a 4600 b
c Tradisi Islam d
a 4601 b
c Karya Lengkap Nurcholish Madjid d
a 4602 b
c Tradisi Islam d
a 4603 b
c Karya Lengkap Nurcholish Madjid d
a 4604 b
c Tradisi Islam d
a 4605 b
c Karya Lengkap Nurcholish Madjid d
“Demi cahaya pagi yang gemilang. Dan demi malam bila sedang
hening. Tuhanmu tidak meninggalkanmu dan tidak membencimu.
Dan sungguh, yang kemudian akan lebih baik bagimu daripada yang
sekarang. Dan Tuhanmu kelak memberimu apa yang menyenangkanmu.
Bukankah dia mendapatimu sebagai piatu, lalu Ia melindungi. Dan
Dia mendapatimu tak tahu jalan, lalu Ia memberi bimbingan. dan
Dia mendapatimu dalam kekurangan, lalu Ia memberi kecukupan.
a 4606 b
c Tradisi Islam d
a 4607 b
c Karya Lengkap Nurcholish Madjid d
a 4608 b
c Tradisi Islam d
a 4609 b
c Karya Lengkap Nurcholish Madjid d
a 4610 b
c Tradisi Islam d
Etos Hijrah
a 4611 b
c Karya Lengkap Nurcholish Madjid d
a 4612 b
c Tradisi Islam d
a 4613 b
c Karya Lengkap Nurcholish Madjid d
a 4614 b
c Tradisi Islam d
Kebebasan Ruhani
a 4615 b
c Karya Lengkap Nurcholish Madjid d
a 4616 b
c Tradisi Islam d
a 4617 b
c Karya Lengkap Nurcholish Madjid d
a 4618 b
c Tradisi Islam d
a 4619 b
c Karya Lengkap Nurcholish Madjid d
a 4620 b
c Tradisi Islam d
Bahaya Kemiskinan
a 4621 b
c Karya Lengkap Nurcholish Madjid d
yang lebih tinggi, lebih fitri, dan lebih mendekat kepada harkat
dan martabat manusia, sejalan dengan desain (rencana) agung
Ilahi. Dengan demikian, mengusahakan dan memperjuangkan
perbaikan hidup lahiri adalah bagian yang tak terpisahkan dari
usaha peningkatan hidup ruhani.
Dan jika benar bahwa kemelaratan dapat menjadi penghalang
dari kemampuan menghayati kehidupan yang lebih tinggi, dan
lebih mampu menerima serta meresapi kebenaran, maka sebaliknya
dapat pula diharapkan bahwa kemakmuran akan memberi kesem
patan lebih baik untuk meningkatkan seseorang kepada dataran
hidup yang lebih tinggi, yang lebih mendekati rida Ilahi. Dengan
demikian, setiap usaha dan perjuangan meningkatkan taraf hidup
sesama manusia juga berarti usaha dan perjuangan mengantarkan
manusia kepada sesuatu yang lebih bermakna dan lebih memenuhi
rasa tujuan hidup yang mendalam dan hakiki.
Manusia adalah jagad kecil, atau suatu “mikrokosmos”, yang
menjadi cermin dari jagad besar, “makrokosmos”, yang meliputi
seluruh alam semesta. Manusia adalah puncak ciptaan Tuhan,
yang dikirim ke bumi untuk menjadi khalifah atau wakil-Nya.
Oleh karena itu, setiap perbuatan yang membawa perbaikan
manusia, oleh sesama manusia sendiri, mempunyai nilai kebaikan
dan keluhuran kosmis, menjangkau batas-batas jagad raya,
menyimpan makna kebenaran dan kebaikan universal, suatu nilai
yang berdimensi kesemestaan seluruh alam.
Dan karena manusia itu, dalam analisis terakhir, terdiri atas
individu-individu atau kenyataan-kenyataan perorangan yang tidak
terbagi-bagi, maka masing-masing perorangan itu menjadi “instansi”
pertanggungjawaban terakhir dan mutlak dalam pengadilan
Hadirat Ilahi di akhirat nanti. Masing-masing perorangan itu
pulalah yang akhirnya dituntut untuk menampilkan diri sebagai
makhluk moral yang bertanggung jawab, yang akan memikul segala
amal perbuatannya tanpa kemungkinan mendelegasikannya kepada
pribadi yang lain (Q 6:94; 31:33; 2:48).
a 4622 b
c Tradisi Islam d
Oleh karena itu, nilai seorang pribadi adalah sama dengan nilai
kemanusiaan universal, sebagaimana nilai kemanusiaan universal
adalah sama dengan nilai kosmis seluruh alam semesta. Karena itu
pula agama mengajarkan bahwa barang siapa membunuh seseorang
tanpa dosa, maka pembunuhan itu bagaikan membunuh seluruh
umat manusia, begitu pula mereka yang merusak bumi, dan
barang siapa menolong hidup seorang manusia, maka bagaikan ia
menolong hidup seluruh umat manusia (Q 5:32).
Jadi, harkat dan martabat setiap perorangan, atau pribadi
manusia, harus dipandang dan dinilai sebagai cermin, wakil,
atau representasi harkat seluruh umat manusia. Penghargaan dan
penghormatan kepada harkat masing-masing manusia secara
pribadi adalah suatu amal kebajikan yang memiliki nilai kemanu
siaan universal. Demikian pula sebaliknya, pelanggaran dan penib
dasan kepada harkat dan martabat seorang pribadi adalah tindak
kejahatan kepada kemanusiaan universal, suatu dosa kosmis — dosa
yang amat besar.
Harkat dan martabat pribadi itu, tentu saja, harus dimulai
dengan pemenuhan keperluan hidup primernya, berupa sandang,
pangan, dan papan. Tetapi juga perlu disadari bahwa terpenuhinya
segi kehidupan lahiri tidaklah akan dengan sendirinya berarti
mengantar manusia kepada dataran kehidupan yang lebih tinggi.
Kehidupan material dan kemakmuran hanyalah salah satu prasarana
— meskipun amat penting, jika bukan yang paling penting — bagi
pencapaian kehidupan yang lebih tinggi. Dengan meminjam
ungkapan kaum Sufi, “Hanya orang yang mampu berjalan di tanah
datar yang bakal mampu mendaki bukit.”
Namun justru ibarat orang yang mampu berlari di tanah datar,
tapi belum tentu tertarik untuk mendaki bukit, demikian pula
halnya dengan orang yang telah terpenuhi kehidupan lahiriahnya,
belum tentu ia tertarik untuk meningkatkan dirinya ke dataran peri
kehidupan yang lebih tinggi. Mungkin ia malah merasa puas hanya
dengan berlari-lari dan berputar-putar di tanah datar. Sungguh, justru
yang banyak kita jumpai ialah adanya mereka yang memandang
a 4623 b
c Karya Lengkap Nurcholish Madjid d
a 4624 b
c Tradisi Islam d
Spiritualitas Bisnis
a 4625 b
c Karya Lengkap Nurcholish Madjid d
Adolf Hitler, Mein Kampf (New Delhi: A.B.C. Publishing House, 1968),
h. 244.
a 4626 b
c Tradisi Islam d
a 4627 b
c Karya Lengkap Nurcholish Madjid d
a 4628 b
c Tradisi Islam d
Ini adalah isyarat agar kita selalu berusaha berbuat baik secara
optimal.
