Anda di halaman 1dari 13

PENGARUH PENERAPAN KURIKULUM MERDEKA TERHADAP KARAKTER

SISWA DI SEKOLAH PENGGERAK


(Penelitian di PAUD Penggerak Se-Kota Bandung)

ARIF RAHMAN HAKIM


NIM. 1192010021

JURUSAN MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM


FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UIN SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG
2022
A. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Masalah
Pendidikan itu salah satu faktor terpenting dalam menentukan kualitas
sumber daya manusia dan kemajuan sebuah bangsa. Proses pendidikan mampu
melahirkan ide-ide yang kreatif, inovatif dalam dinamika perkembangan zaman.
Pengembangan kurikulum merupakan instrumen untuk meningkatkan kualitas
pendidikan. Kebijakan pendidikan yang benar akan tampak melalui implementasi
kurikulum yang diterapkan karena “kurikulum merupakan jantung pendidikan”
yang menentukan berlangsungnya Pendidikan (Munandar, 2017). Menurut UU
No.20 tahun (2003) “kurikulum merupakan seperangkat rencana pembelajaran
yang berkaitan dengan tujuan, isi, bahan ajar dan cara yang digunakan dan dijadikan
sebagai pedoman dalam penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai
sebuah tujuan pendidikan nasional”.
Menurut Lina Eka dan Ummu Khairiyah (2022), terdapat capaian
pembelajaran yang harus dicapai sesuai dengan tiga elemen yaitu (1) Nilai Agama
dan Budi Pekerti; (2) Jati Diri; (3) Dasar-Dasar Literasi, Matematika, Sains,
Teknologi, Rekayasa, dan Seni. Kemudian menurut Nurman Hidaya (2022) dalam
penelitiannya yang berjudul “Implementasi Pendidikan Karakter Anak Usia Dini”
didapat fakta bahwa, 1) Kemajuan suatu bangsa ditentukan oleh karakter anak
bangsa; 2)Pendidikan karakter harus dimulai sejak usia dini; 3) Peran orang tua
dalam penanaman karakter anak akan menentukan karakteristik anak yang
berkualitas di masa depan; 4) pengawasan jenis permainan perlu dilakukan supaya
membawa dampak yang baik.
Apabila anak mendapat pendidikan karakter yang baik dari keluarganya anak
tersebut akan berperilku baik untuk kehidupannya sendiri. Banyak orang tua yang
lebih mementingkan aspek kecerdasan otak ketimbang pendidikan karakter.
Berdasarkan hal tersebut terbukti bahwa pentingnya pendidikan karakter, baik di
rumah ataupun di pendidikan formal.
Negara memiliki kepentingan dalam menentukan karakter, khususnya yang
terkait dengan ideologi, nasionalisme, hukum, dan kewarganegraraan yang dikenal
sebagai karakter bangsa. Karakter bangsa ini dikenalkan sejak anak usia dini dengan
cara-cara yang sederhana. Misalnya, anak diajak membuat bendera merah putih dari
kertas lalu guru bercerita tentang arti bendera negara merah-putih. Di samping itu,
anak juga dikenalkan dengan nilai - nilai yang bersifat universal yang diterima di
seluruh masyarakat Indonesia bahkan dunia; seperti hormat, jujur, murah hati,
tekun, memiliki integritas, perhatian, toleran, kerjasama, kerja keras, sabar,
tanggung jawab, dan dapat dipercaya. Kini pendidikan anak usia dini menghadapi
banyak nilai yang diusulkan oleh berbagai pihak agar masuk dalam kurikulum
PAUD, seperti aturan lalu lintas, pendidikan anti korupsi, pendidikan kelautan,
pendidikan lingkungan hidup, dan pendidikan pembangunan berkelanjutan. Berikut
nilai-nilai, moral, dan karakter yang dikembangkan dalam pendidikan anak usia dini
yang berbeda tiap negara, sekolah, dan masyarakat.
Program kurikulum merdeka yang telah diluncurkan oleh Kementerian
Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) akan menjadi
gerbang menuju kurikulum yang berorientasi kepada kebutuhan murid dengan
kesesuaian karakter murid serta karateristik lingkungan sekolah di Indonesia.
Berdasarkan pada urgensi antara pentingnya penerapan pendidikan karakter
yang dimulai sejak usia se – dini mungkin dan penerapan kurikulum merdeka
sebagai kurikulum baru yang ada di Indonesia ini lah, perlu diadakannya sebuah
penelitian untuk mengetahui seberapa berpengaruh kurikulum merdeka ini terhadap
perkembangan karakter anak terutama pada anak usia dini di Indonesia. Penelitian
ini akan berfokus pada seberapa berpengaruhnya penerapan kurikulum merdeka
teradap karakter anak bangsa khususnya pada anak usia dini.
Melihat permasalahan tersebut maka peneliti akan melakukan penelitian di
beberapa lokasi yang berbeda, yaitu di Sekolah Penggerak jenjang PAUD Se – Kota
Bandung dengan judul “Pengaruh Penerapan Kurikulum Merdeka Terhadap
Karakter Siswa Di Sekolah Penggerak”

