Anda di halaman 1dari 29

ONTOLOGI ILMU PENDIDIKAN

Makalah

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah : Filsafat Ilmu

Dosen : Prof. Dr. Agus Suradika, M.Pd. dan Dr. Ahmad Susanto, M.Pd.

Oleh :

1. Gita Prasasti Prihatini Mulyawan 22081100018

2. Rakhmawati 22081100013

3. Akhmad Basuni 22081100004

PROGRAM STUDI
MAGISTER PENDIDIKAN DASAR
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2022
 

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb

Segala puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena

telah melimpahkan rahmat-Nya berupa kesempatan dan pengetahuan

sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya.

Kami juga mengucapkan terima kasih kepada bapak Prof. Dr. Agus

Suradika, M.Pd. dan bapak Dr. Ahmad Susanto, M.Pd. selaku dosen mata

kuliah Filsafat Ilmu atas bimbingannya, sehingga makalah dengan judul

“Ontologi Ilmu Pendidikan” dapat diselesaikan.

Kami berharap makalah ini bisa menambah pengetahuan para

pembaca. Namun terlepas dari itu, penulis memahami bahwa makalah ini

masih terdapat kekurangan, sehingga kami sangat mengharapkan kritik

dan saran yang bersifat membangun demi terciptanya makalah selanjutnya

yang lebih baik. Akhir kata kami mengucapkan terima kasih.

Wassalmu’alaikum Wr. Wb

Jakarta, 24 Oktober 2022

Penulis 


 
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................... i

DAFTAR ISI ......................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN .................................................................. 1

A. Latar Belakang ................................................................. 1

B. Identifikasi Masalah ......................................................... 3

C. Rumusan Masalah ........................................................... 3

D. Tujuan Penelitian ............................................................. 3

E. Manfaat Penelitian ........................................................... 4

BAB II KAJIAN PUSTAKA .............................................................. 5

1. Pengertian Ontologi ......................................................... 5

2. Objek Kajian Ontologi ...................................................... 12

3. Aliran-Aliran Ontologi ....................................................... 17

BAB III PENUTUP ............................................................................. 23

Kesimpulan ........................................................................... 23

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................ 25 

ii 
 
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Manusia yang berakal sehat pasti memiliki pengetahuan, yaitu

berupa fakta, konsep, prinsip maupun prosedur tentang suatu objek.

Manusia dapat memiliki pengetahuan berkat adanya pengalaman

maupun melalui interaksi antar manusia dan lingkungannya.

Hal yang dibahas filsafat yaitu segala sesuatu yang ada baik

bersifat abstrak ataupun riil meliputi kehidupan, manusia, dan alam

semesta. Untuk dapat memahami semua masalah filsafat akan sulit bila

tidak ada dan kemungkinan kita hanya dapat menguasai sebagian dari

luasnya ruang lingkup filsafat.

Filsafat dan ilmu adalah dua kata yang saling terkait, baik secara

substansial maupun historis karena kelahiran ilmu tidak lepas dari

peranan filsafat, sebaliknya perkembangan ilmu memperkuat

keberadaan filsafat. Pada perkembangan selanjutnya, ilmu terbagi

dalam beberapa disiplin, yang membutuhkan pendekatan, sifat, objek,

tujuan dan ukuran yang berbeda antara disiplin ilmu yang satu dengan

yang lainnya (Semiawan, 2005).

Filsafat ilmu adalah segenap pemikiran reflektif terhadap

persoalan mengenai segala hal yang menyangkut landasan ilmu

maupun hubungan ilmu dengan segala segi dari kehidupan manusia

1
(The Liang Gie, 2004). Sedangkan menurut Lewis White Beck, filsafat

ilmu bertujuan membahas dan mengevaluasi metode-metode pemikiran

ilmiah serta mencoba menemukan nilai dan pentingnya upaya ilmiah

sebagai suatu keseluruhan.

Pembahasan filsafat ilmu sangat penting karena akan

mendorong manusia untuk lebih kreatif dan inovatif. Filsafat ilmu

memberikan spirit bagi perkembangan dan kemajuan ilmu dan sekaligus

nilai-nilai moral yang terkandung pada setiap ilmu baik pada tataran

ontologis, epistemologis maupun aksiologi.

