Anda di halaman 1dari 11

Kata Pengantar

Assalamualaikum Wr.wb

Alhamdulillah, berkat rahmat dan bimbingan Allah SWT penulis telah mampu

menyelesaikan tugas individu pada Mata Kuliah Character Building III dengan makalah berjudul

“KONSEP MORAL MENURUT RAGHIB AL-ISHFAHANI”.

Tidak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada dosen Mata Kuliah Character Building

III atas bimbingan dan arahan dalam penulisan makalah ini. Juga kepada rekan – rekan

mahasiswa yang telah mendukung sehingga dapat diselesaikan makalah ini.

Penulis berharap, dengan membaca makalah ini dapat member manfaat bagi semua,

dalam hal ini dapat menambah wawasan mengenai konsep moral yang ditinjau dari penjelasan

para ahli, khususnya bagi penulis. Memang makalah ini masih jauh dari sempurna, maka penulis

mengharapkan kritik dan saran dari pembaca demi perbaikan menuju arah yang lebih baik.

Untuk itu, penulis mengucapkan terima kasih.

Wassalamualaikum Wr. Wb.

Bekasi, 12 Nopember 2013

Japar Sidik

1
1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Moral merupakan hal pokok yang harus dimiliki setiap manusia, sebab dalam menjalani

kehidupan sehari-hari hal ini tidak bisa terlepas dari setiap manusia. Semua tingkah dan

perbuatan yang kita lakukan sangat tergantung kepada moral yang dimiliki dalam mencapai nilai

di mata sosial. Karena moral dan tingkah laku merupakan dua hal yang tidak bisa dipisahkan

dalam kehidupan sosial dalam rangka meraih nilai positif di mata orang lain.

Moral sering juga disamakan dengan etika. Namun, kedua kata ini memiliki arti yang

sedikit berbeda, walaupun keduanya ini memiliki substansi yang sama. Perbedaan arti tersebut

dapat kita lihat dalam catatan kaki yang ditulis oleh Mahnaz Heydarpoor dalam bukunya Wajah

Cinta Islam dan Kristen (Williams, 1997 : 546) Etika berasal dari bahasa Yunani dan biasanya

digunakan untuk karakter pribadi, sedangkan moral berasal dari bahasa Latin yang digunakan

untuk sosial.

Sedangkan menurut pendapat-pendapat yang lain, kedua kata tersebut sangat berkaitan.

Karena nilai yang terkandung di dalamnya sama-sama merupakan pegangan individu maupun

sosial dalam mengatur tingkah laku sehari-hari.

Menurut K. Bertens moral adalah nilai-nilai dan norma-norma yang menjadi pegangan

bagi seseorang atau kelompok dalam mengatur tingkah lakunya (Amril, 2002: 17). Dari

pernyataannya ini, dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan objek material dalam

penggunaan kata moral maupun etika. Sebab K. Bertens disini menjelaskan moral sebagai norma

bagi individu dan sosial. Menurut Magnis Suseno, moral itu selalu mengacu pada baik buruknya

manusia sebagai manusia ( 1987: 19).

2
Dari pengertian-pengertian di atas, peneliti menyimpulkan bahwa tidak ada perbedaan

yang signifikan dari kedua kata tersebut. Bahkan dari segi makna atau substansi moral dan etika

memiliki makna yang sama.

Setelah kita mengetahui makna kedua kata tersebut, rasanya belum lengkap untuk

membahas pengertian moral menurut Raghib al-Ishfahani sebelum kita mengerti makna akhlak.

Seperti yang telah disebutkan di atas, moral berasal dari bahasa latin dan etika berasal dari

bahasa yunani, sedangkan akhlak berasal dari bahasa arab. Di atas telah dijelaskan bahwa moral

dan etika memiliki makna yang sama dalam hal pembahasannya mengenai tingkah laku. Akhlak

di dalam islam juga membahas tentang tingkah laku, disinilah sebabnya peneliti sedikit

membahas tentang makna akhlak.

Menurut Musthafa ( 1999: 15) akhlak adalah tabi’at atau sifat seseorang dalam keadaan

jiwa yang sudah terlatih, sehingga dalam jiwa tersebut benar-benar melekat sifat-sifat yang

melahirkan perbuatan dengan mudah dan spontan tanpa difikirkan terlebih dahulu. Namun, filsuf

dan ahli tasawuf al-Ghazali justru mengatakan akhlak dan etika itu merupakan dua kata yang

memiliki wacana yang sama yaitu wacana tentang baik dan buruk, tidak lebih dari itu.

