Anda di halaman 1dari 16

Makalah

PENCURIAN

MUQARRANAH MAZAHIB FIL JINAYAH

Dosen Pengampu : BITOH PURNOMO,LL. M

Kelompok : 1

1. NURUL FAJRIYAH AMINI 2010102021


2. ZULFA MUNAWAROH 2010102015
3. TAUPIQ 2020102026
4. DANDI 2020102027
5. WAFIQ AZIZAH 2010102014

JURUSAN PERBANDINGAN MAZHAB FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UIN RADEN FATAH PALEMBANG 2022

i
Daftar Isi

Cover……………………………………………….` i

Kata Pengantar ……………………………………. ii

Daftar Isi ….………………………………………… iii

BAB I ………………………………………………… 3

A. Latar Belakang …………………………….. 4


B. Rumusan Masalah …………………………. 5
C. Tujuan ……………………………………… 5

BAB II ..……………………………………………. 6

A. Pengertian Pencurian……………………… 6
B. Dalil Pencurian …………………………….. 7
C. Macam-macam Pencurian ………………... 8
D. Syarat Dan Rukun Pencurian …………….. 9
E. Cara Memotong Tangan Pencuri…………. 12
F. Pembatalan HAD ………………………….. 12
G. Contoh Kasus Pencurian Yang
Diperselisihkan Oleh Para Ulama ............. 13

BAB III …………………………………………….. 15


A. Kesimpulan …………………………….. 15
B. Saran ……………………………………. 15
DAFTAR PUSTAKA ……………………………. 16

ii
Kata pengantar

Puji syukur penulis ucapkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat dan
hidayah-Nya, penyusunan makalah ini bisa dilakukan dengan lancar dan tanpa kekurangan satu apa pun.
Tak lupa, penulis juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dosen mata kuliah MMF
jinayah, pak Bitoh Purnomo LL, M, selaku pembimbing dalam penyusunan makalah ini.

Makalah berjudul “Hukuman Had bagi Tindak pencurian”Penyusunan makalah ini tidak akan
berhasil tanpa bantuan dari banyak pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini, saya ingin mengucapkan
terima kasih kepada: Pak Bitoh Purnomo LL,M, selaku dosen mata kuliah MMF Jinayah sekaligus
pembimbing penyusunan makalah. Atas bantuan semua pihak tersebut, akhirnya makalah ini bisa disusun
dengan baik. Semoga Tuhan Yang Maha Esa memberikan balasan atas dukungan kalian kepada penulis.
Melalui penelitian ini, penulis berharap makalah ini bisa bermanfaat untuk kita sumua.

Palembang, 31 Agustus 2022

Penyusu

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pencurian (sariqoh) menurut ahasa ialah mengambil sesuatu dengan sembunyi-sembunyi.


Adapun menurut istilah: sariqoh (pencurian) adalah mengambil sesuatu (barang) hak milik orang
lain secara sembunyi dan dari tempatnya yang pantas. Suatu pencurian telah dianggap sempurna
apabila telah memenuhi: pencuri mengeluarkan barang dari hirz (tempat penyimpanannya),
barang yang telah dicuri itu telah dipindahtangankan oleh pencuri dan ia telah memilikinya,
barang yang dicuri telah lepas dari tangan/ kekuasaan pemiliknya1.

Tindakan kejahatan, menurut fuqaha‟ adalah “larangan-larangan syari‟at yang oleh Allah
disertai dengan ancaman hukuman had atau tazir”. Yang dimaksud dengan larangan-larangan ini
adalah perkara-perkara yang dilarang dan larangan-larangan ini disyari‟atkan bersumber dari
syariat Islam. Pencurian diharamkan berdasarkan nash, dan sanksinya adalah potong: tangan jika
mencukupi syarat-syarat kejahatan. Allah berfirman yang artinya: “Laki-laki yang mencuri dan
perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang
mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha
Bijaksana.”(al-Maidah [51]: 38)2

