Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN:

KOMPETENSI FISIOTERAPI KARDIOVASKULAR

VARISES

OLEH:
YULIA FITRI RATNA SARI
NIM : 22.60.163

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI FISIOTERAPIS FAKULTAS


KEPERAWATAN FISIOTERAPI
INSTITUT KESEHATAN MEDISTRA LUBUK PAKAM

TAHUN 2022/2023
Kata pengantar

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan

rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan

tepat waktu. Adapun isi dari makalah ini membahas tentang kasus

“VARISES ‘beserta gejala,bagian-bagian,dan penatalaksanaan fisioterapinya. Tak

lupa pula ucapan terimakasih kami kepada dosen- dosen dan juga kepada orang-

orang yang berpartisipasi dan mendukung terselesaikannya makalah ini. Kami

menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna , oleh karena itu kritik

dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun ,selalu kami harapkan demi

kesempurnaan makalah ini.Semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi semua

pembaca,serta pembaca dapat menambah wawasan serta pengalaman , sehiungga

nantinya saya dapat memperbaiki bentuk ataupun isi makalah ini menjadi lebih

baik lagi.

Lubuk Pakam, Desember 2022

Penyusun
BAB I

PENDAHULUAN

A.       Latar Belakang

Varises merupakan vena yang melebar dan berkelak-kelok yang terjadi

ditempat darah berkumpul, biasanya di tungkai. Karena aliran darah vena

didorong oleh kontraksi otot rangka disekitarnya yang memeras darah untuk

kembali ke jantung, posisi berdiri yang lama tanpa kontraksi otot dapat

menyebabkan penimbunan darah di tungkai. Vena varikosa juga dapat terjadi jika

katup yang secara normal mencegah arus balik darah menjadi terlalu lemah

sehingga darah lebih banyak yang kembali. Apabila katup tersebut lemah, darah

akan tetap mengisi penuh vena-vena di bawahnya.

Inkompetensi atau kelemahan katup dapat merupakan predisposisi herediter,

atau terjadi akibat trauma pada katup. Obesitas dapat menjadi resiko pembentukan

vena varikosa karena berkaitan dengan gaya hidup yang tidak bergerak (sedentari)

dan peningkatan volume darah yang menekan katup. Demikian juga dengan

wanita hamil yang beresiko lebih besar mengalami vena varikosa karena

peningkatan volume darah dan berat badan (Corwin  2009)

B.       Rumusan Masalah

1.      Apa yang dimaksud varises vena?


2.      Apa saja klasifikasi varises vena?

3.      Apa penyebab varises vena?

4.      Bagaimana patofisiologi varises vena?

5.      Apa saja tanda dan gejala varises vena?

6.      Apa saja komplikasi varises vena?

7.      Bagaimana pemeriksaan penunjangnya?

8.      Bagaimana penatalaksanaanya?

9.      Bagaimana asuhan keperawatan dari varises vena?

C.       Tujuan Penulisan

1.      Untuk mengetahui pengertian varises vena

2.      Untuk mengetahui klasifikasi varises vena

3.      Untuk mengetahui penyebab varises vena

4.      Untuk mengetahui patofisiologi dari varises vena

5.      Untuk mengetahui tand adan gejala dari varises vena

6.      Untuk mengetahui komplikasi varises vena

7.      Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang dari varises vena

8.      Untuk mengetahui penatalaksanaan varises vena

9.      Untuk mengetahui asuhan keperawatan dari varises vena


BAB II

PEMBAHASAN

A.       Pengertian Varises

Varises merupakan vena yang melebar dan berkelak-kelok yang terjadi

ditempat darah berkumpul, biasanya di tungkai. Karena aliran darah vena

didorong oleh kontraksi otot rangka disekitarnya yang memeras darah untuk

kembali ke jantung, posisi berdiri yang lama tanpa kontraksi otot dapat

menyebabkan penimbunan darah di tungkai. Vena varikosa juga dapat terjadi jika

katup yang secara normal mencegah arus balik darah menjadi terlalu lemah

sehingga darah lebih banyak yang kembali. Apabila katup tersebut lemah, darah

akan tetap mengisi penuh vena-vena di bawahnya.

