Anda di halaman 1dari 4

1

IMANUEL, ALLAH MENYERTAI KITA (23)


Matius 1:18-25

"Sesungguhnya, anak dara itu akan mengandung dan melahirkan seorang anak laki-laki,
dan mereka akan menamakan Dia Imanuel" -- yang berarti: Allah menyertai kita (23).

Saudara-saudara yang dikasihi Tuhan kita Yesus Krtistus.


Imanuel, Allah menyertai kita, adalah satu nama yang sangat populer dan disenangi
oleh banyak orang Kristen. Tidak sedikit para orangtua memberi nama Imanuel pada anaknya
oleh karena memiliki arti atau makna yang sangat baik dan menghibur. Bahkan ada juga gereja,
sekolah, toko dan lain-lain, yang memakai nama ini sebagai simbol identitas dan harapannya.
Orangtua yang memberi nama pada anaknya dengan nama Imanuel biasanya dilatarbelakangi
oleh suatu pengalaman tertentu. Misalnya, oleh karena orangtua tersebut telah mengalami
pertolongan TUHAN ketika terjadi suatu krisis dalam kehidupan mereka. Entah itu pertolongan
TUHAN ketika menghadapi krisis ekonomi atau mungkin oleh karena sembuh dari sakit yang
telah lama mendera seorang anggota keluarga. Namun selain itu, tidak jarang pula nama itu
diberikan sebagai suatu doa atau harapan agar TUHAN kiranya selalu menyertai dan memberi
keberhasilan dalam setiap usaha dan dalam menjalani hidup.
Akan tetapi, meskipun seseorang memakai nama Imanuel, tidak jarang orang tersebut,
bahkan orangtua yang memberikannya, tidak mengimani ataupun lupa tentang arti nama yang
mengandung simbol dan sarat dengan makna itu. Mereka terbawa arus dunia ini, dan larut
dengan segala persoalan yang dihadapinya, dan digentarkan oleh banyak hal. Bahkan ada
kalanya kegentaran dan kekuatiran lebih mendominasi dirinya ketimbang pengharapannya. Di
zaman nabi Yesaya, Tuhan pernah berbicara kepada seorang raja yang bernama Ahas. Ketika
itu, Ahas, raja Yehuda, berada di bawah tekanan oleh karena ancaman yang datang dari bangsa
Aram dan Efraim (Israel Utara). Kedua kerajaan ini berencana untuk menyerang Yehuda dan
menakut-nakutinya dengan tujuan agar Ahas mau berkoalisi dengan mereka melawan Asyur.
Ancaman ini membuat Ahas gentar dan takut. Ia sadar bahwa sekalipun berkoalisi dengan
kedua kerajaan itu, mereka tidak akan sanggup melawan dominasi Asyur. Oleh karena itu, agar
terhindar dari kekalahan dan kerugian yang lebih besar, akhirnya Ahas lebih memilih bersandar
pada Raja Asyur dan meminta bantuannya untuk menghadapi ancaman Kerajaan Aram dan
Efraim tersebut. Pada waktu itu, Asyur adalah suatu kerajaan yang sangat besar dan kuat, dan
banyak bangsa telah ditaklukannya.
Dalam situasi yang demikian, TUHAN memanggil nabi Yesaya untuk menyampaikan
Firman-Nya kepada Raja Ahas. Allah ingin agar Ahas tidak perlu takut terhadap ancaman
kedua raja tersebut di atas. Bersandar pada TUHAN pasti terjamin aman dan selamat.
2

