Anda di halaman 1dari 7

FILSAFAT BAIK-BURUK Abstrak

Pengertian “baik” menurut etika adalah sesuatu berharga untuk sesuatu tujuan. Sebaiknya
DAN BENAR-SALAH yang tidak berharga, tidak berguna untuk tujuan, apabila yang merugikan atau menyebabkan
DALAM tidak tercapainya tujuan adalah “ buruk”. Seperti halnya pengertian benar dan salah, maka
pengertian baik dan buruk juga ada yang subjektif dan relatif, baik bagi seseorang belum
PROBLEMATIKA tentu bagi orang lain. Sesuatu baik bagi seseorang apabila hal ini sesuai dan berguna untuk
tujuannya. Hal yang sama adalah mungkin buruk bagi orang lain, karena hal tersebut tidak
KEJAHATAN DAN akan berguna bagi tujuannya. Masing-masing orang mempunyai tujuannya yang berbeda-
beda, bahkan ada yang bertentangan, sehingga yang berharga untuk seseorang atau untuk
KEBENARAN sesuatu golongan berbeda dengan yang berharga untuk orang akan golongan lainnya. Akan
DILANDASKAN tetapi secara objektif, walaupun tujuan orang atau golongan di dunia ini berbeda-beda,
sesungguhnya pada akhirnya semuanya mempunyai tujuan yang sama, sebagai tujuan akhir
DENGAN KISAH tiap-tiap sesuatu, bukan saja manusia bahkan binatang pun mempunyai tujuan. Dan tujuan
akhir dari semuanya itu sama, yaitu bahwa semuanya ingin baik. Dengan kata lain semuanya
MAHABHARATA ingin bahagia. Tidak ada seorangpun dan sesuatupun yang tidak ingin bahagia. Seperti
(TUGAS MATA KULIAH FILSAFAT halnya, Mahabharata adalah sebuah kitab yang lebih dari sekadar kitab; ini adalah roman,
yang menceritakan kisah laki-laki dan perempuan heroik dan beberapa tokoh luar biasa.
ILMU)
Mahabharata mengandung seni sastra dan rahasia hidup; filsafat sosial dan hubungan etik,
serta pemikiran spekulatif mengenai persoalan-persoalan manusia yang sulit dicari
Bambang. S1, Moh. Arif Kusnadi2, Amelia padanannya.
Suci Pertiwi3, Raja Iqbal Mulya4, M.
Kata kunci: Baik , Buruk, Benar, Filsafat, Mahabharata
Hasyrul Muchtar5

Abstract
Dosen: Dr. Farida Yuliaty, S.H., S.E., The definition of "good" according to ethics is something valuable for a purpose. Preferably
that which is worthless, not useful for the purpose, if what harms or causes the goal not to be
achieved is "bad". As with the notions of right and wrong, there are also good and bad
notions that are subjective and relative, good for someone, not necessarily for others.
MM Something is good for a person if it is suitable and useful for his purpose. The same thing is
probably bad for other people, because it will not serve the purpose. Each person has
different goals, some are even contradictory, so that what is valuable for a person or for a
1)
Magister Manajemen, Pascasarjana, USB group is different from what is valuable for people for other groups. However, objectively,
YPKP even though the goals of people or groups in this world are different, in fact, in the end, all of
2)
Magister Manajemen, Pascasarjana, USB them have the same goal, as the ultimate goal of everything, not only humans, but even
YPKP animals have goals. And the end goal of all of them is the same, namely that everyone wants
3)
Magister Manajemen, Pascasarjana, USB to be good. In other words, everyone wants to be happy. There is no one and nothing that
YPKP does not want to be happy. Likewise, the Mahabharata is a book that is much more than a
4) book; These are romances, which tell stories of heroic men and women and some
Magister Manajemen, Pascasarjana, USB
extraordinary characters. The Mahabharata contains the art of literature and the secrets of
YPKP life; social philosophy and ethical relations, as well as speculative thinking about human
5)
Magister Manajemen, Pascasarjana, USB problems that are difficult to find equivalents.
YPKP
Keywords: Bad, Good, True, Philosophy, Mahabharata