Inkompetensi atau kelemahan katup dapat merupakan predisposisi herediter,

atau terjadi akibat trauma pada katup. Obesitas dapat menjadi resiko pembentukan

vena varikosa karena berkaitan dengan gaya hidup yang tidak bergerak (sedentari)

dan peningkatan volume darah yang menekan katup. Demikian juga dengan

wanita hamil yang beresiko lebih besar mengalami vena varikosa karena

peningkatan volume darah dan berat badan (Corwin 2009).

Vena yang berdilatasi dan berbelit secara abnormal terjadi dibeberapa tempat

pada tungkai, rectum (hemoroid), esophagus (varises pada hipertensi portal), atau

funikulus spermatikus (varikokel). Vena varikosa ini berkaitan dengan


peningkatan tekanan dalam pembuluh darah yang terkena obstruksi pada drainase

vena yang adekuat , atau peningkatan aliran darah dalam pembuluh darah yang

terkena (Chandrasoma dan  Clive 2005).

B.       Klasifikasi

Varises dibedakan menjadi varises primer, dan sekunder. Penyebab  varises

primer tampaknya adalah kelemahan struktural dari dinding pembuluh darah yang

diturunkan. Dilatasi dapat disertai gangguan katup vena karena daun katup tidak

mampu menutup dan menahan aliran refluks. Varises primer cenderung terjadi

pada vena-vena permukaan karena kurangnya dukungan dari luar atau kurangnya

resistensi jaringan subkutan.

Varises sekunder disebabkan oleh gangguan patologi system vena dalam yang

timbul congenital atau didapat, menyebabkan dilatasi vena-vena permukaan

penghubung atau kolateral  (Price dan  Lorraine 1994).

C.       Etiologi

Varises dibedakan menjadi primer dan sekunder. Namun, penyebab varises

vena yang pasti belum diketahui. Penyebab varises primer adalah kelemahan

struktural pada dinding pembuluh darah yang diturunkan. Dilatasi dapat disertai

gangguan katup vena karena daun katup tidak dapat menahan aliran refluks.

Varises primer cenderung terjadi pada vena-vena permukaan karena kurangnya

dukungan dari luar atau kurangnya resistensi jaringan subkutan (Muttaqin 2009).

Pada tungkai, vena varikosa mengenai system vena safena superfisia dan

disebabkan oleh (1) obstruksi vena profunda pada tungkai, vena varikosa

superficial mencerminkan drainase vena kolateral; atau (2) inkompetensi katup

dalam vena safena dan vena perforasi normalnya mencegah aliran darah dari vena
profunda ke vena superfisial. Mekanisme kedua berkaitan dengan tipe potensi

katup yang bertanggungjawab pada sebagian besar kasus vena varikosa. Penyebab

inkopetensikatup tidak diketahui, tetapi mungkin merupakan fenomena

degenerative (Chandrasoma  2005).

D.      Patofisiologi

Varises sekunder disebabkan oleh gangguan patologi sistem vena dalam, yamg

timbul congenital atau didapat sejak lahir. Hal ini menyebabkan dilatasi vena-vena

permukaan, penghubung atau kolateral. Misalnya, kerusakan katup vena pada

sistem vena dalam akan mengganggu aliran darah menuju jantung, resultan statis,

dan penimbunan darah menyebabkan hipertensi vena dalam. Jika katup vena

penghubung atau penyambung tidak berfungsi dengan baik, maka peningkatan

tekanan sirkuit vena dalam akan menyebabkan aliran balik darah kedalam vena

penghubung.