Dalam pelaksanaan hukuman pencurian harus diperhatikan hal-hal berikut, yaitu unsur-
unsur pencurian, situasi, dan kondisi ahasa masyarakat.Pencurian sebagaimana disebutkan dalam
pengertian maupun dalam syara‟yang telah dibahas sebelumnya terdiri dari tiga unsur, yaitu
pencuri, barang yang dicuri, dan mengambil secara sembunyi-sembunyi Pencurinya hendaklah
seorang mukallaf (dewasa dan waras). Fuqaha sepakat menetapkan bahwa tangan pencuri tidak
dipotong, kecuali bila ia seorang yang dewasa dan waras. Pendapat fuqaha tersebut didasarkan
kepada hadits Rasulullah SAW, dari Ibnu Abbas: Bahwa Rasulullah SAW, bersabda:
“dimaafkan kesalahan dari tiga orang, dari orang gila yang hilang kesadarannya hingga ia

1
Sudarsono, Pokok-Pokok Hukum Islam, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 1993),Cet. ke-2, h. 54
2
Nasir Cholis, Fiqh Jinayat (Pidana Islam), (Pekanbaru: SUSQA Press Riau, 2000), Cet. ke-1, h. 41

4
sembuh/sadar, dari orang yang tidur hingga ia bangun, dan dari anak kecil hingga ia ihtilam/
mimpi basah (baligh).”(HR Abu Daud)3

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas, maka dapat disimpulkam beberapa


rumusan masalah diantaranya sebagai berikut:

a. Apa yang dimaksud dengan pencurian?


b. Apa saja syarat dan rukun dijatuhkannya hukuman had pada pencurian?
c. Bagaimana cara pemberian hukuman had pada pencurian?

C. Tujuan

Berdasarkan rumusan masalahnya, maka tujuan pembuatan karya ilmiah ini adalah:

a. Untuk mengetahui maksud dari pencurain dari perspektif Islam.


b. Untuk mennjelaskan apa saja rukun dan syarat pencurian dalam perspektif Islam.
c. Untuk mengetahui bagaimana cara pemberian hukuman terhadap pelaku pencurian.

3
Abdul Karim Zaidan, Pengantar Studi Syari’at alih bahasa oleh M.Misbah (Jakarta: Robbani Press,2008), Cet. ke-1,
h. 504

5
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Pencurian

Dalam Bahasa Arab pencurian disebut sebagai “Al-Sariqah”. Dalam ensiklopedia fiqh
“Sariqah adalah mengambil suatu harta yang tidak ada hak baginya dari tempat penyimpanan4.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan bahwa “mencuri” itu adalah
mengambil milik orang lain tanpa izin secara ahasa yang dilakukan secara rahasia. “Pencuri”
adalah pelaku yang mencuri. Barang yang diambil itu disebut sebagai barang hasil curian5.

Pencurian adalah mengambil sesuatu dari orang lain ahasa atau keseluruhan dengan
maksud untuk dimiliki secara melawan hukum. Perkara pencurian dapat dikatakan selesai
apabila barang yang dicuri itu ahasa pada pemilik semulanya dan orang yang mencuri telah
mendapat hukuman yang sesuai dengan perbuatannya.

Mencuri termasuk dosa besar, Allah subhaanahu wata’ala melaknat pelakunya.


Sebagaimana disebutkan dalam hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah RA, bahwas Nabi
Muhammad shallallahu ‘alahi wasallam bersabda,

ُ‫ق ال َح ْب َل فَتُ ْقطَ ُع يَ ُده‬ ِ ‫ َويَس‬،ُ‫ْضةَ فَتُ ْقطَ ُع يَ ُده‬


ُ ‫ْر‬ ُ ‫ْر‬
َ ‫ق البَي‬ ِ ‫ق يس‬ ِ ‫لَ َعنَ هللاُ الس‬
َ ‫َّار‬

“Allah melaknat pencuri yang mencuri sebuah telur, maka dia dipotong tangannya, dan pencuri
yang mencuri sebuah tali, maka dia dipotong tangannya (pula).” (HR. Bukhari no. 2574)

Al-A’masy berkata: “Yang mereka maksud ialah telur dari besi dan tali seharga satu
dirham”

4
Tiara Itu Surga, “Tinjauan Pidana Fiqh Pidana Tanggung Jawab Pidana Terhadap Pelaku Pencurian dengan
Kleptomania”, UIN Raden Fatah, (Palembang: 2019), hal. 14
5
M. Razik Ilham, “Tinjauan Pidana Fiqh Pidana Terhadap Pencurian Listrik Menurut Undang-Undang Nomor 30
Tentang Ketenagalistrikan”, UIN Raden Fatah, (Palembang: 2017), hal. 19.