© 2022 All rights reserved

© 2022 Segala bentuk plagiarisme dan penyalahgunaan hak kekayaan intelektual akibat diterbitkannya paper sepenuhnya
menjadi tanggung jawab penulis.
PENDAHULUAN mendapatkannya, baik di dunia, maupun di akhirat (Rustiawan,
Latar Belakang 2019). Persoalan baik dan buruk adalah persoalan yang sulit
untuk didefinisikan jika dibawa ke ranah etika, namun bersifat
Makna baik dan buruk, secara etika, berarti baik dan buruk humanis, karena siapapn orangnya tidak terlepas, pasti
dalam kajian filsafat, sebab etika adalah cabang dari filsafat. merasakan keduanya secara bergantian, meski sangat sulit
Pembahasan secara filsafat berarti pembahasan secara rasional. untuk mendefinisikannya, dan ketika mendefinisikannya akan
Etika diperoleh dari pemikiran manusia, tentang sesuatu yang terpengaruh oleh paradigma berfikir masing-masing, sehingga
baik dan yang buruk, sehingga dipahami, bahwa secara etika muncul definisi secara beragam. Perbedaan tentang konsep
berarti berdasarkan pemikiran kritis sistematis dan mendasar tersebust berdampak pada upaya untuk merealisasikannya atau
tentang ajaran-ajaran dan pandangan-pandangan moral, norma, dalam upaya menjauhkan dari yang buruk tersebut. Perbedaan
adat, manusia. Secara bahasa, istilah etika secara etimologi tersebut dipengaruhi juga oleh tingkat kemampuan berfikir,
berasal dari kasta ethos dan etikhos (Yunani), berarti sifat, keterbatasan serta sudut pandang dalam memahaminya, karena
watak, adab, kebiasaan , tempat yang baik, dan ethikos diakui juga, bahwa sekalipun manusia dipandang sebagai
mempunyai arti susila, keadaban atau kelakuan dan perbuatan makhluk berfikir, namun pada diri manusia juga ada
yang baik. Secara terminologi, Ilmu yang menyelididki mana keterbatasan-keterbatasan tertentu, sehingga tidak mampu
yang baik dan mana yang buruk sejauh yang dapat diketahui menjangkau semua yang ada dalam fikirannya. Oleh karena itu
oleh akal pikiran, dengan tujuan untuk mendapatkan ide yang manusia membutuhkan bantuan secara eksternal yang
sama bagi seluruh manusia di setiap waktu dan tempat tentang menginformasikannya.
ukuran tingkahlaku yang baik dan buruk dan barometernya
sejauh yang dapat diketahui oleh akal pikiran manusia. Baik PEMBAHASAN
dan buruk juga menjadi pembahasan dalam moral, yaitu jika Hubungan Baik dan Buruk serta Benar dan Salah dalam
perbuatan tersebut sesuai dengan tradisi,maka perbuatan Filsafat
tersebut baik dan jika tidak sesuai.maka perbuatan tersebut Segala bentuk tindakan manusia mengacu pada
adalah perbuatan buruk. Kata moral berasal dari kata mos, pandangannya tentang baik dan buruk. Nilai kebaikan dan
mores, yang berarti kebiasaan, adat, dalam Bahasa Indonesia keburukan senantiasa akan menjadi sumber rujukan (frame of
adalah susila, Dalam arti istilah, moral adalah suatu istilah yang reference) dalam melakukan berbagai tindakan hidupnya.
digunakan untuk menentukan batas-batas dari sipat perangai, Aristoteles menyatakan bahwa manusia dalam semua
kehendak, pendapat atau perbuatan yang secara layak dapat perbuatannya, bagaimanapun juga mengejar sesuatu yang baik
dikatakan benar, salah, atau baik buruk. oleh sebab itu, definisi baik adalah sesuatu yang dikejar atau
dituju yang pada intinya terbagi ke dalam dua macam nilai
Rumusan Masalah yaitu : kebaikan sebagai alat dan kebaikan sebagai nilai
Adapun rumusan masalah dalam artikel ini, yaitu : tersendiri.1 Pembahasan filsafat, khususnya etika, telah banyak
1. Bagaimana hubungan baik dan buruk serta benar dan melahirkan ragam pandangan tentang kebaikan dan keburukan
salah dalam filsafat? selaras dengan aliran yang dianutnya. Diantara sekian banyak
2. Bagaimana problematika kejahatan dan klaim aliran misalnya dikenal pandangan posifitisme, materialisme,
kebenaran agama? hedonisme, dan lain-lain. Diyakini bahwa pandangan-
3. Bagaimana keterkaitan baik dan buruk dalam kisah pandangan itulah yang menentukan arah dan pola serta ragam
Mahabharata? perilaku penganutnya (Atabik, 2014). Sebaliknya, pada
kesempatan lain, bentuk dan ragam perilaku manusia dapat
Tujuan dijadikan alat analisis tentang pandangan baik dan buruknya.
Tujuan dari artikel ini, yaitu : Itulah sebabnya pembahasan pandangan baik-buruk merupakan
1. Untuk mengetahui hubungan baik dan buruk serta persoalan mendasar dalam peri kehidupan manusia, yang khas
benar dan salah dalam filsafat. dan berbeda dari peri kehidupan makhluk lainnya.
2. Untuk mengetahui problematika kejahatan dan klaim Perbuatan manusia ada yang baik dan ada buruk. Hati
kebenaran agama. manusia memiliki perasaan dan dapat mengenal atau
3. Untuk mengetahui keterkaitan baik dan buruk dalam membedakan, perbuatan itu baik atau buruk dan benar atau
kisah Mahabharata. salah. Penilaian terhadap suatu perbuatan adalah relatif, hal ini
disebabkan adanya perbedaan tolak ukur yang digunakan untuk
Tinjauan Pustaka penilaian tersebut. Perbedaan tolak ukur tersebut disebabkan
Konsep baik dan buruk serta benar dan salah karena adanya perbedaan agama, kepercayaan , cara berfikir,
Baik dan buruk merupakan dua sisi kehidupan manusia secara ideologi, lingkungan hidup dan sebagainya. Pengertian benar
universal, yang selalu hadir secara bergantian, meski yang menurut etika ialah hal-hal yang sesuai dengan peraturan-
diinginkan manusia adalah sisi yang baik ataukebaikan peraturan, sebaliknya, salah ialah hal-hal yang tidak sesuai
selamanya, dan tidak ingin mendapatkan yang buruk atau dengan peraturan-peraturan yang berlaku. Secara subyektif
keburukan selamanya. Aristoteles dalam karyanya berjudul "benar" di dunia bermacam-macam, benar menurut Ilmu
Ethicha, mengatakan, bahwa semua manusia selalu mengejar Hitung berlainan dengan menurut Ilmu Politik, benar menurut
yang baik, dan setiap tujuan adalah sesuatu yang baik dan logika berlainan dengan benar menurut dialektika, benar
setiap hal yang baik adalah tujuan. Di kalangan para ahli menurut seseorang berlainan dengan menurut orang yang
pendidikan, terutama ahli pendidikan Islam, juga meyakini berbeda dan sebagainya. Secara objektif "benar" di dunia hanya
bahwa baik dan buruk adalah potensi yang ada pada diri satu. Tidak ada benar yang bertentangan, Apabila ada dua hal
manusia, yaitu suatu daya kemampuan untuk berbuat baik dan yang bertentangan, mungkin salah satunya yang benar atau
untuk berbuat buruk, dan kebaikan adalah menjadi idaman kedua-duanyalah dan bisa jadi yang benar belum disebut dalam
setiap manusia, sehingga menjadi do’a untuk keinginana pertentangan itu.