Jadi, moral, etika dan akhlak memiliki substansi yang sangat dekat bahkan bisa dikatakan

sama. Sebab tujuan ketiganya adalah mencari nilai-nilai positif dalam bertingkah laku untuk

menjadi makhluk yang bermoral etis sebagai ciptaan, baik di mata Tuhan maupun makhluknya.

Namun disini peneliti lebih memilih moral sebagai bahasan sebab penggunaan moral seperti

tersebut di atas lebih cendrung digunakan kepada sosial.

Berkaitan dengan itu, di dalam konsep Makarim al-Shari’a milik Raghib al-Ishfahani.

Sangat banyak terdapat muatan-muatan moral di dalamnya. Menurut Raghib al-Ishfahani,

Makarim al-Shari’a adalah suatu lingkupan terhadap sesuatu yang tidak akan menjauhkan diri

3
dari sifat-sifat Tuhan yang terpuji seperti kebijaksanaan, kebaikan, murah hati, pengetahuan dan

kepemaafan ( Amril, 2002 : 77 ).

Dari defenisi tersebut kita melihat ada beberapa kata kunci yang digunakan Raghib al-

Ishfahani dalam konsep ini yang menyangkut kebijaksanaan, kebaikan, murah hati , pengetahuan

dan kepemaafan. Sifat-sifat inilah yang nantinya menjadi objek pembahasan peneliti, dan

merupakan hasil pemikiran Raghib tentang moral.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan uraian tentang latar belakang di atas, maka yang akan menjadi butir-butir

rumusan masalah penulisan skripsi ini adalah:

1.    Nilai moral yang terdapat dalam konsep Makarim al-Shari’a

2.    Hubungan moral yang terkandung dalam konsep Makarim al-Shari’a dengan agama

3.    Aplikasinya dalam kehidupan social

1.3 Tujuan Penulisan


Berdasarkan rumusan masalah diatas nilai moral diharapkan dapat diwujudkan dalam
kehidupan social. Namun secara umum karya tulis ini bertujuan untuk :

 Memenuhi tugas UAS mata kuliah Character Building III


 Diharapkan mahasiswa mengetahui, memahami, dan dapat mengamalkan nilai-nilai moral di
kalangan atau di dalam aktivitas belajar mengajar.

4
2 KERANGKA PEMIKIRAN
Kerangka pemikiran merupakan bagian yang cukup penting dalam penelitian, untuk

membahas sebuah penelitian, sangat penting kiranya bagi seorang peneliti menentukan terlebih

dahulu alur penelitian tersebut, alur ini berfungsi untuk mempermudah peneliti dalam meneliti

apa yang ingin diteliti. Selain memperhatikan kemudahan peneliti dalam membahas masalah,

kerangka pemikiran atau alur pemikiran ini akan menjadikan hasil yang diteliti menjadi lebih

sistematis.

3 METODOLOGI
Moral sering juga disamakan dengan etika. Namun, kedua kata ini memiliki arti yang

sedikit berbeda, walaupun keduanya ini memiliki substansi yang sama. Perbedaan arti tersebut

dapat kita lihat dalam catatan kaki yang ditulis oleh Mahnaz Heydarpoor dalam bukunya Wajah

Cinta Islam dan Kristen (Williams, 1997 : 546) Etika berasal dari bahasa Yunani dan biasanya

digunakan untuk karakter pribadi, sedangkan moral berasal dari bahasa Latin yang digunakan

untuk sosial.

Sedangkan menurut pendapat-pendapat yang lain, kedua kata tersebut sangat berkaitan.

Karena nilai yang terkandung di dalamnya sama-sama merupakan pegangan individu maupun

sosial dalam mengatur tingkah laku sehari-hari.

Menurut K. Bertens moral adalah nilai-nilai dan norma-norma yang menjadi pegangan

bagi seseorang atau kelompok dalam mengatur tingkah lakunya (Amril, 2002: 17). Dari

pernyataannya ini, dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan objek material dalam

penggunaan kata moral maupun etika. Sebab K. Bertens disini menjelaskan moral sebagai norma

5
bagi individu dan sosial. Menurut Magnis Suseno, moral itu selalu mengacu pada baik buruknya

manusia sebagai manusia ( 1987: 19).