Darah vena akan dialirkan ke vena permukaan dari vena dalam. Hal ini

merupakan factor predisposisi timbulnya varises sekunder pada vena-vena

permukaan. Pada keadaan ini, vena permukaan berfungsi sebagai pembuluh

polateral untuk system vena dalam, memirau darah dari daerah yang

mati (Muttaqin  2009).

E.       Manifestasi Klinis

Vena varikosa dapat terlihat pada tungkai sebagai dilatasi vena berliku-liku

yang jelas terlihat, penyebarannya bergantung pada katup mana yang inkompeten.
Vena varikosa ini berkaitan dengan obesitas dan kehamilan, serta mungkin

terdapat predisposisi familia (Chandrasoma 2005).

Manifestasi Klinis yang paling umum dari varises vena adalah gangguan

kosmetik. Varises primer sering menimbulkan nyeri tumpul yang ringan pada

tungkai, terutama menjelang malam. Rasa tidak nyaman secara khas akan

berkurang dengan mengangkat kaki dan memakai stocking penunjang. Rasa tidak

nyaman karena varises sekunder cenderung lebih berat. Diagnosis varises vena

mudah dilakukan dan didasarkan pada observasi dan palpasi vena yang

berdilatasi.

Komplikasi tidak lazim terjadi. Tromboflebitis permukaan atau perdarahan

dengan ekimosis dapat terjadi. Varises sekunder dapat menyebabkan terjadinya

edema, dermatitis stasis, atau ulserasi  (Price 1994).

F.        Komplikasi

Menurut Corwin pada tahun 2009 komplikasi varises vena  ada 2 yaitu :

1.         Dapat terbentuk bekuan darah, karena resiko pembentukan bekuan meningkat

apabila terjadi pengumpulan darah atau aliran darah melambat.

2.         Dapat terjadi insufisiensi vena kronis apabila darah yang terkumpul di sitem

vascular cukup banyak yang secara bermakna menurunkan curah jantung. Edema

di kaki dan pergelangan kaki akan terjadi.

G.      Pemeriksaan Penunjang

Menurut Muttaqin pada tahun 2009 pemeriksaan penunjang varises vena

dibagi menjadi 2 yaitu :

1.         Uji Brodie-Trendelenburg
Merupakan uji yang paling sering dilakukan pada varises. Uji ini

memperlihatkan aliran balik darah melalui katup inkompeten vena superficial dan

cabang-cabang yang berhubungan dengan vena dalam tungkai.

Klien diminta untuk berbaring, tungkai yang terkena ditinggikan untuk

mengosongkan vena. Selanjutnya pasang torniket karet lunak di sekeliling tungkai

atas untuk menyumbat vena dan klien diminta berdiri. Apabila katup vena

komunikans inkompeten, maka darah akan mengalir dari vena dalam ke vena

superfisial. Apabila pada saat torniket dilepas darah mengalir dengan cepat dari

atas ke vena superficial, artinya bahwa katup vena superfisial juga inkompeten.

Uji ini digunakan untuk menentukan jenis penanganan yang direkomendasikan

untuk varises.

2.         Uji Perthes

Adalah suatu prosedur diagostik yang dengan mudah menunjukkan apakah

system vena dalam dan vena komunikans semuanya kompeten. Sebuah torniket

dipasang tepat dibawah lutut, kemudian klien diminta untuk berjalan-jalan.

Apabila varises menghilang, artinya system vena dalam dan pembuluh

komunikans kompeten. Apabila pembuluh darah tidak mampu mengosongkan

diri, namun justru mengalami distensi saat berjalan, artinya terjadi inkompetensi

atau obstruksi.

Uji diagnostic tambahan untuk mengetahui adanya varises adalah Doppler

Flow meter, venografi, dan pletismografi. Doppler Flow meter dapat mendeteksi

adanya aliran balik di vena superficial dengan inkompetensi katup setelah

penekanan tungkai. Venografi meliputi penyuntikan media kontras radiografi ke

dalam vena tungkai sehingga anatomi vena dapat ditampilkan melalui penelitian
sinar-x pada berbagai gerakan tungkai. Pletismografi mengukur perubahan  dalam

volume darah vena.