Secara garis besar, terdapat tiga pembahasan pokok dalam

sistematika filsafat yaitu: epistemologi atau teori pengetahuan yang

membahas mengenai bagaimana kita memperoleh pengetahuan,

ontologi atau teori hakikat yaitu membahas mengenai hakikat segala

sesuatu yang yang melahirkan pengetahuan, dan aksiologi yaitu teori

nilai yang membahas mengenai guna pengetahuan. Mempelajari ketiga

bagian tersebut penting dalam pemahaman filsafat yang begitu luas

ruang lingkup dan pembahasannya.

Dari ketiga teori tersebut, sama-sama membahas mengenai

hakikat akan tetapi hanya berangkat dari hal dan tujuan yang berbeda.

Epistemologi sebagai teori pengetahuan membahas mengenai

bagaimana mendapat pengetahuan, serta bagaimana kita dapat tahu

dan dapat membedakan dengan yang lain. Ontologi membahas

mengenai objek apa yang kita kaji, bagaimana wujudnya yang hakiki

2
serta hubungannya dengan daya pikir. Sedangkan aksiologi sebagai

teori nilai membahas mengenai pengetahuan kita akan pengetahuan di

atas, klasifikasi, tujuan serta perkembangannya.

Dalam makalah ini, penulis menitikberatkan pembahasannya

pada masalah ontologi, yang akan membahas mengenai objek apa

yang kita kaji, bagaimana wujudnya yang hakiki dan hubungannya

dengan daya pikir.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka identifikasi masalah

pada penulisan ini untuk membahas mengenai salah satu dimensi kajian

filsafat ilmu yaitu ontologi.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, penulis

merumuskan beberapa masalah sebagai berikut :

1. Apa pengertian ontologi?

2. Apa objek kajian ontologi?

3. Apa aliran-aliran dalam metafisika ontologi?

D. Tujuan Penelitian

Penulis membuat makalah ini dengan tujuan sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui pengertian ontologi.

3
2. Untuk mengetahui objek kajian ontologi.

3. Untuk mengetahui aliran-aliran dalam metafisika ontologi.

E. Manfaat Penelitian

Makalah ini diharapkan dapat memberikan kegunaan bagi

penulis, pembaca, dan khalayak sebagai upaya dalam meningkatkan

pemahaman tentang ontologi ilmu. Serta makalah ini diharapkan

mampu memperjelas substansi dari ontologi ilmu dan memudahkan

pemahaman terhadap ontologi ilmu.

4
BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Pengertian Ontologi, Objek Kajian Ontologi, Aliran-aliran Ontologi,

dan Pengertian Teologi

1. Pengertian Ontologi dan Ilmu Pengetahuan

1) Ontologi

Ontologi merupakan salah satu kajian kefilsafatan yang

paling kuno dan istilah ontologi berasal dari Bahasa Yunani.

Dalam Bahasa Yunani ontologi merupakan gabungan dari dua

kata, yaitu ta onta berarti ‘yang berada’, dan logos yang berarti

ilmu pengetahuan atau ajaran. Dari penjelasan tersebut ontologi

dapat diartikan sebagai ilmu pengetahuan atau ajaran mengenai

yang berada.

Junaedi, M (2017) secara etimologi, Ontologi dapat diartikan

sebagai teori tentang keberadaan sebagai keberadaan (The

theory of being qua being). Serta ontologi dalam buku Filsafat Ilmu

Pendidikan Agama, Sauri. S (2010) menjelaskan azas-azas

rasional dari alam semesta secara teratur, dan ontologi berusaha

mengetahui esnsi yang terdalam dari yang ada.

Muzayyin Arifin (2003) dalam Sauri, S (2010) Ketika

menjelaskan ruang lingkup kajian filsafat bahwa Ontologi adalah

5
suatu pemikiran mengenai asal usul kejadian alam semesta, dari

mana dan ke arah mana proses kejadiannya.

Sedangkan Baumgarten mengartikan ontologi sebagai studi

tentang predikat-predikat yang paling umum atau abstrak dari

semua hal pada umumnya. Ia sering menggunakan istilah

“metafisika universal” dan “filsafat pertama” sebagai sinonim

ontologi.

Adapun menurut Jujun, S (1985), Ontologi membahas

tentang apa yang ingin kita ketahui, seberapa jauh kita ingin tahu,

atau dengan kata lain suatu pengkajian mengenai teori tentang

“ada”, yang ada yang universal, menampilkan pemikiran semesta

universal.

Di samping itu, Ontologi termasuk salah satu dari tiga hal

penting bahasan filsafat ilmu, sebagaimana yang dikemukakan

oleh Jujun, S (2003) dan Anna Pudjiadi (1987) dalam Sauri, S.

