Anda di halaman 1dari 12

KLASIFIKASI PENGERTIAN MORALI DAN CIRI MORAL

Disusun oleh :

1. Candra Agustiar (191010200371)

2. Dwi Yunita Ratnasari (191010200253)

3. Intan My Shafira (191010200260)

ILMU HUKUM

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS PAMULANG

2023

Kata Pengantar
Rasa syukur kami panjatkan kepada Allah Swt., karena berkat rahmat dan hidayah-

Nya kami dapat menyusun makalah ini dengan baik dan selesai secara tepat waktu. Makalah

ini kami beri judul “KLASIFIKASI PENGERTIAN MORALI DAN CIRI MORAL”.

Penyusunan makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas perkuliahan dari dosen pengampu.

Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk memberikan tambahan wawasan bagi kami

sebagai penulis dan bagi para pembaca. Khususnya dalam hal manfaat pelaksanaan

bimbingan kelompok sebagai upaya meningkatkan motivasi belajar siswa.

Kami selaku penulis tidak lupa untuk mengucapkan terima kasih kepada Kosim

Afendy S.H , M.H.., selaku dosen pengampu. Tidak lupa bagi rekan-rekan mahasiswa lain

yang telah mendukung penyusunan makalah ini kami juga mengucapkan terima kasih.

Terakhir, kami menyadari bahwa makalah ini masih belum sepenuhnya sempurna. Maka dari

itu kami terbuka terhadap kritik dan saran yang bisa membangun kemampuan kami, agar

pada tugas berikutnya bisa menulis makalah dengan lebih baik lagi. Semoga makalah ini

bermanfaat bagi kami dan para pembaca.

Daftar Isi
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kata etik (atau etika) berasal dari kata ethos (bahasa Yunani) yang berarti karakter,

watak kesusilaan atau adat. Sebagai suatu subyek, etika akan berkaitan dengan konsep

yang dimilki oleh individu ataupun kelompok untuk menilai apakah tindakan-tindakan

yang telah dikerjakannya itu salah atau benar, buruk atau baik. Menurut Martin (1993),

etika didefinisikan sebagai “the discpline which can act as the performance index or

reference for our control system”. Dengan demikian, etika akan memberikan semacam

batasan maupun standar yang akan mengatur pergaulan manusia di dalam kelompok

sosialnya. Dalam pengertiannya yang secara khusus dikaitkan dengan seni pergaulan

manusia, etika ini kemudian dirupakan dalam bentuk aturan (code) tertulis yang secara

sistematik sengaja dibuat berdasarkan prinsip – prinsip moral yang ada dan pada saat

yang dibutuhkan akan bisa difungsikan sebagai alat untuk menghakimi segala macam

tindakan yang secara logika-rasional umum (common sense) dinilai menyimpang dari

kode etik. Dengan demikian etika adalah refleksi dari apa yang disebut dengan “self

control”, karena segala sesuatunya dibuat dan diterapkan dari dan untuk kepenringan

kelompok sosial (profesi) itu sendiri.

Profesi adalah suatu MORAL COMMUNITY (MASYARAKAT MORAL) yang

memiliki cita-cita dan nilai-nilai bersama. Kode etik profesi dapat menjadi penyeimbang

segi-segi negative dari suatu profesi, sehingga kode etik ibarat kompas yang

menunjukkan arah moral bagi suatu profesi dan sekaligus juga menjamin mutu moral

profesi itu dimata masyarakat. Dengan membuat kode etik, profesi sendiri akan

menetapkan hitam atas putih niatnya untuk mewujudkan nilai-nilai moral yang

dianggapnya hakiki. Hal ini tidak akan pernah bisa dipaksakan dari luar. Hanya kode etik
yang berisikan nilai-nilai dan cita – cita yang diterima oleh profesi itu sendiri yang bisa

mendarah daging dengannya dan menjadi tumpuan harapan untuk dilaksanakan untuk

dilaksanakan juga dengan tekun dan konsekuen.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana pengertian moral dalam etika profesi hukum?

2. Apa saja ciri moral dalam etika hukum?


BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Moral

Berdasarkan asal katanya, moral berasal dari bahasa Latin, yaitu mores yang

berarti aturan kesusilaan atau perilaku yang tepat. Pada dasarnya, moral digunakan

untuk bisa menentukan batasan perbuatan yang dapat dikatakan sebagai perbuatan

atau perilaku yang baik dan buruk. Penentuan batasan dari perilaku baik dan buruk itu

dihasilkan dari kesepakatan bersama dalam suatu kelompok atau masyarakat.

