Anda di halaman 1dari 3

Lukas 13:6-9 (Akhir Tahun, 31 Desember 2023_Acara Keluarga)

Saudara-saudara yang dikasihi Tuhan kita Yesus Kristus.

Pernah seorang Pendeta bersama anaknya mentransplantasi pohon cemara gundul yang ada di
halaman belakang rumahnya. Cemara itu sudah cukup umur ketika mereka menggali dan
mencabutnya; tingginya kira-kira 4,5 meter. Beberapa minggu setelah dipindahkan, pohon itu
tampak bagus. Dedaunannya yang memang tipis dan kecil sangat banyak dan masih hijau.
Bentuk pohon itu juga tampak sangat bagus, tinggi dan megah. Setiap malam, dari teras rumah,
mereka selalu memandanginya dengan rasa kagum. Akan tetapi, tidak lama kemudian,
dedaunannya mulai berubah warna; yang tadinya hijau berubah menjadi kuning hingga menjadi
coklat. Cabang-cabangnya juga semakin rapuh, hingga mulai bengkok atau mengkirsut.
Perlahan namun pasti, pohon itu tampak makin kering seperti tidak ada lagi tanda-tanda
kehidupan. Ketika musim panas tiba, Pendeta ini dan keluarganya pergi berlibur. Mereka pun
tidak lagi berpikir untuk meminta seseorang menyirami pohon cemara itu. Sebab mereka telah
sepakat bahwa sekembalinya dari liburan, cemara itu akan dipotong dan dijadikan kayu bakar
untuk acara api unggun.

Sekembalinya dari liburan, Pendeta ini terkejut saat melihat bahwa ada sedikit tanda-tanda
kehidupan pada pohon cemara itu. Sebuah tunas hijau berukuran kecil, sedikit lebih besar dari
jepitan rambut, tampak mulai muncul dari batangnya. Mereka mencoba melihatnya lebih dekat
dan ternyata tunas itu tidak hanya satu. Ada empat atau lima tunas lain yang muncul. Harapan
Pendeta itu pun hidup kembali. Bagaimanapun harapan itu telah membangkitkan semangatnya!
Sepanjang sisa waktu musim panas hingga tibanya musim gugur dan musim dingin, ia
berkomitmen untuk terus memelihara dan merawat cemara itu. Tunas-tunas kecil (yang
memang jarang tumbuh seperti itu) merentang beberapa inci. Setiap pagi dan sore hari, ia selalu
memperhatikannya, dan sangat antusias memberitahukan pertumbuhannya kepada istrinya.

Akan tetapi pemulihan pertumbuhan pohon cemara itu ternyata sangat terbatas. Cabang-cabang
baru tidak begitu banyak yang muncul. Bentuknya yang tadinya sangat bagus tidak lagi tampak
dan sudah lama pudar. Pohon itu memang hidup, tetapi belum menunjukkan pertumbuhan yang
menggembirakan. Di musim gugur yang baru saja berlalu, Pendeta ini sempat terpikir untuk
memusnahkannya dan hendak menggantinya dengan sesuatu yang baru yang akan dibeli dari
tempat pembibitan, tetapi hal itu tidak kunjung dilakukannya. Pendeta ini sudah melakukan
banyak hal agar pohon itu dapat tumbuh seperti yang diharapkannya. Satu tahun lagi, katanya
dalam hatinya, “Saya akan mengurusnya hingga lewat musim dingin, mengairinya dan
memberinya pupuk, serta merawatnya dengan penuh kasih. Satu tahun lagi, apakah cemara itu
masih bisa tumbuh dengan baik.”

Pohon cemara itu dibiarkannya tetap berdiri hingga sekarang. Ia terus merawatnya di sepanjang
musim dingin yang sudah tiba. Optimisme tentu bukanlah kata yang tepat, tetapi ia memiliki
sedikit harapan. Jika pada musim semi yang akan datang, tunas cemara itu tumbu dengan lebih
baik, itu berarti bahwa harapan terjadinya pemulihan pun semakin besar! Jika tidak? Itu berarti
akan menjadi kayu untuk api unggun yang sudah ditunggu-tunggu.

Kisah Pendeta dan cemara gundul yang ditransplantasi di halaman belakang rumahnya agaknya
membuat kita berempati dengan pengurus kebun anggur yang disebutkan dalam perumpamaan
Yesus dalam teks bacaan kita di akhir tahun ini. Yesus bercerita tentang pohon yang tidak
sehat. Pohon itu tidak menghasilkan buah. Selama tiga tahun pohon itu gagal dan tidak pernah
menghasilkan apa-apa. Kecil kemungkinan bahwa tahun depan pun akan memberi hasil.
Namun demikian, pengurus kebun itu belum juga mau menyerah. Berilah satu tahun lagi, satu
kesempatan lagi, demikian ia bermohon dengan sangat kepada tuan pemilik kebun anggur itu.

Perumpamaan itu pun berakhir tanpa suatu resolusi (ketetapan). Bagaikan episode suatu seri
film yang sedang tayang, Yesus membiarkan kita dalam keadaan menggantung. Apakah pohon
itu akan bertumbuh baik? Apakah pemilik kebun anggur itu mengabulkan permintaan pengurus
kebun itu untuk merawat pohon ara yang tidak berbuah itu untuk satu tahun lagi? Atau, apakah
pohon itu pada akhirnya ditebang oleh si pemilik kebun? Yesus tidak mengatakan apa-apa.
Agaknya itulah intinya.

