Anda di halaman 1dari 2

Evangelium Markus 9:38-50

“Hendaklah kamu selalu mempunyai garam dalam dirimu dan selalu hidup berdamai yang
seorang dengan yang lain.” (9:50b)
Minggu yang lalu kita telah mendengar bahwa menjadi orang yang terbesar adalah
dengan menjadi pelayan. Menjadi pelayan berarti mendahulukan orang lain. Selain itu, Tuhan
Yesus juga mengatakan bahwa barang siapa menyambut seorang anak kecil dalam namaNya,
itu berarti menyambut diri-Nya dan juga menyambut Bapa yang mengutus-Nya. Di minggu
ini, yakni minggu ke-18 setelah Trinitatis, kita masih belajar melalui percakapan Tuhan Yesus
dengan keduabelas murid-Nya. Sementara Tuhan Yesus mengajar mereka, tiba-tiba saja
Yohanes berkata kepada-Nya, "Guru, kami lihat seorang yang bukan pengikut kita mengusir
setan demi nama-Mu, lalu kami cegah orang itu, karena ia bukan pengikut kita" (Markus 9:38).
Entah mengapa tiba-tiba Yohanes berkata demikian. Seakan-akan dengan begitu saja ia
mengabaikan apa yang Yesus katakan. Yesus mengajarkan tentang hal melayani, dan juga
tentang hal menyambut Yesus dan Bapa, yang dikaitkan dengan hal menyambut seorang anak
kecil dalam nama-Nya.
Akan tetapi, Yesus tetap memberi respon yang baik kepada Yohanes. Ia mengatakan
agar jangan mencegah orang itu. Alasannya bahwa, tidak seorang pun yang telah
mengadakan mujizat demi nama-Nya, dapat seketika itu juga mengumpat-Nya (9: 39). Itu
berarti bahwa, ada juga orang lain yang melayani dalam nama Yesus walaupun orang itu tidak
termasuk dalam bilangan kelompok murid-murid Yesus seperti yang dikatakan oleh Yohanes.
Yesus menegaskan bahwa tidak ada orang yang seketika itu mengumpat nama Yesus setelah
ia mengadakan mujizat demi nama-Nya. Selanjutnya Yesus menambahkan: “Barangsiapa
tidak melawan kita, ia ada di pihak kita” (9:40). Pernyataan terakhir ini, secara tersirat
menyatakan, bahwa orang-orang yang tidak melawan Yesus, mereka berada di pihak Yesus.
Selanjutnya Tuhan Yesus mengatakan kepada murid-murid itu, bahwa orang yang
berbuat baik dengan memberi secangkir air kepada mereka oleh karena mereka pengikut
Kristus, orang itu tidak kehilangan upahnya. Artinya, perbuatan baik yang sangat kecil pun,
hal itu merupakan perbuatan yang memberi kemuliaan pada Kristus (9: 37). Itu berarti, bahwa
tidak selalu harus dengan perbuatan besar yang memberi kemuliaan bagi Kristus.
Kemudian Tuhan Yesus memperingatkan tentang bahaya penyesatan. Yesus
mengatakan, “Barangsiapa menyesatkan salah satu dari anak-anak kecil yang percaya ini,
lebih baik baginya jika sebuah batu kilangan diikatkan pada lehernya, lalu ia dibuang ke dalam
laut” (9:42). Kata ‘menyesatkan’ yang digunakan dalam teks Yunani adalah “skandalise”
(σκανδαλίση) (Mk. 9:42), artinya ‘menyebabkan tersandung’. Kata Yunani untuk ‘anak-anak
kecil’ adalah mikron (μικρῶν) (Mk. 9:42). Mikron artinya ‘anak-anak yang terkecil’. Berdasarkan
arti kedua kata ini, maka ayat 42a ini dapat diterjemahkan demikian: “Barangsiapa membuat
tersandung salah satu dari anak-anak terkecil yang percaya ini, lebih baik baginya jika sebuah
batu kilangan diikatkan pada lehernya lalu dibuang ke laut.” Dan Yesus menegaskan lagi
bahwa jika tangan, kaki, atau mata murid-murid itu membuat orang lain tersandung maka
sebaiknya dipenggal atau dicungkil agar tidak dibuang ke dalam neraka, tetapi masuk ke
dalam kejaraan Allah (9:43-47). Tentu timbul pertanyaan, apa artinya menyesatkan atau
membuat tersandung anak-anak kecil di sini? Benarkah anak kecil yang dimaksudkan-Nya,
atau mungkinkah murid-murid itu menyesatkan anak-anak kecil yang percaya? Apakah Yesus
sedang berbicara tentang anak kecil dalam arti harafiah? Jika kita melihat dari bacaan minggu