Sementara itu, beberapa faktor yang menjadi landasan dalam penentuan

batasan perilaku baik dan buruk itu berasal dari agama dan budaya yang dianut dalam

kelompok atau masyarakat tersebut.

Secara umum moral adalah suatu hukum perilaku yang diterapkan kepada

setiap individu dalam bersosialisasi dengan sesamanya, sehingga terjalin rasa hormat

dan menghormati antar sesama. Moral memiliki hubungan erat dengan prinsip,

tingkah laku, akhlak, budi pekerti, dan mental yang dapat membentuk karakter dalam

diri seseorang, sehingga dapat menilai dengan benar apa yang baik dan

buruk.Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), moral adalah ajaran tentang

baik buruk yang diterima umum mengenai perbuatan, sikap, kewajiban, dan

sebagainya; akhlak; budi pekerti; susila.

Selain pengertian moral secara umum, menurut para ahli moral juga

didefinisikan sebagai berikut:

a. Menurut Chaplin
Menurut chaplin yang tertulis dalam kamus psikologi (2006), moral adalah

akhlak yang sesuai dengan aturan sosial dan juga hukum serta adat kebiasaan

sehingga mampu mengatur perilaku manusia.

b. Menurut Hurlock

Moral adalah kebiasaan dan adat yang bisa membentuk tingkah laku moral dari

sebuah kelompok sosial tertentu.

c. Menurut Dian Ibung

Moral adalah sebuah nilai yang mampu mengatur tingkah laku manusia di suatu

lingkungan sosial tertentu

d. Menurut Maria Assumpta

Moral adalah beragam aturan yang digunakan untuk membuat perilaku manusia

menjadi lebih baik.

e. Menurut Zainuddin Saifullah Nainggolan

Moral adalah tendensi rohani untuk mengikuti standar dan norma yang mengatur

tingkah laku manusia dalam suatu masyarakat tertentu.

Moral juga dapat dikaitkan dengan akhlak manusia yang memang memiliki

kemampuan dalam hal membedakan yang baik dan yang buruk.

Beranjak dari pengertian moral, pada prinsipnya moral merupakan alat

penuntun, pedoman sekaligus alat kontrol yang paling ampuh dalam mengarahkan

kehidupan manusia. Seorang manusia yang tidak memfungsikan dengan sempurna

moral yang telah ada dalam diri manusia yang tepatnya berada dalam hati, maka

manusia tersebut akan menjadi manusia yang akan selalu melakukan perbuatan atau

tindakan-tindakan yang sesat. Dengan demikian, manusia tersebut telah merendahkan

martabatnya sendiri.
De Vos menyatakan bahwa moral adalah keseluruhan aturan, kaidah, atau

hukum yang berbentuk perintah dan larangan, yang mengatur perilaku manusia dan

masyarakat di mana manusia itu berada. Bertens sebagaimana dijabarkan dalam bab

sebelumnya mengatakan bahwa moral dekat dengan kata “etika”. Kata moral berasal

dari bahasa latin mos, dengan bentuk jamaknya yaitu mores yang dapat diartikan

sebagai adat kebiasaan. Sering dikatakan bahwa moral merupakan bagian dari

moralitas. Moralitas sendiri berasal dari bahasa latin “moralis” yang dapat diartikan

sebagai suatu sikap, watak, atau sebuah perilaku yang pantas. Long dan Sedley, dalam

bukunya “The Hellenistic Philosophers Translations of the Principal Sources with

Philosophical Commentary” mendefinisikan moralitas sebagai “differentiation of

intentions, decisions and actions between those that are distinguished as proper and

those that are improper.”(perbedaan niat, keputusan dan tindakan antara yang

dibedakan sebagai layak dan yang tidak tepat) Beranjak dari pengertian tentang moral

dan moralitas yang dikemukakan oleh para ahli di atas, penulis mendefinisikan

moralitas sebagai suatu sikap batin atau kondisi yang sadar penuh akan moral. Sikap

batin, yang dipenuhi dengan ide-ide tentang moral akan menciptakan manusia yang

memiliki moralitas. Dapat diibaratkan, moral adalah kedelai dan moralitas adalah

sebuah tahu. Moral dan moralitas tidaklah sama, akan tetapi moral lah yang

menciptakan moralitas.