2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan diatas, maka dapat diambil
rumusan masalah, sebagai berikut :
a. Bagaimana penerapan kurikulum merdeka di sekolah PAUD penggerak se –
Kota Bandung ?
b. Bagaimana karakter siswa di sekolah PAUD penggerak se – Kota Bandung ?
c. Bagaimana pengaruh penerapan kurikulum merdeka terhadap karakter siswa di
sekolah PAUD penggerak se – Kota Bandung ?

3. Tujuan Penelitian
Dari rumusan masalah yang telah dibuat, maka tujuan dari penelitian ini adalah
sebagai berikut :
a. Untuk mendeskripsikan dan menganalisis bagaimana penerapan kurikulum
merdeka di sekolah PAUD penggerak se – Kota Bandung
b. Untuk mendeskripsikan dan menganalisis bagaimana karakter siswa di sekolah
PAUD penggerak se – Kota Bandung
c. Untuk mendeskripsikan dan menganalisis bagaimana pengaruh penerapan
kurikulum merdeka terhadap karakter siswa di sekolah PAUD penggerak se –
Kota Bandung

4. Manfaat Penelitian
Penelitian ini mempunyai beberapa manfaat, baik secara teoritis maupun praktis.
a. Manfaat Teoritis
Manfaat secara teoritis ini diharapkan dapat menambah ilmu dan
memberikan pemahaman akan pentingnya pendidikan karakter pada anak usia
dini.
b. Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai data atau bahan acuan dalam
membuat pedoman maupun bahan koreksi penerapan kurikulum merdeka
beserta pengaruhnya terhadap karakter siswa. Manfaat lainnya bagi peneliti bisa
mendapat pengalaman dan mengembangkan pengetahuannya sehingga dapat
berkontribusi baik berupa kritik maupun saran terkait manajemen kurikulum di
suatu lembaga pendidikan.

