Anda di halaman 1dari 115

A.

ASAL USUL BANGSA INDONESIA


Dari mana asal usul manusia dan masyarakat Indonesia masih terdapat pendapat yang
berbeda. Dan di bawah ini adalah beberapa pendapat yang dikemukakan oleh para ahli.

1.  H. Kern, menyatakan bahwa bangsa Indonesia berasal dari Asia yaitu dari Campa,


Chocin China. Kern menyimpulkan pendapatnya berdasarkan bahasa yang digunakan
masyarakat awal Indonesia yang berasal dari bahasa Austronesia.

2.  Moh. Ali, menyatakan bahwa bangsa Indonesia berasal dari daerah Yunan. Pendapat ini
dipengaruhi oleh pendapat Mens yang menyatakan bahwa bangsa Indonesia berasal dari
Mongol yang terdesak oleh bangsa-bangsa yang lebih kuat. Mereka berasal dari daerah
hulu-hulu sungai besarAsia yang datang ke kepulauan Indonesia secara bertahap. Tahap
pertama datang dari tahun 3000-1500 SM dengan perahu bercadik satu dan tahap kedua
dari tahun 1500 - 500 SM dengan perahu bercadik dua

Siapakah sesungguhnya Bangsa Indonesia? Ada banyak cara/versi untuk


menerangkan jawaban atas pertanyaan tadi. Dari semua versi, keseluruhannnya berpendapat
sama jika lelulur masyarakat Indonesia yang sekarang ini mendiami Nusantara adalah bangsa
pendatang. Penelitian arkeologi dan ilmu genetika memberikan bukti kuat jika leluhur Bangsa
Indonesia bermigrasi dari wilayah Asia ke wilayah Asia bagian Selatan. Masyarakat
Indonesia mungkin banyak yang tidak menyadari apabila perbedaan warna kulit, suku,
ataupun bahasa tidak menutupi fakta suatu bangsa yang memiliki rumpun sama, yaitu
rumpun Austronesia. Jika melihat catatan penelitian dan kajian ilmiah tentang asal-usul suatu
bangsa, apakah masyarakat Indonesia menyadari jika mereka berasal (keturunan) dari leluhur
yang sama (satu rumpun)?

Topik dalam tulisan ini sebelumnya sudah sering dibahas di media cetak maupun
elektronik, termasuk juga dituliskan oleh beberapa blogger. Sayang sekali di setiap penulisan
tidak memberikan penegasan apapun kecuali hanya sekedar informasi umum. Pada
prinsipnya, dengan menelusuri asal-usul suatu bangsa, setidaknya akan diketahui gambaran
atas pemikiran, paham, ataupun anggapan tentang sikap suatu bangsa.

Menelusuri asal-usul suatu bangsa tidak sekedar membutuhkan bidang ilmu


antropologi, akan tetapi sudah masuk ke dalam ranah ilmu genetika. Pada awalnya,
penelurusuran hanya didasarkan pada bukti-bukti arkeologi dan pola penuturan bahasa.
Temuan terbaru cukup mengejutkan karena merubah keseluruhan fakta di masa lalu jika
selama ini leluhur Bangsa Indonesia bukan berasal dari Yunan.

Teori Awal Tentang Yunan


Teori awal tengan asal-usul Bangsa Indonesia dikemukakan oleh sejarawan kuno
sekaligus arkeolog dari Austria, yaitu Robern Barron von Heine Geldern atau lebih dikenal
von Heine Geldern (1885-1968). Berdasarkan kajian mendalam atas kebudayaan megalitik di
Asia Tenggara dan beberapa wilayah di bagian Pasifik disimpulkan bahwa pada masa lampau
telah terjadi perpindahan (migrasi) secara bergelombang dari Asia sebelah Utara menuju Asia
bagian Selatan. Mereka ini kemudian mendiami wilayah berupa pulau-pulau yang terbentang
dari Madagaskar (Afrika) sampai dengan Pulau Paskah (Chili), Taiwan, dan Selandia Baru
yang selanjutnya wilayah tersebut dinamakan wilayah berkebudayaan Austronesia. Teori
mengenai kebudayaan Austronesia dan neolitikum inilah yang sangat populer di kalangan
antropolog untuk menjelaskan misteri migrasi bangsa-bangsa di masa neolitikum (2000 SM
hingga 200 SM).

Teori von Heine Geldern tentang kebudayaan Austronesia mengilhami pemikiran


tentang rumpun kebudayaan Yunan (Cina) yang masuk ke Asia bagian Selatan hingga
Australia. Salah satunya pula yang melandasi pemikiran apabila leluhur Bangsa Indonesia
berasal dari Yunan. Teori ini masih sangat lemah (kurang akurat) karena hanya didasarkan
pada bukti-bukti kesamaan secara fisik seperti temuan benda-benda arkeologi ataupun
kebudayaan megalitikum. Teori ini juga sangat mudah diperdebatkan setelah ditemukannya
catatan-catatan sejarah di Borneo (Kalimantan), Sulawesi bagian Utara, dan Sumatera yang
saling bertentangan dengan teori Out of Yunan. Sayangnya, masih banyak pendidikan dasar
di Indonesia yang masih mempertahankan prinsip ‘Out of Yunan’.

Teori Linguistik
Teori mengenai asal-usul Bangsa Indonesia kemudian berpijak pada studi ilmu
linguistik. Dari keseluruhan bahasa yang dipergunakan suku-suku di Nusantara memiliki
rumpun yang sama, yaitu rumun Austronesia. Akar dari keseluruhan cabang bahasa yang
digunakan leluhur yang menetap di wilayah Nusantara berasal dari rumpun Austronesia di
Formosa atau dikenal dengan rumpun Taiwan. Teori linguistik membuka pemikiran baru
tentang sejarah asal-usul Bangsa Indonsia yang disebut pendekatan ‘Out of Taiwan’. Teori ini
dikemukakan oleh Harry Truman Simandjuntak yang selanjutnya mendasar teori moderen
mengenai asal usul Bangsa Indonesia.

Pada prinsipnya, menurut pendekatan ilmu linguistik, asal-usul suatu bangsa dapat
ditelusuri melalui pola penyebaran bahasanya. Pendekatan ilmu linguistik mendukung fakta
penyebaran bangsa-bangsa rumpun Austronesia. Istilah Austronesia sendiri sesungguhnya
mengacu pada pengertian bahasa penutur. Bukti arkeologi menjelaskan apabila keberadaan
bangsa Austronesia di Kepulauan Formosa (Taiwan) sudah ada sejak 6000 tahun yang lalu.
Dari kepulauan Formosa ini kemudian bangsa Austronesia menyebar ke Filipina, Indonesia,
Madagaskar (Afrika), hingga ke wilayah Pasifik. Sekalipun demikian, pendekatan ilmu
linguistik masih belum mampu menjawab misteri perpindahan dari Cina menuju Kepulauan
Formosa.

Pendekatan Teori Genetika


Teori dengan pendekatan ‘Out of Taiwan’ nampaknya semakin kuat setelah disertai
bukti-bukti berupa kecocokan genetika. Riset genetika yang dilakukan pada ribuan
kromosom tidak menemukan kecocokan pola genetika dengan wilayah di Cina. Temuan ini
tentunya cukup mengejutkan karena dianggap memutuskan dugaan gelombang migrasi yang
berasal dari Cina, termasuk di antaranya pendekatan ‘Out of Yunan’. Sebaliknya, kecocokan
pola genetika justru semakin memperkuat pendekatan ‘Out of Taiwan’ yang sebelumnya juga
dijadikan dasar pemikiran arkeologi dengan pendekatan ilmu linguistik.
Dengan menggunakan pendekatan ilmu linguistik dan riset genetika, maka asal-usul
Bangsa Indonesia bisa dipastikan bukan berasal dari Yunan, akan tetapi berasal dari bangsa
Austronesia yang mendiami Kepulauan Formosa (Taiwan). Direktur Institut Biologi
Molekuler, Prof. Dr Sangkot Marzuki menyarankan untuk dilakukan perombakan pandangan
yang tentang asal-usul Bangsa Indonesia. Dari pendekatan genetika menghasilkan beragam
pandangan tentang pola penyebaran bangsa Austronesia. Hingga saat ini masih dilakukan
berbagai kajian mendalam untuk memperkuat pendugaan melalui pendekatan linguistik
tentang pendekatan ‘Out of Taiwan’.

Jalur Migrasi
Jalur migrasi berdasarkan pendekatan ‘Out of Taiwan’ bertentangan dengan
pendekatan ‘Out of Yunan’. Pendekatan ‘Out of Yunan’ menerangkan migrasi Austronesia
bermula dari Utara menuju semenanjung Melayu yang selanjutnya menyebar ke wilayah
Timur Indonesia. Pendekatan ‘Out of Yunan’ dapat dilemahkan setelah ditelusuri
berdasarkan pendekatan linguistik dan diperkuat pula oleh pembuktian genetika.

Berdasarkan pendekatan ‘Out of Taiwan’, migrasi leluhur dari Taiwan (Formosa) tiba
terlebih dulu di Filipina bagian Utara sekitar 4500 hingga 3000 SM. Diduga migrasi
dilakukan untuk memisahkan diri mencari wilayah baru di Selatan. Akibat dari migrasi ini
kemudian membentuk budaya baru, termasuk diantaranya pembentukan cabang bahasa yang
disebut Proto-Malayo-Polinesia (PMP). Teori migrasi awal bangsa Austronesia dari Formosa
disampaikan oleh Daud A. Tanudirjo berdasarkan pandangan pakar linguistik Robert Blust
yang menerangkan pola penyebaran bangsa-bangsa Austronesia.

Pada tahap selanjutnya sekitar 3500 hingga 2000 SM terjadi migrasi dari Masyarakat
yang semula mendiami Filipina dengan tujuan Kalimantan, Sulawesi, dan Maluku Utara.
Migrasi yang berakhir di Maluku Utara ini kemudian meneruskan migrasinya sekitar tahun
3000 hingga 2000 SM menuju ke Selatan dan Timur. Migrasi di bagian Selatan menuju
gugus Nusa Tenggara, sedangkan di bagian Timur menuju pantai Papua bagian Barat. Dari
Papua Barat ini kemudian mereka bermigrasi lagi dengan tujuan wilayah Oseania hingga
mencapai Kepulauan Bismarck (Melanesia) sekitar 1500 SM.

Pada periode 3000 hingga 2000 SM, migrasi juga dilakukan ke bagian Barat yang
dilakukan oleh mereka yang sebelumnya menghuni Kalimantan dan Sulawesi menuju Jawa
dan Sumatera. Selanjutnya, hijrah pun diteruskan menuju semenanjung Melayu hingga ke
seluruh wilayah di Asia Tenggara. Proses migrasi berulang-ulang dan menghabiskan masa
ribuan tahun tidak hanya membentuk keanekaragaman budaya baru, akan tetapi juga pola
penuturan (bahasa) baru.
Teori asal-usul Bangsa Indonesia dengan pendekatan ‘Out of Taiwan’ saat ini adalah
teori paling mendukung karena disertai bukti linguistik dan genetika. Kesamaan pola budaya
Megalitikum hanya bisa menjelaskan pola variasi budaya, akan tetapi belum mampu untuk
menjelaskan arus migrasi pertama kali. Pendekatan ‘Out of Taiwan’ pun bukannya tanpa
celah. Seperti yang dikemukakan oleh Prof. Dr Sangkot Marzuki, teori mengenai keberadaan
bangsa Austronesia berdasarkan pendekatan genetika juga masih beragam dan belum
menemukan titik temu.
Jika ditanya motif suku-suku bangsa ketika itu untuk menggabungkan diri ke dalam
NKRI bukanlah semata didasarkan atas kesamaan nasib. Kesamaan asal usul leluhur sangat
dimungkinkan bagi melatarbelakangi keinginan untuk menyatukan kembali menjadi suatu
bangsa. Kedatangan kolonial Eropa yang meng-kapling wilayah menyebabkan suku-suku
bangsa di wilayah penyebaran Austronesia menjadi terpisah secara politik satu dengan yang
lain. Tidak mengherankan apabila catatan sejarah Majapahit dan Sriwijaya wilayah meng-
klaim Nusantara sebagai wilayah kekuasaan Austronesia.

Kisah tentang sejarah asal-usul Bangsa Indonesia sesungguhnya masih belum


terungkap penuh. Temuan terbaru dari Prof. Dr Sangkot Marzuki bahkan menyatakan jika
penyebaran bangsa dengan bahasa Austronesia berawal dari wilayah Sunda (Jawa Barat).
Perlu kiranya pemikiran atau teori baru tentang asal-usul Bangsa Indonesia dikaji ulang.
Untuk awal, setidaknya dengan membebaskan terlebih dahulu paham ‘Out of Yunan’.

Sekalipun belum ditemukan bukti-bukti genetika secara meyakinkan, suku bangsa


Austronesia yang menempati gugus kepulauan Formosa (Taiwan) diduga kuat bermigrasi dari
wilayah Utara (Cina). Rumpun bahasa Austronesia dan keluarga bahasa lainnya di Asia
Tenggara merupakan filum Bahasa Austrik. Dilihat dari kekerabatan linguistik (hipotesis
filum Austrik), semua bahasa di wilayah Tiongkok bagian Selatan memiliki kedekatan
(kekerabatan) dengan rumpun Bahasa Austrik. Jika hendak ditarik benang merahnya, maka
diskriminasi rasial tidak perlu terjadi di negeri ini. Dengan memahami sejarah masa lalu
dirinya sendiri, setidaknya bangsa ini akan lebih bijaksana dalam memberikan sikap.

Bangsa Indonesia adalah bangsa antisejarah, selalu membunuh masa


lalunya. Masa lalu bukan bagian dirinya, tetapi sejarah “yang lain”. Bangsa ini telah terpecah-
pecah secara pikiran.

Kesadaran nasional di Indonesia mulai dihancurkan para pemimpin. Tiap


pemimpin membangun kekuasaan dengan menjatuhkan “musuh” yang digantikannya.
Sejarah modern kita adalah sejarah anti.

Perjalanan bangsa
Masa revolusi Indonesia, 1945-1949, sudah diwarnai konflik antara kaum republikan
yang pro negara kesatuan dan kaum federal yang lebih setuju negara federal Indonesia, yakni
Republik Indonesia Serikat. Untuk sementara, perang pikiran dimenangkan kaum republikan-
kesatuan. Namun, setelah Konferensi Meja Bundar di Den Haag tahun 1949, kaum federal
berhasil menenggelamkan kaum negara kesatuan. Indonesia menjadi Republik Indonesia
Serikat (RIS).

Usia RIS cuma delapan bulan, lalu tanggal 17 Agustus 1950 Indonesia kembali ke
negara kesatuan dengan Undang-Undang Dasar Sementara. Di sini pertarungan antara kaum
federal yang liberal dan kaum negara kesatuan berlangsung. Masa liberal menjamin
kebebasan individu, dan banyak muncul partai. Maka, lembar kertas pemilu mirip zaman
Reformasi, lebih dari seratus partai. Begitulah bangsa ini, kalau diberi kebebasan, lupa
daratan. Semua pihak ingin menang sendiri menguasai Indonesia, terbukti dengan dead lock
Konstituante hasil pemilu pertama (1955).
Jalan buntu Badan Konstituante ini dinilai membahayakan bangsa dan negara.
Dengan demikian, Presiden Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden tahun 1959, mengajak
kembali ke UUD ’45 dan Pancasila. Mulai tahun inilah kaum republikan-kesatuan menang,
dan dimulailah masa pemerintahan Demokrasi Terpimpin yang amat antiliberalisme. Selama
demokrasi terpimpin, semua yang berbau liberal dihancurkan. Sejarah dihapus. Masa lalu
bukan bagian masa kini. Sejarah Indonesia dimulai dengan zaman baru, yakni zaman
“revolusi yang belum selesai”.

Antimasa lalu demokrasi terpimpin diperlihatkan dengan memenjarakan para


pendukung kaum liberal. Produk liberal, musik ngak ngik ngok, dilarang. Kaum muda yang
gandrung The Beatles yang saat itu sedang nge-top terpaksa mendengarkan piringan hitam di
gudang. Bung Karno menyerukan “kembali ke kepribadian nasional”. Indonesia
harus “berdiri di atas kaki sendiri”. “Segala yang berbau Barat, yang membanjir pada masa
liberal, dilarang masuk Indonesia”. Buku-buku Barat merupakan kemewahan bagi pendukung
kaum liberal. Sebaliknya, buku-buku “Timur” dari Uni Soviet dan RRC dijual murah di toko-
toko buku Indonesia.

Kebenaran tunggal Demokrasi Terpimpin pun tumbang pada 1966,


digantikan Orde Baru. Sejarah berulang. Orde Baru membenci semua yang berbau Orde
Lama. Jutaan buku indoktrinasi Manipol-USDEK Orde Lama lenyap dari rumah-rumah
Indonesia. Kaum komunis sampai anak cucunya yang dituduh mendukung Orde Lama
dibasmi. Buku-buku Soviet dan RRC lenyap dari toko buku.

Kini datang zaman Reformasi, menggulingkan pemegang kebenaran tunggal selama


32 tahun, rentang waktu yang sama dengan pemerintahan raja Mataram, Sultan Agung. Kita
saksikan kebencian yang sama. Segala yang berbau Orde Baru dihancurkan. Kita masih
bertemperamen antisejarah, ahistoris.

B. SEJARAH KERAJAAN HIDUP HINDU-BUDHA


A.  Ajaran Hindu dan Budha
1.   Hindu
Agama Hindu pada merupakan sinkretisme (perpaduan) antara kepercayaan bangsa
Dravida, yang merupakan penduduk asli India, dengan bangsa Arya, yang merupakan bangsa
pendatang dari Asia Tengah yang berhasil menaklukkan bangsa Dravida sekitar tahun 1500
SM. Agama Hindu mempunyai konsep politheisme yaitu menyembah banyak dewa. Tiga
dewa utama dari umat Hindu adalah dewa Brahma (dewa pencipta), dewa Wisnu (dewa
pemelihara) dan dewa Syiwa (dewa perusak) yang ketiganya biasa disebut Tri Murti. Salah
satu pokok dalam ajaran Hindu adalah konsep reinkarnasi atau dilahirkan kembali sebagai
penebusan dosa karena masih banyaknya dosa dan kesalahan yang dilakukan di kehidupan
sebelumnya. Jadi tujuan dari manusia hidup di dunia adalah moksha atau tidak dilahirkan
kembali dan tinggal di nirwana yang penuh kenikmatan.
Agama Hindu berpedoman pada kitab suci Weda, Brahmana dan Upanisad.
a. Kitab Weda terdiri dari empat himpunan (Samhita).
1.   Regweda, berisi puji-pujian terhadap dewa.
2.   Samaweda,berisi nyanyian-nyanyian suci yang slokanya diambil dari Regweda.
3.   Yayurweda, berisi penjelasan tentang sloka-sloka yang diambil dari Regweda.
4.   Atharwaweda,berisi mantra-mantra yang digunakan untuk berbagai keperluan seperti
(sihir, ilmu gaib, mengusir penyakit, menghancurkan musuh, mengikat cinta, serta
memperoleh kedudukan dan kekuasaan).
b. Kitab Brahmana adalah kitab suci yang terdiri keterangan tentang upacara sesaji.
c. Kitab Upanisad adalah kitab suci yang berisi ajaran ketuhanan dan makna hidup.

Dalam agama Hindu masyarakat diklasifikasikan menjadi 4 kelas yang mempunyai hak dan
peranan yang berbeda-beda, yaitu :
a. Kasta Brahmana, terdiri atas para pendeta.
b. Kasta Ksatria, terdiri atas para raja dan bangsawan.
c. Kasta Waisya, terdiri atas para pedagang dan kaum buruh menengah.
d. Kasta Sudra, terdiri atas para petani, buruh kecil dan budak.
Hari raya umat Hindu ialah Galungan, Kuningan, Saraswati, Pagerwesi, Nyepi, dan Siwaratri.

2.   Budha
Pada awalnya Budha merupakan salah satu aliran dalam agama Hindu yang disebut
budhisme. Budhisme dimunculkan dan dikembangkan oleh Sidharta Gautama sebagai
protes atas ketidakadilan sistem kasta dalam masyarakat Hindu, dimana kasta rendahan
mengalami ketidakadilan. Sidharta sebenarnya masuk dalam kasta ksatria karena merupakan
putra dari Raja Sudhodana dari kerajaan Kapilawastu. Tetapi kemudian dia meninggalkan
semua kemewahan istana dan menjadi pertapa setelah dia melihat kehidupan di luar istana
yang sangat memprihatinkan. Dalam pertapaannya dia memperoleh bodhi dan disebut Sang
Budha (yang disinari).

Umat Budha mempunyai kitab suci yang disebut Tripitaka yang berarti tiga
keranjang. Isi dari kitab Tripitaka adalah :     
a. Winayapitaka, berisi tentang peraturan dan hukum yang menentukan cara hidup para
pemeluk agama Budha.
b. Sutrantapitaka, berisi wejangan sang Budha.
c. Abdidharmapitaka, berisi keterangan dan penjelasan tentang agama Budha.

Umat Budha meyakini bahwa manusia hidup di dunia berada dalam kesengsaraan
(samsara), oleh karena itu kesengsaraan dapat dihentikan dengan mengamalkan astavidha
(delapan jalan) yaitu : Ajaran yang benar; Niat yang benar; Perkataan yang benar; Perbuatan
yang benar; Penghidupan (mata pencaharian) yang benar; Usaha (daya upaya) yang benar;
Perenungan yang benar; Samadi (bersemedi) yang benar.
Dalam perjalanannya, ajaran Budha terpecah menjadi 2 aliran yaitu :
a. Budha Hinayana (kendaraan kecil)
Aliran ini berpendapat bahwa setiap orang harus berusaha sendiri-sendiri untuk masuk
nirwana tanpa pertolongan orang lain. Hal itu sesuai dengan ajaran Budha pada
awalnya.
b. Budha Mahayana (kendaraan besar)
Aliran ini berpendapat sebaiknya manusia berusaha bersama-sama dan saling
membantu dalam mencapai nirwana.

Umat Budha merayakan hari raya Triwaisak yaitu peringatan kelahiran, turunnya
Bodhi dan kematian Sang Budha.

B. Proses Masuknya Hindu-Budha di Indonesia


Proses masuknya kebudayaan Hindu dan Budha berlangsung sangat panjang.
Keterlibatan berbagai pihak sangatlah menentukan perkembangan kebudayaan ini. Mulai dari
pedagang, tokoh agama bahkan hingga orang biasa.

Menurut Van Leur dan Wolters, hubungan dagang Indonesia dan India lebih dahulu
berkembang daripada hubungan dagang yang dilakukan Indonesia dan Cina. Terlibatnya
Indonesia dalam kegiatan perdagangan, berakibat terjadinya akulturasi kebudayaan, terutama
dengan budaya India, yaitu agama Hindu dan Budha. Dari hubungan perdagangan tersebut,
muncul beberapa teori mengenai proses masuknya budaya Hindu-Budha ke Indonesia.

a.   Teori Brahmana
Teori ini mengungkapkan bahwa kebudayaan Hindu dan Budha menyebar ke
Indonesia di bawa kaum brahmana. Kemungkinan teori ini adalah yang paling benar, hal ini
terbukti dengan ditemukannya Yupa Kutai yang menyebutkan bahwa penyebaran ajaran
Hindu dilakukan melalui upacara keagamaan, dan hal ini hanya dapat dilakukan oleh para
brahmana. Pendukung teori ini adalah J.C. van Leur.

b.   Teori Ksatria
Teori ini mengungkapkan bahwa agama Hindu dan Budha menyebar ke Indonesia
karena pengaruh dari para bangsawan. Hal ini dibuktikan dengan adanya koloni baru yang
dibentuk orang India di Indonesia. Di tempat barunya para bangsawan menyebarkan agama
dan budaya Hindu-Budha. Pendukung teori ini adalah C.C. Berg dan Majumdar.

c.   Teori Waisya
Teori ini menyatakan bahwa proses masuknya kebudayaan Hindu-Budha melalui
hubungan dagang antara India dan Indonesia. Para pedagang dari India banyak yang menetap
di Indonesia yang kemudian jalinan hubungan itu telah membuka peluang bagi terjadinya
proses penyebaran kebudayaan Hindu-Budha. Pendukung teori ini diantaranyaN. J. Krom dan
Purbacaraka.
d.   Teori Sudra
Von van Faber mengungkapkan bahwa peperangan yang terjadi di India telah
menyebabkan golongan Sudra menjadi orang buangan. Kemudian mereka meninggalkan
India mengikuti kaum Waisya. Dengan jumlah yang besar diduga golongan Sudralah yang
memberi andil besar dalam penyebaran budaya/agama Hindu ke nusantara.

e.   Teori Arus Balik


Teori ini diungkapkan oleh F.D.K. Bosch, Bosch meyakini bahwa orang Indonesialah
yang paling berperan dalam penyebaran Hindu-Budha di nusantara. Setelah di awali orang-
orang India, penduduk Indonesia yang ingin tahu lebih dalam tentang ajaran Hindu-Budha
langsung berlayar ke india untuk belajar. Kemudian setelah pulang ke indonesia mereka
menyebarkan apa yang sudah mereka pelajari. Teori berdasar pada ditemukannya arca Budha
di Sempaga, Sulawesi Selatan, yang sangat mirip dengan arca yang dibuat di Amarawati
(India).

C. Pengaruh Unsur Kebudayaan Hindu-Budha Terhadap Kehidupan Masyarakat


Indonesia
1.   Bidang agama
Ketika memasuki zaman sejarah, masyarakat di nusantara telah menganut
kepercayaan animisme dan dinamisme. Masyarakat mulai menerima sistem kepercayaan
baru, yaitu agama Hindu-Budha. Sejak berinteraksi dengan orang-orang India budaya baru
tersebut membawa perubahan pada beragama. Misalnya, dalam hal tata krama, upacara-
upacara pemujaan, dan bentuk tempat peribadatan).

2.   Bidang sosial
Dalam bidang ini kebudayaan India mempengaruhi pada sistem pemerintahan dan
kemasyarakatan. Dalam sistem ini kelompok-kelompok kecil masyarakat bersatu dengan
kepemilikan wilayah. Kepala suku yang terbaik dan terkuat berhak menduduki kekuasaan
kerajaan. Oleh karena itu, lahir kerajaan-kerajaan seperti, Kutai, Tarumanegara, Sriwijaya,
dan lain-lain.

3.   Bidang seni
Pengaruh dari kebudayaan Hindu-Budha ini dapat berupa relief, sastra. Untuk seni
relief banyak dijumpai hiasan-hiasan pada dinding candi yang sesuai dengan unsur India. Di
bidang seni sastra, terlihat pada penggunaan huruf Pallawa dan bahasa Sanskerta pada
prasasti-prasasti. Adanya cerita Mahabarata dan Ramayana yang bersumber pada kebudayaan
India. Selain itu adapun kitab-kitab yang dihasilkan oleh para pujangga Indonesia seperti:
Arjunawiwaha (Mpu Kanwa); Sutasoma (Mpu Tantular); Negarakertagama (Mpu Prapanca).

4.   Bidang bahasa
Kerajaan-kerajaan Hindu-Budha di Indonesia meninggalkan beberapa prasasti yang
sebagian besar berhuruf Pallawa dan berbahasa Sansekerta. Dalam perkembangan selanjutnya
bahkan hingga saat ini, bahasa Indonesia memperkaya diri dengan bahasa Sansekerta.
Kalimat atau kata-kata bahasa Indonesia yang merupakan hasil serapan dari bahasa
sansekerta, seperti: Pancasila, Dasa Dharma, Kartika Eka Paksi, dan Parasamya Purnakarya
Nugraha.
5.   Bidang pendidikan
Dalam bidang ini kaum brahmana merupakan kelompok yang mempunyai pengaruh,
karena yang memberikan ilmu dalam masyarakat. I-Tsing mengungkapkan bahwa di
Kerajaan Sriwijaya telah didirikan sekolah setaraf perguruan tinggi yang menampung
biarawan untuk belajar agama Budha.

Indonesia mulai berkembang pada zaman kerajaan Hindu-Buddha berkat hubungan


dagang dengan negara-negara tetangga maupun yang lebih jauh seperti India, China dan
wilayah Timur Tengah. Agama Hindu masuk ke Indonesia diperkirakan pada awal Tarikh
Masehi, dibawa oleh para musafir dari India antara lain: Maha Resi Agastya yang di Jawa
terkenal dengan sebutan Batara Guru atau Dwipayana dan juga para musafir dari Tiongkok
yakni Musafir Budha Pahyien.

Dua kerajaan besar pada zaman ini adalah Sriwijaya dan Majapahit. Pada masa abad
ke-7 hingga abad ke-14, kerajaan Buddha Sriwijaya berkembang pesat di Sumatra. Penjelajah
Tiongkok I-Tsing mengunjungi ibukotanya Palembang sekitar tahun 670. Pada puncak
kejayaannya, Sriwijaya menguasai daerah sejauh Jawa Barat dan Semenanjung Melayu. Abad
ke-14 juga menjadi saksi bangkitnya sebuah kerajaan Hindu di Jawa Timur, Majapahit. Patih
Majapahit antara tahun 1331 hingga 1364, Gajah Mada berhasil memperoleh kekuasaan atas
wilayah yang kini sebagian besarnya adalah Indonesia beserta hampir seluruh Semenanjung
Melayu. Warisan dari masa Gajah Mada termasuk kodifikasi hukum dan dalam kebudayaan
Jawa, seperti yang terlihat dalam wiracarita Ramayana.

Masuknya Islam pada sekitar abad ke-12 secara perlahan-lahan menandai akhir dari
era ini. Alur waktu

300 - Indonesia telah melakukan hubungan dagang dengan India Hubungan dagang
ini mulai intensif abad ke-2 M. Memperdagangkan barang-barang dalam pasaran
internasional misalnya: logam mulia, perhiasan, kerajinan, wangi-wangian, obat-obatan. Dari
sebelah timur Indonesia diperdagangkan kayu cendana, kapur barus, cengkeh. Hubungan
dagang ini memberi pengaruh yang besar dalam masyarakat Indonesia, terutama dengan
masuknya ajaran Hindu dan Budha, pengaruh lainnya terlihat pada sistem pemerintahan.

300 - Telah dilakukannya hubungan pelayaran niaga yang melintasi Tiongkok.


Dibuktikan dengan perjalanan dua pendeta Budha yaitu Fa Shien dan Gunavarman.
Hubungan dagang ini telah lazim dilakukan, barang-barang yang diperdagangkan kemenyan,
kayu cendana, hasil kerajinan.

400 - Hindu dan Budha telah berkembang di Indonesia dilihat dari sejarah kerajaan-
kerajaan dan peninggalan-peninggalan pada masa itu antara lain candi, patung dewa, seni
ukir, barang-barang logam.

671 - Seorang pendeta Budha dari Tiongkok, bernama I-Tsing berangkat dari Kanton
ke India. Ia singgah di Sriwijaya untuk belajar tatabahasa Sansekerta, kemudian ia singgah di
Melayu selama dua bulan, dan baru melanjutkan perjalanannya ke India.

685 - I-Tsing kembali ke Sriwijaya, disini ia tinggal selama empat tahun untuk
menterjemahkan kitab suci Budha dari bahasa Sansekerta ke dalam bahasa Tionghoa.

692 - Salah satu kerajaan Hindu di Indonesia yaitu Sriwijaya tumbuh dan berkembang
menjadi besar dan pusat perdagangan yang dikunjungi pedagang Arab, Parsi, Tiongkok.
Yang diperdagangkan antara lain tekstil, kapur barus, mutiara, rempah-rempah, emas, perak.
Sebagian dari Semenanjung Malaya, Selat Malaka, Sumatera Utara, Sunda, Jambi termasuk
kekuasaaan Sriwijaya. Pada masa ini perkembangan kerajaan Sriwijaya berkaitan dengan
masa ekspansi Islam di Indonesia dalam periode permulaan. Sriwijaya dikenal juga sebagai
kerajaan maritim.

922 - Dari sebuah laporan tertulis diketahui seorang musafir Tiongkok telah datang
kekerajaan Kahuripan di Jawa Timur dan maharaja Jawa telah menghadiahkan pedang
pendek berhulu gading berukur pada kaisar Tiongkok.

1292 - Musafir Venesia, Marco Polo singgah di bagian utara Aceh dalam perjalanan
pulangnya dari Tiongkok ke Persia melalui laut. Marco Polo berpendapat bahwa Perlak
merupakan sebuah kota Islam.

1345-1346 - Musafir Maroko, Ibn Battuta melewati Samudra dalam perjalanannya ke


dan dari Tiongkok. Diketahui juga bahwa Samudra merupakan pelabuhan yang sangat
penting, tempat kapal-kapal dagang dari India dan Tiongkok. Ibn Battuta mendapati bahwa
penguasa Samudra adalah seorang pengikut Mahzab Syafi'i salah satu ajaran dalam Islam.

1350-1389 - Puncak kejayaan Majapahit dibawah pimpinan Raja Hayam Wuruk dan
patihnya Gajah Mada. Majapahit menguasai seluruh kepulauan Indonesia bahkan Jazirah
Malaka sesuai dengan "sumpah Palapa" Gajah Mada yang ingin Nusantara bersatu.
Kerajaan Hindu/Buddha
Kerajaan Kutai
Kerajaan Kalingga
Kerajaan Kediri
Kerajaan Singhasari
Kerajaan Majapahit
Kerajaan Pajajaran
Kerajaan Mataram (Hindu)
Kerajaan Melayu Tua – Jambi
Kerajaan Sunda
Kerajaan Sriwijaya
Kerajaan Tarumanagara

Kerajaan Kutai Martadipura


Kutai Martadipura adalah kerajaan tertua bercorak Hindu di Nusantara dan seluruh
Asia Tenggara. Kerajaan ini terletak di Muara Kaman, Kalimantan Timur, tepatnya di hulu
sungai Mahakam. Nama Kutai diambil dari nama tempat ditemukannya prasasti yang
menggambarkan kerajaan tersebut. Nama Kutai diberikan oleh para ahli karena tidak ada
prasasti yang secara jelas menyebutkan nama kerajaan ini. Karena memang sangat sedikit
informasi yang dapat diperoleh akibat kurangnya sumber sejarah.

Yupa
Informasi yang ada diperoleh dari Yupa / Tugu dalam upacara pengorbanan yang
berasal dari abad ke-4. Ada tujuh buah yupa yang menjadi sumber utama bagi para ahli dalam
menginterpretasikan sejarah Kerajaan Kutai. Dari salah satu yupa tersebut diketahui bahwa
raja yang memerintah kerajaan Kutai saat itu adalah Mulawarman. Namanya dicatat dalam
yupa karena kedermawanannya menyedekahkan 20.000 ekor lembu kepada brahmana.

Mulawarman
Mulawarman adalah anak Aswawarman dan cucu Kudungga. Nama Mulawarman dan
Aswawarman sangat kental dengan pengaruh bahasa Jerman bila dilihat dari cara
penulisannya. Kudungga adalah pembesar dari Kerajaan Campa (Kamboja) yang datang ke
Indonesia. Kudungga sendiri diduga belum menganut agama Budha

Aswawarman
Aswawarman mungkin adalah raja pertama Kerajaan Kutai yang bercorak Hindu. Ia
juga diketahui sebagai pendiri dinasti Kerajaan Kutai sehingga diberi gelar Wangsakerta,
yang artinya pembentuk keluarga. Aswawarman memiliki 3 orang putera, dan salah satunya
adalah Mulawarman.

Putra Aswawarman adalah Mulawarman. Dari yupa diketahui bahwa pada masa
pemerintahan Mulawarman, Kerajaan Kutai mengalami masa keemasan. Wilayah
kekuasaannya meliputi hampir seluruh wilayah Kalimantan Timur. Rakyat Kutai hidup
sejahtera dan makmur.
Huruf Palawa – Kerajaan Kutai

Kerajaan Kutai seakan-akan tak tampak lagi oleh dunia luar karena kurangnya
komunikasi dengan pihak asing, hingga sangat sedikit yang mendengar namanya. Bahkan, di
tahun 1365, sastra Jawa Negarakartagama hanya menyebutkannya secara sepintas lalu.
Berakhir
Kerajaan Kutai berakhir saat Raja Kutai yang bernama Maharaja Dharma Setia tewas
dalam peperangan di tangan Raja Kutai Kartanegara ke-13, Aji Pangeran Anum Panji
Mendapa. Perlu diingat bahwa Kutai ini (Kutai Martadipura) berbeda dengan Kesultanan
Kutai Kartanegara. Kutai Kartanegara adalah kesultanan Islam.

Nama-Nama Raja Kutai


1. Maharaja Kudungga
2. Maharaja Asmawarman
3. Maharaja Irwansyah
4. Maharaja Sri Aswawarman
5. Maharaja Marawijaya Warman
6. Maharaja Gajayana Warman
7. Maharaja Tungga Warman
8. Maharaja Jayanaga Warman
9. Maharaja Nalasinga Warman
10. Maharaja Nala Parana Tungga
11. Maharaja Gadingga Warman Dewa
12. Maharaja Indra Warman Dewa
13. Maharaja Sangga Warman Dewa
14. Maharaja Singsingamangaraja XXI
15. Maharaja Candrawarman
16. Maharaja Prabu Nefi Suriagus
17. Maharaja Ahmad Ridho Darmawan
18. Maharaja Riski Subhana
19. Maharaja Sri Langka Dewa
20. Maharaja Guna Parana Dewa
21. Maharaja Wijaya Warman
22. Maharaja Indra Mulya
23. Maharaja Sri Aji Dewa
24. Maharaja Mulia Putera
25. Maharaja Nala Pandita
26. Maharaja Indra Paruta Dewa
27. Maharaja Dharma Setia

Kerajaan Kalingga

Kalingga adalah sebuah kerajaan bercorak Hindu di Jawa Tengah, yang pusatnya
berada di daerah Kabupaten Jepara sekarang. Kalingga telah ada pada abad ke-6 Masehi dan
keberadaannya diketahui dari sumber-sumber Tiongkok. Kerajaan ini pernah diperintah oleh
Ratu Shima, yang dikenal memiliki peraturan barang siapa yang mencuri, akan dipotong
tangannya.

Putri Maharani Shima, PARWATI, menikah dengan putera mahkota Kerajaan Galuh
yang bernama MANDIMINYAK, yang kemudian menjadi raja ke 2 dari Kerajaan Galuh.
Maharani Shima memiliki cucu yang bernama Sanaha yang menikah dengan raja ke 3 dari
Kerajaan Galuh, yaitu Bratasenawa. Sanaha dan Bratasenawa memiliki anak yang bernama
Sanjaya yang kelak menjadi raja Kerajaan Sunda dan Kerajaan Galuh (723-732M).
Setelah Maharani Shima mangkat di tahun 732M, Sanjaya menggantikan buyutnya dan
menjadi raja Kerajaan Kalingga Utara yang kemudian disebut Bumi Mataram, dan kemudian
mendirikan Dinasti / Wangsa Sanjaya di Kerajaan Mataram Kuno.
Kekuasaan di Jawa Barat diserahkannya kepada putranya dari Tejakencana, yaitu
Tamperan Barmawijaya alias Rakeyan Panaraban. Kemudian Raja Sanjaya menikahi
Sudiwara puteri Dewasinga, Raja Kalingga Selatan atau Bumi Sambata, dan memiliki putra
yaitu Rakai Panangkaran.
Kerajaan Kadiri/ Kediri

Kerajaan Kadiri atau Kediri adalah kerajaan yang bercorak Hindu di Jawa bagian
timur, berdiri sekitar tahun 1045-1221 M. Nama-nama lainnya yang juga dikenal untuk
menyebut kerajaan ini adalah Kerajaan Panjalu atau Kerajaan Dhaha.

Latar belakang
Kerajaan ini merupakan salah satu dari dua kerajaan pecahan Kahuripan pada tahun
1045 (satu lainnya adalah Janggala), yang dipecah oleh Airlangga untuk dua puteranya.
Airlangga membagi Kahuripan menjadi dua kerajaan untuk menghindari perselisihan dua
puteranya, dan ia sendiri turun tahta menjadi pertapa. Wilayah Kerajaan Kediri adalah bagian
selatan Kerajaan Kahuripan.

Perkembangan
Tak banyak yang diketahui mengenai peristiwa di masa-masa awal Kerajaan Kediri.
Raja Kameswara (1116-1136) menikah dengan Dewi Kirana, puteri Kerajaan Janggala.
Dengan demikian, berakhirlah Janggala kembali dipersatukan dengan Kediri. Kediri menjadi
kerajaan yang cukup kuat di Jawa. Pada masa ini, ditulis kitab Kakawin Smaradahana oleh
Mpu Dharmaja, yang dikenal dalam kesusastraan Jawa dengan cerita Panji. Demikian pula
Mpu Tanakung mengarang kitab Kakawin Lubdaka dan Wertasancaya.

Raja terkenal Kediri adalah Jayabaya (1135-1159). Jayabaya di kemudian hari dikenal
sebagai "peramal" Indonesia masa depan. Pada masa kekuasaannya, Kediri memperluas
wilayahnya hingga ke pantai Kalimantan. Pada masa ini pula, Ternate menjadi kerajaan
subordinat di bawah Kediri. Waktu itu Kediri memiliki armada laut yang cukup tangguh.
Beliau juga terkenal karena telah memerintahan penggubahan Kakawin Bharatayuddha, yang
diawali oleh Mpu Sedah dan kemudian diselesaikan oleh Mpu Panuluh.

Raja Kertajaya yang memerintah (1185-1222), dikenal sebagai raja yang kejam,
bahkan meminta rakyat untuk menyembahnya. Ini menyebabkan ia ditentang oleh para
brahmana. Kertajaya adalah raja terakhir dari kerajaan Kadiri. Penemuan Situs Tondowongso
pada awal tahun 2007, yang diyakini sebagai peninggalan Kerajaan Kadiri diharapkan dapat
membuka lebih banyak tabir misteri.
Runtuhnya Kadiri
Di Tumapel, wilayah bawahan Kadiri di daerah Malang, terjadi gejolak politik. Ken Arok
membunuh penguasa Tumapel Tunggul Ametung, dan mendirikan Kerajaan Singhasari tahun
1222. Ken Arok lalu beraliansi dengan para brahmana dan berhasil memberontak terhadap
Kadiri. Dengan hancurnya Kadiri dan meninggalnya Kertajaya, Kadiri kemudian menjadi
wilayah bawahan Kerajaan Singhasari.

Raja-raja Kadiri
Berikut adalah nama-nama raja yang berkuasa di Kadiri:
 Sri Samarawijaya (1042-?) - adalah putra Airlangga yang menjadi raja pertama Kadiri
 Sri Jayawarsa (1104-1115) - tidak diketahui dengan pasti apakah ia pengganti langsung
dari Samarawijaya atau bukan.
 Sri Bameswara (1116-1135)
 Sri Jayabaya (1135-1159) - raja pujangga dan terkenal dengan ramalannya Jangka
Jayabaya
 Sri Sarweswara (1159-1161)
 Sri Aryeswara (1171-1174)
 Sri Gandra (1181)
 Kameswara (1182-1185)- terkenal di nusantara dalam cerita Panji
 Kertajaya (1185-1222) - adalah raja terakhir Kadiri

Kerajaan Singhasari

Kerajaan Singhasari atau sering pula ditulis Singasari, adalah kerajaan di Jawa Timur
yang didirikan oleh Ken Arok pada tahun 1222. Lokasi kerajaan ini diperkirakan berada di
daerah Singosari, Malang.
Nama Asli Singhasari
Berdasarkan prasasti Kudadu, sesungguhnya nama resmi Kerajaan Singhasari adalah
Kerajaan Tumapel. Dalam Nagarakretagama disebutkan bahwa, ketika pertama kali didirikan
tahun 1222, nama ibu kota Kerajaan Tumapel adalah Kutaraja.

Pada tahun 1254, Raja Wisnuwardhana mengangkat putranya yang bernama


Kertanagara sebagai raja muda, dan mengganti nama ibu kota menjadi Singhasari. Nama
Singhasari yang merupakan nama ibu kota justru kemudian lebih terkenal dari pada nama
Tumapel.
Dalam berita Cina Kerajaan Tumapel sering disebut Tu-ma-pan.