Pada tingkat keruhanian yang lebih tinggi, ihsān adalah suatu
bentuk perbuatan “meniru” pekerti atau akhlak Tuhan. Sebuah
hadis yang populer di kalangan kaum Sufi menyebutkan adanya
sabda Nabi agar kita meniru pekerti Tuhan. Salah satu pekerti
Tuhan yang harus ditiru itu ialah “berbuat sebaik-baiknya” atau
ihsān, sebagaimana difirmankan dalam al-Qur’an,
“Itulah ciptaan Allah yang telah membuat segala sesuatu dengan teliti
dan teratur (atqana),” (Q 27:88). [v]
a 4629 b
c Karya Lengkap Nurcholish Madjid d
a 4630 b
c Tradisi Islam d
a 4631 b
c Karya Lengkap Nurcholish Madjid d
Juga dijanjikan:
a 4632 b
c Tradisi Islam d
a 4633 b
c Karya Lengkap Nurcholish Madjid d
a 4634 b
c Tradisi Islam d
a 4635 b
c Karya Lengkap Nurcholish Madjid d
a 4636 b
c Tradisi Islam d
Kepribadian Muslim
a 4637 b
c Karya Lengkap Nurcholish Madjid d
a 4638 b
c Tradisi Islam d
a 4639 b
c Karya Lengkap Nurcholish Madjid d
“Mereka itulah yang akan dibalas dengan martabat yang tinggi (di surga)
atas kesabaran dan ketabahan mereka; di sana mereka akan disambut
dengan salam dan kedamaian. Tinggal selamanya di dalamnya, tempat
tinggal dan tempat istirahat yang indah,” (Q 25: 75-76). [v]
a 4640 b
c Tradisi Islam d
Ada indikasi bahwa istilah Ahli Sunnah wal Jamaah (Ahl al-Sunnah
wa al-Jamā‘ah) merupakan parafrase dari istilah al-Sunnah al-
Jamā‘ah sebagaimana dimaksudkan oleh Abu Musa al-Asy’ari.
Sekurangnya istilah-istilah itu menunjukkan adanya ilham yang
sama, yaitu kerinduan kepada persatuan menyeluruh dan usaha
mengakhiri berbagai pertikaian antara sesama anggota umat. Etos
jamaah sebagai ideologi merupakan gejala yang semakin menguat
pada saat itu.
Perjanjian Madinah yang ada dalam pikiran Abu Musa itu
hanyalah salah satu dari sekian banyak dokumen kenabian (maksud
nya, yang dibuat oleh Nabi sendiri atau di bawah bimbingan
beliau). Karena kedudukannya sebagai contoh nyata sunnah Nabi,
kumpulan dan pembukuan naskah-naskah dokumen itu menjadi
genre paling awal dari literatur hadis. Sudah tentu al-Qur’an
adalah literatur utama dan pertama dalam Islam, sejak dari zaman
Nabi dan seterusnya. Tetapi, berbeda dari yang biasa kita pahami
sekarang, literatur kedua setelah al-Qur’an itu pada masa-masa
pertama sejarah Islam bukanlah kumpulan hadis seperti yang
kini kita kenal — yang baru terwujud pada abad ketiga Hijriah
— melainkan koleksi naskah dokumen-dokumen kenabian.
Dokumen-dokumen itu dipandang mencerminkan Sunnah atau
keteladan Nabi, khususnya dalam masalah kemasyarakatan.
Di samping dokumen-dokumen tertulis Nabi seperti naskah-
naskah perjanjian itu, juga amat penting kumpulan pidato-pidato
(salah satu kumpulan itu ialah kitab Khutbat al-Rasūl [Pidato-
a 4641 b
c Karya Lengkap Nurcholish Madjid d
a 4642 b
c Tradisi Islam d
a 4643 b
c Karya Lengkap Nurcholish Madjid d
a 4644 b
c Tradisi Islam d
a 4645 b
c Karya Lengkap Nurcholish Madjid d
a 4646 b
c Tradisi Islam d
a 4647 b
c Karya Lengkap Nurcholish Madjid d
Dari situ tampak jelas bahwa bibit paling mula-mula dari semangat
dan pandangan Ahl al-Sunnah wa al-Jamā’ah ialah kerinduan yang
amat mendalam kepada persatuan dengan mengikuti teladan
Nabi saw. Dan itu pada urutannya adalah akibat pengalaman-
pengalaman perpecahan dan pertumpahan darah yang traumatis,
yang kelak juga mucul dalam berbagai paham yang khas “Sunni,”
yaitu tekanan yang berat kepada ketertiban dan keamanan (al-tartīb
wa al-amn). Dalam pandangan ini tidak ada kejahatan yang lebih
besar daripada tindakan memberontak (al-bayhy) dan membuat
kekacauan (al-fawdlā’). [v]
a 4648 b
c Tradisi Islam d
Orientalisme-Oksidentalisme
(Bagian pertama dari dua tulisan)
a 4649 b
c Karya Lengkap Nurcholish Madjid d
a 4650 b
c Tradisi Islam d
a 4651 b
c Karya Lengkap Nurcholish Madjid d
a 4652 b
c Tradisi Islam d
Orientali.sme-Oksidentalisme
(Bagian kedua dari dua tulisan)
a 4653 b
c Karya Lengkap Nurcholish Madjid d
a 4654 b
c Tradisi Islam d
a 4655 b
c Karya Lengkap Nurcholish Madjid d
a 4656 b
c Tradisi Islam d
a 4657 b
c Karya Lengkap Nurcholish Madjid d
a 4658 b
c Tradisi Islam d
karena konon ketika Adam dan Hawa diusir dari surga akibat
pelanggarannya mendekati pohon khuldi, keduanya terpisah dan
saling mencari-cari, dan kemudian bertemu di bukit Arafah itu.
Lalu ada hadis yang diriwayatkan oleh Amr ibn Ash yang
menyatakan bahwa Allah mengutus Jibril kepada Adam dan Hawa
dan berkata kepada keduanya, “Dirikanlah untuk-Ku sebuah
rumah suci!” Lalu Jibril membuat rencana itu (maka Jibril adalah
arsitek Ka’bah). Dan ternyata (rencana) bentuk bangunan rumah
suci itu sangat sederhana, yaitu kubus (cubic), sehingga kemudian
disebut Ka’bah. Maka, mulailah Adam menggali, sementara
Hawa memindahkan tanah, sehingga bertemu air. Lalu ada suara
memanggil dari bawahnya “Cukup untukmu wahai Adam!”
maksudnya sekian saja penggalian itu. Setelah selesai pembangunan
rumah itu, Allah memberi wahyu kepadanya “Hendaknya engkau
tawaf, mengelilinginya, dan difirmankan kepadanya: ‘Engkau, adalah
manusia pertama dan ini adalah rumah suci yang pcrtama’”.