H.      Penatalaksanaan Medik

Menurut Muttaqin, 2009 :

1.         Pengobatan

Metode-metodde pemeriksaan fisik yang dijelaskan didepan, seperti

penyongkong untuk mubgurangi stasis vena harus diberikan pada penderita

varises. Pada varises kecil yang asimtomatik dapat dipertimbangkan suntikan

dengan obat sklerotik. Akan teapi, skleroterapi saat ini hanya memiliki peranan

kecil.

2.         Operasi

Dapat diindikasikan untuk memperbaiki penampilan tunkai bawah,

menghilangkan rasa tidak nyaman , atau menghindari tromboflebitis permukaan

rekuren. Pada operasi biasanya dilakutan ligasi dan pemotongan vena safena

makna dan parva. Vena yang terserang tidak menunjukan gejala, melainkan hanya

terganggu oleh penampakan oleh kosmetik yang buruk akibat vena yang melebar.

Gejala yang mungkin terjadi adalah: tegang, kram otot, kelelahan otot tungkai

bawah. Edema tumit dan rasa berat tungkai kram sering terjadi dimalam hari.

3.         Analgetik

Berguna dalam memberikan rasa nyaman bagi klaien untuk menggerakkan

ekxtremitas yang terkena dengan lebih nyaman. Balutan diinfeksi akan adanya

pendarahan, khususnya diselakangan dimana resiko pendarahannya paling tinngi.

Perasaan adanya. Paku dan jarum atau hipersensitif terhadap rabaan pada

ekstremitas yang baru diopeerasi menujukkan adanya cidera saraf sementara atau
permanen akibat pembedahan. Vena safena dan saraf berjalan berdampingan

disepanjang tungkai. Klaien memerlukan stoking dalam jangka panjang setah

pemulangan. Harus dibuat rencana untuk menyediakan stoking dan perban elastic

secukupnya, serta latihan tungkai.

4.         Skleroterapi

Pada skleroterapi disuntikkan bahan kimia iritatif seperti 0,5% natrium

tetradecyl sulfat (sorfadecol) kedalam vena yang akan mengiritasi endotel vena

serta menyebabkan flebitis dan fibrosis local. Akibatnya terjadi opliterasi lumen

vena. Penanganan ini dapat berdiri sendiri untuk varises kecil atau dilakukan

setelah legasi atau vena meluruh. Skleroterapi lebih bersifat paliatif daripada

kuratif. Setekah penyuntikan bahan skelorsing, kemudian segera dipasang balu

elastic pada tungkai. Balutan ini dipertahankan selama 5 hari. Setelah itu, diganti

dengan stoking elastic 5 minggu kemudian. Berjalan-jalan sangat penting

memelihara aliran darah tungkai. Apabila klien merasakan rasa terbakar pada

tungkai yang disuntik dalam 1 atau 2 hari, maka untuk menghilangkannya cukup

diberi analgetik ringan atau klien diminta untuk berjalan-jalan. Balutan pertama

harus dibuka oleh petugas kesehatan. Pada saat ini klien sulut sekali mandi, klien

dapat mengenakan kantung plastik pada tungkai yang dioperasi dan dikencangkan

tepat diatas balutan, sehingga klien bisa mandi tanpa membahasi balutan.

Skleroterapi mulai kehilangan popularitasnya karena adanya kemungkinan

komplikasi trombosisi, nerosis pada tempat penyuntikan, vasopasme, hemolisis,

dan reaksi alergi akibat larutan pekat, namun, tersedia larutan skelerosing

berkadang rendah yang memungkinkan dilakukan skleroterapi dengan atau tanpa


pembedahan oleh karena itu, skleroterapi kembali memperoleh sebagian

popularitasny

BAB III

DIAGNOSIS DAN PENGOBATAN

A.  Cara Pemeriksaan Yang Dilakukan Pada Penderita Varises Vena

Anamnesis

Secara garis besar, anamnesis yang penting ditanyakan antara  lain:

a.    Keluhan penderita

Terdiri atas keluhan rasa berat, rasa lelah, rasa nyeri, rasa panas / sensasi

terbakar pada tungkai, kejang otot betis, bengkak serta keluhan kosmetik.