Kemudian Tuhan berfirman kepada Ahas melalui nabi Yesaya dengan maksud untuk memberi
penghiburan dan janji pertolongan yang pasti demikian: “Teguhkanlah hatimu dan tinggallah
tenang, janganlah takut dan janganlah hatimu kecut, karena kedua puntung kayu api yang
berasap ini, yaitu kepanasan amarah Rezin dengan Aram dan anak Remalya. Oleh karena Aram
dan Efraim dengan anak Remalya telah merancang yang jahat atasmu.” (Yesaya 7:4-5). Tuhan
juga berjanji bahwa ancaman kedua raja itu tidak akan terjadi. Bahkan Ia menegaskan bahwa
kerajaan mereka akan lenyap dan tidak akan menjadi bangsa lagi. (Yesaya 7:7-8). Lebih lanjut
lagi, Tuhan menawarkan agar Ahas meminta suatu pertanda dari Tuhan dengan maksud untuk
meyakinkan dia, bahwa apa yang Tuhan katakan sungguh dapat dipercaya (Yesaya 7:9-11).
Akan tetapi, Raja Ahas menolak tawaran tersebut dengan alasan bahwa ia tidak mau mencobai
Tuhan. Suatu alasan yang tampaknya sangat rohani tetapi sesungguhnya tidak demikian.
Alasan itu hanya sesuatu yang dibuat-buat (Yesaya 7:12).
Namun, meskipun demikian, Allah tidak berhenti untuk meyakinkan Raja Ahas tentang
penyertaan-Nya. Bahkan, dengan hati yang gemas dan nada putus asa, nabi Yesaya sendiri
akhirnya berkata kepada Raja Ahas: "Baiklah dengarkan, hai keluarga Daud! Belum cukupkah
kamu melelahkan orang, sehingga kamu melelahkan Allahku juga?” (Yesaya 7:13). Di sini
tampak nabi Yesaya menyinggung keluarga Daud. Itu berarti sang nabi sedang menyorot Raja
Ahas sebagai pewaris dinasti Daud. Kepada Daud, Allah pernah berjanji bahwa keturunannya
tidak akan pernah terputus untuk memerintah atas umat Tuhan. Itu adalah janji Tuhan yang
tidak pernah diingkari-Nya. Akan tetapi, kendati dengan janji yang sedemikian besar, Raja
Ahas justru menolaknya. Kegentaran dan ketakutan telah menguasai dirinya. Namun, unik dan
menarik, bahwa meskipun Ahas menolak janji Tuhan, ternyata Tuhan tidak pernah ingkar akan
perjanjian-Nya. Bahkan Tuhan sendiri mengambil inisiatif dan memberi janji kepada Raja
Ahas untuk memberikan suatu pertanda, meskipun Ahas sendiri menolaknya untuk meminta.
Sang nabi mengatakan: “Sesungguhnya, seorang perempuan muda mengandung dan akan
melahirkan seorang anak laki-laki, dan ia akan menamakan Dia Imanuel.
Tuhan menjanjikan kelahiran seorang anak laki-laki yang akan diberi nama Imanuel. Ia
juga mengatakan bahwa sebelum anak itu tahu menolak yang jahat dan memilih yang baik,
maka negeri yang kedua rajanya ditakuti oleh Ahas akan ditinggalkan kosong (Yesaya 7:16).
Kedua raja itu ialah Rezin, Raja Aram, dan anak Remalia, Raja Efraim (Israel Utara). Kerajaan
mereka pada akhirnya akan lenyap, ditaklukkan oleh bangsa Asyur. Ini kelak menjadi bukti
konkrit bahwa TUHAN itu dapat diandalkan dan janji-Nya sungguh terpercaya, seperti yang
dijanjikan-Nya dahulu kepada nenek moyang bangsa Israel, umat-Nya. Akan tetapi, kendati
demikian, umat Tuhan seringkali gagal bersandar pada janji Tuhan. Sama seperti Raja Ahas
3