© 2022 Segala bentuk plagiarisme dan penyalahgunaan hak kekayaan intelektual akibat diterbitkannya paper ini sepenuhnya
menjadi tanggung jawab penulis.
Peraturan yang dibuat merupakan sarana yang akal dan rohani itu lebih penting dari
digunakan untuk mengukur sesuatu benar atau salah. Peraturan kelezatan badan. Epicurus pun berpendapat
dibuat untuk mencapai sesuatu yang dinamakan "benar". bahwa sebaik-baik kelezatan yang
Peraturan di dunia ini sangat bermacam-macam dan berlainan, dikehendaki ialah kelezatan “ketentraman
bahkan ada yang saling bertentangan. Semua peraturan yang akal”.
dibuat adalah hasil akal-pikiran manusia, sedangkan kebenaran  Golongan Epicurus
di dunia bila berdasar akal-pikiran manusia akan kembali Berpendapat bahwa perbuatan-perbuatan
kepada satu kata relatif. Untuk mencapai "benar", maka itu tidak diukur dengan kelezatan dan
kebenaran mesti bersifat objektif, kebenaran objektif ini adalah kepedihan yang terbatas waktunya saja,
kebenaran pasti dan tunggal, kebenaran ini didasarkan kepada tetapi wajib bagi tiaptiap manusia melihat
peraturan yang dibuat oleh Yang Maha Satu, Yang Maha ke semua hidupnya.
Mengetahui serta Yang Maha Benar (Adian, 2002). Epicurus menyebutkan 3 macam kelezatan:
Pengertian "baik" menurut etika adalah sesuatu yang  Kelezatan yang wajar dan diperlukan
berharga untuk sesuatu tujuan. Sebaliknya, yang tidak contoh makanan, minuman
berharga, tidak berguna untuk tujuan, merugikan, atau  Kelezatan yang wajar tetapi belum
menyebabkan tidak tercapainya tujuan adalah "buruk" . Konsep diperlukan sekali. Missal kelezatan makan
Subjektifitas dan Relatifitas dalam baik dan buruk adalah yang enak lebih daripada yang biasa
serupa seperti konsep Subjektifitas dan Relatifitas dalam benar  Kelezatan yang tidak wajar dan tidak
dan salah. Hanya dalam konsep Objektifitas memiliki diperlukan. Missal kemegahan harta benda.
perbedaan, secara objektif ukuran baik dan buruk adalah sama Aliran hedoisme dibagi 2 :
yakni mengarah kepada tujuan akhir, meskipun tujuan setiap  Egositic Hedoisme
individu atau golongan berbeda-beda, tetapi tujuan akhir dari Dinyatakan bahwa ukuran kebaikan adalah
semuanya itu sama, yaitu bahwa semuanya ingin baik atau kelezatan diri pribadi orang yang berbuat.
bahagia. Tujuan dari masing-masing individu walaupun Karena dalam aliran ini mengharuskan
berbeda-beda semuanya akan bermuara pada satu tujuan yang kepada pengikutnya agar menyerahkan
dalam ilmu etika disebut "kebaikan tertinggi", yang dengan segala perbuatan untuk menghasilkan
istilah latinnya disebut Summum Bonum atau bahasa arabnya kelezatan yang sebesarbesarnya.
Al-Khair al-Kully. Kebaikan tertinggi ini bisa juga disebut  Universalistic Hedoisme
kebahagiaan yang universal atau universal happiness. Menyatakan bahwa aliran ini
Sejalan dengan pemikiran manusia, berkembang pula mengharuskan agar manusia dalam
patokan yang digunakan dalam menentukan baik dan buruk. hidupnya mencari kebahagiaan yang
Keadaan ini menurut Poedjawiatna dalam Etika Filsafat sebesar-besarnya untuk sesame manusia
Tingkah Laku sangat rapat pada pandangan filsafat tentang dan bahkan pada sekalian makhluk yang
manusia dan ini tergantung dari metefisika pada umumnya. berperasaan.
Menurut Poedjawijatna penilaian baik dan buruk berdasarkan 3. Intuisisme
enam (6) pandangan filsafat yaitu hedonisme, utilitarianisme, Menurut aliran ini baik dan buruk ditentukan intuisi,
vitalisme, sosialisme, religiosisme dan humanisme. Sementara insting batin atau kata hati. Aliran ini disebut juga
menurut Asmaran As dalam Pengantar Studi Akhlak, penilaian aliran Humanisme. Penentuan baik buruk perbuatan
bak dan buruk berdasarkan empat (4) aliran filsafat yaitu
sosialisme, hedonisme, intuisisme dan evolusi : menurut aliran intuisme dianut dan dikembangkan
1. Sosialisme oleh para pemikir akhlaq, diantaranya ialah
Menurut aliran ini baik buruk ditentukan berdasarkan Murthadha Muthahariri yang berpendapat berdasar
adat istiadat. Pandangan berdasar adat istiadat di dalil Q.S Asy-Syams ayat 7-8 bahwa ia menulis
namankan pandangan sosialisme karena berdasarkan dalam bukunya Falsafah Akhlak sebagai berikut:
manusia yang saling bersosialisasi. Mengenai hal ini "Etika tidak emosionlistik seperti dalam falsafah
Poedjawijatma berkomentar : "…Adat istiadat timur etika Hindu dan Kristen. Juga bukan rasional dan
dan barat misalnya berbeda. Kita tidak punya hak berdasarkan kehendak yang dikatakan filosof. Tetapi
untuk menghukum adat yang ini buruk dan yang itu etika adalah ilham-ilham intuisi"
buruk, tetapi yang dapat dikatakan adalah bahwa adat 4. Utiliterianisme
itu sukar dijadikan ukuran umum, karena tidak Menurut aliran ini baik buruk ditentukan berdasarkan
umumnya itu…" utility atau daya guna. Pandangan ini terlalu ekstrem
2. Hedonisme diinterpretasikan dalam masa sekarang dan
Menurut aliran ini baik buruk ditentukan berdasarkan berkembang menjadai pandagan materialistic.
mendatangkan kelezatan, kenikmatan dan kepuasaan Contohnya ialah dititipkannya para manula (manusia
nafsu biologis. Pandangan ini pertama kali diutarakan lanjut usia) kepada panti jompo di beberapa Negara
oleh Filosof Epicurus (341-270 SM) dari Yunani maju. Ada beberapa kekurangan dalam peham ini
Kuno, lalu dikembangkan oleh Cyrecnics dan yang bertentangan :
ditumbuh kembangkan di dunia modern oleh Freud.  Paham yang memastikan untuk memberi
 Epicurus hokum kepada perbuatan akan kebaikan
Berpendapat bahwa kebahagiaan, kelezatan dan keburukannya.
ialah tujuan manusia, tidak ada kekuatan  Kebahagiaan umum tidak menjadi ukuran
dalam hidup selain kelezatan dan tidak ada yang tetap lagi terbatas, sehingga untuk
keburukan kecuali penderitaan. Kelezatan memberi hokum sebuah perbuatan akan

