belum cukup memiliki pemahaman atau wawasan
remaja, salah satunya adalah mencapai kematangan emosional. Menurut Berk (dalam
Ali, 2011: 11), kematangan mengarah pada tahapan untuk meningkatkan fisik dan
psikis menjadi lebih baik. Individu yang matang memiliki perkembangan sistem nilai
yang baik, konsep diri yang tepat dan memiliki perilaku emosional yang stabil.
Remaja yang emosinya stabil adalah remaja yang bisa beradaptasi dengan
Proses perkembangan remaja tidak selalu berjalan lurus atau searah dengan
potensi, harapan dan nilai-nilai yang dianut, karena banyak faktor yang
menghambatnya. Menurut Ali (2011: 69), salah satu faktor penghambatnya adalah
yang bersifat eksternal yaitu berasal dari lingkungan seperti krisis ekonomi,
perceraian orang tua, sikap dan perlakuan orang tua yang otoriter atau kurang
memberikan kasih sayang, cenderung memberikan dampak yang kurang baik bagi
Remaja akhir seringkali belum membuat kesan yang baik dengan keluarga
nya. Hal ini disebabkan karna belum sanggupnya remaja memenuhi tuntutan dan
kebutuhan dari keluarga maupun kelompok sosialnya. Sikap orangtua yang terkadang
acuh di lingkup keluarga. Didalam keluarga, orangtua melakukan norma dan nilai
yang diturunkan melalui pendidikan dan pengasuhan orangtua dengan cara turun
menurun, tidak mengherankan jika nilai nilai yang dianut oleh orangtua akhirnya juga
dianut oleh remaja dengan pola pengasuhan tradisional yang sudah tidak mampu lagi
menghadapi jaman. Selain itu banyaknya campur tangan orangtua terhadap anak
yang dapat menyebabkan anak khususnya remaja akhir yang kurang mempunyai
menjadi seseorang yang dewasa dan memiliki kestabilan emosi yang baik. Kestabilan
emosi,merupakan keadaan yang tidak berubah-ubah dari satu emosi atau suasana hati
mengendalikan tingkah laku dan sifat positif yang sesuai pada dirinya. Sebenarnya
setiap individu satu dengan individu yang lain memiliki pengendalian emosi yang
berbeda-beda. Menurut (Barret & Fossum, 2001 dalam Kurniawan) emosi merupakan
hasil dari manifestasi dari keaadaan fisiologis dan kognitif manusia, dan merupakan
cerminan dari pengaruh kultur dan sistem sosial. Irma (2003) menyatakan bahwa
emosi adalah pengalaman batin manusia yang berfungsi sebagai pemberi arti bagi
beberapa perasaan yang tercampur yang terjadi ketika individu mengalami suatu
ancaman yang tidak jelas. Sehingga perasaan yang muncul di anggap ancaman
sehingga berubah menjadi reaksi somatis. Emosi ini akan memberikan perlindungan
berupa rasa aman dan kepuasaan memberikan variasi sehingga hidup menjadi lebih
berarti.
harmonis sedangkan menurut Hurlock (2002) kestabilan emosi adalah keadaan yang
tidak berubah-ubah dari satu emosi atau suasana hati lain seperti dalam episode
pada saat waktu dan tempat yang tepat, tanpa mengganggu hubungan sosial
dihadapinya.
Stabilitas emosi remaja tidak terlepas dari peranan pola asuh orangtua. Pola
asuh orangtua memiliki peranan dalam mengatur dan mendidik anak untuk
memperoleh kestabilan emosi yang baik. Namun disisi lain, masih banyaknya peran
pola asuh orangtua yang kurang tepat bagi perkembangan emosi remaja demi
Menurut Thoha (dalam Tridhonanto, 2014: 4) Pola asuh orangtua adalah suatu
cara terbaik yang dapat ditempuh orangtua dalam mendidik anak sebagai perwujudan
dari rasa tanggung jawab kepada anak. Maka pendidikan dan pengasuhan orangtua
inilah yang sangat berperan bagi perkembangan remaja menuju remaja yang
menjelaskan bahwa pola asuh adalah gambaran yang diterapkan orangtua untuk
mengasuh (merawat, menjaga, mendidik) anak, Pola asuh orangtua terhadap anak,
termasuk remaja sangatlah bervariasi. Ada orangtua yang menganggap pola asuh
yang dianutnyanya dianggap baik oleh orangtua itu saja, sehingga orangtua bersifat
otoriter, memanjakan anak, acuh tak acuh dan ada juga yang penuh dengan cinta
kasih. Perbedaan pola asuh seperti ini dapat berpengaruh terhadap perbedaan
dampak ’’parenting style’’ terhadap perilaku individu, yaitu : (1) individu dengan
individu dengan orang tua permisif, cenderung berperilaku bebas (tidak terkontrol),
(3) individu dengan orang tua authoritative, cenderung terhindar dari kegelisahan atau
kekacauan.