5. Ruang Lingkup dan Batasan


Agar pembahasan penelitian tidak melebar maka diperlukan pembatasan ruang
lingkup penelitian. Peneliti memfokuskan pada penerapan kurikulum merdeka dan
karakter siswa di sekolah penggerak jenjang PAUD. Dua variabel tersebut menjadi
tolak ukur dalam penelitian ini. Sehingga dalam pengumpulan data hanya terdiri
dari dia lingkup saja.
6. Kerangka Pemikiran
a. Kurikulum Merdeka
1. Pengertian
Kurikulum Merdeka adalah kurikulum dengan pembelajaran
intrakulikuler yang beragam di mana konten akan lebih optimal agar peserta
didik memiliki cukup waktu untuk mendalami konsep dan menguatkan
kompetensi. Guru memiliki keleluasaan untuk memilih berbagai perangkat
ajar sehingga pembelajaran dapat disesuaikan dengan kebutuhan belajar dan
minat peserta didik.
Proyek untuk menguatkan pencapaian profil belajar Pancasila
dikembangkan berdasarkan tema tertentu yang ditetapkan oleh pemerintah.
Proyek tersebut tidak diarahkan untuk mencapai target capaian
pembelajaran tertentu, sehingga tidak terikat pada konten mata pelajaran.
2. Profil Pelajar Pancasila
Menurut pernyataan Kemdikbud, profil pelajar Pancasila memiliki
enam keutamaan ciri, seperti beriman dan bertaqwa kepada Tuhan yang
Maha Esa (memiliki akhlaq yang mulia), mengembangkan sikap mandiri,
kreatif, dapat berpikir kritis, bergotong royong, dan memiliki kebhinekaan
global. Profil pelajar Pancasila sangat dibutuhkan dalam pembelajaran di
era sekarang ini untuk pembentukan karakter. Pembentukan karakter profil
pelajar Pancasila Menurut pernyataan Kemdikbud, profil pelajar Pancasila
memiliki enam keutamaan ciri, seperti beriman dan bertaqwa kepada Tuhan
yang Maha Esa (memiliki akhlaq yang mulia), mengembangkan sikap
mandiri, kreatif, dapat berpikir kritis, bergotong royong, dan memiliki
kebhinekaan global. Profil pelajar Pancasila sangat dibutuhkan dalam
pembelajaran di era sekarang ini untuk pembentukan karakter.
Pembentukan karakter profil pelajar Pancasila
b. Pendidikan Karakter Anak Usia Dini
1. Pendidikan Karakter
Pada tahun 1993, Josephson Institute of Ethics mensponsori pertemuan
di Aspen, Colorado, Amerika Serikat untuk mendiskusikan penurunan
moral dan cara mengatasinya. Sebanyak dua puluh delapan orang pemimpin
dunia merumuskan nilai-nilai universal yang diturunkan dari nilai-nilai
kultural, ekonomi, politik, dan agama. Hasil pertemuan itu kemudian
dikenal dengan Aspen Declaration on Character Education (DeRoche,
2009). Momentum itu dikenal sebagai kebangkitan kembali pendidikan
karakter yang dahulu pernah ada. Pendidikan karakter yang dirumuskan di
dalam deklarasi Aspen tersebut di atas adalah sebagai nilai etis dari
masyarakat yang demokratis, seperti hormat, bertanggungjawab, dapat
dipercaya, adil dan fair, peduli, nilai-nilai kemasyarakatan dan
kewarganegaraan. Murphy (1998) meringkasnya menjadi “According to the
Declaration, effective character education is based on core ethical values
rooted in democratic society, in particular, respect, responsibility,
trustworthiness, justice and fairness, caring, and civic virtue and
citizenship.”
2. Pendidikan Karakter Untuk Anak Usia Dini
Pendidikan anak usia dini adalah pendidikan yang diberikan kepada
anak usia di bawah tujuh tahun. Di Indonesia kategori anak usia dini adalah
anak berusia 0 tahun hingga 6 tahun. Anak usia dini lahir ke dunia dengan
membawa segenap potensi (kecerdasan) yang dianugerahkan Tuhan, namun
potensi-potensi tersebut tidak akan berkembang dan muncul secara optimal
pada diri anak jika tidak distimulasi sejak usia dini. Sudaryanti (2010: 3)
mengungkapkan anak usia dini merupakan masa keemasan (golden age)
yang hanya terjadi satu kali dalam masa perkembangan kehidupan,
sekaligus masa yang kritis bagi kehidupan anak. Penelitian menunjukkan
bahwa sejak lahir anak memiliki 1000 milyar sel otak, sel ini harus
dirangsang dan didayagunakan agar terus hidup dan berkembang dan jika
tidak dirangsang, sel ini akan mengalami penerunan dan berdampak pada
pengikisan segena potensi yang dimiliki anak.
Pendidikan karakter untuk usia dini disesuaikan dengan perkembangan
moral pada anak. Menurut Piaget (1965), perkembangan moral meliputi tiga
tahap, yaitu (1) premoral, (2) moral realism, dan (3) moral relativism.
Sementara Kolhberg (Power, Higgins, & Kohlberg, 1989) menyatakan
bahwa perkembangan moral mencakup (1) preconventional, (2)
conventional, dan (3) postconventional. Esensi kedua teori tersebut sama,
yaitu pada tahap awal anak belum mengenal aturan, moral, etika, dan susila.
Kemudian, berkembang menjadi individu yang mengenal aturan, moral,
etika, dan susila dan bertindak sesuai aturan tersebut. Pada akhirnya, moral,
aturan, etika dan susila ada dalam diri setiap anak di mana perilaku
ditentukan oleh pertimbangan moral dalam dirinya bukan oleh aturan atau
oleh keberadaan orang lain; meskipun tidak ada orang lain, ia malu
melakukan hal-hal yang tidak etis, asusila, dan amoral. Jadi, untuk anak
Kelompok Bermain dan TK, perkembangan moral anak umumnya pada
tahap premoral dan moral realism. Pada tahap ini ada banyak aturan, etika,
dan norma yang anak tidak tahu dan anak belum bisa memahaminya. Untuk
itu pendidikan karakter di TK baru dalam tahap pengenalan dan pembiasaan
berperilaku sesuai norma, etika, dan aturan yang ada.
c. Skema pengaruh penerapan kurikulum merdeka terhadap karakter siswa
PAUD penggerak.
Berdasarkan uraian di atas, skema dari kerangka berfikir dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut :

Kurikulum Merdeka (X)

Karakter Anak Usia Dini (Y)


- Kejujuran
- Kedisiplinan
Profil Pelajar Pancasila : - Toleransi
- Kemandirian
- Memiliki Akhlak Mulia
- Mandiri (Nuraeni : 2014)
- Kreatif
- Kritis
- Bergotong Royong
- Kebhinekaan Global

7. Hipotesis
Berdasarkan kerangka berfikir diatas, hipotesis yang diajukan dalam penelitian
ini adalah :
Ha : Penerapan kurikulum merdeka berpengaruh terhadap karakter anak usia dini
Ho : Penerapan kurikulum merdeka tidak berpengaruh terhadap karakter anak usia
dini.
B. TINJAUAN PUSTAKA
a. Kurikulum Merdeka
1. Pengertian

Kurikulum Merdeka adalah kurikulum dengan pembelajaran intrakulikuler


yang beragam di mana konten akan lebih optimal agar peserta didik memiliki cukup
waktu untuk mendalami konsep dan menguatkan kompetensi. Guru memiliki
keleluasaan untuk memilih berbagai perangkat ajar sehingga pembelajaran dapat
disesuaikan dengan kebutuhan belajar dan minat peserta didik.

Proyek untuk menguatkan pencapaian profil belajar Pancasila


dikembangkan berdasarkan tema tertentu yang ditetapkan oleh pemerintah. Proyek
tersebut tidak diarahkan untuk mencapai target capaian pembelajaran tertentu,
sehingga tidak terikat pada konten mata pelajaran.

2. Profil Pelajar Pancasila

Menurut pernyataan Kemdikbud, profil pelajar Pancasila memiliki enam


keutamaan ciri, seperti beriman dan bertaqwa kepada Tuhan yang Maha Esa
(memiliki akhlaq yang mulia), mengembangkan sikap mandiri, kreatif, dapat
berpikir kritis, bergotong royong, dan memiliki kebhinekaan global. Profil pelajar
Pancasila sangat dibutuhkan dalam pembelajaran di era sekarang ini untuk
pembentukan karakter. Pembentukan karakter profil pelajar Pancasila Menurut
pernyataan Kemdikbud, profil pelajar Pancasila memiliki enam keutamaan ciri,
seperti beriman dan bertaqwa kepada Tuhan yang Maha Esa (memiliki akhlaq yang
mulia), mengembangkan sikap mandiri, kreatif, dapat berpikir kritis, bergotong
royong, dan memiliki kebhinekaan global. Profil pelajar Pancasila sangat
dibutuhkan dalam pembelajaran di era sekarang ini untuk pembentukan karakter.
Pembentukan karakter profil pelajar Pancasila.