Dengan merujuk pada arti kata etika yang sesuai, maka arti kata moral sama

dengan arti kata etika, yaitu nilai-nilai dan norma-norma yang menjadi pegangan

seseorang, atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya. Berbicara

mengenai tingkah laku seseorang, maka ini pula berkaitan dengan kesadaran yang

harus dijalankan oleh seseorang dalam memaknai dirinya sebagai manusia ciptaan
Tuhan. Disinilah manusia membedakan antara yang halal dan yang haram, yang boleh

dan tidak boleh dilakukan walaupun tindakan ini bersifat kejam.

Terdapat beberapa faktor penentu moralitas, yang secara garis besar dibedakan

menjadi faktor internal dan juga faktor eksternal.

a. Faktor Internal

Faktor Internal penentu moralitas berarti bahwa moralitas itu mulanya beranjak

dari pribadi masing-masing manusia. Ide dasar ini mirip dengan konsep hukum

kodrati (natural law) yang dibawakan oleh Thomas Aquinas. Menurutnya, hukum

kodrati adalah hukum yang bersumber dari nilai-nilai alamiah yang sudah

tertanam dalam diri manusia. Karena Aquinas merupakan seorang teolog, maka

ia menyatakan bahwa nilai-nilai tersebut berasal dari Tuhan. Singkatnya,

Aquinas menyatakan bahwa hukum kodrati ialah hukum yang berasal dari Tuhan

dan nilai-nilai keTuhanan tersebut telah ditanamkan dalam pikiran manusia untuk

ditemukan sendiri, bukan diciptakan sendiri. Namun berbeda dengan moralitas, ia

terbentuk dari adanya nilai-nilai moral yang ditanamkan Tuhan pada pikiran

manusia. Nilai-nilai moral itu kemudian ditentukan oleh apa dan bagaimana

manusia dalam menjalankan hidupnya. Tuhan memang menanamkan nilai-nilai

moral pada pikiran manusia, namun manusia harus menemukan itu sendiri dalam

prosesnya. Untuk menemukan itu menurut penulis, faktor penentunya berkaitan

dengan apa tujuan manusia itu hidup.

b. Faktor Eksternal

Berikutnya, moralitas tidak hanya ditentukan oleh adanya tujuan yang baik dalam

diri manusia, ia juga dipengaruhi faktor eksternal. Konsep ini digambarkan

dengan baik oleh Thomas Hobbes dalam bukunya “Leviathan”. Dalam bukunya,

Hobbes, menggambarkan manusia sebagai makhluk yang secara alamiah bebas,


artinya manusia itu bebas. Selanjutnya, Hobbes juga meyatakan bahwa

padahakikatnya manusia adalah makhluk yang mencari kebahagiaanya masing-

masing (individu), karenanya manusia dapat menjadi srigala bagi manusia lain.

Kemudian untuk mengatasi hal tersebut, manusia bersepakat untuk menyerahkan

sebagaian kebebasanya untuk membentuk suatu tataran sosial yang menjadi

pedoman mengenai baik dan buruk dan apa yang boleh dilakukan atau tidak,

inilah yang disebut sebagai kontrak sosial. Kontrak sosial ini kemudian menjadi

landasan suatu masyrakat sosial tadi dalam menjalankan kehidupan. Mereka yang

tidak berperilaku sesuai kesepakatan (kontrak sosial) akan dianggap berperilaku

buruk. Sebaliknya mereka yang memegang prinsip-prinsip yang dituangkan

dalam kontrak sosial akan dianggap baik. Hal ini berlanjut hingga nilai-nilai

kontrak sosial tadi menjadi sebuah kebiasaan, kemudian berlanjut hingga menjadi

sebuah standart moral, hingga menjadi sebuah moralitas.

Frans Magnis Suseno mengemukakan lima (5) kriteria nilai moral yang

mendasari kepribadian profesional hukum, yakni:

1. Kejujuran, adalah dasar utama. Tanpa kejujuran maka profesional hukum

mengingkari misi profesinya, sehingga akan menjadi munafik, licik dan penuh

tipu daya.

2. Autentik, artinya menghayati dan menunjukkan diri sesuai dengan keasliannya,

kepribadiannya yang sebenarnya.

3. Bertanggung jawab, maksudnya adalah dalam menjalankan tugasnya, profesional

hukum wajib bertanggung jawab, artinya bersedia melakukan dengan sebaik

mungkin tugas apa saja yang termasuk lingkup profesinya, bertindak secara

proposional, tannpa membedakan perkara bayaran dan perkara Cuma-Cuma serta


kesediaan memberikan laporan pertanggungjawaban atas pelaksanaan

kewajibannya.