Orangtua berperan penting dalam membangun mental remaja akhir agar dapat
menjadi orang dewasa yang kompeten,terampil, dan memiliki kestabilan emosi yang
baik. Karena segala sesuatunya berasal dari dalam rumah,yakni keluarga dan
orangtua. Diperlukan kerja sama dari orangtua maupun anak agar tujuan tersebut
kontrol emosi yang baik, tidak mudah menyerah saat menghadapi halangan
caracara lain yang dianggap baik oleh para pendidik. Cara memberikan hukuman
misalnya, jaman dahulu anak dipukuli karena nakal, namun pada masa remaja cara
semacam itu justru dapat menimbulkan ketegangan yang lebih berat antara remaja
berada dalam konflik dan ingin melepaskan diri dari pengawasan atau pengasuhan
orangtua. Remaja ingin menunjukan seberapa jauh dirinya telah berhasil menjadi
orang yang lebih dewasa dan keadaan ini sangat berpengaruh terhadap perkembangan
emosi remaja. Pola asuh orangtua harus yang berbobot edukatif karena
mengandung nilai sosial, moral dan agama. Agar pola asuh dalam keluarga
mencapai tujuan dan sasarannya, orang tua juga perlu memperhatikan pola asuh yang
diterapkan sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku dalam keluarga dan
masyarakat.
Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kestabilan emosi pada remaja
menjadi faktor utama. Karena ada faktor lain seperti faktor lingkungan tempat
secara fisik maupun psikologis yang diberikan oleh orang terdekat yaitu keluarga.
Sedangkan Cohen & Syne (1996) menyatakan dukungan sosial yaitu keadaan yang
bermanfaat bagi individu yang di peroleh dari orang lain yang di percaya,
sehingga seseorang tersebut dapat mengetahui bahwa ada orang lain yang mencintai
dan menghargai.
Dukungan sosial dalam hal ini dapat mencegah perasaan tertekan yang
dipandang individu sebagai stressor yang diterima, individu merasa bahwa dirinya
diperhatikan, dicintai dan dihargai sehingga menjadi kekuatan bagi individu dari
macam-macam patologi
remaja akhir merupakan masa kematangan atau kestabilan dalam emosi. Stabilitas
emosi adalah seorang individu tidak bersikap berlebihan dan dapat menanggapi
situasi secara kritis sebelum berespon secara emosional, sehingga tidak bereaksi
seperti anak-anak dan orang yang tidak stabil emosi nya. Stabilitas emosi remaja
tidak terlepas dari peranan pola asuh orangtua. Pola asuh orangtua memiliki peranan
dalam mengatur dan mendidik anak untuk memperoleh kestabilan emosi yang baik.
Serta peranan dukungan sosial dalam kehidupan individu untuk merasa dicintai,
B. Rumusan Masalah
remaja akhir ?
3. Apakah ada hubungan antara dukungan sosial dengan kestabilan emosi pada
remaja akhir ?
C. Pokok Bahasan
Adapun pokok bahasan yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah:
yang memuaskan dalam hal mengendalikan emosi dan dapat menampilkan reaksi
menghadapi masalah. Kestabilan emosi ini merupakan suatu tahapan yang harus di
capai agar sesorang dalam menghadapi masalah tetap dalam keadaan yang tenang,
Pola asuh merupakan bentuk interaksi orang tua dengan anak selama kegiatan
Dukungan sosial yaitu keadaan yang bermanfaat bagi individu yang di peroleh
dari orang lain yang di percaya, sehingga seseorang tersebut dapat mengetahui bahwa
D. Tujuan Penelitian
akhir ?
remaja akhir ?
3. Apakah hubungan antara pola asuh dan dukungan sosial lingkungan terhadap
E. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dalam dua jenis hal,
yaitu:
1. ManfaatTeoritis
dan masukan yang positif bagi pengembangan dalam ilmu psikologi, khususnya
terkait pola asuh dan dukungan sosial lingkungan terhadap remaja akhir.
2. Manfaat Praktis
a. BagiMahasiswa
orang tua mengenai pentingnya pola asuh yang tepat pada remaja akhir dalam
TINJAUAN PUSTAKA
Pada bab ini akan membahas mengenai teori ilmiah dari masalah-masalah
yang akan diteliti, diantaranya yaitu, kestabilan emosi pada remaja akhir, pola asuh
orangtua dan dukungan sosial. Selain itu di bab ini juga akan membahas kerangka
1. Pengertian Emosi
Emosi berasal dari kata “emetus” atau “emouere” yang artinya mencerca yaitu
suatu yang mendorong terhadap sesuatu. Menurut Oxford English Dictionary (dalam
Ali, 2011: 62) emosi adalah setiap kegiatan pikiran atau perasaan, nafsu serta setiap
keadaan mental yang hebat atau meluap-luap. Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia, emosi adalah luapan perasaan yang berkembang dan surut dalam waktu
singkat. Dari uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa emosi merupakan suatu
perasaan dan pikiran dari setiap keadaan yang meluap-luap hingga berkembang dan
perasaan senang atau tidak senang yang selalu menyertai perbuatan sehari-hari.