Berdirinya Kerajaan Tumapel


Dalam naskah Pararaton disebutkan bahwa, Tumapel semula hanyalah sebuah daerah
bawahan Kerajaan Kadiri. Akuwu (camat) Tumapel saat itu bernama Tunggul Ametung. Ia
kemudian mati dibunuh pengawalnya sendiri yang bernama Ken Arok melalui suatu cara
yang sangat licik. Ken Arok kemudian menjadi akuwu baru. Tidak hanya itu, Ken Arok
bahkan berniat melepaskan Tumapel dari kekuasaan Kadiri.

Pada tahun 1222 terjadi perseteruan antara Kertajaya raja Kadiri melawan kaum
brahmana. Para pendeta itu lalu menggabungkan diri dengan Ken Arok. Perang akhirnya
terjadi antara pasukan Kadiri melawan pasukan Tumapel di desa Ganter. Pihak Kadiri kalah.
Ken Arok lalu mengangkat diri sebagai raja pertama Tumapel bergelar Sri Rajasa Sang
Amurwabhumi. Naskah Nagarakretagama juga menyebut tahun yang sama untuk pendirian
kerajaan Tumapel.

Namun tidak dijumpai adanya nama Ken Arok. Dalam kitab karya Mpu Prapanca
tersebut, pendiri kerajaan Tumapel bernama Ranggah Rajasa Sang Girinathaputra.
Prasasti Mula Malurung yang diterbitkan Kertanagara tahun 1255, menyebutkan kalau
pendiri Kerajaan Tumapel adalah Bhatara Siwa. Mungkin ini adalah gelar anumerta dari
Ranggah Rajasa, karena dalam Nagarakretagama arwah pendiri kerajaan Tumapel tersebut
dipuja sebagai Siwa.

Raja-Raja Tumapel atau Singhasari


Terdapat perbedaan antara Pararaton dan Nagarakretagama dalam menyebutkan urutan raja-
raja Singhasari.

Raja-raja Tumapel versi Pararaton adalah:


1. Ken Arok alias Rajasa Sang Amurwabhumi (1222-1247)
2. Anusapati (1247-1249)
3. Tohjaya (1249-1250)
4. Ranggawuni alias Wisnuwardhana (1250-1254)
5. Kertanagara (1254-1292)
Raja-raja Tumapel versi Nagarakretagama adalah:
1. Rangga Rajasa Sang Girinathaputra (1222-1227)
2. Anusapati (1227-1248)
3. Wisnuwardhana (1248-1254)
4. Kertanagara (1254-1292)

Kisah sukses raja-raja Tumapel versi Pararaton diwarnai pertumpahan darah yang
dilatari balas dendam. Ken Arok mati dibunuh Anusapati (anak tirinya). Anusapati mati
dibunuh Tohjaya (anak Ken Arok dari selir). Tohjaya mati akibat pemberontakan
Ranggawuni (anak Anusapati). Hanya Ranggawuni yang digantikan Kertanagara (putranya)
secara damai.

Ken Dedes

Sementara itu dalam versi Nagarakretagama tidak diberitakan adanya pembunuhan


antara raja pengganti terhadap raja sebelumnya. Hal ini dapat dimaklumi karena
Nagarakretagama adalah kitab pijian untuk Hayam Wuruk raja Majapahit. Peristiwa berdarah
yang menimpa leluhur Hayam Wuruk tersebut dianggap sebagai aib.

Di antara nama para raja di atas hanya Wisnuwardhana dan Kertanagara yang didapati
menerbitkan prasasti sebagai bukti kesejarahan mereka. Prasasti Mula Malurung misalnya,
ternyata menyebut Tohjaya sebagai raja bawahan di Kadiri, bukan raja Tumapel. Hal ini
memperkuat kebenaran berita dalam Nagara kretagama. Prasasti tersebut dikeluarkan oleh
Kertanagara tahun 1255 selaku raja bawahan di Kadiri. Jadi, pemberitaan kalau Kertanagara
naik takhta tahun 1254 perlu dibetulkan. Yang benar adalah, Kertanagara menjadi raja muda
di Kadiri dahulu. Baru pada tahun 1268 atau 1270, ia bertakhta di Singhasari.
Pemerintahan Wisnuwardhana dan Narasingamurti
Dalam Nagarakretagama dikisahkan adanya pemerintahan bersama antara
Wisnuwardhana dan Narasingamurti yang naik takhta pada tahun 1248. Dalam Pararaton
disebutkan nama asli Narasingamurti adalah Mahisa Campaka.

Apabila kisah pembunuhan berdarah dalam Pararaton benar-benar terjadi, maka dapat
dipahami maksud dari pemerintahan bersama ini adalah suatu upaya rekonsiliasi.
Wisnuwardhana adalah cucu Tunggul Ametung sedangkan Narasingamurti adalah cucu Ken
Arok.
Pemerintahan bersama antara Wisnuwardhana dan Narasingamurti yang digambarkan
bagai Wisnu dan Indra itu merupakan suatu upaya untuk menghentikan perseteruan antara
keluarga Tunggul Ametung dan Ken Arok yang telah menewaskan raja-raja sebelumnya.

Pemerintahan Kertanagara (1268 - 1292)


Kertanagara adalah raja terakhir dan raja terbesar dalam sejarah Singhasari (1268-
1292). Ia adalah raja pertama yang mengalihkan wawasannya ke luar Jawa. Pada tahun 1275
ia mengirim pasukan Pamalayu untuk menjadikan pulau Sumatra sebagai benteng pertahanan
dalam menghadapi kekuasaan Mongol. Pasukan itu mengalami kemenangan menaklukkan
raja Kerajaan Melayu pada tahun 1286.

Pada tahun 1284, Kertanagara juga mengadakan ekspedisi penaklukan ke Bali, dan
sejak itu Bali menjadi wilayah Kerajaan Singhasari. Pada tahun 1289 Kaisar Kubilai Khan
mengirim utusan ke Singhasari untuk meminta agar Jawa mengakui kedaulatan Mongol.
Namun permintaan itu ditolak tegas oleh Kertanagara.

Runtuhnya Kerajaan Tumapel – Singhasari


Kerajaan Singhasari yang sibuk mengirimkan pasukan perangnya ke luar Jawa
akhirnya mengalami keropos pada bagian dalamnya. Pada tahun 1292 terjadi pemberontakan
Jayakatwang bupati Gelang-Gelang. Ia adalah sepupu, sekaligus ipar, sekaligus pula besan
dari Kertanagara. Dalam serangan itu Kertanagara mati terbunuh.
Setelah runtuhnya Singhasari, Jayakatwang membangun ibu kota baru di Kadiri.

Hubungan Singhasari dan Majapahit


Dikisahkan dalam Pararaton, Nagarakretagama, ataupun prasasti Kudadu, bahwa
Raden Wijaya cucu Narasingamurti yang menjadi menantu Kertanagara lolos dari maut.
Berkat bantuan Aria Wiraraja (penentang politik Kertanagara), ia kemudian diampuni oleh
Jayakatwang dan diberi hak mendirikan desa Majapahit.
Pada tahun 1293 datang pasukan Mongol untuk menaklukkan Jawa. Mereka
dimanfaatkan Raden Wijaya untuk mengalahkan Jayakatwang di Kadiri. Setelah Kadiri
runtuh, Raden Wijaya dengan siasat cerdik ganti mengusir tentara Mongol keluar dari tanah
Jawa. Raden Wijaya kemudian mendirikan Kerajaan Majapahit dan menyatakan dirinya
sebagai penerus Dinasti Rajasa, yaitu dinasti yang didirikan oleh Ken Arok.
Kerajaan Majapahit

Peta Kerajaan Majapahit

Majapahit adalah suatu kerajaan yang pernah berdiri dari sekitar tahun 1293 hingga
1500 M dan berpusat di pulau Jawa bagian timur. Kerajaan ini pernah menguasai sebagian
besar pulau Jawa, Madura, Bali, dan banyak wilayah lain di Nusantara. Majapahit dapat
dikatakan sebagai kerajaan terbesar di antara kerajaan Hindu-Buddha di Nusantara dan
termasuk yang terakhir sebelum berkembang kerajaan-kerajaan bercorak Islam di Nusantara.

Sumber catatan sejarah


Sumber utama yang digunakan oleh para sejarawan adalah Pararaton ('Kitab Raja-
raja') dalam bahasa Kawi dan Nagarakretagama dalam bahasa Jawa Kuna. Pararaton terutama
menceritakan Ken Arok (pendiri Kerajaan Singhasari) namun juga memuat beberapa bagian
pendek mengenai terbentuknya Majapahit. Sementara itu, Nagarakertagama merupakan puisi
Jawa Kuna yang ditulis pada masa keemasan Majapahit di bawah pemerintahan Hayam
Wuruk. Setelah masa itu, hal yang terjadi tidaklah jelas. Selain itu, terdapat beberapa prasasti
dalam bahasa Jawa Kuna maupun catatan sejarah dari Tiongkok dan negara-negara lain.

Keakuratan semua naskah berbahasa Jawa tersebut dipertentangkan. Tidak dapat


disangkal bahwa sumber-sumber itu memuat unsur non-historis dan mitos. Namun demikian,
garis besar sumber-sumber tersebut sejalan dengan catatan sejarah dari Tiongkok.
Khususnya, daftar penguasa dan keadaan kerajaan ini tampak cukup pasti.
Sejarah Berdirinya Majapahit
Sesudah Singhasari mengusir Sriwijaya dari Jawa secara keseluruhan pada tahun
1290, kekuasaan Singhasari yang naik menjadi perhatian Kubilai Khan di China dan dia
mengirim duta yang menuntut upeti. Kertanagara penguasa kerajaan Singhasari menolak
untuk membayar upeti dan Khan memberangkatkan ekspedisi menghukum yang tiba di
pantai Jawa tahun 1293. Ketika itu, seorang pemberontak dari Kediri bernama Jayakatwang
sudah membunuh Kertanagara. Kertarajasa atau Raden Wijaya, yaitu anak menantu
Kertanegara, kemudian bersekutu dengan orang Mongol untuk melawan Jayakatwang.

Setelah Jayakatwang dikalahkan, Raden Wijaya berbalik menyerang sekutu


Mongolnya sehingga memaksa mereka menarik pulang kembali pasukannya secara kalang-
kabut. Pada tahun 1293 itu pula Raden Wijaya membangun daerah kekuasaannya di tanah
perdikan daerah Tarik, Sidoarjo, dengan pusatnya yang diberi nama Majapahit. Ia dinobatkan
dengan nama resmi Kertarajasa Jayawarddhana.

Kejayaan Majapahit
Penguasa Majapahit paling utama ialah Hayam Wuruk, yang memerintah dari tahun
1350 hingga 1389. Pada masanya, keraton Majapahit diperkirakan telah dipindahkan ke
Trowulan (sekarang masuk wilayah Mojokerto). Gajah Mada, seorang patih dan bupati
Majapahit dari 1331 ke 1364, memperluas kekuasaan kekaisaran ke pulau sekitarnya. Pada
tahun 1377, yaitu beberapa tahun sesudah kematian Gajah Mada, angkatan laut Majapahit
menduduki Palembang[4], menaklukkan daerah terakhir kerajaan Sriwijaya.

Menurut Kakawin Nagarakretagama pupuh XIII-XV, daerah kekuasaan Majapahit


meliputi hampir seluas wilayah Indonesia modern, termasuk daerah-daerah Sumatra di bagian
barat dan di bagian timur Maluku serta sebagian Papua (Wanin), dan beberapa negara Asia
Tenggara[. Namun demikian, batasan alam dan ekonomi menunjukkan bahwa daerah-daerah
kekuasaan tersebut tampaknya tidaklah berada di bawah kekuasaan terpusat Majapahit, tetapi
terhubungkan satu sama lain oleh perdagangan yang mungkin berupa monopoli oleh raja.
Majapahit juga memiliki hubungan dengan Campa, Kamboja, Siam, Birma bagian selatan,
dan Vietnam, dan bahkan mengirim duta-dutanya ke China.

Jatuhnya Majapahit
Sesudah mencapai puncaknya pada abad ke-14, kekuasaan Majapahit berangsur-
angsur melemah. Tampaknya terjadi perang saudara (Perang Paregreg) pada tahun 1405-
1406, antara Wirabhumi melawan Wikramawardhana. Demikian pula telah terjadi pergantian
raja yang dipertengkarkan pada tahun 1450-an, dan pemberontakan besar yang dilancarkan
oleh seorang bangsawan pada tahun 1468.

Dalam tradisi Jawa ada sebuah kronogram atau candrasengkala yang berbunyi sirna
ilang kretaning bumi. Sengkala ini konon adalah tahun berakhirnya Majapahit dan harus
dibaca sebagai 0041, yaitu tahun 1400 Saka, atau 1478 Masehi. Arti sengkala ini adalah
“sirna hilanglah kemakmuran bumi”. Namun demikian, yang sebenarnya digambarkan oleh
candrasengkala tersebut adalah gugurnya Bre Kertabumi, raja ke-11 Majapahit, oleh
Girindrawardhana.
Ketika Majapahit didirikan, pedagang Muslim dan para penyebar agama sudah mulai
memasuki nusantara. Pada akhir abad ke-14 dan awal abad ke-15, pengaruh Majapahit di
seluruh nusantara mulai berkurang. Pada saat bersamaan, sebuah kerajaan perdagangan baru
yang berdasarkan agama Islam, yaitu Kesultanan Malaka, mulai muncul di bagian barat
nusantara.
Catatan sejarah dari China, Portugis, dan Italia mengindikasikan bahwa telah terjadi
perpindahan kekuasaan Majapahit dari tangan penguasa Hindu ke tangan Adipati Unus,
penguasa dari Kesultanan Demak, antara tahun 1518 dan 1521 M.
Kebudayaan
Ibu kota Majapahit di Trowulan merupakan kota besar dan terkenal dengan perayaan
besar keagamaan yang diselenggarakan setiap tahun. Agama Buddha, Siwa, dan Waisnawa
(pemuja Wisnu) dipeluk oleh penduduk Majapahit, dan raja dianggap sekaligus titisan
Buddha, Siwa, maupun Wisnu. Nagarakertagama tidak menyebut keberadaan Islam, namun
tampaknya ada anggota keluarga istana yang beragama Islam pada waktu itu.

Walaupun batu bata telah digunakan dalam candi pada masa sebelumnya, arsitek
Majapahitlah yang paling ahli menggunakannya. Candi-candi Majapahit berkualitas baik
secara geometris dengan memanfaatkan getah pohon anggur dan gula merah sebagai perekat
batu bata. Contoh candi Majapahit yang masih dapat ditemui sekarang adalah Candi Tikus
dan Candi Bajangratu di Trowulan, Mojokerto.

Ekonomi
Majapahit merupakan negara agraris dan sekaligus negara perdagangan. Majapahit
memiliki pejabat sendiri untuk mengurusi pedagang dari India dan Tiongkok yang menetap di
ibu kota kerajaan maupun berbagai tempat lain di wilayah Majapahit di Jawa.

Gobog, uang kerajaan majapahit.

Menurut catatan Wang Ta-yuan, pedagang Tiongkok, komoditas ekspor Jawa pada
saat itu ialah lada, garam, kain, dan burung kakak tua, sedangkan komoditas impornya adalah
mutiara, emas, perak, sutra, barang keramik, dan barang dari besi. Mata uangnya dibuat dari
campuran perak, timah putih, timah hitam, dan tembaga. Selain itu, catatan Odorico da
Pordenone, biarawan Katolik Roma dari Italia yang mengunjungi Jawa pada tahun 1321,
menyebutkan bahwa istana raja Jawa penuh dengan perhiasan emas, perak, dan permata.

Struktur pemerintahan
Majapahit memiliki struktur pemerintahan dan susunan birokrasi yang teratur pada
masa pemerintahan Hayam Wuruk, dan tampaknya struktur dan birokrasi tersebut tidak
banyak berubah selama perkembangan sejarahnya. Raja dianggap sebagai penjelmaan dewa
di dunia dan ia memegang otoritas politik tertinggi.
Aparat Birokrasi
Raja dibantu oleh sejumlah pejabat birokrasi dalam melaksanakan pemerintahan,
dengan para putra dan kerabat dekat raja memiliki kedudukan tinggi. Perintah raja biasanya
diturunkan kepada pejabat-pejabat di bawahnya, antara lain yaitu:
 Rakryan Mahamantri Katrini, biasanya dijabat putra-putra raja
 Rakryan Mantri ri Pakira-kiran, dewan menteri yang melaksanakan pemerintahan
 Dharmmadhyaksa, para pejabat hukum keagamaan
 Dharmma-upapatti, para pejabat keagamaan

Dalam Rakryan Mantri ri Pakira-kiran terdapat seorang pejabat yang terpenting yaitu
Rakryan Mapatih atau Patih Hamangkubhumi. Pejabat ini dapat dikatakan sebagai perdana
menteri yang bersama-sama raja dapat ikut melaksanakan kebijaksanaan pemerintahan.
Selain itu, terdapat pula semacam dewan pertimbangan kerajaan yang anggotanya para sanak
saudara raja, yang disebut Bhattara Saptaprabhu.

Pembagian wilayah
Di bawah raja Majapahit terdapat pula sejumlah raja daerah, yang disebut Paduka Bhattara.
Mereka biasanya merupakan saudara atau kerabat dekat raja dan bertugas dalam
mengumpulkan penghasilan kerajaan, penyerahan upeti, dan pertahanan kerajaan di
wilayahnya masing-masing. Dalam Prasasti Wingun Pitu (1447 M) disebutkan bahwa
pemerintahan Majapahit dibagi menjadi 14 daerah bawahan, yang dipimpin oleh seseorang
yang bergelar Bhre. Daerah-daerah bawahan tersebut yaitu:

Daha
Jagaraga
Kabalan Kahuripan
Keling
Kelinggapura Kembang Jenar
Matahun
Pajang Singhapura
Tanjungpura
Tumapel Wengker
Wirabumi
Raja-raja Majapahit

Berikut adalah daftar penguasa Majapahit. Perhatikan bahwa terdapat periode


kekosongan antara pemerintahan Rajasawardhana (penguasa ke-8) dan Girishawardhana yang
mungkin diakibatkan oleh krisis suksesi yang memecahkan keluarga kerajaan Majapahit
menjadi dua kelompok.
1. Raden Wijaya, bergelar Kertarajasa Jayawardhana (1293 - 1309)
2. Kalagamet, bergelar Sri Jayanagara (1309 - 1328)
3. Sri Gitarja, bergelar Tribhuwana Wijayatunggadewi (1328 - 1350)
4. Hayam Wuruk, bergelar Sri Rajasanagara (1350 - 1389)
5. Wikramawardhana (1389 - 1429)
6. Suhita (1429 - 1447)
7. Kertawijaya, bergelar Brawijaya I (1447 - 1451)
8. Rajasawardhana, bergelar Brawijaya II (1451 - 1453)
9. Purwawisesa atau Girishawardhana, bergelar Brawijaya III (1456 - 1466)
10. Pandanalas, atau Suraprabhawa, bergelar Brawijaya IV (1466 - 1468)
11. Kertabumi, bergelar Brawijaya V (1468 - 1478)
12. Girindrawardhana, bergelar Brawijaya VI (1478 - 1498)
13. Hudhara, bergelar Brawijaya VII (1498-1518)

Warisan sejarah
Majapahit telah menjadi sumber inspirasi kejayaan masa lalu bagi bangsa Indonesia
pada abad-abad berikutnya. Kesultanan-kesultanan Islam Demak, Pajang, dan Mataram
berusaha mendapatkan legitimasi atas kekuasaan mereka melalui hubungan ke Majapahit.
Demak menyatakan legitimasi keturunannya melalui Kertabhumi; pendirinya, Raden
Patah, menurut babad-babad keraton Demak dinyatakan sebagai anak Kertabhumi dan
seorang Putri Cina, yang dikirim ke luar istana sebelum ia melahirkan. Penaklukan Mataram
atas Wirasaba tahun 1615 yang dipimpin langsung oleh Sultan Agung sendiri memiliki arti
penting karena merupakan lokasi ibukota Majapahit. Keraton-keraton Jawa Tengah memiliki
tradisi dan silsilah yang berusaha membuktikan hubungan para rajanya dengan keluarga
kerajaan Majapahit — sering kali dalam bentuk makam leluhur, yang di Jawa merupakan
bukti penting — dan legitimasi dianggap meningkat melalui hubungan tersebut. Bali secara
khusus mendapat pengaruh besar dari Majapahit, dan masyarakat Bali menganggap diri
mereka penerus sejati kebudayaan Majapahit.

Para penggerak nasionalisme Indonesia modern, termasuk mereka yang terlibat


Gerakan Kebangkitan Nasional di awal abad ke-20, telah merujuk pada Majapahit sebagai
contoh gemilang masa lalu Indonesia. Majapahit kadang dijadikan acuan batas politik negara
Republik Indonesia saat ini. Dalam propaganda yang dijalankan tahun 1920-an, Partai
Komunis Indonesia menyampaikan visinya tentang masyarakat tanpa kelas sebagai
penjelmaan kembali dari Majapahit yang diromantiskan. Sukarno juga mengangkat Majapahit
untuk kepentingan persatuan bangsa, sedangkan Orde Baru menggunakannya untuk
kepentingan perluasan dan konsolidasi kekuasaan negara. Sebagaimana Majapahit, negara
Indonesia modern meliputi wilayah yang luas dan secara politik berpusat di pulau Jawa.

Majapahit memiliki pengaruh yang nyata dan berkelanjutan dalam bidang arsitektur di
Indonesia. Penggambaran bentuk paviliun (pendopo) berbagai bangunan di ibukota Majapahit
dalam kitab Negarakretagama telah menjadi inspirasi bagi arsitektur berbagai bangunan
keraton di Jawa serta Pura dan kompleks perumahan masyarakat di Bali masa kini.

Candi Tikus menunjukkan kuatnya pengaruh Hindu pada masa kerajaan Majapahit.

Majapahit dalam kesenian modern


Kebesaran kerajaan ini dan berbagai intrik politik yang terjadi pada masa itu menjadi
sumber inspirasi tidak henti-hentinya bagi para seniman masa selanjutnya untuk menuangkan
kreasinya, terutama di Indonesia. Berikut adalah daftar beberapa karya seni yang berkaitan
dengan masa tersebut.
Puisi lama
 Serat Darmagandhul, sebuah kitab yang tidak jelas penulisnya karena menggunakan nama
pena Ki Kalamwadi, namun diperkirakan dari masa Kasunanan Surakarta. Kitab ini
berkisah tentang hal-hal yang berkaitan dengan perubahan keyakinan orang Majapahit
dari agama sinkretis "Budha" ke Islam dan sejumlah ibadah yang perlu dilakukan sebagai
umat Islam.

Komik dan strip komik


 Serial "Mahesa Rani" karya Teguh Santosa yang dimuat di Majalah Hai, mengambil latar
belakang pada masa keruntuhan Singhasari hingga awal-awal karier Mada (Gajah Mada),
adik seperguruan Lubdhaka, seorang rekan Mahesa Rani.
 Komik/Cerita bergambar Imperium Majapahit, karya Jan Mintaraga.
 Komik Majapahit karya R.A. Kosasih
 Strip komik "Panji Koming" karya Dwi Koendoro yang dimuat di surat kabar "Kompas"
edisi Minggu, menceritakan kisah sehari-hari seorang warga Majapahit bernama Panji
Koming.

Roman/novel sejarah
 Sandyakalaning Majapahit (1933), roman sejarah dengan setting masa keruntuhan
Majapahit, karya Sanusi Pane.
 Zaman Gemilang (1938/1950/2000), roman sejarah yang menceritakan akhir masa
Singasari, masa Majapahit, dan berakhir pada intrik seputar terbunuhnya Jayanegara,
karya Matu Mona/Hasbullah Parinduri.
 Senopati Pamungkas (1986/2003), cerita silat dengan setting runtuhnya Singhasari dan
awal berdirinya Majapahit hingga pemerintahan Jayanagara, karya Arswendo
Atmowiloto.
 Dyah Pitaloka - Senja di Langit Majapahit (2005), roman karya Hermawan Achsan
tentang Dyah Pitaloka Citraresmi, putri dari Kerajaan Sunda yang gugur dalam Peristia
Bubat.
 Gajah Mada (2005), sebuah roman sejarah berseri yang mengisahkan kehidupan Gajah
Mada dengan ambisinya menguasai Nusantara, karya Langit Kresna Hariadi.
Film/Sinetron
 Tutur Tinular, suatu adaptasi film karya S. Tidjab dari serial sandiwara radio. Kisah ini
berlatar belakang Singhasari pada pemerintahan Kertanegara hingga Majapahit pada
pemerintahan Jayanagara.
 Saur Sepuh, suatu adaptasi film karya Niki Kosasih dari serial sandiwara radio yang
populer pada awal 1990-an. Film ini sebetulnya lebih berfokus pada sejarah Pajajaran
namun berkait dengan Majapahit pula.
 Walisongo, sinetron Ramadhan tahun 2003 yang berlatar Majapahit di masa Brawijaya V
hingga Kesultanan Demak di zaman Sultan Trenggana.
Kerajaan Pajajaran

Menurut sejarah kota Ciamis pembagian wilayah Sunda-Galuh adalah sebagai berikut:
 Pajajaran berlokasi di Bogor beribukota Pakuan
 Galuh Pakuan beribukota di Kawali
 Galuh Sindula yang berlokasi di Lakbok dan beribukota Medang Gili
 Galuh Rahyang berlokasi di Brebes dengan ibukota Medang Pangramesan
 Galuh Kalangon berlokasi di Roban beribukota Medang Pangramesan
 Galuh Lalean berlokasi di Cilacap beribukota di Medang Kamulan
 Galuh Pataruman berlokasi di Banjarsari beribukota Banjar Pataruman
 Galuh Kalingga berlokasi di Bojong beribukota Karangkamulyan
 Galuh Tanduran berlokasi di Pananjung beribukota Bagolo
 Galuh Kumara berlokasi di Tegal beribukota di Medangkamulyan

Kerajaan Pajajaran adalah sebuah kerajaan Hindu yang diperkirakan beribukotanya di


Pakuan (Bogor) di Jawa Barat. Dalam naskah-naskah kuno nusantara, kerajaan ini sering pula
disebut dengan nama Negeri Sunda, Pasundan, atau berdasarkan nama ibukotanya yaitu
Pakuan Pajajaran. Beberapa catatan menyebutkan bahwa kerajaan ini didirikan tahun 923
oleh Sri Jayabhupati, seperti yang disebutkan dalam prasasti Sanghyang Tapak.

Sejarah kerajaan ini tidak dapat terlepas dari kerajaan-kerajaan pendahulunya di


daerah Jawa Barat, yaitu Kerajaan Tarumanagara, Kerajaan Sunda dan Kerajaan Galuh, dan
Kawali. Hal ini karena pemerintahan Kerajaan Pajajaran merupakan kelanjutan dari kerajaan-
kerajaan tersebut. Dari catatan-catatan sejarah yang ada, dapatlah ditelusuri jejak kerajaan ini;
antara lain mengenai ibukota Pajajaran yaitu Pakuan. Mengenai raja-raja Kerajaan Pajajaran,
terdapat perbedaan urutan antara naskah-naskah Babad Pajajaran, Carita Parahiangan, dan
Carita Waruga Guru.

Selain naskah-naskah babad, Kerajaan Pajajaran juga meninggalkan sejumlah jejak


peninggalan dari masa lalu, seperti:
 Prasasti Batu Tulis, Bogor
 Prasasti Sanghyang Tapak, Sukabumi
 Prasasti Kawali, Ciamis
 Tugu Perjanjian Portugis (padraõ), Kampung Tugu, Jakarta
 Taman perburuan, yang sekarang menjadi Kebun Raya Bogor.

Batu Tulis, Bogor, Jawa Barat, peninggalan Raja Punawarman

Raja Raja Pajajaran


1. Sri Baduga Maharaja (1482 – 1521)
2. Surawisesa (1521 – 1535)
3. Ratu Dewata (1535 – 1543)
4. Ratu Sakti (1543 – 1551)
5. Raga Mulya (1567 – 1579)

Kerajaan Pajajaran runtuh pada tahun 1579 akibat serangan kerajaan sunda lainnya,
yaitu Kesultanan Banten. Berakhirnya jaman Pajajaran (1482 - 1579), ditandai dengan
diboyongnya PALANGKA SRIMAN SRIWACANA (Tempat duduk tempat penobatan
tahta) dari Pakuan ke Surasowan di Banten oleh pasukan MAULANA YUSUF.

Batu berukuran 200 x 160 x 20 cm itu terpaksa di boyong ke Banten karena tradisi
politik waktu itu "mengharuskan" demikian. Pertama, dengan dirampasnya Palangka tersebut,
di Pakuan tidak mungkin lagi dinobatkan raja baru. Kedua, dengan memiliki Palangka itu,
Maulana Yusuf merupakan penerus kekuasaan Pajajaran yang "sah" karena buyut
perempuannya adalah puteri Sri Baduga Maharaja.

Palangka Sriman Sriwacana sendiri saat ini bisa ditemukan di depan bekas Keraton
Surasowan di Banten. Karena mengkilap, orang Banten menyebutnya Watu Gigilang. Kata
Gigilang berarti mengkilap atau berseri, sama artinya dengan kata Sriman.
Saat itu diperkirakan terdapat sejumlah punggawa istana yang meninggalkan kraton lalu
menetap di daerah Lebak. Mereka menerapkan tata cara kehidupan lama yang ketat, dan
sekarang mereka dikenal sebagai orang Baduy.

Kerajaan Mataram Kuno


Kerajaan Mataram (Hindu-Buddha), sering disebut dengan Kerajaan Mataram Kuna
sebagai pembeda dengan Mataram Baru atau Kesultanan Mataram (Islam), adalah suatu
kerajaan yang berkuasa di Jawa Tengah bagian selatan antara abad ke-8 dan abad ke-10.
Kerajaan Mataram terdiri dari dua dinasti, yakni Wangsa Sanjaya dan Wangsa
Syailendra. Wangsa Sanjaya yang bercorak Hindu didirikan oleh Sanjaya pada tahun 732.
Beberapa saat kemudian, Wangsa Syailendra yang bercorak Buddha Mahayana didirikan oleh
Bhanu pada tahun 752. Kedua wangsa ini berkuasa berdampingan secara damai. Nama
Mataram sendiri pertama kali disebut pada prasasti yang ditulis di masa raja Balitung.

Peta Kerajaan Mataram

Wangsa Syailendra
Wangsa Syailendra diduga berasal dari daratan Indocina (sekarang Thailand dan
Kamboja). Wangsa ini bercorak Buddha Mahayana, didirikan oleh Bhanu pada tahun 752.
Pada awal era Mataram Kuno, Wangsa Syailendra cukup dominan dibanding Wangsa
Sanjaya. Pada masa pemerintahan raja Indra (782-812), Syailendra mengadakan ekspedisi
perdagangan ke Sriwijaya. Ia juga melakukan perkawinan politik: puteranya, Smaratungga,
dinikahkan dengan Dewi Tara, puteri raja Sriwijaya. Pada tahun 790, Syailendra menyerang
dan mengalahkan Chenla (Kamboja), kemudian sempat berkuasa di sana selama beberapa
tahun. Peninggalan terbesar Wangsa Syailendra adalah Candi Borobudur yang selesai
dibangun pada masa pemerintahan raja Smaratungga (812-833).

Wangsa Sanjaya
Wangsa Sanjaya didirikan oleh Raja Sanjaya/ Rakryan Jamri/Prabu Harisdama, cicit
Wretikandayun, raja kerajaan Galuh pertama. Pada saat menjadi penguasa Kerajaan Sunda ia
dikenal dengan nama Prabu Harisdarma dan kemudian setelah menguasai Kerajaan Galuh ia
lebih dikenal dengan Sanjaya. Ibu dari Sanjaya adalah SANAHA, cucu Maharani SIMA dari
Kalingga, di Jepara. Ayah dari Sanjaya adalah Bratasenawa/SENA/SANNA, Raja Galuh
ketiga. Sena adalah cucu Wretikandayun dari putera bungsunya, Mandiminyak, raja Galuh
kedua (702-709 M). Sena di tahun 716 M dilengser dari takhta Galuh oleh PURBASORA.
Purbasora dan Sena sebenarnya adalah saudara satu ibu, tapi lain ayah. Sena dan keluarganya
menyelamatkan diri ke Pakuan, pusat kerajaan Sunda, dan meminta pertolongan pada Raja
Tarusbawa. Ironis sekali, Wretikandayun, kakek Sena, sebelumnya menuntut Tarusbawa
untuk memisahkan Kerajaan Galuh dari Tarumanagara, sehingga kerajaan Tarumanagara
terpecah dua menjadi kerajaan Sunda dan kerajaan Galuh'

Di kemudian hari Sanjaya yang adalah penerus Kerajaan Galuh yang sah, menyerang
Galuh dengan bantuan Tarusbawa untuk melengser Purbasora. Setelah itu ia menjadi raja
Kerajaan Sunda dan Kerajaan Galuh (723 - 732M), sehingga bekas wilayah kekuasaan
Tarumanagara dapat disatukan kembali dalam satu kerajaan, yaitu Kerajaan Sunda Galuh.
Sebagai ahli waris Kalingga Sanjaya kemudian juga menjadi penguasa Kalingga Utara yang
disebut Bumi Mataram pada 732 M.

Dengan kata lain, Sanjaya adalah penguasa Sunda, Galuh dan Kalingga/Kerajaan
Mataram (Hindu). Pada masa ini telah terbentuk semacam ikatan kekerabatan di antara
kerajaan-kerajaan tersebut. Hal ini memengaruhi berbagai keputusan politik pada masa-masa
selanjutnya (misalnya saat penaklukan Nusantara oleh Majapahit).

Kekuasaan di Jawa Barat lalu diserahkan kepada putera Sanjaya dari Tejakencana,
putri Raja Tarusbawa dari kerajaan Sunda, yaitu Tamperan atau Rakryan Panaraban
sedangkan penerus Sanjaya di Kerajaan Mataram adalah Rakai Panangkaran, putera Sanjaya
dari Sudiwara, puteri Dewasinga raja Kalingga Selatan atau Bumi Sambara. Jadi Rakai
Panangkaran dan Rakeyan Panaraban/Tamperan adalah saudara seayah lain ibu.

Pemimpin Mataram selanjutnya berturut-turut adalah: Rakai Panunggalan, Rakai


Warak, dan Rakai Garung. Rakai Garung memiliki anak yaitu Rakai Pikatan.
Rakai Pikatan, yang waktu itu menjadi pangeran Wangsa Sanjaya, menikah dengan
Pramodhawardhani (833-856), puteri raja Wangsa Syailendara Samaratungga. Sejak itu
pengaruh Sanjaya yang bercorak Hindu mulai dominan di Mataram, menggantikan Agama
Buddha. Rakai Pikatan bahkan mendepak Raja Balaputradewa (putera Samaratungga dan
Dewi Tara). Tahun 850, era Wangsa Syailendra berakhir yang ditandai dengan larinya
Balaputradewa ke Sriwijaya.

Pada tahun 910, Raja Tulodong mendirikan Candi Prambanan. Prambanan merupakan
kompleks candi Hindu terbesar di Asia Tenggara. Pada masa ini, ditulis karya sastra
Ramayana dalam Bahasa Kawi. Tahun 928, Raja Mpu Sindok memindahkan istana Kerajaan
Mataram dari Jawa Tengah ke Jawa Timur (Medang). Perpindahan ini diduga akibat letusan
Gunung Merapi, atau mendapat serangan dari Sriwijaya.

Dara Jingga
Di tahun 1288, Kerajaan Dharmasraya, termasuk Kerajaan Sriwijaya, menjadi
taklukan Kerajaan Singhasari di era Raja Kertanegara, dengan mengirimkan Adwaya
Brahman dan Senopati Mahesa Anabrang, dalam ekspedisi Pamalayu 1 dan 2. Sebagai tanda
persahabatan, Dara Jingga menikah dengan Adwaya Brahman dari Kerajaan Singasari
tersebut. Mereka memiliki putra yang bernama Adityawarman, yang di kemudian hari
mendirikan Kerajaan Pagaruyung, dan sekaligus menjadi penerus kakeknya,
Mauliwarmadhewa sebagai penguasa Kerajaan Dharmasraya berikut jajahannya, termasuk
eks Kerajaan Sriwijaya di Palembang. Anak dari Adityawarman, yaitu Ananggawarman,
menjadi penguasa Palembang di kemudian hari. Sedangkan Dara Jingga dikenal sebagai
Bundo Kandung/Bundo Kanduang oleh masyarakat Minangkabau.

Dara Petak
Di tahun 1293, Mahesa Anabrang beserta Dara Jingga dan anaknya, Adityawarman,
kembali ke Pulau Jawa. Dara Petak ikut dalam rombongan tersebut. Setelah tiba di Pulau
Jawa ternyata Kerajaan Singasari telah musnah, dan sebagai penerusnya adalah Kerajaan
Majapahit. Oleh karena itu Dara Petak dipersembahkan kepada Raden Wijaya, yang
kemudian memberikan keturunan Raden Kalagemet yang bergelar Sri Jayanegara setelah
menjadi Raja Majapahit kedua.

Kerajaan Sunda

Karajaan Sunda (669-1579 M), menurut naskah Wangsakerta merupakan kerajaan


yang berdiri menggantikan kerajaan Tarumanagara. Kerajaan Sunda didirikan oleh
Tarusbawa pada tahun 591 Caka Sunda (669 M). Menurut sumber sejarah primer yang
berasal dari abad ke-16, kerajaan ini merupakan suatu kerajaan yang meliputi wilayah yang
sekarang menjadi Provinsi Banten, Jakarta, Provinsi Jawa Barat , dan bagian barat Provinsi
Jawa Tengah. Berdasarkan naskah kuno primer Bujangga Manik (yang menceriterakan
perjalanan Prabu Bujangga Manik, seorang pendeta Hindu Sunda yang mengunjungi tempat-
tempat suci agama Hindu di pulau Jawa dan Bali pada awal abad ke-16), yang saat ini
disimpan pada Perpustakaan Boedlian, Oxford University, Inggris sejak tahun 1627, batas
kerajaan Sunda di sebelah timur adalah sungai Cipamali (yang saat ini sering disebut sebagai
kali Brebes) dan sungai Ciserayu (yang saat ini disebut Kali Serayu) di Provinsi Jawa
Tengah.
Tome Pires (1513) dalam catatan perjalanannya, Summa Oriental (1513 – 1515),
menyebutkan batas wilayah kerajaan Sunda di sebelah timur sebagai berikut:
Sementara orang menegaskan bahwa kerajaan Sunda meliputi setengah pulau Jawa.
Sebagian orang lainnya berkata bahwa kerajaan Sunda mencakup sepertiga pulau Jawa
ditambah seperdelapannya lagi. Katanya, keliling pulau Sunda tiga ratus legoa. Ujungnya
adalah Cimanuk.
Menurut naskah Wangsakerta, wilayah kerajaan Sunda mencakup juga daerah yang
saat ini menjadi Provinsi Lampung melalui pernikahan antar keluarga kerajaan Sunda dan
Lampung. Lampung dipisahkan dari bagian lain kerajaan Sunda oleh Selat Sunda.

Hubungan Kerajaan Sunda dengan Eropa


Kerajaan Sunda sudah lama menjalin hubungan dagang dengan bangsa Eropa saperti
Inggris, Perancis dan Portugis. Kerajaan Sunda malah pernah menjalin hubungan politik
dengan bangsa Portugis. Dalam tahun 1522, kerajaan Sunda menandatangani perjanjian
Sunda-Portugis dimana dalam perjanjian tersebut Portugis dibolehkan membangun benteng
dan gudang di pelabuhan Sunda. Sebagai imbalannya, Portugis diharuskan memberi bantuan
militer kepada kerajaan Sunda dalam menghadapi serangan dari Demak dan Cirebon yang
memisahkan diri dari kerajaan Sunda.

Sejarah
Sebelum berdiri sebagai kerajaan yang mandiri, Sunda merupakan bawahan
Tarumanagara. Raja Tarumanagara yang terakhir, Sri Maharaja Linggawarman
Atmahariwangsa Panunggalan Tirthabumi (memerintah hanya selama tiga tahun, 666-669
M), menikah dengan Déwi Ganggasari dari Indraprahasta. Dari Ganggasari, beliau memiliki
dua anak, yang keduanya perempuan. Déwi Manasih, putri sulungnya, menikah dengan
Tarusbawa dari Sunda, sedangkan yang kedua, Sobakancana, menikah dengan Dapuntahyang
Sri Janayasa, yang selanjutnya mendirikan kerajaan Sriwijaya.

Setelah Linggawarman meninggal, kekuasaan Tarumanagara turun kepada


menantunya, Tarusbawa. Hal ini menyebabkan penguasa Galuh, Wretikandayun (612-702)
memberontak, melepaskan diri dari Tarumanagara, serta mendirikan Galuh yang mandiri.
dari pihak Tarumanagara sendiri, Tarusbawa juga menginginkan melanjutkan kerajaan
Tarumanagara. Tarusbawa selanjutnya memindahkan kekuasaannya ke Sunda, sedangkan
Tarumanagara diubah menjadi bawahannya. Beliau dinobatkan sebagai raja Sunda pada hari
Radite Pon, 9 Suklapaksa, bulan Yista, tahun 519 Saka (kira-kira 18 Mei 669 M). Sunda dan
Galuh ini berbatasan, dengan batas kerajaanya yaitu sungai Citarum (Sunda di sebelah barat,
Galuh di sebelah timur).

Kerajaan kembar
Putera Tarusbawa yang terbesar, Rarkyan Sundasambawa, wafat saat masih muda,
meninggalkan seorang anak perempuan, Nay Sekarkancana. Cucu Tarusbawa ini lantas
dinikahi oleh Rahyang Sanjaya dari Galuh, sampai mempunyai seorang putera, Rahyang
Tamperan. Saat Tarusbawa meninggal (tahun 723), kekuasaan Sunda jatuh ke Sanjaya, yang
di tahun itu juga berhasil merebut kekuasaan Galuh dari Rahyang Purbasora (yang merebut
kekuasaan Galuh dari ayahnya, Bratasenawa/Rahyang Séna). Oleh karena itu, di tangan
Sanjaya, Sunda dan Galuh bersatu kembali. Untuk meneruskan kekuasaan ayahnya yang
menikah dengan puteri raja Keling (Kalingga), tahun 732 Sanjaya menyerahkan kekuasaan
Sunda-Galuh ke puteranya, Tamperan. Di Keling, Sanjaya memegang kekuasaan selama 22
tahun (732-754), yang kemudian diganti oleh puteranya dari Déwi Sudiwara, Rarkyan
Panangkaran.
Rahyang Tamperan berkuasa di Sunda-Galuh selama tujuh tahun (732-739), lalu
membagi kekuasaan pada dua puteranya: Sang Manarah (dalam carita rakyat disebut Ciung
Wanara) di Galuh serta Sang Banga (Hariang Banga) di Sunda. Sang Banga (Prabhu
Kertabhuwana Yasawiguna Hajimulya) menjadi raja selama 27 tahun (739-766), tapi hanya
menguasai Sunda dari tahun 759.

Dari Déwi Kancanasari, keturunan Demunawan dari Saunggalah, Sang Banga


mempunyai putera, bernama Rarkyan Medang, yang kemudian meneruskan kekuasaanya di
Sunda selama 17 tahun (766-783) dengan gelar Prabhu Hulukujang. Karena anaknya
perempuan, Rakryan Medang mewariskan kekuasaanya kepada menantunya, Rakryan
Hujungkulon atau Prabhu Gilingwesi (dari Galuh, putera Sang Mansiri), yang menguasai
Sunda selama 12 tahun (783-795). Karena Rakryan Hujungkulon inipun hanya mempunyai
anak perempuan, maka kekuasaan Sunda lantas jatuh ke menantunya, Rakryan Diwus
(dengan gelar Prabu Pucukbhumi Dharmeswara) yang berkuasa selama 24 tahun (795-819).

Dari Rakryan Diwus, kekuasaan Sunda jatuh ke puteranya, Rakryan Wuwus, yang
menikah dengan putera dari Sang Welengan (raja Galuh, 806-813). Kekuasaan Galuh juga
jatuh kepadanya saat saudara iparnya, Sang Prabhu Linggabhumi (813-842), meninggal
dunia. Kekuasaan Sunda-Galuh dipegang oleh Rakryan Wuwus (dengan gelar Prabhu
Gajahkulon) sampai ia wafat tahun 891.