Kemudian generasi pun berganti sampai saatnya Nabi Nuh
menunaikan haji ke sana. Generasi beriktunya ialah ketika Nabi
Ibrahim yang mengangkat fondasi Ka’bah itu dengan referensi
ayat al-Qur’an,
a 4659 b
c Karya Lengkap Nurcholish Madjid d
a 4660 b
c Tradisi Islam d
Yerusalem
a 4661 b
c Karya Lengkap Nurcholish Madjid d
a 4662 b
c Tradisi Islam d
a 4663 b
c Karya Lengkap Nurcholish Madjid d
a 4664 b
c Tradisi Islam d
Kalau kita melihat sejarah pemikiran Islam, maka unsur yang paling
berpengaruh dalam falsafah ialah Neoplatonisme — khususnya
ajaran dari Plotinos, seorang filsuf Mesir abad ketiga Masehi. Dialah
yang memperkenalkan pemikiran mengenai The One (“Yang Satu”),
melanjutkan tradisi Platonis yang berbicara mengenai The Good
(“Yang Baik”): Suatu tema yang sangat dekat dengan agama-agama
(lihat, Frederick Copleston, Religion & The One, Philosophies East
and West, 1982).
Hal menarik dari Neoplatonisme ini ialah segi spritualitasnya,
yang oleh orang Islam dilihat sebagai cocok dengan konsep tauhid,
dan menjadi suatu ajaran yang bisa mempertemukan realitas
transenden dari kebenaran agama-agama. Konsep mengenai “Yang
Satu” inilah yang menjadikan banyak pemikir Islam klasik menyukai
Plotinus. Tetapi orang Arab sendiri ternyata tidak menyadari me
ngenai ajaran Neoplatonisme itu. Bahkan nama Plotinus pun
jarang muncul. Yang paling bayak muncul ialah Aristoteles, yang
dianggap sebagai “Guru Pertama”. Arsitotelianisme inilah yang
nantinya banyak mempengaruhi falsafah dengan alirannya falsafah
masaiyah (peripatetik).
Di pesantren Aristoteles populer lewat logikanya yang disebut
al-manthiq al-Aristhī. Para kiai yang menguasai ilmu manthiq ini
biasanya sangat pandai dalam berdebat. Ini artinya para kiai itu
ternyata banyak yang Aristotelian.
Persis di sinilah ironisnya al-Ghazali, yang wafat pada I111
M. Dia mencurahkan seluruh pikirannya untuk menghancurkan
falsafah dengan Tahāfat al-Falāsifah-nya (Kerancuan Pemikiran Para
a 4665 b
c Karya Lengkap Nurcholish Madjid d
a 4666 b
c Tradisi Islam d
a 4667 b
c Karya Lengkap Nurcholish Madjid d
a 4668 b
c Tradisi Islam d
Jalan Lurus
a 4669 b
c Karya Lengkap Nurcholish Madjid d
Ya Tuhan
Kalau aku menyembah Engaku hanya karena takut neraka-Mu
Masukkanlah saja aku ke neraka
Kalau aku menyembah Engkau karena ingin surga-Mu
Bakar saja surga itu untukku
Tapi kalau aku menyembah karena rida-Mu
Maka terimalah aku.
a 4670 b
c Tradisi Islam d
a 4671 b
c Karya Lengkap Nurcholish Madjid d
a 4672 b
c Tradisi Islam d
a 4673 b
c Karya Lengkap Nurcholish Madjid d
a 4674 b
c Tradisi Islam d
a 4675 b
c Karya Lengkap Nurcholish Madjid d
a 4676 b
c Tradisi Islam d
a 4677 b
c Karya Lengkap Nurcholish Madjid d
alam yang pasti. Maka berbuat sesuai dengan taqdīr, itu tidak lain
adalah berbuat secara alamiah, yaitu menurut hukum-hukum yang
mengatur alam ini. Dan ini memang tidak bisa dihindari. Oleh
karena itu, taqdīr lalu menjadi pasti dan tidak bisa kita taklukkan.
Artinya, kita harus tunduk kepada hukum alam yang diberikan oleh
Allah itu. Pemahaman Islam terhadap hal ini telah melahirkan apa
yang disebut sains — yang nanti menjadi perintis sains modern.
Sementara yang disebut sunnat-u ’l-Lāh dalam al-Qur’an lebih
mengarah kepada hukum yang menguasai sejarah umat manusia
— walaupun keduanya itu memang bisa diganti-ganti. Di sinilah
ada peranan akal.
Dalam agama Islam, akal menjadi sangat penting karena akal
inilah yang akan menjadi taruhan manusia untuk bisa memahami
alam. Itu sebabnya al-Qur’an sendiri memerintahkan kita supaya
berpikir, memahami alam ini. [v]
a 4678 b
c Tradisi Islam d
Silaturahim
Dalam akhir shalat kita membaca al-tahīyah yang berarti tegur sapa
dengan penuh hormat. Tegur sapa dengan penuh penghormatan
ini tidak semata tertuju kepada Allah (al-tahīyat-u ’l-shalawāt-u
’l-thayyibāt-u li ’l-Lāh), akan tetapi juga kepada Nabi (al-salāmu
‘lay-ka ayyuha ’l-nabīy-u wa rahmat-u ’l-Lāh-i wa barakāt-uh). Tegur
sapa kepada Tuhan beremanasi atau berpancar kepada tegur sapa
kita kepada Nabi yang mengajari kita jalan yang lurus — seperti
kita sudah bahas minggu lalu. Terakhir, kita menegur sapa diri kita
sendiri dan sesama kita, al-salāmu ‘alay-na wa ‘alā ‘ibād-i ’l-Lāh-i
’l-shālihīn. Karena itu sehari-hari kita mengucapkan al-salām-u
‘alay-kum, salam untuk kalian semua.
Sebenarnya yang lebih dulu memberikan tegur sapa kepada
Nabi adalah Allah, inna ’l-Lāh-a wa malā’ik-atahu yushallūn-a ‘alā
’l-nabī (Allah dan malaikat itu bertegur sapa dengan shalawat pada
nabi), baru kemudian kita dianjurlcan bertegur sapa kepada Nabi
juga. Ini semua menunjukkan adanya hierarki dari eksistensi ruhani:
Mula-mula dari Allah, memancar kepada Nabi, dan kemudian
memancar kepada kita semua.
Oleh karena itu, meskipun bersyukur itu adalah kepada Allah
— mengucap al-hamad-u li ’l-Lāh berarti memberi kredit kepada
Allah — tetapi Nabi pernah mengatakan, “Barang siapa yang tidak
berterima kasih pada sesama manusia, dia tidak berterima kasih pada
Allah.” Dan al-Qur’an memberi petunjuk kalau kita memberi
sesuatu agar tidak mengharapkan balasan apa pun, meski hanya
berupa ucapan terima kasih. “Kami memberi makan kepada kamu
karena Allah semata; kami tidak mengharapkan balasan dan terima
a 4679 b
c Karya Lengkap Nurcholish Madjid d
kasih dari kamu,” (Q 76:9). Ini dari pihak yang memberi. Bagi
pihak yang menerima, wajib mengucapkan terima kasih karena
merupakan bagian dari terima kasih kepada Allah.