6
Pelaku pencuri wajib dijatuhi hukuman had oleh pihak yang berwenang (pemerintah
yang sah), baik pelakunya laki-laki maupun perempuan, yaitu hukuman potong tangan.
Sebagaimana firman Allah ta’ala,

ِ ‫َّارقَةُ فَا ْقطَعُوا َأ ْي ِديَهُ َما َجزَا ًء بِ َما َك َسبَا نَ َكااًل ِمنَ هَّللا ِ َوهَّللا ُ ع‬
‫َزي ٌز َح ِكي ٌم‬ ُ ‫َّار‬
ِ ‫ق َوالس‬ ِ ‫َوالس‬

“Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai)
pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah Maha
Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. Al-Maidah: 38)

B. Dalil Pencurian

‫هّٰللا هّٰللا‬ ۤ
ِ ‫َّارقَةُ فَا ْقطَع ُْٓوا اَ ْي ِديَهُ َما َجزَا ۢ ًء بِ َما َك َسبَا نَ َكااًل ِّمنَ ِ ۗ َو ُ ع‬
‫َز ْي ٌز َح ِك ْي ٌم‬ ُ ‫َّار‬
ِ ‫ق َوالس‬ ِ ‫َوالس‬
Artinya:

“Adapun orang laki-laki maupun perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya
(sebagai) balasan atas perbuatan yang mereka lakukan dan sebagai siksaan dari Allah. Dan
Allah Mahaperkasa, Mahabijaksana”

Dalam ayat ini, Allah Ta’ala menetapkan hukuman hadd bagi pencuri adalah dipotong tangannya.
Ini menunjukkan bahwa mencuri adalah dosa besar

Pencuri Mendapat Laknat


Pencuri juga dilaknat oleh Allah Ta’ala. Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
‫لعن هللا السارق يسرق البيضة فتقطع يده ويسرق الحبل فتقطع يده‬

“Allah melaknat pencuri yang mencuri sebutir telur, lalu di lain waktu ia dipotong tangannya
karena mencuri tali.” (HR. Bukhari)6

Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin menjelaskan:

‫ ثم يسرق ما يبلغ‬،‫أن يراد بذلك أن هذا السارق قد يسرق البيضة فتهون السرقة في نفسه‬
‫النصاب فيقطع‬
“Maksud hadits ini adalah seorang yang mencuri telur lalu dia menganggap remeh perbuatan
tersebut sehingga kemudian ia mencuri barang yang melewati nishab hadd pencurian, sehingga
ia dipotong tangannya” (Syarhul Mumthi‘, 14/336-337).
6
(HR. Bukhari no. 6285).

7
Larangan mencuri dijelaskan dalam Alquran pada surat Al Baqarah ayat 188, yang berbunyi:

‫ااْل ِ ْث ِم َواَ ْنتُ ْم‬Žِ‫اس ب‬ ِ ‫ َو‬Ž‫َواَل تَْأ ُكلُ ْٓوا اَ ْم َوالَ ُك ْم بَ ْينَ ُك ْم بِ ْالبَا ِط ِل َوتُ ْدلُوْ ا بِهَٓا اِلَى ْال ُح َّك ِام لِتَْأ ُكلُوْ ا فَ ِر ْيقًا ِّم ْن اَ ْم‬
ِ َّ‫ال الن‬
َ‫تَ ْعلَ ُموْ ن‬
Artinya: Dan janganlah kamu makan harta di antara kamu dengan jalan yang batil, dan
(janganlah) kamu menyuap dengan harta itu kepada para hakim, dengan maksud agar kamu
dapat memakan sebagian harta orang lain itu dengan jalan dosa, padahal kamu mengetahui.
Dari ayat di atas perbuatan mencuri digolongkan menjadi dosa besar. Setiap perbuatan
yang digolongkan sebagai dosa pasti akan mendapatkan hukuman atas segala perbuatannya.

