Anda di halaman 1dari 3

8/11/22, 7:20 PM HADIS KEUTAMAAN MENUNTUT ILMU AGAMA - MARKAZSUNNAH.

COM | MENEBAR SUNNAH MENUAI HIKMAH

HADIS KEUTAMAAN MENUNTUT ILMU AGAMA


|
REDAKSI HADIS:

‫((َم ْن ُيِرْد ُهَّللا ِبِه َخْيًرا ُيَفِّقْهُه ِفي الِّديِن‬: ‫ َقاَل َر ُسْو ُل ِهللا َص َّلى ُهللا َع َلْيِه َو َس َّلَم‬: ‫))َع ْن ُمَع اِوَيَة َرِض َي ُهللا َع ْنُه َقاَل‬
Dari Mu’awiyah radiyallahu ‘anhu dia berkata, “Bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, ‘Siapa
yang Allah kehendaki kebaikan baginya, maka Allah menjadikannya paham dalam perkara agama.’”

TAKHRIJ HADIS:
Hadis ini diriwayatkan oleh al-Bukhari (71) dan Muslim (1037) dari jalur Ibnu Syihab, dari Humaid bin
Abdurrahman bin ‘Auf, dari Mu’awiyah dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Hadis ini diriwayatkan oleh
Mu’awiyah ketika beliau sedang berkhotbah.

PROFIL SAHABAT:[1]
Beliau adalah Mu’awiyah bin Abi Sufyan Shakhr bin Harb, Abu Abdurrahman al-Qurasyi al-Umawi, dilahirkan
lima tahun sebelum diutusnya nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam menjadi Nabi.

Beliau masuk Islam sejak peristiwa Perjanjian Hudaibiyah, namun beliau merahasiakan keislamannya karena
ada ancaman dari ibunya sampai datang peristiwa Fathu Mekkah maka beliau kemudian menampakkan
keislamannya.

Beliau adalah ipar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, sebab saudarinya Ummu Habibah bintu Abi Sufyan
adalah salah satu Istri Rasulullah. Di antara keistimewaan beliau adalah predikatnya sebagai juru tulis
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, baik dalam penulisan wahyu maupun penulisan surat-surat.

Beliau didaulat menjadi Gubernur Syam pada zaman Umar bin Khattab dan dilanjutkan sampai masa
pemerintahan Utsman bin Affan, dan kemudian beliau menjadi Khalifah setelah berdamai dengan Hasan bin Ali
bin Abi Thalib, kemudian kaum muslimin sepakat membaiatnya, sehingga tahun tersebut disebut ‘aam al-
jamaah’ (tahun persatuan). Beliau adalah khalifah pertama pada masa Daulah Umayyah. Beliau merupakan
salah ulama pada zamannya. Abdullah bin Abbas radiyallahu ‘anhuma menjuluki beliau dengan predikat fakih.
Beliau wafat pada tahun 60 H.

PENJELASAN HADIS:
Sangat banyak nas-nas yang memaparkan tentang keutamaan ilmu agama, keutamaan penuntutnya,
keutamaan menuntut dan mendakwahkannya, serta keutamaan para ahli ilmu. Semua itu adalah indikasi yang
sangat gamblang tentang keutamaan ilmu agama tersebut, dan di antara nas tersebut adalah hadis yang kita
bahas ini.

Sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam,

‫َم ْن ُيِرْد ُهَّللا ِبِه َخْيًرا‬


“Siapa yang Allah kehendaki kebaikan baginya…”

Lafaz man (siapa) di dalam redaksi hadis termasuk lafaz umum, maka semua personal manusia inklusif dalam
hadis ini, baik laki-laki, perempuan, besar, kecil, tua ataupun muda.
https://markazsunnah.com/hadis-keutamaan-menuntut-ilmu-agama/?print=print 1/3
8/11/22, 7:20 PM HADIS KEUTAMAAN MENUNTUT ILMU AGAMA - MARKAZSUNNAH.COM | MENEBAR SUNNAH MENUAI HIKMAH

Adapun sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam  ‫( ُيِر ْد ُهَّللا ِبِه‬Allah kehendaki baginya) adalah kehendak syar’i
atau kehendak yang selaras dengan cinta Allah. Jadi dalam perspektif kehendak syar’i, obyek yang dikehendaki
selaras dengan cinta Allah dan sesuai dengan syariat.[2] Maka obyek yang dikehendaki oleh Allah dalam
perspektif iradah syar’iyah dapat menjadi ritual ibadah, dan dalam hadis ini adalah proses menuntut ilmu.

Sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ‫( َخْيًرا‬kebaikan), kebaikan yang dijanjikan oleh hadis ini umum, bisa
mencakup kebaikan di dunia dan di akhirat, sebab  redaksi di atas masuk dalam kaedah lafaz nakirah di dalam
redaksi kalimat syarat maka bermakna umum, dan di antara fungsi lafaz nakirah dalam Bahasa Arab adalah
untuk mengagungkan,[3] sehingga dapat memberikan makna kebaikan yang sangat banyak atau kebaikan yang
agung.[4]

Imam al-Nawawi mengisyaratkan bahwa sisi kebaikan ilmu agama disebabkan karena ilmu tersebut dapat
memandu seseorang menuju ketakwaan.[5]

Sedangkan Ibnu Taimiyah mengatakan:

‫ فمن لم يفقهه في الدين لم يرد به خيرا وليس كل من فقهه في الدين قد‬،‫كل من أراد هللا به خيرا فال بد أن يفقهه في الدين‬
‫ بل ال بد مع الفقه في الدين من العمل به فالفقه في الدين شرط في حصول الفالح‬،‫أراد به خيرا‬
“Semua yang Allah kehendaki kebaikan baginya, pasti Allah pahamkan dalam masalah agama, maka orang
yang tidak dipahamkan dalam masalah agama, berarti tidak dikehendaki kebaikan bagi, dan tidak semua orang
yang dipahamkan dalam masalah agama pasti dikehendaki kebaikan baginya, namun (yang dikehendaki
kebaikan) orang yang paham agama dan dibarengi dengan amalan….”[6]

Sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:

‫ُيَفِّقْهُه ِفي الِّديِن‬


            “Maka Allah menjadikannya  paham dalam perkara agama”

Lafaz yufaqqihhu fid din maksudnya adalah menjadikan orang tersebut sebagai seorang ulama yang memahami
agama dan luas ilmunya dalam perkara tersebut. Kata fiqh dalam Bahasa Arab bermakna paham, yang
dimaksud dalam hadis ini adalah memahami al-Quran dan sunah, dan hal ini mencakup ilmu dalam perkara
akidah, dalam perkara hukum-hukum syar’i, dan mencakup juga ilmu sarana, seperti ilmu terkait Bahasa Arab
dan sebagainya.[7]

Kalimat fakih menurut perspektif ulama salaf bukan sekedar orang yang luas ilmu agamanya semata, namun
juga mencakup orang yang zuhud dalam kehidupan dunia, berpacu untuk kehidupan akhirat, dan rajin beribadah
kepada Rab-nya.[8]

FIKIH HADIS:
Hadis ini menunjukkan keutamaan para ulama dan para penuntut ilmu bahwa mereka adalah orang
yang Allah kehendaki kebaikan bagi mereka.
Hadis ini menunjukkan bahwa kebaikan dan kebahagiaan dunia dan akhirat, salah satunya dapat
diperoleh dengan memperdalam ilmu agama.
Hadis ini juga menunjukkan keutamaan ilmu agama dibandingkan dengan ilmu yang lainnya.
Mafhum mukhalafah (kesimpulan terbalik) dari hadis ini bahwa orang yang enggan untuk menuntut ilmu
agama dan mengabaikannya, padahal dia memiliki kesempatan dan kemampuan untuk menuntutnya,
dan dia juga membutuhkan ilmu tersebut adalah tanda bahwa dia terhalang dari kebaikan yang sangat
besar. Ini diisyaratkan dalam hadis Mu’awiyah juga, yang diriwayatkan oleh Abu Ya’la dengan sanad
yang lemah,

https://markazsunnah.com/hadis-keutamaan-menuntut-ilmu-agama/?print=print ‫َل‬ ‫ِّد‬ ‫َّق‬ ‫َل‬ 2/3


8/11/22, 7:20 PM HADIS KEUTAMAAN MENUNTUT ILMU AGAMA - MARKAZSUNNAH.COM | MENEBAR SUNNAH MENUAI HIKMAH

‫َو َم ْن َلْم َيَتَفَّقْه ِفي الِّدْيِن َلْم ُيَباِل ُهللا ِبِه‬


“Dan bagi siapa yang tidak belajar ilmu agama, maka Allah tidak peduli kepadanya.”[9]

Lafaz yufaqqihhu (menjadikan dia paham) menunjukkan bahwa yang menganugerahkan pemahaman
dalam ilmu agama dan memberikan taufik dalam kesuksesan menuntut ilmu adalah Allah semata, oleh
karena itu di sebagian riwayat hadis disematkan tambahan lafaz,

‫ َو ُهَّللا ُيْع ِط ي‬، ‫َو ِإَّنَم ا َأَنا َقاِس ٌم‬


“Sesungguhnya saya (Nabi Muhammad) hanya sekedar menyampaikan (ilmu) sedangkan yang memberi (ilmu)
adalah Allah semata.”[10]

Tentu saja, lafaz ini mempertegas kedudukan Allah azza wajalla yang sangat penting dalam memberikan taufik
bagi hamba-hambanya ketika menuntut ilmu. Oleh karena itu, di antara sifat yang harus menghiasi seorang
penuntut ilmu adalah banyak berdoa kepada Allah untuk diberikan ilmu yang bermanfaat sebagaimana
dicontohkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.

Hadis ini merupakan berita gembira bagi penuntut ilmu agama yang menyibukkan diri dengan belajar,
mengkaji, memahami, dan mengamalkan ilmu agama.
Hadis ini tidak berkonsekuensi celaan bagi penuntut ilmu umum seperti kedokteran, matematika, fisika
dan lain sebagainya, namun perkara tersebut inklusif dalam kaidah wasilah (sarana), bahwa (ilmu) yang
menjadi sarana kebaikan maka ia baik, misalnya orang yang belajar kedokteran dengan niat untuk
memberikan manfaat dan maslahat kepada kaum muslimin dan manusia, maka orang tersebut dapat
memperoleh pahala.[11]

Footnote:

[1] Tahdzibul Kamal (28/176-179), al-Ishabah Fi Tamyiz al-Shahabah (6/151).

[2]  Minhatul ‘Allam (10/324).

[3]  Idem.

[4] Irsyadu al-Sari (1/170).

[5]  Al-Minhaj (7/128).

[6] Al-Shafadiyah (2/266).

[7]  Minhatul ‘Allam  (10/324-325).

[8]  Ucapan al-Hasan  al-Basri sebagaimana dikutip oleh Imam Ahmad di dalam kitab al-Zuhd (327).

[9] Dikutip dari Fathul Bari (1/165). Dan Ibnu Hajar mengomentari hadis tersebut dengan mengatakan
“maknanya benar.”

[10] Shahih al-Bukhari (71).

[11]  https://saadalkhathlan.com/2096.

https://markazsunnah.com/hadis-keutamaan-menuntut-ilmu-agama/?print=print 3/3

Anda mungkin juga menyukai