Bahkan Titus (1959) dalam Sauri, S menegaskan bahwa ontologi

dianggap sebagai bagian dari cabang-cabang tradisional filsafat.

Berdasarkan pengertian ontologi menurut beberapa penulis,

dapat ditarik kesimpulan bahwa ontologi secara istilah

sebagaimana dikatakan oleh Bakhtiar (2004), adalah ilmu yang

membahas tentang hakikat yang ada, yaitu merupakan ultimate

reality yang berbentuk jasmani atau kongkret maupun rohani atau

abstrak. Pemahaman ontologi ini ditinjau sebagai analisis

6
konstitusi “yang ada dari eksistensi”, ontologi menemukan

keterbatasan eksistensi, dan bertujuan menemukan apa yang

memungkinkan eksistensi. Ontologi kaitannya dengan ilmu

pengetahuan, merupakan kajian filosofis tentang hakikat

keberadaan ilmu pengetahuan, apa, dan bagaimana ilmu

pengetahuan yang “ada” itu. Ontologi adalah hakikat yang ada

yang merupakan asumsi dasar bagi apa yang disebut sebagai

kenyataan dan kebenaran.

Ontologi diperkenalkan oleh Rudolf Goclenius pada tahun

1636 M. untuk menamai teori tentang hakikat yang ada yang

bersifat metafis. Kemudian Christian Wolff (1679-1757) membagi

metafisika menjadi dua, yaitu metafisika umum adalah cabang

filsafat yang membicarakan prinsip paling dasar dari segala

sesuatu yang ada. Serta metafisika khusus dibagi lagi menjadi

kosmologi yaitu cabang filsafat yang secara khusus

membicarakan tentang alam semesta, psikologi yaitu cabang

filsafat yang secara khusus membicarakan tentang jiwa manusia,

dan teologi yaitu cabang filsafat yang secara khusus

membicarakan Tuhan.

Dalam rumusan Lorens Bagus, Ontologi menjelaskan yang

ada yaitu meliputi semua realitas dalam semua bentuknya. Ia

memperkenalkan tiga tingkatan abstraksi di dalam ontologi, yaitu:

abstraksi fisik yang menampilkan keseluruhan sifat khas sesuatu

7
objek, abstraksi bentuk yang mendeskripsikan sifat umum yang

menjadi ciri semua sesuatu yang sejenis, dan abstraksi

metafisikyang mengetengahkan prinsip umum yang menjadi

dasar dari semua realitas. Abstraksi yang dijangkau oleh ontologi

adalah abstraksi metafisik.

Aspek ontologi ilmu pengetahuan tertentu hendaknya

diuraikan secara:

a. Metodis yaitu menggunakan cara ilmiah.

b. Sistematis yaitu saling berkaitan satu sama lain secara teratur

dalam suatu keseluruhan.

c. Koheren berarti unsur-unsurnya harus bertautan atau saling

terkait, tidak boleh mengandung uraian yang bertentangan.

d. Rasional yaitu harus berdasar pada kaidah berfikir yang benar

(logis).

e. Komprehensif yaitu melihat objek tidak hanya dari satu sisi

atau sudut pandang, tetapi secara multidimensional atau

secara keseluruhan (holistik).

f. Radikal, yaitu diuraikan sampai akar persoalannya, atau

esensinya.

g. Universal yaitu muatan kebenarannya sampai tingkat umum

yang berlaku di mana saja.

8
Berikut contoh ilmpelmentasi aspek ontologi pada ilmu

matematika berdasarkan aspek-aspek tersebut:

a. Metodis, matematika merupakan ilmu ilmiah (bukan fiktif).

b. Sistematis, ilmu matematika adalah ilmu telaah pola dan

hubungan artinya kajian-kajian ilmu matematika saling

berkaitan antara satu sama lain.

c. Koheren, dalam matematika konsep, perumusan, definisi dan

teorema saling bertautan dan tidak bertentangan.

d. Rasional, ilmu matematika sesuai dengan kaidah berpikir

yang benar dan logis.

e. Komprehensif, objek dalam matematika dapat dilihat secara

multidimensional (dari barbagai sudaut pandang).

f. Radikal, dasar ilmu matematika adalah aksioma-aksioma.

g. Universal, ilmu matematika kebenarannya berlaku secara

umum dan dimana saja.

2) Ilmu Pendidikan

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (Depdikbud: 2008),

Ilmu adalah pengetahuan tentang suatu bidang yang disusun

secara bersistem menurut metode tertentu, yang dapat digunakan

untuk menerangkan gejala tertentu di bidang (pengetahuan) itu.