Adapun istilah emosi menurut beberapa ahli psikologi memberikan pengertian emosi
sebagai berikut: Menurut Poerbakawatja (dalam Ali, 2011: 62) Emosi adalah respon
(dalam Yusuf, 2009: 115) mengartikan bahwa emosi merupakan setiap keadaan pada
diri seseorang yang disertai warna afektif baik pada tingkat lemah maupun
mendalam. Menurut Chaplin (dalam Ali, 2011: 62) emosi sebagai suatu keadaan yang
63) emosi adalah perasaan yang bergejolak, yang luar biasa intensitasnya, termasuk
dalam kategori emosi ini adalah perasaan-perasaan cinta, benci, marah, takut, cemas,
dan tertekan. Keadaan bergejolak disini sebagai lawan dari keadaan tenang, keadaan
1988 : 11-22) arti secara luas "emosi yaitu perasaan yang dialami seperti sedih,
gembira, kecewa, semangat, marah, benci dan cinta". Cara menanggapi emosi
berbeda, dapat kita saksikan anak kecil yang mulai bermain dengan teman sebaya dan
ia mulai menginginkan, maka ia akan merebut begitu saja. Sedangkan pada orang
dewasa yang merasa iri hati terhadap tetangganya yang memiliki kendaraan, maka ia
akan mencoba membeli guna persaingan. Emosi dapat merangsang pikiran, khayalan
Menurut Soegarda Poerbawatja (1997 : 93) "emosi adalah suatu respon atau
stimulus".
Ada satu hal yang sama yaitu bahwa setiap definisi tersebut keadaan emosi
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa emosi adalah suatu perasaan
terhadap keadaan atau interaksi yang sedang dialami. Emosi juga bisa berbentuk
suatu situasi seperti rasa senang, takut, amarah, tergantung dari interaksi yang
dialami.
dengan emosi yang positif. Sebaliknya, individu juga akan memberikan tanggapan
yang buruk terhadap suatu objek, jika disertai oleh emosi yang negatif pada objek
tersebut. Suatu tipe personalia yang ditandai dengan gejolak emosi labil menurut
Yakub B. Susabda (1983 : 161) dikatakan bahwa "Mereka memberikan reaksi emosi
yang berlebihan atas stimulan yang kecil, ia dapat menangis sungguh-sungguh hanya
mendengar sedikit berita yang menyedihkan atau tertawa sejadi-jadinya atas sedikit
hal yang lucu". Menurut para ahli ilmu jiwa bahwa emosi yang tidak stabil
sebenarnya "Orang-orang menyimpan perasaan kemarahan, bersalah dan kekuatiran
yang berlebihan". Jadi emosi dapat dikatakan ada yang membangun tetapi ada juga
Ada dua macam emosi yaitu emosi positif (emosi yang menyenangkan) dan
Emosi positif lebih mengarah pada perasaan yang senang, suka cita, mengerti
akan orang lain, sabar, rela berkorban. Seseorang cenderung untuk berfikir yang
positif dan membangun. Orang semacam ini biasanya tidak mudah susah dan
tertekan. Suatu nasehat atau pepatah dari raja Salomo yang terdapat dalam Amsal
(1981 : 709) 13 : 15 mengatakan "Hati yang gembira adalah membuat muka berseri-
seri, tetapi kepedihan hati mematahkan semangat", dan Amsal 17 : 22 "Hati yang
gembira adalah obat yang manjur, tetapi semangat yang patah mengeringkan tulang",
artinya kalau seseorang mempunyai hati yang selalu gembira dan memikirkan yang
positif, sehingga akan membuat seseorang hidup penuh dengan suka cita, tidak dalam
tekanan batin.
Menurut Goleman (dalam Ali, 2011: 63). Yang termasuk emosi positif yakni;
Emosi negatif lebih cenderung mengarah pada perasaan yang melukai diri
sendiri atau orang lain. Perasaan kita dapat dianggap negatif karena melakukan
perlawanan atau permusuhan dengan orang lain. Misalnya rasa benci merupakan
emosi yang kuat seperti rasa cinta sebab keduanya dari perasaan yang paling dalam ;
rasa malu sebab tidak memenuhi harapan yang diinginkan ; perselisihan antar
sesama ; luka batin ; cemas ; marah merupakan daya perusak yang dapat merusak
hubungan dan menjauhkan orang lain ; iri hati dapat menjadi emosi yang jelek dapat
Menurut Goleman (dalam Ali, 2011: 63). Yang termasuk emosi negatif yakni;
perasaan takut sekali, sedih, waspada, tidak tenang, ngeri, kecut, panic, dan
pobia.
mau muntah.
6. Malu, di dalamnya meliputi rasa bersalah, malu hati, kesal hati, menyesal,
1. Emosi sensorik, yaitu emosi yang ditimbulkan oleh ruang manis dari luar
terhadap tubuh. Seperti; rasa dingi, manis, sakit, dan lapar serta kenyang.
rasa yakin dan tidak yakin terhadap sesuatu karya ilmiah, rasa gembira
sebagainya
c. Perasaan susila, yaitu perasaan yang nilai-nilai baik dan buruk atau nilai
kerohanian.