Dimensi vertikal yang berupa memelihara hubungan baik
dengan Allah (habl-un min-a ’l-Lāh) harus diselaraskan dengan
hubungan sesama manusia (habl-un min-a ’l-nās) dengan silaturahim
(tali cinta kasih), yaitu memelihara cinta kasih antarsesama manusia.
Dan berbuat baik kepada orangtua adalah awal dari silaturahim.
Beberapa ayat al-Qur’an, bisa dikemukakan di sini.
a 4680 b
c Tradisi Islam d
a 4681 b
c Karya Lengkap Nurcholish Madjid d
a 4682 b
c Tradisi Islam d
a 4683 b
c Karya Lengkap Nurcholish Madjid d
a 4684 b
c Tradisi Islam d
lihat, dalam kitabnya, al-Jawāb al-AShahīh li-man Baddal-a Dīn al-
Masīh, 4 jilid (Beirut: Mathabi’ al-Majcl al-Tijariyah, tanpa tahun), jilid 1,
hh. 371-375.
a 4685 b
c Karya Lengkap Nurcholish Madjid d
a 4686 b
c Tradisi Islam d
Damailah di Bumi
a 4687 b
c Karya Lengkap Nurcholish Madjid d
jalan yang lurus). Jalan apa itu? Yaitu “Jalan mereka yang telah Kauberi
segala kenikmatan, bukan (jalan) mereka yang mendapat murka, dan
bukan mereka yang sesat jalan,” (Q. 1: 6,7). Siapakah yang mendapat
murka? Yaitu mereka yang hanya dapat menggunakan kekerasan,
mereka yang sengaja melanggar hukum Allah. Siapakah yang sesat?
Yaitu mereka yang hanya bisa memaafkan, dan membiarkan yang
terjadi biar terjadi, karena kurangnya kepedulian. Umat Islam
harus bisa berdiri di tengah-tengah antara sikap tegas dan keras
tanpa pengampunan, dan kelembutan ketidakpedulian. Bisa
mewujudkan keseimbangan dalam takarannya yang tepat, inilah
yang sulit. Maka setiap kali kita memohon kepada Allah, supaya
diberikan petunjuk.
Kutipan surat al-Syūrā/42: 38-43 berikut dapat menggambarkan
bagaimana umat Islam harus bertindak seimbang dan adil di muka
bumi ini. Renungan atas ayat ini juga bisa memberikan kearifan
tindakan bagi kita dalam memecahkan masalah-masalah sosial yang
dihadapi umat Islam, dalam kaitan dengan kerumitan hubungan
antaragama yang sedang kita hadapi. Kita kutip terlebih dahulu
terjemah ayat al-Qur’annya:
a 4688 b
c Tradisi Islam d
Mari kita renungkan ayat ini: Ayat ini dimulai dengan perka
taan mereka yang memenuhi seruan Tuhan, mendirikan shalat,
dan memusyawarahkan atas apa saja masalah yang dihadapi.
Musyawarah dalam ayat ini mendapatkan perhatian utama, sebagai
prinsip kehidupan sosial-politik yang benar, mulai dari rumah
tangga atau keluarga, kehidupan bermasyarakat, hingga hubungan
kenegaraan. Musyawarah pun menjadi kata kunci surat tersebut
(surat al-Syūrā, surat mengenai musyawarah). Prinsip musyawarah
ini juga yang telah dipraktikkan secara sangat ekspresif oleh Nabi
saw, sehingga dapat menjadi model bagi kaum Muslim untuk
mengerti kehidupan modern mengenai demokrasi, sesuai dengan
asas partisipatif-egaliter.
Tetapi, jika musyawarah ini tidak bisa dicapai, dan kaum
Muslim — hak-hak pribadi maupun kolektifnya — merasa
diinjak-injak, maka kaum Muslim diperbolehkan bertahan dan
membalas demi membela kebenaran. “Balasan atas suatu kejahatan,
adalah kejahatan yang setimpal”. Tetapi dalam membela diri, dan
membalas atas hak-hak pribadi maupun kolektif yang diinjak-injak
itu, kaum Muslim diingatkan tidak boleh melebihi dari kezaliman
yang dideritanya, sehingga menjadi bentuk balas-dendam.
Karena itulah, menghindari bentuk balas dendam yang dapat
menimbulkan kezaliman, al-Qur’an memberi jalan keluar, bahwa
yang ideal itu bukan balas dendam tetapi mengikuti cara yang
lebih baik ke arah kerukunan kembali dengan orang-orang yang
melakukan pelanggaran. Inilah langkah moral terbaik dari ajaran
agama, yang membalik sikap permusuhan menjadi persahabatan
dan persaudaraan, yang penuh dengan maaf dan rasa kasih
sayang. Dari segi agama, Allah lebih meridai sikap persahabatan,
persaudaraan, maaf dan rasa kasih sayang itu daripada permusuhan
dan balas dendam tak berkesudahan. “Barang siapa dapat memberi
maaf dan menciptakan perdamaian, maka balasannya dari Allah”.
Walaupun al-Qur’an juga menegaskan “Barang siapa membela diri
setelah dianiaya, tak ada alasan menyalahkan mereka. Kesalahan
hanyalah pada mereka yang menganiaya manusia, dan melanggar
a 4689 b
c Karya Lengkap Nurcholish Madjid d
batas di bumi tanpa sebab. Bagi mereka itulah azab yang pedih”.
Tetapi tetap, pada akhirnya, “Sungguh, barang siapa mau sabar dan
memberi maaf, sungguh itulah sikap yang terbaik”.
Maka dari itu menjadi orang Islam yang menegakkan “jalan
tengah” — sebagai saksi, sebagai umat terbaik — itu sulit. Sebab
kita harus tahu, kapan harus membela diri dengan menghancurkan
musuh yang telah menganiaya kita, tapi kita juga harus tahu,
kapan harus bersabar dan memaafkan. Inilah yang harus kita
minta setiap hari kepada Allah swt sebanyak 17 kali melalui rakaat-
rakaat sembahyang wajib kita, “ihdinā ’l-shirāth-a ’l-mustaqīm
(Tunjukilah kami ke jalan yang lurus)”. Menurut ajaran agama,
mempertahankan diri itu boleh, membalas boleh, tapi membalas
dengan berlebihan itu zalim. Dan dari sejarah kita belajar, setiap
pembalasan cenderung sering berlebihan. Daripada membalas
berlebihan, agama mengajarkan lebih baik berdamai. Kalau kita
hanya menonjolkan yang keras, maka Allah memperingatkan
jangan-jangan kamu nanti zalim, tapi kalau kita hanya bisa me
maafkan, akibat ketidakpedulian kita pada persoalan kezaliman
yang sesungguhnya, maka kita nanti terjerembab dalam kelembekan
moral, dan hukum tidak berjalan dalam masyarakat, sehingga
masyarakat ditandai oleh tidak adanya hukum yang menegakkan
pembeda antara yang benar dan salah.