© 2022 Segala bentuk plagiarisme dan penyalahgunaan hak kekayaan intelektual akibat diterbitkannya paper ini sepenuhnya
menjadi tanggung jawab penulis.
baik dan buruknya menjadi tempat bentuk riil kejahatan dalam konteks kehidupan bermasyarakat,
perselisihan yang banyak. sebagai upaya mengembalikan kembali tujuan teologi. Sebagai
 Paham yang menjadikan manusia bersikap juga bentuk pertimbangan kembali suatu pergerakan teologis-
dingin pandangannya hanya ditujukan filosofis dalam rangka mengenal dan tanpa mengabaikan begitu
kepada buah-buah perbuatan apa yang ada saja Pribadi yang akan ditaati beserta juga klaim kebenaran
kelezatan dan kepedihan. eksistensi-Nya, suatu bentuk pengenalan mendalam.
 Perkataan yang menyatakan bahwa tujuan Terdapat banyak pengertian mengenai kejahatan,
hidup itu hanya mencapai kelezatan dan yang menurut Chad V. Meister terdiri atas bentangan luas,
menjauhi kepedihan adalah merendahkan melingkupi segala sesuatu yang berbahaya dan destruktif atas
kehormatan manusia dan tidak pantas dan dalam dunia. Keluasan cakupan ini bahkan cenderung
kecuali bagi jenis binatang membuat pendefinisian akannya jika tidak menjadi sulit, maka
mendekati mustahil. Kebanyakan dari cendekiawan dan teolog
5. Vitalisme Abrahamik, memandang kejahatan dalam pengertiannya
Menurut aliran ini baik buruk ditentukan berdasarkan sebagai dosa dan konsekuensi atas pelanggaran hukum dan
pencerminan kekuatan menaklukan hidup manusia. ketentuan Tuhan (Hamersma, 2014). Sedang dalam Taoisme
Paham inilah yang dipraktekan para feodalisme pada kejahatan tidak hadir dalam dan dengan dirinya sendiri,
kaum lemah. Kini paham ini telah tergeser oleh melainkan sebab ketiadaan harmoni dalam alam (nature), yakni
pandangan demokrasi. disrupsi keseimbangan segala sesuatu. Konfusianisme
6. Religiosisme memosisikan kejahatan riil dan tak terelakkan dalam dunia
Menurut aliran ini baik buruk ditentukan berdasarkan natural yang dapat diperoleh pelajaran dan bertumbuh darinya.
kehendak Tuhan dalam keyakinan Theologis. Berbagai aliran dan paham dalam Hinduisme dan Buddhisme
Meskipun dianggap piling baik namun aliran ini menyertakan hukum Karma atau sebentuk kausalitas.
masih menjadi batu loncatan pemikiran para ahli Dengan ini, Meister menyebut bahwa terindikasikan
karena aliran ini belum bersifat umum dan objektif. ihwal penggunaan dan makna dari ‘kejahatan’ yang luas dan
7. Evolusi dalam. Mengacu pada David Hume (1711-1776 M), kejahatan
Menurut aliran ini baik buruk ditentukan berdasarkan mencakupi definisi yang luas dan identik dengan beberapa hal,
kesenangan dan kebahagiaan. Sedangkan kesenangan seperti rasa sakit (pain) yang berhubungan dengan aspek fisik,
dan kebahagiaan ini berkembang berdasarkan evolusi penderitaan (suffering) dengan relasinya dalam hal mental,
atau perubahan apa adanya kepada kesempurnaan. serta ketidakadilan (injustice) yang melingkupi juga
Pendapat ini berlaku pada hal yang fisika (tampak) pelanggaran hak-hak, kekejaman, penelantaran, atau
seperti tumbuhan hewan, dan manusia serta yang penyalahgunaan yang tidak benar atas suatu hal. Kejahatan
meta fisika (ghaib) seperti akhlak dan moral. umumnya, secara lanjut diklasifikasikan ke dalam dua bentuk,
yakni kejahatan moral dan alamiah atau natural. Bentuk yang
Problematika Kejahatan dan Klaim Kebenaran Agama pertama merupakan jenis yang melibatkan motif diri serta
Problem kejahatan menjadi tantangan bagi rumusan kehendak bebas personal.
klaim kebenaran agama. Hal ini, menurut Louis Leahy, Kategori yang kedua tidak berkaitan dengan agen
berkaitan dengan masalah keadilan sebagai sifat mulia Tuhan. moral, namun kepada peristiwa atau bencana yang terjadi
Tidak hanya berhenti di sini, melainkan bertalian hingga secara alami, yang juga menimbulkan penderitaan dan rasa
kepada permasalahan yang mempertanyakan klaim kebenaran sakit.29 Kejahatan dan kemalangan dalam berbagai bentuk dan
agama, serta eksistensi Tuhan sebagai figur utama dalam ajaran caranya, mengundang beragam reaksi. Ateisme berkembang
religius.8 Problem kejahatan mengambil tempatnya dalam sebagai bentuk reaksinya yang negatif. Secara positif, hal ini
panggung pemikiran, tercatat memiliki akarnya sejak membawa juga kepada suatu upaya pembelaan dan pemulihan
pertanyaan filosofis dari seorang Hedonis, Epikuros (341-270 Tuhan. Gaung pemikiran teologis yang rasional dan filsafat
SM). Pertanyaan nyang ditulisnya kepada Menoikea ini, ketuhanan umumnya dimulai sebagai sesuatu yang disebut
membidik permasalahan atau kekuatan atau kebaikan. Tuhan, G.W.V. Leibniz (1646-1716 M) sebagai “theodicaea” atau
atau kedua-duanya, yang harus menyerah di bawah ‘cahaya’ Teodise.30 Secara bahasa, kata Teodise terbentuk dari dua kata
kejahatan. Sejak agama merupakan suatu tujuan akhir (ultimate asal, yakni theos yaitu Tuhan, Dewa atau Realitas Ilahi, dan
concern), di mana ia memerankan peran kontributif dalam dike yang dapat diartikan sebagai penilaian (judgment) atau
segala lini kehidupan manusia, maka diperlukan suatu bentuk kebenaran (right). Secara keseluruhan teodise berarti upaya
rumusan klaim kebenaran dalam mana yang merangkul penjelasan mengenai alasan Tuhan yang Maha mengizinkan
permasalahan mengenai problem kejahatan. atau tidak mencegah segala sesuatu yang tampak atau dianggap
Berangkat dari hal ini, gagasan Proses Alfred North sebagai kejahatan dari atau dalam ciptaan.
Whitehead sebagai rumusan pendasaran klaim kebenaran Argumen deduktif menunjuk suatu ketidakcocokan
agama dalam menjelaskan permasalahan penderitaan atau logis yang ketat antara paham teisme dan keberadaan kejahatan
problem kejahatan. Pandangan Whitehead dan gagasan proses, (Kleden, 2002). Argumen probabilitas mengafirmasi secara
mewakili generasi yang lebih baharu. Gagasan Proses dalam logis bagi Tuhan dan kejahatan hadir bersama dan
filsafat agama Charles Hartshorne (1897-2000) juga menjadi berdampingan, namun mengingat akan jumlah kejahatan yang
titik berangkat dalam menjelaskan argumen mematikan bagi terlampau batas, membawa pada keyakinan akan
Teisme ini, sebagai langkah teoritis dalam mendasari klaim ketidakmungkinan atau atau ketidakpantasan bahwa Tuhan ada.
kebenaran agama beserta pembelaan eksistensi Tuhan. Sebagai Teodise mengupayakan pembenaran akan permasalahan nyata,
Teologi Proses, dapat membawa gagasan yang bermanfaat membentuk klaim kebenaran yang kuat mengenai keberadaan
dalam memperkaya khazanah percaturan teologis dewasa ini.11 kejahatan dalam kreasi Tuhan tersebut. Konsep tradisional
Hal ini, juga menjadikannya suatu bentuk eksplanasi bagi mengenai Tuhan meliputi penggambaran dengan rangkaian