Keluhan biasanya berkurang dengan elevasi tungkai, untuk berjalan atau

pemakaian bebat elastik dan makin bertambah setelah berdiri lama, selama

kehamilan, menstruasi, atau pengobatan hormonal.

b.    Gejala dan perkembangan lesi adalah faktor penting yang perlu dipertimbangkan

untuk mengetahui keparahan penyakit dan perencanaan pengelolaan.

c.    Faktor predisposisi.

d.   Riwayat penyakit sistemik, pengobatan, dan tindakan medis/pembedahan

sebelumnya.
Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik sistem vena banyak mengalami kesulitan karena

sebagian besar sistem vena profunda tidak dapat dilakukan pemeriksaan langsung

seperti inspeksi, palpasi, auskultasi dan perkusi. Pada sebagian besar area tubuh,

pemeriksaan pada sistem vena superfisial harus mencerminkan keadaan sistem

vena profunda secara tidak langsung.

Pemeriksaan vena dapat dilakukan secara bertahap melalui inspeksi,

palpasi, perkusi, dan pemeriksaan menggunakan Doppler. Hasil pemeriksaan

tersebut nantinya dibuatkan peta mengenai gambaran keadaan vena yang di

terjemahkan ke dalam bentuk gambar.

a.    Inspeksi

Inspeksi tungkai dilakukan dari distal ke proksimal dari depan ke

belakang. Region perineum, pubis, dan dinding abdomen juga dilakukan inspeksi.

Pada inspeksi juga dapat dilihat adanya ulserasi, telangiektasi, sianosis akral,

eksema, brow spot, dermatitis, angiomata, varises vena prominent, jaringan parut

karena luka operasi, atau riwayat injeksi sklerotan sebelumnya. Setiap lesi yang

terlihat seharusnya dilakukan pengukuran dan didokumentasikan berupa

pencitraan. Vena normalnya terlihat distensi hanya pada kaki dan pergelangan

kaki. Pelebaran vena superfisial  yang terlihat pada region lainnya pada tungkai

biasanya merupakan suatu kelainan.

Pada seseorang yang mempunyai kulit yang tipis vena akan terlihat lebih

jelas. Stasis aliran darah vena yang bersifat kronis terutama jika berlokasi pada

sisi medial pergelangan kaki dan tungkai menunjukkan gejala seperti perubahan

struktur kulit. Ulkus dapat terjadi dan sulit untuk sembuh, bila ulkus berlokasi
pada sisi media tungkai maka hal ini disebabkan oleh adanya insufusiensi vena.

Insufisiensi arteri dan trauma akan menunjukkan gejala berupa ulkus yang

berloksi pada sisi lateral.

b.    Palpasi

Palpasi merupakan bagian penting pada pemeriksaan vena. Seluruh

permukaan kulit dilakukan palpasi dengan jari tangan untuk mengetahui adanya

dilatasi vena walaupun tidak terlihat ke permukaan kulit. Palpasi membantu untuk

menemukan keadaan vena yang normal dan abnormal. Setelah dilakukan perabaan

pada kulit, dapat diidentifikasi adanya kelainan vena superfisial. Penekanan yang

lebih dalam dapat dilakukan untuk mengetahui keadaan vena profunda.

Palpasi diawali dari sisi permukaan anteromedial untuk menilai keadaan

SVM kemudian dilanjutkan pada sisi lateral diraba apakah ada varises dari vena

nonsafena yang merupakan cabang kolateral dari VSM, selanjutnya dilakukan

palpasi pada permukaan posterior untuk meinail keadaan VSP. Selain

pemeriksaan vena, dilakukan juga palpasi denyut arteri distal dan proksimal untuk

mengetahui adanya insufisiensi arteri dengan menghitung indeks ankle-brachial.

