Anda di halaman 1dari 3

Nama : Mellia Agata Falentina

NIM : 2018420016
Dosen : Derry Wanta. SE.,MSi.,CIBA

TUGAS 3

Biaya Eksplorasi dan pemborongan dengan successful effort untuk


1. Purchase in fee
2. Biaya yang terjadi dalam kegiatan sendiri
3. Pilihan untuk menyewa
4. Top leasing

Jawab :
Dalam pelaksanaan kegiatan eksplorasi dan gas bumi ada 4 (empat)
komponen biaya-biaya yang umumnya terjadi pada perusahaan perminyakan, adalah:
biaya-biaya akuisisi ( Acquistion cost), Biaya-biaya eksplorasi (Exploration cost),
biaya-biaya Pengembangan (Development cost) dan biaya-biaya produksi (production
cost). Berdasarkan GAAP dan Pernyataan Standar Akntansi Keuangan (PSAK 29)
yang sampai saat ini di pergunakan dalam, ada dua metode pengakuan yang dapat
dipakai, yaitu:Full Costing (FC) Method dan Succesfull Effort (SE) Method.
Pengklasifikasian biaya di PT.Chevron Pasific Indonesia yang disebut sebagai
pengembalian biaya (Cost Recovery) terdiri dari OEB (Operating Expense Budget
atau biaya operasi), CEB (Capital Expense Budget), Intangible, dan Depreciation.
Dalam akuntansi perminyakan, ada 4 komponen biaya yang terjadi pada perusahaan
perminyakan dalam melaksanakan kegiatan eksplorasi dan produksi minyak adalah :
Acquisittion Cost (biaya-biaya perolehan), Exploration Cost (biaya-biaya eksplorasi),
Development Cost (biaya-biaya pengembangan) dan Production Cost (biaya-biaya
produksi). Perolehan property dengan cara purchase in fee, sebelum melakukan
pembukuan, pertama-tama harus melakukan alokasi biaya untuk perolehan tanah
(land) dan perolehan hak mineral (mineral right). Sebagai contoh, PT. CPI membeli
sebidang tanah seharga $1.004.077,45 dengan cara sistem purchase in fee. Pada
waktu itu dilakukan dengan pembukuan RFM, berdasarkan RFM ini, alokasi biaya
perolehan property cara purchase in fee-nya adalah: Setelah biaya dialokasikan,
proses akuntansi selanjutnya adalah mendebet perkiraan land and unproved property,
dan mengkredit perkiraan cash/bank atau payable.
- Land $ 1.004.077,45
- Cash/ Bank $ 1.004.077,45
Cost recovery di industri migas dipahami sebagai pengembalian dana yang
dipergunakan kontraktor untuk operasi di industri perminyakan. Jadi bukan biaya
operasi pada perusahaan secara umum. Kesalahan akuntansi dalam memastikan cost
recovery bisa menimbulkan polemik di industri migas. Secara teknis, pemerintah
sebagai pemegang kuasa pertambangan migas memiliki beberapa area yang menurut
pemerintah berpotensi mengandung cadangan migas. Hanya karena pemerintah tidak
ingin melakukan sendiri kegiatan eksplorasi, maka pemerintah mencari partner bisnis.
Partner ini harus menanggung risiko, memiliki dana yang tidak terbatas dan memiliki
keahlian untuk melakukan eksplorasi. Perusahaan yang tertarik dapat bergabung dan
akan berkontrak dengan SKK Migas. Selanjutnya SKK Migas ini akan berperan sebagai
manajemen dan perusahaan itu sebagai kontraktor.
Bedanya dengan bisnis umum, dalam konteks ini, SKK Migas tidak menanggung risiko
kegagalan eksplorasi dan tidak menanggung risiko kegagalan eksplorasi dan tidak
mengeluarkan uang. Artinya, kontraktor itu menyiapkan dana untuk membiayai seluruh
operasional perusahaan sampai dia mendapatkan cadangan migas. Dalam arti,
kontraktor menyediakan dana talangan yang akan dikembalikan jika bisnis berhasil.
Migas dengan para kontraktor migas, jika bisnis berhasil, cadangan minyak ditemukan
dan bisa dikomersialkan, maka dana yang digunakan untuk membiayai operasional,
membiayai proyek pemerintah tersebut yang kemudian disebut sebagai biaya operasi,
akan dikembalikan kepada kontraktor.
Biaya operasi untuk bisnis hulu migas di Indonesia yang mendasarkan kepada kontrak
bagi produksi tidak sama dengan biaya operasi dalam bisnis pada umumnya. Bahkan
juga tidak sama persis dengan pemahaman biaya operasi yang dipergunakan dalam
pembukuan perminyakan internasional yang didasarkan pada full costing principles
atau successful effort principles.

Realisasi lifting migas atau produksi migas siap jual pada kuartal I-2020 mencapai
1,749 juta boepd (barrel oil ekuivalen per day) atau sebesar 90,4% dari target lifting
nasional sebesar 1,946 boepd.
Laporan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi
(SKK Migas) menyebutkan capaian lifting migas tersebut melampaui target teknis
dalam Work, Program and Budget (WP&B) tahun 2020 sebesar 1,728 boepd atau
mencapai 101%. Kepala SKK Migas merinci lifting minyak di kuartal I-2020 mencapai
701 ribu bopd (barrel oil per day) atau 93% dari target APBN yaitu 755 bopd.
Sementara lifting gas 5,86 juta standar kaki kubik per hari (mmscfd) atau 88% dari
target APBN, yaitu 6,67 mmscfd. Meski belum mencapai target APBN, Dwi menyebut
capaian ini telah didorong upaya optimalisasi serta pengembangan melalui pengeboran
sumur baru, onstream proyek baru, dan pemeliharaan yang optimal. Berikut daftar 5
kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) penyumbang lifting minyak terbesar di kuartal I-
2020:
1. Mobil Cepu LTD: 220 ribu bopd
2. PT Chevron: 182 ribu bopd
3. Pertamina EP: 81 ribu bopd
4. Pertamina Hulu Mahakam: 31 ribu bopd
5. Pertamina Hulu Energi OSES: 29 ribu bopd.

Berikut 5 kontraktor penyumbang lifting gas terbesar:


1. BP Berau LTD: 1,05 mmscfd
2. COPHI Grissik : 828 mmscfd
3. Pertamina EP : 752 mmscfd
4. PHM : 610 mmscf
5. ENI Muara Bakau : 542 mmscfd

SUMBER:
www.skkmigas.go.id
www.coursehero
Buku “Manajemen Sumberdaya Mineral dan Energi Untuk Ketahanan Nasional”
PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMEN.

Anda mungkin juga menyukai