lalu, Yesus hanya mengambil seorang anak kecil dan menempatkannya di tengah keduabelas
murid itu. Tetapi di sini kita membaca bahwa Yesus berbicara tentang anak-anak yang terkecil,
artinya lebih dari 1 orang. Akan tetapi seperti yang kita dengar di minggu lalu, bahwa anak
kecil yang dipeluk Yesus itu adalah sebagai rujukan kepada keduabelas murid yang bersikap
kekanak-kanakan. Di mana mereka mempertengkarkan siapa di antara mereka yang terbesar.
Sementara Yesus masih berbicara atau mengajar mereka, tiba-tiba saja Yohanes menyela
dengan mengatakan kepada Yesus bahwa mereka telah mencegah seseorang yang mengusir
setan demi nama-Nya oleh karena orang itu tidak termasuk dalam kelompok murid-murid
Yesus. Bisa jadi, oleh karena sikap dan tindakan Yohanes dan teman-temannya, orang itu
menjadi tersandung.
Akan tetapi, meskipun orang yang mengusir setan demi nama Yesus itu tidak termasuk
bagian dari lingkaran Yesus, Yesus mengatakan bahwa tidak ada orang yang setelah
mengadakan mujizat demi nama-Nya dapat seketika itu juga mengumpat Dia. Hal ini
menunjukkan bahwa orang itu adalah seorang yang percaya. Oleh karena seorang yang
percaya, maka ia dapat mengusir setan dalam nama Yesus. Namun oleh karena dia tidak
berada dalam lingkaran murid-murid yg selalu bersama Yesus, maka bisa jadi orang seperti ini
termasuk dalam golongan anak-anak yang terkecil, seperti yang Yesus katakan. Jadi ketika
Yesus mengatakan “Barang siapa menyesatkan atau membuat tersandung salah satu dari
anak-anak yang terkecil ini, maka hukumannya sangat berat, yakni, neraka”. Untuk memberi
penegasan, maka Yesus menggunakan ungkapan-ungkapan yang dramatis. Antara lain, jika
tanganmu, kakimu, atau matamu menyesatkan engkau, maka penggallah! atau cungkillah!
Untuk memperjelas, Yesus membuat ungkapan-ungkapan yang kontras, seperti masuk neraka
atau masuk Kerajaan Allah. Dari uraian ini, dapat kita pelajari adanya ancaman bahaya dari
semangat “yang bukan kita”. Semangat seperti ini, sering membuat orang lain tersandung
atau tersesat. Bahkan bisa juga menimbulkan konflik dan pertikaian, seperti yang terjadi di
antara ke-12 murid, di mana mereka saling menonjolkan diri. Akan tetapi, Yesus mengatakan
pada mereka agar manjadi pelayan seorang terhadap yang lain.
Selanjutnya Tuhan Yesus mengatakan kepada mereka, “Karena setiap orang akan
digarami dengan api. Garam memang baik, tetapi jika garam menjadi hambar, dengan apakah
kamu mengasinkannya? Hendaklah kamu selalu mempunyai garam dalam dirimu dan selalu
hidup berdamai yang seorang dengan yang lain" (Markus 9:49-50). Api mempunyai fungsi
‘memurnikan’, garam ‘mengawetkan’. Jadi ketika Tuhan Yesus mengatakan bahwa setiap
orang akan digarami dengan api, itu berarti bahwa orang-orang Kristen akan diperhadapkan
dengan pencobaan-pencobaan. Akan tetapi justru melalui pencobaan-pencobaan itulah iman
mereka diuji sehingga dapat terbukti kemurniannya. Dengan cara itu pula akan menjadi nyata
bahwa iman mereka terpelihara. Di sisi lain, pada ayat 50 diingatkan oleh Tuhan Yesus agar
murid-murid itu ‘selalu mempunyai garam dalam dirinya’. Perkataan itu parallel dengan
ungkapan agar ‘selalu hidup berdamai seorang dengan yang lain’. Itu berarti bahwa garam
harus berfungsi sebagaimana mestinya. Bahwa seperti garam yang berfungsi mengawetkan,
demikianlah iman itu selalu membawa damai di mana pun. Iman ini memang dibutuhkan di
antara murid-murid yang bertikai oleh karena saling menonjolkan diri. Demikian pula di mana
pun di dunia ini, iman dibutuhkan untuk membawa damai dan memelihara perdamaian.
Dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus. Amen.
(GKLI Cibinong, Minggu XVIII setelah Trinitatis, 3/10/2021: Pdt. Eben Ezer Aruan)

Anda mungkin juga menyukai