4. Kemandirian moral, artinya tidak mudah terpengaruh atau tidak mudah

mengikuti pandangan moral yang terjadi di sekitarnya, tetapi membentuk

penilaian dan mempunyai pendirian sendiri. Mandiri secara moral berarti tidak

dapat dibeli oleh pendapat mayoritas, tidak terpengaruhi oleh pertimbangan

untung rugi (pamrih), penyesuaian diri dengan nilai kesusilaan dan agama.

5. Keberanian moral, adalah kesetiaan terhadap suara hati nurani yang menyatakan

kesediaan untuk menanggung risiko konflik. Keberanian tersebut antara lain

menolak segala bentuk korupsi, kolusi suap, dan menolak segala bentuk cara

penyelesaian melalui jalan belakang yang tidak sah.

B. Ciri Nilai Moral

Dalam penerapannya, terdapat ciri-ciri nilai moral yang membedakan antara

nilai yang satu dengan nilai yang lainnya. Dijelaskan dalam buku Etika dan Ajaran

oleh Apriani Magdalena Sibarani, berikut ciri nilai moral.

1. Berkaitan dengan Tanggung Jawab

Nilai moral sangat berkaitan dengan pribadi manusia yang bertanggung jawab.

Nilai-nilai moral mengakibatkan bahwa seseorang bersalah atau tidak bersalah,

karan ia tidak bertanggung jawab.

2. Berkaitan dengan Hati Nurani

Salah satu ciri khas dari nilai moral adalah bahwa hanya nilai ini yang dapat

menimbulkan "suara" dari hati nurani yang menuduh bila kamu meremehkan

nilai-nilai moral, namun memuji diri sendiri bila mewujudkan nilai-nilai moral.

3. Mewajibkan
Nilai-nilai moral yang satu ini mewajibkan detikers secara absolut dan tidak bisa

ditawar. Seorang filsuf asal Jerman bernama Immanuel Kant, pernah

menjelaskan tentang imperative hypothesis dan imperative categories.

Dalam nilai moral terkandung suatu imperative categories, sedangkan nilai-nilai

lain hanya berkaitan dengan imperative hypothesis. Artinya, kalau kamu ingin

merealisasikan nilai-nilai lain, detikers harus menempuh jalan tertentu.

Lalu sebaliknya, nilai moral mengandung imperative categories. Artinya, nilai

moral itu mewajibkan manusia untuk begitu saja tanpa ada syarat tertentu.

4. Bersifat Moral

Dalam ciri nilai moral yang terakhir yakni bersifat moral, artinya tidak ada nilai

moral yang "murni" terlepas dari nilai-nilai lain. Hal itu lah yang dimaksudkan

dengan bersifat formal.

Macam-macam Moralitas

Menurut Poesprodjo yang dikutip dari buku Puisi Amsal dan Konstruksi Nilai

oleh Imelda Oliva Wissang, terdapat empat macam moralitas dalam kehidupan

manusia, yakni sebagai berikut:

- Moralitas objektif yang memandang perbuatan manusia bebas dari pengaruh

pihak pelaku.

- Moral subjektif yang melihat perbuatan manusia sebagai perbuatan yang

dipengaruhi oleh pengertian dan persetujuan pelaku sebagai individu.

- Moral intrinsik yang memandang perbuatan baik atau buruk pada

hakikatnya, bukan pada pengaruh hukum-hukum positif.

- Moral ekstrinsik yang melihat perbuatan dipengaruhi oleh penguasaan,

hukum positif, baik dari manusia maupun dari Tuhan.


Daftar Pustaka

Isnanto, R. Rizal. "Buku ajar etika profesi." (2009).

Yulianingsih, Wiwin. "Penerapan Kode Etik Advokat Sebagai Salah Satu Bentuk

Ketahanan Moral Profesi Advokat." Seminar Nasional Fakultas Hukum UPN, Jatim.

Vol. 28. 2011.

Sinaga, Niru Anita. "Kode etik sebagai pedoman pelaksanaan profesi hukum yang

baik." Jurnal Ilmiah Hukum Dirgantara 10.2 (2020).

http://pa-sukamara.go.id/weblama/berita/artikel/786-etika-profesi-hakim-dalam-

hubungan-sosial-masyarakat-menurut-kepph

https://www.detik.com/bali/berita/d-6465389/moral-adalah-ciri-nilai-macam-tujuan-

dan-fungsinya

artikel detikbali, "Moral Adalah: Ciri Nilai, Macam, Tujuan, dan Fungsinya"

selengkapnya https://www.detik.com/bali/berita/d-6465389/moral-adalah-ciri-nilai-

macam-tujuan-dan-fungsinya

Anda mungkin juga menyukai