Menurut Joel Green, seorang ahli Kitab Perjanjian Baru mengatakan bahwa perumpamaan ini
memiliki tujuan ganda, yakni, sebagai peringatan dan pengharapan. Pertama, perumpamaan
ini memperingatkan tentang “hal tidak-berbuah”, dan kedua, tentang “pengharapan yang
besar”. Peringatan itu tampak jelas bahwa Allah mengharapkan kehidupan yang berbuah, dan
merupakan suatu tema yang sering disebutkan dalam Injil Lukas. Misalnya dalam Lukas 3:7-
9; 6:43-45, dan 8:5-15). Pertobatan sejati melibatkan lebih dari sekadar perasaan sedih atau
perasaan bersalah yang sifatnya sesaat. Pertobatan sejati juga melibatkan iman pada janji-janji
Allah, yang selalu mengarah pada kehidupan yang berbuah kasih terhadap orang lain. Untuk
pemahaman Lutheran tentang pertobatan dan buah yang mengikutinya, dapat kita lihat Konfesi
Augsburg artikel XII dan XX. Perhatikan juga Ringkasan dari Rumus Konkord, artikel III.11,
yang berbunyi demikian:

“Setelah seseorang dibenarkan oleh iman, maka terdapat iman yang sungguh hidup dan sejati
yang “bekerja melalui kasih” (Gal. 5:6). Itu berarti perbuatan baik selalu mengikuti iman
yang membenarkan dan pasti dijumpai bersamanya, apabila iman itu adalah iman yang
hidup dan sejati. Sebab iman tidak pernah sendirian tetapi selalu didampingi oleh kasih
dan pengharapan. Seperti ungkapan yang mengatakan bahwa kita diselamatkan melalui iman
saja. Tetapi iman yang sejati tidak pernah sendirian.

Ini adalah peringatan. Bagi orang Kristen yang perbuatan kasihnya semakin berkurang,
perumpamaan ini membuat mereka menjadi sorotan. Itulah yang Yesus sedang lakukan pada
ayat-ayat sebelumnya dari teks kita, yakni, Lukas 13:1-5. Dia mengajarkan pada kita untuk
melihat setiap penderitaan sebagai panggilan untuk bertobat. Contohnya ialah orang-orang
Galilea, di mana pada saat beribadah, Pilatus membunuh mereka, dan darahnya dicampurkan
dengan darah korban yang mereka persembahkan. Demikian juga halnya dengan delapan belas
orang yang mati ditimpa menara dekat Siloam. Peristiwa-peristiwa yang menyakitkan dan
memilukan ini sudah seharusnya dilihat sebagai peringatan dan panggilan untuk bertobat.
Namun demikian harus diingat bahwa bukan karena Allah membalaskan dosa-dosa sehingga
hal itu terjadi, melainkan karena penghakiman pasti akan datang. Semua ciptaan sudah jatuh
ke dalam dosa, dan semua ciptaan akan dimintai pertanggungjawaban. Contoh-contoh tragedi
pun banyak terjadi pada masa kini.

Akan tetapi, peringatan dalam perumpamaan ini juga mengandung pengharapan yang besar.
Hal ini juga tampak melalui cerita tentang cemara gundul di atas. Banyak hal yang telah
dilakukan untuk pohon itu. Pendeta, sebagai pemilik, menginginkan pohon itu tetap hidup dan
tumbuh-kembang, untuk menambah keindahan bagian kecil dari ciptaan Tuhan ini. Oleh
karena itu, ia tidak mau menyerah dan akan tetap merawatnya. Ia akan terus berusaha
merawatnya dengan penuh kasih, memberinya pupuk dan menyiraminya dengan banyak air.
Mungkin cemara itu tidak akan pernah lagi kembali dalam bentuk yang bagus seperti semula.
Namun demikian ada kehidupan di dalamnya. Di mana ada kehidupan, di situ ada
pengharapan.

Pengurus kebun anggur itu menolak untuk menyerah atas pohonnya yang tidak berbuah. Dia
menempatkan dirinya di antara pohon itu dan penghukuman yang sudah sepantasnya dikenakan
pada pohon itu. Dia melayani sebagai mediator dan pengurus. Dia berjanji untuk merawat
pohon itu, dan membantunya agar menghasilkan buah. Inilah yang Allah lakukan bagi kita
melalui Anak-Nya Yesus Kristus, Tuhan kita dan Roh Kudus-Nya. Di dalam keadaan kita yang
tidak berbuah, Allah menyapa kita dengan belas kasih dan pengampunan di dalam Kristus. Dia
mengutus pemberita Injil atau Pendeta untuk memproklamasikan atau mewartakan janji
tentang kesabaran dan pengampunan-Nya. Janji Injil ini merawat dan menghidupkan orang-
orang yang mendengarkannya. Janji Injil itu memperbaharui iman kita kepada Yesus, dan juga
mengutus mereka untuk hidup dalam kasih terhadap orang lain.

Jenis buah apakah yang dapat kita hasilkan? Tentu saja hal itu bergantung pada tugas panggilan
kita masing-masing dan dalam konteks di mana kita berada. Apakah engkau seorang bapa,
seorang ibu, seorang anak, seorang karyawan, seorang atasan (bos), seorang pendeta, seorang
sintua (penatua), seorang guru, seorang pemimpin di pemerintahan, seorang wakil rakyat, dan
sebagainya, maka tugas utamamu adalah untuk hidup dalam kasih yang panjang sabar seperti
pengurus kebun anggur yang mencintai pohon ara yang tidak berbuah itu hingga kelak
menghasilkan buah.

Dalam nama Bapa dan Anak ( ) dan Roh Kudus. Amen.

(Pdt. Eben Ezer Aruan, diadaptasi dari Craft of Preaching, oleh Peter Nafzger, Ph.D)

Anda mungkin juga menyukai