Nyeri pada saat palpasi kemungkinan adanya suatu penebalan, pengerasan,

thrombosis vena. Empat puluh persen DVT didapatkan pada palpasi vena

superfisialis yang mengalami thrombosis.

c.    Perkusi

Perkusi dilakukan untuk mengetahui kedaan katup vena superficial.

Caranya dengan mengetok vena bagian distal dan dirasakan adanya gelombang

yang menjalar sepanjang vena di bagian proksimal. Katup yang terbuka atau

inkopeten pada pemeriksaan perkusi akan dirasakan adanya gelombang tersebut.


d.   Auskultasi menggunakan Doppler

Pemeriksaan menggunakan Doppler digunakan untuk mengetahui arah

aliran darah vena yang mengalmi varises, baik itu aliran retrograde, antegrade,

atau aliran dari mana atau ke mana. Probe dari dopple ini diletakkan pada vena

kemudian dilakukan penekanan pada vena disisi lainnya. Penekanan akan

menyebabkan adanya aliran sesuai dengan arah dari katup vena yang kemudian

menyebabkan adanya perubahan suara yang ditangkap oleh probe Doppler.

Pelepasan dari penekanan vena tadi akan menyebabkan aliran berlawanan arah

akut. Normalnya bila katup berfungsi normal tidak akan ada aliran berlawanan

arah katup saat penekanan dilepaskan, akhirnya tidak aka nada suara yang

terdengar dari Doppler.

e.    Manuver Perthes

Manuver Perthes adalah sebuah teknik untuk membedakan antara aliran

darah retrograde dengan aliran darah antegrade. Aliran antergrade dalam system

vena yang mengalami varises menunjukkan suatu jalur bypass karena adanya

obstruk si vena profunda. Hal ini penting karena apabila aliran darah pada vena

profunda tidak lancar, aliran bypass ini penting untuk menjaga volume aliran

darah balik vena ke jantung sehingga tidak memerlukan terapi pembedahan

maupun skeroterapi.

Untuk melakukan manuver ini pertama dipasang sebuah Penrose

tourniquet atau diikat di bagian proksimal tungkai yang mengalami varises.

Pemasangan tourniquet ini bertujuan untuk menekan vena superficial saja.

Selanjutnya pasien disuruh untuk berjalan atau berdiri sambil menggerakkan

pergelangan kaki agar sistem pompa otot menjadi aktif. Pada keadaan normal
aktifitas pompa otot ini akan menyebabkan darah dalam vena yang mengalami

varises menjadi berkurang, namun adanya obstruksi pada vena profunda akan

mengakibatkan vena superficial menjadi lebih lebar dan distesi.

Perthes positif apabila varises menjadi lebih lebar dan kemudian pasien

diposisikan dengan tungkai diangkat (test Linton) dengan tourniquet terpasang.

Obstruksi pada vena profunda ditemukan apabila setelah tungkai diangkat, vena

yang melebar tidak dapat kembali ke ukuran semula.

f.     Tes Trendelenburg

Tes Trendelenburg sering dapat membedakan antara pasien dengan refluks

vena superficial dengan pasien dengan inkopetensi katup vena profunda. Tes ini

dilakukan dengan cara mengangkat tungkai dimana sebelumnya dilakukan

pengikatan pada paha sampai vena yang mengalami varises kolaps. Kemudian

pasien disuruh untuk berdiri dengan ikatan tetap tidak dilepaskan. Interpretasinya

adalah apabila varises yang tadinya telah kolaps tetap kolaps atau melebar secara

perlahan-lahan berarti adanya suatu inkopenten pada vena superfisal, namun

apabila vena tersebut terisi atau melebar dengan cepat adannya inkopensi pada

katup vena yang lebih tinggi atau adanya kelainan katup lainnya.