Suriasumantri (1998) menerangkan bahwa Ilmu dalam bahasa

Inggris ‘science’, dan dari bahasa Latin “scientia” (pengetahuan).

9
Sinonim yang paling akurat dalam bahasa Yunani adalah

‘episteme’. Pada prinsipnya ‘ilmu’ merupakan cabang

pengetahuan yang mempunyai ciri-ciri tertentu.

Suriasumantri (2003), menjelaskan bahwa ilmu merupakan

salah satu usaha manusia untuk memperkaya dirinya. Ilmu dapat

diartikan sebuah sistem yang melahirkan sebuah kebenaran.

Ilmu merupakan keseluruhan pengetahuan yang tersusun

secara sistematis dan logis. Ilmu bukanlah sekedar kumpulan

fakta, melainkan pengetahuan yang mempersyaratkan objek,

metode, teori, hukum, atau prinsip. (Afifuddin: 2011)

Harsoyo (1977) mengemukakan ciri-ciri ilmu itu ada empat,

yaitu:

a. Bersifat Rasional, hasil dari proses berfikir merupakan akibat

dari penggunaan akal (rasio) yang bersifat objektif. Contoh:

Penggunaan pembelajaran kooperatif dapat menumbuhkan

kerjasama diantara peserta belajar, karena dalam

pelaksanaannya peserta belajar dibagi dalam kelompok kecil

untuk memecahkan suatu permasalahan.

b. Bersifat Empiris, Ilmu diperoleh dari dan sekitar pengalaman

oleh pancaindera, ilmu sifatnya tidak abstrak. Berdasarkan

pengalaman hidup dan penelitian dapat menghasilkan ilmu.

Contoh: Penggunaan pembelajaran kooperatif dianggap

efektif dalam menciptakan peserta didik untuk belajar bekerja

10
sama ketika harus memecahkan suatu masalah, sehingga

pada diri anak tumbuh rasa kebersamaan.

c. Bersifat Umum, hasil dari ilmu dapat dipergunakan oleh

semua manusia tanpa kecuali. Ilmu tidak hanya dapat

dipergunakan untuk wilayah tertentu, tetapi ilmu dapat

dimanfaatkan secara makro tanpa dibatasi oleh ruang.

Contoh: Penggunaan media dengan memanfaatkan potensi

lokal dalam pembelajaran dapat digunakan pada tempat-

tempat tertentu sesuai dengan potensi lokal yang dimilikinya.

d. Bersifat Akumulatif, hasil ilmu dapat dipergunakan untuk

dijadikan objek penelitian berikutnya. Ilmu sifatnya tidak statis,

setelah diperoleh ilmu tentang sesuatu, maka akan muncul

ilmu-ilmu baru lainnya. Contoh: Setelah muncul model

pembelajaran partisipatif dan model pembelajaran kooperatif,

muncul lagi model pembelajaran lainnya , misalnya model

kontekstual learning.

Selanjutnya pengetahuan, menurut Kamus Besar Bahasa

Indonesia (KBBI:2008) disebutkan bahwa pengetahuan berarti

segala sesuatu yang diketahui; kepandaian: atau segala sesuatu

yang diketahui berkenaan dengan hal (mata pelajaran).

Menurut Jujun S. Suriasumantri dalam A. Susanto (Filsafat

ilmu: 2011), pengetahuan pada hakikatnya merupakan segenap

apa yang kita ketahui tentang objek tertentu, termasuk di

11
dalamnya adalah ilmu. Dengan demikian, ilmu merupakan bagian

dari pengetahuan yang diketahui oleh manusia disamping

berbagai pengetahuan lainnya, seperti seni dan agama.

Dari beberapa pengertian pengetahuan di atas dapat

disimpulkan bahwa pengetahuan merupakan segala sesuatu

yang diketahui yang diperoleh dari persentuhan panca indera

terhadap objek tertentu. Pengetahuan pada dasarnya merupakan

hasil dari proses melihat, mendengar, merasakan, dan berfikir

yang menjadi dasar manusia dan bersikap dan bertindak.