Maka kita petik hikmah ayat di atas, bahwa bersabar dan
memberi maaf memang lebih berat dijalankan, daripada memperla
kukan orang dengan kasar dan keras untuk membalas dendam,
dengan menghukum mereka yang bersalah. Sebab menurut al-
Qur’an, bersabar dan memberi maaf itu adalah bentuk keberanian,
pemecahan masalah yang paling tinggi dan mulia. Karena itu adalah
bagian dari fitrah manusia; sehingga dalam suasana Idul Fitri ini,
ketika kita kita kembali kepada kesucian asal, kita-kita pun kembali
kepada dār-u ’l-salām (Dārussalām), kampung perdamaian, Pacem in
Terris, sehingga dapat tercapailah damai di bumi, dan berbahagialah
seluruh umat manusia. [v]
a 4690 b
c Tradisi Islam d
Ada hal yang amat menarik dalam al-Qur’an, yaitu bahwa qadlā
(keputusan atau “dekrit”) Tuhan tentang kewajiban manusia
menghormati ibu-bapaknya diberikan sebagai persoalan nomor
dua setelah kewajiban bertauhid atau tidak menyembah kepada
sesuatu apa pun selain Allah, Tuhan Yang Maha Esa. Keputusan
itu juga diikuti dengan pesan-pesan agar manusia jangan sampai
berucap kasar kepada ibu-bapaknya itu jika salah seorang atau
kedua-duanya telah mencapai usia lanjut, dan hendaknya senantiasa
bersikap lemah-lembut, penuh kesopanan dan kasih sayang kepada
keduanya sebagaimana keduanya sudah mendidiknya sewaktu
kecil. Keputusan dan pesan Ilahi itu kemudian ditutup dengan
penegasan bahwa Dia lebih tahu tentang isi hati manusia. Jika ia
adalah seorang manusia yang baik dengan bukti melaksanakan
keputusan dan pesan Tuhan berkenaan dengan ibu-bapak itu, maka
Dia akan mengampuninya dan menerima sikapnya untuk kembali
atau taubat kepada-Nya (Q 17:23-25).
Di tempat lain dalam Kitab Suci juga dipesankan agar perbuatan
baik manusia kepada kedua orangtuanya itu terutama ditujukan
kepada ibunya, sebab dia inilah yang telah mengandungnya dengan
penuh penderitaan, dan baru berpisah dalam sapihan setelah paling
tidak lewat duat tahun. Kemudian diserukan kepada manusia
agar bersyukur kepada Tuhan serta berterima kasih kepada kedua
orangtua, disertai peringatan bahwa semua manusia akan kembalii
kepada-Nya. Dalam firman itu sendiri juga ditegaskan bahwa
sekalipun manusia harus berbuat baik kepada ibu-bapaknya, namun
a 4691 b
c Karya Lengkap Nurcholish Madjid d
a 4692 b
c Tradisi Islam d
a 4693 b
c Karya Lengkap Nurcholish Madjid d
a 4694 b
c Tradisi Islam d
a 4695 b
c Karya Lengkap Nurcholish Madjid d
a 4696 b
c Tradisi Islam d
a 4697 b
c Karya Lengkap Nurcholish Madjid d
itulah yang bakal memperoleh balasan berlipat ganda atas apa yang
telah mereka kerjakan. Mereka aman sentosa dalam ruang-ruang tinggi
di surga,” (Q 34:37).
a 4698 b
c Tradisi Islam d
Implikasi dan ramifikasi Ketuhanan Yang Maha Esa ini, jika kita
mencoba mengidentifikasinya, kurang lebih akan mengahasilkan
nilai-nilai berikut, yang bolehlah kita sebut fondasi untuk etika
Islam — yang harus menjadi dasar normatif dari apa pun yang
akan kita bangun atas nama Islam, yaitu bahwa manusia tidak
dibenarkan memutlakkan sesuatu apa pun selain Tuhan Yang
Maha Esa itu sendiri. Mengakui Tuhan Yang Maha Esa sebagai
a 4699 b
c Karya Lengkap Nurcholish Madjid d
a 4700 b
c Tradisi Islam d
a 4701 b
c Karya Lengkap Nurcholish Madjid d
a 4702 b
c Tradisi Islam d
a 4703 b
c Karya Lengkap Nurcholish Madjid d
a 4704 b
c Tradisi Islam d
a 4705 b
c Karya Lengkap Nurcholish Madjid d
a 4706 b
c Tradisi Islam d
a 4707 b
c Karya Lengkap Nurcholish Madjid d
a 4708 b
c Tradisi Islam d
a 4709 b
c Karya Lengkap Nurcholish Madjid d
a 4710 b
c Tradisi Islam d
a 4711 b
c Karya Lengkap Nurcholish Madjid d
a 4712 b
c Tradisi Islam d
a 4713 b
c Karya Lengkap Nurcholish Madjid d
a 4714 b
c Tradisi Islam d
Dinaniika Pertumbuhan
Intelektual
a 4715 b
c Karya Lengkap Nurcholish Madjid d
a 4716 b
c Tradisi Islam d
a 4717 b
c Karya Lengkap Nurcholish Madjid d
a 4718 b
c Tradisi Islam d
a 4719 b
c Karya Lengkap Nurcholish Madjid d
a 4720 b
c Tradisi Islam d
a 4721 b
c Karya Lengkap Nurcholish Madjid d
a 4722 b
c Tradisi Islam d
“Tatkala tiba waktu tak seorang pun dapat berbicara kecuali dengan
izin-Nya: dari antara mereka ada yang malang, dan ada yang senang.
Adapun mereka yang malang dalam api neraka; di sana mereka hanya
mengeluarkan napas dan mengerang. Mereka tinggal di dalamnya
sepanjang waktu selama ada langit dan bumi; kecuali jika Tuhanmu
menghendaki (lain), karena Tuhan melaksanakan apa yang direncanakan-
Nya. Adapun mereka yang senang tinggal di dalamnya sepanjang waktu
selama ada langit dan bumi; kecuali jika Tuhanmu menghendaki (lain);
suatu karunia tiada putus-putusnya,” (Q 11:105-108).
a 4723 b
c Karya Lengkap Nurcholish Madjid d
a 4724 b
c Tradisi Islam d
a 4725 b
c Karya Lengkap Nurcholish Madjid d
a 4726 b
c Tradisi Islam d
Malam Penentuan
“Sungguh, telah Kami turunkan (wahyu) ini pada malam yang Agung.
Dan apa yang akan menjelaskan kepadamu apa Malam yang Agung
itu? Malam yang Agung lebih baik dari seribu bulan. Ketika itu para
malaikat dan ruh turun dengan izin Tuhan, menjalankan setiap
perintah. Damai! Inilah, sampai terbit fajar,” (Q 97:1-5).
a 4727 b
c Karya Lengkap Nurcholish Madjid d
a 4728 b
c Tradisi Islam d
a 4729 b
c Karya Lengkap Nurcholish Madjid d
a 4730 b
c Tradisi Islam d
Renungan Ramadan
a 4731 b
c Karya Lengkap Nurcholish Madjid d
a 4732 b
c Tradisi Islam d
a 4733 b
c Karya Lengkap Nurcholish Madjid d
a 4734 b
c Tradisi Islam d
a 4735 b
c Karya Lengkap Nurcholish Madjid d
ingatkan, bawa gaya pribadi Gus Dur yang dalam banyak hal
lain memang sangat mempan dan tepat, namun dalam hal usaha
perbaikan jajaran pemerintahan nasional itu terbukti menimbulkan
suasana tegang yang tidak perlu.