yang lebih dikuasai oleh ketakutannya kendati telah menerima jaminan janji Tuhan melalui
nabi-Nya.
Pada Minggu Advent IV ini, kita juga sedang menantikan kegenapan janji Tuhan itu.
Apa yang Tuhan janjikan kepada Raja Ahas, bukan hanya digenapi untuk umat-Nya di masa
lampau. Janji itu juga telah menjadi cikal-bakal janji TUHAN yang mencakup seluruh umat
manusia yang ada di dunia ini. Dalam bacaan Injil kita diceritakan bahwa malaikat Tuhan
datang kepada Yusuf dalam mimpi. Malaikat itu berkata kepadanya: "Yusuf, anak Daud,
janganlah engkau takut mengambil Maria sebagai isterimu, sebab anak yang di dalam
kandungannya adalah dari Roh Kudus” (Matius 1:20). Waktu itu Yusuf sedang
mempertimbangkan untuk menceraikan Maria secara diam-diam. Sebab tiba-tiba saja dia
mengetahui bahwa Maria telah mengandung, sementara mereka berdua belum pernah hidup
sebagai suami istri. Oleh karena Yusuf tidak mau mencemarkan nama Maria di muka umum,
ia pun berniat menceraikannya dengan meninggalkannya secara diam-diam. Bisa jadi Maria
telah berusaha menjelaskan kepada Yusuf bahwa bayi yang di dalam kandungannya
sesungguhnya berasal dari Allah. Namun, bagaimanapun, Yusuf, sebagai laki-laki yang normal
dan rasional, tidak dapat menerima alasan Maria. Itu berarti terjadi ketegangan antara Yusuf
dan Maria sehingga muncullah niat untuk meninggalkannya.
Dalam situasi yang demikian, Tuhan pun bertindak. Ia mengutus malaikat-Nya
menampakkan diri pada Yusuf melalui mimpi, seperti yang disebutkan di atas. Malaikat itu
mengatakan kepada Yusuf, bahwa anak itu harus dinamai Yesus. Sebab Dialah yang akan
menyelamatkan umat-Nya dari dosa mereka. Dia juga akan disebut Imanuel, artinya Allah
menyertai kita (Matius 1:21-23). Setelah terbangun dari tidurnya, Yusuf pun berbuat seperti
yang diperintahkan malaikat Tuhan itu kepadanya. Dengan kata lain, Yusuf mempercayai
Firman Allah seperti yang disampaikan oleh malaikat Tuhan itu. Dia percaya bahwa anak yang
akan lahir itu sungguh berasal dari Roh Kudus. Bukan sebagai akibat dari ketidaksetiaan Maria
dengan laki-laki lain. Dia juga percaya bahwa Yesus itu, sesuai dengan nama-Nya, adalah
Juruselamat umat manusia. Dia percaya bahwa anak itu juga adalah Imanuel, yakni Allah yang
menjadi manusia, turun dari sorga, menjadi sama seperti kita. Dengan demikian Allah pun
bersama kita atau beserta kita.
Yusuf adalah keturunan Daud. Malaikat Tuhan sendiri menyapa dia dengan sapaan
anak Daud (Matius 1:20). Hal ini menunjukkan adanya hubungan dengan dinasti Daud dan
juga dengan janji Tuhan kepada Daud. Di masa lampau, dinasti Daud, yang diwakili oleh raja
Ahas, tidak mengandalkan Tuhan. Mereka tidak dengan sepenuhnya mempercayai janji-janji
Allah, kendati Allah sendiri tetap berpegang pada janji-Nya, dan dengan setia melaksanakan
4

penyelamatan-Nya. Akan tetapi, di zaman kemudian, ada seorang dari keturunan Daud, yakni
Yusuf, meski pada awalnya mengalami keraguan untuk meneruskan hubungannya dengan
Maria oleh karena kehamilannya yang dianggap bermasalah, namun ketika Tuhan datang dan
berfirman kepadanya serta berjanji kepadanya, ia dengan sepenuhnya mempercayai apa yang
Tuhan katakan. Dia percaya pada segala sesuatu yang Tuhan katakan padanya melalui
malaikat-Nya. Demikianlah juga hingga kini dan selamanya, bahwa janji Tuhan itu adalah “Ya
dan Amin”. Bahwa Yesus adalah Anak Allah yang menyelamatkan kita dari dosa, dan bahwa
Dia adalah Imanuel, di mana Allah tetap menyertai kita. Dia hadir menyertai kita, melalui
Firman dan sakramen-Nya, yang kita dengar, yang kita lihat dan yang kita terima. Itu diberikan-
Nya pada kita terus-menerus di dalam dan melalui gereja-Nya. Firman yang diberitakan dan
sakramen yang dilayankan, itulah yang menyelamatkan kita, dan yang memberi keampunan
atas segala dosa kita, sehingga kita menjadi hidup. Sebab di mana ada pengampunan, di situ
ada kehidupan.

Dalam nama Bapa dan Anak ( ) dan Roh Kudus, Amen.

(Cikarang, Minggu Advent IV, 18/12/2022: Pdt. Eben Ezer Aruan)

Anda mungkin juga menyukai