2. Objek Kajian Ontologi

Abdul khobir (2009) menjelaskan ruang kajian ontologi,

sebagai berikut:

a. Yang ada (being)


Pada prinsipnya ada itu ada dua, ada yang menciptakan

dan ada yang diciptakan, ada yang menyebabkan dan ada

yang diakibatkan. Ada yang menciptakan tidak sepenuhnya

tepat untuk disebut sebagai sebab yang ada, karena hukum

sebab akibat berlainan dengan hukum yang menciptakan dan

yang diciptakan. Hukum sebab akibat bisa bersifat

fisik,mekanis, berdimensi material, sementara pencipta dan

12
ciptaan didalamnya selalu terkandung dimensi ideal, yang

bersifat spiritual.

b. Yang nyata (realitas)


Masalah realitas dapat dipahami dengan pernyataan

bahwa nyata da nada mempunyai pengertian serupa. Kata ada

dipandang sebagai keragaman yang spesifik dan prosedur

ontology yang pertama digunakan untuk membedakan apa

yang sebenarnya nyata.

c. Esensi dan eksistensi


Dalam setiap yang ada, baik yang nyata maupun tidak

nyata selalu ada dua sisi didalamnya, yaitu sisi esensi dan sisi

eksistensi. Bagi yang ghaib, sisi yang nampak adalah

eksistensi, sedangkan bagi yang ada yang konkret, sisi yang

nanolak bias kedua-duanya, yaitu esensi dan eksistensi.

Eksistensi berada pada hubungan-hubungan yang bersifat

konkret, baik vertikal maupun horizontal dan bersifat aktual dan

eksistensi juga berorientasi pada masa kini dan masa depan,

sedangkan esensi adalah kemasalaluan.

A. Susanto (2011:91) Objek kajian ontologi adalah yang ada,

yaitu ada individu, ada umum, ada terbata, ada tidak terbatas, ada

universal, ada mutlak, termasuk kosmologi dan metafisika dan ada

sesudah kematian maupun sumber segala yang ada, yaitu Tuhan

13
Yang Maha Esa, pencipta dan pengatur serta penentu alam

semesta. Studi tentang yang ada, pada tataran studi filsafat pada

umumnya dilakukan oleh filsafat metafisika.

Objek formal ontologi adalah hakikat seluruh realitas. Bagi

pendekatan kualitatif, realitas tampil dalam kuantitas, telaahnya

akan menjadi telaah monoisme, paralelisme, atau pluralise. Bagi

pendekatan kualitatif realitas akan tampil menjadi aliran

matrealisme, idealisme, naturalism, atau hilomorphisme.

Soetriono & Hanafie (2007) dalam Adib, M (2010)

menyatakan bahwa Ontologi merupakan azas dalam menerapkan

batas atau ruang lingkup wujud yang menjadi objek penelaahan

(objek ontologis atau objek formal dari pengetahuan) serta

penafsiran tentang hakikat realita (metafisika) dari objek ontologi

atau objek formal tersebut dan dapat merupakan landasan ilmu

yang menanyakan apa yang dikaji oleh pengetahuan dan biasanya

berkaitan dengan alam kenyataan dan keberadaan.

Setiap ilmu pengetahuan pasti mempunyai objek. Objek dapat

dibedakan menjadi dua bagian, yaitu:

a. Objek Material
Objek material adalah sasaran material suatu

penyelidikan, pemikiran atau penelitian ilmu. Menurut Surajiyo

14
(2006), objek material dimaknai dengan suatu bahan yang

menjadi tinjauan penelitian atau pembentukan pengetahuan.

Objek material juga berarti hal yang diselidiki, dipandang atau

disorot oleh suatu disiplin ilmu. Objek material mencakup apa

saja, baik yang konkret maupun yang abstrak, yang materil

maupun yang non-materil. Bisa pula berupa hal-hal, masalah-

masalah, ide-ide, konsepkonsep dan sebagainya. Misal: objek

material dari sosiologi adalah manusia. Contoh lainnya,

lapangan dalam logika adalah asas-asas yang menentukan

pemikiran yang lurus, tepat, dan sehat. Maka, berpikir

merupakan obyek material logika.

Istilah objek material sering juga disebut pokok persoalan

(subject matter). Pokok persoalan ini dibedakan atas dua arti,

yaitu:

1) Pokok persoalan ini dapat dimaksudkan sebagai bidang

khusus dari penyelidikan faktual. Misalnya: penyelidikan

tentang atom termasuk bidang fisika; penyelidikan tentang

chlorophyl termasuk penelitian bidang botani atau bio-kimia

dan sebagainya.