© 2022 Segala bentuk plagiarisme dan penyalahgunaan hak kekayaan intelektual akibat diterbitkannya paper ini sepenuhnya
menjadi tanggung jawab penulis.
sifat dan nama “Omni” yang diatributkan pada-Nya, seperti kedua: Samaweda, ketiga: Yajurweda, dan keempat:
Sang Pencipta dan Penopang Dunia, Maha Kuasa Atharwaweda), terutama karena memuat Bhagavad Gita yang
(Omnipotent), Maha Mengetahui (Omniscient), Maha Bajik dipandang sebagai kitab suci oleh penganut agama Hindu.
(Omnibenevolent). Terdapatnya kejahatan dan serangkaian Ajaran-ajaran Bhisma kepada Pandawa yang termuat dalam
penderitaan kemudian menimbulkan reaksi langsung dan Santiparwa dan Anusasanaparwa juga dianggap kitab suci
relevan, bertalian dengan gambaran Tuhan tersebut. (Pendit, 2003).
Serangkaian permasalahan aktual mendorong suatu Lima belas abad lamanya Mahabharata memainkan
pembahasan mendalam, terkhusus yang terdepan mengenai peranannya dan dalam bentuknya yang sekarang epos ini
persoalan kejahatan (problem of evil). menyediakan kata-kata mutiara untuk persembahyangan dan
Kendati demikian, terdapatnya pertentangan di dalam meditasi; untuk drama dan hiburan; untuk sumber inspirasi
klaim kebenaran mengenai eksistensi dan sifat Tuhan dengan penciptaan lukisan dan nyanyian, menyediakan imajinasi puitis
penderitaan menyiratkan suatu keperluan akan pembenaran. untuk petuah-petuah dan impian-impian, dan menyajikan suatu
Teodise, dalam artian ini, melampaui fungsinya tentang pola kehidupan bagi manusia yang mendiami negeri-negeri
pembahasan Tuhan, kepada pembenaran akan-Nya. Hal ini yang terbentang dari Lembah Kashmir sampai Pulau Bali di
disebabkan jikalaupun Tuhan tidak memberikan ‘klarifikasi’ negeri tropis (Zimmer, 1956). Sebagai sebuah kitab suci,
Ilahiah, tidak akan terhindarkan pertanyaan mengenai Mahabharata terlahir dari rahim bangsa India Kuno. Kitab ini
bagaimana sifat positif-Nya disesuaikan atas segala malapetaka begitu jelas menggambarkan budaya yang ada pada waktu itu,
dalam realitas. Kejahatan, secara lanjut diklasifikasikan sebagai seperti wajah politik bangsa Arya, kepatuhan pada tradisi dan
kejahatan moral (moral evil) dan kejahatan natural (natural ajaran agama, hingga pergerakan corak pemikiran di India.
evil). Jenis yang pertama merupakan yang melibatkan motif Dalam Mahabharata, perwatakan, sebagai nilai
diri serta kehendak bebas personal. Kategori yang kedua tidak intrinsik yang sangat penting dari diri manusia, mampu
berkaitan dengan agen moral, namun kepada peristiwa atau digambarkan dengan sangat hidup. Konflik antara aksi dan
bencana yang terjadi secara alami, yang juga menimbulkan reaksi yang berkelanjutan akhirnya selalu mencapai
penderitaan dan rasa sakit. Kejahatan moral disebut juga penyelesaian dalam bentuk kebajikan yang harmonis. Nafsu
malum morale, sedang kejahatan natural malum physicum. melawan nafsu merupakan kritik terhadap hidup, kebiasaan,
Bertalian dengan penggambaran akan sifat Tuhan tatacara, dan cita-cita yang senantiasa berubah. Kisah yang
yang Maha Baik dan Maha Kuasa, hal ini menurut Thomas memadukan mitologi, sejarah, dan tradisi keagamaan ini
Deman, menjadikan banyak pemikir telah mencoba dan menceritakan manusia dan obsesinya yang tak memiliki batas.
mengupayakan untuk ‘membenarkan’ Tuhan. Teodise, sebagai Kitab ini mengandaikan sebagian besar nilai yang terdapat di
upayanya, dalam bentuknya secara umum melekat dengan dalam Pancasila. Pertama, hampir keseluruhan dari kitab ini