C. Macam-macam Pencurian

Pencurian dalam hukum Islam itu terbagi menjadi dua, yaitu: Pencurian yang
hukumannya had; dan pencurian yang hukuknya ta’zir. Adapun pencurian yang hukumannya had
terbagi lagi atas dua macam, yakni:

a. Pencurain ringan. Menurut Abdul Qodir Audah adalah mengambil harta milik orang lain
dengan cara diam-diam, yaitu dengan cara sembunyi-sembunyi.
b. Pencurian berat. Maksudnya disini adalah pencurian yang dilakukan dengan cara kekerasan.
Bedanya dengan pencurian ringan ialah jika pencurian dilakukan secara diam-diam tanpa
sepengetahuan pemiliknya, sedangkan pencurian berat ini mengambil barang secara paksa
dan sepengetahuan dari pemiliknya. Dalam istilah lain pencutmrian berat ini disebut sebagai
jarimah hirabah atau perampokan.

Sedangkan pencurian yang dihukumi ta’zir juga terbagi menjadi dua, diantaranya sebagai
beriku:

a. Semua jenis pencurian yang dikenai hukuman had, tetapi syarat-syaratnya tidak terpenuhi,
atau ada syubhat. Contohnya seperti pengambilan harta milik anak oleh ayahnya.

8
b. Pengambilan harta milik orang lain dengan sepengetahuan pemilik tanpa kerelaannya dan
tanpa kekerasan. Contonya menjambret kalung dari leher seseorang wanita, lalu penjambret
itu melarikan diri dan pemilik barang tersebut melihatnya sambil berteriak minta bantuan.7
D. Syarat dan Rukun Pencurian

Seluruh umat Islam bersepakat (ijma’), bahwa pencuri mendapatkan hukuman potong
tangan oleh pihak yang berwenang. Namun, tidak semua pelaku pencurian semerta-merta
dipotong tangannya (had). Melainkan harus memenuhi semua rukun dan syaratnya.

Rukun Pencurian:

1. Pencuri.
2. Korban Pencurian.
3. Harta yang dicuri.
4. Mengambil secara sembunyi-sembunyi.

Syarat Pencurian:

1. Harta diambil tanpa sepengetahuan korban/pemilik harta.


2. Harta diambil tanpa kerelaan/keridhaan korban/pemilik harta.
3. Harta diambil secara sempurna, maksudnya ialah:
4. Pencuri mengeluarkan harta yang dicuri dari tempat penyimpanannya.
5. Harta yang dicuri telah keluar dari tempat penyimpanannya.
6. Harta yang dicuri telah dikuasai sepenuhnya oleh pencuri8.

Jika semua rukun dan syarat ini terpenuhi, maka perbuatan pelaku bisa disebut pencurian
dan berhak dijatuhi hukuman potong tangan (had).
Dengan demikian, siapa yang memasuki rumah dengan maksud mencuri barang di dalamnya,
namun tertangkap sebelum tangannya sampai kepada barang yang ingin dicuri, atau masih
mengumpulkannya, maka perbuatannya belum bisa disebut pencurian, karena dia belum

7
Ahmad Wardi muslich, Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Sinar Garfika, 2005), hal. 81-83.
8
Mardani, “Sanksi Potong Tangan Bagi Pelaku Tindak Pidana Pencurian dalam Perspektif Hukum Islam”, Jurnal
Hukum IUS QUIA IUSTUM 15.2 (2008), hal. 243.

9
mengeluarkan barang curian dari tempat penyimpanannya, atau belum melepaskannya dari
tangan/kekuasaan korban. Perbuatan ini disebut delik percobaan pencurian yang hukumannya
bukan had  (potong tangan), melainkan ta’zir, yaitu hukuman menurut kebijakan hakim, bisa
berupa penjara, cambuk, pengasingan ahasa, denda atau yang lainnya.