Pemeriksaan Penunjang

a.    Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium saat ini tidak bermanfaat dalam menegakkan

diagnosis atau terapi varises vena.

b.    Pemeriksaan Imagine

Tujuan dilakukannya pemeriksaan ini adalah untuk mengidentifikasi dan

memetakan seluruh area yang mengalami obstruksi dan refluks dalam system


vena superficial dan system vena profunda. Pemeriksaan yang dapat dialkukan

yaitu venografi dengan kontras, MRI, dan USG color-flow dupleks. USG dupleks

merupakan pemeriksaan imaging standar yang digunakan untuk diagnosis

sindrom insufisiensi vasirses dan untuk perencanaan terapi serta pemetaan

preoperasi. Color-flow USG (USG tripleks) digunakan untuk mengetahui keadaan

aliran darah dalam vena menggunakan pewarnaan yang berbeda.

Pemeriksaan yang paling sensitive dan spesifik yaitu menggunakan

Magnetic Resonance venography (MRV) digunakan untuk pemeriksaan kelainan

pada sistem vena profunda dan vena superficial pada tungkai bawah dan pelvis.

MRV juga dapat mengetahui adanya kelainan nonvaskuler yang menyebabkan

nyeri dan edema pada tungkai. Venografi dengan kontras merupakan teknik

pemeriksaan invasive. Saat ini venografi sudah mulai ditinggalkan dan digantikan

dengan pemeriksaan USG dupleks sebagai pemeriksaan rutin penyakit vena.

Sekitar 15 % pasien yang dilakukan pemeriksaan venografi ditemukan adanya

DVT dan pembentukan trombosisi baru setelah pemberian kontras.

B.  Pengobatan Varises Vena

Karena varises vena tidak dapat disembuhkan, pengobatan terutama

ditujukan untuk mengurangi gejala, memperbaiki penampilan dan mencegah

komplikasi. Mengangkat kaki bisa mengurangi gejala tetapi tidak dapat mencegah

varises vena. Varises vena yang timbul selama kehamilan biasanya akan membaik

dalam waktu 2-3 minggu setelah melahirkan. Pengobatan yang dapat dilakukan

adalah:

a.    Penggunakaan stoking elastis


Stoking elastis bekerja dengan cara menekan vena dan mencegah

peregangan dan perlukaan pada vena. Penderita yang tidak ingin menjalani

pembedahan atau terapi suntikan atau penderita yang memiliki masalah medis

sehingga tidak boleh menjalani pembedahan maupun terapi suntikan, bisa

menggunakan stoking elastis ini. 

b.    Pembedahan

Pembedahan ditujukan jika sudah terjadi penonjolan vena ditungkai dan

sering bersamaan dengan terjadinya bekuan darah pada vena luar yang dikenal

sebagai tromboflebitis dan bahkan kadang kadang terjadi perdarahan.

Pembedahan bertujuan membuang vena yang sudah rusak dan menghentikan

refluks aliran vena yang akan memperberat kondisi penderita. Pembedahan yang

dilakukan oleh dokter spesialis bedah vaskular dengan menggunakan peralatan

khusus sehingga luka operasi biasanya tetap tersamar.

c.    Injeksi

Terapi injeksi skleroterapi ditujukan untuk pelebaran vena yang masih

kecil, ini bertujuan untuk membuat vena kolaps. Pada terapi suntikan, vena

ditutup, sehingga tidak ada darah yang dapat melewatinya. Suatu larutan

disuntikkan untuk mengiritasi vena dan menyebabkan terbentuknya gumpalan

(trombus). 

Pada dasarnya prosedur ini menyebabkan flebitis permukaan yang tidak

berbahaya. Penyembuhan trombus menyebabkan terbentuknya jaringan parut

yang akan menyumbat vena. Tetapi trombus mungkin saja terlarut dan varises

vena kembali terbuka. Jika diameter dari vena yang disuntik ini bisa berkurang

melalui penekanan oleh teknik pembebatan khusus, maka ukuran trombus bisa
diperkecil sehingga lebih mungkin terbentuk jaringan parut, seperti yang

diharapkan.