Tuhannya.
bahwa secara garis besar emosi terdapat dua macam, yaitu emosi yang
menyenangkan (positif) dan emosi yang tidak menyenangkan (negatif). Perhatian dan
perasaan seseorang terhadap sesuatu hal di luar dirinya menentukan timbulnya emosi.
Jadi seseorang dapat menerima emosi positif bukan sesuatu yang mudah, tetapi harus
dengan usaha terus menerus untuk menguasai emosi, sehingga dapat hidup yang
menyenangkan dan menciptakan hidup sesuai dengan kodrat Tuhan. Dengan adanya
usaha terus menerus membuat seseorang tidak mudah untuk memunculkan emosi
yang negatif. Rochlle Sammel Albin (Terjemahan 1988 : 80) mengatakan bahwa
orang yang dapat mengerti, orang tersebut tidak akan tenggelam dalam emosi yang
tak tertahan. Para ilmuwan sudah membuktikan bahwa kalau seseorang ditolong
dalam kelompok dengan persoalannya, orang itu merasa dihormati, ditampung dan
diperhatikan"
b. Berperilaku kasar untuk menutupi kecurangan dalam hal rasa percaya diri.
stabilan biologis
Sedangkan menurut pendapat Walgito (2010: 229) ciri ciri emosi adalah:
bersifat subyektif daripada gejala jiwa, bersangkut paut dengan pengenalan gejala,
perasaan dialami sebagai rasa senang atau tidak senang yang tingkatannya tidak
sama.
Sedangkan menurut Yusuf (2014: 116), Ciri ciri emosi sebagai berikut: lebih
bersifat subyekif daripada peristiwa psikologis lainnya, bersifat tidak tetap, banyak
bersangkut paut dengan peristiwa pengenalan panca indera. Dari ciri ciri emosi yang
telah diungkapkan di atas, dapat disimpulkan bahwa secara garis besar ciri-ciri emosi
Dari ciri ciri emosi yang telah diungkapkan di atas, dapat disimpulkan bahwa
secara garis besar ciri-ciri emosi disebabkan dari suatu peristiwa psikologis,
mengalami gejala-gejala diri dan bersangkut paut pada perasaan yang sedang dialami.
tampak jelas pada perubahan tingkah lakunya. Perkembangan emosi remaja juga
demikian halnya.
Menurut M Dimyati (1990 : 96) faktor timbulnya emosi dibagi menjadi dua yaitu;
1. Sumber emosi yang destruktif Banyak anak yang akan datang ke sekolah
dengan emosi yang tidak baik, misalnya lekas marah, mudah tersinggung.
bersumber pada :
a. Adanya perhatian yang cukup dari orang tua, guru dan orang dewasa
lainnya.
b. Anak mendapat rasa kasih sayang baik dari orang tua ataupun guru.
f. Keterbukaan dari orang tua atau guru yang mau menerima dan
yang sangat cepat dari anggota tubuh. Namun, tidak setiap remaja menerima
2. Perubahan pola interaksi dengan orangtua. Pola asuh orangtua terhadap anak
maupun remaja, sangat bervariasi. Ada yang pola asuhnya diterapkan menurut
emosi pada masa ini adalah hubungan cinta dengan lawan jenis. Atau remaja
menyebabkan konflik emosional dalam diri remaja, misalnya: sikap dunia luar
terhadap remaja sering tidak konsisten, dunia luar atau masyarakat masih
menerapkan nilai nilai yang berbeda bagi remaja laki laki dan perempuan,
menurut Dakir (1993: 100) yaitu: (a) Situasi sekitar, (b) Keadaan sementara (karena
sakit, lapar dan sebagainya), (c) Faktor prasangka, (d) Keadaan obyek, (e) Taraf
pendidikan dan (f) Pembawaan. Banyak alasan yang menyebabkan seseorang menjadi
mudah emosi dan kebanyakan orang tidak bisa mengendalikan emosi sehingga
adalah: adanya stress yang berkepanjangan, tekanan yang berat secara intens, dan
akumulasi dari pengaruh perangsangan, emosi anak dapat bersifat desktruktif atau
bersifat konstruktif – positif. Yang berasal dari rangsangan luar dan dalam individu.
Rangsangan yang berasal dari dalam individu seperti kondisi fisik dan psikis
individu. Rangsangan yang berasal dari luar bersumber dari lingkungan individu
seperti keluarga, sekolah dan tekanan yang berat dari keadaan sekitar.