Sepeninggal Rakryan Wuwus, kekuasaan Sunda-Galuh jatuh ke adik iparnya dari


Galuh, Arya Kadatwan. Hanya saja, karena tidak disukai oleh para pembesar dari Sunda, ia
dibunuh tahun 895, sedangkan kekuasaannya diturunkan ke putranya, Rakryan Windusakti.
Kekuasaan ini lantas diturunkan pada putera sulungnya, Rakryan Kamuninggading (913).

Rakryan Kamuninggading menguasai Sunda-Galuh hanya tiga tahun, sebab kemudian


direbut oleh adikna, Rakryan Jayagiri (916). Rakryan Jayagiri berkuasa selama 28 tahun,
kemudian diwariskan kepada menantunya, Rakryan Watuagung, tahun 942. Melanjutkan
dendam orangtuanya, Rakryan Watuagung direbut kekuasaannya oleh keponakannya (putera
Kamuninggading), Sang Limburkancana (954-964).

Dari Limburkancana, kekuasaan Sunda-Galuh diwariskan oleh putera sulungnya,


Rakryan Sundasambawa (964-973). Karena tidak mempunyai putera dari Sundasambawa,
kekuasaan tersebut jatuh ke adik iparnya, Rakryan Jayagiri (973-989). Rakryan Jayagiri
mewariskan kekuasaannya ka puteranya, Rakryan Gendang (989-1012), dilanjutkan oleh
cucunya, Prabhu Déwasanghyang (1012-1019). Dari Déwasanghyang, kekuasaan diwariskan
kepada puteranya, lalu ke cucunya yang membuat prasasti Cibadak, Sri Jayabhupati (1030-
1042). Sri Jayabhupati adalah menantu dari Dharmawangsa Teguh dari Jawa, mertua raja
Erlangga (1019-1042).

Dari Sri Jayabhupati, kekuasaan diwariskan kepada putranya, Dharmaraja (1042-


1064), lalu ke cucu menantunya, Prabhu Langlangbhumi ((1064-1154). Prabu
Langlangbhumi dilanjutkan oleh putranya, Rakryan Jayagiri (1154-1156), lantas oleh
cucunya, Prabhu Dharmakusuma (1156-1175).

Dari Prabu Dharmakusuma, kekuasaan Sunda-Galuh diwariskan kepada putranya,


Prabhu Guru Dharmasiksa, yang memerintah selama 122 tahun (1175-1297). Dharmasiksa
memimpin Sunda-Galuh dari Saunggalah selama 12 tahun, tapi kemudian memindahkan
pusat pemerintahan kepada Pakuan Pajajaran, kembali lagi ke tempat awal moyangnya
(Tarusbawa) memimpin kerajaan Sunda.

Sepeninggal Dharmasiksa, kekuasaan Sunda-Galuh turun ke putranya yang terbesar,


Rakryan Saunggalah (Prabhu Ragasuci), yang berkuasa selama enam tahun (1297-1303).
Prabhu Ragasuci kemudian diganti oleh putranya, Prabhu Citraganda, yang berkuasa selama
delapan tahun(1303-1311), kemudian oleh keturunannya lagi, Prabu Linggadéwata (1311-
1333). Karena hanya mempunyai anak perempuan, Linggadéwata menurunkan kekuasaannya
ke menantunya, Prabu Ajiguna Linggawisésa (1333-1340), kemudian ke Prabu Ragamulya
Luhurprabawa (1340-1350). Dari Prabu Ragamulya, kekuasaan diwariskan ke putranya,
Prabu Maharaja Linggabuanawisésa (1350-1357), yang di ujung kekuasaannya gugur di
Bubat (baca Perang Bubat). Karena saat kejadian di Bubat, putranya -- Niskalawastukancana
-- masih kecil, kekuasaan Sunda sementara dipegang oleh Patih Mangkubumi Sang Prabu
Bunisora (1357-1371).

Sapeninggal Prabu Bunisora, kekuasaan kembali lagi ke putra Linggabuana,


Niskalawastukancana, yang kemudian memimpin selama 104 tahun (1371-1475). Dari isteri
pertama, Nay Ratna Sarkati, ia mempunyai putera Sang Haliwungan (Prabu Susuktunggal),
yang diberi kekuasaan bawahan di daerah sebelah barat Citarum (daerah asal Sunda). Prabu
Susuktunggal yang berkuasa dari Pakuan Pajajaran, membangun pusat pemerintahan ini
dengan mendirikan keraton Sri Bima Punta Narayana Madura Suradipati. Pemerintahannya
terbilang lama (1382-1482), sebab sudah dimulai saat ayahnya masih berkuasa di daerah
timur.

Dari Nay Ratna Mayangsari, istrinya yang kedua, ia mempunyai putera


Ningratkancana (Prabu Déwaniskala), yang meneruskan kekuasaan ayahnya di daerah Galuh
(1475-1482). Susuktunggal dan Ningratkancana menyatukan ahli warisnya dengan
menikahkan Jayadéwata (putra Ningratkancana) dengan Ambetkasih (putra Susuktunggal).
Tahun 1482, kekuasaan Sunda dan Galuh disatukan lagi oleh Jayadéwata (yang bergelar Sri
Baduga Maharaja).

Sapeninggal Jayadéwata, kekuasaan Sunda-Galuh turun ke putranya, Prabu


Surawisésa (1521-1535), kemudian Prabu Déwatabuanawisésa (1535-1543), Prabu Sakti
(1543-1551), Prabu Nilakéndra (1551-1567), serta Prabu Ragamulya atau Prabu
Suryakancana (1567-1579). Prabu Suryakancana ini merupakan pemimpin kerajaan Sunda-
Galuh yang terakhir, sebab setelah beberapa kali diserang oleh pasukan dari Kesultanan
Banten, di tahun 1579 kekuasaannya runtuh.

Raja-raja Kerajaan Sunda


Di bawah ini deretan raja-raja yang pernah memimpin Kerajaan Sunda menurut
naskah Pangéran Wangsakerta (waktu berkuasa dalam tahun Masehi) :
1. Tarusbawa (minantu Linggawarman, 669 - 723)
2. Harisdarma, atawa Sanjaya (menantu Tarusbawa, 723 - 732)
3. Tamperan Barmawijaya (732 - 739)
4. Rakeyan Banga (739 - 766)
5. Rakeyan Medang Prabu Hulukujang (766 - 783)
6. Prabu Gilingwesi (menantu Rakeyan Medang Prabu Hulukujang, 783 - 795)
7. Pucukbumi Darmeswara (menantu Prabu Gilingwesi, 795 - 819)
8. Rakeyan Wuwus Prabu Gajah Kulon (819 - 891)
9. Prabu Darmaraksa (adik ipar Rakeyan Wuwus, 891 - 895)
10. Windusakti Prabu Déwageng (895 - 913)
11. Rakeyan Kamuning Gading Prabu Pucukwesi (913 - 916)
12. Rakeyan Jayagiri (menantu Rakeyan Kamuning Gading, 916 - 942)
13. Atmayadarma Hariwangsa (942 - 954)
14. Limbur Kancana (putera Rakeyan Kamuning Gading, 954 - 964)
15. Munding Ganawirya (964 - 973)
16. Rakeyan Wulung Gadung (973 - 989)
17. Brajawisésa (989 - 1012)
18. Déwa Sanghyang (1012 - 1019)
19. Sanghyang Ageng (1019 - 1030)
20. Sri Jayabupati (Detya Maharaja, 1030 - 1042)
21. Darmaraja (Sang Mokténg Winduraja, 1042 - 1065)
22. Langlangbumi (Sang Mokténg Kerta, 1065 - 1155)
23. Rakeyan Jayagiri Prabu Ménakluhur (1155 - 1157)
24. Darmakusuma (Sang Mokténg Winduraja, 1157 - 1175)
25. Darmasiksa Prabu Sanghyang Wisnu (1175 - 1297)
26. Ragasuci (Sang Mokténg Taman, 1297 - 1303)
27. Citraganda (Sang Mokténg Tanjung, 1303 - 1311)
28. Prabu Linggadéwata (1311-1333)
29. Prabu Ajiguna Linggawisésa (1333-1340)
30. Prabu Ragamulya Luhurprabawa (1340-1350)
31. Prabu Maharaja Linggabuanawisésa (yang gugur dalam Perang Bubat, 1350-1357)
32. Prabu Bunisora (1357-1371)
33. Prabu Niskalawastukancana (1371-1475)
34. Prabu Susuktunggal (1475-1482)
35. Jayadéwata (Sri Baduga Maharaja, 1482-1521)
36. Prabu Surawisésa (1521-1535)
37. Prabu Déwatabuanawisésa (1535-1543)
38. Prabu Sakti (1543-1551)
39. Prabu Nilakéndra (1551-1567)
40. Prabu Ragamulya atau Prabu Suryakancana (1567-1579)

Kerajaan Sriwijaya
Kerajaan Sriwijaya dikenal sebagai kerajaan maritim yang pernah berdiri secara
independen di wilayah Kepulauan Nusantara bagian barat dari abad ke-7 (bahkan mungkin
sebelumnya) hingga abad ke-12. Setelah didahului serbuan dari Kerajaan Chola dari India
Selatan dan Kerajaan Singasari dari Jawa yang melemahkan kekuatan militernya, Sriwijaya
menjadi kerajaan taklukan tetangganya, Kerajaan Melayu Jambi dan bertahan hingga
berdirinya Kerajaan Majapahit, sebelum akhirnya benar-benar runtuh pada abad ke-14. Pusat
pemerintahannya kemungkinan besar di sekitar Palembang, Sumatra, meskipun ada pendapat
lain yang menyebutkan Ligor di Semenanjung Malaya sebagai pusatnya.

Peta beberapa kerajaan di Asia Tenggara, termasuk Sriwijaya pada akhir abad ke-12.
Walaupun pada masa kebesarannya diketahui memiliki pengaruh politik, ekonomi,
dan budaya yang besar, meliputi Indonesia bagian barat, Semenanjung Malaya, Siam bagian
selatan, dan sebagian Filipina, kerajaan ini sama sekali tidak meninggalkan naskah tulisan
atau sastra sama sekali, kecuali beberapa prasasti batu atau keping tembaga serta bahasa
Melayu di pesisir-pesisir kepulauan Nusantara yang menjadi akar dari bahasa Indonesia.
Keberadaannya malah banyak diketahui dari tulisan-tulisan musafir Tiongkok dan Arab.
Namun demikian, banyak ditemukan peninggalan-peninggalan berupa benda-benda keramik
dan beberapa bangunan yang dibuat dari batu bata.

Raja-Raja Sriwijaya
Berikut ini adalah nama raja-raja Sriwijaya:
Samarawijaya
Sri Bameswara
Jayabaya
Kertajaya

Catatan-catatan mengenai Sriwijaya


Berikut ini adalah beberapa sumber sejarah yang diketahui berkaitan dengan Sriwijaya:
Berbahasa Sanskerta atau Tamil

Prasasti Ligor di Thailand


Prasasti Kanton di Kanton
Prasasti Siwagraha
Prasasti Nalanda di India
Piagam Leiden di India
Prasasti Tanjor
Piagam Grahi
Prasasti Padang Roco
Prasasti Srilangka

Sumber berita Tiongkok :


Kronik dari Dinasti Tang
Kronik Dinasti Sung
Kronik Dinasti Ming
Kronik Perjalanan I Tsing
Kronik Chu-fan-chi oleh Chau Ju-kua
Kronik Tao Chih Lio oleh Wang Ta Yan
Kronik Ling-wai Tai-ta oleh Chou Ku Fei
Kronik Ying-yai Sheng-lan oleh Ma Huan

Prasasti berbahasa Melayu Kuno


Prasasti Kedukan Bukit tanggal 16 Juni 682 Masehi di Palembang
Prasasti Kedukan Bukit
Prasasti Talang Tuo tanggal 23 Maret 684 Masehi di Palembang
Prasasti Talang Tuo
Prasasti Telaga Batu abad ke-7 Masehi di Palembang
Prasasti Telaga Batu
Prasasti Palas Pasemah abad ke-7 Masehi di Lampung Selatan
Prasasti Karang Brahi abad ke-7 Masehi di Jambi
Prasasti Karang Brahi
Prasasti Kota Kapur tanggal 28 Februari 686 Masehi di P. Bangka
Prasasti Kota Kapur
Prasasti Sojomerto abad ke-7 Masehi di Pekalongan - Jawa Tengah

Pengaruh budaya
Kerajaan Sriwijaya banyak dipengaruhi budaya India, pertama oleh budaya agama
Hindu dan kemudian diikuti pula oleh agama Buddha. Agama Buddha diperkenalkan di
Srivijaya pada tahun 425 Masehi. Sriwijaya merupakan pusat terpenting agama Buddha
Mahayana. Raja-raja Sriwijaya menguasai kepulauan Melayu melewati perdagangan dan
penaklukkan dari kurun abad ke-7 hingga abad ke-9.

Kerajaan Sriwijaya juga membantu menyebarkan kebudayaan Melayu ke seluruh


Sumatra, Semenanjung Melayu, dan pulau Kalimantan bagian Barat. Pada masa yang sama,
agama Islam memasuki Sumatra melalui Aceh yang telah tersebar melalui hubungan dengan
pedagang Arab dan India. Pada tahun 1414 pangeran terakhir Sriwijaya, Parameswara,
memeluk agama Islam dan berhijrah ke Semenanjung Malaya dan mendirikan Kesultanan
Melaka.

Agama Buddha aliran Buddha Hinayana dan Buddha Mahayana disebarkan di


pelosok kepulauan nusantara dan Palembang menjadi pusat pembelajaran agama Buddha.
Pada tahun 1017, 1025, dan 1068, Sriwijaya telah diserbu raja Chola dari kerajaan
Colamandala(India) yang mengakibatkan hancurnya jalur perdagangan. Pada serangan kedua
tahun 1025, raja Sri Sanggramawidjaja Tungadewa ditawan. Pada masa itu juga, Sriwijaya
telah kehilangan monopoli atas lalu-lintas perdagangan Tiongkok-India. Akibatnya
kemegahan Sriwijaya menurun. Kerajaan Singasari yang berada di bawah naungan Sriwijaya
melepaskan diri.

Pada tahun 1088, Kerajaan Melayu Jambi, yang dahulunya berada di bawah naungan
Sriwijaya menjadikan Sriwijaya taklukannya. Kekuatan kerajaan Melayu Jambi berlangsung
hingga dua abad sebelum akhirnya melemah. Berita bahwa kerajaan Melayu Jambi takluk
kepada Majapahit hingga sekarang masih diragukan kebenarannya. Karena setelah
kemundurannya wilayah sumatera bagian selatan merupakan daerah tanpa kekuasaan dan
pusat bajak laut Selat Malaka.

Kerajaan Tarumanagara
Pelabuhan Kerajaan Tarumanegara
Sejarah
Bila menilik dari catatan sejarah ataupun prasasti yang ada, tidak ada penjelasan atau
catatan yang pasti mengenai siapakah yang pertama kalinya mendirikan kerajaan
Tarumanegara. Raja yang pernah berkuasa dan sangat terkenal dalam catatan sejarah adalah
Purnawarman. Pada tahun 417 ia memerintahkan penggalian Sungai Gomati dan Candrabaga
sepanjang 6112 tombak (sekitar 11 km). Selesai penggalian, sang prabu mengadakan
selamatan dengan menyedekahkan 1.000 ekor sapi kepada kaum brahmana.

Prasasti
1. Prasasti Kebon Kopi, dibuat sekitar 400 M (H Kern 1917), ditemukan di perkebunan kopi
milik Jonathan Rig, Ciampea, Bogor
2. Prasasti Tugu, ditemukan di Kampung Batutumbu, Desa Tugu, Kecamatan Tarumajaya,
Kabupaten Bekasi, sekarang disimpan di museum di Jakarta. Prasasti tersebut isinya
menerangkan penggalian Sungai Candrabaga oleh Rajadirajaguru dan penggalian Sungai
Gomati oleh Purnawarman pada tahun ke-22 masa pemerintahannya.Penggalian sungai
tersebut merupakan gagasan untuk menghindari bencana alam berupa banjir yang sering
terjadi pada masa pemerintahan Purnawarman, dan kekeringan yang terjadi pada musim
kemarau.
3. Prasasti Munjul atau Prasasti Cidanghiang, ditemukan di aliran Sungai Cidanghiang yang
mengalir di Desa Lebak, Kecamatan Munjul, Kabupaten Pandeglang, Banten, berisi
pujian kepada Raja Purnawarman.
4. Prasasti Ciaruteun, Ciampea, Bogor
5. Prasasti Muara Cianten, Ciampea, Bogor
6. Prasasti Jambu, Nanggung, Bogor
7. Prasasti Pasir Awi, Citeureup, Bogor

Prasasti Tarumanegara
Salah Satu Prasasti dari kerajaan Tarumanegara, prasasti ini ditemukan di daerah
Tugu Lahan tempat prasasti itu ditemukan berbentuk bukit rendah berpermukaan datar dan
diapit tiga batang sungai: Cisadane, Cianten dan Ciaruteun. Sampai abad ke-19, tempat itu
masih dilaporkan dengan nama Pasir Muara. Dahulu termasuk bagian tanah swasta Ciampea.
Sekarang termasuk wilayah Kecamatan Cibungbulang.

Kampung Muara tempat prasasti Ciaruteun dan Telapak Gajah ditemukan, dahulu
merupakan sebuah "kota pelabuhan sungai" yang bandarnya terletak di tepi pertemuan
Cisadane dengan Cianten. Sampai abad ke-19 jalur sungai itu masih digunakan untuk
angkutan hasil perkebunan kopi. Sekarang masih digunakan oleh pedagang bambu untuk
mengangkut barang dagangannya ke daerah hilir.

Prasasti pada zaman ini menggunakan aksara Sunda kuno, yang pada awalnya
merupakan perkembangan dari aksara tipe Pallawa Lanjut, yang mengacu pada model aksara
Kamboja dengan beberapa cirinya yang masih melekat. Pada zaman ini, aksara tersebut
belum mencapai taraf modifikasi bentuk khasnya sebagaimana yang digunakan naskah-
naskah (lontar) abad ke-16.

Prasasti Pasir Muara


Di Bogor, prasasti ditemukan di Pasir Muara, di tepi sawah, tidak jauh dari prasasti Telapak
Gajah peninggalan Purnawarman. Prasasti itu kini tak berada ditempat asalnya. Dalam
prasasti itu dituliskan :
ini sabdakalanda rakryan juru panga-mbat i kawihaji panyca pasagi marsa-n desa barpulihkan
haji su-nda

Terjemahannya menurut Bosch:


Ini tanda ucapan Rakryan Juru Pengambat dalam tahun (Saka) kawihaji (8) panca (5) pasagi
(4), pemerintahan begara dikembalikan kepada raja Sunda. Karena angka tahunnya bercorak
"sangkala" yang mengikuti ketentuan "angkanam vamato gatih" (angka dibaca dari kanan),
maka prasasti tersebut dibuat dalam tahun 458 Saka atau 536 Masehi.

Prasasti Ciaruteun
Prasasti Ciaruteun ditemukan pada aliran Sungai Ciaruteun, seratus meter dari pertemuan
sungai tersebut dengan Sungai Cisadane; namun pada tahun 1981 diangkat dan diletakkan di
dalam cungkup. Prasasti ini peninggalan Purnawarman, beraksara Palawa, berbahasa
Sansekerta. Isinya adalah puisi empat baris, yang berbunyi:
vikkrantasyavanipateh shrimatah purnavarmmanah tarumanagararendrasya vishnoriva
padadvayam
Terjemahannya menurut Vogel:
Kedua (jejak) telapak kaki yang seperti (telapak kaki) Wisnu ini kepunyaan raja dunia yang
gagah berani yang termashur Purnawarman penguasa Tarumanagara.

Selain itu, ada pula gambar sepasang "pandatala" (jejak kaki), yang menunjukkan
tanda kekuasaan &mdash& fungsinya seperti "tanda tangan" pada zaman sekarang.
Kehadiran prasasti Purnawarman di kampung itu menunjukkan bahwa daerah itu termasuk
kawasan kekuasaannya. Menurut Pustaka Rajyarajya i Bhumi Nusantara parwa II, sarga 3,
halaman 161, di antara bawahan Tarumanagara pada masa pemerintahan Purnawarman
terdapat nama "Rajamandala" (raja daerah) Pasir Muhara.

Prasasti Telapak Gajah


Prasasti Telapak Gajah bergambar sepasang telapak kaki gajah yang diberi keterangan satu
baris berbentuk puisi berbunyi:
jayavi s halasya tarumendrsaya hastinah airavatabhasya vibhatidam padadavayam
Terjemahannya:
Kedua jejak telapak kaki adalah jejak kaki gajah yang cemerlang seperti Airawata kepunyaan
penguasa Tarumanagara yang jaya dan berkuasa.

Menurut mitologi Hindu, Airawata adalah nama gajah tunggangan Batara Indra dewa
perang dan penguawa Guntur. Menurut Pustaka Parawatwan i Bhumi Jawadwipa parwa I,
sarga 1, gajah perang Purnawarman diberi nama Airawata seperti nama gajah tunggangan
Indra. Bahkan diberitakan juga, bendera Kerajaan Tarumanagara berlukiskan rangkaian
bunga teratai di atas kepala gajah. Demikian pula mahkota yang dikenakan Purnawarman
berukiran sepasang lebah.

Ukiran bendera dan sepasang lebah itu dengan jelas ditatahkan pada prasasti
Ciaruteun yang telah memancing perdebatan mengasyikkan di antara para ahli sejarah
mengenai makna dan nilai perlambangannya. Ukiran kepala gajah bermahkota teratai ini oleh
para ahli diduga sebagai "huruf ikal" yang masih belum terpecahkan bacaaanya sampai
sekarang. Demikian pula tentang ukiran sepasang tanda di depan telapak kaki ada yang
menduganya sebagai lambang labah-labah, matahari kembar atau kombinasi surya-candra
(matahari dan bulan). Keterangan pustaka dari Cirebon tentang bendera Tarumanagara dan
ukiran sepasang "bhramara" (lebah) sebagai cap pada mahkota Purnawarman dalam segala
"kemudaan" nilainya sebagai sumber sejarah harus diakui kecocokannya dengan lukisan yang
terdapat pada prasasti Ciaruteun.

Prasasti Jambu
Di daerah Bogor, masih ada satu lagi prasasti lainnya yaitu prasasti batu peninggalan
Tarumanagara yang terletak di puncak Bukit Koleangkak, Desa Pasir Gintung, Kecamatan
Leuwiliang. Pada bukit ini mengalir (sungai) Cikasungka. Prasasti inipun berukiran sepasang
telapak kaki dan diberi keterangan berbentuk puisi dua baris:
shriman data kertajnyo narapatir - asamo yah pura tarumayam nama shri purnnavarmma
pracurarupucara fedyavikyatavammo tasyedam - padavimbadavyam arnagarotsadane nitya-
dksham bhaktanam yangdripanam - bhavati sukhahakaram shalyabhutam ripunam.

Terjemahannya menurut Vogel:


Yang termashur serta setia kepada tugasnya ialah raja yang tiada taranya bernama Sri
Purnawarman yang memerintah Taruma serta baju perisainya tidak dapat ditembus oleh
panah musuh-musuhnya; kepunyaannyalah kedua jejak telapak kaki ini, yang selalu berhasil
menghancurkan benteng musuh, yang selalu menghadiahkan jamuan kehormatan (kepada
mereka yang setia kepadanya), tetapi merupakan duri bagi musuh-musuhnya.

Naskah Wangsakerta
Penjelasan tentang Tarumanagara cukup jelas di Naskah Wangsakerta. Sayangnya,
naskah ini mengundang polemik dan banyak pakar sejarah yang meragukan naskah-naskah
ini bisa dijadikan rujukan sejarah. Pada Naskah Wangsakerta dari Cirebon itu, Tarumanegara
didirikan oleh Rajadirajaguru Jayasingawarman pada tahun 358, yang kemudian digantikan
oleh putranya, Dharmayawarman (382-395). Jayasingawarman dipusarakan di tepi kali
Gomati, sedangkan putranya di tepi kali Candrabaga. Maharaja Purnawarman adalah raja
Tarumanagara yang ketiga (395-434 M). Ia membangun ibukota kerajaan baru pada tahun
397 yang terletak lebih dekat ke pantai. Dinamainya kota itu Sundapura--pertama kalinya
nama "Sunda" digunakan.

Prasasti Pasir Muara yang menyebutkan peristiwa pengembalian pemerintahan kepada


Raja Sunda itu dibuat tahun 536 M. Dalam tahun tersebut yang menjadi penguasa
Tarumanagara adalah Suryawarman (535 - 561 M) Raja Tarumanagara ke-7. Pustaka
Jawadwipa, parwa I, sarga 1 (halaman 80 dan 81) memberikan keterangan bahwa dalam masa
pemerintahan Candrawarman (515-535 M), ayah Suryawarman, banyak penguasa daerah
yang menerima kembali kekuasaan pemerintahan atas daerahnya sebagai hadiah atas
kesetiaannya terhadap Tarumanagara. Ditinjau dari segi ini, maka Suryawarman melakukan
hal yang sama sebagai lanjutan politik ayahnya.
Rakeyan Juru Pengambat yang tersurat dalam prasasti Pasir Muara mungkin sekali
seorang pejabat tinggi Tarumanagara yang sebelumnya menjadi wakil raja sebagai pimpinan
pemerintahan di daerah tersebut. Yang belum jelas adalah mengapa prasasti mengenai
pengembalian pemerintahan kepada Raja Sunda itu terdapat di sana? Apakah daerah itu
merupakan pusat Kerajaan Sunda atau hanya sebuah tempat penting yang termasuk kawasan
Kerajaan Sunda?

Baik sumber-sumber prasasti maupun sumber-sumber Cirebon memberikan


keterangan bahwa Purnawarman berhasil menundukkan musuh-musuhnya. Prasasti Munjul di
Pandeglang menunjukkan bahwa wilayah kekuasaannya mencakup pula pantai Selat Sunda.
Pustaka Nusantara, parwa II sarga 3 (halaman 159 - 162) menyebutkan bahwa di bawah
kekuasaan Purnawarman terdapat 48 raja daerah yang membentang dari Salakanagara atau
Rajatapura (di daerah Teluk Lada Pandeglang) sampai ke Purwalingga (sekarang
Purbolinggo) di Jawa Tengah. Secara tradisional Cipamali (Kali Brebes) memang dianggap
batas kekuasaan raja-raja penguasa Jawa Barat pada masa silam.

Kehadiran Prasasti Purnawarman di Pasir Muara, yang memberitakan Raja Sunda


dalam tahun 536 M, merupakan gejala bahwa Ibukota Sundapura telah berubah status
menjadi sebuah kerajaan daerah. Hal ini berarti, pusat pemerintahan Tarumanagara telah
bergeser ke tempat lain. Contoh serupa dapat dilihat dari kedudukaan Rajatapura atau
Salakanagara (kota Perak), yang disebut Argyre oleh Ptolemeus dalam tahun 150 M. Kota ini
sampai tahun 362 menjadi pusat pemerintahan Raja-raja Dewawarman (dari Dewawarman I -
VIII).

Ketika pusat pemerintahan beralih dari Rajatapura ke Tarumangara, maka


Salakanagara berubah status menjadi kerajaan daerah. Jayasingawarman pendiri
Tarumanagara adalah menantu Raja Dewawarman VIII. Ia sendiri seorang Maharesi dari
Salankayana di India yang mengungsi ke Nusantara karena daerahnya diserang dan
ditaklukkan Maharaja Samudragupta dari Kerajaan Magada.

Suryawarman tidak hanya melanjutkan kebijakan politik ayahnya yang memberikan


kepercayaan lebih banyak kepada raja daerah untuk mengurus pemerintahan sendiri,
melainkan juga mengalihkan perhatiannya ke daerah bagian timur. Dalam tahun 526 M,
misalnya, Manikmaya, menantu Suryawarman, mendirikan kerajaan baru di Kendan, daerah
Nagreg antara Bandung dan Limbangan, Garut. Putera tokoh Manikmaya ini tinggal bersama
kakeknya di ibukota Tarumangara dan kemudian menjadi Panglima Angkatan Perang
Tarumanagara. Perkembangan daerah timur menjadi lebih berkembang ketika cicit
Manikmaya mendirikan Kerajaan Galuh dalam tahun 612 M.

Tarumanagara sendiri hanya mengalami masa pemerintahan 12 orang raja. Pada tahun
669, Linggawarman, raja Tarumanagara terakhir, digantikan menantunya, Tarusbawa.
Linggawarman sendiri mempunyai dua orang puteri, yang sulung bernama Manasih menjadi
istri Tarusbawa dari Sunda dan yang kedua bernama Sobakancana menjadi isteri
Dapuntahyang Sri Jayanasa pendiri Kerajaan Sriwijaya. Secara otomatis, tahta kekuasaan
Tarumanagara jatuh kepada menantunya dari putri sulungnya, yaitu Tarusbawa.

Kekuasaan Tarumanagara berakhir dengan beralihnya tahta kepada Tarusbawa,


karena Tarusbawa pribadi lebih menginginkan untuk kembali ke kerajaannya sendiri, yaitu
Sunda yang sebelumnya berada dalam kekuasaan Tarumanagara. Atas pengalihan kekuasaan
ke Sunda ini, hanya Galuh yang tidak sepakat dan memutuskan untuk berpisah dari Sunda
yang mewarisi wilayah Tarumanagara.

Raja-raja Tarumanagara menurut Naskah Wangsakerta


1. Jayasingawarman 358-382
2. Dharmayawarman 382-395
3. Purnawarman 395-434
4. Wisnuwarman 434-455
5. Indrawarman 455-515
6. Candrawarman 515-535
7. Suryawarman 535-561
8. Kertawarman 561-628
9. Sudhawarman 628-639
10. Hariwangsawarman 639-640
11. Nagajayawarman 640-666
12. Linggawarman 666-669

Kerajaan Melayu Jambi

Sejarah
Jambi merupakan wilayah yang terkenal dalam literatur kuno. Nama negeri ini sering
disebut dalam prasasti-prasasti dan juga berita-berita China. Ini merupakan bukti bahwa,
orang Cina telah lama memiliki hubungan dengan Jambi, yang mereka sebut dengan nama
Chan-pei. Diperkirakan, telah berdiri tiga kerajaan Melayu Kuno di Jambi, yaitu Koying
(abad ke-3 M), Tupo (abad ke-3 M) dan Kantoli (abad ke-5). Seiring perkembangan sejarah,
kerajaan-kerajan ini lenyap tanpa banyak meninggalkan jejak sejarah.

Dalam sejarahnya, negeri ini pernah dikuasai oleh beberapa kekuatan besar, mulai
dari Sriwijaya, Singosari, Majapahit, Malaka hingga Johor-Riau. Terkenal dan selalu menjadi
rebutan merupakan tanda bahwa Jambi sangat penting pada masa dulu. Bahkan, berdasarkan
temuan beberapa benda purbakala, Jambi pernah menjadi pusat Kerajaan Sriwijaya.

Setelah Koying, Tupo dan Kantoli runtuh, kemudian berdiri Kerajaan Melayu Jambi.
Berita tertua mengenai kerajaan ini berasal dari T’ang-hui-yao yang disusun oleh Wang-p’u
pada tahun 961 M, di masa pemerintahan dinasti T’ang dan Hsin T’ang Shu yang disusun
pada awal abad ke-7, M di masa pemerintahan dinasti Sung. Diperkirakan, Kerajaan Melayu
Jambi telah berdiri sekitar tahun 644/645 M, lebih awal sekitar 25 tahun dari Sriwijaya yang
berdiri tahun 670.

Teks Melayu Tertua


Harus diakui bahwa, sejarah tentang Melayu kuno ini masih gelap. Sampai sekarang,
data utamanya masih didasarkan pada berita-berita dari negeri Cina, yang terkadang sulit
sekali ditafsirkan. Namun, dibandingkan daerah lainnya di Sumatera, data arkeologis yang
ditemukan di Jambi merupakan yang terlengkap. Data-data arkeologis tersebut terutama
berasal dari abad ke-9 hingga 14 M. Untuk keluar dari kegelapan sejarah tersebut, maka,
sejarah mengenai Kerajaan Melayu Jambi berikut ini akan lebih terfokus pada fase pasca
abad ke-9, terutama ketika Aditywarman mendirikan Kerajaan Swarnabhumi di daerah ini
pada pertengahan abad ke-14 M.

Sebelum bercerita lebih banyak mengenai Aditywarman, ada baiknya tulisan ini
diawali dengan pemaparan sejarah leluhur Adityawarman di tanah Melayu ini. Ketika
Sriwijaya berdiri, Kerajaan Melayu Jambi menjadi daerah taklukannya. Kemudian, ketika
Sriwijaya runtuh akibat serangan Kerajaan Cola dari India pada tahun 1025 M, para
bangsawan Sriwijaya banyak yang melarikan diri ke hulu Sungai Batang Hari, dan bergabung
dengan Kerajaan Melayu yang memang sudah lebih dulu berdiri, tapi saat itu menjadi daerah
taklukannya. Lebih kurang setengah abad kemudian, sekitar tahun 1088 M, keadaan berbalik,
Kerajaan Melayu Jambi menaklukkan Sriwijaya yang memang sudah di ambang kehancuran.
Kerajaan Melayu Jambi mulai berkembang lagi, saat itu, namanya adalah Dharmasraya.

Sayang sekali, hanya sedikit catatan sejarah mengenai Dharmasraya ini. Rajanya yang
bernama Shri Tribhuana Raja Mauliwarmadhewa (1270-1297) menikah dengan Puti Reno
Mandi. Dari pernikahan ini, kemudian lahir dua orang putri: Dara Jingga dan Dara Petak
Menjelang akhir abad ke-13, Kartanegara mengirim dua kali ekspedisi, yang kemudian
dikenal dengan nama Ekspedisi Pamalayu I dan II. Dalam ekspedisi pertama, Kartanegara
berhasil menaklukkan Kerajaan Melayu dan Sriwijaya yang memang sudah lemah.
Berdasarkan Babad Jawa versi Mangkunegaran disebutkan bahwa, Kartanegara menaklukkan
Jambi pada tahun 1275 M.
Pada tahun 1286 M, Kartanegara mengirimkan sebuah arca Amogapacha ke Kerajaan
Dharmasraya. Raja dan rakyat Dharmasraya sangat gembira menerima persembahan dari
Kartanegara ini. Sebagai tanda terimakasih Raja Dharmasraya pada Prabu Kartanegara, ia
kemudian mengirimkan dua orang putrinya, Dara Jingga dan Dara Petak untuk dibawa ke
Singosari. Dara Jingga kemudian menikah dengan Mahesa Anabrang dan melahirkan
Aditywarman. Ketika utusan Kartanegara ini kembali ke tanah Jawa, mereka mendapatkan
Kerajaan Singosari telah hancur akibat serangan Jayakatwang dan pasukan Kubilai Khan.
Sebagai penerus Singosari, muncul Kerajaan Majapahit dengan raja pertama Raden Wijaya.
Dara Petak kemudian dipersembahkan kepada Raden Wijaya untuk diperistri. Dari
perkawinan ini, kemudian lahir Raden Kalagemet. Ketika Kalagemet menjadi Raja Majapahit
menggantikan ayahnya, ia memakai gelar Sri Jayanegara.

Demikianlah, keturunan Dara Petak menjadi Raja, sementara keturunan Dara Jingga,
yaitu Aditywarman, menjadi salah seorang pejabat di istana Majapahit. Hingga suatu ketika,
tahun 1340 M, Adityawarman dikirim kembali ke Sumatera, negeri leluhurnya, untuk
mengurus daerah taklukan Majapahit, Dharmasraya. Namun, sesampainya di Sumatera, ia
bukannya menjaga keutuhan wilayah taklukan Majapahit, malah kemudian berusaha untuk
melepaskan diri dan mendirikan Kerajaan Swarnabhumi.

Wilayahnya adalah daerah warisan Dharmasraya, meliputi wilayah Kerajaan Melayu


Kuno dan Sriwijaya. Dengan ini, berarti eksistensi Dharmasraya telah diteruskan oleh
kerajaan baru: Swarnabhumi. Pusat kerajaan diperkirakan berada di wilayah Jambi saat ini.
Dalam perkembangannya, pusat kerajaan yang dipimpin Aditywarman ini kemudian
berpindah ke Pagaruyung, hingga nama kerajaannya kemudian berubah menjadi Kerajaan
Pagaruyung, atau dikenal juga dengan Kerajaan Minangkabau. Akibat perpindahan pusat
kerajaan ini, Jambi kemudian menjadi bagian dari wilayah kekuasaan Kerajaan Pagaruyung
(Minangkabau). Kejadian ini terjadi sekitar pertengahan abad ke-14.

Ketika Kerajaan Malaka muncul sebagai kekuatan baru di perairan Malaka pada awal
abad ke-15, Jambi menjadi bagian wilayah kerajaan ini. Saat itu, Jambi merupakan salah satu
bandar dagang yang ramai. Hingga keruntuhan Malaka pada tahun 1511 M di tangan
Portugis, Jambi masih menjadi bagian dari Malaka. Tak lama kemudian, muncul Kerajaan
Johor-Riau di perairan Malaka sebagai ahli waris Kerajaan Malaka. Lagi-lagi, Jambi menjadi
bagian dari kerajaan yang baru berdiri ini.

Jambi memainkan peranan yang sangat penting dalam membantu Johor berperang
melawan Portugis di Malaka. Kemudian, memanfaatkan situasi yang sedang tidak stabil di
Johor akibat berperang dengan Portugis, Jambi mencoba untuk melepaskan diri. Dalam usaha
untuk melepaskan diri ini, sejak tahun 1666 hingga 1673 M, telah terjadi beberapa kali
peperangan antara Jambi melawan Johor. Dalam beberapa kali pertempuran tersebut,
angkatan perang Jambi selalu mendapat kemenangan. Bahkan, Jambi berhasil
menghancurkan ibukota Johor, Batu Sawar. Jambi terbebas dari kekuasaan Johor. Namun, ini
ternyata tidak berlangsung lama. Johor kemudian meminta bantuan orang-orang Bugis untuk
mengalahkan Jambi. Akhirnya, atas bantuan orang-orang Bugis, Jambi berhasil dikalahkan
Johor.
Silsilah
Di masa Kerajaan Dharmasraya, raja yang dikenal hanyalah Shri Tribhuana Raja
Mauliwarmadhewa (1270-1297). Sementara raja-raja yang lain, belum didapat data yang
lengkap. Di masa Kerajaan Swarnabhumi, rajanya yang paling terkenal adalah Aditywarman.
Namun, ketika bergabung dengan Minangkabau, maka silsilah raja yang ada merupakan
silsilah raja-raja Minangkabau.

Periode Pemerintahan
Agak rumit memaparkan bagaimana periode pemerintahan berlangsung di Jambi, jika
pemerintahan tersebut diandaikan sebuah kerajaan merdeka yang bebas dari pengaruh
kekuasaan lain. Berdasarkan sedikit data sejarah yang tersedia, tampaknya Jambi menikmati
masa bebas dari pengaruh kerajaan lain hanya di masa Kerajaan Melayu Kuno. Selanjutnya,
ketika Sriwijaya berdiri, Jambi menjadi daerah taklukan Sriwijaya, bahkan, menurut beberapa
sumber yang, tentu saja masih diperdebatkan, Jambi pernah menjadi pusat pemerintahan
Sriwijaya. Ketika Sriwijaya runtuh dan muncul kekuatan Singosari di Jawa, Jambi menjadi
daerah taklukan Singosari. Ketika Singosari runtuh dan muncul kemudian Majapahit, Jambi
menjadi wilayah taklukan Majapahit.

Dalam perkembangan selanjutnya, Jambi menjadi pusat Kerajaan Swarnabhumi yang


didirikan Aditywarman. Ketika pusat kerajaan Adityawarman berpindah ke Pagaruyung,
Jambi menjadi bagian dari Kerajaan Minangkabau di Pagaruyung. Ketika Malaka muncul
sebagai sebuah kekuatan baru di Selat Malaka, Jambi menjadi bagian dari wilayah Malaka.
Malaka runtuh, kemudian muncul Johor. Lagi-lagi, Jambi menjadi bagian dari Kerajaan
Johor. Demikianlah, Jambi telah menjadi target ekspansi setiap kerajaan besar yang berdiri di
Nusantara ini.

Wilayah Kekuasaan
Wilayah Kerajaan Jambi meliputi daerah sepanjang aliran Sungai Batang Hari yang
sekarang menjadi wilayah Propinsi Jambi, yang berbatasan dengan wilayah Sumatera Barat,
Riau dan Sumatera Selatan.

Struktur Pemerintahan
Di masa Jambi masih menjadi kerajaan merdeka, kerajaan dipimpin oleh seorang raja.
Namun, belum ada kejelasan, apa status pemimpin daerah-daerah di Jambi, selama negeri ini
menjadi bagian dari wilayah kerajaan lain.

Kehidupan Sosial Budaya


Beberapa benda arkeologis yang ditemukan di daerah Jambi menunjukkan bahwa, di
daerah ini telah berlangsung suatu aktifitas ekonomi yang berpusat di daerah Sungai Batang
Hari. Temuan benda-benda keramik juga membuktikan bahwa, di daerah ini, penduduknya
telah hidup dengan tingkat budaya yang tinggi. Temuan arca-arca Budha dan candi juga
menunjukkan bahwa, orang-orang Jambi merupakan masyarakat yang religius. Ini hanyalah
sedikit gambaran mengenai kehidupan di Jambi. Bagaimana sisi sosial budaya masyarakat
secara keseluruhan? Sangat sulit untuk menggambarkan secara detil, bagaimana kehidupan
sosial budaya ini berlangsung, mengingat data arkeologis yang sangat minim.
C. SEJARAH BANGSA ASING KE NUSANTARA
SEJARAH- Kedatangan Bangsa Eropa Ke Indonesia. Hindia Timur atau Indonesia
telah lama dikenal sebagai daerah penghasil rempah-rempah seperti vanili, lada, dan cengkeh.
Rempah-rempah ini digunakan untuk mengawetkan makanan, bumbu masakan, bahkan
obat.Karena kegunaannya, rempah-rempah ini sangat laku di pasaran dan harganya pun
mahal. Hal ini mendorong para pedagang Asia Barat datang dan memonopoli perdagangan
rempah-rempah. Mereka membeli bahan-bahan ini dari para petani di Indonesia dan
menjualnya kepada para pedagang Eropa.

Namun, jatuhnya Konstantinopel pada tahun 1453 ke Turki Utsmani mengakibatkan


pasokan rempah-rempah ke wilayah Eropa terputus. Hal ini dikarenakan boikot yang
dilakukan oleh Turki Utsmani kepada bangsa Eropa. Situasi ini mendorong orang-orang
Eropa menjelajahi jalur pelayaran ke wilayah yang banyak memiliki bahan rempah-rempah,
termasuk kepulauan Nusantara (Indonesia). Dalam perkembangannya, mereka tidak saja
berdagang, tetapi juga menguasai sumber rempah-rempah di negara penghasil. Sejak saat itu
dimulailah era kolonialisasi Barat di Asia.

A.  Sebab dan Tujuan Kedatangan Bangsa Barat


Secara umum, kedatangan bangsa Eropa ke Asia termasuk ke Indonesia dilandasi
keinginan mereka untuk berdagang, menyalurkan jiwa penjelajah, dan menyebarkan agama.
Adapun sebab dan tujuan bangsa Eropa ke dunia Timur adalah sebagai berikut :
1. Mencari kekayaan termasuk berdagang (Gold)
2. Mencari kemuliaan bangsa (Glory)
3. Menyebarkan agama (Gospel)

Sejak abad ke-3, rempah-rempah memang merupakan bahan dagang yang sangat
menguntungkan. Hal ini mendorong orang-orang Eropa berusaha mencari harta kekayaan ini
sekalipun menjelajah semudera. Keinginan ini diperkuat dengan adanya jiwa penjelajah.
Bangsa Eropa dikenal sebagai bangsa penjelajah, terutama untuk menemukan daerah-daerah
baru. Mereka berlomba-lomba meninggalkan Eropa. Mereka yakin bahwa jika berlayar ke
satu arah, maka mereka akan kembali ke tempat semula. Selain itu, orang-orang Eropa
terutama Protugis dan Spanyol yakin bahwa di luar Eropa ada Prestor John (kerajaan dan
penduduknya beragama Kristen). Oleh karena itu, mereka berani berlayar jauh. Mereka yakin
akan bertemu dengan orang-orang seagama.