1. Rukun Pencurian
a. Pelaku Pencurian:

Had pencurian (hukuman potong tangan) wajib ditegakkan jika terpenuhi lima rukun
pada pencuri, yaitu:

1. Pencuri berstatus Mukallaf (seseorang berstatus mukalaf bila ia telah dewasa dan tidak


mengalami gangguan jiwa maupun akal).
2. Pencuri bermaksud mencuri.
3. Pencuri tidak terpaksa melakukan pencurian.
4. Pencuri bukan merupakan bagian dari korban, seperti berstatus sebagai ayah atau anak
korban.
5. Tidak terdapat syubhat (ketidak-jelasan) untuk memiliki barang yang diambil9.

b. Korban Pencurian:

Dalam kasus pencurian pasti terdapat korban pencurian, dialah pemilik harta yang telah
tercuri. Untuk memenuhi syarat ditegakkan had pencurian, korban harus merupakan pemilik
harta itu, bukan pula harta yang telah ditinggalkan, karena harta yang telah ditinggalkan
pemiliknya boleh diambil.

Para ahli fiqih memberikan beberapa syarat pada korban pencurian:

1. Keberadaan korban diketahui.


2. Korban memiliki hak milik yang sah pada barang yang dicuri.
3. Barang yang dimiliki ma’shum (bukan dari hasil haram).
c. Harta yang Dicuri:

9
Ibid., hal. 241.

10
Had (hukuman potonga tangan) pencurian tidak ditegakkan kecuali jika harta yang dicuri
memenuhi beberapa syarat:

1. Memiliki harga.
2. Harta sampai nishab (batas minimal harga menurut syariat).
3. Disimpan di tempat penyimpanan, maka tidak ada had untuk barang yang dicuri di tempat
umum atau tidak disimpan di tempat penyimpanan.
Rukun Keempat: Mengambil secara Sembunyi-sembunyi:

Untuk ditegakkannya had pencurian (hukuman potong tangan), disyaratkan pencuri


mengambil barang curian secara sembunyi-sembunyi, dan diambil dari tempat penyimpanannya.
Jika pencuri mengambil barang dan tidak menyembunyikan diri dan barangnya, maka tidak
disebut pencurian dan tidak dipotong tangannya, akan tetapi dihukum sesuai ijtihad hakim
(ta’zir)

Diantara syarat ditegakkan had pencurian (hukuman potong tangan) pada barang curian


ialah sampainya nishab harga barang, atau harga minimal sebuah barang. Karena tidak semua
pencuri harus dipotong tangannya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

ٍ َّ‫الَ تُ ْقطَ ُع اليَ ُد فِي تَ ْم ٍر ُم َعل‬


‫ق‬

“Tidak dipotong tangan pencuri bila mencuri kurma yang tergantung.” (HR. Ibnu Hazm dalam
Al Muhalla 11/323, dihasankan Al-Albani dalam Shahih Al-Jaami’ no: 7398)

Juga dalam hadits lain yang diriwayatkan oleh Aisyah RA,

َ َ‫َار ف‬
‫صا ِعدًا‬ ٍ ‫ق فِي ُرب ِْع ِدين‬ ِ ‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم يَ ْقطَ ُع الس‬
َ ‫َّار‬ َ ِ‫َكانَ َرسُو ُل هللا‬

“Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam memotong (tangan) pencuri (yang mencuri harta)
sebanyak empat dinar atau lebih.” (HR. Muslim no. 1684)

Para ahli fiqih berbeda pendapat tentang nishab minimal barang curian. Madzhab Hanafi
mewajibkan harga 10 dirham sehingga dapat dihukumi had (potong tangan) pada tangan pencuri.

11
Jika barang curian tidak sampai 10 dirham, maka tidak ada hukuman potong tangan, melainkan
menurut ijtihad hakim (ta’zir).