2) Dimaksudkan sebagai suatu kumpulan pertanyaan pokok

yang saling berhubungan. Misalnya: anatomi dan fisiologi

keduanya berkaitan dengan struktur tubuh. Anatomi

mempelajari strukturnya sedangkan fisiologi mempelajari

15
fungsinya. Kedua ilmu tersebut dapat dikatakan memiliki

pokok persoalan yang sama, namun juga dikatakan

berbeda. Perbedaaan ini dapat diketahui apabila dikaitkan

dengan corak-corak pertanyaan yang diajukan dan aspek-

aspek yang diselidiki dari tubuh tersebut. Anatomi

mempelajari tubuh dalam aspeknya yang statis, sedangkan

fisiologi dalam aspeknya yang dinamis.

b. Objek Formal

Objek formal adalah pendekatan-pendekatan secara

cermat dan bertahap menurut segi-segi yang dimiliki objek

materi dan menurut kemampuan seseorang. Objek formal

diartikan juga sebagai sudut pandang yang ditujukan pada

bahan dari penelitian atau pembentukan pengetahuan itu, atau

sudut pandang darimana objek material itu disorot. Objek

formal suatu ilmu tidak hanya memberikan keutuhan ilmu, tetapi

pada saat yang sama membedakannya dari bidang-bidang lain.

Suatu objek material dapat ditinjau dari berbagai sudut

pandang sehingga menghasilkan ilmu yang berbeda-beda.

Oleh karena itu, akan tergambar lingkup suatu pengetahuan

mengenai sesuatu hal menurut segi tertentu. Dengan kata lain,

“tujuan pengetahuan sudah ditentukan.

16
Misalnya, objek materialnya adalah “manusia”, kemudian,

manusia ini ditinjau dari sudut pandang yang berbeda-beda

sehingga ada beberapa ilmu yang mempelajari manusia,

diantaranya: psikologi, antropologi, sosiologi dan sebagainya.

3. Aliran-aliran Ontologi

Dalam pemahaman ontologi dapat dijumpai pandangan-

pandangan pokok atau aliran-aliran pemikiran, seperti yang

dipaparkan oleh Junaedi, M (2017) sebagai berikut:

a. Monoisme

Paham ini menganggap bahwa hakikat yang asal dari

seluruh kenyataan itu hanyalah satu saja, tidak mungkin dua.

Paham ini terbagi menjadi dua, yaitu:

a) Materialisme, aliran ini menganggap bahwa sumber yang

asal itu adalah materi, bukan rohani. Aliran ini kerap disebut

dengan naturalism. Aliran pemikiran ini dipelopori oleh

Bapak Filsafat yaitu Thales (624-546 SM) yang

menyatakan bahwa kenyataan yang terdalam adalah satu

subtansi yaitu air, Aristoteles (384-322 SM) , yang

mengatakan bahwa semuanya itu air. Air yang cair itu

merupakan pangkal, pokok dan dasar dari segala-galanya.

Semua barang terjadi dari air dan semuanya kembali

17
kepada air pula. Bahkan bumi yang menjadi tempat tinggal

manusia di dunia, sebagaian besar terdiri dari air yang

terbentang luas di lautan dan di sungai-sungai,

Anaximander (585-525 SM) menyatakan bahwa prinsip

dasar alam haruslah dari jenis yang tak terhitung dan tak

terbatas yang disebutnya sebagai apeiron yaitu suatu zat

yang tak terhingga dan tak terbatas dan tidak dapat

dirupakan dan tidak ada persamaannya dengan suatu

apapun. Anaximandros menyatakan bahwa dasar alam

memang satu akan tetapi prinsip dasar tersebut bukanlah

dari jenis benda alam seperti air. Karena menurutnya

segala yang tampak (benda) terasa dibatasi oleh lawannya

seperti panas dibatasi oleh yang dingin. Aperion yang

dimaksud Anaximandros, oleh orang Islam disebutnya

sebagai Allah. Jadi bisa dikatakan bahwa pendapat

Anaximandros yang mengatakan bahwa terbentuknya

alam dari jenis yang tak terbatas dan tak terhitung, dibentuk

oleh Tuhan Yang Maha Esa, Anaximenes (538-480 SM)

menyatakan bahwa barang yang asal itu mestilah satu

yang ada dan tampak (yang dapat diindera). Barang yang

asal itu yaitu udara. Udara itu adalah yang satu dan tidak

terhingga. Karena udara menjadi sebab segala yang hidup.

Jika tidak ada udara maka tidak ada yang hidup.