Pada awalnya, tujuan kedatangan bangsa Eropa ke Indonesia hanya untuk membeli
rempah-rempah dari para petani Indonesia. Namun, dengan semakin meningkatnya
kebutuhan industri di Eropa akan rempah-rempah, mereka kemudian mengklaim daerah-
daerah yang mereka kunjungi sebagai daerah kekuasaannya. Di tempat-tempat ini, bangsa
Eropa memonopoli perdagangan rempah-rempah dan mengeruk kekayaan alam sebanyak
mungkin. Dengan memonopoli perdagangan rempah-rempah, bangsa Eropa menjadi satu-
satunya pembeli bahan-bahan ini. Akibatnya, harga bahan-bahan ini pun sangat ditentukan
oleh mereka. Untuk memperoleh hak monopoli perdagangan ini, bangsa Eropa tidak jarang
melakukan pemaksaan. Penguasaan sering dilakukan terhadap para penguasa setempat
melalui suatu perjanjian yang umumnya menguntungkan bangsa Eropa. Selain itu, mereka
selalu turut campur dalam urusan politik suatu daerah. Bangsa Eropa tidak jarang mengadu
domba berbagai kelompok masyarakat dan kemudian mendukung salah satunya. Dengan cara
seperti ini, mereka dengan mudah dapat mempengaruhi penguasa untuk memberikan hak-hak
istimewa dalam berdagang.

B.  Kedatangan dan Terbentuknya Kekuasaan Kolonial di Indonesia


1. Bangsa Portugis
Ekspedisi pertama untuk mencari jalan langsung ke Indonesia dirintis oleh bangsa
Portugis dan Spanyol. Bangsa-bangsa lain seperti Inggris, Prancis, dan Belanda baru
melakukan ekspedisi setelah kedua bangsa ini menemukan jalan ke Indonesia.

Orang Portugis pertama yang mencoba mencari jalan baru ke Indonesia adalah
Bartholomeus Diaz. Ia meninggalkan Portugal pada tahun 1486. Ia menyusuri pantai barat
Afrika hingga tiba di Tanjung Harapan, tetapi ia gagal mencapai Indonesia. Setelah
Bartholomeus Diaz menemukan jalan ke timur di Tanjung Harapan (Afrika Selatan), upaya
mencari jalan ke Indonesia diteruskan oleh armada-armada Portugis berikutnya.

Armada Portugis berikutnya yang mencoba berlayar ke Indonesia dipimpin oleh


Vasco da Gama. Mereka berangkat pada tahun 1497 dan berhasil melewati Tanjung Harapan.
Sewaktu tiba di Pelabuhan Malinda (Afrika Timur), mereka bertemu dengan pedagang-
pedagang Arab dan India. Namun, jalan ke Asia Tenggara tetap dirahasiakan oleh para
pedagang tersebut. Oleh karena itu, orang-orang Portugis melanjutkan perjalannya menyusuri
pantai timur Afrika. Mereka harus melewati perairan dengan ombak yang sangat besar.
Daerah itu terletak di timur laut Afrika terutama di sekitar Ujung Tanduk. Oleh karena itu,
daerah ini disebut Guadafui (berhati-hatilah).

Ekspedisi ini kemudian berhasil melewati selat di ujung selatan Laut Merah yang
disebutnya Bab el Mandeb (Gapura Air Mata). Pada tahun 1498, Vasco da Gama tiba di
Kalikut (India). Sejak saat itu, perdagangan antara orang Eropa dan India tidak lagi melalui
jalur Laut Tengah melainkan melalui pantai timur Afrika. Namun, penemuan ini belum juga
memuaskan bangsa Portugis. Mereka ingin menjelajahi daerah timur lainnya yakni Malaka
dan Maluku.

Pada waktu itu, di Asia Tenggara terdapat salah satu daerah pusat perdagangan  yang
sangat ramai dikunjungi. Daerah tersebut adalah Malaka sedangkan daerah sumber rempah-
rempahnya adalah Maluku. Bagi Portugis, cara termudah menguasai perdagangan di sekitar
Malaka termasuk di Maluku adalah dengan merebut atau menguasai Malaka. Kolonialisme
Portugis di Indonesia dimulai sejak kedatangan Alfonso d’Albuquerque di Maluku. Pada
tahun 1511, ekspedisi Portugis di bawah pimpinan Alfonso d’Albuquerque berhasil
menaklukkan Malaka. Dari sana, mereka menuju Maluku dan diterima dengan baik oleh raja
Ternate. Mereka diperkenankan berdagang dan membangun benteng di Ternate.

2. Bangsa Spanyol
Pelopor berkebangsaan Spanyol yang mencari jalan langsung ke Indonesia adalah
Christopher Columbus, ia berlayar ke arah barat. Setelah dua bulan, ia sampai di sebuah
pulau yang kemudian dinamakan San Salvador. Columbus gagal mencapai India.

Setelah Columbus gagal menemukan India, ekspedisi Spanyol selanjutnya ke daerah


rempah-rempah dipelopori oleh Ferdinand Magelhaens. Berbeda dengan armada Portugis,
pada tahun 1519 Magellan berangkat  melalui Samudera Atlantik. Setelah melewati ujung
Amerika Selatan, ia masuk ke Samudera Pasifik. Ia tiba di Filipina pada tahun 1521. Ketika
mencoba mengatasi perang antarsuku di Cebu, Magelhaens terbunuh. Posisinya kemudian
digantikan oleh Del Cano.  Dalam perjalanan kembali ke Spanyol, mereka singgah di
Tidore. Sejak saat itu, terjalin kerja sama antara Spanyol dan Tidore. Kerja sama itu tidak
hanya dalam hal perdagangan, tetapi juga diperkuat dengan dibangunnya benteng Spanyol di
Tidore. Sementara itu, Portugis yang membuka kantor dagangnya di Ternate merasa
terancam dengan hadirnya Spanyol di Tidore. Hal ini diperkuat lagi dengan kenyataan bahwa
Tidore dan Ternate telah lama bermusuhan. Dengan alasan tersebut, Portugis yang didukung
pasukan Tidore. Berhasil merebut Benteng Spanyol di Tidore. Namun, berkat perantara Paus
di Roma, Portugis dan Spanyol akhirnya mengadakan perjanjian yang disebut Perjanjian
Saragosa. Berdasarkan perjanjian itu, Maluku dikuasai Portugis sedangkan Philipina dikuasai
Sepanyol.

Isi Perjanjian Saragosa:


1. Daerah kekuasaan dan pelayaran Portugis adalah dari Brazilia ke Timur sampai
Halmahera (Maluku).
2. Spanyol berkuasa atas Mexico ke Barat terus sampai Phillipina.

3. Bangsa Inggris
Kedatangan bangsa Inggris ke Indonesia dirintis oleh Francis Drake dan Thomas
Cavendish. Dengan mengikuti jalur yang dilalui Magelhaens, pada tahun 1579 Francis Drake
berlayar ke Indonesia. Armadanya berhasil membawa rempah-rempah dari Ternate dan
kembali ke Inggris lewat Samudera Hindia. Perjalanan beriktunya dilakukan pada tahun 1586
oleh Thomas Cavendish melewati jalur yang sama.
Pengalaman kedua pelaut tersebut mendorong Ratu Elizabeth I meningkatkan
pelayaran internasionalnya. Hal ini dilakukan dalam rangka menggalakan ekspor wol,
menyaingi perdagangan Spanyol, dan mencari rempah-rempah. Ratu Elizabeth I kemudian
memberi hak istimewa kepada EIC (East Indian Company) untuk mengurus perdagangan
dengan Asia. EIC kemudian mengirim armadanya ke Indonesia. Armada EIC yang dipimpin
James Lancestor berhasil melewati jalan Portugis (lewat Afrika). Namun, mereka gagal
mencapai Indonesia karena diserang Portugis dan bajak laut Melayu di selat Malaka.
Awal abad ke-17, Inggris telah memiliki jajahan di India dan terus berusaha
mengembangkan pengaruhnya di Asia Tenggara, kahususnya di Indonesia. Kolonialisme
Inggris di Hindia Belanda dimulai tahun 1604. menurut catatan sejarah, sejak pertama kali
tiba di Indonesia tahun 1604, EIC mendirikan kantor-kantor dagangnya. Di antaranya di
Ambon, Aceh, Jayakarta, Banjar, Japara, dan Makassar.

Walaupun demikian, armada Inggris tidak mampu menyaingi armada dagang barat
lainnya di Indonesia, seperti Belanda. Mereka akhirnya memusatkan aktivitas
perdagangannya di India. Mereka berhasil membangun kota-kota perdagangan seperti
Madras, Kalkuta, dan Bombay.

4. Bangsa Belanda
Armada Belanda yang pertama berusaha mencapai Indonesia dipimpin Van Neck,
namun ekspedisi ini gagal. Kemudian, pada tahun 1595 armada Belanda dipimpin Cornelis de
Houtman dan Pieter de Kaizer berangkat menuju Indonesia. Mereka menyusuri pantai barat
Afrika lalu sampai ke Tanjung Harapan. Dari sana, mereka mengarungi Samudera Hindia dan
masuk ke Indonesia melalui Selat Sunda lalu tiba di Banten.

Armada ini tidak diterima oleh rakyat Banten karena Belanda bersikap kasar. Selain
itu, hubungan antara Banten dan Portugis masih baik. Kemudian dari Banten, armada ini
bermaksud menuju Maluku untuk membeli rempah-rempah namun ternyata gagal mencapai
Maluku. Cornelis de Houtman tiba kembali di negerinya pada tahun 1597 dan ia disambut
sebagai penemu jalan ke Indonesia.

Setelah de Houtman, armada Belanda datang ke Indonesia susul-menyusul. Hal ini


mengakibatkan lalu lintas Indonesia – Belanda menjadi ramai. Armada Belanda yang pertama
mencapai Maluku adalah armada kedua. Mereka berhasil melakukan pembelian remapah-
rempah di sana.

Pada awalnya, Belanda memang gagal menghadapi persaingan dengan Portugis, baik
di Maluku maupun di pelabuhan-pelabuhan lain di Indonesia. Namun, karena armada
Belanda semakin hari semakin bertambah, sedikit demi sedikit armada Portugis mulai
terdesak. Akhirnya Portugis terusir dari Maluku dan itu menandai era kolonialisme Belanda
di Indonesia. Sejak saat itu, pedagang-pedagang Belanda semakin banyak yang datang ke
Maluku.

Lahirnya VOC
Untuk mengatasi persaingan diantara pedagang-pedagang Belanda sendiri, pada
tanggal 20 Maret 1682 Belanda membentuk VOC (Vereenigde OostIndische Compagnie)
atau persekutuan Dagang Hindia Timur atas usulan Johan Van Oldenbarneveld. Tujuan
pembentukan VOC tidak lain adalah menghindari persaingan antar pengusaha Belanda
(intern) serta mampu menghadapi persaingan dengan bangsa lain terutama Spanyol dan
Portugis sebagai musuhnya (ekstern). VOC dipimpin oleh De Heren Zuventien (Dewan
Tujuh Belas) yang berkedudukan di Amsterdam. Oleh Pemerintahan Belanda, VOC
diberioktroii (hak-hak istimewa). Artinya dengan hak-hak tersebut berarti VOC memiliki
kekuasaan seperti suatu negara. Mereka dapat bertindak bebas tanpa harus konsultasi terlebih
dulu dengan pemerintah Belanda di negeri induk. Hak-hak istimewa tersebut adalah sebagai
berikut:

1. Dianggap sebagai wakil pemerintah Belanda di Asia


2. Memonopoli perdagangan
3. Mencetak dan mengedarkan uang sendiri
4. Mengadakan perjanjian
5. Menaklukkan perang dengan negara lain
6. Menjalankan kekuasaan kehakiman
7. Pemungutan pajak
8. Memiliki angkatan perang sendiri
9. Mengadakan pemerintahan sendiri

Untuk melaksanakan kekuasaannya di Indonesia diangkatlah jabatan Gubernur Jenderal


VOC, seperti Pieter Both yang merupakan Gubernur Jenderal VOC pertama yang
memerintah tahun 1610 – 1619 di Ambon. Jan Pieterzoon Coen, merupakan Gubernur
Jenderal kedua yang memindahkan pusat VOC dari Ambon ke Jayakarta (Batavia) karena
letaknya strategis di tengah-tengah Nusantara sehingga memudahkan pelayaran ke Belanda.
Sedangkan dalam melaksanakan pemerintahan, VOC banyak mempergunakan tenaga bupati.
Sementar bangsa Cina dipercaya untuk pemungutan pajak dengan cara menyewakan desa
selama waktu yang ditentukan.

Setelah berpusat di Batavia, VOC melakukan perluasan kekuasaan dengan pendekatan


serta campur tangan terhadap kerajaan-kerajaan di Nusantara, antara lain Mataram, Banten,
Banjar, Sumatra, Gowa, serta Maluku. Akibat hak monopoli yang dimilikinya, VOC
memaksakan kehendaknya sehingga menimbulkan permusuhan dengan kerajaan-kerajaan di
Nusantara. Untuk menghadapi perlawanan bangsa Indonesia VOC meningkatkan kekuatan
militernya serta membangun benteng-benteng seperti di Ambon, Makasar, Jayakarta dan lain-
lain.

Cara Belanda Memeroleh Monopoli Perdagangan di Nusantara


1. Melakukan pelayaran Hongi (Hongi Tockten) untuk memberantas penyelundupan.
Tindakan yang dilakukan VOC adalah merampas setiap kapal penduduk yang menjual
langsung rempah-rempah kepada pedagang asing seperti Inggris, Perancis dan Denmark.
Hal ini banyak dijumpai di pelabuhan bebas Makasar.
2. Melakukan Ekstirpasi, yaitu penebangan tanaman milik rakyat. Tujuannya adalah
mepertahankan agar harga rempah-rempah tidak merosot bila hasil panen berlebihan
(over produksi).
3. Perjanjian dengan raja-raja setempat, terutama yang kalah perang wajib menyerahkan
hasil bumi yang dibutuhkan VOC dengan harga yang ditetapkan VOC. Penyerahan wajib
disebutVerplichte Leverantie.
4. Rakyat wajib menyerahkan hasil bumi sebagai pajak, yang disebut dengan
istilah Contingenten.

Namun, seiring dengan perubahan permintaan dan kebutuhan di Eropa dari rempah-
rempah ke tanaman industri yaitu kopi, gula dan teh maka pada abad ke-18 VOC
mengalihkan perhatiannya untuk menanam ke tiga jenis barang komoditi tersebut. Misalnya
tebu di Muara Angke (sekitar Batavia), kopi dan teh daerah Priangan.

Kemunduran VOC
Pada pertengahan abad ke-18 VOC mengalami banyak kemunduran karena beberapa
hal sehingga pada akhirnya dibubarkan. Berikut ini adalah sebab-sebab kemunduran VOC:
1. Banyak pegawai VOC yang curang dan korupsi.
2. Banyak pengeluaran untuk biaya peperangan contoh perang melawan Sultan Hasanuddin
dari Gowa.
3. Banyaknya gaji yang harus dibayar karena kekuasaan yang luas membutuhkan pegawai
yang banyak.
4. Pembayaran Devident (keuntungan) bagi pemegang saham turut memberatkan setelah
pemasukan VOC kekurangan.
5. Bertambahnya saingan dagang di Asia terutama Inggris dan Perancis.
6. Perubahan politik di Belanda dengan berdirinya Republik Bataaf 1795 yang demokratis
dan liberal yang menganjurkan perdagangan bebas.

Berdasarkan alasan di atas akhirnya VOC dibubarkan pada tanggal 31 Desember 1799
dengan hutang 136,7 juta Gulden dan kekayaan yang ditinggalkan berupa kantor dagang,
gudang, benteng, kapal serta daerah kekuasaan di Indonesia.

C.  Dampak Positif dan Negatif Kedatangan Bangsa Eropa di Indonesia


a. Dampak Positif
Setelah kedatangan bangsa Eropa di Indonesia, kemajuan bangsa Indonesia
bertambah. Adapun beberapa manfaat atas kedatangan bangsa Eropa ke Indonesia adalah
sebagai berikut:
1. Banyaknya dibangun pelabuhan-pelabuhan sehingga Indonesia menjadi pusat
perdagangan di Asia tenggara terutama di daerah Malaka.
2. Setelah kedatangan bangsa Eropa di Indonesia banyak berdiri pusat-pasat Industri yang
dapat mengurangi angka penganguran di Indonesia.
3. Dibangunnya sarana jalan darat (jalan raya) sehingga antara kota yang satu dengan yang
lainnya terasa dekat.
4. Didirikannya sekolah yang dapat mencerdaskan para generasi penerus bangsa Indonesia.

b. Dampak Negatif
Setelah kedatangan bangsa Eropa ke Indonesia bangsa Eropa beralih keinginan untuk
untuk menjajah bangsa Indonesia sehingga terjadilah peperangan di mana-mana. Adapun
dampak negatif kedatangan bangsa Eropa ke Indonesia adalah:
1. Masyarakat Indonesia merasa tertindas dengan kedatangan bangsa Eropa yang selalu
bersikap semena-mena terhadap bangsa  Indonesia.
2. Terjadinya pemberontakan dimana-mana yang mengakibatkan banyak nya warga Negara
Indonesia yang meninggal.
3. Bangsa Eropa mengadu domba seluruh masyarakat Indonesia.
4. Terjadinya perebutan kekuasaan yang dilakukan oleh Bangsa Eropa terhadap bangsa
Indonesia yang akhirnya banyak menelan korban para warga Indonesia.
5. Warga Indonesia merasa tidak bebas dengan adanya bangsa Eropa di Indonesia.

D. MASA/ERA KEBANGKITAN NASIONAL I DAN II (1908 – 1928)


Kebangkitan Nasional adalah Masa dimana Bangkitnya Rasa dan Semangat Persatuan,
Kesatuan, dan Nasionalisme serta kesadaran untuk memperjuangkan kemerdekaan Republik
Indonesia, yang sebelumnya tidak pernah muncul selama penjajahan Belanda dan Jepang.
Masa ini ditandai dengan dua peristiwa penting yaitu berdirinya Boedi Oetomo (20 Mei
1908) dan ikrar Sumpah Pemuda (28 Oktober 1928). Masa ini merupakan salah satu dampak
politik etis yang mulai diperjuangkan sejak masa Multatuli.

Tokoh-Tokoh
Tokoh-tokoh yang mempolopori Kebangkitan Nasional, antara lain yaitu :
1. Sutomo
2. Ir. Soekarno
3. Dr. Tjipto Mangunkusumo
4. Raden Mas Soewardi Soerjaningrat (EYD: Suwardi Suryaningrat, sejak 1922 menjadi Ki
Hajar Dewantara)
5. dr. Douwes Dekker
dan Lain-Lain

Asal usul Kebangkitan Nasional


Pada tahun 1912 berdirilah Partai Politik pertama di Indonesia (Hindia Belanda),
Indische Partij. Pada tahun itu juga Haji Samanhudi mendirikan Sarekat Dagang Islam (di
Solo), KH Ahmad Dahlan mendirikan Muhammadiyah (di Yogyakarta), Dwijo Sewoyo dan
kawan-kawan mendirikan Asuransi Jiwa Bersama Boemi Poetra di Magelang. Kebangkitan
pergerakan nasional Indonesia bukan berawal dari berdirinya Boedi Oetomo, tapi sebenarnya
diawali dengan berdirinya Sarekat Dagang Islam pada tahun 1905 di Pasar Laweyan, Solo.
Sarekat ini awalnya berdiri untuk menandingi dominasi pedagang Cina pada waktu itu.
Kemudian berkembang menjadi organisasi pergerakan sehingga pada tahun 1906 berubah
nama menjadi Sarekat Islam.

Suwardi Suryaningrat yang tergabung dalam Komite Boemi Poetera, menulis "Als ik
eens Nederlander was" ("Seandainya aku seorang Belanda"), pada tanggal 20 Juli 1913 yang
memprotes keras rencana pemerintah Hindia Belanda merayakan 100 tahun kemerdekaan
Belanda di Hindia Belanda. Karena tulisan inilah dr. Tjipto Mangunkusumo dan Suwardi
Suryaningrat dihukum dan diasingkan ke Banda dan Bangka, tetapi karena "boleh memilih",
keduanya dibuang ke Negeri Belanda. Di sana Suwardi justru belajar ilmu pendidikan dan dr.
Tjipto karena sakit dipulangkan ke Hindia Belanda.

Saat ini, tanggal berdirinya Boedi Oetomo, 20 Mei, dijadikan sebagai Hari
Kebangkitan Nasional.

Kebangkitan Nasional adalah Masa dimana Bangkitnya Rasa dan Semangat


Persatuan, Kesatuan, dan Nasionalisme serta kesadaran untuk memperjuangkan kemerdekaan
Republik Indonesia, yang sebelumnya tidak pernah muncul selama penjajahan Belanda dan
Jepang. Masa ini ditandai dengan dua peristiwa penting yaitu berdirinya Boedi Oetomo (20
Mei 1908) dan ikrar Sumpah Pemuda (28 Oktober 1928). Masa ini merupakan salah satu
dampak politik etis yang mulai diperjuangkan sejak masa Multatuli.

Multatuli, tentu kita sudah sering mendengar namanya. Hanya namanya. Apa sepak
terjangnya? Pria berkebangsaan Belanda yang lahir 2 Maret 1820 lalu ini memiliki andil
sangat besar terutama dalam perjalanan sejarah  di Indonesia. Selama 20 tahun ia berkarya
dan melancarkan ide-idenya tentang kemanusiaan dan ketidakadilan di Indonesia. Dapat
dirasakan ide dan tulisannya berhasil memberikan pengaruh positif, sehingga sangat
dirasakan oleh bangsa Indonesia di saat sangat dibutuhkan.
Budi Utomo (ejaan Soewandi: Boedi Oetomo) adalah sebuah organisasi pemuda yang
didirikan oleh Dr. Sutomo dan para mahasiswa STOVIA (Sekolah Kedokteran) yaitu
Goenawan Mangoenkoesoemo dan Soeraji pada tanggal 20 Mei 1908. Digagaskan oleh Dr.
Wahidin Sudirohusodo. Organisasi ini bersifat sosial, ekonomi, dan kebudayaan tetapi tidak
bersifat politik. Berdirinya Budi Utomo menjadi awal gerakan yang bertujuan mencapai
kemerdekaan Indonesia walaupun pada saat itu organisasi ini awalnya hanya ditujukan bagi
golongan berpendidikan Jawa.

Pada hari Minggu, 20 Mei 1908, pada pukul sembilan pagi, bertempat di salah satu
ruang belajar STOVIA, Soetomo menjelaskan gagasannya. Dia menyatakan bahwa hari
depan bangsa dan Tanah Air ada di tangan mereka. Maka lahirlah Boedi Oetomo. Namun,
para pemuda juga menyadari bahwa tugas mereka sebagai mahasiswa kedokteran masih
banyak, di samping harus berorganisasi. Oleh karena itu, mereka berpendapat bahwa “kaum
tua” yang harus memimpin Budi Utomo, sedangkan para pemuda sendiri akan menjadi motor
yang akan menggerakkan organisasi itu.

Tokoh-tokoh Bangsa (sekaligus pendidik) yang mempolopori Kebangkitan Nasional,


antara lain yaitu: Sutomo, Ir. Soekarno, Dr. Tjipto Mangunkusumo, Raden Mas Soewardi
Soerjaningrat (sejak 1922 menjadi Ki Hajar Dewantara), dr. Douwes Dekker dan lain-lain.

Dua puluh tahun kemudian, lahirlah Sumpah Pemuda sebagai bukti otentik bahwa
tanggal 28 Oktober 1928 bangsa Indonesia dilahirkan. Oleh karena itu sudah seharusnya
segenap rakyat Indonesia memperingati momentum 28 Oktober sebagai hari lahirnya bangsa
Indonesia. Proses kelahiran Bangsa Indonesia ini merupakan buah dari perjuangan rakyat
yang selama ratusan tahun tertindas dibawah kekuasaan kaum kolonialis pada saat itu,
kondisi ketertindasan inilah yang kemudian mendorong para pemuda pada saat itu untuk
membulatkan tekad demi mengangkat harkat dan martabat hidup orang Indonesia asli, tekad
inilah yang menjadi komitmen perjuangan rakyat Indonesia hingga berhasil mencapai
kemerdekaannya 17 tahun kemudian yaitu pada 17 Agustus 1945.

Rumusan Kongres Sumpah Pemuda ditulis Moehammad Yamin pada secarik kertas
yang disodorkan kepada Soegondo ketika Mr. Sunario tengah berpidato pada sesi terakhir
kongres (sebagai utusan kepanduan) sambil berbisik kepada Soegondo: Ik heb een eleganter
formulering voor de resolutie (Saya mempunyai suatu formulasi yang lebih elegan untuk
keputusan Kongres ini), yang kemudian Soegondo membubuhi paraf setuju pada secarik
kertas tersebut, kemudian diteruskan kepada yang lain untuk paraf setuju juga. Sumpah
tersebut awalnya dibacakan oleh Soegondo dan kemudian dijelaskan panjang-lebar oleh
Yamin sebagai berikut:

Pertama:
Kami poetera dan poeteri Indonesia, mengakoe bertoempah darah jang satoe, tanah
Indonesia.
Kedoewa:
Kami poetera dan poeteri Indonesia, mengakoe berbangsa jang satoe, bangsa Indonesia.
Ketiga:
Kami poetera dan poeteri Indonesia, mendjoendjoeng bahasa persatoean, bahasa Indonesia.

Kongres Sumpah Pemuda pada bulan Oktober 1928, susunan panitianya (yang
kebanyakan Pendidik) dengan setiap jabatan dibagi kepada satu organisasi pemuda (tidak ada
organisasi yang rangkap jabatan) sebagai berikut:

 Ketua: Sugondo Djojopuspito (PPPI)


 Wakil Ketua: R.M. Joko Marsaid (Jong Java)
 Sekretaris: Muhammad Yamin (Jong Soematranen Bond)
 Bendahara: Amir Sjarifudin (Jong Bataks Bond)
 Pembantu I: Johan Mohammad Cai (Jong Islamieten Bond)
 Pembantu II: R. Katjasoengkana (Pemoeda Indonesia)
 Pembantu III: R.C.I. Sendoek (Jong Celebes)
 Pembantu IV: Johannes Leimena (Jong Ambon)
 Pembantu V: Mohammad Rochjani Su’ud (Pemoeda Kaoem Betawi)

Pendidik di Era Kemerdekaan Indonesia


Pada masa penjajahan guru tampil dan ikut mewarnai perjuangan bangsa indonesia.
Semangat kebangsaan Indonesia tercermin dan terpatri dari guru pada masa penjajahan
tersebut. Hal ini dapat kita lihat dari lahirnya organisasi perjuangan guru-guru pribumi pada
zaman belanda pada tahun 1912 dengan nama persatuan guru hindia belanda. Organisasi ini
merupakan dari guru bantu, guru desa, kepala sekolah, dan pemilik sekolah.
Dengan semangat perjuangan dan kebangsaan yang menggelolara, para guru pribumi
menuntut persamaan hak dan kedudukan dengan pihak belanda. Semangat perjuangan guru
terus bergelora dan memuncak serta mengalami pergeseran cita-cita perjuangan yang lebih
hakiki lagi, yaitu Indonesia merdeka.

Salah satu tokohnya adalah Raden Mas Soewardi Soerjaningrat (EYD: Suwardi


Suryaningrat, sejak 1972 menjadi Ki Hadjar Dewantara, EYD).

Sewaktu pemerintah Hindia Belanda berniat mengumpulkan sumbangan dari warga,


termasuk pribumi, untuk perayaan kemerdekaan Belanda dari Perancis, timbul reaksi kritis
dari kalangan nasionalis, termasuk Soewardi. Ia kemudian menulis “Een voor Allen maar
Ook Allen voor Een” atau “Satu untuk Semua, tetapi Semua untuk Satu Juga”. Namun
kolom KHD yang paling terkenal adalah “Seandainya Aku Seorang Belanda” (judul asli:
“Als ik een Nederlander was”), dimuat dalam surat kabar De Expres pimpinan Douwes
Dekker. Isi artikel ini terasa pedas sekali di kalangan pejabat Hindia Belanda. Kutipan tulisan
tersebut antara lain sebagai berikut:

“Sekiranya aku seorang Belanda, aku tidak akan menyelenggarakan pesta-pesta


kemerdekaan di negeri yang telah kita rampas sendiri kemerdekaannya. Sejajar dengan jalan
pikiran itu, bukan saja tidak adil, tetapi juga tidak pantas untuk menyuruh si inlander
memberikan sumbangan untuk dana perayaan itu. Ide untuk menyelenggaraan perayaan itu
saja sudah menghina mereka, dan sekarang kita keruk pula kantongnya. Ayo teruskan saja
penghinaan lahir dan batin itu! Kalau aku seorang Belanda, hal yang terutama menyinggung
perasaanku dan kawan-kawan sebangsaku ialah kenyataan bahwa inlander diharuskan ikut
mengongkosi suatu kegiatan yang tidak ada kepentingan sedikit pun baginya”.

Salah satu tokoh lain, adalah Laksamana Maeda. Ia dapat berbicara dalam beberapa
bahasa. Ia adalah pejabat yang bertanggungjawab atas Bukanfu di Batavia; kantor pembelian
Angkatan Laut di Indonesia. Ia tidak khusus membatasi diri hanya pada tugas-tugas
militernya saja, tetapi agar dirinya dapat terbiasa dengan suasana di Jawa , ia membentuk
suatu kantor penerangan bagi dirinya di tempat yang sama yang pimpinannya dipercayakan
kepada Soebardjo.

Melalui kantor inilah, yang menuntut biaya yang tidak sedikit baginya, ia
mendapatkan pengertian tentang masalah-masalah di Jawa lebih baik dari yang didapatnya
dari buletin-buletin resmi Angkatan Darat. Terlebih-lebih ia memberanikan diri untuk
mendirikan asrama-asrama bagi nasionalis-nasionalis muda Indonesia . Pemimpin-
pemimpin terkemuka, diperbantukan sebagai guru-guru untuk mengajar di asrama itu.
Doktrin-doktrin yang agak radikal dipropagandakan. Lebih lincah dari orang-orang militer, ia
berhasil mengambil hati dari banyak nasionalis yang tahu pasti bahwa keluhan-keluhan dan
keberatan-keberatan mereka selalu bisa dinyatakan kepada Maeda. Sikap Maeda seperti
inilah yang memberikan keleluasaan kepada para tokoh nasionalis untuk melakukan aktivitas
yang maha penting bagi masa depan bangsanya.

Malam itu, dari rumah Laksamana Maeda, Soekarno dan Hatta ditemani Laksamana
Maeda menemui Somobuco ( kepala pemerintahan umum ), Mayor Jenderal Nishimura,
untuk menjajagi sikapnya mengenai pelaksanaan Proklamasi Kemerdekaan. Nishimura
mengatakan bahwa karena Jepang sudah menyatakan menyerah kepada Sekutu, maka berlaku
ketentuan bahwa tentara Jepang tidak diperbolehkan lagi mengubah status quo.

Tentara Jepang diharuskan tunduk kepada perintah tentara Sekutu. Berdasarkan garis
kebijakan itu, Nishimura melarang Soekarno-Hatta mengadakan rapat PPKI dalam rangka
pelaksanaan Proklamasi Kemerde kaan. Melihat kenyataan ini, Soekarno-Hatta sampai pada
kesimpulan bahwa tidak ada gunanya lagi untuk membicarakan soal kemerdekaan Indonesia
dengan Jepang. Mereka hanya berharap agar pihak Jepang tidak menghalang-ha langi
pelaksanaan proklamasi kemerdekaan oleh rakyat Indonesia sendiri.

Belum lagi latar belakang Soekarno dan Hatta, Dwi Tunggal Proklamator, yang juga
pendidik bagi murid-murid dan bangsanya. Mereka berjuang dengan jiwa dan raga sehingga
Indonesia meraih kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945 yang kita rsakan sampai
sekarang.

Dari penjelasan diatas dapat dikatakan bahwa perang pendidik pada masa penjajahan
sangat penting dan mempunyai nilai yang strategis dalam membangkitkan semangat
kebangsaan Indonesia menuju cita-cita kemerdekaan. Dengan peran guru sebagai pengajar
dan pendidik yang berhadapan langsung dengan para siswa, maka guru bisa secara langsung
menanamkan jiwa nasionalisme dan menekankan arti penting sebuah kemerdekaan bagi
bangsa Indonesia.

F. MASA PERGERAKAN
I . PERGERAKAN NASIONAL DI INDONESIA
A. Latar Belakang Timbulnya Pergerakan Nasional.
Sejak menginjakkan kakinya di bumi Indonesia pada tahun 1956, penjajah
Belanda kurang memperhatikan kesejahteraan golongan pribumi (orang-orang
Indonesia). Mereka terus mengeruk kekayaan alam dan menindas rakyat Indonesia,
tanpa mau memperhatikan nasib rakyat itu sendiri. Pada akhir abad ke-19, C.Th.van
Deventer mengkritik keadaan itu melalui salah satu karangannya yang berjudul
Utang Budi.

C.Th van Deventer antara lain menyetakan bahwa kemakmuran Belanda


diperoleh berkat kerja dan jasa orang Indonesia. Oleh sebab itu, bangsa Belanda
sebagai bangsa yang maju dan bermoral harus membayar utang budi kepada bangsa
Indonesia. Caranya adalah dengan menjalankan Politik Balas Budi atau dikenal
dengan sebutan Politik Etis.
Politik Etis yang diuslkan olehC.Th van Deventer berisi tentang perbaikanperbaikan
dalam bidang irigasi (pengairan), transmigrasi (perpindahan), dan edukasi (pendidikan). Akan
tetapi pelaksanaannya tidak terlepas dari kepentingan pemerintah Hindia Belanda. Politik Etis
sebenarnya merupakan bentuk penjajahan kebudayaan yang halus sekali. Program edukasi itu
sendiri sebenarnya merupakan pelaksanaan dari Politik Asosiasi yang berarti penggantian
kebudayaan asli tanah jajahan dengan kebudayaan penjajah.

Walaupun menyimpang dari tujuan semula, beberapa pelaksanaan dari


Politik Etis telah membawa pengaruh yang baik. Misalnya, dengan didirikannya
sekolah-sekolah untuk golongan pribumi. Tujuannya adalah untuk memperoleh
tenaga baru pegawai rendah yang bersedia digaji lebih murah dari pada tenaga
bangsa-bangsa Belanda.
Banyaknya penduduk pribumi yang bersekolah telah menghasilkan kaum cerdik
pandai dikalangan penduduk pribumi. Kaum cerdik pandai inilah yang mempelopori
kesadaran kebangsaan, yaitu suatu kesadaran tentang perlunya persatuan dan kesatuan
bangsa. Peristiwa timbulnya kesadaran berbangsa disebut Kebangkitan Nasional Indonesia.
Kaum cerdik pandai ini pula yang mempelopori dan memimpin pergerakan nasional pada
awal abad ke-20.

B. Organisasi-Organisasi dan Tokoh-Tokoh Pergerakan Nasional.


1. Budi Utomo.
Pada tahun 1906 di Yogyakarta dr. Wahidin Sudirohusodo mempunyai
gagasan untuk mendirikan studiefonds atau dana pelajar. Tujuannya adalah mengumpulkan
dana untuk membiayaai pemuda-pemuda bumi putra yang pandai, tetapi miskin agar dapat
memneruskan ke sekolah yang lebih tinggi. Untuk mewujudkan gagasan nya tersebut, beliau
mengadakan perjalanan keliling jawa. Ketika sampai di Jakarta, dr. Wahidin Sudirohusodo
bertemu dengan mahasiswa-mahasiswa STOVIA.

STOVIA adalah sekolah untuk mendidik dokterdokter pribumi. Mahasiswa-


mahasiswa tersebut antara lain Sutomo, Cipto Mangunkusumo, Gunawan Mangunkusumo,
Suraji, dan Gumbrek. Dr. Wahidin Sudirohusodo memberikan dorongan kepada mereka agar
membentuk suatu organisasi. Dorongan tersebut mendapat sambutan baik dari para
mahasiswa STOVIA. Pada tanggal 20 Mei 1908 bertempat di Gedung STOVIA. Para
mahasiswa STOVIA mendirikan organisasi yang diberi nama Budi Utomo. Budi Utomo
artinya budi yang utama. Tanggal berdirinya Budi Utomo yaitu 20 Mei dijadikan sebagai
Hari Kebangkitan Nasional.

2. Serikat Dagang Islam.


Revolusi Nasional Cina yang dipelopori oleh dr. Sun Yat Sen pada tanggal 10
Oktober 1911 telah berpengaruh terhadap orang-orang Cina perantauan di Indonesia. Mereka
segera mendirikan ikatan-ikatan yang bercorak nasionalis Cina. Kedudukan mereka dibidang
ekonomi sangat kuat. Mereka menguasai penjualan bahan-bahan batik. Para pedagang batik
pribumi merasa terdesak atau dirugikan. Untuk menghadapi para pedagang Cina itu, pada
tahun 1911 para pedagang batik Solo dibawah pimpinan H. Samanhudi mendirikan Serikat
Dagang Islam (SDI). Tujuan berdirinya Sarikat Dagang Islam adalah :
a. Memajukan perdagangan.
b. Melawan monopoli pedagang tionghoa, dan
c. Memajukan agama Islam.
Serikat Dagang Islam mengalami perkembangan pesat karena bersifat nasionalis,
religius, dan ekonomis.

3. Indische Partij.
Indische Partij didirikan di Bandung pada tanggal 25 Desember 1912. Pendirinya
adalah dr. E.F.E Douwes Dekker, dr. Cipto Mangunkusumo, dan Ki Hajar Dewantara. IP
bertujuan mempersatukan bangsa Indonesia untuk mencapai kemerdekaan. Tokoh-tokoh IP
menyebarluaskan tujuannya melalui surat kabar. Dalam waktu singkat IP mempunyai banyak
anggota. Cabang-cabangnya tersebar di seluruh Indonesia. Pemerintah Hindia Belanda
menganggap organisasi ini membahayakan kedudukannya. Pada bulan Maret 1913
Pemerintah Hindia Belanda melarang kegitan IP. Pada bulan Agustus tahun yang sama para
pemimpin IP dijatuhi hukuman pengasingan.

4. Partai Nasional Indonesia.


Pada tanggal 4 Juli 1927 para pengurus Algemeene Studie Club (Kelompok Belajar
Umum) di Bandung mendirikan perkumpulan baru yang dinamakan Perserikatan Nasional
Indonesia. Mereka adalah Ir. Soekarno, Mr. Sartono, dr. Samsi, Mr. Iskaq Cokrohadisuryo,
Mr. Budiarto, Mr. Ali Sastroamijoyo, Mr. Sunario, dan Ir. Anwari. Perkumpulan ini
kemudian berganti nama menjadi Partai Nasional Indonesia (PNI), dll.

C. Usaha Mempersatukan Partai-Partai.


Di Indonesia terdapat berbagai pergerakan yang terpisah-pisah satu sama
lain. Keadaan ini kurang menguntungkan bagi perjuangan bangsa Indonesia untuk
menuju Indonesia merdeka. Beberapa tokok pergerakan segera menyadari keadaan
ini. Mereka berusaha mempersatukan organisasi-organisasi pergerakan yang ada pada
waktu itu.

1. Permufakatan Perhimpunan Politik Kebangsaan Indonesia (PPPKI).


Permufakatan Perhimpunan-Perhimpunan Politik Kebangsaan Indonesia
(PPPKI) didirikan pada tanggal 17 Desember 1927. Anggopta PPPKI terdiri atas
Partai Nasional Indonesia, Partai Serikat Islam, Budi Utomo, Pasundan, Sumatranen
Bond, Kaum Betawi, dan Indonesische Studie Club. Tujuan PPPKI adalah :
a. Menyamakan arah aksi kebangsaan serta memperkuat dan memperbaiki organisasi
dengan melakukan kerjasama diantara anggota-anggotanya,
b. Menghindarkan perselisihan diantara para anggotanya yang dapat memperlemah aksi
kebangsaan. Pengurus PPPKI disebut Majelis Pertimbangan yang terdiri atas ketua,
penulis, bendahara, dan wakil-wakil dari partai-partai yang tergabung didalamnya.

2. Gabungan Politik Indonesia (GAPI).


GAPI adalah organisasi kerja sama antara partai-partai politik di Indonesia.
Organisasi ini didirikan pada tanggal 21 Mei 1939. GAPI berdiri atas prakarsa Muhammad
Husni Thamrin. Anggota GAPI adalah Parindra, Pasundan,Gerindo, Persatuan Minahasa,
PSII, PII, dan Perhimpunan Politik Katolik Indonesia. GAPI membentuk pengurus yang
disebut Secretariat Tetap. Pengurus Sekretariat Tetap dijabat oleh Abikusno Cokrosuyoso
dari PSII 9Penulis Umum ), Muhammad Husni Thamrin dari Parindra (bendahara), dan Mr.
Amir Syarifuddin dari Gerindo (pembantu penulis).

GAPI beberapa kali mengadakan kongres. Pada Kongres Rakyat Indonesia


yang diselenggarakan pada tanggal 23-25 Desember 1939 dihasilkan beberapa keputusan
sebagai berikut :
a. Menuntut Indonesia berparlemen. Tuntutan ini dilakukan sebagai reaksi atas ditolaknya
Petisi Sutarjo dalam Volskraad sehingga Volskraad dianggap bukan parlemen.
b. Diakuinya Merah Putih sebagai bendera persatuan, Indonesia Raya sebagai lagu
persatuan, dan Bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan.

D. Pergerakan Kaum Wanita.


Pada awalnya pergerakan wanita Indonesia dilakukan oleh perorangan.
Pelopor pergerakan wanita pada masa itu adalah R.A Kartini dan R. Dewi Sartika .
Keduanya ingin mengangkat derajat kaum wanita melalui pendidikan.
Perhatian yang besar dari R.A Kartini dan R. Dewi Sartika terhadap kaum
wanita telah mengilhami pergerakan kaum wanita untuk membentuk organisasi. Pada
awalnya tujuan organisasi perempuan itu untuk memperbaiki kedudukan sosialnya.
Namun, dalam perkembangannya organisasi itu juga berwawasan kebangsaan.

1. Kongres I Perempuan Indonesia.


Pada tanggal 22 – 25 Desember 1928 beberapa perkumpulan perkumpulan
wanita Indonesia mengadakan Kongres Perempuan Indonesia. Tujuan kongres adalah
mempersatukan cita-cita dan usaha untuk memajukan wanita Indonesia. Dalam
kongres tersebut antara lain diputuskan mendirikan gabungan perkumpulan wanita
yang bernama Perserikatan Perempuan Indonesia (PPI).

2. Istri Sedar (IS).


Pada tangga 22 Maret 1930 di Bandung didirikan perkumpulan Istri
Sedar. Pendirinya adalah Nona Suwarni Joyoseputro. Tujuannya menuju pada
kesadaran wanita Indonesia dan derajat hidup Indonesia untuk mempercepat dan
menyempurnakan Indonesia merdeka. Meskipun bukan merupakan organisasi politik,
tetapi dalam kampanyenya Istri Sedar sering menyarakan sikap antipenjajah. Oleh
sebab itu, organisasi ini mendapat pengawasan dari Pemerintah Hindia Belanda.

E. Sumpah Pemuda
1. Pergerakan Pemuda Berdasarkan Kedaerahan para pemuda tidak tinggal diam melihat
penderitaan yang dialami bangsanya. Mereka segera mendirikan perkumpulan-perkumpulan
kepemudaan.
Mula-mula perkumpulan itu bersifat kedaerahan. Akhirnya, perkumpulan
perkumpulan tersebut menjadi bersifat nasional. Perkumpulan- perkumpulan kepemudaan
yang bersifat kedaerahan antara lain :

a. Tri Koro Darmo Tri Koro Darmo didirikan pada tanggal 7 maret 1915 di gedung
Kebangkitan Nasional, Jakarta. Tri Koro Darmo artinya Tiga Tujuan Mulia. Tri Koro Darmo
didirikan oleh dr. Satiman Wiryosanjoyo (ketua), Wongsonegoro (wakil ketua), dan
Sutomo (sekretaris). Sebagian beasar anggotannya adalah murid-murid sekolah
menengah asal Jawa Tengah dan Jawa Timur. Pada kongres I yang diselenggarakan
di Solo pada tanggal 12 Juni 1918, nama Tri Koro Darmo diubah menjadi Jong
Javanen Bond (Jong Java).

b. Jong Minahasa Perkumpulan ini didirikanpada tanggal 6 Januari 1918. tujuannya adalah
mempererat rasa persatuan sesama pemuda yang berasal dari Minahasa dan
memajukan kebudayaan daerah Minahasa. Tokoh-tokohnya antara lain : T.A.
Kandou, J.S. Warouw, L. Palar, dan R.C.L Senduk.