bersifat stabil dan matang. Sedangkan emosi menurut Crow (dalam Effendi, 2013:
81) adalah suatu keadaan yang bergejolak pada individu yang berfungsi atau berperan
dan keselamatan individu. Menurut Najati (2004: 7) bahwa kestabilan emosi adalah
Sedangkan menurut Budiardjo (dalam Hawari, 2002: 149) kestabilan emosi adalah
dimensi yang dikemukakan oleh B. Weiner mengenal teori sifat dari motivasi
Dari pendapat ahli mengenai kestabilan maka kita dapat mengetahui mengenai
stabil. Hal tersebut melukiskan bahwa kehidupan seseorang adalah unik, khas,
“Kestabilan emosi dapat diartikan sebagai keseimbangan emosi yaitu dominasi emosi
yang tidak dapat menyenangkan, dapat dilawan sampai pada batas tertentu dengan
emosi yang menyenangkan dan sebaliknya”. Dari pendapat diatas dapat disimpulkan
bahwa kestabilan emosi adalah kemampuan untuk dapat melawan emosi yang tidak
emosi. Kestabilan emosi adalah kondisi kematangan emosi atau jiwa seseorang dalam
menghadapi keadaan yang berubah-ubah dengan reaksi yang tepat dan cepat, baik
secara teknis maupun non teknis (Robbins, 2009: 238). Kestabilan emosi bagi anak
sangat penting, karena jika anak mengalami terlalu banyak emosi yang tidak
mereka terhadap kehidupan ini akan menyimpang dan mereka akan mengembangkan
adalah kemampuan seseorang untuk mengontrol emosinya secara matang dengan baik
dalam menghadapi situasi tertentu. Sehingga seseorang dapat berpikir dan bertindak
secara wajar dan tidak berlebihan dalam mengekspresikan emosi dan memperoleh
keadaan yang seimbang antara psikis dan fisik walaupun dihadapkan pada tekanan
hidup.
kesehatan emosi serta penyesuaian emosi yang terdiri dari tiga aspek yaitu :
reaksi emosi tersebut. Sikap yang dingin dan tenang merupakan penyesuaian
stres, tidak mudah khawatir atau cemas dan tidak mudah marah.
3. Kontrol Emosi Kontrol emosi merupakan fase khusus dari kontrol diri yang
mental.
Kontrol emosi ini meliputi pengaturan emosi dan perasaan sesuai dengan
tuntutan lingkungan atau situasi dan standar dalam diri individu yang
baik yang ringan ataupun yang berat dan dalam keadaan emosi yang baik.
situasi tertentu.
bekerja dengan perasaan yang lebih baik dalam kesehatan emosi, baik intrapsikis
a. Adequasi emosi, yaitu reaksi emosi sesuai dengan rangsang yang diterimanya,
dimana reaksi ini berkaitan dengan macam atau isi emosi dan arah emosi atau
reaksi emosi yang tepat pada situasi yang tidak menyenangkan dan kondisi
tertentu.
c. Kontrol emosi, dasar dari kematangan emosi adalah adanya kontrol emosi,
kontrol emosi juga sangat penting dalam penyesuaian diri dan kesehatan
mental.
kesehatan fisik dan psikis manusia. Hurlock (1980) berpendapat bahwa kestabilan
terhadap situasi tersebut. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa aspek aspek
stabilitas emosi adalah kemampuan dan reaksi emosi positif yang dimiliki, baik
a. Kondisi Fisik Individu yang berada dalam kondisi sehat akan memiliki
kestabilan emosi yang lebih baik dari pada individu yang sedang sakit.
individu. Faktor ini meliputi genetika, gender, kepribadian, etnis dan kondisi
sosial ekonomi
c. Steming atau suasana hati Faktor suasana hati merupakan keadaan individu
pada suatu waktu tertentu, dalam kata lain yaitu mood. Keterpapan individu
atau negatif sangat mempengaruhi suasana hati individu tersebut. Hal ini
c. Faktor Individu Faktor – faktor yang terdapat dalam diri individu itu sendiri,
Dari beberapa faktor diatas dapat disimpulkan bahwa faktor kestabilan emosi
dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor dari luar dan faktor dari dalam. Faktor
dari luar yaitu faktor lingkungan dan pengalaman sedangkan faktor dari dalam
yaitu kondisi fisik, pembawaan (genetika, gender, kepribadian, etnis dan kondisi
sebagai berikut :
2. Optimis : sikap individu yang selalu berpandangan baik dalam segala hal
kejadian dengan menggunakan pemikiran yang dapat diterima akal sehat dan
sesuai kenyataan.
c. Bebas dari rasa takut yang tidak beralasan dan mau mengakui kesalahan tanpa
merasa malu.
Stabilitas emosi seorang remaja bisa dibentuk dari beberapa faktor, salah
pengertian pola asuh sebagai berikut: Menurut Gunarsa (dalam Tridhonanto, 2014: 4)
pola asuh merupakan metode atau cara yang dipilih pendidik dalam mendidik anak-
tua atau yang lebih dikenal dengan pola asuh orang tua. Menurut Thoha (dalam
Tridhonanto, 2014: 4) pola asuh adalah cara terbaik yang dapat ditempuh orangtua
dalam mendidik anak sebagai perwujudan dan rasa tanggung jawab terhadap anak.
Berdasarkan pendapat di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa pola asuh
orang tua yaitu pola pengasuhan orang tua terhadap anak, bagaimana orang tua
anak dalam mencapai proses kedewasaan sampai dengan membentuk perilaku anak
sesuai dengan norma dan nilai yang baik dan sesuai dengan kehidupan masyarakat.