18
b) Idealisme, aliran ini beranggapan bahwa hakikat kenyataan

yang beraneka ragam itu semua berasal dari ruh (sukma)

atau sejenis dengannya, yaitu sesuatu yang tidak

berbentuk dan menempati ruang. Aliran ini juga dinamakan

spiritualisme. Aliran ini dipelopori oleh Plato (428 -348 SM),

Aristoteles (384-322 SM), George Barkeley (1685-1753 M),

Immanuel Kant 11 (1724-1804 M), Fichte (1762-1814 M),

Hegel (1770-1831 M), dan Schelling (1775-1854 M).

b. Dualisme

Dualisme (dualism) berasal dari kata Latin yaitu duo (dua).

Dualisme adalah ajaran yang menyatakan realitas itu terdiri dari

dua substansi yang berlainan dan bertolak belakang. Masing-

masing substansi bersifat unik dan tidak dapat direduksi,

misalnya substansi adi kodrati dengan kodrati, Tuhan dengan

alam semesta, roh dengan materi, jiwa dengan badan, dll.

Memadukan antara dua paham yang saling bertentangan,

yaitu materialisme dan idealisme. Tokoh paham ini adalah

Descartes (1596-1650 M) yang dianggap sebagai bapak filsafat

modern. Ia menamakan kedua hakikat itu dengan istilah dunia

kesadaran (ruhani) dan dunia ruang (kebendaan). Jadi aliran

dualism memandang bahwa alam terdiri dari dua macam

hakikat sebagai sumbernya. Tokoh yang lain: Thomas Hyde

19
(1700), yang pertama kali mengungkapkan bahwa antara zat

dan kesadaran (pikiran) yang berbeda secara subtantif. Jadi

adanya segala sesuatu terdiri dari dua hal yaitu zat dan pikiran.

Plato (427-347 SM), yang mengatakan bahwa dunia lahir

adalah dunia pengalaman yang selalu berubah-ubah dan

berwarna-warni. Semua itu adalah bayangan dari dunia idea.

Sebagai bayangan, hakikatnya hanya tiruan dari yang asli yaitu

idea. Karenanya maka dunia ini berubah-ubah dan bermacam-

macam, sebab hanya merupakan tiruan yang tidak

sempurna.Benedictus De spinoza (1632-1677 M), dan Gitifried

Wilhelm Von Leibniz (1646- 1716 M).

c. Pluralisme

Paham ini berpandangan bahwa segenap macam bentuk

merupakan kenyataan. Tokoh aliran ini pada masa Yunani

Kuno adalah Anaxagoras dan Empedocles yang menyatakan

bahwa substansi yang ada itu terbentuk dan terdiri dari 4 unsur,

yaitu tanah, air, api, dan udara. Tokoh modern aliran ini adalah

William James (1842-1910 M) yang terkenal sebagai seorang

psikolog dan filosof Amerika.

20
d. Nihilisme

Nihilisme berasal dari bahasa Latin yang berarti nothing

atau tidak ada. Doktrin tentang nihilisme sudah ada semenjak

zaman Yunani Kuno, tokohnya yaitu Gorgias (483-360 SM)

yang memberikan 3 proposisi tentang realitas yaitu: Pertama,

tidak ada sesuatupun yang eksis. Kedua, bila sesuatu itu ada

ia tidak dapat diketahui. Ketiga, sekalipun realitas itu dapat kita

ketahui ia tidak akan dapat kita beritahukan kepada orang lain.

Tokoh modern aliran ini diantaranya: Ivan Turgeniev (1862 M)

dari Rusia dan Friedrich Nietzsche (1844-1900 M), ia dilahirkan

di Rocken di Prusia dari keluarga pendeta.

e. Agnotisisme

Paham ini mengingkari kesanggupan manusia untuk

mengetahui hakikat benda. Baik hakikat materi maupun ruhani.

Kata Agnoticisme berasal dari bahasa Greek yaitu Agnostos

yang berarti unknown A artinya not Gno artinya know. Aliran ini

dapat kita temui dalam filsafat eksistensi dengan tokoh-

tokohnya seperti: Soren Kierkegaar (1813-1855M), yang

terkenal dengan julukan sebagai Bapak Filsafat

Eksistensialisme dan Martin Heidegger (1889-1976 M) seorang

filosof Jerman, serta Jean Paul Sartre (1905-1980 M), seorang

filosof dan sastrawan Prancis yang atheis, Bagus (1996).