2. Pergerakan Pemuda dalam Bentuk Kelompok Belajar


a. Indonesiche Studie Club (ISC)
Didirikan di Surabaya pada tanggal 11 Juni 1924. pendirinya adalah dr. Sutomo.
Tujuan ISC adalah memberi semangat kaum terpelajar agar memiliki kesadaran
terhadap masyarakat, memperdalam pengetahuan politik, serta mendiskusikan
masalah-masalah pelajaran dan perkembangn sosial politik Indonesia. ISC kemudian
menjadi Partai Persatuan Bangsa Indonesia.

b. Algemeene Studie Club (ASC)


Didirikan di Bandung oleh Ir. Soekarno dan Ir. Anwari. Tujuannya sama dengan
ISC. Asas perjuangannya adalah nonkooperasi. ASC kemudian menjadi Partai
Nasional Indonesia.

3. Pergerakan Pemuda Berdasarkan Kebangsaan dan Keagamaan


a. Perhimpunan Indonesia (PI)
Didirikan di Belanda pada tahun 1908. Mula-mula bernama Indonesiche
Vereeniging, pada tahun 1925 diubah namanya menjadi Perhimpunan Indonesia.
Pada tahun 1927 pemerintah Belanda menahan para pengurus PI antara lain : Moh.
Hatta, Nazir Datuk Pamuncak, A. M. Joyodiningrat, dan Ali Sastroamijoyo. Mereka
kemudian diadili di pengadialan Den Haag, Belanda.

b. Jong Islamienten Bond


Perkumpulan ini didirikan pada tanggal 1 Januari 1926 oleh anggotanya yang
keluar dari Jong Java. Tokoh-tokohnya antara lain : R. Sam Haji Agus Salim, Moh.
Rum, Wiwoho, Hasim, Sadewo, M. Juari, dan Kasman Singodimejo.

Organisasi Pergerakan Nasional Budi Utomo Menghadapi Kekuasaan Kolonial


Hindia Belanda Tahun 1908.

Budi Utomo adalah organisasi pergerakan modern yang pertama di Indonesia dengan
memiliki struktur organisasi pengurus tetap, anggota, tujuan dan juga rencana kerja dengan
aturan-aturan tertentu yang telah ditetapkan. Budi utomo pada saat ini lebih dikenal oleh
masyarakat sebagai salah satu STM yang memiliki siswa yang suka tawuran, bikin rusuh,
bandel, dan sebagainya. Biasanya anak sekolah tersebut menyebut dengan singkatan Budut /
Boedoet (Boedi Oetomo). Pada artikel kali ini yang kita sorot adalah Budi Utomo yang
organisasi jaman dulu, bukan yang STM.

Budi Utomo didirikan oleh mahasiswa STOVIA dengan pelopor pendiri Dr. Wahidin
Sudirohusodo dan Sutomo pada tanggal 20 Mei 1908 yang bertujuan untuk memajukan
Bangsa Indonesia, meningkatkan martabat bangsa dan membangkitkan Kesadaran Nasional.
Tanggal 20 Mei 1908 biasa diperingati sebagai Hari Kebangkitan Nasional Indonesia.
Sebagai suatu organisasi yang baik, Budi Utomo memberikan usulan kepada pemerintah
Hidia Belanda sebagai mana berikut ini :
1. Meninggikan tingkat pengajaran di sekolah guru baik guru bumi putera maupun sekolah
priyayi.
2. Memberi beasiswa bagi orang-orang bumi putera.
3. Menyediakan lebih banyak tempat pada sekolah pertanian.
4. Izin pendirian sekolah desa untuk Budi Utomo.
5. Mengadakan sekolah VAK / kejuruan untuk para bumi putera dan para perempuan.
6. Memelihara tingkat pelajaran di sekolah-sekolah dokter jawa.
7. Mendirikan TK / Taman kanak-kanak untuk bumi putera.
8. Memberikan kesempatan bumi putra untuk mengenyam bangku pendidikan di sekolah
rendah eropa atau sekolah Tionghoa - Belanda.

Kongres pertama budi utomo diadakan di Yogyakarta pada oktober 1908 untuk
mengkonsolidasikan diri dengan membuat keputusan sebagai berikut :
1. Tidak mengadakan kegiatan politik.
2. Bidang utama adalah pendidikan dan kebudayaan.
3. Terbatas wilayah jawa dan madura.
4. Mengangkat R.T. Tirtokusumo yang menjabat sebagai Bupati Karanganyar sebagai ketua.

Pemerintah Hindia-Belanda mengesahkan Budi Utomo sebaga badan hukum yang sah
karena dinilai tidak membahayakan, namun tujuan organisasi Budi Utomo tidak maksimal
karena banyak hal, yakni :
1. Mengalami kesulitan dinansial
2. Kelurga R.T. Tirtokusumo lebih memperhatikan kepentingan pemerintah kolonial
daripada rakyat.
3. Lebih memajukan pendidikan kaum priyayi dibanding rakyat jelata.
4. Keluarga anggota-anggota dari golongan mahasiswa dan pelajar.
5. Bupati-bupati lebih suka mendirikan organisasi masing-masing.
6. Bahasa belanda lebih menjadi prioritas dibandingkan dengan Bahasa Indonesia.
7. pengaruh golongan priyayi yang mementingkan jabatan lebih kuat dibandingkan yang
nasionalis.

Keterangan :
Bumi Putera adalah bukan bank atau lembaga keuangan bisnis lainnya, tetapi yang
dimaksud dengan bumi putera adalah warga pribumi yang pada zaman dahulu dianggap
sebagai warga tingkat rendah dibanding warga ras eropa, cina, arab, dan lain-lainnya.
Nasionalisme, Islam, dan Kebangkitan Indonesia Gerakan kebangkitan nasional
muncul sebagai gerakan modern pada pergantian abad ke-19 dan ke-20. Munculnya Budi
Utomo [1908], Syarikat Dagang Islam atau SDI [1911] yang kemudian berubah menjadi
Syarikat Islam atau SI [1912], Muhammadiyah [1912], kemudian Nahdlatul Ulama [1926],
dan Sumpah Pemuda [1928], semua itu diyakini sebagai gerakan dan artikulasi politik yang
menjadi fondasi kesadaran nasionalisme, yang kelak menjadi faktor pendorong utama dalam
perjuangan meraih kemerdekaan bangsa pada 1945.

Sebelumnya gerakan rakyat melawan kolonialisme berlangsung secara sporadis dan


tak terorganisasi secara baik. Namun setelah lahirnya organisasi-organisasi tadi, gerakan
rakyat kian menemukan bentuk yang jelas dan arah yang pasti tentang masa depan bangsa
yang diinginkan.

Ide persatuan bangsa berbasis Islam yang diusung H. Agus Salim menjadi antitesis
terhadap gerakangerakan sukuistik atau kesukuan yang marak ketika itu seperti Jong Java,
Jong Sunda, Jong Betawi, Jong Sumatera, dan lain-lain. Salim menginisiasi lahirnya Jong
Islamitten Bond [JIB] yang melampaui sentimen-sentimen kesukuan. Sebab, kendati Islam
bersifat “sektarian”, namun ideologi JIB adalah ideologi persatuan nasional atau kebangsaan,
melebihi ideologi keislaman. Salim melihat bahwa Islamlah ketika itu satu-satunya ideologi
yang bisa mempersatukan seluruh bangsa.

Dari sini pula kemudian lahir persatuan pemuda Indonesia yang dikenal sebagai
Sumpah Pemuda pada 1928, yang mempersatukan segenap Jong, dan menjadi katalisator bagi
proklamasi kemerdekaan Indonesia pada 1945. Hampir 100 tahun setelah kebangkitan
nasional pada awal abad ke-20, kita juga menyaksikan lahirnya kebangkitan nasional yang
lain, yaitu gerakan reformasi pada tahun 1998. Gerakan reformasi Mei 1998 telah
mengantarkan bangsa Indonesia pada “kemerdekaan” jilid kedua, yaitu lahirnya demokrasi
dan kebebasan politik. Hal ini menunjukkan bahwa gejala kebangkitan bukan merupakan
puncak, melainkan sebuah awal dari peristiwa besar. Gejala kebangkitan hanya menandai
proses menuju suatu masa depan yang diimpikan.

Belajar dari sejarah itu, memasuki seabad kebangkitan nasional ini, sebaiknya kita
gelorakan kembali spirit untuk merajut kembali rasa nasionalisme, semangat kebersamaan
membangun rasa keindonesiaan dengan mengubur kepentingan kelompok atau golongan
yang merongrong kohesi nasional. Kita harus bersatu padu membangun kebersamaan
Indonesia yang sedang sakit. Janganlah kita masih terkotak-kotak karena kepentingan-
kepentingan kelompok atau golongan, kesukuan dan partai. Sudah banyak pembelajaran yang
patut kita renungkan dan mesti kita sikapi. Lihat hasil pertikaian antar-kelompok yang pernah
terjadi.

Teroris pun dengan leluasa keluar masuk di negeri tercinta ini, dan berhasil
memporak-porandakan rasa kenyamanan yang telah kita bangun bersama pemerintah. Semua
ini sungguh melukai nalar sehat dan nurani rakyat yang senantiasa damba pada perdamaian.
Peristiwa ini pasti akan menyisakan barisan sakit hati atau ketidak-puasan kelompok-
kelompok tertentu.
Kadangkala muncul sekelompok orang yang merasa berhasil, merasa paling besar,
merasa paling penting, merasa paling berjasa, sehingga melunturkan rasa kepedulian dan
kebersamaan serta tujuan akhir perjuangan para pendahulu kita. Empati kita terkikis, rasa
memiliki dan menjadi bagian warga negara ini luntur karena ego dan kepentingan kelompok
atau golongan serta keserakahan kita yang ingin mendapatkan lebih dan tidak mau berbagi.

Padahal tanpa adanya dukungan dan kebersamaan dari orang lain maka sebenarnya
kita tidak bisa berbuat dan mendapatkan apa-apa serta tak punya arti apa-apa. Maka hal
terpenting yang kita harus lakukan saat ini adalah menyatukan kembali nasionalisme
keindonesiaan kita yang tercabik-cabik. Lalu karena dengan semangat kebersamaan akhirnya
berhasil ditransformasikan menjadi gerakan kebangkitan nasional yang modern, rasional dan
bersatu. Muaranya pun jelas, yaitu tujuan bersama meraih kemerdekaan bangsa.

Kalau kita tidak menggelorakan semangat keindonesiaan lalu diwujudkan dengan


karya nyata yang untuk memajukan rakyat, maka 20 atau 30 tahun yang akan datang kita
tidak akan menyaksikan perubahan besar apa pun, dan kita akan tetap menjadi bangsa yang
kerdil dan terkucil dalam pergaulan dunia. Dan mimpi para pejuang dan pendiri negeri ini
yang ingin menjadikan negeri ini menjadi negeri besar, adil dan makmur, gemah ripah loh
jinawi toto tentrem kartoraharjo akan kandas dan hanya akan tetap menjadi mimpi. Saatnya
kita bangun bersama semangat nasionalisme untuk membangun dan mewujudkan mimpi
besar itu dan memberikan yang terbaik untuk anak cucu kita.

MASA BERTAHAN PERGERAKAN NASIONAL MENJELANG


RUNTUHNYA HINDIA BELANDA (1930-1942)

PENDAHULUAN
Sejarah Indonesia sejak tahun 1908 memulai babak baru, yaitu babak pergerakan
nasional. Hal itu ditandai dengan berdirinya Budi Utomo. Tiga tahun setelah Boedi Oetomo
lahir, tahun 1911 berdiri organisasi bagi orang-orang Islam di Indonesia, yaitu Sarekat
Dagang Islam (SDI) di Solo oleh Haji Samanhudi. Lalu namanya dirubah menjadi Sarekat
Islam untuk menarik anggota lebih banyak. Selain organisasi yang disebut diatas masih
banyak organisasi lain yang didirikan baik bersifat kooperatif maupun radikal, baik yang di
dalam negeri maupun di luar negeri. Tetapi tujuan dari organisasi tersebut hampir sama yaitu
kemerdekaan Indonesia walaupun tidak terang-terangan diungkapkan. Masa pergerakan
nasional di Indonesia terbagi menjadi tiga masa. Dari masa kooperatif, masa radikal, terakhir
masa bertahan.
Banyak sekali organisasi-organisasi radikal yang melakukan aksinya. Antara lain
yaitu ISDV. ISDV adalah organisasi yang berhaluan komunis. Pergerakannya sangat radikal.
Organisasi pergerakan nasional lainnya yang palin berpengaruh bagi perkembangan bangsa
yaitu PNI. PNI dipelopori tokoh yang sangat gigih memperjuangkan kemerdekaan yaitu Bung
Karno. Tetapi akhirnya karena Gubernur Jenderal pada saat itu sangat reaksioner terhadap
pergerakan maka organisasi ini dinyatakan terlrang dan tokoh-tokohnya diasingkan. PNI
meruoakan organisasi yang terakhir yang menandai berakhirnya masa pergerakan radikal.
A. BERAKHIRNYA MASA NONKOOPERASI
Pada masa awal tahun 1930-an pergerakan kebangsaan Indonesia mengalami masa
krisis. Keadaan seperti itu disebabkan beberapa hal. Pertama, akibat krisi ekonomi atau
malaise yang melanda dunia memaksa Hindia Belanda untuk bertindak reaksioner dengan
tujuan menjaga ketertiban dan keamanan. Dalam rangka kebijakan itu, pemerintah Hindia
Belanda mengeluarkan beberapa pasal-pasal karet dan exorbitante rechten secara lebih
efektif.

Kedua, diterapkannya pembatasan hak berkumpul dan berserikat yang dilakukan


pengawasan ekstra ketat oleh polisi-polisi Hindia Belanda yang diberi hak menghadiri rapat-
rapat yang diselenggarakan oleh pattai politik. Selain itu juga dilakukan pelarangan bagi
pegawai pemerintah untuk menjadi anggota partai politik. Ketiga, tanpa melalui proses
terlebih dahulu Gubernur Jenderal dapat menyatakan suatu organisasi pergerakan atau
kegiatan yang dilakukannya bertentangan dengan law and order sesuai dengan Koninklijk
Besluit tanggal 1 September 1919. Peraturan itu merupakan modifikasi dari pasal 111 R.R.
(Regrering Reglement). Keempat, banyak tokoh pergerakan kebangsaan di Indonesia yang
diasingkan, seperti Soekarno, Hatta, dan Syahrir.

Hal diatas menjadi semakin parah ketika Hindia Belanda diperintah Gubernur
Jenderal yang konservatif dan reaksioner yaitu de Jonge (1931-1936). . Periode awal 1932
sampai dengan pertengahan 1933 tidak hanya ditandai oleh perpecahan gerakan nasionalis
serta kegagalan usaha pengintegerasian organisasi-organisasi nasionalis, tetapi juga oleh aksi
politik yang semakin meningkat terutama sebagai dampak politik agitasi yang dijalankan oleh
Soekarno. Tetapi dalam hal ini, Gubernur Jenderal de Jonge secara konsekuen menjalankan
politik “purifikasi” atau “pemurnian” artinya menumpas segaa kecenderungan ke arah
radikalisasi dengan agitasi massa dan semua bentuk nonkooperasi.

Maka dari itulah gerak-gerik Partindo dan PNI Baru senantiasa diawasi secara ketat.
Aksi massa dan politik agitasi Soekarno selama lebih kurang satu tahun dari pertengahan
1932 sampai pertengahan 1933 merupakan titk puncak perkembangan Partindo. Jumlah
anggotanya naik dari 4.300 menjadi 20.000 orang. Soekarno dkk juga melakukan safari ke 17
cabang di Jawa Tengah untuk berbicara di muka rapat yang penuh sesak. Dalam pidatonya
Soekarno banyak membicarakan tentang kemerdekaan Indonesia.

Dalam situasi yang semakin panas dapat diduga bahwa penguasa sudah siap untuk
bertindak. Tindakan pertama adalah ialah pemberangusan surat kabar Fikiran Rakyat pada
tanggal 19 Juli 1933 yang membuat sebuah cartoon. Pada 1 Agustus semua rapat Partindo
dan PNI Baru dilarang dan hari tu juga Soekarno ditahan. Selanjutnya pada bulan Desember
1933 Moh. Hatta dan Sjahrir ditangkap.

Dengan tangan besinya Gubernur Jenderal de Jonge hendak mempertahankan


otoritasnya, sehingga setiap gerakan yang bernada radikal atau revolusioner tanpa ampun
ditindasnya dengan alasan bahwa pemerintah kolonial bertanggunng jawab atas keadaan di
Hindia Belanda, dan baginya dibayangkan bahwa dalam masa 300 tahun berikutnya
pemerintah itu akan masih tegak berdiri . Politik represifnya berhasil menghentikangerakan
politik nonkooperasi sama sekali.

Dalam hubungan ini perlu ditambahkan bahwa selama dalam tahanan,


Soekarno~menurut dokumen-dokumen arsip kolonial~telah menulis surat kepada pemerintah
Hindia Belanda sampai empat kali, yaitu tanggal 30 Agustus, 3, 21, dan 28 September yang
kesemuanya memuat pernyataan bahwa dia telah melepaskan prinsip politik nonkooperasi,
bahkan selanjutnya tidak lagi akan melakukan kegiatan politik. Sudah barang tentu hal itu
menggemparkan kaum nasionalis serta menimbulkan bermacam-macam reaksi. Ada yang
penuh keheranan atau kekecewaan, ada pula yang merasa jengkel atas perubahan sikap yang
berbalik 180 derajat itu.

B. REORIENTASI STRATEGI DAN REORGANISASI PERGERAKAN


Pemerintah Hindia Belanda tidak bersedia memulihkan hak politik bagi pergerakan
nasional di Indonesia. Tetapi Hindia Belanda masih membiarkan organisasi pergerakan yang
moderat untuk hidup. Hal itu juga disebabkan beberapa hal seperti menjamin demokrasi yang
makin tumbuh pasca Perang Dunia I, keamanan yang diciptakan organisasi itu, dan sebab-
sebab lainnya yang dianggap tidak merugikan pihak Hindia Belanda. Pemerintah Belanda
tidak hendak mematikan pergerakan di Indonesia.

Mereka tahu bahwa perasaan rakyat yang tidak tersalurkan karena dibungkam oleh
pemerintah akan mencari jalan lain yang dapat menimbulkan gerakan-gerakan eksplosif yang
tidak diinginkan. Pemerintah Hindia Belanda hanya hendak melemahkan aktivitas prgerakan
yang bersifat radikal-revolusioner. Yang diharapkan oleh pemerintah kolonial adalah
semacam nasionalisme yang lunak dan kompromis, yang dapat digunakan sebagai alat untuk
membendung perasaan rakyat yang membara dan menyalurkan ke arah pergerakan yang tidak
membahayakan kedudukan pemerintah Hindia Belanda.

Kita lihat bagaimana pemerintah Hindia Belanda tidak menghilangkan pergerakan


nasional di Indonesia tetapi dilemahkan dengan mengadakan vergaderverbod (larangan
berkumpul). Tokoh-tokoh pergerakan Indonesia banyak yang diasingkan sehingga ruang
gerak baginya dan organisasinya semakin sempit. Akan tetapi hal itu tidak membuat
pergerakan nasional berhenti.

Sementara itu suasana politik dunia semakin tegang, tambahan pula Jepanag dengan
pemerintahan militernya menjalankan pula politik ekspansionisme di daerah pasifik. Baik di
negeri Belanda maupun di Indonesia kaum nasionalis menyadari bahwa dalam menghadapi
fasisme tidak adaalternatif lain daripada memihak demokrasi. Maka dari itu perjuangan
melawan kolonialisme dan imperialisme tidak lagi dilakukan secara mutlak bersikap anti.
Ada kebersamaan yang mendekatkan kaum nasionalis dengan penguasa kolonial, yaitu
mempertahankan demokrasi terhadap bahaya fasisme. Kesadaran itu muncul lebih dahulu di
kalangan Perhimpunan Indonesia yang mulai melakukan haluan kooperasi. Pergerakan
nasional yang berada di Indonesia juga mulai bersikap kooperatif.
C. AKTIVITAS PERGERAKAN
Sejak tahun-tahun 1930-an peranan lembaga politik kolonial (Volksraad) makin
meningkat. Lembaga itulah yang satu-satunya alat yang dibenarkan pemerintah kolonial
untuk menyuarakan kepentingan-kepentingan pelbagai golongan. Sebab itu suara yang
muncul dalam volksraad yang berasal dari golongan cooperatie itu sangat penting untuk
mengetahui pemikiran-pemikiran bangsa Indonesia sejak sekitar tahun 1930 sampai 1942.

Dalam masa dari tahun 1935 sampai 1942, partai-partai politik bangsa Indonesia
menjalankan taktik-taktik parlementer yang moderat. Hanya organisasi-organisasi nonpolitik
dan partai-partai yang bersedia bekerjasama dan setuju punya wakil dalam dewan-dewan
ciptaan Belanda yang terjamin mendapat sedikit kekebalan dari gangguan pengawasan polisi.
Dan satu-satunya forum yang secara relatif bebas menyatakan pendapat politik adalah dewan
perwakilan ciptaan pemerintah kolonial Belanda itu. Dengan demikian, satu-satunya cara
bagi gerakan nasionalis untuk mengusahakan perubahan ialah dengan jalan mempengaruhi
pemerintah kolonial Belanda secara langsung melalui dewan tersebut, tidak dengan mengatur
dukungan massa.

Tokoh-tokoh pergerakan mulai memunculkan ide tentang pembentukan Fraksi


Nasional di dalam volksraad. Akhirnya fraksi ini dapat didirikan tanggal 27 Januari 1930 di
Jakarta beranggotakan 10 orang yang berasal dari daerah Jawa, Sumatera, Sulawesi dan
Kalimantan.

1. Petisi Soetardjo
Gagasan dari petisi ini dicetuskan oleh Sutardjo Kartohadikusumo, Ketua Persatuan
Pegawai Bestuur/ Pamongpraja Bumiputera dan wakil dari organisasi ini di dalam sidang
Volksraad pada bulan Juli 1936. Isi petisi itu secara garis besar adalah tentang permohonan
supaya diadakan suatu musyawarah antara wakil-wakil Indonesia dan Negeri Belanda di
mana anggota-anggotanya mempunyai hak yang sama.

Tujuannya adalah untuk menyusun suatu rencana yang isinya adalah pemberian
kepada Indonesia suatu pemerintahan yang berdiri sendiri dalam batas pasal 1 Undang-
undang Dasar Kerajaan Belanda.

Petisi itu ada yang menyetujui dan ada yang tidak. Kalau dari pihak Indonesia ada
yang tidak setuju, maka alasannya bukanlah soal isi petisi itu tetapi seperti yang diajukan
oleh Gesti Noer ialah caranya mengajukan seperti menengadahkan tangan. Antara tokoh-
tokoh Indonesia terjadi pro-kontra tentang petisi itu. Tetapi akhirnya petisi Soetardjo ditolak
oleh Ratu Belanda pada bulan November 1938.

2. Gabungan Politik Indonesia (GAPI)


Meskipun akhirnya Petisi Soetardjo itu ditolak, petisi itu ternyata mempunyai
pengaruh juga yaitu membantu membangkitkan gerakan masionalis dari sikap mengalah yang
apatis yang telah menimpanya sejak gerakan nonkooperasi dilumpuhkan. Suatu gagasan
untuk membina kerjasama diantara partai-partai poltik dalam bentuk federasi timbul kembali
pada tahun 1939. Pada tanggal 21 Mei 1939 di dalam rapat pendirian konsentrasi nasional di
Jakarta berhasilah didirikan suatu organisasi yang merupakan kerjasama partai-partai politik
dan organisasi-organisasi dengan diberi nama Gabungan Politik Indonesia (GAPI).

Tujuan GAPI adalah memperjuangkan hak menentukan nasib sendiri dan persatuan
nasional. Kemudian tujuan itu dirumuskan dalam semboyan “Indonesia Berparlemen”. Sikap
kurang menentukan kemerdekaan itu disebabkan adanya keprihatinan atas kemungkinan
meletusnya Perang Pasifik. GAPI melakukan berbagai kampanye yang bertujuan menarik
simpati rakyat untuk mendukung perjuangannya di dalam ketatanegaraan. Pada tanggal 14
September 1940 dibentuklah komisi untuk menyelidiki dan mempelajari perubahan-
perubahan ketatanegaraan (Commissie tot bestudeering van staatsrechtelijke). Komisi ini
diketuai oleh Dr. F.H Visman, selanjutnya dikenal dengan nama Komisi Visman. Pada awal
pembentukannya, kalangan pergerakan mempertanyakan keberadaan kegunaan komisi itu.
Akhirnya Komisi Visman menghasilkan laporan yang cukup tebal tentang berbagai tuntutan
dan harapan-harapan rakyat Indonesia. Laporan itu terbit pada tahun 1942 hanya beberapa
minggu sebelum kedatangan tentara Jepang ke Indonesia, sehingga laporan tersebut tidak
jelas nasibnya.

3. Mosi Thamrin
Pergerakan nasional terus berkembang dengan semakin meningkat dan mendalamnya
kesadaran akan identitasnya. Dalam keadaan yang demikian, istilah-istilah Hindia Belanda
(Nederlandsch Indie), pribumi (Inlander), atau kepribumian (Inlandsch) sangat sensitif di
mata kaum pergerakan yang kesadaran akan identitasnya sudah mendalam. Mosi Thamrin
mengusulkan agar istilah-istilah tersebut diganti dengan Indonesie (Indonesia), Indonesier
(bangsa Indonesia) dan keindonesiaan (Indonesisch), khususnya di dalam dokumen-dokumen
pemerintah. Keberatan pemerintah terhadap mosi ini adalah bahwa perubahan istilah itu
membawa implikasi politik dan ketatanegaraan, seperti apa yang termaktub dalam UUD
Kerajaan Belanda. Di samping itu ada argumentasi “ilmiah” ialah bahwa Indonesia bukan
nama geografis, dan bangsa Indonesia juga tidak menunjukan pengertian etnologis.

D. SIKAP PEMERINTAH KOLONIAL


Dalam menanggapi berbagai bentuk petisi dan mosi dari berbagai tokoh pergerakan
yang melakukan kooperasi di dalam volksraad, ternyata sikap pemerintahan kolonial sangat
mengecewakan. Akibatnya bagi bangsa Indonesia ialah pada satu pihak jurang antara
pemerintah dan rakyat semakin besar dan dipihak lain gerkan nasionalis semakin menyadari
bahwa tidak dapat lagi orang menruh harapan kepada penguasa kolonial. Jadi harus semakin
berpaling kepada masyarakat sendiri. Pada saat Belanda dikuasai Jerman sedangkan di Asia
terhadap ancaman Jepang semakin nyata, ternyata sikap pemrintahan Belanda tetap tidak
berubah. Pemerintahan kolonial Belanda ternyata tidaklah sekhawatir yang diduga orang
Indonesia mengenai situasi Internasional. Pemerintah kolonial meremehkan ancaman dari
Jepang Andaikata mereka takut kalah, tidak ada kemungkinan ketakutan ini akan mendorong
para penguasa kolonial untuk merangkul kaum nasionalis, yang mereka benci dan curigai.
Yang paling mungkin dijanjikan Belanda ialah untuk mempertimbangkan perubahan
konstistusi setelah perang.

PERANAN STOVIA DALAM PERGERAKAN NASIONAL DI INDONESIA


Hasil dan Pembahasan Kondisi Sosial dan Politik Masyarakat Jawa Awal Abad ke-20
Periode akhir abad ke-19 hingga awal abad ke-20 merupakan suatu babakan penting dalam
sejarah Indonesia, karena pada periode tersebut mulai muncul manusia-manusia dengan
kesadaran baru yang menginginkan suatu kehidupan yang pantas bagi bangsanya. Keinginan
yang masih samar-samar ini merupakan semboyan Soetomo di dalam pidatonya pada saat
kelahiran BO pada tanggal 20 Mei 1908. Ia menyadari bahwa cita-cita itu tidak akan dapat
terwujud jika hanya diperjuangkan oleh para pelajar saja.
Oleh karena itu, dengan sadar ia mengajak kepada teman-temannya agar
membicarakan gagasan itu di dalam lingkungan rumah tangga mereka, dengan para orang tua
agar dapat menggugah perhatian mereka. Seiring dengan berjalannya waktu, keinginan itu
menjadi semakin mengkristal, menjadi sebuah cita-cita luhur anak bangsa yang
menginginkan kemerdekaan bangsanya dari belenggu penjajahan Belanda yang telah sekian
lama menguasai bumi Indonesia.

Munculnya kesadaran ini antara lain dipicu oleh adanya diskriminasi-diskriminasi dan
perbedaan antara priyayi dan rakyat yang semakin tajam, serta adanya penerapan politik etis,
terutama bidang pendidikan. Politik ini dijalankan oleh Pemerintah Belanda kepada bangsa
Indonesia sebagai upaya untuk membalas jasa atas perlakuan mereka yang telah memeras
kekayaan bangsa Indonesia selama ini.

Gagasan politik Etis ini dilatarbelakangi oleh adanya artikel karya C. Th. van
Deventer, seorang ahli hukum yang pernah tinggal di Hindia selama tahun 1800-1897, yang
berjudul “Een Eereschuld” (Suatu hutang kehormatan) di dalam de Gids, majalah berkala
Belanda. Dinyatakannya bahwa Negeri Belanda berhutang kepada bangsa Indonesia terhadap
semua kekayaan yang telah diperas negeri mereka. Hutang ini sebaiknya dibayar dengan
jalan memberi prioritas utama kepada kepentingan rakyat Indonesia di dalam menerapkan
kebijaksanaan.

Politik Etis Jajahan ini dicanangkan pada pidato tahunan Kerajaan Belanda pada
bulan September 1901 yang berisi “suatu kewajiban yang luhur dan tanggungjawab moral
untuk rakyat di Hindia Belanda”. Pesan kerajaan ini dilanjutkan dengan menyatakan
keprihatinan terhadap keadaan ekonomi yang buruk di Hindia Timur dan meminta agar
dibentuk komisi untuk memeriksa keadaan ini.

Politik Etis yang dijalankan ini meliputi tiga upaya untuk menyejahterakan bangsa
Indonesia, yaitu sistem irigasi, emigrasi atau transmigrasi, dan pendidikan. Sebenarnya tujuan
kaum Liberal sebagai pencetus ide ini bagus, yaitu untuk meningkatkan kesejahteraan
penduduk. Akan tetapi, pada pelaksanaannya semua kembali bermuara kepada kepentingan
ekonomi di pihak Pemerintah Hindia Belanda. Maksudnya segala peningkatan kesejahteraan
rakyat itu tetap dimanfaatkan oleh Pemerintah Hindia Belanda dan bukan bagi kemakmuran
rakyat itu sendiri.

Contoh pelaksanaan Politik Etis yang menguntungkan pihak Pemerintah Hindia


Belanda adalah dibukanya perkebunan-perkebunan tebu di Jawa yang disertai dengan sistem
irigasi yang bagus. Akan tetapi, mereka menggunakan tanah-tanah rakyat yang mereka sewa
dengan harga yang rendah serta menggunakan tenaga rakyat yang mereka bayar rendah pula.
Dengan demikian, adanya irigasi itu bukan untuk meningkatkan produksi para petani, tetapi
justru dimanfaatkan sendiri untuk Pemerintah Hindia Belanda. Selain itu dibukanya
perkebunan-perkebunan tembakau di Deli yang menggunakan tenaga kerja yang berasal dari
Jawa dengan pertimbangan bahwa penduduk di Jawa sudah padat dan mereka lebih terampil
bekerja dari pada penduduk setempat, mengakibatkan adanya transmigrasi dalam beberapa
gelombang.

Adapun pendidikan formal yang mereka tawarkan kepada penduduk pribumi pada
mulanya hanya untuk memenuhi pegawai administrasi yang semakin mereka perlukan dan
yang dapat mereka bayar dengan murah. Sebenarnya perhatian masalah pendidikan formal di
Hindia Belanda, terutama di Jawa, telah ada sejak tahun 1818 dengan adanya peraturan
pemerintah yang menetapkan bahwa penduduk bumiputra diperbolehkan untuk sekolah di
sekolah-sekolah Belanda.

Selanjutnya pemerintah akan menetapkan peraturan-peraturan mengenai tata tertib


yang diperlukan sekolah-sekolah bagi penduduk bumiputra itu. Akan tetapi, ternyata kondisi
politik di Jawa tidak memungkinkan bagi pemerintah untuk dapat segera merealisasikan
peraturan itu. Hal ini diakibatkan oleh adanya perang Jawa dan Cultuur Stelsel yang sangat
menyita perhatian pemerintah. Baru pada tahun 1848 peraturan itu dapat terealisasikan. Sifat
pendidikan yang ditawarkan ini berbeda dengan pendidikan pada awal abad ke-20, karena
pendidikan di sini lebih diutamakan bagi calon pegawai dinas pemerintahan dan
tanggungjawabnya diserahkan kepada bupati setempat.

Baru pada tahun 1854 tanggungjawab pendidikan bumiputra secara tegas diatur dalam
undang-undang. Meskipun demikian, kaum misionaris Katolik sejak tahun 1814 dan
kemudian kaum misionaris Protestan sejak tahun 1851 juga telah melakukan keaktifan di
Jawa terutama di bidang pendidikan. Pada tahun 1848 di setiap kabupaten didirikan sebuah
sekolah setahun, menjadi dua, dan pada tahun 1852 menjadi 15 sekolah. Dengan demikian,
tidak ada lagi pembatasan sekolah hanya untuk kalangan anak-anak Kristen saja, akan tetapi
sudah sampai pada kebutuhan personil Gubernemen.

Pada akhir abad ke-19, tepatnya tahun 1892, sekolah-sekolah bumiputra dipecah
menjadi dua kelompok. Sekolah “kelas satu” merupakan sekolah istimewa bagi anak-anak
pemuka rakyat atau orang-orang bumiputra yang terhormat atau kaya. Sekolah ini
memberikan pendidikan selama 5 tahun dengan penambahan beberapa mata pelajaran seperti
ilmu bumi, sejarah, ilmu hayat, menggambar dengan tangan, dan ilmu ukur tanah. Biaya
sekolah maupun tingkatan tenaga pengajarnya lebih tinggi dari pada sekolah “kelas dua”.
Sedangkan sekolah “kelas dua” diperuntukkan bagi penduduk bumiputra pada umumnya.
Sekolah ini ditempuh selama 3 tahun pelajaran dan hampir tak berbeda denga sekolah
bumiputra terdahulu yang hanya sekedar memberi pelajaran menulis, membaca, dan
berhitung.

Pelajaran sekolah “kelas satu” yang lebih unggul dari pada sekolah “kelas dua” itu
ternyata tidak cukup untuk menempuh ujian kleinambtenaar (pegawai rendah). Untuk
menempuh ujian itu diperlukan Bahasa Belanda yang hanya diberikan di sekolah rendah
Eropa (Europeesche Lagere School). Sekolah ini sangat menarik karena dapat memberikan
keuntungan materiil pada lulusannya, pada hal hanya sejumlah kecil anak-anak bumiputra
yang diterima di sekolah ini. Mereka tidak hanya diharuskan membayar lebih tinggi, tetapi
juga harus mengetahui tata bahasa Belanda.

Oleh karena itu, hanya kalangan bangsawan ataslah yang dapat menikmati pendidikan
itu. Salah satu contohnya adalah Pangeran Ario Tjondronagoro IV, Bupati Kudus (1835),
yang kemudian menjadi Bupati Demak pada tahun 1850-1866. Beliau adalah bupati pesisiran
yang pertama kali memasukkan pendidikan Barat bagi putra-putrinya dengan jalan
memanggil seorang guru privat bangsa Belanda, C.E. Kesteren, seorang bangsawan Belanda
yang berfaham progresif, yang pada waktu itu menjabat sebagai redaktur surat kabar de
Lokomotif di Semarang.

Kondisi sosial masyarakat Jawa pada awal abad ke-20 ini diwarnai dengan adanya
perbedaan-perbedaan hak pada masing-masing masyarakatnya diakibatkan oleh adanya
penggolongan-penggolongan masyarakat berdasarkan kelas-kelas yang menyulitkan untuk
saling berinteraksi antara kelas satu dengan lainnya tanpa dibebani unsur ewuh-pekewuh, rasa
sungkan, terutama dari kelas sosial yang lebih rendah kepada yang lebih tinggi. Dinding yang
membatasi masing-masing kelas ini juga ditunjang oleh budaya dan bahasa Jawa yang
memiliki jenjang pemakaian berdasarkan kedudukan si penutur terhadap lawan bicaranya.

Selain itu keadaan masyarakat Jawa juga menjadi semakin terbelakang dan tertinggal
dari bangsa-bangsa asing lain di Jawa. Pada tanggal 17 Maret 1900, bangsa Tionghoa di
Hindia mendirikan perkumpulan Tiong Hwa Hwee Kwan, dengan tujuan sebagai protes
terhadap keputusan pemerintah tahun 1899 yang memberikan kedudukan bangsa Jepang
sama dengan bangsa Eropa. Organisasi ini maju dengan pesatnya disertai dengan adanya
dana yang penuh sehingga berhasil memajukan masyarakat Tionghoa yang ada di Jawa.
Sementara itu de Indische Bond (Persatuan Hindia), yaitu organisasinya kaum Indo mulai
bergerak.

Mereka menutup pintu bagi kaum bumiputra, dan memperjuangkan dirinya sendiri.
Karena kedua organisasi itu maju dan berhasil, maka mereka meremehkan bangsa bumiputra.
Oleh karena itu, tidak ada yang memperhatikan nasib rakyat yang ditinggalkan oleh
pemimpinnya itu. Pada waktu itu pula, komunitas Arab di Batavia pada tahun 1905 telah
mendirikan Jam’iyyat Khair (Perserikatan bagi Kebaikan). Salah satu kegiatannya adalah
membuka sebuah sekolah moderen yang pelajarannya diberikan dalam bahasa Melayu.
Kemunculan Sekolah Dokter Jawa yang kemudian namanya berubah menjadi STOVIA ini
ternyata mampu merubah sejarah bangsa Jawa, sebuah bangsa yang penakut dan selalu patuh
pada atasan, menjadi bangsa yang mempunyai kepribadian.

Keadaan ini tidak lain disebabkan oleh adanya sistem pendidikan. Meskipun hanya
dapat dinikmati oleh sebagian kecil masyarakat bumiputra, tetapi ternyata mampu membuka
cakrawala baru. Keadaan masyarakat Jawa yang semakin terbelakang dan tertinggal dari
bangsa-bangsa asing lain di Jawa, semakin diberinya batasan antara golongan priyayi dan
rakyat dengan mendirikannya sekolah untuk perwira bumiputra yang hanya boleh dimasuki
oleh anak-anak priyayi saja, serta perasaan takut para pembesar terhadap atasannya baik
atasan bumiputra maupun Belanda, ternyata mendapat perhatian sebagian kecil siswa-siswa
STOVIA itu.

2. STOVIA: Ladang Persemaian Nasionalisme


Sekolah Dokter Jawa didirikan Pemerintah Hindia Belanda karena pemerintah merasa
kewalahan menghadapi wabah yang menyerang di daerah Jawa, terutama Banyumas, pada
tahun 1800-an, dan berdasarkan pertimbangan bahwa mendidik penduduk bumiputra untuk
menjadi mantri cacar lebih murah dari pada membayar tenaga dokter Eropa. Sekolah ini
berada di Weltevreden, pusat kota Batavia. Di dalam perkembangannya sekolah ini
mengalami perubahan-perubahan baik dalam syarat-syarat penerimaan siswa, kurikulum,
lama studi, maupun gelar yang diperoleh.

Berdasarkan kebijakan pada tahun 1903, yaitu diperkenankannya seluruh anak-anak


di wilayah Hindia Belanda untuk memasuki sekolah itu, maka nama sekolah itu kemudian
dirubah menjadi School tot Opleiding van Inlandsche Artsen (Sekolah Pendidikan Dokter
Bumiputra) yang disingkat STOVIA.

Ketika kebutuhan pemerintah terhadap tenaga kesehatan semakin meningkat,


pemerintah membantu kegiatan ini dengan bersungguh-sungguh. Pada awalnya Pemerintah
Hindia Belanda sendiri yang berusaha untuk menarik minat para pemuda dari keluarga baik-
baik untuk meningkatkan pendidikannya dengan jalan memberi iming-iming sejumlah
beasiswa dan perumahan gratis. Sebagai imbalannya, mereka harus bersedia masuk pada
dinas pemerintah, antara lain sebagai “mantri cacar”. Akan tetapi, karena tradisi para priyayi
memandang rendah terhadap pekerjaan-pekerjaan praktis seperti dokter dan guru, maka
hanya sedikit saja priyayi yang tertarik pada sekolah itu.

Oleh karenanya, pada tahun 1891 pemerintah mengumumkan bahwa setiap anak
muda yang ingin memperoleh pendidikan sebagai Dokter Jawa diperbolehkan masuk di
sekolah dasar Eropa secara gratis, dengan persyaratan bahwa anak muda itu harus cerdas,
berasal dari keluarga priyayi, dan berumur tidak lebih dari tujuh tahun. Mereka akan diterima
sebagai siswa ELS secara gratis dengan persetujuan diam-diam sesudah lulus dari sekolah itu
akan menempuh ujian yang berat untuk masuk di Sekolah Dokter Jawa.Ternyata kebijakan
baru itu banyak menarik perhatian kalangan anak-anak priyayi rendahan dari pada anak-anak
priyayi tinggi. Kerena jika mereka berhasil mendapatkan gelar Dokter Jawa itu, maka status
sosial mereka akan terangkat dari tingkat sebelumnya.

Pada mulanya ELS hanya diperuntukkan bagi anak-anak Eropa dan bagi anak-anak
bumiputra dari golongan tertentu dalam jumlah yang terbatas. Misalnya anak-anak bupati,
patih, wedana, jaksa, dan lain-lainnya, yang haknya disamakan dengan orang Eropa. Akan
tetapi, sejak tahun 1864 seiring dengan semakin tingginya kebutuhan pemerintah terhadap
tenaga-tenaga yang berpendidikan dan mahir berbahasa Belanda, maka sekolah ini juga
terbuka bagi murid-murid yang pintar, yang orang tuanya tidak termasuk dalam golongan
tersebut di atas. Dengan diperbolehkannya anak-anak bumiputra memasuki sekolah ini,
meskipun dengan persyaratan tertentu dan terbatas pada golongan tertentu pula, Pemerintah
Kolonial Belanda merasa tidak menerapkan diskriminasi rasial dalam menjalankan politik
pengajarannya. Meskipun demikian, pada prakteknya banyak sekali diskriminasi yang
dilakukan guru-guru Eropa itu terhadap siswa bumiputra.

Sebenarnya pilihan menjadi Dokter Jawa pada awal abad ke-20 merupakan suatu
sikap yang bertentangan dengan arus zaman, yaitu suatu zaman yang selalu mengedepankan
pada keinginan untuk menjadi pegawai pangreh praja yang akan menjadikannya sebagai
seorang priyayi yang berkuasa, disegani, dan disembah-sembah. Tidak demikian halnya
dengan pekerjaan yang memerlukan keahlian ini. Meskipun sekolah kedokteran
membebaskan para mahasiswanya dari kewajiban membayar uang sekolah dan menerima gaji
yang tinggi sesudah lulus, kedudukan-kedudukan yang menarik itu tidak menyebabkan
bertambah besarnya jumlah priyayi muda yang menuntut ilmu di bidang ini.