Pola asuh orang tua sangat berperan dalam perkembangan kepribadian anak. Oleh
karena itu, pola asuh yang diterapkan setiap orang tua perlu mendapat perhatian.
serta melatarbelakangi orang tua dalam menerapkan pola pengasuhan pada anak-
1. Latar belakang pola pengasuhan orang tua. Para orang tua belajar dari metode
pola pengasuhan yang pernah didapat dari orang tua mereka sendiri.
2. Tingkat pendidikan orang tua. Orang tua yang memiliki tingkat pendidikan
tinggi berbeda pola pengasuhannya dengan orang tua yang hanya memiliki
3. Status ekonomi serta pekerjaan orang tua. Orang tua yang cenderung sibuk
orang tua diserahkan kepada pembantu, dan akhirnya pola pengasuhan yang
mempengaruhi dalam pola pengasuhan yaitu penurunan metode pola asuh yang
didapat sebelumnya, dan perubahan budaya, yaitu dalam hal nilai, norma serta
Ada dua faktor yang mempengaruhi dalam pengasuhan seseorang yaitu faktor
eksternal serta faktor internal. Faktor eksternal adalah lingkungan sosial dan
lingkungan fisik serta lingkungan kerja orang tua, sedangkan faktor internal
a. Lingkungan sosial dan fisik tempat dimana keluarga itu tinggal Pola
pengasuhan suatu keluarga turut dipengaruhi oleh tempat dimana keluarga itu
b. Model pola pengasuhan yang didapat oleh orang tua sebelumnya Kebanyakan
dari orang tua menerapkan pola pengasuhan kepada anak berdasarkan pola
berhasil.
c. Lingkungan kerja orang tua. Orang tua yang terlalu sibuk bekerja cenderung
bahkan kepada baby sitter. Oleh karena itu pola pengasuhan yang didapat oleh
pola asuh orang tua yaitu adanya hal-hal yang bersifat internal (berasal dalam diri)
dan bersifat eksternal (berasal dari luar). Hal ini menentukan pola asuh terhadap
anak-anak untuk mencapai tujuan agar sesuai dengan norma yang berlaku
hangat di dalam keluarga sangat menentukan hubungan orangtua dan anak. Menurut
adanya tuntutan dan sifat tegas orangtua dalam mematuhi aturan yang harus
anak, dan menunjukan rasa antusias pada tingkah laku yang dilakukan anak.
Pola asuh orang tua terhadap anak, termasuk remaja sangatlah bervariasi.
Terdapat perbedaan dalam mengelompokkan pola asuh orang tua dalam mendidik
anak, yang antara satu dengan yang lainnya hampir mempunyai persamaan. Menurut
Baumrind (dalam Tridhonanto, 2014: 12) membagi pola asuh orang tua menjadi 3
dimensi, yaitu:
1. Pola Asuh Otoriter (Authoritariant Parenting). Ciri pola asuh ini menekankan
segala aturan orang tua harus ditaati oleh anak. Pola asuh otoriter orangtua mencakup
aspek:
orangtua
sendiri
d. sikap menerima kemampuan anak rendah, namu control pada anak tinggi
2. Pola Asuh Permisif . Sifat pola asuh ini, children centered yakni segala aturan dan
ketetapan keluarga di tangan anak. Pola asuh permisif orangtua mencakup aspek:
b. orang tua menuruti segala kemauan anak dan memberikan kebebasan kepada
anak sepenuhnya.
c. kontrol pada anak rendah, orangtua tidak peduli dengan masalah dan
pergaulan anaknya.
keputusan diambil bersama dengan mempertimbangkan kedua belah pihak. Pola asuh
a. Anak diberi kebebasan yang bertanggung jawab, artinya apa yang dilakukan
oleh anak tetap harus di bawah pengawasan orang tua dan dapat
Dapat diambil kesimpulan bahwa pola asuh terhadap anak sangat bervariasi dan
pada dasarnya terdapat tiga pola asuh orang tua yang sering diterapkan dalam
kehidupan sehari hari, misalnya: pola asuh otoriter, demokratis dan permisif, yang
C. Dukungan Sosial
(Lazarus, 1991).