21
4. Teologi

Teologi merupakan bagian dari kajian bidang ontologi. Teologi

memiliki pengertian yang sangat luas dan beragam. Teologi dalam

Bahasa Yunani artinya pengetahuan mengenai Allah, yaitu usaha

metodis untuk memahami serta menafsirkan kebenaran wahyu

(Gerald O’Collins dan Edward G., 2001: 314) dalam A. Susanto

(2011).

Teologi merupakan sesuatu yang berhubungan dengan

Tuhan dan hubungan-Nya dengan alam semesta, terutama

hubungannya dengan manusia.

22
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Penulis mendapatkan hasil dari penelitian ini sebagai berikut:

1. Ontologi merupakan ilmu yang membicarakan mengenai hakikat

yang ada, yakni realiti yang berbentuk jasmani ataupun kongkret,

maupun rohani ataupun abstrak. Sementara itu kaitannya dengan,

maka ontologi merupakan merupakan kajian filosofis mengenai

hakikat keberadaan ilmu pengetahuan, apa, dan bagaimana ilmu

pengetahuan yang ada tersebut.

2. Aspek ontologi ilmu pengetahuan tertentu sekiranya diuraikan atau

ditelaah seperti berikut:

a. Metodis, yaitu menggunakan cara ilmiah.

b. Sistematis, yaitu saling berkaitan satu sama lain secara teratur

dalam suatu keseluruhan.

c. Koheren, yaitu unsur-unsurnya harus bertautan atau berkaitan

tidak boleh mengandung uraian yang bertentangan.

d. Rasional, yaitu harus berdasar pada kaidah berpikir yang logis.

e. Komprehensif, yaitu melihat objek tidak hanya dari satu sisi atau

atau sudut pandang, melainkan secara multidimensional atau

secara holistik.

23
f. Radikal, dijelaskan sampai akar permasalahannya atau

esensinya.

g. Universal, muatan kebenarannya sampai tingkat umum yang

berlaku dimana saja.

3. Aliran ataupun pemikiran ontologi diantaranya sebagai berikut:

a. Monoisme, menganggap bahwa hakikat yang asal dari seluruh

kenyataan itu hanya satu dan tidak mungkin dua.

b. Dualisme, aliran yang mencoba memadukan antara dua paham

yang saling bertentangan yaitu matrealisme dan idealisme.

c. Pluralisme, berpandangan bahwa segenap macam bentuk

merupakan kenyataan.

d. Nihilisme, menyatakan bahwa dunia terbuka untuk kebebasan

dan kreativitas manusia.

e. Agnotisisme, menganut paham bahwa manusia tidak mungkin

mengetahui hakikat sesuatu dibalik kenyataannya.

4. Ruang lingkup ilmu pengetahuan meliputi pada yang ada, yang

nyata, esensi, dan eksistensi.

5. Objek ilmu pengetahuan meliputi onjek formal dan material.

24
DAFTAR PUSTAKA

A. Susanto. 2011. Filsafat Ilmu. Jakarta: Bumi Aksara

Abdul khobir. 2009. Filsafat Pendidikan Islam. Pekalongan: Gama Media

Offset.

Adib, Mohammad. 2010. Filsafat Ilmu: Ontologi, Epistemologi, Aksiologi

dan Logika Ilmu Pengetahuan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Bagus, lorens. 1996. Kamus Filsafat. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Bakhtiar, A. 2008. Filsafat Ilmu. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Bakker, Anton.1992. Ontologi Metafisika Umum. Yogyakarta: Pustaka

Kanisius

Depdiknas. (2008). Kamus Bahasa Indonesia. Jakarta: Pusat Bahasa.

Harsoyo. (1977). Manajemen Kinerja. Jakarta: Persada.

Junaedi, Mahfud. 2017. Paradigma Baru Filsafat Pendidikan Ilmu. Depok:

PT Kharisma Putra Utama.

Sauri, sofyan. 2010. Filsafat Ilmu Pendidikan Agama. Bandung: Pustaka

Arfino Jaya.

Semiawan, C. dkk. 2005. Panorama Filsafat Ilmu Landasan Perkembangan

Ilmu Sepanjang Zaman. Jakarta : Mizan Publika.

25
Surajiyo, dkk. 2006. Dasar-dasar Logika. Jakarta: Bumi Aksara.

Suriasumantri, Jujun S. 1996. Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer.

Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.

Tafsir, A. 2004. Filsafat Ilmu: Mengurai Ontologi, Epistemologi dan Aksiologi

Pengetahuan. Bandung: PT Remaja Bosda Karya.

26

Anda mungkin juga menyukai