usaha yang digagas oleh Gottfried Leibniz. Klaim kebenaran begitu kuat dalam menonjolkan orientasi spiritualitas.
Leibniz atas sifat Tuhan dalam rumusan teodisenya, dengan
membagi kejahatan dalam tiga jenis. Yang pertama ialah Dalam Bhagavad Gita, terlepas dari tafsir teistik yang
Kejahatan Moral, yang diartikan sebagai kejahatan yang menyertainya, nilai Ketuhanan yang dilandasi kebaikan
penyebabnya ialah manusia sendiri. Kejahatan ini didasarkan universal begitu kuat mewarnai teks ini. Melalui tokoh
pada pilihan bebas manusia. Kemudian ada kejahatan yang Krishna, gagasan Ketuhanan dihadirkan dalam wiswarupa
disebabkan oleh kekuatan-kekuatan yang berasal dari luar (semua merangkum semua hal) bahwa Tuhan telah
manusia, seperti Alam. Kejahatan ini disebut dengan Kejahatan menganugerahkan kepribadian-Nya kepada manusia dengan
Fisik. Terakhir, ada Kejahatan Metafisik, yang didasarkan pada memberi hidup sebagai penanda mengenai diri-Nya. Arjuna
sifat tidak sempurna dari ciptaan. Dunia memanglah yang pada saat itu sedang mengalami krisis eksistensi di medan
terbaik dari segala kemungkinan yang ada. Namun, dengan ini Kurusetra karena disebabkan oleh perasaan sedih melihat guru,
tidak serta-merta yang terbaik mengindikasikan juga kakek, dan sanak saudaranya akan tewas dihadapannya.
kesempurnaan. Sebab, Tuhan tidak akan menciptakan sesuatu Bila ditilik dari sudut pandang Pancasila, maka nilai
sempurna selain dan seperti diri-Nya. Akal sebagai pemberian Ketuhanan memiliki konsekuensi yakni suatu upaya
Tuhan tidak pernah bertentangan dengan wahyu yang juga memelihara dan bersedia “mengamankan” citra Tuhan (yang
berasal dari-Nya. Pemahaman akal mengenai kejahatan dalam konteks Mahabharata mengejawantah dalam diri
memanglah dapat dipahami, menurut Leibniz. Karena, Tuhan Krishna), yang oleh bangsa Indonesia telah dirumuskan dalam
adalah kesempurnaan satusatunya. Kejahatan ada bagi pilihan moralitas Pancasila yang termaktub di dalam sila pertama,
manusia untuk dapat menyesuaikan dan memilih dirinya. yakni nilai ketaatan. Dengan menganggap baik kehidupan,
Manusia ialah yang tidak sempurna dan dalam manusia (Arjuna) akan dapat menggenggam suatu optimisme
ketidaksempurnaan inilah ia dapat jatuh ke dalam tiga yang tinggi dalam menjalani hidup, sekuat keyakinan dan
kejahatan tersebut. ketaatan kepada Tuhan (Krishna). Kedua, kitab ini ini juga
sarat akan nilai Kemanusiaan (Humanus). Penggambaran
Keterkaitan Baik dan Buruk dalam Kisah Mahabharata “yang ideal” via kenyataan—peristiwa-peristiwa yang dialami
Mahabharata dalam bentuknya yang sekarang, tokoh-tokoh dalam cerita menjadi lukisan kata yang seolah-
mengandung pelbagai legenda, mitos, filsafat, sejarah, olah benar dilakukan manusia: bahwa dharma akan selalu
kosmologi, geografi, genealogi, teologi, bahkan politik. Dalam menang melawan adharma.
bentuknya yang sekarang pula, Mahabharata juga bukan lagi Dalam “Permainan Dadu” misalnya, Sengkuni
konsumsi eksklusif bagi pemeluk Hindu saja, melainkan telah mengundang Yudhistira untuk bermain dadu dan melakukan
bermetamorfosis menjadi sebuah sastra universal yang memuat tipu muslihat sehingga Yudhistira kalah dengan
ajaran moral sekaligus kitab sejarah dan ilmu pengetahuan. mempertaruhkan kekayaannya, istananya, saudara-saudaranya,
Dalam kepercayaan Hindu, Mahabharata juga dikenal sebagai bahkan dirinya sendiri. Setelah semua yang bisa
Pancamo Weda atau Weda yang kelima (pertama: Regweda, dipertaruhkannya habis, Yudhistira tak kuasa lagi