Perubahan tentang kebijakan kurikulum didalam pendidikan diputuskan


oleh Kemendikbud Ristek Nomor 162/M/2021 mengenai sekolah penggerak yang
menerapkan Kurikulum Merdeka, kurikulum ini dijadikan pilihan terakhir dan
dapat diterapkan dalam satuan pendidikan ditahun 2022-2024. Dibentuknya
kebijakan ini karena adanya suatu penurunan kualitas pembelajaran yang dirasakan
di dalam dunia pendidikan selama adanya pandemi covid-19 yang disebut dengan
(Learning loss). Menurut (Suryadien et al., 2022b) Kurikulum merdeka merupakan
kurikulum berbasis kompetensi yang dapat mendukung pemulihan pembelajaran
melalui kegiatan intrakulikuler dan kokurikuler (projek). Dalam kurikulum ini
terdapat program yakni Profil Pelajar Pancasila, merupakan bentuk perwujudan
pelajar sepanjang hayat yang kompeten, berkarakter, dan berperilaku sesuai dengan
nilai-nilai Pancasila (Kemendikbud Ristek, 2022). Profil Pelajar Pancasila
dirancang untuk menjawab suatu pertanyaan besar, tentang peserta didik dengan
kompetensi seperti apa yang ingin dihasilkan. Tentunya berkaitan dengan Visi
Pendidikan di Indonesia yakni mewujudkan Indonesia maju yang berdaulat,
mandiri, dan berkepribadian melalui terciptanya pelajar Indonesia. Latar belakang
terbentuknya Profil Pelajar Pancasila yaitu rendahnya sumber daya manusia yang
memiliki jiwa katakter sesuai nilai-nilai Pancasila didalam lingkup pendidikan yang
mulai dilupakan.

Diketahui bawha pendidikan merupakan bentuk usaha yang dilakukan untuk


menuntun peserta didik mengapai potensi yang dimilikinya. Berdasarkan UU N0.20
Tahun 2003, Pasal 3 tentang Pendidikan Nasional yaitu Pendidikan Nasional
bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar taat kepada Tuhan
Yang Maha Esa, Berakhlak Mulia, sehat, berilmu cakap, kreatif, mandiri, serta
menjadi negara yang demokratis dan bertanggung jawab. Maka dari itu peran
pendidikan Nasional tidak hanya tentang kapasitas pembelajaran dan pengetahuan
yang dimiliki tetapi juga dalam pembentukan karakter peserta didik. Perspektif lain
yang Ki Hajar Dewantara katakana “Ing Ngarso Sung Tulodo, Ing Madyo Mangun
Karso, Tut Wuri Handayani”. yang berarti bawha pendidik berperan sangat penting
terhadap pembentukan karakter kepada peserta didik dalam sebuah pendidikan.
Pendidikan menjadi teladan yang baik apabila berada didepan, menjadi motivasi
jika berada ditengah, dan pendidik menjadi pendorong peserta didik dibelakang
(Rahayuningsih, 2019). Sesuai dalam kurikulum Merdeka memberikan sebuah
kebebasan pembelajaran kepada satuan pendidikan, guru, dan siswa secara
fleksibelitas dan menyenangkan. Artinya meberikan kemerdekaan dalam belajar
sesuai dengan minat dan bakat yang disukainya dengan tetap menekankan
pendidikan karakter didalamnya melalui program Profil Pelajar Pancasila. Profil
Pelajar Pancasila ini diterapkan dalam satuan pendidikan melalui kegiatan budaya
sekolah, intrakulikuler, kokurikuler (projek) dan ekstrakulikuler.