Berkenaan dengan itu, Gus Dur perlu segera memulai penataan
kembali kehidupan bernegara, khususnya yang menyangkut
masalah politik dan ekonomi, sehingga menjadi lebih rasional,
terbuka, dan menerima pengujian kemampuan pribadi. Seperti
diungkapkan dalam akronim “KKN”, korupsi dan semua bentuk
kecurangan akan tumbuh subur oleh adanya kolusi, kroniisme, dan
nepotisme, yaitu gejala-gejala yang tumbuh subur dalam masyarakat
tertutup dan tidak rasional.
Persoalan terbesar lain bangsa kita ialah lemahnya kekuasaan
hukum. Ketika semua persoalan mudah dikompromikan (“dapat
diatur”), maka tegaknya hukum adalah korban utamanya. Kesung
guhan kita hidup bernegara akan mudah diukur dari sejauh mana
kita menegakkan supremasi hukum. Semua perolehan usaha
pembangunan telah terbukti hancur berantakan karena lemahnya
kekuasaan hukum itu. Gus Dur dituntut untuk memberi perhatian
yang lebih serius kepada masalah ini.
Sementara kita bersyukur bahwa gejala tawuran di ibukota
nisbi reda, kita prihatin akan apa yang terjadi di Aceh dan Ambon,
serta berbagai tempat lain. Gus Dur dan jajaran pemerintahannya
harus melakukan komunikasi terbuka untuk mengatasi ancaman
disintegrasi bangsa, sebagaimana untuk mengatasi masalah nasional
lainnya.
Akhirnya, seperti telah terbaca, renungan ini harus berujung
kepada harapan semoga Gus Dur dan pemerintahannya sukses dalam
menjalankan tugas. Semoga Gus Dur dianugerahi kesehatan dan
kekuatan lahir batin untuk memimpin bangsa ini menuju keadaan
yang lebih baik dan lebih maju. Semoga Gus Dur, dan kita semua,
mendapat bimbingan Allah ke arah jalan yang lurus, yaitu jalan
mereka yang mendapat anugerah kebahagiaan, bukan jalan mereka
yang mendapat murka, bukan pula jalan mereka yang sesat. Amin.
a 4736 b
c Tradisi Islam d
Nurcholish Madjid
Warga negara
a 4737 b
c Karya Lengkap Nurcholish Madjid d
a 4738 b
c Tradisi Islam d
Pidato Kemanusiaan
a 4739 b
c Karya Lengkap Nurcholish Madjid d
a 4740 b
c Tradisi Islam d
a 4741 b
c Karya Lengkap Nurcholish Madjid d
a 4742 b
c Tradisi Islam d
Haji Mabrur
a 4743 b
c Karya Lengkap Nurcholish Madjid d
a 4744 b
c Tradisi Islam d
a 4745 b
c Karya Lengkap Nurcholish Madjid d
a 4746 b
c Tradisi Islam d
Tarekat:
Jalan kepada Allah
a 4747 b
c Karya Lengkap Nurcholish Madjid d
a 4748 b
c Tradisi Islam d
“Protes yang ketiga. Dan inilah saatnya kita harus berpisah karena
kamu tidak tahan mengikuti aku. Tetapi sebelum berpisah saya akan
menerangkan dulu mengapa saya melakukan itu semua. Tentang
perahu itu, saya merusaknya karena di seberang sana sedang menunggu
perampok-perampok yang akan merampasnya. Jadi saya rusak supaya
tidak dirampas oleh perampok-perampok itu. Tentang anak kecil
yang sedang bermain itu, saya membunuhnya karena saya mendapat
wahyu dari Tuhan bahwa ketika besar nanti ia akan durhaka kepada
kedua orangtuanya, padahal kedua orangtuanya itu saleh. Jadi saya
bunuh dengan harapan nanti Allah akan menggantinya dengan anak
yang saleh. Sedangkan rumah yang mau roboh tadi, di dalamnya ada
harta yang tersimpan untuk anak-anak yatim yang sekarang sedang
berada di kota. Jadi rumah itu kita bangun agar harta itu tetap utuh
sampai saatnya anak yatim itu dewasa, dan bisa memanfaatkannya,”
(Q 18:78-82).
a 4749 b
c Karya Lengkap Nurcholish Madjid d
a 4750 b
c Tradisi Islam d
a 4751 b
c Karya Lengkap Nurcholish Madjid d
a 4752 b
c Tradisi Islam d
a 4753 b
c Karya Lengkap Nurcholish Madjid d
a 4754 b
c Tradisi Islam d
Relativitas Waktu
(Bagian pertama dari dua tulisan)
a 4755 b
c Karya Lengkap Nurcholish Madjid d
a 4756 b
c Tradisi Islam d
a 4757 b
c Karya Lengkap Nurcholish Madjid d
jalan ke waktu masa lampau ataupun masa depan melalui apa yang
dalam pseudo-ilmiah disebut, “time tunel” (lorong waktu).
Maka salah satu cara memahami Isra’ Mi’raj-nya Nabi Muhammad
secara ilmiah ialah bahwa beliau lepas dari kungkungan waktu fisik,
dan masuk ke “time tunel” itu. Karena itu beliau berjalan-jalan ke masa
lampau, dan bertemu dengan semua nabi di Masjid Sulaiman, Haikal
Sulaiman (Solomon Temple) di Yerusalem. Orang Arab menyebutnya
Masjid Aqsha, artinya masjid yang sangat jauh, yaitu maksudnya
sangat jauh dari Makkah. Sebetulnya ukuran jauh dari Makkah itu
gejala geokultural, karena memang orang Makkah yang menyebut
Masjid Aqsha. Namun semua bangsa mempunyai geokultural. Orang
Arab menganggap bahwa semuanya berpusat di Makkah; orang Jawa
menganggap bahwa semunya berpusat di Gunung Tidar, di sebelah
Magelang. Orang Inggris mengatakan bahwa kita hidup di Timur
Jauh, maksudnya ialah jauh dari London. Itu artinya kita menjadi
korban dari geokulturalnya orang Inggris.
Di dalam Isra’ Nabi Muhammad saw itu, beliau bertemu dengan
semua nabi dan sembahyang bersama di Masjid Aqsha, masjidnya
Nabi Sulaiman yang dibangun 1.500 tahun sebelum zaman Nabi
Muhammad, yang sudah dihancurkan oleh Nebuchadnezzar pada
abad ke-7 SM. Jadi setelah berdiri selama 200 tahun, dihancurkan
oleh Nebuchadnezzar, dan kemudian dibangun lagi oleh Herod
menjadi “The Second Temple” sekitar tahun-tahun kelahiran Nabi
Isa al-Masih; tapi kemudian dihancurkan lagi oleh Kaisar Titus,
pada 70 M. Artinya ketika Nabi melakukan Isra’-Mi’raj, masjid
itu sudah tidak ada, malah sudah menjadi tempat pembuangan
sampah. Semua buku sejarah Yerusalem menceritakan hal itu. [v]
a 4758 b
c Tradisi Islam d
Relativitas Waktu
(Bagian kedua dari dua tulisan)
a 4759 b
c Karya Lengkap Nurcholish Madjid d
a 4760 b
c Tradisi Islam d
lima sebelun yang lima itu sendiri datang.” Apa itu? “Pertama, masa
mudamu sebelum masa tuamu; kedua, sehatmu sebelum sakitmu;
ketiga, kayamu sebelum miskinmu; keempat, sempatmu sebelum
sempitmu (sibukmu); dan kelima, hidupmu sebelum matimu”.