Jumhur ulama, yaitu ulama madzhab Maliki, Syafi’i dan Hanbali memiliki pendapat yang
sama untuk menentukan nishab minimal barang curian, yaitu  1/4 dinar atau 3 dirham. Karena
Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam memotong tangan pencuri yang mencuri perisai
seharga 3 dirham, begitu pula khalifah Utsman bin Affan RA memotong tangan pencuri yang
mencuri buah limau seharga 3 dirham

Para ahli fiqih sepakat, bahwa pencurian dibuktikan dengan pengakuan (al-iqrar) atau 2
saksi (al-bayyinah). Yaitu pengakuan pencuri yang telah dewasa (baligh) dan berakal bahwa ia
telah mencuri, atau kesaksian 2 orang saksi yang memenuhi syarat persaksian [6].

E. Cara Memotong Tangan Pencuri

Pemotongan tangan hanya dilakukan oleh pihak yang berwenang (pemerintah), bukan
dilakukan oleh ahasaa tau atau kesepakatan masyarakat untuk main hakim sendiri.

Para ahli fiqih sepakat, tangan kanan wajib dipotong terlebih dahulu jika pencurian
pertama terbukti dilakukan. Karena Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam memulai
dengan pemotongan tangan kanan, hal ini dilakukan pula oleh para khalifah setelahnya [7]. Batas
pemotongan ialah pergelangan tangan, hal ini berdasarkan cara yang dilakukan oleh Nabi
Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Lalu jika terbukti mencuri untuk kedua kalinya,
dipotong tangan kiri sebatas pergelangan tangan pula .

F. Pembatalan Had

Hal terpenting untuk diperhatikan oleh kaum muslimin sebelum


menegakkan had pencurian (hukuman potong tangan) ialah tidak adanya perkara yang
meragukan bahwa pencuri telah mencuri, meskipun sangat kecil. Jika saja ada sedikit keraguan
bahwa pencuri telah mencuri, atau satu saja rukun dan syarat tidak terpenuhi, maka hukuman
potong tangan dibatalkan, dan diganti dengan hukuman lain sesuai kebijakan/ijtihad hakim. Nabi
Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

‫ا ْد َرُؤ وْ ا ال ُح ُدوْ َد ع َْن ال ُم ْسلِ ِم ْينَ َما ا ْستَطَ ْعتُ ْم‬


12
“Tolaklah had (ahasa hukum) terhadap kaum muslimin sebisa kalian” (HR. Tirmidzy no. 1344, dan
Al-Baihaqy 8/238)

G. Contoh Kasus Pencurian Yang Diperselisihkan Oleh Para Ulama


Kasus pertama, Tidak divonis potong tangan, suami yang mencuri harta isterinya atau se
baliknya. Mereka berhujjah dengan amal (asar) sahabat Umar bin Khatab. Dan amal sahabat ters
ebut adalah telah memberitahu Kami Malik dari Ibnu Syihab dari Saib bin Yazib, bahwasanya
“Abdullah bin Amir Al Hadramani bersama pembantunya (khadam) telah menghadap kepada U
mar bin Khatab R.A. lalu berkata: “Potonglah tangan khadam ini, karena ia telah mencuri”. Lalu
Umar R.A. bertanya kepadanya, apa yang ia curi, ia menjawab: “Khadam ini telah mencuri cermi
n milik isteriku yang harganya enam dirham”. Kemudian Umar berkata: Aku mengharapkan, aga
r ia tidak divonis potong tangan, khadammu mencuri hartamu.
Asar sahabat Umar R.A. di atas menurut Hanafiyah, sebagian dari golongan Syafi’iyah d
an Hanabilah, dapat juga dijadikan hujjah untuk tidak divonis potong tangan bagi suami yang me
ncuri harta isterinya atau sebaliknya hal ini telah disinyalir oleh Abu Hanifah: Apabila pembantu
tidak divonis potong tangan, maka suami lebih utama dalam rukhsah (keringanan) ini. Berdasark
an kepada asar sahabat Umar R.A. maka Imam Syafi’I berpendapat yaitu: Untuk ikhtiyat (hati-ha
ti), tidak divonis potong tangan, suami yang mencuri harta isterinya, istri yang mencuri harta sua
minya dan budak yang mencuri harta sesama budak, berdasarkan asar dan syubhat dalam harta.
Kasus kedua, Madzhab pertama, al-Syafi’i menyatakan bahwa seorang pencuri dipotong
tangannya apabila mencuri seperempat dinar emas atau yang senilai dengannya. Seperempat
dinar ini bisa sama dengan 3 dirham, bisa kurang dan bisa lebih. Pendapat ini juga dikatakan oleh
Umar ibnu al-Khatthab, Usman ibnu Affan dan Ali bin Abi Thalib. Juga pendapat Umar ibnu
Abd al-Aziz, al-Laits dan al-Tsauri (alQurtubi, t.t: 4/67). Saat ini, nilai tersebut setara dengan
harga 4,45 gram emas murni. Jadi bila harga emas murni 24 per gramnya Rp 100.000,-, maka
satu nisab itu adalah Rp 100.000,- x 4,45 gram = Rp 445.000,-. Pendapat ini berdasarkan kepada
banyak ahasa yang memiliki arti yang sama yang salah satunya berbunyi: “Tidak dipotong
tangan seseorang kecuali pada seperempat dinar atau lebih”. (Hadits ini diriwayatkan oleh al-
Bukhari dan Muslim dari A’isyah RA.).
Madzhab kedua, Malik, Ahmad dan lainnya, termasuk di antaranya Ishab ibnu Rahawaih.
Mereka berpendapat bahwa nishab pencurian itu seperempat dinar atau tiga dirham atau yang
senilai dengan keduanya. Dalam pendapat ini mereka menyamakan seperempat dinar dengan tiga