3. Ciri – Ciri Profil Pelajar Pancasila


Sesuai dalam rencana strategis pada tahun 2020-2024 yang terdapat dalam
peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 22 tahun 2020 tentang
Pelajar pancasila merupakan perwujudan sebagai pelajar sepanjang hayat yang
memiliki kompetensi global dan berperilaku sesuai dengan nilai-nilai Pancasila
dengan 6 profil utama sebagai berikut:
a) Beriman, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia
Peserta didik yang beriman, betakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan
berakhlak mulia adalah peserta didik yang selalu melibatkan segala urusannya
kepada Tuhan YME. Menganut kepercayaannya dan memahami ajaran agama
di dalam kehidupan sehari-hari. Serta menjalankan apa yang diperintahkan dan
menjauhi segala macam laranganNya agar terhindar dari perbuatan yang
merugikan bagi dirinya maupun orang lain. Menurut (Rahayuningsih, 2019)
Bentuk usaha yang dapat dilakukan dalam profil beriman, bertakwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia ini dengan cara dapat menghargai
bermacam jenis ciptaan Tuhan baik di dalam lingkungan tempat tinggal maupun
masyarakat.
b) Berkebhinekaan Global
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Bhineka yang
mempunyai arti keberagaman, dan kebhinekaan mempunyai arti berbedabeda
atas banyaknya keberagaman yang ada. Melalui profil ini seseorang diharapkan
mempunyai identitas diri yang matang, serta menunjukkan resprestasi tentang
budaya luhur bangsannya dan memiliki pemikiran terbuka atas keberagaman
budaya orang lain (Juliani & Bastian, 2021). Hal ini merujuk kepada semboyan
bangsa Indonesia yaitu “Bhineka Tunggal Ika” yang mempunyai bentuk
perwujudan untuk dapat menghargai adanya perbedaan agama, suku, ras, dan
budaya yang harus dikenal dan dihargai. Tanpa adanya rasa terpaksa untuk
melakukannya, serta kebhinekaan ini tidak hanya menjadikan dasar untuk
pemahaman terhadap budaya sendiri melainkan juga bagi lintas budaya.
c) Bergotong Royong
Secara umum gotong royong mempunyai arti bekerja sama yang
dilakukan oleh individu dengan kelompok untuk mencapai tujuan dan
kepentingan bersama. Menurut (Mulyani et al., 2020) perlu ditanamkan sejak
dini dalam lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat karena memiliki peran
untuk menghadapi era globalisasi. Melalui kegiatan gotong royong menjadikan
suatu pekerjaan yang dilakukan secara bersama-sama menjadi mudah, cepat dan
ringan. Profil gotong royong ini menjadikan pelajar yang mampu melakukan
kegiatan secara bersama-sama, peduli terhadap lingkungan sekitarnya,
berkolaborasi untuk kepentingan dan tujuan bersama dan ikut sera untuk
meringankan masalah yang dihadapi dalam lingkungan sekitarnya.
d) Mandiri
Mandiri adalah bentuk rasa tanggung jawab yang dimiliki peserta didik
terhadap proses ataupun hasil dari kegiatan belajar yang telah dilakukannya.
Bentuk karakter mandiri ini tentunya harus ditanamkan sejak dini agar dapat
berdampak pada perubahan sikap, perilaku, dan tindakan yang membawanya
mempunyai rasa percaya diri akan kemampuan yang dimiliki tanpa
tergantungan terhadap bantuan orang lain (Yusutria & Febriana, 2019).
Kemandirian ini dilakukan atas dasar kemauan dari dalam diri sendiri, pilihan
sendiri, dan tanggung jawab sendiri. Peserta didik dapat mengontrol kapan
waktunya melakukan hal yang disukainya maupun tidak dan peserta didik yang
mandiri cenderung termotivasi untuk mencapai prestasi yang membuatnya
bangga akan hasil yang didapatkan secara mandiri.
e) Bernalar Kritis
Bernalar kritis merupakan bentuk kemampuan yang harus dimiliki oleh
peserta didik untuk menyaring, mengolah, informasi yang di dapatkan. Dengan
cara menganalisis sebuah informasi yang didapatkan sebelum diterima oleh
pemikirannya sendiri. Menurut (Ernawati & Puji Rahmawati, 2022) bernalar
kritis perlu untuk diterapkan pada diri peserta didik untuk dijadikan dasar proses
kognitif untuk memcahkan suatu permasalahan yang dihadapi, mengolah
informasi yang didapatkan, Berfikir kritis menjadikan peserta didik berfikir
secara rasional dalam mengambil sebuah keputusan, yang mana memerlukan
pertimbangan yang dilakukan agar dapat menghasilkan pertimbangan
penyelesaian masalah yang dihadapi. Ketika peseta didik mampu bernalar kritis
artinya dapat menerima informasi secara objektif dengan megaitkan informasi
yang didapatkan, menganalisis, dan mengevaluasi, serta menyimpulkan
informasi yang di dapat.
f) Kreatif
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) kreatif diartikan sebagai
seseorang yang memiliki daya cipta, dan memiliki kemampuan untuk
menciptakan sesuatu. Kreatifitas yang dimiliki oleh seseorang bukanlah potensi
dari hasil pewarisan genetik, namun kepada kamampuan yang dibentuk dan
terbentuk dari pengalaman yang didapatkan.
b. Pendidikan Karakter Anak Usia Dini
1. Pendidikan Karakter