Kemudain datang hari kiamat. Kalau kiamat memang masih
lama, lalu di dalam kubur apa yang terjadi? Banyak yang mengatakan
akan ada siksa kubur, tetapi itu hadis. Karena itu banyak yang mem
persoalkannya, sebab di dalam al-Qur’an diisyaraktkan bahwa
orang mati itu seperti sedang tidur nyenyak. Karena itu dalam surat
Yāsīn ada ilustrasi hahwa ketika orang-orang mati dibangkitkan,
mereka protes, siapa yang membangunkan kita dari tidur nyeyak
ini. “Celaka, siapa yang mcmbangunkan kita dari tidur nyenyak kita
ini? Inilah yang dijanjikan Allah, dan ternyata para rasul itu benar,”
(Q 36:52).
Mereka protes karena mula-mula tidak percaya adanya hari
kiamat, dan di situ disebut “tidur nyenyak”. Dan ini menyangkut
soal relativitas waktu tadi. Tetapi jangan membayangkan bahwa
kalau kita mati, kita bisa tidur nyenyak milyaran tahun sambil
menunggu hari kiamat. Karena waktu itu relatif, maka bisa saja
terjadi bahwa sekarang kita mati, besoknya kiamat. Artinya tidak
sempat menikmati tidur yang kita bayangkan beribu-ribu tahun
ini. Mati itu sendiri digambarkan sebagai kiamat kecil atau qiyāmah
shughrū; sedangkan kiamat besar atau qiyāmah kubrā menyangkut
jagat raya.
Ada cerita seven sleepers (tujuh orang yang tertidur) dalam
surat al-Kahf/18 ayat 25. Cerita tentang tujuh orang yang tidur
itu sebenarnya menggambarkan tettang kematian, atau tentang
relativitas waktu juga. Mereka tinggal di gua selama 300 tahun
ditambah 9 hari. Mundur sedikit ke ayat 19 surat al-Kahf, di situ
dinyatakan, “Dan demikianlah Kami bangunkan mereka supaya
mereka saling bertanya, salah seorang di antara mereka bertanya
berapa lamakah kamu tinggal?” Mereka rnenjawab satu hari atau
satu setengah hari, padahal mereka tinggal ratusan tahun. Ini juga
a 4761 b
c Karya Lengkap Nurcholish Madjid d
a 4762 b
c Tradisi Islam d
a 4763 b
c Karya Lengkap Nurcholish Madjid d
a 4764 b
c Tradisi Islam d
a 4765 b
c Karya Lengkap Nurcholish Madjid d
a 4766 b
c Tradisi Islam d
memaafkan orang yang sesat, tetapi tidak ada maaf bagi orang yang
dimurkai karena dia sendiri yang tidak mau kembali.
Ingat kepada Allah yang disebut zikir sebenarnya lebih merupa
kan sikap batin daripada sikap lahir.
a 4767 b
c Karya Lengkap Nurcholish Madjid d
a 4768 b
c Tradisi Islam d
a 4769 b
c Karya Lengkap Nurcholish Madjid d
a 4770 b
c Tradisi Islam d
a 4771 b
c Karya Lengkap Nurcholish Madjid d
a 4772 b
c Tradisi Islam d
Pengalaman Mistik
Kaum Sufi
a 4773 b
c Karya Lengkap Nurcholish Madjid d
dari kalangan anak turun Nabi Ya’qub (yang bergelar Isra-El), yang
mengajarkan tentang betapa pentingnya berpegang kepada hukum-
hukum Taurat (Talmudic Law).
Padahal, di samping segi sosial-politik itu, Islam — seperti
ditunjukkan dalam al-Qur’an — juga banyak menegaskan penting
nya orientasi keruhanian yang bersifat ke dalam dan mengarah
kepada pribadi. Justru sudah menjadi kesadaran para sarjana Islam
sejak dari masa-masa awal bahwa Islam adalah agarna pertengahan
(wasath), yakni antara di satu pihak agama Yahudi yang legalistik
dan banyak menekankan orientasi kemasyarakatan itu dan, di pihak
lain, agama Kristen yang spiritualistik dan sangat memperhatikan
kedalaman olah serta pengalarnan ruhani serta membuat agama
itu lembut. Seperti dikatakan oleh Ibn Taimiyah, “Syariat Taurat
didominasi oleh ketegaran, dan Syariat Injil didominasi oleh
kelembutan; sedangkan Syariat al-Qur’an menengahi dan meliputi
keduanya itu”.
Maka, sebagai bentuk pertengahan dan sekaligus antara kedua
agama pendahulunya itu, Islam mengandung ajaran-ajaran hukum
dengan orientasi kepada masalah-masalah tingkah laku manusia
secara lahiriah seperti pada agama Yahudi, tapi juga mengandung
ajaran-ajaran keruhanian yang mendalam seperti pada agama
Kristen. Bahkan sesungguhnya antara keduanya itu tidak bisa
dipisahkan, meskipun bisa dibedakan. Artinya, ketika seorang
Muslim dituntut untuk tunduk kepada suatu hukum tingkah laku
lahiriah, ia diharapkan, malah diharuskan, menerimanya dengan
ketulusan yang terbit dari lubuk hatinya. Ia harus merasakan
ketentuan hukum itu sebagai sesuatu yang berakar dalani komitmen
spiritutlnya. Kenyataan ini tecermin dalam susunan kitab-kitab
fiqih, yang selalu dimulai dengan bab penyucian (thahārah) sebagai
awal perjalanan penyucian batin. Walaupun tetap ada kemungkinan
orang mengenali mana yang lebih lahiriah, dan mana pula yang
batiniah.