Kemungkinan hal itu disebabkan karena seleksi penerimaan mahasiswanya yang


terlalu ketat serta kewajiban belajar yang ekstra keras yang menjadi penghalang peminatnya
dari kalangan priyayi muda ini. Selain itu, sikap para priyayi pada waktu itu selalu
menganggap bahwa Sekolah Dokter Jawa atau STOVIA adalah sekolah untuk orang miskin.
Penilaian semacam itu terjadi karena pemerintah menerapkan sistem beasiswa,
menggratiskan beaya pendidikan dan pemondokan, bagi mahasiswa STOVIA.

Oleh karena itu, hanya orang tua yang kurang mampu yang berminat mengirimkan
anaknya ke sekolah tersebut. Akan tetapi, justru di kalangan anak-anak miskin inilah muncul
tokoh-tokoh nasional Indonesia yang militan, baik di bidang kedokteran maupun pejuang
sejati.

Kunci dari munculnya tokoh-tokoh nasional Indonesia yang militan dari STOVIA itu
rupanya tak terlepas dari tempat sekolah ini berada. Weltevreden adalah sebuah pusat kota
Batavia. Pusat kegiatan politik, ekonomi, dan kebudayaan, serta sebuah kota besar di Hindia
yang merupakan pintu gerbang dengan dunia luar. Di lingkungan inilah berkumpul para
intelektual yang memungkinkan di antara mereka untuk saling berinteraksi dan saling
bertukar pikiran mengenai berbagai hal. Para pelajar STOVIA yang kebanyakan berasal dari
kota-kota kecil itu memperoleh dorongan intelektual dari kota besar dan modern di
lingkungan sekolahnya. Batavia juga menjadi kediaman suatu kelompok intelektual non
politik pribumi, yang tidak besar tetapi sedang tumbuh. Oleh karena itu wajarlah jika para
pelajar STOVIA bergaul dengan para intelektual itu dengan akibat terpengaruh oleh ide-id
mereka.

Tempat yang paling disenangi sebagian pelajar STOVIA adalah perpustakaan milik
Douwes Dekker, seorang Indo yang sangat mendukung politik etis. Ia tinggal di dekat
STOVIA. Bagi sebagian pelajar STOVIA keberadaan Douwes Dekker mempunyai arti
penting. Ia adalah seorang intelektual yang rumahnya selalu terbuka sebagai tempat
pertemuan, memiliki ruang baca, dan perpustakaan. Di perpustakaan itu tersedia banyak buku
bacaan dan terbuka bagi pelajar bumiputra.

Douwes Dekker pula yang menyebabkan pelajar-pelajar STOVIA seperti Tjipto


Mangoenkoesoemo, Goenawan Mangoenkoesoemo, Surjopranoto, serta Tjokrodirdjo, mulai
belajar menuangkan gagasan-gagasannya dalam surat kabar. Hal ini memungkinkan karena
pelajar-pelajar tersebut dipilih oleh Douwes Dekker sebagai pembantu redaksi Bataviaasch
Nieuwesblad, sebuah surat kabar berbahasa Belanda yang dipimpinnya. Ada alasan tertentu
yang mnyebabkan ia memilih para pelajar itu. Terutama adalah kemampuan berbahasa
Belanda dan ketrampilan menuangkan gagasan yang bagus, serta ketajaman penglihatan para
pelajar itu dalam melihat kondisi sosial di lingkungan sekitarnya. Kemampuan yang mereka
miliki itu sangat diperlukan untuk memperpanjang kelangsungan hidup sebuah surat kabar
yang selalu menyajikan berita-berita aktual.

Perjumpaan para pelajar yang gelisah di perpustakaan Douwes Dekker ini akhirnya
membuahkan suatu polemik yang ditulis oleh Goenawan Mangoenkoesoemo, yang berturut-
turut dimuat dalam Java Bode, sebuah harian berbahasa Belanda di Batavia. Polemik yang
ditulis pada tahun 1905 itu berisi tentang kecamannya terhadap tingkah laku dan adat Jawa
yang dianggapnya sebagai perintang modernisasi. Pada tahun 1905 dan tahun-tahun
sebelumnya, dunia priyayi terutama yang berasal dari kalangan pejabat pemerintah pribumi
sangat dihormati oleh rakyat. Terdapat garis pemisah yang tegas antara priyayi dan bukan
priyayi.

Perbedaan itu selalu kelihatan jelas serta selalu mengikat. Dalam keadaan apa pun
suasana penghormatan itu sangat nyata. Goenawan menginginkan adanya perubahan keadaan
adat-istiadat dan tata cara dalam masyarakat. Menurutnya adat yang dibuat oleh manusia itu
dapat dirubah oleh manusia juga. Akan tetapi, semua itu diserahkannya kepada kaum priyayi
agar dapat memberikan contoh dalam membuang adat yang membuat susah itu. Adat yang
telah membelenggu itu telah menjadikan bangsa Jawa tertinggal dibandingkan dengan bangsa
Arab dan Cina.

Kedua bangsa asing itu masing-masing telah sadar terhadap perlunya persatuan untuk
meningkatkan kedudukan mereka di dalam masyarakat, terutama dalam meningkatkan
kedudukan mereka di dalam masyarakat, terutama dalam hal meningkatkan perekonomian.
Sementara rakyat Jawa kebanyakan merupakan masyarakat miskin dan penuh dengan
penghinaan bangsa-bangsa lainnya.

Anak bangsa telah bangkit, ia mulai berani menyuarakan isi hati yang biasanya
disimpannya rapat-rapat agar orang lain tidak dapat mengetahui, sebuah sikap pengendalian
diri dari budaya khas Jawa. Anak bangsa telah memiliki kepribadian, telah mempunyai sikap,
dan dapat menilai serta menyuarakan dengan jujur sesuai dengan hati nuraninya. Api
kesadaran itu sedikit demi sedikit mulai muncul di kalangan pemuda terpelajar yang dapat
melihat diskriminasi-diskriminasi yang ditimbulkan oleh adat dan tradisi Jawa yang penuh
dengan tatanan feodal serta tahyul yang berlebih-lebihan. Hal itulah yang mengakibatkan
sulitnya manusia Jawa untuk dapat mengaktualisasikan dirinya. Kondisi masyarakat yang
seperti itu yang selalu menjadi bahan perbincangan para pelajar STOVIA. Mereka sering
memperbincangkan berita-berita yang dimuat dalam koran de Locomotief, Bataviaasch
Nieuwesblad, Java Bode, Pemberita Betawi, dan majalah Jong Indie.

Api semangat itu semakin membara terlebih lagi setelah diketahui adanya berita yang
menyatakan bahwa Revolusi Turki yang terjadi pada permulaan tahun 1908 yang digerakkan
oleh The Young Turks dapat menggoyahkan feodalisme Turki. Kejadian-kejadian ini besar
sekali pengaruhnya bagi kalangan terpelajar bumiputra, suatu kelompok kecil lapisan baru
dalam masyarakat bumiputra. Pergulatan-pergulatan pemikiran mengenai nasib rakyat yang
selalu tertindas itu sering dilakukan oleh para pelajar STOVIA pada malam hari setelah
kegiatan belajar mereka selesai. Berita-berita dari luar negri tersebut di atas termasuk menjadi
bahan perbincangan. Demikian pula kepincangan-kepincangan di dalam negri, terutama di
bidang pengajaran, pendidikan, perekonomian, dan kepangreh-prajaan kolonial menjadi
bahan renungan.

Endapan-endapan pemikiran para pemuda yang menginginkan perubahan itu semakin


mengental setelah kedatangan Dokter Wahidin Soedirohoesodo pada akhir tahun 1907 yang
mengkampanyekan keinginannya kepada para priyayi Jawa yang kaya dan berpengaruh agar
diadakan dana belajar untuk membantu para pelajar yang tidak dapat melanjutkan studinya.
Dokter Jawa itu berpendapat bahwa lapisan bawah masyarakat itu perlu untuk diberi
pengajaran yang sebaik-baiknya, karena perluasan pengajaran itu akan dapat menumbuhkan
kesadaran kebangsaan. Gagasan Dokter Jawa itu telah membuka pikiran dan hati para pelajar
STOVIA, serta mendatangkan cita-cita baru.

Gagasan yang telah dirumuskan itu kemudian diterapkan dengan membentuk suatu
persatuan di antara orang-orang yang berkebudayaan sama, yaitu orang Jawa, Sunda, dan
Madura, tanpa memandang kedudukan, kekayaan, atau intelektualitas sebagai salah satu
syarat sebagai anggota, untuk dididik agar terjadi keharmonisan antara negara dan rakyat.
Persatuan itu diharapkan dapat memberikan sesuatu untuk seluruh Pulau Jawa dan Madura
sebagai suatu kesatuan geografi dan kultural. Dengan demikian, tujuan persatuan itu lebih
luas dari sekedar bea siswa. Para pelajar itu berpendapat bahwa sebuah persatuan itu harus
dapat berusaha memecahkan setiap masalah yang dihadapinya. Akhirnya tanggal 20 Mei
1908 ditetapkan sebagai lahirnya organisasi baru yang mereka namakan Boedi Oetomo,
dengan tujuan untuk memperjuangkan nasib rakyat agar mempunyai kehidupan yang pantas.

D. KESIMPULAN
Para pelajar STOVIA adalah anak zaman kolonialisme yang hidup pada awal abad ke-
20. Pendidikan Barat telah memungkinkan bagi mereka untuk membentuk kontak-kontak
yang kuat dengan dunia Barat. Terlebih lagi dengan kesukaan membaca, hubungan-hubungan
sosial dengan tokoh-tokoh penting sezaman, maupun dengan teman-teman sehalauan, serta
akibat dari kondisi kolonialisme di sepanjang perjalanan kehidupan mereka itu dapat
digunakan untuk melacak proses perkembangan pemahaman mereka terhadap nasionalisme.
Dua tokoh penting yang mempengaruhi sebagian pelajar STOVIA itu, yaitu Douwes Dekker,
dan dr. Wahidin Soedirohoesodo.
Dengan demikian, keberadaan STOVIA sangat berperan penting dalam
perkembangan nasionalisme di Indonesia. Disamping kemampuan individu para pelajar
STOVIA, pendidikan yang menanamkan disiplin tinggi bagi para pelajarnya ini mampu
menyatukan pelajarnya dari berbagai suku bangsa di Indonesia. Selain itu, keberadaannya di
pusat kota menjadikan sekolah ini menjadi tempat persemaian nasionalisme yang bagus bagi
para pelajarnya. Beberapa tokoh pergerakan nasional alumni STOVIA antara lain adalah dr.
Wahidin Soedirohoesodo, dr. Tjipto Mangoenkoesoemo, dr. Goenawan Mangoenkoesoemo,
dan dr. Soetomo.
G. MASA PENJAJAHAN JEPANG
a. Modernisasi Jepang
Jepang awalnya merupakan Negara yang menganut sistem isolasi yaitu sistem dimana
negara tersebut menutup diri dari pengaruh bangsa/ negara lain di luar negaranya. Baru pada
tahun 1854, ketika Komodor Matthew Perry (orang Amerika Serikat) datang ke Jepang
dengan tujuan untuk membuka kota pelabuhan Jepang maka Jepang terbuka bagi negara lain.
Terjalin hubungan antara Jepang dan Amerika Serikat melalui perjanjian SHIMODA
sehingga sejak itu pelabuhan di Jepang terbuka bagi perdagangan internasional. Saat itu yang
memimpin Jepang adalah Shogun Tokugawa.

Perkembangan Jepang semakin tampak pada masa pemerintahan Pangeran Mutsuhito


sebagai kaisar dengan gelar Tenno Meiji. Kaisar Meiji melakukan berbagai perubahan dalam
segala bidang yang kemudian dikenal dengan Restorasi Meiji. Restorasi Meiji adalah
perubahan Meiji dalam segala bidang kehidupan masyarakat guna mengejar ketinggalan dari
bangsa Barat. Pembaharuan dan kebijakan tersebut diantaranya:

Bidang Militer :
1. Jepang menerapkan wajib militer bagi semua lapisan masyarakat.
2. Membentuk tentara nasional.

Untuk mendukung kebijakan tersebut maka: Jepang membeli peralatan dan perlengkapan
militer dari negara-negara Barat Jepang meniru sistem militer dari berbagai negara Barat
seperti Angkatan Darat (dari Perancis dan Jerman), dan Angkatan Laut (dari Inggris)
Sehingga Jepang telah mampu memiliki tentara nasional yang modern.

Bidang Pendidikan :
1. Membentuk Departemen Pengajaran
2. Memberlakukan wajib belajar bagi anak-anak usia 6-14 tahun. Di sekolah anak-anak
ditanamkan rasa cinta tanah air dan kaisar

Bidang Perdagangan :
1. Jepang memodernisasi pelabuhan dan perkapalan sehingga kegiatan perdagangan dapat
berkembang
2. Didirikan bank-bank

Bidang Industri :
1. Jepang mendirikan banyak pabrik yang mendukung perekonomiannya.
2. Jepang menghasilkan mesin-mesin persenjataan sendiri.

Kebijakan lain :
Dibentuk sistem pajak baru, dimana tanah milik daimyo (gubernur militer masa shogun)
dibagikan pada petani sedangkan para daimyo menjadi pegawai pemerintah. Dengan
modernisasi tersebut maka Jepang menjadi negara maju, negara modern, negara besar yang
sejajar dengan negara-negara Barat.
b. Akibat Modernisasi Jepang
Modernisasi Jepang tahun 1868 menyebabkan negara Jepang :
 Industri Jepang semakin berkembang dengan pesat.
Jumlah penduduk semakin bertambah sementara luas lahan semakin sempit (tidak
sebanding dengan jumlah penduduk)
 Sebagai negara yang merasa telah kuat maka Jepang ingin mengikuti negara Barat yaitu
berlomba untuk mendapatkan daerah jajahan. Daerah jajahan tersebut dapat digunakan
sebagai daerah pemasok hasil industri dan daerah penghasil bahan baku industri.

Keinginan Jepang untuk mendapatkan daerah jajahan menyebabkan Jepang melakukan


berbagai ekspansi seperti:
1) Jepang ingin menaklukkan daerah Cina maka pada 1894-1895 Jepang menyerang Cina
dan terjadi perang yang dimenangkan Jepang dengan berhasil menguasai Semenanjung
Liao Tsung dan Pulau Formosa (Taiwan) termasuk daerah Korea.
2) Jepang ingin menduduki Manchuria dan dengan terpaksa Jepang harus menghadapi Rusia
yang saat itu berkuasa di Manchuria. Oleh karena itu terjadi perang Jepang-Rusia (1904-
1905), tetapi Jepang tetap saja menang dan berhasil mendapatkan Port Arthur dan Pulau
Sachalin. Kemenangan Jepang terhadap Rusia ini menyebabkan Jepang semakin kuat
kedudukannya setara dengan negara-negara Barat.
3) Dalam Perang Dunia I (1914-1918) ketika Jepang harus melawan Jerman, dia berhasil
menguasai daerah jajahan Jerman di Asia.
4) 1927, PM. Baron Tanaka (Jepang) merencanakan ekspansi ke Asia dan menguasai Asia
Timur sebab dengan otomatis daerah Asia Selatan dapat dikuasai pula.
5) 1931 Jepang menyerang Manchuria dan dapat menguasai ± 6 bulan mendapat perlawanan
Cina.
6) 1932 didirikan kerajaan Manchuria dengan Henry Pu-Yi sebagai raja (bekas raja Cina
dari dinasti Manshu)
7) Pertikaian Jepang-Cina terus berkobar hingga tahun 1937 terjadi insiden di atas jembatan
Marco Polo (Jepang dengan persenjataan moderennya mengadakan pendaratan besar-
besaran di Cina Utara dan Tengah menyebabakan Perang Jepang-Cina. Dari perang
Jepang-Cina maka di mulainya menguasai wilayah Laut Selatan dan Asia Timur.
Sementara itu negara-negara Pasifik semakin memperkuat kedudukannya.

c. Pengaruh Modernisasi Jepang di Asia Pasifik


1. Bidang Politik
Muncul gerakan nasionalisme di berbagai negara akibat kemenagan Jepang atas Rusia untuk
menentang imperialisme Barat.
 Semakin meningkatnya aktivitas pergerakan nasional Asia setelah berkembangnya
modernisasi Jepang.
 Jepang semakin berusaha menguasai dunia dengan semboyan “Hakko Ichiu” menurut
agama Shinto menguasai negara lain merupakan sebuah tugas suci untuk memimpin
bangsa lain
 Selain itu Jepang adalah saudara tua bangsa Asia dan berkewajiban untuk menuntun
saudara mudanya (bangsa Asia lainnya). Melaksanakan proses Japanisasi untuk
memperluas wilayah kekuasaannya.
 Jepang menggantikan kedudukan Imperialisme Barat di Asia.

2. Bidang Militer
Tentara Jepang dengan pasukan “Kate”-nya (karena orang Jepang pendek) disertai
dengan semangat Bushidonya yang tinggi serta dilengkapi dengan senjata modern maka
jepang selalu berhasil dalam ekspansinya. Hal ini dianggap sebagai bahaya “Kuning” bagi
bangsa Barat (orang Jepang berkulit kuning).

Membentuk persekutuan Jepang-Inggris “Anglo Japanese Alliance” untuk persiapan


Jepang menghadapi Rusia. Perang Pasifik yang diprakarsai Jepang menyebabkan negara-
negara Barat mempunyai daerah jajahan di Asia dan membentuk komando gabungan (ABCD
Command) meskipun tetap tidak mampu menghalangi ekspansi Jepang di Asia Tenggara.

3. Bidang Ekonomi
 Melaksanakan politik Dumping untuk merebut pasaran hasil industri, dengan sasaran
penduduk Asia Tenggara yang jumlahnya banyak tetapi memiliki daya beli yang rendah.
Produk-produk buatan Jepang segera membanjiri Asia.
 Barang buatan Jepang memperoleh tempat pemasaran yang luas meskipun telah dibatasi
oleh negara barat. Daerah-daerah di Asia dijadikan sebagai tempat pemasaran sekaligus
penghasil bahan mentah bagi industrinya.
 Perang Pasifik (1914-1945) menyebabkan Jepang ingin menguasai Asia Tenggara yang
kaya bahan makanan, bahan industri sebagai wilayah supplay untuk menyukseskan
Perang asia Timur Raya.
 Dengan program “Hakko Ichiu”, Jepang ingin mempropaganda terbentuknya
persemakmuran bersama “Asia Timur Raya” seperti “Common Wealth of Nation” dari
Inggris.
 Negara yang kaya dengan hasil bahan industri bekerjasama dengan Jepang untuk
meningkatkan kemakmuran bersama.

B. MASUKNYA JEPANG KE INDONESIA


Masuknya Jepang ke Indonesia diawali dengan : Ketika Perang Dunia ke II, Jepang
ikut terjun dalam perang tersebut. Maka muncul dugaan berdasarkan analisis politik akan
terjadi peperangan di Lautan Pasifik. Hal ini terbukti dengan meletusnya perang di Lautan
Pasifik pada 8 Desember 1941 yang melibatkan Jepang di dalamnya. Perang ini disebut
dengan “Perang Asia Timur Raya” atau “Perang Pasifik”.

Akibat dari perang tersebut Belanda yang tergabung dalam front ABCD (Amerika
serikat, Brittania/ Inggris, Cina, Dutch/ Belanda) melakukan perang terhadap Jepang. Jepang
berhasil menguasai daerah Asia Tenggara yang lain seperti Muangthai, Filipina, Malaysia
dan Birma. Karena Jepang terlalu kuat maka Hindia Belanda-pun akhirnya jatuh ke tangan
Jepang setelah Belanda yang dibantu Sekutu melakukan berbagai perlawanan tetapi tetap
tidak mampu mengalahkan Jepang.

Selain itu di Jawa muncul ramalan “Joyoboyo” yang menyatakan bahwa pada suatu
saat Pulau Jawa akan dijajah oleh bangsa kulit kuning, meskipun hanya seumur jagung, tetapi
setelah itu maka Indonesia akhirnya akan MERDEKA. Ramalan ini dipercaya oleh rakyat,
oleh karena itu, Jepang memanfaatkan dengan sebaik-baiknya kesempatan yang ada tersebut.
Sehingga kedatangan Jepang ke Indonesia 1942 tersebut dianggap sebagai suatu hal yang
biasa dan sudah semestinya terjadi.

Jepang Menguasai Indonesia diawali dari:


Menduduki Tarakan (10 Januari 1942) kemudian Minahasa, Sulawesi, Balik Papan,
dan Ambon.Pada februari 1942 menduduki Pontianak, Makasar, Banjarmasin, Palembang,
dan Bali. Bagi Jepang Palembang merupakan tempat yang strategis hal ini dikarenakan letak
Palembang diantara Batavia sebagai pusat kekuasaan Belanda dan Singgapura yang
merupakan pusat kedudukan Inggris.

Di daerah Jawa Jepang pertama mendarat di Banten kemudian ke Indramayu, Kragan


(Rembang dan Tuban). Pada 5 Maret 1942 Jepang menyerang Batavia 
8 Maret 1942 Jepang menyerang Bandung dan berhasil mendudukinya setelah Belanda
menyerah kepada Panglima Jepang, Imamura. Sehingga sejak 9 Maret 1942 Indonesia
menjadi daerah kekuasaan Jepang.

C. PENJAJAHAN JEPANG DI INDONESIA


Tentara Jepang yang dikenal dengan Bala Tentara Nippon adalah sebutan resmi
pemerintah militer pada masa pemerintahan Jepang. Sejak tanggal 7 Maret 1942, tentara
Jepang memegang kekuasaan militer dan segala kekuasaannya yang dipegang Gubernur
Jendral masa Belanda. Kekuasaan atas wilayah Indonesia dipegang oleh 2 angkatan perang,
yaitu:
1. Angkatan Darat (Rikugun)
2. Angkatan Laut (Kaigun)

Dengan kekuasaan masing-masing, yaitu:


1. Jawa dan Madura dengan pusatnya di Batavia di bawah kekuasaan Rikugun
2. Sumatera dan Semenanjung Melayu dengan pusatnya di Singapura berada di bawah
kekuasaan Rikugun
3. Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku, Irian berada di bawah kekuasaan Kaigun.

Untuk menarik perhatian rakyat Indonesia maka Jepang membentuk organisasi-organisasi


militer sebagai pengganti oraganisasi pergerakan yang ada di Indonesia. Organisasi tersebut
diantaranya:

1. GERAKAN TIGA A
Mempunyai semboyan : Nippon Pelindung Asia, Nippon Cahaya Asia, dan Nippon
Pemimpin Asia. Dipimpin oleh Syamsuddin SH. Tahun 1943, dibubarkan karena tidak
mendapat simpati dari rakyat dan diganti Putera

2. PUTERA (Pusat Tenaga Rakyat)


Putera dibentuk tahun 1943 dipimpin oleh empat serangkai yaitu Bung Karno, Bung
Hatta, Ki Hajar Dewantara, dan Kyai Haji Mas Mansyur. Tujuan dibentuk Putera yaitu untuk
membantu Jepang dalam setiap perang yang dilakukannya. Tetapi Oraganisasi Putera
merupakan bumerang bagi Jepang sebab anggota Putera memiliki nasionalisme yang tinggi.
3. PETA(Pembela Tanah Air)
Peta merupakan organisasi bentukan jepang yang terdiri dari pemuda Indonesia.
Organisasi ini disebut pula Giyugun. Mereka mendapat latihan militer dari Jepang.
Tujuannya untuk memenuhi kepentingan peperangan Jepang di Lautan Pasifik. Ternyata
perkembangan Peta sangat membantu Indonesia dalam meraih kemerdekaan melalui
perjuangan fisik.

Jenderal Sudirman dan A.H Nasution bpernah sebagai pemimpin PETA. 1944,
dibubarkan karena terlalu bersifat nasional dan dianggap membahagiakan. Selain itu terdapat
pula organisasi bentukan Jepang yang lain, seperti: Jawa Hokokai, Cuo Sangi In, Keibondan
(Barisan Pembantu Polisi), Seinendan(Barisan Pemuda), dsb.

Keberadaan Jepang di Indonesia menimbulkan perlawanan dari rakyat di berbagai daerah di


Indonesia, seperti :
Daerah Aceh
Tahun 1942 terjadi perlawanan di Cot Plieng, Lhok Seumawe dipimpin Tengku Abdul Jalil,
tetapi dapat dipadamkan.
Tahun 1944 muncul perlawanan di Meureu dipimpin Teuku Hamid dan dapat pula
dipadamkan oleh Jepang.

Daerah Indramayu (Karang Ampel, Sindang)


1943 muncul perlawanan dipimpin oleh Haji Madriyan, dkk tetapi berhasil dipadamkan oleh
Jepang.
Daerah Sukamanah, Tasikmalaya
1943 terjadi perlawanan dipimpin oleh Haji Zaenal Mustafa. Ia berhasil membunuh kaki
tangan Jepang dan balasannya Jepang melakukan pembunuhan massal terhadap rakyat.

Blitar
14 Februari 1945 terjadi pemberontakan PETA yang dipimpin oleh Supriyadi (putra bupati
Blitar) yang dibantu dr. Ismail, Mudari, Suwondo. Pemberontakan ini mampu membinasakan
orang-orang Jepang di Blitar, Jepang sangat terkejut lagi pula saat itu Jepang sering
mengalami kekalahan dalam perang Asia Timur Raya atau Perang Pasifik. Akhirnya Jepang
mengepung kedudukan Supriyadi. Melakukan tipu muslihat bahwa jika para pemberontak
menyerah maka mereka akan dijamin keselamatannya serta akan dipenuhi segala
tuntutannya. Hal ini berhasil sebab banyak anggota PETA yang menyerah. Mereka akhirnya
di hukum mati maupun meninggal karena disiksa Jepang.

Daerah Kalimantan Barat


Jepang pernah mengadakan pembunuhan secara besar-besaran terhadap masyarakat ± 20.000
orang yang menjadi korban keganasan Jepang tersebut. Hanya sebagian kecil saja yang dapat
menyelamatkan diri dari lari ke Pulau Jawa. Akhirnya tanggal 14 Agustus 1945 Jepang
menyerah pada Sekutu.

D. DAMPAK PENDUDUKAN JEPANG


1. Bidang Politik
 Organisasi politik di Indonesia tidak berkembang bahkan dihapuskan oleh Jepang
 Didirikan/ dibentuknya berbagai organisasi Jepang.
 Kehidupan politik rakyat diatur oleh pemerintah Jepang.
 Meskipun ada organisasi politik yang masih terus berjuang menentang Jepang.

2. Bidang Ekonomi
 Sama dengan negara imperialis yang lain Jepang datang dengan masalah ekonomi
yaitu untuk mencari daerah sebagai penghasil bahan mentah dan bahan baku untuk
memenuhi kebutuhan industrinya dan mencari pemasaran untuk hasil-hasil
industrinya.
 Aktivitas ekonomi zaman Jepang sepenuhnya di pegang oleh Jepang.

3. Bidang Pendidikan
Pendidikan berkembang pesat di banding masa Hindia Belanda
Bangsa Indonesia diberi kesempatan untuk sekolah di sekolah yang dibangun pemerintah 
Bahasa Indonesia digunakan sebagai bahasa pengantar pada sekolah-sekolah 
Berbagai nama diIndonesiakan.Tetapi semua yang dilakukan oleh Jepang tersebut hanya
untuk menarik simpati rakyat agar mau membantu Jepang mengahadapi lawan-lawannya
dalam Perang Pasifik.

4. Bidang Sosial
Jepang memperkenalkan sistem Tonorigumi (Rukun Tetangga/RT) yang tergabung
dalam Ku (desa)Kehidupan sosial masyarakat sangat memprihatinkan sebab rakyat harus
memenuhi kebutuhan perang Jepang dalam menghadapi musuhnya.
Rakyat juga harus kerja paksa yang disebut dengan kerja Romusha. Dari kerja paksa tersebut
menyebabkan jatuh banyak korban akibat kelaparan dan terkena penyakit.
Banyak wanita Indonesia yang dijadikan wanita penghibur “Jugun Ianfu” pada masa itu.

5. Bidang Birokrasi
Kekuasaan Jepang di Indonesia di pegang oleh kalangan militer yaitu Angkatan Darat
(Rikugun) dan Angkatan Laut (Kaigun). Sistem pemerintahan diatur berdasar aturan militer
Orang-orang Indonesia mendapat kesempatan untuk menduduki jabatan yang lebih penting
dari sebelumnya yang hanya dipegang oleh orang Belanda, dengan masih dalam pengawasan
Jepang.

6. Bidang Kebudayaan
Jepang mempunyai kebiasaan menghormat ke arah matahari terbit sebagai keturunan
Dewa Matahari. Pengaruh Jepang dalam kebudayaan terlihat dalam lagu, film, dan drama
sebagai alat propaganda mereka.
Bangsa Indonesia mengalami berbagai pembaharuan akibat didikkan Jepang yang
menumbuhkan kesadaran dan keyakinan yang tinggi akan harga dirinya. Anak-anak sekolah
diberikan latihan olahraga Taiso yang baik untuk kesehatan mereka. Setiap hari bagi anak-
anak sekolah maupun para pegawai wajib untuk menghormati bendera (merah putih) dan
menyanyikan lagu kebangsaan nasional. Semua itu merupakan warisan kebiasaan Jepang
bagi bangsa Indonesia.
7. Bidang Militer
Para pemuda Indonesia diberi pendidikan militer melalui organisasi PETA.
Mereka akhirnya menjadi inti kekuatan dan pergerakan perjuangan rakyat Indonesia
mencapai kemerdekaan.

E. PERSIAPAN KEMERDEKAAN INDONESIA


Keadaan Jepang menjelang akhir kekuasaannya, yaitu : Jepang semakin terdesak
dalam Perang Pasifik sebab Pulau Saipan jatuh ke tangan Amerika Serikat Juli 1944, hal ini
adalah sebuah ancaman. Dalam berbagai peperangan Jepang selalu mengalami kekalahan.

Tanggal 9 September 1944, Perdana Menteri Kaiso, memberikan janji kemerdekaan


kepada Indonesia untuk menarik simpati rakyat selain itu setiap kantor diperkenalkan
mengibarkan bendera merah putih meskipun harus berdampingan dengan bendera Jepang.
1 Maret 1945, Jendral Kumakichi Harada membentuk badan khusus yang bertugas
menyelidiki usaha persiapan kemerdekaan Indonesia yaitu Dokuritsu Junbi Chosakai atau
Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI).

Tujuan dari BPUPKI adalah untuk mempersiapkan hal penting mengenai tata
pemerintahan Indonesia merdeka. Dengan anggota sebanyak 60 orang dari tokoh-tokoh
Indonesia dan 7 orang bangsa Jepang. Ketuanya, KRT Radjiman Widyadiningrat, dan
wakilnya, R. Surono dan satu orang dari Jepang. BPUPKI diresmikan pada 29 Mei 1945
ditandai dengan pembukaan SIDANG I yang berlangsung dari 29 Mei 1945 sampai 1 Juni
1945.

Dimana dalam sidang ini membicarakan mengenai falsafah dasar negara Indonesia
Merdeka yang kemudian dikenal dengan PANCASILA. Tokoh-tokoh yang mengusulkan
tentang dasar negara tersebut adalah Muh. Yamin, Dr. Supomo, dan Ir. Soekarno.
Sidang tanggal 29 Mei 1945.
 Muh Yamin, mengusulkan rumusan “Peri Kebangsaan, Peri Kemanusiaan, Peri
Ketuhanan, Peri Kerakyatan, dan Kesejahteraan Rakyat”. Sidang tanggal 31 Mei 1945
 Dr. Supomo, mengusulkan rumusan “Persatuan, Kekeluargaan, Mufakat dan Demokrasi,
Musyawarah, dan Keadilan Sosial” Sidang tanggal 1 Juni 1945
 Ir. Sukarno, mengajukan rumusan“Kebangsaan Indonesia, Internasionalisme/ Peri
Kemanusiaan, Mufakat/ Demokrasi, Kesejahteraan sosial, Ketuhanan Yang Maha Esa.
Apa yang dikemukakan Sukarno tersebut dikenal dengan istilah Pancasila. Tanggal 1 Juni
di kenal sebagai hari lahirnya Pancasila. Sidang BPUPKI yang kedua akan
diselenggarakan bulan Juli 1945 sebelum masa reses pada tanggal 22 Juni 1945 dibentuk
Panitia Sembilan/Panitian Kecil menghasilkan dokumen yang berisi asas dan tujuan
negara Indonesia merdeka yang dikenal dengan “PIAGAM DJAKARTA” yang kemudian
menjadi Mukadimah Undang-undang Dasar 1945.
ISI PIAGAM DJAKARTA, adalah sebagai berikut:
1. Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi para pemeluknya.
2. Kemanusiaan yang Adil dan Beradab.
3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh Hikmah Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/
Perwakilan.
5. Keadilan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Pada 7 Agustus 1945, Jenderal Terauchi menyetujui pembentukan Panitia Persiapan


Kemerdekaan Indonesia (PPKI) atau Dokuritsu Junbi Iinkai dibentuk untuk mengganti
BPUPKI. PPKI beranggotakan 21 orang dengan Ketua, Ir. Soekarno dan Wakilnya, Moh.
Hatta. PPKI kemudian ditambah keanggotanya menjadi 27 orang tanpa seijin Jepang.
Pada tanggal 9 Agustus 1945, 3 orang tokoh Indonesia yaitu Soekarno, Hatta, Radjiman
Widyodiningrat berangkat ke Saigon/ Dalat di Vietnam Selatan untuk memenuhi panggilan
Panglima Mandala Asia Tenggara Marsekal Terauchi guna menerima informasi tentang
kemerdekaan Indonesia. Dimana disepakati bahwa wilayah Indonesia akan meliputi seluruh
bekas jajahan Belanda.

F. LANDASAN DASAR PROKLAMASI KEMERDEKAAN INDONESIA


1) LANDASAN DASAR NASIONAL
Tercermin dalam pembukaan UUD 1945 dan merupakan Deklarasi Kemerdekaan
Indonesia. Pembukaan ini terdiri dari 4 alinea yang merupakan filsafat sosial dan puncak
pengalaman sejarah umat manusia pada umumnya dan rakyat Indonesia pada khususnya.
Pokok isi Pembukaan UUD 1945

2) LANDASAN DASAR INTERNASIONAL


Undang-undang Dasar 1945 disahkan sebagai Undang-undang Dasar Negera RI
tanggal 18 Agustus 1945 dalam Sidang PPKI. Pembukaan Undang-undang Dasar 1945
disebut sebagai Deklarasi Kemerdekaan Indonesia yang disusun pada 22 Juni 1945.

Pengaruh Kebijakan Pemerintahan Jepang


Kedatangan Jepang di Indonesia dan Negara Asia lainnya memiliki maksud dan
tujuan tertentu.Maksud kedatangan Jepang ke Indonesia adalah karena landasan riil dan idiil
yang dimiliki oleh bangsa Jepang. Landasan riil ini antara lain karena adanya ledakan
penduduk Jepang sehingga dibutuhkan tempat baru, kurangnya bahan mentah bagi
industrialisasi Jepang , dan adanya pembatasan imigrasi ke Amerika dan Australia akibat
kecurigaan adanya bahaya kuning.Sedangkan landasan idiilnya adalah ajaran Shintoisme
yang dianut Jepang tentang Hokkaichu ,yaitu ajaran tentang kesatuan umat manusia. Jepang
sebagai negara yang maju ingin mempersatukan bangsa-bangsa di Asia di bawah Kesatuan
Asia Timur Raya sehingga Jepang pada awalnya mendapat banyak simpati sebagai saudara
tua di antara bangsa Asia lainnya.

Untuk menyukseskan ekspansinya Jepang menggunakan banyak taktik antara lain


dengan mengebom Pearl Harbor agar memutus kekuatan Amerika Serikat di Asia-Pasifik
serta memudahkan untuk menguasai wilayah lainnya di Asia termasuk Indonesia. Selain itu
untuk menambah kekuatan Jepang juga menggabungkan diri dengan Jerman dan Italia yang
juga terlibat dalam Perang Dunia II. Persekutuan itu dikenal dengan sebutan Poros Roberto
(Roma-Berlin-Tokyo).

Jepang pun mulai mengadakan aksi gempuran-gempuran dalam menguasai wilayah


dan pada akhirnya Jepang pun berhasil merebut Indonesia dari kekuasaan Belanda.
Keberadaan Jepang di Indonesia tidaklah lama, namun banyak sekali kebijakan-kebijakan
yang dibuat Jepang di Indonesia baik dalam bidang pemerintahan,ekonomi, sosial-politik,dan
lainnya.
Kebijakan Pemerintahan Militer Jepang
Upaya Jepang untuk mempertahankan Indonesia sebagai wilayah kekuasaannya serta
menarik simpati rakyat Indonesia meliputi bidang-bidang:
 Bidang Politik Image Dalam usaha menarik simpati bangsa Indonesia dengan tujuan agar
rakyat mau membantu Jepang dalam Perang Asia Timur Raya, Jepang
mengumandangkan semboyan 3A yakni: “Jepang Cahaya Asia, Jepang Pelindung Asia,
Jepang Pemimpin Asia”.

Hal ini menyatakan bahwa kehadiran Jepang di Asia, termasuk Indonesia adalah
untuk membebaskan Asia dari penjajahan bangsa Barat, Jepang menyebut dirinya sebagai
saudara tua bangsa Indonesia yang akan membebaskan bangsa Indonesia dari penjajahan
Belanda.

 Bidang Ekonomi
Untuk memenuhi kebutuhan perang Jepang dan industrinya, maka Jepang melakukan
eksploitasi terhadap sumber kekayaan alam Indonesia. Hal ini berupa eksploitasi dibidang
hasil pertanian, perkebunan, hutan, bahan Tambang, dan lain-lain.

 Bidang Sosial Budaya


Dibidang sosial, kehadiran Jepang selain membuat rakyat menderita kemiskinan
karena kekurangan sumber daya alam, hal lain juga terjadi yang berupa pemanfaatan sumber
daya manusia. Pengerahan tenaga manusia untuk melakukan kerja paksa (Romusha) serta
dilibatkannya para pemuda untuk masuk dalam organisasi militer maupun semi militer.
Dibidang budaya terjadi keharusan menggunakan bahasa Jepang di samping bahasa
Indonesia. Rakyat juga diharuskan membungkukkan badan kearah timur sebagai tanda
hormat kepada kaisar di Jepang pada setiap pagi hari (Seikerei).

Dampak pendudukan Jepang di Indonesia adalah sebagai berikut.


 Keuntungan :
1. Kesempatan bagi bangsa Indonesia untuk menjadi birokrat.
2. Bahasa Indonesia dijadikan sebagai bahasa pengantar dalam dunia pendidikan.
3. Status sosial pribumi mengalami kenaikan.
4. Adanya kesempatan bagi rakyat Indonesia untuk memperoleh pendidikan /
bersekolah.
5. Dengan berdirinya PETA, para pemuda dapat memperoleh pendidikan militer dan
penanaman jiwa nasionalis.
6. dsb.

 Kerugian :
1. Semua organisasi politik dilarang untuk beraktivitas.
2. Kesengsaraan rakyat karena adanya Romusha.
3. Kontrol media cetak dan elektronik yang kuat.
4. Alam Indonesia diekspoitasi secara besar-besaran.
5. Banyak para pejuang yang dihukum mati.
6. Pemerintahan Jepang yang kejam karena berbau fascis (adanya polisi militer yang
kejam)
7. Banyak wanita Indonesia yang dijadikan Jogunianfu.
8. dsb.
Di awal tahun 1945 ,Jendral McArthur ,Panglima Komando Pertahanan Pasifk Barat
Daya melancarkan siasat lompat katak (leapfrogging) untuk membalas Jepang .Satu per satu
wilayah yang dikuasai Jepang baik di Asia maupun Pasifik berhasil direbut kembali oleh
sekutu .Tidak lama kemudian Amerika Serikat membom Hiroshima dan Nagasaki pada
tanggal 6 Agustus dan 9 Agustus 1945. Kedua peristiwa pemboman tersebut membuat Jepang
mau tidak mau harus menyerah, apalagi Amerika Serikat yang termasuk dalam Sekutu telah
mengeluarkan ultimatum bagi Jepang agar menyerah. Pada akhirnya Jepang menyerah tanpa
syarat kepada Sekutu pada tanggal 15 Agustus 1945 (tanggal 14 Agustus 1945 waktu New
York).Dengan demikian Perang Pasifik berakhir dan kekuasaan Jepang di Indonesia pun
berakhir.

Kebijakan Pemerintah Pendudukan Jepang di Bidang Pemerintahan Pendudukan Jepang di


Indonesia.
Pada dasarnya pemerintahan pendudukan Jepang adalah pemerintahan militer yang
sangat diktator. Untuk mengendalikan keadaan, pemerintahan dibagi menjadi beberapa
bagian. Jawa dan Madura diperintah oleh Tentara ke 16 dengan pusatnya di Jakarta (dulu
Batavia). Sumatera diperintah oleh Tentara ke 25 dengan pusatnya di Bukittinggi (Sumbar).
Sedangkan Indonesia bagian Timur diperintah oleh Tentara ke 2 (Angkatan Laut) dengan
pusatnya di Makasar (Sulsel). Pemerintahan Angkatan Darat disebut Gunseibu, dan
pemerintahan Angkatan Laut disebut Minseibu.

Masing-masing daerah dibagi menjadi beberapa wilayah yang lebih kecil. Pada
awalnya, Jawa dibagi menjadi tiga provinsi (Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur) serta
dua daerah istimewa, yaitu Yogyakarta dan Surakarta. Pembagian ini diang-gap tidak efektif
sehingga dihapuskan. Akhirnya, Jawa dibagi menjadi 17 Karesidenan (Syu) dan diperintah
oleh seorang Residen (Syucokan). Keresidenan terdiri dari kotapraja (Syi), kabupaten (Ken),
kawedanan atau distrik (Gun), kecamatan (Son), dan desa (Ku).

Sumatera dibagi menjadi 10 karesidenan dan beberap sub-karesidenan (Bunsyu),


distrik, dan kecamatan. Sedangkan daerah Indonesia Timur yang dikuasai Angkatan Laut
Jepang dibagi menjadi tiga daerah kekuasaan, yaitu: Kalimantan, Sulawesi, dan Seram
(Maluku dan Papua). Masing-masing daerah itu dibagi menjadi beberapa karesidenan,
kabupaten, sub-kabupaten (Bunken), distrik, dan kecamatan.
Pembagian daerah seperti di atas dimaksudkan agar semua daerah dapat diawasi dan
dikendalikan untuk kepentingan pemerintah balatentara Jepang. Namun, untuk menjalankan
pemerintahan yang efektif dibutuhkan jumlah personil (pegawai) yang banyak jumlahnya.
Sedangkan jumlah orang Jepang yang ada di Indonesia tidak cukup untuk memenuhi
kebutuhan tenaga dalam bidang pemerintahan. Untuk mengawai dan menjalankan
pemerintahan secara efektif merupakan tantangan yang berat karena terbatasnya jumlah
pegawai atau orang-orang yang dapat dipercaya untuk memegang jabatan penting dalam
pemerintahan.

Untuk mengatasi kekurangan jumlah pegawai, pemerintah Jepang dapat menempuh


beberapa pilihan, di antaranya:
1. Memanfaatkan orang-orang Belanda yang masih ada di Indonesia. Pilihan ini sangat tidak
mungkin karena Jepang sedang menanamkan sikap anti Belanda di kalangan penduduk
Indonesia.
2. Menggunakan tenaga Timur Asing (Cina). Pilihan ini juga sangat berat karena Cina
dianggap sebagai lawan politik Jepang yang paling berbahaya untuk mewujudkan cita-
cita Jepang, yaitu membangun Asia Timur Raya.
3. Memanfaatkan penduduk Indonesia. Pilihan ini dianggap yang paling realistik karena
sesuai dengan semboyan “Jepang sebagai saudara tua” yang ingin membebaskan suadara
mudanya dari belenggu penjajahan bangsa Eropa. Di samping itu, pemakaian bangsa
Indonesia sebagai dalih agar bangsa Indonesia benar-benar bersedia membantu untuk
memenangkan perang yang sedang dilakukan Jepang.