Pada tahun 1993, Josephson Institute of Ethics mensponsori pertemuan di


Aspen, Colorado, Amerika Serikat untuk mendiskusikan penurunan moral dan cara
mengatasinya. Sebanyak dua puluh delapan orang pemimpin dunia merumuskan
nilai-nilai universal yang diturunkan dari nilai-nilai kultural, ekonomi, politik, dan
agama. Hasil pertemuan itu kemudian dikenal dengan Aspen Declaration on
Character Education (DeRoche, 2009). Momentum itu dikenal sebagai kebangkitan
kembali pendidikan karakter yang dahulu pernah ada. Pendidikan karakter yang
dirumuskan di dalam deklarasi Aspen tersebut di atas adalah sebagai nilai etis dari
masyarakat yang demokratis, seperti hormat, bertanggungjawab, dapat dipercaya,
adil dan fair, peduli, nilai-nilai kemasyarakatan dan kewarganegaraan. Murphy
(1998) meringkasnya menjadi “According to the Declaration, effective character
education is based on core ethical values rooted in democratic society, in
particular, respect, responsibility, trustworthiness, justice and fairness, caring, and
civic virtue and citizenship.”

2. Pendidikan Karakter Untuk Anak Usia Dini

Pendidikan anak usia dini adalah pendidikan yang diberikan kepada anak
usia di bawah tujuh tahun. Di Indonesia kategori anak usia dini adalah anak berusia
0 tahun hingga 6 tahun. Anak usia dini lahir ke dunia dengan membawa segenap
potensi (kecerdasan) yang dianugerahkan Tuhan, namun potensi-potensi tersebut
tidak akan berkembang dan muncul secara optimal pada diri anak jika tidak
distimulasi sejak usia dini. Sudaryanti (2010: 3) mengungkapkan anak usia dini
merupakan masa keemasan (golden age) yang hanya terjadi satu kali dalam masa
perkembangan kehidupan, sekaligus masa yang kritis bagi kehidupan anak.
Penelitian menunjukkan bahwa sejak lahir anak memiliki 1000 milyar sel otak, sel
ini harus dirangsang dan didayagunakan agar terus hidup dan berkembang dan jika
tidak dirangsang, sel ini akan mengalami penerunan dan berdampak pada
pengikisan segena potensi yang dimiliki anak.
Pendidikan karakter untuk usia dini disesuaikan dengan perkembangan
moral pada anak. Menurut Piaget (1965), perkembangan moral meliputi tiga tahap,
yaitu (1) premoral, (2) moral realism, dan (3) moral relativism. Sementara Kolhberg
(Power, Higgins, & Kohlberg, 1989) menyatakan bahwa perkembangan moral
mencakup (1) preconventional, (2) conventional, dan (3) postconventional. Esensi
kedua teori tersebut sama, yaitu pada tahap awal anak belum mengenal aturan,
moral, etika, dan susila. Kemudian, berkembang menjadi individu yang mengenal
aturan, moral, etika, dan susila dan bertindak sesuai aturan tersebut. Pada akhirnya,
moral, aturan, etika dan susila ada dalam diri setiap anak di mana perilaku
ditentukan oleh pertimbangan moral dalam dirinya bukan oleh aturan atau oleh
keberadaan orang lain; meskipun tidak ada orang lain, ia malu melakukan hal-hal
yang tidak etis, asusila, dan amoral. Jadi, untuk anak Kelompok Bermain dan TK,
perkembangan moral anak umumnya pada tahap premoral dan moral realism. Pada
tahap ini ada banyak aturan, etika, dan norma yang anak tidak tahu dan anak belum
bisa memahaminya. Untuk itu pendidikan karakter di TK baru dalam tahap
pengenalan dan pembiasaan berperilaku sesuai norma, etika, dan aturan yang ada.

Anda mungkin juga menyukai