Sebenarnya, sudah sejak zaman Rasulullah saw sendiri terdapat
kelompok para Sahabat Nabi yang lebih tertarik kepada hal-hal
a 4774 b
c Tradisi Islam d
a 4775 b
c Karya Lengkap Nurcholish Madjid d
a 4776 b
c Tradisi Islam d
a 4777 b
c Karya Lengkap Nurcholish Madjid d
a 4778 b
c Tradisi Islam d
a 4779 b
c Karya Lengkap Nurcholish Madjid d
a 4780 b
c Tradisi Islam d
a 4781 b
c Karya Lengkap Nurcholish Madjid d
a 4782 b
c Tradisi Islam d
Pikiran Geo-Politik
a 4783 b
c Karya Lengkap Nurcholish Madjid d
a 4784 b
c Tradisi Islam d
a 4785 b
c Karya Lengkap Nurcholish Madjid d
a 4786 b
c Tradisi Islam d
Sedikit tentang
Pendidikan Islam
a 4787 b
c Karya Lengkap Nurcholish Madjid d
a 4788 b
c Tradisi Islam d
a 4789 b
c Karya Lengkap Nurcholish Madjid d
a 4790 b
c Tradisi Islam d
a 4791 b
c Karya Lengkap Nurcholish Madjid d
a 4792 b
c Tradisi Islam d
a 4793 b
c Karya Lengkap Nurcholish Madjid d
a 4794 b
c Tradisi Islam d
a 4795 b
c Karya Lengkap Nurcholish Madjid d
a 4796 b
c Tradisi Islam d
a 4797 b
c Karya Lengkap Nurcholish Madjid d
a 4798 b
c Tradisi Islam d
a 4799 b
c Karya Lengkap Nurcholish Madjid d
a 4800 b
c Tradisi Islam d
a 4801 b
c Karya Lengkap Nurcholish Madjid d
a 4802 b
c Tradisi Islam d
Perubahan Masyarakat
Dalam dua abad ini telah terjadi perubahan besar pada umat
manusia yaitu peralihan sejarah dari zaman agraris ke zaman
teknis. Meskipun perubahan yang sudah terjadi, benar-benar
masih terbatas kepada dunia Barat, khususnya Eropa barat laut
dan keturunan mereka di Amerika Utara dan Australia, namun
dampaknya meliputi seluruh muka bumi, kecuali daerah-daerah
yang sanagat terpencil saja.
Memang Zaman Teknis (Technical Age) sekarang ini masih tetap
merupakan kelanjutan zaman sebelumnya, yaitu Zaman Agraris
(yang sudah dimulai oleh bangsa Sumeria di lembah Furat-Dajlah
[Eufrat-Tigris], Mesopotamia, yaitu Irak sekarang ini). Tetapi secara
radikal berbeda dengan Zaman Agraris ini, Zaman Teknis (yang juga
sering disebut Zatnan Modern) mengenal pola perubahan menurut
garis deret ukur (perkalian) sedangkan dalam Zaman Agraris pola
perubahan itu menrut garis deret hitung (pertambahan). Hal ini
perlu kita sadari untuk memahami hakikat perubahan dahsyat yang
kini sedang kita alami.
Negara kita, Indonesia, berada dalam kondisi perubahan yang
amat khusus, yaitu, pertama, dalam kaitannya dengan perubahan
mondial, negeri kita sedang berubah dari pola masyarakat agraris
ke masyarakat teknis. Kedua, perubahan itu secara sengaja dan
sadar dipacu dan didorong untuk dapat terjadi secepat-cepatnya
dan sebesar-besarnya, dan inilah kenyataan asasi reformasi.
Karena itu kenyataan perubahan sekarang ini harus dihadapi
sebagai “given”, dan harus ditetapkan “strategi” menghadapinya
itu. Setiap perubahan sosial adalah juga berarti perbenturan pola-
a 4803 b
c Karya Lengkap Nurcholish Madjid d
pola hidup sosial tertentu. Dan perbenturan itu tidak bisa tidak
tentu akan mengakibatkan berbagai krisis pada berbagai tingkat
kehidupan. Contohnya perang saudara di Amerika Serikat pada
abad yang lalu, yang merupakan perbenturan antara Utara yang
industrial (teknis) dan Selatan yang pertanian (agraris).
Zaman Teknis muncul di Barat melalui proses yang panjang
dan landai, yaitu sejak Zaman Renaissance akibat perkenalan Barat
dengan peradaban Islam, diteruskan ke Zaman Pencerahan — yang
bukti-buktinya semakin banyak juga merupakan akibat perkenalan
dengan Islam lebih lanjut, khususnya di bidang pandangan keaga
maan dan kemanusiaan — lalu Zaman Teknis itu sendiri dengan
titik awal di Inggris. Karena prosesnya yang panjang dan landai itu
maka krisis yang diderita olah Barat akibat perubahan zaman di sana
terbentang dalam waktu yang panjang pula dan secara nisbi tidak
mengagetkan (ini tidak berarti dalam bentuk-bentuk tertentunya
tidak mengerikan, seperti terjadinya perang-perang keagamaan
yang berkepanjangan dan juga PD I dan II).
Maka dibanding dengan pengalaman Barat itu, pengalaman
krisis kita dapat lebih mengagetkan (shocking) dengan dampak yang
lebih berat. Sebab perubahan kita dari pola masyarakat agraris ke
pola industrial adalah “mendadak”, tanpa pendahuluan seperti
di Barat. Sementara itu, jika kita gunakan sudut pandang Alvin
Toffler yang memperkenalkan istilah “gelombang”, kita bangsa
Indonesia sekarang ini, seperti juga banyak bangsa yang lain,
sedang mengalami perbenturan tiga gelombang sekaligus; yaitu
perbenturan antara pola hidup sosial agraris sebagai gelombang
pertama dengan pola hidup sosial industrial sebagai gelombang
kedua, ditambah mulai tumbuh dan berkembangnya pola hidup
sosial zaman informatika di kota-kota besar. Oleh karena itu
dampak krisis yang timbul juga lebih besar daripada yang terjadi
di Barat.
Mengingat hal-hal tersebut, perhatian harus kita arahkan ke
pada besarnya krisis akibat perubahan sosial yang ada di sekitar:
Deprivasi Relatif, yaitu perasaan teringkari, tersisihkan pada orang
a 4804 b
c Tradisi Islam d
a 4805 b
c Karya Lengkap Nurcholish Madjid d
a 4806 b
c Tradisi Islam d
Korupsi
a 4807 b
c Karya Lengkap Nurcholish Madjid d
a 4808 b
c Tradisi Islam d
a 4809 b
c Karya Lengkap Nurcholish Madjid d
a 4810 b
c Tradisi Islam d
a 4811 b
c Karya Lengkap Nurcholish Madjid d
a 4812 b
c Tradisi Islam d
a 4813 b
c Karya Lengkap Nurcholish Madjid d
hak-hak pribadi untuk tidak disiksa, baik fisik maupu mental; hak-
hak pribadi untuk memperoleh pengadilan yang tidak memihak,
yang fair; hak-hak pribadi untuk tidak mengalami penangkapan
dan penahahan sewenang-wenang.
Pelanggaran atas hak-hak pribadi tersebut akan merupakan
pelanggaran hak asasi yang paling telanjang. Pelanggaran atas hak-
hak itu juga merupakan penyelewengan yang paling gawat dari
cita-cita reformasi. Dan karena hak-hak itu ada dalam konteks
kekuasaan, maka usaha melindungi dan menegakkannnya memer
lukan sistem dan tatanan kekuasaan yang adil, yang fair, yang tidak
memihak kepada kepentingan diri sendiri dan golongan. Yaitu
sistem kekuasaan yang tidak terpengaruh oleh perasaan suka-tidak-
suka. Yaitu suatu kekuasaan yang sanggap menegakkan keadilan
sekalipun terkena kepada diri sendiri.
Mewujudkan beberapa prinsip yang mendasari kebebasan
nurani di atas sangat mendesak, dan diharapkan dapat terwujud
dalam era reformasi ini. [v]
a 4814 b
c Tradisi Islam G
F d
FatSoen
a 2515 E
D 4599 b