Sebenarnya, pilihan-pilihan di atas sama-sama tidak menguntungkan. Akhirnya,


dengan berbagai pertimbangan (bahkan terpaksa) Jepang memilih penduduk Indonesia untuk
membantu menjalankan roda pemerintahan. Jepang pun dengan berat harus menyerahkan
beberapa jabatan kepada orang Indonesia. Misalnya, Departemen Urusan Agama dipimpin
oleh Prof. Husein Djajadiningrat, serta Mas Sutardjo Kartohadikusumo dan R.M.T.A. Surio
sebagai Residen Jakarta dan Residen Bojonegoro. Di samping itu, beberapa tokoh nasional
yang mendapat kepercayaan untuk ikut menjalankan roda pemerintahan adalah Ir. Soekarno,
Mr. Suwandi, dr. Abdul Rasyid, Prof. Dr. Supomo, Mochtar bin Prabu Mangkunegoro, Mr.
Muh, Yamin, Prawoto Sumodilogo, dan sebagainya. Bahkan, kesempatan untuk duduk dalam
Badan Pertimbangan Pusat (Chuo Sangi In), semacam Volksraad pada zaman Belanda
semakin terbuka.

Kesempatan untuk menduduki beberapa jabatan dalam pemerintahan Jepang dan


menjalankan roda pemerintahan merupa-kan pengalaman yang berharga bagi bangsa
Indonesia, terutama setelah Indonesia merdeka. Sebagai bangsa yang merdeka, bangsa
Indonesia harus mampu menjalankan pemerintahan secara baik. Oleh karena itu, pengalaman
pada masa pemerin-tahan Jepang merupakan modal yang sangat berguna karena bangsa
Indonesia memiliki kemampuan untuk mengelola organisasi besar seperti negara.

A. PEMBENTUKAN BPUPKI
Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia atau (Jepang: Dokuritsu
Junbi Cosakai atau dilafalkanDokuritsu Zyunbi Tyoosakai) adalah sebuah badan yang
dibentuk oleh pemerintah pendudukan balatentara Jepangpada tanggal 29
April 1945 bertepatan dengan hari ulang tahun Kaisar Hirohito. Badan ini dibentuk sebagai
upaya mendapatkan dukungan bangsa Indonesia dengan menjanjikan bahwa Jepang akan
membantu proses kemerdekaanIndonesia. BPUPKI beranggotakan 63 orang yang diketuai
oleh Radjiman Wedyodiningrat dengan wakil ketua Hibangase Yosio (orang Jepang) dan
R.P. Soeroso.

Adapun latar belakang pembentukan BPUPKI secara formil, termuat dalam Maklumat
Gunseikan nomor 23 tanggal 29 Mei 1945, dilihat dari latar belakang dikeluarnya Maklumat
No. 23 itu adalah karena kedudukan Facisme (kekuasaan) Jepang yang sudah sangat
terancam. Maka sebenarnya, kebijaksanaan Pemerintah Jepang dengan membentuk BPUPKI
bukan merupakan kebaikan hati yang murni tetapi Jepang hanya ingin mementingkan dirinya
sendiri, yaitu pertama; Jepang ingin mempertahankan sisa-sisa kekuatannya dengan cara
memikat hati rakyat Indonesia, dan yang kedua; untuk melaksanakan politik kolonialnya.

Di luar anggota BPUPKI, dibentuk sebuah Badan Tata Usaha (semacam sekretariat)
yang beranggotakan 60 orang. Badan Tata Usaha ini dipimpin oleh R.P.Soeroso, dengan
wakil Abdoel Gafar Pringgodigdo dan Masuda (orang Jepang). Pada tanggal 7 Agustus 1945,
Jepang membubarkan BPUPKI dan membentuk Panitia Persiapan Kemerdekaan
Indonesia atau (Jepang: Dokuritsu Junbi Inkai) dengan anggota berjumlah 21 orang sebagai
upaya pencerminan perwakilan etnis. Terdiri berasal dari 12 orang dari Jawa, 3 orang dari
Sumatra, 2 orang dari Sulawesi, 1 orang dari Kalimantan, 1 orang dari Nusa Tenggara, 1
orang dari maluku, 1 orang dari Tionghoa.

Pada tahun 1944 saipan jatuh ke tangan sekutu.dengan pasukan jepang di Papua
Nugini Kepulauan Solomon,dan Kepulauan Marshall yang berhasil di pukul mundur oleh
pasukan sekutu.Dalam situasi kritis tersebut,pada tanggal 1 maret 1945 Letnan Jendral
Kumakici Harada , pimpinan pemerintah pendudukan jepang di jawa , mengumumkan
pembentukan badan penyelidik Usaha-usaha persiapan kemerdekan INDONESIA (Dokuritsu
Junbi Cosakai) . pengangkatan pengurus ini di umumkan pada tanggal 29 april 1945 .

dr.Radjiman Wediodiningrat diangkat sebagai (Kaico), sedangkan yang duduk


sebagai ketua muda (fuku kico) pertama di jabat oleh seorang jepang , Shucokai cirebon yang
bernama Icibangase . R .P .Suroso diangkat sebagai kepala sekertariat dengan di bantu oleh
Toyohiti Masuda dan Mr. A. G . Pringodigdo pada tanggal 28 mei 1945 dilangsungkan
upacara peresmian badan penyelidik Usaha-Usaha persiapan kemerdekaan bertempat di
gedung Cuo sangi in, jalan pejambon (Sekarang Gedung Departemen Luar negri), Jakarta.
Upacara peresmian itu dihadiri pula oleh dua pejabat jepang yaitu jendral Itagaki (panglima
tentara ke tujuh yang bermarkas di singapura) dan letnan jendral nagano (panglima tentara
Keenam belas yang baru ). Pada kesempatan itu di kibarkan bendera jepang, Hinomaru oleh
Mr.A.G. pringgodigdo yang disusul dengan pengibaran bendera merah putih oleh toyohiko
Masuda.

Rapat Pertama
Rapat pertama diadakan di gedung Chuo Sangi In di Jalan Pejambon 6 Jakarta yang
kini dikenal dengan sebutan Gedung Pancasila. Pada zaman Belanda, gedung tersebut
merupakan gedung Volksraad, lembaga DPR pada jaman kolonial Belanda.
Rapat dibuka pada tanggal 28 Mei 1945 dan pembahasan dimulai keesokan harinya
29 Mei 1945 dengan tema dasar negara. Pada rapat pertama ini terdapat 3 orang yang
mengajukan pendapatnya tentang dasar negara.

Pada tanggal 29 Mei 1945, Mr. Muhammad Yamin dalam pidato singkatnya


mengemukakan lima asas yaitu :
Peri Kebangsaan
Peri ke Tuhanan
Kesejahteraan Rakyat
Peri Kemanusiaan
Peri Kerakyatan

Pada tanggal 31 Mei 1945, Prof. Dr. Mr. Soepomo mengusulkan lima asas yaitu :
Persatuan
Mufakat dan Demokrasi
Keadilan sosial
Kekeluargaan
Musyawarah

Pada tanggal 1 Juni 1945, Soekarno mengusulkan lima asas pula yang disebut Pancasila
yaitu:
a. Kebangsaan Indonesia
b. Internasionalisme dan Peri Kemanusiaan
c. Mufakat atau Demokrasi
d. Kesejahteraan Sosial
e. Ketuhanan yang Maha Esa

Kelima asas dari Soekarno disebut Pancasila yang menurut beliau bilamana diperlukan dapat
diperas menjadi Trisila atau Tiga Sila yaitu:
a. Sosionasionalisme
b. Sosiodemokrasi
c. Ketuhanan yang berkebudayaan

Bahkan masih menurut Soekarno, Trisila tersebut di atas bila diperas kembali
disebutnya sebagai Ekasila yaitu merupakan sila gotong royong merupakan
upaya Soekarno dalam menjelaskan bahwa konsep tersebut adalah dalam satu-kesatuan.
Selanjutnya lima asas tersebut kini dikenal dengan istilah Pancasila, namun konsep bersikaf
kesatuan tersebut pada akhirnya disetujui dengan urutan serta redaksi yang sedikit berbeda.

Sementara itu, perdebatan terus berlanjut di antara peserta sidang BPUPKI mengenai
penerapan aturan Islam dalam Indonesia yang baru.
Masa antara Rapat Pertama dan Kedua
Sampai akhir rapat pertama, masih belum ditemukan kesepakatan untuk perumusan
dasar negara, sehingga akhirnya dibentuklah panitia kecil untuk menggodok berbagai
masukan. Panitia kecil beranggotakan 9 orang dan dikenal pula sebagai Panitia Sembilan
dengan susunan sebagai berikut:
Ir. Soekarno (ketua)
Drs. Moh. Hatta (wakil ketua)
Mr. Achmad Soebardjo (anggota)
Mr. Muhammad Yamin (anggota)
KH. Wachid Hasyim (anggota)
Abdul Kahar Muzakir (anggota)
Abikoesno Tjokrosoejoso (anggota)
H. Agus Salim (anggota)
Mr. A.A. Maramis (anggota)

Setelah melakukan kompromi antara 4 orang dari kaum kebangsaan (nasionalis) dan 4
orang dari pihak Islam, tanggal 22 Juni 1945 Panitia Sembilan kembali bertemu dan
menghasilkan rumusan dasar negara yang dikenal dengan Piagam Jakarta (Jakarta Charter)
yang berisikan:
a. Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya
b. Kemanusiaan yang adil dan beradab
c. Persatuan Indonesia
d. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan
perwakilan
e. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

Rapat Kedua
Rapat kedua berlangsung 10-17 Juli 1945 dengan tema bahasan bentuk negara,
wilayah negara, kewarganegaraan, rancangan Undang-Undang Dasar, ekonomi dan
keuangan, pembelaan negara, pendidikan dan pengajaran. Dalam rapat ini dibentuk Panitia
Perancang Undang-Undang Dasar beranggotakan 19 orang dengan ketua Ir. Soekarno, Panitia
Pembelaan Tanah Air dengan ketua Abikoesno Tjokrosoejoso dan Panitia Ekonomi dan
Keuangan diketuai Mohamad Hatta.

Dengan pemungutan suara, akhirnya ditentukan wilayah Indonesia merdeka yakni


wilayah Hindia Belanda dahulu, ditambah dengan Malaya, Borneo Utara, Papua, Timor-
Portugis, dan pulau-pulau sekitarnya.

Pada tanggal 11 Juli 1945 Panitia Perancang UUD membentuk lagi panitia kecil
beranggotakan 7 orang yaitu:
Prof. Dr. Mr. Soepomo (ketua merangkap anggota)
Mr. Wongsonegoro
Mr. Achmad Soebardjo
Mr. A.A. Maramis
Mr. R.P. Singgih
H. Agus Salim
Dr. Soekiman

Pada tanggal 13 Juli 1945 Panitia Perancang UUD mengadakan sidang untuk membahas hasil
kerja panitia kecil perancang UUD tersebut.
Pada tanggal 14 Juli 1945, rapat pleno BPUPKI menerima laporan Panitia Perancang UUD
yang dibacakan oleh Ir. Soekarno. Dalam laporan tersebut tercantum tiga masalah pokok
yaitu:
a. pernyataan Indonesia merdeka
b. pembukaan UUD
c. batang tubuh UUD

Konsep proklamasi kemerdekaan rencananya akan disusun dengan mengambil tiga alenia
pertama Piagam Jakarta. Sedangkan konsep Undang-Undang Dasar hampir seluruhnya
diambil dari alinea keempat Piagam Jakarta.

a. Perumusan Dasar Negara Indonesia 


Untuk merumuskan UUD diawali dengan pembahasan mengenai dasar negara
Indonesia Merdeka.
1) Rumusan Mr. Muh. Yamin
Tokoh yang pertama kali mendapatkan kesempatan untuk penyampaian rumusan
Dasar Negara Indonesia Merdeka adalah Mr Muh . Yamin mengemukakan lima” Ajas Dasar
Negara Republik Indonesia ”sebagai berikut :
a) Peri Kebangsaan
b) Peri Kemusiaan
c) Peri Ke-Tuhanan
d) Peri Kerakyataan
e) Kesejahteraan Rakyat

2) Rumusan prof. Dr .Mr. Soepomo


Pada tanggal 31 mei 1945 prof. Dr.Mr Soepomo mengajukan Dasar Negara Indonesia
Merdeka yaitu sebagai berikut :
a) Persatuan
b) Kekeluargaan
c) Keseimbangan
d) Musyawarah
e) Keadilan sosial

3) Rumusan Ir. Soekarno


Pada tanggal 1juni 1945 berlangsunglah rapat terakhir dalam persidangan pertama ,
itu. Pada kesempatan itulah Ir Soekarno mengemukakan pidatonya yang kemudian dikenal
sebagai ”Lahirnya pancasila ”.selain berisi pandangan mengenai dasar negara Indonesia
Merdeka, keistimewaan pidato Ir Soekarno juga berisi usulan mengenai nama bagi dasar
negara, yaitu pancasila,Trisiia, atau Ekasila .
Selanjutnya ,sidang memilih nama pancasila sebagai nama dasar negara .Lima dasar negara
yang diusulkan oleh Ir Soekarno adalah sebagai berikut :
a) Kebangsaan Indonesia
b) Internasionalisme atau Perikemanusiaan
c) Mufakat atau demokrasi
d) Kesejahteraan sosial
e) Ketuhanan Yang Maha Esa

b. Piagam Jakarta
Pada tanggal 22 jini 1945 BPUPKI membentuk panitia kecil yang beranggotakan
dengan 9orang . oleh karna itu, panitia ini di sebut juga sebagai panitia sembilan. Anggotanya
berjumlah 9orang , yaitu sebagai berikut:
1) Ir.Soekarno
2) Drs.Moh. Hatta
3) Mr. Muh. Yamin
4) Mr. Ahmad soebardjo
5) Mr. A.A . Maramis
6) Abdul kadir Muzakir
7) K. H. Wachid Hasjim
8) H. Agus Salim
9) Abikusno Tjokrosjos

Mr. Muh. Yamin menamakan rumusan tersebut piagam Jakarta atau Jakarta Charter.
rumusan rancangan dasar negara Indonesia Merdeka itu adalah sebagai berikut :
1) Ke-Tuhanan, dengan kewajiban menjalankan Syari’at islam sebagai pemeluk –
pemeluknya ,
2) (menurut) dasar kemanusiaan yang adil dan beradab
3) Kesatuan Indonesia
4) (dan) Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam pemusyawaratan
perwakilan
5) (serta dengan mewujudkan suatu) keadilan sosial bagi kerakyatan indonesia

c. Rancangan UUD
Pada tanggal 10 juli 1945 dibahas Rencana UUD, termasuk soal pembukaan atau
preambule-nya oleh sebuah panitia perancang UUD dangan suara bulat menyetujui isi
prembule (pembukaan) yang di ambil dari piagam jakarta. Hasil perumusan panitia kecil ini
kemudian di sempurnakan bahasanya oleh panitia penghalus bahasa yang terdiri dari Husein
Djaja diningrat , H. Agus salaim, dan Prof . Dr. Mr . Soetomo.
Persidangan ke2 BPUPKI di laksanakan pada tanggal 14 juli 1945 dalam rangka
menerima laporan panitia perancang UUD. Ir. Soekarno selaku ketui penitia melaporkan 3
hasil yaitu :
1) Pernyataan indonesia merdeka
2) Pembukaan UUD
3) UUD (batang tubuh )

2. Reaksi GolongonMuda
a. Kongres Pemuda Seluruh Jawa
Tanggal 16 mei 1945 di bandung diadakan kongres pemuda seluruh jawa yang di
prakarsai angkatan moeda indonesia. Kongres pemuda itu dihadirin oleh lebih 100 pemuda.
Kongres tersebut menghimbau para pemuda di jawa hendaknya bersatu dan mempersiapkan
diri untuk melaksanakan proklamasi kemerdkaan . satelah 3 hari kongres berlangsung,
akhirnya di putuskan 2 buah resolusi, yaitu:
1) Semua golongan indonesia , terutama golongan pemuda di persatukan dan di bulatkan di
bawah satu pimpinan nasional.
2) Dipercepatnya pelaksanaan pernyataan kemerdekaan indonesia.

b. Pembentukan Gerakan Angkatan Baroe Indonesia


Pernyataan pada kongres pemuda seluruh jawa tidak memuaskan beberapa tokoh
pemuda yang hadir. Mereka bertekad untuk menyatakan suatu gerakan pemuda yang lebih
radikal . diadakan suatu pertemuan rahasia di jakerta utuk membentuk suatu panitia kusus
yang di ke tuai oleh B. M. Diah . yang menghasilkan pembentukan gerakan angkatan baroe
indonesia misalnya:
1) Mencapai persatuan yang kompak di antara seluruh golongan masyarakat indonesia
2) Menanamkan semangat revolusioner masa atas dasar kesadaran mereka sebagai rakyat
yang berdaulat
3) Membentuk negara kesatuan republik indonesia
4) Bahu–bahu bersama jepang untuk mempersatukan indonesia tetapi jika perlu termasuk
untuk mencapai kemerdekaan dengan kekuatannya sendiri .

c. Pembentukan Gerakan Rakyat Baroe .


adalah gerakan rakyat baroe yang di bentuk berdasarkan hasil sidang ke-8 cuo
sangiin. Susunan pengurus pusat organisasi ini terdiri dari 80 orang . anggotanya terdiri atas
penduduk asli indonesia dan bangsa jepang golongan cina, golongan arab ,dan golongan
peranakan eropa.

3. Pembentukan PPKI
Pada tanggal 7 agustus 1945 BPUPKI di bubarkan sebagai penggantinya pemerintah
pendudukan jepang membentuk PPKI .Ir. soekarno untuk sebagai ketua PPKI dan Drs. Muh
hata ditunjuk sebagai wikil ketuanya , sedangkan Mr.Ahmad Soerbadjo ditunjuk sebagai
penasehatnya.

4. Peristiawa Rengasdengklok
Moh Hatta berjanji akan menanyakan hal itu kepada Gunsekanbu. Setelah yakin
bahwa jepang telah menyerahkan kepada sekutu Moh. Hatta mengabil keputusan untuk
segera meninggalkan Anggota PPKI.
Rapat yang dipimpin oleh Chairul Saleh itu menghasilkan keputusan ” kemerdekaan
indonesia adalah hak dan soal indonesia sendiri , tak dapat di gantung pada orang dan negara
lain.

5 . Perumusan Teks Proklamasi


Sebelum mereka mulai merumskan naskah proklamasi . Kalimat pertama dari naskah
proklamasi merupakan saran dari Mr.Ahmad Soebardjo yang diambil dari rumusan BPUPKI ,
sedangkan kalimat terakhir merupakan sumbangan pikiran dari Drs .Moh. Hatta.

6. Pelaksana Proklamasi Kemerdekaan


Pimpinan bangsa indonesiia telah berdatangan ke jalan pegang saat Timur. Adapun
susunan acara yang telah dipersiapkan adalah :
1) Pembacaan proklamasi
2) Pengibaran bendera merah putih
3) Sambutan wali kota Soewirjo dan dr.Muwardi

7. Penyebaran Berita Proklamasi


Berita proklamasi yang sudah meluas di seluruh jakarta disebarkan keseluruh
indonesia. Selain lewat radio, berita proklamasi juga disiarkan lewat pers dan surat sebaran.

8. Reaksi Rakyat terhadap Proklamasi Kemerdekaan


Reaksi berbagai daerah di indonesia terhadap proklamasi kemerdekaan Republik
indonesia adalah terjadinya perubahan kekuasaan , baik dengan cara kekerasan maupun
dengan cara perundingan.

B. Pembentukaan Pemerintahan Indonesia 


1 . Pembentukaan Pelengkapan Negara
a) Sidang PPKI tanggal 18 Agustus 1945
1) Pembahasan dan pengesahaan UUD
2) Perubahan UUD dalam rapat PPKI tanggal 18agustus 1945
3) Masalah penmgangkatan presiden dan wakil presiden
4) Pembentukan komite nasional

b) Sidang PPKI tgl 19 Agustus 1945


1) Pembagian wilayah Indonesia menjadi 8 propinsi beserta Gubernur
2) Pembentukan komite Nasionol
3) Menetapkan 12 kementrian

c) Sidang PPKI tgl 22 Agustus 1945


1) Pembentukan komite nasionol
2) Pembentukan partai nasional Indonesia
3) Pembentukan bsdan keamanan Rakyat (bkr)

d) Rapat Raksasa di Lapangan Ikada


1. Perubahan otoritas knip dan lembaga kepresidenan pada awal kemerdekaan
a) Kebinet presidensil pertama
b) Maklumat pemerintah No.x tgl 16 Oktobor 1945
2. Maklumat pemerintah tanggal 3 November 1945
3. Maklumat pemerintah tgl 14 November 1945

C.Penyusunan Kekuatan Pertahanan Keamanan


1) Pembentukan BKR
2) Pembentukan Tentara Nasional
A. PANITIA PERSIAPAN KEMERDEKAAN INDONESIA
Karena BPUPKI dianggap terlalu cepat ingin melaksanakan proklamasi kemerdekaan,
maka Jepang membubarkannya dan membentuk Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia
(PPKI) ( 独 立 準 備 委 員 会 ) Dokuritsu Junbi Iinkai, lit. Komite Persiapan Kemerdekaan)
pada tanggal 7 Agustus 1945 yang diketuai oleh Ir. Soekarno.

1. Keanggotaan
Pada awalnya PPKI beranggotakan 21 orang (12 orang dari Jawa, 3 orang
dari Sumatra, 2 orang dari Sulawesi, 1 orang dari Kalimantan, 1 orang dari Nusa Tenggara, 1
orang dari Maluku, 1 orang dari golongan Tionghoa). Susunan awal anggota PPKI adalah
sebagai berikut:
Ir. Soekarno (Ketua)
Drs. Moh. Hatta (Wakil Ketua)
Prof. Mr. Dr. Soepomo (Anggota)
KRT Radjiman Wedyodiningrat (Anggota)
R. P. Soeroso (Anggota)
Soetardjo Kartohadikoesoemo (Anggota)
Kiai Abdoel Wachid Hasjim (Anggota)
Ki Bagus Hadikusumo (Anggota)
Otto Iskandardinata (Anggota)
Abdoel Kadir (Anggota)
Pangeran Soerjohamidjojo (Anggota)
Pangeran Poerbojo (Anggota)
Dr. Mohammad Amir (Anggota)
Mr. Abdul Abbas (Anggota)
Mr. Mohammad Hasan (Anggota)
Dr. GSSJ Ratulangi (Anggota)
Andi Pangerang (Anggota)
A.H. Hamidan (Anggota)
I Goesti Ketoet Poedja (Anggota)
Mr. Johannes Latuharhary (Anggota)
Drs. Yap Tjwan Bing (Anggota)

Selanjutnya tanpa sepengetahuan Jepang, keanggotaan bertambah 6 yaitu :


Achmad Soebardjo (Anggota)
Sajoeti Melik (Anggota)
Ki Hadjar Dewantara (Anggota)
R.A.A. Wiranatakoesoema (Anggota)
Kasman Singodimedjo (Anggota)
Iwa Koesoemasoemantri (Anggota)

2. Persidangan
Tanggal 9 Agustus 1945, sebagai pimpinan PPKI yang baru, Soekarno, Hatta dan
Radjiman Wedyodiningrat diundang ke Dalat untuk bertemu Marsekal Terauchi. Setelah
pertemuan tersebut, PPKI tidak dapat bertugas karena para pemuda mendesak agar
proklamasi kemerdekaan tidak dilakukan atas nama PPKI, yang dianggap merupakan alat
buatan Jepang. Bahkan rencana rapat 16 Agustus 1945 tidak dapat terlaksana karena
terjadi peristiwa Rengasdengklok.

Setelah proklamasi, pada tanggal 18 Agustus 1945, PPKI memutuskan antara lain:


mengesahkan Undang-Undang Dasar, memilih dan mengangkat Ir. Soekarno sebagai
presiden dan Drs. M. Hatta sebagai wakil presiden RI, membentuk Komite Nasional untuk
membantu tugas presiden sebelum DPR/MPR terbentuk.
Berkaitan dengan UUD, terdapat perubahan dari bahan yang dihasilkan oleh BPUPKI, antara
lain:
Kata Muqaddimah diganti dengan kata Pembukaan.
Kalimat Ketuhanan, dengan menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya di
dalam Piagam Jakartadiganti dengan Ketuhanan yang Mahaesa.
Mencoret kata-kata … dan beragama Islam pada pasal 6:1 yang berbunyi Presiden ialah
orang Indonesia Asli dan beragama Islam.
Sejalan dengan usulan kedua, maka pasal 29 pun berubah.

C. Peristiwa Rengasdengklok
Peristiwa Rengasdengklok adalah peristiwa dimulai dari “penculikan” yang dilakukan
oleh sejumlah pemuda (a.l. Adam Malik dan Chaerul Saleh dari Menteng 31
terhadap Soekarno dan Hatta. Peristiwa ini terjadi pada tanggal 16 Agustus 1945 pukul 04.30.
WIB, Soekarno dan Hatta dibawa ke Rengasdengklok, Karawang, untuk kemudian didesak
agar mempercepat proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia,sampai dengan terjadinya
kesepakatan antara golongan tua yang diwakili Soekarno dan Hatta serta Mr. Achmad
Subardjo dengan golongan muda tentang kapan proklamasi akan dilaksanakan.

Menghadapi desakan tersebut, Soekarno dan Hatta tetap tidak berubah pendirian.
Sementara itu di Jakarta, Chairul dan kawan-kawan telah menyusun rencana untuk merebut
kekuasaan. Tetapi apa yang telah direncanakan tidak berhasil dijalankan karena tidak semua
anggota PETA mendukung rencana tersebut.

Proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia rencananya akan dibacakan Bung Karno


dan Bung Hatta pada hari Kamis,16 Agustus 1945 di Rengasdengklok, di rumah Djiaw Kie
Siong. Naskah teks proklamasi sudah ditulis di rumah itu.Bendera Merah Putih sudah
dikibarkan para pejuang Rengasdengklok pada Rabu tanggal 15 Agustus, karena mereka tahu
esok harinya Indonesia akan merdeka.

Karena tidak mendapat berita dari Jakarta, maka Jusuf Kunto dikirim untuk berunding
dengan pemuda-pemuda yang ada di Jakarta. Namun sesampainya di Jakarta, Kunto hanya
menemui Mr. Achmad Soebardjo, kemudian Kunto dan Achmad Soebardjo ke
Rangasdengklok untuk menjemput Soekarno, Hatta, Fatmawati dan Guntur. Achmad
Soebardjo mengundang Bung Karno dan Hatta berangkat ke Jakarta untuk membacakan
proklamasi di Jalan Pegangsaan Timur 56. Pada tanggal 16 tengah malam rombongan
tersebut sampai di Jakarta.

Keesokan harinya, tepatnya tanggal 17 Agustus 1945 pernyataan proklamasi


dikumandangkan dengan teks proklamasi Kemerdekaan Indonesia yang diketik oleh Sayuti
Melik menggunakan mesin ketik yang “dipinjam” (tepatnya sebetulnya diambil) dari kantor
Kepala Perwakilan Angkatan Laut Jerman, Mayor (Laut) Dr. Hermann Kandeler.[1]

D. Piagam Jakarta
Piagam Jakarta adalah hasil kompromi tentang dasar negara Indonesia yang
dirumuskan oleh Panitia Sembilan dan disetujui pada tanggal 22 Juni 1945 antara
pihak Islam dan kaum kebangsaan (nasionalis). Panitia Sembilan merupakan panitia kecil
yang dibentuk oleh BPUPKI.

Di dalam Piagam Jakarta terdapat lima butir yang kelak menjadi Pancasila dari lima butir,
sebagai berikut:
Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya
Kemanusiaan yang adil dan beradab
Persatuan Indonesia
Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

Pada saat penyusunan UUD pada Sidang Kedua BPUPKI, Piagam Jakarta dijadikan
Muqaddimah (preambule). Selanjutnya pada pengesahan UUD 45 18 Agustus 1945
oleh PPKI, istilah Muqaddimah diubah menjadi Pembukaan UUD setelah butir pertama
diganti menjadi Ketuhanan Yang Maha Esa. Perubahan butir pertama dilakukan oleh Drs.
M.Hatta atas usul A.A. Maramis setelah berkonsultasi dengan Teuku Muhammad
Hassan, Kasman Singodimedjo dan Ki Bagus Hadikusumo.

Naskah Piagam Jakarta ditulis dengan menggunakan ejaan Republik dan


ditandatangani oleh Ir. Soekarno, Mohammad Hatta, A.A. Maramis, Abikoesno
Tjokrosoejoso, Abdul Kahar Muzakir, H.A. Salim, Achmad Subardjo, Wahid Hasjim,
danMuhammad Yamin.

E. PROSES PENYUSUNAN SILA-SILA PANCASILA DAN UNDANG-UNDANG


DASAR 1945

A. Latar Belakang Terbentuknya Pemerintahan Indonesia


Ketika pecah Perang Dunia ke- 2 di Eropa dan menyebar ke Pasifik, Jepang
menduduki Hindia Belanda bulan Maret 1942, setelah tentara Belanda menyerah menyusul
kejatuhan Hing Kong, Manila, dan Singapura. Pada 1 April 1945 pasukan Amerika mendarat
di Okinawa. Kemudian pada tanggal 6 dan 9 Agustus 1945 Amerika menjatukan bom atom di
Hiroshima dan Nagasaki (Jepang). Beberapa hari kemudian, pada 14 Agustus 1945, Jepang
menyerah kepada Tentara Sekutu.

Kejadian tersebut membuka peluang bagi bangsa Indonesia untuk memproklamirkan


kemerdekaan. Tiga hari setelah Jepang menyerah tanpa syarat, pada tanggal 17 Agustus
1945, pemimpin nasional Indonesia Ir. Soekarno dan Drs. Muhammad Hatta
memproklamasikan kemerdekaan Indonesia atas nama bangsa Indonesia.
Proklamasi, yang diselenggarakan di Jalan Pegangsaan Timur No. 56 Jakarta, didengar
oleh ribuan bangsa Indonesia karena teks tersebut secara rahasia disiarkan oleh pegawai radio
memakai pemancar yang dikontrol Jepang.Dari peristiwa inilah mulai terbentuknya
Pemerintahan Indonesia yang dipimpin oleh Presiden Ir. Soekarno. Sedangkan Mohammad
Hatta sebagai Wakil Presiden. Pada tanggal 15 September 1945 kabinet pertama terbentuk.

B. Pengertian
Sebelum kita membahas Proses Penyusunan Sila-sila Pancasila dan Undang-undang
Dasar 1945, disini kami akan membahas pengertian dari Pancasila dan Undang-
undang Dasar 1945.
Pancasila adalah landasan filosofis dari Negara Indonesia. Pancasila terdiri dari dua
kata Sansekerta yang terdapat didalam kitab Sutasoma karangan Empu Tantular pada masa
kerajaan Majapahit, yaitu Panca artinya lima, dan Silaartinya dasar. Jadi, Pancasila itu
adalah lima prinsip dasar yang terkait dan tidak dapat terpisahkan satu sama lainnya, yaitu :
Ketuhanan Yang Maha Esa
Kemanusiaan yang adil dan beradab
Persatuan Indonesia
Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan
Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia.

Sedangkan Undang-Undang Dasar 1945 adalah sesuatu draf yang didahului oleh
Preambul, Undang-Undang Dasar 1945 terdiri dari 37 pasal, 4 peraturan peralihan dan
peraturan tambahan. Preambul terdiri dari empat paragraf dan mengandung kecaman
terhadap penjajahan di dunia, merujuk kepada perjuangan kemerdekaan Indonesia, deklarasi
kemerdekaan, dan pernyataan tujuan dasar dan prinsip-prinsip. Demikianlah pengertian
undang-undang menurut kami.

C. Sejarah Perkembangan UUD 1945


Sejarah Tatanegara Republik Indonesia telah mencatat bahwa sejak Negara Republik
Indonesia diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945 sampai dengan sekarang, sudah
tiga Undang-Undang Dasar pernah berlaku dan digunakan sebagai landasan konstitusional
Negara Republik Indonesia. Adapun tiga Undang-Undang Dasar itu ialah:

Undang-Undang Dasar 1945 yang memuat dalam berita Republik Indonesia tahun II
(1945) No. 7., halaman 45 sampai 48, berlaku mulai tanggal 18 Agustus 1945 sampai 17
Agustus 1950; kemudian berlaku kembali sejak 5 Juli 1959 sampai sekarang.

Konstitusi Republik Indonesia Serikat yang diundangkan dalam Lembaran Negara


Nomor 3 tahun 1950, berlaku mulai tanggal 27 Desember 1949 sampai 17 Agustus 1950.

Undang-Undang Dasar sementara yang diundangkan dalam Lembaran Negara Nomor


56 tahun 1950 sebagai Undang-Undang Nomor 7 tahun 1950, yang berlaku mulai 17 Agustus
1950 sampai 5 Juli 1959.
Jadi dalam sejarah konstitusi, Undang-Undang Dasar 1945 mempunyai
perkembangan yang istimewa jika dibandingkan dengan Undang-Undang Dasar lain yang
pernah berlaku di Indonesia. Keistimewaannya itu diantaranya:

Undang-Undang Dasar 1945 berlaku yang pertama kali setelah Negara Republik
Indonesia diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945, tepatnya berlaku sejak tanggal 18
Agustus 1945.

Pada saat berlakunya Konstitusi Republik Indonesia Serikat (27 Desember 1949
sampai 17 Agustus 1950) tidak berarti bahwa UUD 1945 tidak berlaku lagi. Ia tetap berlaku,
malahan Undang-Undang ini memakai dengan dua konstitusi, yaitu UUD 1945 dan
Konstitusi Republik Indonesia Serikat.
Berdasarkan hal tersebut di atas, maka dapat diadakan penahapan berlakunya
Undang-Undang Dasar 1945 sebagai berikut:
1. Tahap pertama   : 18 Agustus 1945-27 Desember 1949
2. Tahap kedua      : 27 Desember 1949-17 Agustus 1950
3. Tahap ketiga       : 5 Juli 1959-sekarang.

D. Proses Perumusan Dasar Negara Indonesia


Sejarah Pengesahan Pembukaan UUD 1945. Setelah kita amati secara teliti, historis
penyusunan UUD 1945 memiliki karakteristik yang berbeda dengan ketika disusunannya
UUD 1945. Rancangan pembukaan disusun dengan aktivitas historis yang sangat unik,
seperti Undang-undang Dasar menciptakan pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam
pembukaan dalam pasal-pasalnya.

Secara yuridis (hukum), pembukaan (preambule) berkedudukan lebih tinggi dari pada
UUD 1945 karena ia berstatus sebagai pokok kaidah fundamental (mendasar) daripada
Negara Indonesia, sifatnya abadi, tidak dapat diubah oleh siapapun walaupun oleh MPR
ataupun dengan jalan hukum, oleh karena itu bersifat imperatif.

Historis penyusunan dan pengesahan Pembukaan UUD 1945 secara kronologis dapat
digambarkan sebagai berikut :

Tanggal 7 September 1944 adalah janji politik Pemerintahan Balatentara Jepang


kepada Bangsa Indonesia, bahwa Kemerdekaan Indonesia akan diberikan besok pada
tanggal 24 Agustus 1945.

Latar belakang :
Balatentara Jepang menjelang akhir 1944, menderita kekalahan dan tekanan dari tentara
sekutu.

Tuntutan dan Desakan dari pemimpin Bangsa Indonesia.


Tanggal 29 April 1945 pembentukan BPUPKI oleh Gunswikau (Kepala
Pemerintahan Balatentara Jepang di Jawa). Badan ini bertugas untuk menyelidiki segala
sesuatu mengenai persiapan kemerdekaan Indonesia, dan beranggotakan 60 orang terdiri
dari para Pemuka Bangsa Indonesia yang diketuai oleh Dr. Rajiman Wedyodiningrat,
dengan wakil muda Raden Panji Soeroso dan itibangase Yosio.

Dasar Disusunnya Rancangan Pembukaan (Preambule) UUD 1945 Sebagai Hukum


Dasar.
Dasar-dasar pikiran disusunnya Rancangan Pembukaan UUD 1945 sebagai Hukum
Dasar dapat kita dapati dengan memeriksa kembali jalannya persidangan BPUPKI yang
secara kronologis nanti kita bahas pada bab berikutnya. Dipembahasan ini, kami akan
tampilkan secara sistematis cara kerja yang ditempuh oleh BPUPKI.

Adapun cara kerja yang ditempuh oleh BPUPKI dalam penyusunan Rancangan
Pembukaan UUD 1945 sebagai Hukum Dasar Negara ada 2 (dua) Pase, yaitu :

Pase Penyusunan (Perumusan) penyusunan konsep Rancangan Dasar Negara Indonesia


Merdeka yang kemudian disahkan sebagai Rancangan Dasar Negara Indonesia Merdeka.

Penyusunan Konsep Rancangan Preambule Hukum Dasar yang kemudian diserahkan


menjadi Rancangan Preambule Hukum Dasar.

Penyusunan hal-hal yang lain, seperti :


Rancangan pernyataan Indonesia Merdeka.
Rancangan Ekonomi dan Keuangan
Rancangan Bagian Pembelaan Tanah Air.
Bentuk Negara.
Wilayah Negara.

Pase Pengesahan
Pengesahan Rancangan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia, adalah sebagai
berikut :

Menetapkan Rancangan Preambule Hukum Dasar (yang terkenal dengan nama


Piagam Jakarta) dengan beberapa perubahan (amandemen) sebagai pembukaan Undang-
undang Dasar Negara Republik Indonesia.

Menetapkan Rancangan Hukum Dasar Negara Republik Indonesia setelah mendapat


beberapa perubahan sebagai Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia.
Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia.

Menetapkan berdirinya Komite Nasional.


Jadi, kesimpulan menurut kami; Idea disusunnya suatu konsep Rancangan Preambule
Hukum Dasar timbul dalam Rapat-rapat Gabungan tanggal : 22 Juni 1945. Didalam Rapat
Gabungan itu, selanjutnya akan terbentuk Panitia Delapan dan Panitia Sembilan.

E. Proses Perumusan dan Pengesahan Sila-sila Pancasila dan UUD 1945


1. Perumusan Sila-Sila Pancasila
Pada awal mula Perumusan (penyusunan) Sila-sila Pancasila adalah sidang pertama
BPUPKI pada tanggal 29 Mei s/d 1 Juni 1945 dengan Acara Sidang Mempersiapkan
Rancangan Dasar Negara Indonesia Merdeka.
Berpidato dan Mengajukan Konsep :
Tanggal 29 Mei 1945 : Prof. Mr. H. Moh. Yamin (berpidato), mengajukan saran/usul yang
disiapkan secara tertulis, yang berjudul “Azas dan Dasar Negara Kebangsaan Republik
Indonesia” . Lima Azas dan Dasar itu adalah sebagai berikut :
Peri Kebangsaan
Peri Kemanusiaan
Peri Ketuhanan
Peri Kerakyatan
Kesejahteraan Rakyat

Disamping itu juga beliau melampirkan “Konsep Rancangan Undang-Undang Dasar


Republik Indonesia”. Rumusan konsep Dasar Negara itu adalah :
Ketuhanan Yang Maha Esa
Kebangsaan Persatuan Indonesia
Rasa Kemanusiaan yang adil dan beradab
Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan
Keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia
Keputusan belum mendapat kesepakatan.

Sementara itu dari golongan islam dalam siding BPUPKI mengusulkan juga konsepsi Dasar
Negara Indonesia Merdeka ialah Islam.
Keputusan tidak mendapat kesepakatan.

Tanggal 31 Mei 1945 :


Prof. Dr. Mr. R. Soepomo di gedung Chuuco Sangi In berpidato dan menguraikan
tentang teori Negara secarayuridis, berdirinya Negara, bentuk Negara dan bentuk
pemerintahan serta hubungan antara Negara dan Agama.

Prof. Mr. Muh Yamin, menguraikan tentang daerah Negara Kebangsaan Indonesia
atas tinjauan yuridis, histories, politik, sosiologis, geografis dan konstitusional yang meliputi
seluruh Nusantara Raya.

Berpidato juga P. F. Dahlan, menguraikan masalah golongan Bangsa Indonesia,


peranakan Tionghoa, India, Arab dan Eropa yang telah turun temurun tinggal di Indonesia.
Berpidato juga Drs. Muh. Hatta, menguraikan tentang bentuk Negara Persatuan Negara
Serikat dan Negara Persekutuan, juga hubungan negara dan agama serta Negara Republik
ataukah Monarchi.

Tanggal 1 Juni 1945 :


Ir. Soekarno, berpidato dan mengusulkan tentang “Konsepsi Dasar Falsafah Negara
Indonesia Merdeka” yang diberi nama Pancasila dengan urutan sebagai berikut :
Kebangsaan Indonesia
Peri Kemanusiaan (Internasionalisme)
Mufakat Demokrasi
Ke-Tuhanan Yang Maha Esa
Keputusan belum mendapat kesepakatan

@ Berpidato juga :
Abikusno Cokrosoejoso
M. Soetarjo Kartohadikoesoemo
Ki. Bagus Hadikusumo
Liem Koen Hian.

Rumusan pada Piagam Jakarta 22 Juni 1945;


Ke-Tuhanan dengan kewajiban menjalankan syari’at islam bagi pemeluk-pemeluknya.
Kemanusiaan yang adil dan beradab.
Persatuan Indonesia.
Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan.
Keadilan sosial bagi seluruh Rakyat Indonesia.

Pembukaan UUD 1945 pada tanggal 18 Agustus 1945;


Ke-Tuhanan Yang Maha Esa
Kemanusiaan yang adil dan beradab
Persatuan Indonesia
Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan.
Keadilan sosial bagi seluruh Rakyat Indonesia.

Mukaddimah Konstitusi RIS dan UUD 1950;


Ke-Tuhanan Yang Maha Esa
Peri Kemanusiaan
Kebangsaan
Kerakyatan
Keadilan Sosial.

Rumusan Lain;
Ke-Tuhanan Yang Maha Esa
Peri Kemanusiaan
Kebangsaan
Kedaulatan Rakyat
Keadilan Sosial.

Setelah diadakan rapat dan diskusi, maka telah disepakati berdasarkan sejarah
perumusan dan pengesahannya, yang shah dan resmi menurut yuridis menjadi Dasar Negara
Indonesia adalah Pancasila seperti tercantum didalam Pembukaan UUD 1945. Yaitu 18
Agustus 1945 sampai 1 Juni 1945 merupakan proses menuju pengesahannya.

2. Perumusan dan Pengesahan Undang-Undang Dasar 1945


Pada perumusan/penyusunan Undang-Undang Dasar 1945 pada dasarnya diawali oleh
beberapa tahap penyusunan, yaitu :
Pembukaan/Mukaddimah
Didalam hasil rapat Gabungan 22 Juni 1945, maka sebagai keputusan yang keempat
ialah dibentuknya Panitia Kecil Penyelidik Usul-usul (Perumusan Dasar
Negara/Mukaddimah) yang terdiri dari 9 anggota (Panitia Sembilan). Adapun dalam rapat
tersebut, Mr. Muhammad Yamin menyampaikan Konsep Rancangan Undang-Undang Dasar
Republik Indonesia pada tanggal 29 Mei 1945, yang berjudul Azas dan Dasar Negara
Kebangsaan Republik Indonesia.

lima azas dan dasar itu adalah peri kebangsaan, peri kemanusiaan, peri ke-Tuhanan,
peri kerakyatan, keadilan sosial (kesejahteraan sosial). Mr. Muhammad Yamin juga
menyampaikan Konsep Rancangan Pembukaan UUD 1945 diawali dengan “Dengan nama
Allah Yang Maha Pengasih dan Penyayang”.
Pada tanggal 22 Juni 1945 Panitia Sembilan juga telah berhasil merumuskan konsep
Rancangan Preambule Hukum Dasar. Akan tetapi, pada alenia ke-empat para peserta sidang
belum ada yang setuju.

Adapun Rancangan Preambule Hukum Dasar itu bunyinya sebagai berikut :

Mukaddimah
Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu
penjajahan diatas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan peri-kemanusiaan dan
peri-keadilan.

Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampai kepada saat yang
berbahagia, dengan selamat sentausa menghantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu
gerbang Negara Indonesia yang merdeka, berdaulat, adil dan makmur.

Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa, dan dengan didorongkan oleh keinginan
luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia dengan ini
menyatakan kemerdekaannya.

Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu pemerintahan negara Indonesia yang
melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tanah daerah Indonesia dan untuk
memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan
ketertiban lingkungan kemakmuran bersama di Asia timur raya, akhirnya telah menyebabkan
perang kepada Amerika dan Inggris………..dan seterusnya!