© 2022 Segala bentuk plagiarisme dan penyalahgunaan hak kekayaan intelektual akibat diterbitkannya paper ini sepenuhnya
menjadi tanggung jawab penulis.
mengendalikan diri untuk mempertaruhkan Dewi Drupadi, istri jangka pendek melalui akomodasi transaksional yang bersifat
Pandawa. Karena kalah berjudi, Yudhistira dan saudara- destruktif (toleransi negatif). Keempat, harus didasarkan pada
saudaranya serta Dewi Drupadi diusir dari kerajaan dan karena asas rasionalitas dan keadilan bukan hanya berdasarkan
aturan tradisi mereka diharuskan hidup mengembara di hutan subjektivitas ideologis dan kepentingan (Latif, 2014: 473).
selama dua belas tahun ditambah satu tahun harus hidup dalam Selain itu, konteks politik dan negara ini juga mau tidak mau
penyamaran. Dalam konteks tersebut, kualitas kemanusiaan selalu bertautkan dengan nilai Persatuan. Dalam kitab ini,
sebagai “yang ideal” dibenturkan dengan fakta yang berlainan nasionalisme, rasa cinta pada tanah air digambarkan melalui
sama sekali. Melalui tokoh Sengkuni, orientasi hidup manusia tokoh Bhisma, kakek para Pandawa dan Kurawa, yang pada
dalam rangka kehidupan yang kondusif seakan masa lalunya pernah mengambil sumpah. Dia bersumpah untuk
dijungkirbalikkan. Orientasi hidupnya satu-satunya adalah tidak menikah sepanjang hidupnya, tidak akan menjadi raja
ingin membalas dendam kepada kerajaan Hastinapura karena Hastinapura, dan akan terus menjaga tahta Hastinapura hingga
telah membuat Gandari, adik kandungnya, menelan kehidupan menemukan orang yang tepat. Namun, sumpah yang diikrarkan
yang gelap dan penuh penderitaan. tersebut menjadi bumerang bagi dirinya sendiri ketika harus
Sengkuni pulalah yang sesungguhnya paling layak dihadapkan pada perang di padang Kurusetra.
dituding sebagai tokoh utama penyebab perang saudara antara Meski harus berada di pihak yang salah (Kurawa),
Pandawa dan Kurawa. Dengan demikian, kualitas kemanusiaan Bhisma terbentur sumpahnya untuk terus menjaga tahta
tidak selalu berorientasi positif, akan tetapi terkadang justru Hastinapura. Dia diharuskan untuk mengangkat senjata
melakukan pengabdian kepada kejahatan seperti yang melawan cucu-cucu kesayangannya, yakni para Pandawa
dilakukan Sengkuni. Pancasila, melalui sila kedua dan kelima sebagai pihak yang benar. Ilustrasi tersebut bertentangan
dalam hal ini dengan jelas menentang hal tersebut. Kualitas dengan konsepsi nasionalisme yang diusung Pancasila.
kemanusiaan dalam Pancasila mengandaikan pemuliaan nilai Nasionalisme Pancasila adalah nasionalisme yang berasaskan
kemanusiaan dan hak-hak asasi manusia. Ketidakadilan yang semangat persatuan dalam keragaman serta kesanggupan untuk
dialami para Pandawa merupakan proses dehumanisasi yang mengembangkan rasa kekeluargaan dengan semangat gotong-
bertolak belakang dengan nilai-nilai kemanusiaan yang adil dan royong yang positif dan dinamis sehingga tercipta masyarakat
beradab. Idealnya, seperti dikutip dalam ungkapan Yudi Latif, yang solid dan kondusif. Rasa mencintai, rasa persatuan, dan
suatu “vision” perlu didukung oleh “passion” (kekuatan batin), rasa kekeluargaan hanya bisa diwujudkan dengan kerelaan
agar ideal-ideal kemanusiaan bisa diwujudkan di bumi berkorban, mengutamakan kepentingan umum di atas
kenyataan, sehingga tercipta unsur-unsur yang positif- kepentingan pribadi dan golongan. Hal tersebut yang tidak
konstruktif, bukan unsur-unsur yang negatif-destruktif lakukan oleh Bhisma. Sebagai orang yang dituakan, dia justru
sebagaimana dilakukan oleh Sengkuni dan Kurawa terperangkap pada sumpahnya sendiri (kepentingan individual)
(Rajagopalachari, 2014). sehingga kemudian mengabaikan tanggungjawab yang lebih
Ketiga, Mahabharata juga secara detail membahas besar, yakni membela kebenaran demi kemaslahatan bersama.
aspek politik di dalamnya. Kitab ini berusaha membuka Keempat, Mahabharata juga membahas mengenai relasi
horizon para pembaca mengenai bagaimana realitas dan corak manusia dan alam semesta. Sebagaimana halnya pembahasan
feodalisme pada masa itu. Pada saat itu pemerintahan kerajaan mengenai Ketuhanan yang telah dijelaskan sebelumnya,
cenderung mendasarkan diri pada doktrin agama Hindu dan pembahasan kali ini juga mengacu pada esensi dari Bhagavad
tradisi bangsa Arya di India Kuno. Misalnya saja dalam Gita.
memilih seorang raja. Pada masa itu, raja dipilih tidak hanya
karena dia putra tertua dari raja sebelumnya, melainkan juga KESIMPULAN
harus dilihat secara fisiknya. Bila dia cacat fisik, dia tidak Lingkup keagamaan mengandaikan suatu bentuk
diperkenankan untuk memimpin kerajaan karena dianggap klaim kebenaran yang menjadi tonggak fondasional
tidak layak. Hal ini terjadi pada Destarata yang buta sejak lahir. diyakininya sebagai sesuatu yang tidak jatuh dalam kesalahan.
Dalam konsepsinya mengenai negara dan politik, Pancasila Hal ini meliputi juga klaim tertentu mengenai eksistensi Tuhan,
memiliki pandangan lain. Negara Pancasila adalah negara yang yang dipandang sebagai Realitas Tertinggi (Ultimate Reality)
menjunjung tinggi nilai-nilai demokratis dalam kerangka di mana segala kesempurnaan bernaung dan kekuatan Maha
musyawarah-mufakat. Dahsyat direferensikan. Ajaran ini erat dipegang, terutama
Nilai-nilai demokratis kita berorientasi menghargai dalam paham keagamaan dan ketuhanan tradisional, khususnya
hak individu (liberal-individual rights), hak kelompok marginal paham Monoteistik dan ajaran agama lainnya yang
(communitarian rights), dan hak teritorial (territorial rights). mengonsepsi Tuhan dengan segala daya-Nya. Suatu klaim
Hal ini tidak terjadi dalam pemilihan raja dalam kitab tersebut. kebenaran atau pengetahuan tentu tidak terlepas dari adanya
Kemampuan seseorang dalam memimpin dibenturkan dengan klaim keberatan (objections) sebagai bayangan kembarnya.
kondisi fisiknya yang terbatas. Hak individunya sebagai putra Layaknya hitam dan putih, kebenaran berjalin dengan bayang-
tertua dari raja sebelumnya dibenturkan juga oleh tradisi, yang, bayang kesalahan, yang dalam hal ini dapat dimaksudkan entah
oleh Pancasila dipandang sebagai salah satu bentuk sebagai upaya lebih dikokohkannya lagi klaim kebenaran
diskriminasi. Setidaknya, Pancasila memberikan empat tersebut atau terang sebagai negativitas atau setidaknya suatu
pertimbangan dalam demokrasi permusyawaratan. Pertama, sikap skeptis atasnya. Kecenderungan ini mendapat posisinya
bersifat imparsial (tanpa pandang bulu), dengan melibatkan dan yang masif sejak abad modern terutama pada era Pencerahan
mempertimbangkan pendapat semua pihak (minoritas terkecil (enlightenment) di mana paham Ateisme menjamur dan Tuhan
sekalipun) secara inklusif, yang dapat menangkal diktator dilihat secara jauh dengan kedekatan manusia dengan
mayoritas dan tirani minoritas. kemampuan dan akalnya sendiri. “Sapere Aude!” berhasil
Kedua, didedikasikan bagi kepentingan banyak menyubordinasi diktum “mysterium tremendum et
orang, bukan demi kepentingan perseorangan atau golongan. fascinosum”. Selain itu, kitab Mahabharata, sebuah kisah yang
Ketiga, berorientasi jauh ke depan, bukan demi kepentingan menurut Mahatma Gandhi merupakan representasi dari konflik