4 MATERI
Berawal dari pengertian moral yang merupakan pola tingkah laku yang positif yang

dimiliki setiap manusia untuk mengantarkan mereka menjadi makhluk yang bernilai, maka dari

pada itu perlu juga dijelaskan kembali dalam kerangka pemikiran ini tentang pengertian dan

defenisi moral dalam pandangan ilmuwan-ilmuwan. Selain itu, pada bagian ini peneliti sedikit

menjelaskan korelasi antara makna moral, etika dan akhlak. Agar lebih memudahkan

pemahaman dalam mengetahui kaitan ketiga kata tersebut.

Kemudian setelah mengerti akan pembahasan di atas, penulis coba sedikit menjelaskan

pengertian Makarim al-Shari’a yang dimaksud Raghib al-Isfahani sebagai mukaddimah serta

hubungannya dengan moral sebelum menuju pembahasan lebih lanjut. Dan terakhir nilai moral

yang terkandung dalam Makarim al-Shari’a serta pengaflikasiannya terhadap kehidupan sosial

saat ini.

Moral menurut K.Bertens adalah nilai-nilai dan norma-norma yang menjadi pegangan

bagi seseorang atau kelompok dalam mengatur tingkah lakunya ( Amril, 2002: 17). Dalam

pendapat lain disebutkan bahwa moral itu selalu mengacu pada baik buruknya manusia sebagai

manusia (Magnis-suseno, 1987: 19 ).

Sedangkan etika adalah ilmu yang menyelidiki mana baik dan mana buruk dengan

memperhatikan perbuatan manusia sejauh yang diketahui oleh akal pikiran ( Musthafa, 1999:

15). Akhlak menurut Musthafa ( 1999: 15) adalah tabi’at atau sifat seseorang dalam keadaan

jiwa yang sudah terlatih, sehingga dalam jiwa tersebut benar-benar melekat sifat-sifat yang

melahirkan perbuatan dengan mudah dan spontan tanpa difikirkan terlebih dahulu. Antara

6
akhlak dan etika menurut al-Ghazali memiliki wacana yang sama yaitu wacana tentang baik dan

buruk.

Pengertian-pengertian di atas mendiskripsikan kepada kita bahwa ukuran nilai dari

tingkah laku dan pola hidup manusia adalah moral, etika dan akhlak. Karena tidak satu pun dari

tingkah laku yang kita jalani sebagai manusia terlepas dari ketiganya. Namun, dalam penelitian

ini penulis lebih terfokus kepada kata moral. Sebab, seperti yang tersebut sebelum nya bahwa

kata ini lebih digunakan kepada social. (Williams, 1997 : 546) sehingga alur yang digunakan

sesuai dengan tujuan penelitian. Akan tetapi, di sini peneliti tidak menafikan korelasi etika dan

akhlak. Bagaimanapun juga, adanya kata moral berawal dari pelaku akhlak dan etika individu

yang berusaha mencapai nilai positif dalam kehidupan sosial. Sebab, masyarakat merupakan dari

kehidupan dari individu, tanpa masyarakat kebaikan dan kebajikan atau disebut moral individu

kehilangan maknanya, meskipun keputusan individu tidak mesti lebur dengan masyarakat.

Dalam buku Etika Islam, Amril mengutip istilah akhlak menurut Raghib al-Ishfahani

yaitu “karakter”. Kata ini dideskripsikan oleh Raghib al-Isfahani untuk ungkapan mengenai

upaya manusia melatih kemampuan-kemampuan nya melalui pembiasaan (Amril,2002: 83).

Seperti istilah yang diungkapkan oleh Magnis Suseno dalam mengartikan moral yaitu

“memanusiakan manusia” istilah ini sangat erat hubungannya dengan metode pembiasaan yang

dimaksudnya tersebut.

Berkaitan dengan konsep Makarim al-Shari’a yang mengandung makna moral secara

implisit, kemudian peneliti menyebutkan beberapa kata kunci yang ada di dalam pengertian

Makarim al-Shari’a, seperti makna kebijaksanaan, kebaikan, murah hati, pengetahuan dan

kepemaafan. Dengan itu semua kita semua akan sampai kepada pembahasan akhir yaitu

pengaplikasian konsep ini dalam kehidupan sosial. Pengaruh Sifat-sifat yang disebutkan dalam

7
konsep Makarim al-Shari’a terhadap nilai etika atau akhlak seseorang akan terlihat karena

tujuannya kepada pembersihan jiwa menuju jannat al-ma’wa. Refleksi individu yang beretika

inilah yang akan terlihat dalam masyarakat sehingga menghasilkan sosial yang bermoral etis

menjadi khalifah allah swt. Inilah salah satu tujuan penelitian ini.