Dukungan sosial juga merupakan suatu kumpulan proses sosial, emosional,
kognitif, dan perilaku yang terjadi dalam hubungan pribadi, dimana individu merasa
seseorang terhadap dukungan yang diberikan orang lain dalam jaringan sosialnya
Menurut Muluk (1996) dukungan sosial merupakan salah satu fungsi ikatan
perasaan, pemberian saran dan nasehat informasi dan pemberian bantuan material dan
atau dukungan sosial yang diterima individu dari orang – orang tertentu dalam
individu. Dukungan sosial dapat diperoleh dari orang lain yang ada di sekitar individu
misalnya : keluarga, teman dan sahabat, tetangga, rekan kerja serta individu
sosial yang dimiliki oleh individu dari lingkungan pekerjaan (atasan, rekan kerja)
berasal dari orang - orang penting yang dekat (significant others) bagi individu yang
keluarga adalah dukungan atau bantuan berupa emosional, informasi dan bantuan
material dan moril yang diberikan oleh keluarga kepada individu umtuk mengurangi
Menurut Cohen & Hoberman (1985) menyatakan bahwa ada empat bentuk
stressor
2. Tangiable Support; Yaitu bantuan yang nyata yang berupa tindakan atau
3. Self esteem support; Dukungan yang di berikan oleh orang lain terhadap
perasaan kompeten atau harga diri individu atau perasaan seseorang sebagai
D. Kerangka Berpikir
dialami. Emosi bisa berbentuk suatu situasi seperti rasa senang, takut, amarah dan
emosional. Menurut Berk (dalam Ali, 2011: 11), kematangan mengarah pada tahapan
untuk meningkatkan fisik dan psikis menjadi lebih baik. Individu yang matang
memiliki perkembangan sistem nilai yang baik, konsep diri yang tepat dan memiliki
perilaku emosional yang stabil. Pada masa remaja akhir, remaja sudah mengalami
secara matang dengan baik dalam menghadapi situasi tertentu. Sehingga seseorang
dapat berpikir dan bertindak secara wajar dan tidak berlebihan dalam
mengekspresikan emosi. Stabilitas emosi ditentukan oleh beberapa faktor baik faktor
tentang pola asuh orang tua yang diterapkan oleh orang tua dalam kehidupan sehari-
2008). Sedangkan dalam faktor internal terdapat faktor dari dalam diri individu yaitu
keadaan dasar individu yang erat hubungannya dengan keadaan jasmani struktur
pribadi individu atau keadaan dasar individu pada suatu waktu (Walgito, 2010: 140).
Menurut Muluk (1996) dukungan sosial merupakan salah satu fungsi ikatan
perasaan, pemberian saran dan nasehat informasi dan pemberian bantuan material dan
atau dukungan sosial yang diterima individu dari orang – orang tertentu dalam
kehidupannya dan berbeda dalam lingkungan sosial tertentu membuat penerima
dibatasi pada faktor lingkungan keluarga dari dukungan sosial yang berhubungan
dengan pola asuh orang tua. Pola asuh orang tua merupakan interaksi antara orang tua
dengan anak dalam mendidik anak di rumah. Selama proses pengasuhan orang tualah
yang memiliki peranan penting dalam pembentukan kepribadian dan emosional anak.
dan merasa dicintai yang mendorong anak untuk mengungkapakan emosi yang
dirasaknnya.
Dalam mengasuh anaknya, orang tua cenderung menggunakan pola asuh yang
bervariasi. Penerapan pola asuh yang tepat dapat memberikan peranan yang penting
bagi perkembangan perilaku dan emosional remaja. Pola asuh orang tua merupakan
interaksi antara anak dan orang tua dalam kegiatan pengasuhan untuk mencapai
Oleh karena itu, dukungan sosial dan pola asuh yang diterapkan setiap
orangtua perlu mendapatkan perhatian. Pola asuh yang diterapkan orang tua kepada
anaknya ada beberapa jenis, yaitu pola asuh otoriter yang bersifat menuntut namun
tidak menerima kemampuan anaknya, pola asuh permisif yang bersifat memberikan
kebebasan seluas-luasnya, pola asuh otoritatif yang bersifat menerima namun juga
memberikan tuntutan terhadap anaknya dan pola asuh demokratis yang bersifat anak
diberikan kebebasan yang bertanggung jawab serta adanya sikap terbuka antara anak
E. Hipotesis Penelitian
1.Ha1 : “Terdapat hubungan antara hubungan pola asuh orangtua terhadap kestabilan
2.Ha2 : “Terdapat hubungan yang positif antara dukungan sosial dan kestabilan emosi
3.Ha3 : “Terdapat hubungan antara pola asuh orang tuadan dukungan sosial yang
METODE PENELITIAN
Pada bab ini, peneliti akan membahas mengenai metode penelitian, yang
teknik pengambilan sampel, metode pengumpulan data, dan metode analisis instumen
penelitian.
Dalam penelitian ini terdapat tiga variabel yaitu satu variabel terikat dan dua
variabel bebas. Menurut Sugiyono (2017), dependent variable adalah variabel yang
variable adalah variabel yang menjelaskan atau mempengaruhi variabel yang lain.