© 2022 Segala bentuk plagiarisme dan penyalahgunaan hak kekayaan intelektual akibat diterbitkannya paper ini sepenuhnya
menjadi tanggung jawab penulis.
abadi yang ada dalam jiwa manusia ini, telah meletakkan
doktrin dharma yang menyatakan bahwa kebenaran bukan
hanya milik satu golongan dan bahwa ada banyak jalan untuk
melihat atau mencapai kebenaran karena adanya toleransi.
Kitab ini juga mengajarkan bahwa keadilan sosial harus
ditujukan bagi seluruh dunia dan berhak diterima masing-
masing individu dengan cara mendahulukan kemaslahatan
bersama, bukan kepentingan individual.

PUSTAKA

Adian. 2002. Menyoal Objektivisme Ilmu Pengetahuan,


Bandung: Teraju.
Atabik, A. 2014. TEORI KEBENARAN PERSPEKTIF
FILSAFAT ILMU: Sebuah Kerangka Untuk
Memahami Konstruksi Pengetahuan Agama. Jurnal
Fikrah, 2(1).
Hamersma, H. 2014. Persoalan Ketuhanan dalam Wacana
Filsafat. Yogyakarta: Kanisius.
Kleden, P. B. 2002. Dialog Antaragama dalam Terang Filsafat
Proses Alfred North Whitehead. Maumere: Ledalero.
Latif, Y. 2014. Mata Air Keteladanan: Pancasila dalam
Perbuatan. Bandung: Mizan Media Utama.
Rajagopalachari, c. 2014. Kitab Mahabharata. Alih bahasa
Yudhi Murtanto. Yogyakarta: DIPTA.
Rustiawan, H. 2019. PERSPEKTIF TENTANG MAKNA
BAIK DAN BURUK. Jurnal Pendidikan Agama
Islam, 6(2).
Pendit, S. Nyoman. 2003. Mahabharata. Jakarta: PT. Gramedia
Pustaka Utama
Zimmer, Heinrich. 1956. Philosophies of India. New York:
Meridian Book.

© 2022 Segala bentuk plagiarisme dan penyalahgunaan hak kekayaan intelektual akibat diterbitkannya paper ini sepenuhnya
menjadi tanggung jawab penulis.

Anda mungkin juga menyukai