Batang Tubuh UUD 1945


Pada tanggal 7 Agustus 1945 Jenderal Terauchi mengumumkan dan secara konkrit
membentuk Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Sidang Pleno PPKI dimulai
pada tanggal 18 Agustus 1945 jam 11.30, mempunyai acara untuk membahas Rancangan
Hukum Dasar (termasuk Rancangan Preambule Hukum Dasar) untuk ditetapkan Undang-
Undang Dasar atas kemerdekaan yang telah diproklamirkan pada tanggal 17 Agustus 1945.
Sebelum siding Pleno dimulai atas tanggung jawab ketua PPKI ditambah 6 orang
anggota baru untuk mewakili golongan-golongan yang belum terwakili dalam keanggotaan
PPKI yang lama (hasil tunjukan Pemerintah Jepang). Adapun keenam orang anggota baru itu
adalah :

RTA Wiranata Kusumah, wakil golongan islam dan golongan menak Jawa Barat.
Ki. Hajar Dewantara, wakil golongan Taman Siswa, dan golongan Nasional dan Jawa
Tengah.
Mr. Kasman Suryadimejo, wakil golongan Peta.
Mr. Akhmad Subarjo, wakil golongan pemuda.
Sayuti Malik, wakil golongan kiri.
Mr. Iwa Koesoema Sumantri, wakil golongan kiri.
Pada sidang ini Drs. Muhammad hatta menyampaikan hasil keputusan rapat BPUPKI tentang
perumusan UUD 1945, yang berbunyi sebagai berikut :
Mukaddimah
Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu
penjajahan diatas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan peri-kemanusiaan dan
peri-keadilan.

Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampai kepada saat yang
berbahagia, dengan selamat sentausa menghantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu
gerbang Negara Indonesia yang merdeka, berdaulat, adil dan makmur.

Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa, dan dengan didorongkan oleh keinginan
luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia dengan ini
menyatakan kemerdekaannya.

Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu pemerintahan Negara Indonesia yang
melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh Tumpah Darah Indonesia, dan untuk
memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan
ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka
disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Hukum Dasar Negara
Indonesia, yang berbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang
berkedaulatan rakyat, dengan berdasar pada : Ke-Tuhanan Yang Maha Esa, menurut dasar
kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia dan kerakyatan yang dipimpin oleh
hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu
keadilan sosial bagi seluruh Rakyat Indonesia.

Selanjutnya, acara dengar pendapat:


Ir. Soekarno memberikan usulan/saran untuk mengubah Mukaddimah menjadi
Pembukaan. Anggota Ki. Bagoes Hadikoesoemo memberikan usulan/saran untuk
menghapus dasar pada kemanusiaan yang adil dan beradab, menjadi kemanusiaan yang adil
dan beradab.

Ir. Soekarno, selanjutnya merevisi kata Hukum Dasar Negara Indonesia menjadi


Undang-Undang Dasar Republik Indonesia. Dan masih banyak lagi usulan/saran yang
disampaikan oleh anggota rapat PPKI. Akan tetapi, disini kami hanya menampilkan pendapat
mereka-mereka yang diterima saja.

Maka sempurnahlah isi dari Undang-Undang Dasar 1945 itu yang berbunyi sebagai berikut :
Pembukaan
Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu
penjajahan diatas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan peri-kemanusiaan dan
peri-keadilan. Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampai kepada saat
yang berbahagia, dengan selamat sentausa menghantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu
gerbang Negara Indonesia yang merdeka, berdaulat, adil dan makmur. Atas berkat rahmat
Allah Yang Maha Kuasa, dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur, supaya
berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia dengan ini menyatakan
kemerdekaannya.

Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu pemerintahan Negara Indonesia yang
melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh Tumpah Darah Indonesia, dan untuk
memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan
ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka
disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar
Republik Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang
berkedaulatan rakyat yang berdasarkan kepada : Ke-Tuhanan Yang Maha Esa,  Kemanusiaan
yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan
sosial bagi seluruh Rakyat Indonesia.

Demikianlah penjelasan dari kami, mengenai Proses Penyusunan Undang-Undang


Dasar 1945 yang seluruhnya dapat diikuti dari jalannya Persidangan Panitia Persiapan
Kemerdekaan Indonesia (PPKI) yang kemudian disahkan pada tanggal 18 Agustus 1945.

E. KESIMPULAN
Hakekat Pancasila adalah Dasar Negara. Oleh karena itu, harus diucapkan dengan
satu nafas “Pancasila Dasar Negara”. Rumusan Otentik Pancasila Dasar Negara adalah
rumusan dalam pembukaan UUD 1945 yang disahkan oleh PPKI pada tanggal 18 Agustus
1945. Badan-badan yang bersangkutan dengan perumusan Pancasila Dasar Negara adalah
BPUPKI dan PPKI.

Kronologi Pancasila Dasar Negara:


28 Mei 1945 : Peresmian BPUPKI dan persidangan pertama BPUPKI dimulai-pidato
Moh. Yamin.
31 Mei 1945 : Pidato Soepomo
1 Juni 1945 : Pidato Soekarno, persidangan pertama selesai.
22 Juni 1945 : Perumusan Piagam Jakarta.
10 s/d 16 Juli 1945 : Persidangan ke-2 BPUPKI tentang draf UUD 1945
18 Agustus 1945 : Pengesahan UUD 1945.

Tahap-tahap dalam Perumusan Pancasila Dasar Negara :


Individual :
Muh. Yamin                     (29 Mei 1945)
Supomo                            (31 Mei 1945)
Soekarno                           (1 Juni 1945), yaitu Pencetusan nama Pancasila.
Kolektif :
Panitia Sembilan               (22 Juni 1945)
Sidang II BPUPKI (10-16 Juli 1945)
Sidang PPKI                      (18 Agustus 1945)

Proses Perumusan Pancasila dan UUD 1945


Pada tanggal 17 september 1944, Perdana Menteri Jepang Koiso mengemukakan akan
memberi kemerdekaan kepada bangsa indonesia, maka tanggal 1 maret 1945 pemerintah
militer jepang mengumumkan dalam waktu dekat akan dibentuk badan yang bertugas
menyelidiki dan menyiapkan hal-hal yang berhubungan dengan kemerdekaan tersebut. pada
tanggal 29 april 1945 dibentuklah suatu badan yang diberi nama Badan Penyelidik Usaha-
Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) atau Dokuritsu Zunbi Choosakai dengan
ketua Dr.K.R.T. Radjiman Wediodiningrat, tanggal 28 mei 1945 BPUPKI dilantik oleh Saiko
Syikikan pemerintah militer jepang yang dihadiri Jenderal Itagaki, Panglima Tentara VII
bermarkas di Singapura, dan Letjen Nagaki, Panglima XVI di jawa dan diadakan pula
pengibaran bendera kebangsaan jepang hinomaru oleh Mr.a.g.pringgodigdo dan bendera sang
merah putih oleh Toyohiku Masuda.

Masa Persidangan Pertama BPUPKI (29 Mei–1 Juni 1945)


Setelah terbentuk BPUPKI segera mengadakan persidangan. Masa persidangan
pertama BPUPKI dimulai pada tanggal 29 Mei 1945 sampai dengan 1 Juni 1945. Pada masa
persidangan ini, BPUPKI membahas rumusan dasar negara untuk Indonesia merdeka. Pada
persidangan dikemukakan berbagai pendapat tentang dasar negara yang akan dipakai
Indonesia merdeka. Pendapat tersebut disampaikan oleh Mr. Mohammad Yamin, Mr.
Supomo, dan Ir. Sukarno.

Masa Persidangan Kedua (10–16 Juli 1945)


Masa persidangan pertama BPUPKI berakhir, tetapi rumusan dasar negara untuk
Indonesia merdeka belum terbentuk. Padahal, BPUPKI akan reses (istirahat) satu bulan
penuh. Untuk itu, BPUPKI membentuk panitia perumus dasar negara yang beranggotakan
sembilan orang sehingga disebut Panitia Sembilan. Tugas Panitia Sembilan adalah
menampung berbagai aspirasi tentang pembentukan dasar negara Indonesia merdeka.
Anggota Panitia Sembilan terdiri atas Ir. Sukarno (ketua), Abdulkahar Muzakir, Drs. Moh.
Hatta, K.H. Abdul Wachid Hasyim, Mr. Moh. Yamin, H. Agus Salim, Ahmad Subarjo,
Abikusno Cokrosuryo, dan A. A. Maramis. Panitia Sembilan bekerja cerdas sehingga pada
tanggal 22 Juni 1945 berhasil merumuskan dasar negara untuk Indonesia merdeka.
Rumusan itu oleh Mr. Moh. Yamin diberi nama Piagam Jakarta atau Jakarta Charter.

Pada tanggal 10 sampai dengan 16 Juli 1945, BPUPKI mengadakan sidang kedua.
Pada masa persidangan ini, BPUPKI membahas rancangan undang-undang dasar. Untuk itu,
dibentuk Panitia Perancang Undang-Undang Dasar yang diketuai Ir. Sukarno. Panitia tersebut
juga membentuk kelompok kecil yang beranggotakan tujuh orang yang khusus merumuskan
rancangan UUD. Kelompok kecil ini diketuai Mr. Supomo dengan anggota Wongsonegoro,
Ahmad Subarjo, Singgih, H. Agus Salim, dan Sukiman. Hasil kerjanya kemudian
disempurnakan kebahasaannya oleh Panitia Penghalus Bahasa yang terdiri atas Husein
Jayadiningrat, H. Agus Salim, dan Mr. Supomo. Ir. Sukarno melaporkan hasil kerja Panitia
Perancang Undang-Undang pada sidang BPUPKI tanggal 14 Juli 1945. Pada laporannya
disebutkan tiga hal pokok, yaitu pernyataan Indonesia merdeka, pembukaan undang-undang
dasar, dan undang-undang dasar (batang tubuh). Pada tanggal 15 dan 16 Juli 1945 diadakan
sidang untuk menyusun UUD berdasarkan hasil kerja Panitia Perancang Undang-Undang
Dasar. Pada tanggal 17 Juli 1945 dilaporkan hasil kerja penyusunan UUD. Laporan diterima
sidang pleno BPUPKI

PENGESAHAN PEMBUKAAN DAN BATANG TUBUH UNDANG-UNDANG DASAR


NEGARA REPUBLIK INDONESIA – 18 AGUSTUS 1945
Proklamasi kemerdekaan Bangsa Indonesia, pada tanggal 17 Agustus 1945, telah
mewujudkanNegara Republik Indonesia. Dan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia,
dalam sidang selanjutnya, pada tanggal 18 Agustus 1945, telah  menyempurnakan dan
mengesahkan rancangan Undang-Undang Dasar  Negara Indonesia, atau yang kemudian
dikenal sebagai Undang-Undang Dasar Negara Indonesia Tahun 1945, atau secara singkat
disebut sebagai : Undang-Undang Dasar 1945.

Beberapa penyempurnaan yang dilakukan dalam pengesahan Undang-Undang Dasar


Negaratersebut, yang sebelumnya merupakan Rancangan Pembukaan yang termuat di
dalam Piagam Jakarta, sebagai hasil kesepakatan yang telah diterima oleh
sidang  BPUPKI pada sidang ke dua-nya sebelum masa Proklamasi Kemerdekaan, yang isi
penyempurnaannya antara lain :
 Dalam Rancangan Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Indonesia pada Alinea ke-
4, yang memuat sebutan : “Allah“, kemudian dirubah menjadi “ Tuhan “, sesuai dengan
permintaan anggota utusan dari Bali, Mr. I Gusti Ktut Pudja ( Naskah k. 406 )
 Penggunaan “ Hukum Dasar ”, digantikan dengan “ Undang-Undang Dasar ”.
 Dan pada kalimat “….  berdasarkan kepada : ke-Tuhanan, dengan kewajiban menjalankan
syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya, menurut dasar kemanusiaan….”, dirubah
menjadi “.. berdasarkan : ke-Tuhan-an Yang Maha Esa, kemanusiaan ….. “   

Dan Undang-Undang Dasar Negara Indonesia tahun 1945 tersebut, setelah


penyempurnaan  tersebut kemudian disahkan dan diresmikan secara resmi pada sidang PPKI 
tanggal 18 Agustus 1945, setelah Negara Republik Indonesia terwujud  pada tanggal 17
Agustus 1945 dalam pernyataan Proklamasi Bangsa Indonesia.

Di dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Indonesia tahun 1945 tersebut, 


terkandung4 alinea-alinea yang berintikan pernyataan kebulatan tekad Bangsa
Indonesia dalam menentukanperjuangan dan nasib Bangsa Indonesia pada masa selanjutnya,
dan berperan serta dalam perdamaian dunia yang menentang bentuk-bentuk pejajahan
ataupun kolonialisme di muka bumi ini.
Dan pada Alinea yang ke – 4, dinyatakan pula rangkaian susunan Dasar Negara
Indonesia, yakni Pancasila, dengan susunan sebagai berikut :
1. Ketuhanan Yang Maha Esa
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab
3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat, kebijaksanaan dalam permusyawaratan /
perwakilan
5. Keadilan Sosial bagi seluruh Rakyat Indonesia

Dan susunan serta urutan Pancasila tersebutlah , yang sah dan benar yang kemudian
menjadiDasar Negara Republik Indonesia, yang mempunyai kedudukan konstitusional, serta
telah disepakati oleh Bangsa Indonesia dalam sidang Panitia Persiapan Kemerdekaan
Indonesia, sebagai Komite Nasional , yang merupakan perwakilan dari seluruh bangsa
Indonesia.

Dengan demikian, perjalanan sejarah perjuangan Bangsa Indonesia, tidak berhenti 


hingga masa tersebut. Demikian pula dalam menerapkan serta melandaskan Dasar Negara
Indonesia,Pancasila, dalam peri kehidupan Bangsa Indonesia pada masa selanjutnya.

B.  PROSES PERUMUSAN DAN PENGSAHAN PANCASILA, UUD 1945


1)  Sidang BPUPKI pertama
Sidang BPUPKI pertama dilaksanakan empat hari berturut-turut, yang tampil
berpidato untuk menyampaikan usulannya antara lain :

 Mohammad Yamin (29 Mei 1945)


Dalam pidatonya Muh. Yamin mengusulkan calon rumusan dasar Negara Indonesia
sebagai berikut : 1. Peri kebangsaan, 2. Peri kemanusiaan, 3. Peri ketuhanan, 4. Peri
kerakyatan (A. permusyawaratan, B. perwakilan, C. Kebijaksanaan) 5. Kesejahteraan rakyat
(keadilan sosial).

  Prof. Dr. Soepomo ( 31 Mei 1945)


Beliau mengemukaan teori-teori Negara sebagai berikut : 1. Teori Negara
perseorangan (individualis) yaitu paham yang menyatakan bahwa Negara adalah masyarakat
hukum yang disusun, atas kontrak antara seluruh individu(paham yang banyak terdapat di
eropa dan amerika) 2. Paham Negara kelas (class theory) teori yang diajarkan oleh Marx,
Engels dan lenn yang mengatakan bahwa Negara adalah alat dari suatu golongan (suatu
klasse) untuk menindas klasse lain 3. Paham Negara integralistik, yang diajarkan oleh
Spinoza, Adam Muler, Hegel. Menurut paham ini Negara buknla unuk mejamin perseorangan
atau golongan akan tetapi menjamin kepentingan masyrakat seluruhnya sebagi suatu
persatuan

 Ir. Soekarno (1 Juni 1945)


Usulan dasar Negara oleh Ir. Soekarno di sampaikan dalam bentuk lisan. Beliau
mengusulkan dasar Negara yang terdiri atas lima prinsip yang beliau beri nama pacasila atas
saran teman beliau. Dan rumusannya sebagai berikut : 1. Nasionalisme (kebangsan
Indonesia) 2. Internasionalisme (peri kemanusiaan) 3. Mufakat (demokrasi) 4. Kesejahteraan
sosial 5. Ketuhanan yang maha Esa (ketuhanan yang berkeudayaan). Kemudian menurut
beliau pancasila tersebut dapat diperas menjadi Trisila yang meliputi :
1. Sosio Nasionalisme.
2. Sosio Demokrasi.
3. Ketuhanan.

Lalu beliau juga mengusulkan jika terlalu panjang dapat diperas lagi menjadi eka sila
yang intinya adalah gotong-royong.

2) Piagam Jakarta (22 juni 1945)


Pada tanggal 22 juni 1945 sembilan tokoh yang terdiri dari : Ir. Soekarno, Wachid
Hasyim, Mr Muh. Yamin, Mr Maramis, Drs. Moh. Hatta, Mr. Soebardjo, Kyai Abdul Kahar
Moezakir, Abikoesno Tjokrosoejoso, dan Haji Agus Salim yang juga tokoh Dokuriti Zyunbi
Tioosakay mengadakan pertemuan untuk membahs pidto serta usul-usul mengenai dasar
Negara yang telah dikemukakan dalam sidang Badan Penyelidik. Sembilan tokoh tersebut
dikenal dengan “Panitia Sembilan” setelah mengadakan siding berhasil menyusun sebuah
naskah piagam yag dikenal denga “Piagam Jakarta”.

Adapun rumusan pancasila yang termuat dalam Piagam Jakarta antara lain :
 Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat islam bagi pemeluk-pemeluknya
  Kemanusiaan yang adil dan beradab
  Persatuan Indonesia
  Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan
perwakilan
  Keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia

3)  Sidang BPUPKI ke-2 (10-16 juli1945)


Ada tambahan 6 anggota pada siding BPUPKI kedua ini. Selain itu Ir Soekarno juga
melaporkan hasil pertemuan panitia Sembilan yang telah mencapai suatu hasil yang baik
yaitu suatu modus atau persetujuan antara golongan Islam dengan golongan kebangsaan.
Peretujuan tersebut tertuang dalam suatu rancangan Pembukaan hukum dasar, rancangan
preambul Hukum dasar yang dipermaklumkan oleh panitia kecil Badan Penyelidik dalam
rapat BPUPKI kedua tanggal 10 juli 1945. Panitia kecil badan penyelidik menyetujui sebulat-
bulatnya rancangan preambule yang disusun oleh panitia Sembilan tersebut.

Keputusan-kepuusan lain yaitu membentuk panitia perancangan Undang-Undang


Dasar yang diketuai oleh Ir. Soekarno, membentuk panitia ekonomi dan keuangan yang
diketuai oleh Drs. Moh. Hatta, dan juga membentuk panitia pembelaan tanah air diketuai oleh
Abikusno Tjokrosoejoso. Dan pada tanggal 14 Juli Badan Penyelidik bersidang lagi dan
Panitia Perancanga Undang-Undang dasar yang diusulkan terdiri atas 3 bagian, yaitu: 1.
Pernyataan Indonesia merdeka, yang berupa dakwaan di muka dunia atas penjajahan Belanda
2. Pembukaan yang didalamnya terkandung dasar Negara Pancasila dan 3. Pasal-pasal UUD
(Pringgodigdo, 1979: 169-170)

4)    Sidang PPKI pertama (18 Agustus 1945)


Sebelum sidang resmi dimulai dilakukan pertemuan untuk membahas beberapa
perubahan yang berkaitan dengan rancangan naskah pembukan UUD 1945 yang pada saat itu
disebut piagam Jakarta, terutama yang menyangkut sila pertama pancasila.
Dan sidang yang dihadiri 27 orang ini menghasilkan keputusan-keputusan sebagai berikut:
 Mengesahkan UUD 1945 yang meliputi : 1. Setelah melakukan beberapa perubahan pada
piagam Jakarta sehingga dihasilkan pembukaan Undang-undang Dasar 1945 2.
Menetapkan rancangan Hukum Dasar yang telah diterima dari Badan Penyelidik pada
tanggal 17 Juli 1945, setelah mengalami beberapa perubahan karena berkaitan dengan
perubahan piagam Jakarta, kemudian menjadi Undang-Undang Dasar 1945
 Memilih Presiden (Ir. Soekarno) dan wakil presiden (Drs. Moh. Hatta)
  Menetapkan berdirinya Komite Nasional Indonesia Pusat sebagai musyawarah darurat.

      PENGESAHAN PEMBUKAAN UUD, DASAR NEGARA, DAN UNDANG-UNDANG


DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESI 1945
      Pada awal bulan agustus 1945,  BPUPKI dibubarkan, sebagai penggantinya dibentuklah
PPKI pada tanggal 7 Agustus 1945. Adapun anggota dan pimpinan PPKI adalah :
1. Ir. Soekarno
2. Drs. Moh. Hatta
3. Dr. Ramijin Wediodinigrat
4. Mr. soepomo
5. Pangeran Purboyo
6. K.H. Wahid Hasjim
7. Dr. Mohamad Hamid

REFERENSI
1. http://poetra-buana.blogspot.com/2011/10/proses-perumusan-pancasila-dan-uud-
1945.html
2. http://jamarisonline.blogspot.com/2011/05/proses-perumusan-pancasila-
sebagai.html
3. http://santiaji-pancasila.blogspot.com/2012/06/15-pengesahan-pembukaan-dan-
batang.html
4. http://makalahgood.blogspot.com/2011/11/makalah-pancasila.html
5. http://pancasilasebagaidsarnegara.blogspot.com/2012/11/kronologis-perumusan-
dan-pengesahan.html
6. Pendidikan Pancasila Perspektif Sejarah Perjuangan Bangsa  Oleh Pandji Setijo
7. Pendidikan Pancasila Oleh Edisi Keempat
8. Pend Pancasila - Persp Sej PB (CB) Oleh Pandji Setijo

Proklamasi Kemerdekaan Indonesia


Ir. Soekarno membacakan teks Naskah "Proklamasi Kemerdekaan Republik
Indonesia" yang sudah diketik oleh Mohamad Ibnu Sayuti Melik dan telah ditandatangani
oleh Soekarno-Hatta.

Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia pada hari Jumat, tanggal 17


Agustus 1945 tahun Masehi, atau tanggal 17 Agustus 2605 menurut tahun Jepang dan tanggal
8 Ramadhan 1364 menurut Kalender Hijriyah. Yang dibacakan oleh Ir. Soekarno dengan
didampingi oleh Drs. Mohammad Hatta bertempat di Jalan Pegangsaan Timur 56 –Jakarta
Pusat.

Pada tanggal 6 Agustus 1945 sebuah bom atom dijatuhkan di atas kota Hiroshima
Jepang oleh Amerika Serikat yang mulai menurunkan moral semangat tentara Jepang di
seluruh dunia. Sehari kemudian Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan
Indonesia BPUPKI, atau "Dokuritsu Junbi Cosakai", berganti nama menjadi PPKI (Panitia
Persiapan Kemerdekaan Indonesia) atau disebut juga Dokuritsu Junbi Inkai dalam bahasa
Jepang, untuk lebih menegaskan keinginan dan tujuan mencapai kemerdekaan Indonesia.
Pada tanggal 9 Agustus 1945, bom atom kedua dijatuhkan di atas Nagasakisehingga
menyebabkan Jepang menyerah kepada Amerika Serikat dan sekutunya. Momen ini pun
dimanfaatkan oleh Indonesia untuk memproklamasikan kemerdekaannya.

Soekarno, Hatta selaku pimpinan PPKI dan Radjiman Wedyodiningrat sebagai


mantan ketua BPUPKI diterbangkan ke Dalat, 250 km di sebelah timur laut Saigon, Vietnam
untuk bertemu Marsekal Terauchi. Mereka dikabarkan bahwa pasukan Jepang sedang di
ambang kekalahan dan akan memberikan kemerdekaan kepada Indonesia. Sementara itu
di Indonesia, pada tanggal 10 Agustus 1945, Sutan Syahrir telah mendengar berita lewat
radio bahwa Jepang telah menyerah kepada Sekutu. Para pejuang bawah tanah bersiap-siap
memproklamasikan kemerdekaan RI, dan menolak bentuk kemerdekaan yang diberikan
sebagai hadiah Jepang.

Pada tanggal 12 Agustus 1945, Jepang melalui Marsekal Terauchi di Dalat, Vietnam,


mengatakan kepada Soekarno, Hatta dan Radjiman bahwa pemerintah Jepang akan segera
memberikan kemerdekaan kepada Indonesia dan proklamasi kemerdekaan dapat
dilaksanakan dalam beberapa hari, tergantung cara kerja PPKI. Meskipun demikian Jepang
menginginkan kemerdekaan Indonesia pada tanggal 24 Agustus.

Dua hari kemudian, saat Soekarno, Hatta dan Radjiman kembali ke tanah air dari
Dalat, Sutan Syahrir mendesak agar Soekarno segera memproklamasikan kemerdekaan
karena menganggap hasil pertemuan di Dalat sebagai tipu muslihat Jepang, karena Jepang
setiap saat sudah harus menyerah kepada Sekutu dan demi menghindari perpecahan dalam
kubu nasionalis, antara yang anti dan pro Jepang. Hatta menceritakan kepada Syahrir tentang
hasil pertemuan di Dalat. Soekarno belum yakin bahwa Jepang memang telah menyerah, dan
proklamasi kemerdekaan RI saat itu dapat menimbulkan pertumpahan darah yang besar, dan
dapat berakibat sangat fatal jika para pejuang Indonesia belum siap. Soekarno mengingatkan
Hatta bahwa Syahrir tidak berhak memproklamasikan kemerdekaan karena itu adalah
hak Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Sementara itu Syahrir menganggap
PPKI adalah badan buatan Jepang dan proklamasi kemerdekaan oleh PPKI hanya merupakan
'hadiah' dari Jepang (sic).

Pada tanggal 14 Agustus 1945 Jepang menyerah kepada Sekutu. Tentara


dan Angkatan Laut Jepang masih berkuasa di Indonesia karena Jepang telah berjanji akan
mengembalikan kekuasaan di Indonesia ke tangan Sekutu. Sutan Sjahrir, Wikana, Darwis,
dan Chaerul Saleh mendengar kabar ini melalui radio BBC. Setelah mendengar desas-desus
Jepang bakal bertekuk lutut, golongan muda mendesak golongan tua untuk segera
memproklamasikan kemerdekaan Indonesia.

Namun golongan tua tidak ingin terburu-buru. Mereka tidak menginginkan terjadinya
pertumpahan darah pada saat proklamasi. Konsultasi pun dilakukan dalam bentuk rapat
PPKI. Golongan muda tidak menyetujui rapat itu, mengingat PPKI adalah sebuah badan yang
dibentuk oleh Jepang. Mereka menginginkan kemerdekaan atas usaha bangsa kita sendiri,
bukan pemberian Jepang.

Soekarno dan Hatta mendatangi penguasa militer Jepang (Gunsei) untuk memperoleh
konfirmasi di kantornya di Koningsplein (Medan Merdeka). Tapi kantor tersebut kosong.
Soekarno dan Hatta bersama Soebardjo kemudian ke kantor Bukanfu, Laksamana Muda
Maeda, di Jalan Medan Merdeka Utara (Rumah Maeda di Jl Imam Bonjol 1). Maeda
menyambut kedatangan mereka dengan ucapan selamat atas keberhasilan mereka di Dalat.
Sambil menjawab ia belum menerima konfirmasi serta masih menunggu instruksi dari Tokyo.
Sepulang dari Maeda, Soekarno dan Hatta segera mempersiapkan pertemuan Panitia
Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada pukul 10 pagi 16 Agustus keesokan harinya
di kantor Jalan Pejambon No 2 guna membicarakan segala sesuatu yang berhubungan dengan
persiapan Proklamasi Kemerdekaan.

Sehari kemudian, gejolak tekanan yang menghendaki pengambilalihan kekuasaan


oleh Indonesia makin memuncak dilancarkan para pemuda dari beberapa golongan. Rapat
PPKI pada 16 Agustus pukul 10 pagi tidak dilaksanakan karena Soekarno dan Hatta tidak
muncul. Peserta rapat tidak tahu telah terjadi peristiwa Rengasdengklok.

Peristiwa Rengasdengklok
Para pemuda pejuang, termasuk Chaerul Saleh, Sukarni, dan Wikana terbakar gelora
kepahlawanannya setelah berdiskusi dengan Ibrahim gelar Datuk Tan Malaka tergabung
dalam gerakan bawah tanah kehilangan kesabaran. Pada dini hari tanggal 16 Agustus 1945,
mereka bersama Shodanco Singgih, salah seorang anggota PETA, dan pemuda lain, mereka
membawa Soekarno (bersama Fatmawati dan Guntur yang baru berusia 9 bulan) dan Hatta,
ke Rengasdengklok, yang kemudian terkenal sebagai peristiwa Rengasdengklok.

Tujuannya adalah agar Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta tidak terpengaruh oleh
Jepang. Di sini, mereka kembali meyakinkan Soekarno bahwa Jepang telah menyerah dan
para pejuang telah siap untuk melawan Jepang, apa pun risikonya. Di Jakarta, golongan
muda, Wikana, dan golongan tua, yaitu Mr. Ahmad Soebardjo melakukan perundingan. Mr.
Ahmad Soebardjo menyetujui untuk memproklamasikan kemerdekaan Indonesia di Jakarta.
maka diutuslah Yusuf Kunto untuk mengantar Ahmad Soebardjo ke Rengasdengklok.

Mereka menjemput Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta kembali ke Jakarta. Mr. Ahmad
Soebardjo berhasil meyakinkan para pemuda untuk tidak terburu - buru memproklamasikan
kemerdekaan. Setelah tiba di Jakarta, mereka pulang kerumah masing-masing. Mengingat
bahwa hotel Des Indes (sekarang kompleks pertokoan di Harmoni) tidak dapat digunakan
untuk pertemuan setelah pukul 10 malam, maka tawaran Laksamana Muda Maeda untuk
menggunakan rumahnya (sekarang gedung museum perumusan teks proklamasi) sebagai
tempat rapat PPKI diterima oleh para tokoh Indonesia.

Pertemuan Soekarno/Hatta dengan Jenderal Mayor Nishimura dan Laksamana Muda


Maeda
Malam harinya, Soekarno dan Hatta kembali ke Jakarta. Mayor Jenderal Moichiro
Yamamoto, Kepala Staf Tentara ke XVI (Angkatan Darat) yang menjadi Kepala
pemerintahan militer Jepang (Gunseikan) di Hindia Belanda tidak mau menerima Sukarno-
Hatta yang diantar oleh Tadashi Maeda dan memerintahkan agar Mayor Jenderal Otoshi
Nishimura, Kepala Departemen Urusan Umum pemerintahan militer Jepang, untuk menerima
kedatangan rombongan tersebut. Nishimura mengemukakan bahwa sejak siang hari
tanggal 16 Agustus 1945 telah diterima perintah dari Tokyo bahwa Jepang harus menjaga
status quo, tidak dapat memberi izin untuk mempersiapkan proklamasi Kemerdekaan
Indonesia sebagaimana telah dijanjikan oleh Marsekal Terauchi di Dalat, Vietnam.

Soekarno dan Hatta menyesali keputusan itu dan menyindir Nishimura apakah itu
sikap seorang perwira yang bersemangat Bushido, ingkar janji agar dikasihani oleh Sekutu.
Akhirnya Sukarno-Hatta meminta agar Nishimura jangan menghalangi kerja PPKI, mungkin
dengan cara pura-pura tidak tau. Melihat perdebatan yang panas itu Maeda dengan diam-
diam meninggalkan ruangan karena diperingatkan oleh Nishimura agar Maeda mematuhi
perintah Tokyo dan dia mengetahui sebagai perwira penghubung Angkatan Laut (Kaigun) di
daerah Angkatan Darat (Rikugun) dia tidak punya wewenang memutuskan.

Setelah dari rumah Nishimura, Sukarno-Hatta menuju rumah Laksamana Maeda (kini


Jalan Imam Bonjol No.1) diiringi oleh Myoshi guna melakukan rapat untuk menyiapkan
teks Proklamasi. Setelah menyapa Sukarno-Hatta yang ditinggalkan berdebat dengan
Nishimura, Maeda mengundurkan diri menuju kamar tidurnya. Penyusunan teks Proklamasi
dilakukan oleh Soekarno, M. Hatta, Achmad Soebardjo dan disaksikan oleh Soekarni, B.M.
Diah, Sudiro (Mbah) dan Sayuti Melik. Myoshi yang setengah mabuk duduk di kursi
belakang mendengarkan penyusunan teks tersebut tetapi kemudian ada kalimat dari Shigetada
Nishijima seolah-olah dia ikut mencampuri penyusunan teks proklamasi dan menyarankan
agar pemindahan kekuasaan itu hanya berarti kekuasaan administratif. Tentang hal ini Bung
Karno menegaskan bahwa pemindahan kekuasaan itu berarti "transfer of power".

Bung Hatta, Subardjo, B.M Diah, Sukarni, Sudiro dan Sajuti Malik tidak ada yang
membenarkan klaim Nishijima tetapi di beberapa kalangan klaim Nishijima masih
didengungkan. Setelah konsep selesai disepakati, Sajuti menyalin dan mengetik naskah
tersebut menggunakan mesin ketik yang diambil dari kantor perwakilan AL Jerman, milik
Mayor (Laut) Dr. Hermann Kandeler.[3] Pada awalnya pembacaan proklamasi akan dilakukan
di Lapangan Ikada, namun berhubung alasan keamanan dipindahkan ke kediaman
Soekarno, Jalan Pegangsaan Timur 56 (sekarang Jl. Proklamasi no. 1).

Detik-detik Pembacaan Naskah Proklamasi


Perundingan antara golongan muda dan golongan tua dalam penyusunan teks
Proklamasi Kemerdekaan Indonesia berlangsung pukul 02.00 - 04.00 dini hari. Teks
proklamasi ditulis di ruang makan di laksamana Tadashi Maeda Jln Imam Bonjol No 1. Para
penyusun teks proklamasi itu adalah Ir. Soekarno, Drs. Moh. Hatta, dan Mr. Ahmad
Soebarjo. Konsep teks proklamasi ditulis oleh Ir. Soekarno sendiri. Di ruang depan, hadir
B.M Diah, Sayuti Melik, Sukarni, dan Soediro. Sukarni mengusulkan agar yang
menandatangani teks proklamasi itu adalah Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta atas nama
bangsa Indonesia.

Teks Proklamasi Indonesia itu diketik oleh Sayuti Melik. Pagi harinya, 17 Agustus
1945, di kediaman Soekarno, Jalan Pegangsaan Timur 56 telah hadir antara
lain Soewirjo, Wilopo, Gafar Pringgodigdo, Tabrani dan Trimurti. Acara dimulai pada pukul
10:00 dengan pembacaan proklamasi oleh Soekarno dan disambung pidato singkat tanpa teks.
Kemudian bendera Merah Putih, yang telah dijahit oleh Ibu Fatmawati, dikibarkan, disusul
dengan sambutan oleh Soewirjo, wakil walikota Jakarta saat itu dan Moewardi,
pimpinan Barisan Pelopor.

Pada awalnya Trimurti diminta untuk menaikkan bendera namun ia menolak dengan


alasan pengerekan bendera sebaiknya dilakukan oleh seorang prajurit. Oleh sebab itu
ditunjuklah Latief Hendraningrat, seorang prajurit PETA, dibantu oleh Soehoed untuk tugas
tersebut. Seorang pemudi muncul dari belakang membawa nampan berisi bendera Merah
Putih (Sang Saka Merah Putih), yang dijahit oleh Fatmawati beberapa hari sebelumnya.
Setelah bendera berkibar, hadirin menyanyikan lagu Indonesia Raya. Sampai saat ini, bendera
pusaka tersebut masih disimpan di Museum Tugu Monumen Nasional.

Setelah upacara selesai berlangsung, kurang lebih 100 orang anggota Barisan


Pelopor yang dipimpin S.Brata datang terburu-buru karena mereka tidak mengetahui
perubahan tempat mendadak dari Ikada ke Pegangsaan. Mereka menuntut Soekarno
mengulang pembacaan Proklamasi, namun ditolak. Akhirnya Hatta memberikan amanat
singkat kepada mereka.

Pada tanggal 18 Agustus 1945, Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI)


mengambil keputusan, mengesahkan dan menetapkan Undang-Undang Dasar (UUD) sebagai
dasar negara Republik Indonesia, yang selanjutnya dikenal sebagai UUD 45. Dengan
demikian terbentuklah Pemerintahan Negara Kesatuan Indonesia yang berbentuk Republik
(NKRI) dengan kedaulatan di tangan rakyat yang dilakukan sepenuhnya oleh Majelis
Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang akan dibentuk kemudian. Setelah itu Soekarno dan
M.Hatta terpilih atas usul dari Oto Iskandardinata dan persetujuan dari PPKI sebagai presiden
dan wakil presiden Republik Indonesia yang pertama. Presiden dan wakil presiden akan
dibantu oleh sebuah Komite Nasional.

Isi Teks Proklamasi.

Teks Naskah "Proklamasi Klad" yang ditempatkan diMonumen Nasional (Monas).

Naskah Proklamasi Klad


Teks naskah Proklamasi Klad adalah asli merupakan tulisan tangan sendiri oleh Ir.
Soekarno sebagai pencatat, dan adalah merupakan hasil gubahan (karangan) oleh Drs.
Mohammad Hatta dan Mr. Raden Achmad Soebardjo Djojoadisoerjo, yang isinya adalah
sebagai berikut :

Proklamasi
Kami bangsa Indonesia dengan ini menjatakan kemerdekaan Indonesia.
Hal2 jang mengenai pemindahan kekoeasaan d.l.l., diselenggarakan
dengan tjara seksama dan dalam tempoh jang sesingkat-singkatnja.
Djakarta, 17 - 8 - '05
Wakil2 bangsa Indonesia.
Naskah baru setelah mengalami perubahan

Teks Naskah "Proklamasi Otentik" yang ditempatkan di Monumen


Nasional (Monas).
Teks naskah Proklamasi yang telah mengalami perubahan, yang dikenal dengan
sebutan naskah "Proklamasi Otentik", adalah merupakan hasil ketikan oleh Mohamad Ibnu
Sayuti Melik (seorang tokoh pemuda yang ikut andil dalam persiapan Proklamasi), yang
isinya adalah sebagai berikut :

PROKLAMASI
Kami bangsa Indonesia dengan ini menjatakan kemerdekaan Indonesia.
Hal-hal jang mengenai pemindahan kekoeasaan d.l.l., diselenggarakan
dengan tjara seksama dan dalam tempo jang sesingkat-singkatnja.
Djakarta, hari 17 boelan 8 tahoen 05
Atas nama bangsa Indonesia.
Soekarno/Hatta.

(Keterangan: Tahun pada kedua teks naskah Proklamasi di atas (baik pada teks naskah
Proklamasi Klad maupun pada teks naskahProklamasi Otentik) tertulis angka "tahun 05"
yang merupakan kependekan dari angka "tahun 2605", karena tahun penanggalan yang
dipergunakan pada zaman pemerintah pendudukan militer Jepang saat itu adalah sesuai
dengan tahun penanggalan yang berlaku di Jepang, yang kala itu adalah "tahun 2605".)
Perbedaan teks naskah Proklamasi Klad dan Otentik
Di dalam teks naskah Proklamasi Otentik sudah mengalami beberapa perubahan yaitu
sebagai berikut :
 Kata "Proklamasi" diubah menjadi "P R O K L A M A S I",
 Kata "Hal2" diubah menjadi "Hal-hal",
 Kata "tempoh" diubah menjadi "tempo",
 Kata "Djakarta, 17 - 8 - '05" diubah menjadi "Djakarta, hari 17 boelan 8 tahoen 05",
 Kata "Wakil2 bangsa Indonesia" diubah menjadi "Atas nama bangsa Indonesia",
 Isi naskah Proklamasi Klad adalah asli merupakan tulisan tangan sendiri oleh Ir.
Soekarno sebagai pencatat, dan adalah merupakan hasil gubahan (karangan) oleh Drs.
Mohammad Hatta danMr. Raden Achmad Soebardjo Djojoadisoerjo. Sedangkan isi
naskah Proklamasi Otentik adalah merupakan hasil ketikan oleh Mohamad Ibnu Sayuti
Melik (seorang tokoh pemuda yang ikut andil dalam persiapan Proklamasi),
 Pada naskah Proklamasi Klad memang tidak ditandatangani, sedangkan pada
naskah Proklamasi Otentik sudah ditandatangani oleh Ir. Soekarno dan Drs. Mohammad
Hatta.

Klip suara naskah yang dibacakan oleh Ir. Soekarno di studio RRI
Tempat Pembacaan teks naskah Proklamasi Otentik oleh Ir. Soekarno yang pertama
kalinya adalah di Jalan Pegangsaan Timur 56 – Jakarta Pusat, tepat pada tanggal 17 Agustus
1945 (hari di mana diperingati sebagai "Hari Kemerdekaan Republik Indonesia"), pukul
11.30 waktu Nippon (sebutan untuk negara Jepang pada saat itu). Waktu Nippon adalah
merupakan patokan zona waktu yang dipakai pada zaman pemerintah pendudukan militer
Jepang kala itu. Namun perlu diketahui pula bahwa pada saat teks naskah Proklamasi itu
dibacakan oleh Bung Karno, waktu itu tidak ada yang merekam suara ataupun video, yang
ada hanyalah dokumentasi foto-foto detik-detik Proklamasi.

Jadi suara asli dari Ir. Soekarno saat membacakan teks naskah Proklamasi yang sering
kita dengarkan saat ini adalah bukan merupakan suara yang direkam pada tanggal pada
tanggal 17 Agustus 1945 tetapi adalah suara asli beliau yang direkam pada tahun 1951 di
studio Radio Republik Indonesia (RRI), yang sekarang berlokasi di Jalan Medan Merdeka
Barat 4-5 – Jakarta Pusat. Dokumentasi berupa suara asli hasil rekaman atas pembacaan teks
naskah Proklamasi oleh Bung Karno ini dapat terwujudkan adalah berkat prakarsa dari salah
satu pendiri RRI, Jusuf Ronodipuro.

Berikut ini adalah klip hasil rekaman suara asli dari Presiden Soekarno saat
membacakan teks naskah Proklamasi di studio Radio Republik Indonesia (RRI), pada
tahun 1951:
Teks pidato proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia

Tugu Proklamasi di Jalan Proklamasi (dulu Jalan Pegangsaan Timur) tempat


dibacakannya Naskah "Proklamasi Otentik" pada tanggal 17 Agustus 1945.

Saudara-saudara sekalian!
Saya telah meminta Anda untuk hadir di sini untuk menyaksikan peristiwa dalam sejarah
kami yang paling penting. Selama beberapa dekade kita, Rakyat Indonesia, telah berjuang
untuk kebebasan negara kita-bahkan selama ratusan tahun!
Ada gelombang dalam tindakan kita untuk memenangkan kemerdekaan yang naik, dan ada
yang jatuh, namun semangat kami masih ditetapkan dalam arah cita-cita kami. Juga selama
zaman Jepang usaha kita untuk mencapai kemerdekaan nasional tidak pernah berhenti. Pada
zaman Jepang itu hanya muncul bahwa kita membungkuk pada mereka. Tetapi pada
dasarnya, kita masih terus membangun kekuatan kita sendiri, kita masih percaya pada
kekuatan kita sendiri.
Kini telah hadir saat ketika benar-benar kita mengambil nasib tindakan kita dan nasib negara
kita ke tangan kita sendiri. Hanya suatu bangsa cukup berani untuk mengambil nasib ke
dalam tangannya sendiri akan dapat berdiri dalam kekuatan. Oleh karena semalam kami telah
musyawarah dengan tokoh-tokoh Indonesia dari seluruh Indonesia. Bahwa pengumpulan
deliberatif dengan suara bulat berpendapat bahwa sekarang telah datang waktu untuk
mendeklarasikan kemerdekaan.
Saudara-saudara:
Bersama ini kami menyatakan solidaritas penentuan itu. Dengarkan Proklamasi kami :

PROKLAMASI
KAMI BANGSA INDONESIA DENGAN INI MENYATAKAN KEMERDEKAAN
INDONESIA.
HAL-HAL YANG MENGENAI PEMINDAHAN KEKUASAAN DAN LAIN-LAIN
DISELENGGARAKAN
DENGAN CARA SAKSAMA DAN DALAM TEMPO YANG SESINGKAT-
SINGKATNYA.
DJAKARTA, 17 AGUSTUS 1945
ATAS NAMA BANGSA INDONESIA.
SUKARNO-HATTA.

Anda mungkin juga menyukai