Tiga variabel yang akan digunakan sesuai dalam permasalahan yang hendak diteliti,
yaitu:
1. Definisi Konseptual
a. Kestabialan Emosi
Kestabilan emosi adalah kemampuan seseorang untuk mengontrol emosinya
seseorang dapat berpikir dan bertindak secara wajar dan tidak berlebihan dalam
Pola asuh orangtua yaitu pola pengasuhan orang tua terhadap anak, bagaimana
perilaku anak sesuai dengan norma dan nilai yang baik dan sesuai dengan
kehidupan masyarakat.
c. Dukungan Sosial
informasi dan bantuan material dan moril yang diberikan oleh keluarga kepada
2. Definisi Operasional
a. Kestabilan Emosi
kritis terlebih dahulu sebelum beraksi secara emosional dan memberikan reaksi
emosional yang stabil, dan Seseorang yang stabil emosinya adalah orang yang
hangat di dalam keluarga sangat menentukan hubungan orangtua dan anak. Pola
asuh terhadap anak sangat bervariasi dan pada dasarnya terdapat tiga pola asuh
orang tua yang sering diterapkan dalam kehidupan sehari hari, misalnya: pola
asuh otoriter, demokratis dan permisif, yang akan menjadi acuan kestabilan emosi
pada anak
c. Dukungan Sosial
Dukungan sosial merupakan salah satu fungsi ikatan sosial yang mencangkup
dan nasehat informasi dan pemberian bantuan material dan moril. bantuan atau
dukungan sosial yang diterima individu dari orang – orang tertentu dalam
1. Populasi
berupa kumpulan atau wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau subjek yang
mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk
Menurut Sugiyono (2017), sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik
teknik penentuan sampel berdasarkan kebetulan, yaitu siapa saja yang secara
dipandang orang yang kebetulan ditemui itu cocok sebagai sumber data (Sugiyono,
2017).
Metode pengumpulan data adalah suatu cara yang dipakai peneliti untuk
memperoleh data yang diselidiki (Suryabrata, 2004). Metode yang digunakan dalam
menentukan panjang pendeknya interval yang ada dalam alat ukur, sehingga alat
kondisi subjek, yang dapat berupa kata-kata antara lain: Sangat Sesuai (SS), Sesuai
(S), Netral (N), Tidak Sesuai (TS), dan Sangat Tidak Sesuai (STS). Penilaian skala
menggunakan skor 5-1 untuk setiap pilihan jawaban pada item favorable dan skor 1-5
untuk item unfavorable. Sebelum subjek mengisi kuisioner, peneliti meminta subjek
untuk membaca instruksi yang tertera pada lembar skala yang telah dibagikan dan
memberi penekanan pada instruksi untuk mengisi sesuai dengan apa yang dirasakan
Tabel 3.1
Skala Likert
Sesuai (S) 4 2
Netral (N) 3 3
Skala kestabilan emosi yang digunakan sebagai alat ukur dalam penelitian ini
mengacu pada teori yang dikemukakan oleh Scheneider (dalam Robbins, 2009) yaitu;
Adequasi emosi ,kematangan emosi, dan kontrol emosi. Skala kestabilan emosi terdiri
dari 20 item dengan sepuluh item favorable dan sepuluh item unfavorable yang dapat
mengungkapkan emosi
dengan baik
emosi
dengan kondisi
JUMLAH ITEM 12 12 24
2. Skala Pola Asuh
Skala pola asuh yang digunakan sebagai alat ukur dalam penelitian ini
mengacu pada teori yang dikemukakan oleh Baumrind (dalam Tridhonanto, 2014: 12)
membagi pola asuh orang tua menjadi 3 dimensi, yaitu pola asuh otoriter, pola asuh
permisif dan pola asuh demokratis. Skala pola asuh terdiri dari 24 item dengan 12
item favorable dan 12 item unfavorable yang dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 3.3
pada anak
premesif anak
Demokratis
JUMLAH ITEM 12 12 24
3. Skala Dukungan Sosial
Skala dukungan sosial yang digunakan sebagai alat ukur dalam penelitian ini
mengacu pada teori yang dikemukakan oleh Kuntjoro (2002) menyatakan bahwa
dukungan merupakan bantuan atau dukungan sosial yang diterima individu dari orang
– orang tertentu dalam kehidupannya dan berbeda dalam lingkungan sosial tertentu
sosial terdiri dari 24 item dengan 12 item favorable dan 12 item unfavorable yang
BlueprintSkalaEmotional Maturity
Menurut Sugiyono (2017), suatu skala dikatakan dapat digunakan dalam suatu
penelitian apabila dinyatakan valid (sahih) dan reliabel(andal) setelah melalui uji
coba (tryout) secara statistik terlebih dahulu. Uji coba skala ini dimaksudkan untuk
menentukan validitas dan reliabilitas skala penelitian agar hasil penelitian menjadi
yang valid atau sahih berarti memiliki validitas tinggi. Sebaliknya, instrumen yang
kurang valid berarti memiliki validitas rendah (Sugiyono, 2017). Pengujian validitas
mencerminkan isi sesuai dengan hal dan sifat yang diukur. Artinya, setiap butir
2. Pengujian Reliabilitas
yang sama diperoleh hasil yang relatif sama. Reliabilitas dinyatakan dalam koefisien
reliabilitas dengan angka antara 0 sampai 1,00. Semakin tinggi koefisien mendekati
angka 1,00 berarti reliabilitas alat ukur semakin tinggi. Sebaliknya, apabila alat
ukurnya rendah maka ditandai oleh koefisien reliabilitas yang mendekati angka 0
(Azwar, 2013). Setelah didapatkan instrumen yang valid dan reliabel, pengambilan
Keseluruhan perhitungan analisis item dan uji coba realibilitas item dilakukan