Akhirnya pada pembahasan akhir nantinya kita bisa menarik benang merah dan

kesimpulan-kesimpulan dari penelitian ini, tentang konsep moral menurut Raghib al-Ishfahani.

5 PEMBAHASAN DARI BEBERAPA KONSEP ATAU TEORI


Untuk menjadi sosial yang memiliki moral etis tidak didapatkan melalui penilaian

pribadi masing-masing. Sebab, nilai seorang individu adalah hasil dari penilaian individu lain.

Melalui penilaian inilah akan muncul refleksi etis seseorang yang disebut moral. Jadi dalam hal

ini raghib al-isfahani sengaja mengambil konsep makarim al-shari’a dalam membentuk moral.

Makarim al-shari’a dengan muatannya seperti yang dijelaskan sebelumnya, memiliki

peran yang sengat penting dalam membangun moral. Sebab, moral akan terbangun melalui

pembersihan jiwa individu sehingga bernilai di mata individu-individu lain. Setidak nya ada tiga

daya guna yang dapat diraih melalui makna muatan yang terdapat dalam makarim al-shari’a

menurut raghib al-ishfahani:

1.      Sebagai jalan untuk menuju jannat al-ma’wa

2.      Sebagai aktivitas manusia sebagai khalifah allah swt

3.      Sebagai penghantar manusia menuju dimensi malaikat, ini didapatkan melalui cakupan daya-

daya ruhaniah.1[1]

Tiga daya guna di atas merupakan hasil yang didapat dari konsep moral nya Raghib al-

Ishfahani dalam makarim al-shari’a. jika ketiga daya guna ini dimiliki oleh setiap individu,

1[1] Amril, 2002 : 78

8
maka akan terlihat bentuk moralitasnya dalam bermasyarakat. Ini sangat berkaitan dengan apa

yang dimaksudkan oleh Magnis Suseno dalam konsep moral nya yaitu moral itu selalu mengacu

pada baik buruknya manusia sebagai manusia ( 1987: 19). Sikap baik manusia sebagai manusia

disini merupakan hakikat manusia sebagai Ahsanu Al-taqwim sebagai khalifah allah swt.

Selain itu, pancaran sifat-sifat tuhan yang terkandung dalam konsep Makarim al-shari’a

ini akan mengantarkan manusia kepada dimensi mulukiyah melalui dimensi ruhaniah. Sebelum

menuju ke dimensi ini tentunya didahului dengan pembersihan jiwa. Setelah pembersihan jiwa

itu dilakukan, kemudian pembentukan moral itu akan terbentuk dengan muatan-muatan yang ada

di dalam konsep Makarim al-Shari’a, pembentukan ini dapat diraih melalui jiwa yang sudah

terlatih.

Dalam hal ini kita bisa mengkorelasikannya dengan konsep akhlak menurut Musthafa

adalah tabi’at atau sifat seseorang dalam keadaan jiwa yang sudah terlatih, sehingga dalam jiwa

tersebut benar-benar melekat sifat-sifat yang melahirkan perbuatan dengan mudah dan spontan

tanpa difikirkan terlebih dahulu ( 1999: 15). Sehingga pada akhirnya melalui jiwa-jiwa yang

terlatih ini akan muncul sikap moral dalam menjalani sosial kehidupan, yang bertujuan kepada

kemashlahatan ummat.

6 KESIMPULAN
Setelah memperhatikan isi dalam pembahasan diatas, dapat diambil kesimpulan sebagai
berikut :

 Moral merupakan tindakan manusia yang didasarkan kepada pengertiannya mengenai baik
dan buruk. Moral-lah yang membedakan manusia dengan mahluk Tuhan lainnya dan
menempatkan pada posisi yang baik diantara mahluk lainnya.
 Pengetahuan moral merupakan pangkal pokok dari sisi kemanusiaan seseorang. Moral atau
ahlak sendiri tidak dapat dipisahkan dari kehidupan beragama. Karena nilai – nilai yang
tegas, pasti tidak bisa berubah karena keadaan.

9
10
DAPTAR PUSTAKA

1.      Musthafa, 1999, Ahlak Tasawwuf, Bandung: Pustaka Setia

2.      Magnis, Franz dan Suseno, 1987. Etika Dasar Masalah-Masalah Pokok Filsafat Moral,

Yogyakarta: Kanisius

3.      Amril, 2002, Etika Islam, Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Heydarpoor, Mahnaz, 2008, Wajah Cinta Islam dan Kristen. Bandung: PT. Mizan Pustaka

Category: MAKALAH

11

Anda mungkin juga menyukai