Keuntungan lain dari pembebatan adalah bahwa penekanan yang tepat bisa

menghilangkan nyeri, yang biasanya menyertai flebitis permukaan. Terapi

suntikan biasanya dilakukan hanya jika varises kembali timbul setelah

pembedahan atau jika penderita menginginkan tungkainya tampak cantik.

d.   Laser

Pengobatan yang akhir akhir ini sedang berkembang di Indonesia dan

memberikan hasil bagus adalah dengan menggunakan metode laser. Ada dua

macam laser yaitu endovenous laser dan skin laser. Pada tindakan endovenous

laser, luka operasi sangat kecil, melalui luka kecil dimasukkan kateter dengan

serat fiber optik halus . Fiber kemudian ditarik perlahan dan dinding vena dan

darah yang terkena energi laser akan mengakibatkan lumen vena menutup

sehingga refluks akan terhenti dan varises akan menutup. Angka kesembuhan

dengan prosedur ini tinggi dan secara kosmetik hasilnya bagus.


BAB IV

PENUTUP

A.  Kesimpulan

Varises merupakan pelebaran pembuluh bali yang berkelok-kelok pada

ekstremitas bawah dan ditandai oleh katup di dalamnya yang tidak berfungsi.

Vena varikosa diklasifikasikan; primer dan sekunder.

Penyebab pasti varises vena belum diketahui. Faktor resiko terjadinya

varises antara lain: Faktor-faktor yang meningkatkan tekanan hidrostatik dan

volume darah pada tungkai misalnya kehamilan dan berdiri lama. Berat badan

yang berlebihan. Peradangan. Keturunan (kelemahan dinding pembuluh darah

yang diturunkan). Umur tua. Pekerjaan tertentu yang kurang gerakan.

Tanda dan gejala yang dialami pasien; Keluhan dari segi

kosmetika. Tegang, kram otot, sampai kelelahan otot tungkai bawah. Edema tumit

dan rasa berat tungkai dapat pula terjadi, sering terjadi kram di malam

hari. Terjadi peningkatankepekaan terhadap cedera dan infeksi. Apabila terjadi


obstruksi vena dalam pada varises, pasien akan menunjukkan tanda dan gejala

insufisiensi vena kronis; edema, nyeri, pigmentasi, dan ulserasi.

Pemeriksaan yang dilakukan berupa; anamnesis. Pemeriksaan fisik, berupa

inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi menggunakan doppler, manuver perthes, dan

tes trendelenburg.

Pengobatan yang dapat dilakukan; penggunaan stoking elastis,

pembedahan, injeksi, laser, dan radio frequency ablasi.

B.  Saran

1. Penulis lebih banyak melihat referensi lain agar dapat memperoleh

informasi yang lain mengenai pemeriksaan varises vena tungkai bawah.

2. Pembaca tidak hanya terpaku resume ini, tetapi juga melihat referensi lain

agar informasi yang didapat lebih beragam.

3. Diharapkan pembaca dapat mengaplikasikan dalam kegiatan sehari-hari.


DAFTAR PUSTAKA

     http://patrianefdarwis.blogspot.com/2014/09/penyakit-varises-vena-tungkai-

bukan.html

      http://eprints.undip.ac.id/37428/1/

CARINA_ADRIANA_G2A008040_LAP_KTI.pdf

      http://kampus-kedokteran.blogspot.com/2011/10/varises.html

      http://gallerykesehatan.blogspot.com/2013/04/asuhan-keperawatan-pada-pasien-

dg_12.html

      http://bilongtuyu.blogspot.com/2014/01/diagnosis-pada-penderita-varises-

vena.html

Anda mungkin juga menyukai