13
dirham. Selain berdasar pada hadits-hadits madzhab pertama, madzhab ini juga menambah
dengan hadits harga mijan. Dari Ibnu Umar bahwasanya Rasulullah SAW. Pernahmemotong
seorang pencuri yang mencuri mijan nilainya tiga dirham. (Diriwayatkan oleh al-Bukhari dan
Muslim dalam kitab shahihnya).

14
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Pencurian (sariqoh) menurut ahasa ialah mengambil sesuatu dengan sembunyi-
sembunyi. Adapun menurut istilah: sariqoh (pencurian) adalah mengambil sesuatu (barang)
hak milik orang lain secara sembunyi dan dari tempatnya yang pantas.
Tindakan kejahatan, menurut fuqaha‟ adalah “larangan-larangan syari‟at yang oleh
Allah disertai dengan ancaman hukuman had atau tazir”. Yang dimaksud dengan larangan-
larangan ini adalah perkara-perkara yang dilarang dan larangan-larangan ini disyari‟atkan
bersumber dari syariat Islam. Pencurian diharamkan berdasarkan nash, dan sanksinya adalah
potong: tangan jika mencukupi syarat-syarat kejahatan.
Rukun pencurian yaitu:
1. pelaku pencurian,
2. korban pencurian, dan
3. harta yang dicuri
B. Saran
Demikian makalah yang kami buat semoga dapat memperluas dan bermanfaat bagi
pembaca. Apabila ada saran dan kritik yang ingin disampaikan, Dan apabila terdapat
kesalahan mohon dapat memaafkan dan memakluminya.

15
DAFTAR PUSTAKA

Irfan, Nurul. Fiqh jinayah. Amzah, 2022.

Mardani, Mardani. “Sanksi Potong Tangan Bagi Pelaku Tindak Pidana Pencurian dalam
Perspektif Hukum Islam.” Jurnal Hukum IUS QUIA IUSTUM 15.2 (2008).

M Razik Ilham, Ilham. TINJAUAN PIDANA FIQH PIDANA PENCURI LISTRIK NASIONAL


MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2009 TENTANG
KETENAGALISTRIKAN . dis. UIN Raden Fatah Palembang, 2017.

ITU SURGA, TIARA. TINJAUAN PIDANA FIQH PIDANA TANGGUNG JAWAB PIDANA


TERHADAP PELAKU PENCURIAN DENGAN KLEPTOMANIA . dis. UIN RADEN
FATAH PALEMBANG, 2019.

16

Anda mungkin juga menyukai