Anda di halaman 1dari 201

INTERNALISASI

LOCAL GENIUS GUSJIGANG SEBAGAI


PENANAMAN NILAI-NILAI KARAKTER
DI SMA NEGERI 1 BAE KUDUS

PROPOSAL TESIS
diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Pendidikan

Oleh
Sutikno
0104518004

PROGRAM STUDI PENGEMBANGAN KURIKULUM


PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
TAHUN 2023

i
ii
PENGESAHAN UJIAN TESIS

Tesis dengan judul “Internalisasi Local Genius Gusjigang sebagai

Penanaman Nilai-Nilai Karakter di SMA Negeri 1 Bae Kudus” karya,

Nama : Sutikno

NIM : 0104518004

Program Studi : Pengembangan Kurikulum, S2

Telah dipertahankan dalam Sidang Panitia Ujian Tesis Pascasarjana,

Universitas Negeri Semarang pada hari ………. tanggal…………….

Semarang, Januari 2023

iii
PERNYATAAN KEASLIAN

Dengan ini saya,

Nama : Sutikno

NIM : 0104518004

Program Studi : Pengembangan Kurikulum, S2

menyatakan bahwa yang tertulis dalam tesis yang berjudul “Internalisasi

Local Genius Gusjigang sebagai Penanaman Nilai-Nilai Karakter di SMA

Negeri 1 Bae Kudus” ini benar-benar karya sendiri, bukan jiplakan dari karya

tulisan orang lain atau pengutipan dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan

etika keilmuan yang berlaku, baik sebagian atau seluruhnya. Pendapat dan

temuan orang lain yang terdapat dalam tesis ini dikutip atau dirujuk

berdasarkan kode etik ilmiah. Atas pernyataan ini saya secara pribadi siap

menanggung resiko/sanksi yang dijatuhkan apabila ditemukan adanya

pelanggaran etika keilmuan dalam karya ini.

Semarang, 26 Januari 2023

Yang membuat pernyataan,

Nama: Sutikno
NIM : 01045518004

iv
MOTO DAN PERSEMBAHAN

Moto :

“Sistem pendidikan yang bijaksana setidaknya akan mengajarkan kita betapa


sedikitnya yang belum diketahui oleh manusia, seberapa banyak yang masih harus
ia pelajari”

(Sir John Lubbock)

Persembahan :

Tesis ini kupersembahkan untuk orang tua terkasih bapakku Suwarno Pulung
dan ibu Djamiah; istri tercinta Ermayani dan anak-anakku tersayang Maulana
Nurul Yahya, Nabila Nuril Muna dan Dzannur Fahrizal Afwan

v
ABSTRAK

Sutikno. 2023. “Internalisasi Local Genius Gusjigang sebagai Penanaman


Nilai-Nilai Karakter di SMA Negeri 1 Bae Kudus”. Tesis. Program
Studi Pengembangan Kurikulum. Program Pasca Sarjana Universitas
Negeri Semarang. Pembimbing 1 Prof. Dr. Haryono, M.Psi. dan
Pembimbing 2 Dr. Yuli Utanto, S.Pd. M.Si.

Kata Kunci : Pendidikan karakter, Local genius gusjigang, Internalisasi

Penelitian ini dilakukan pada hasil wawancara dan observasi terhadap SMA
Negeri 1 Bae Kudus yang menggunakan filosofi gusjigang sebagai penanaman
nilai-nilai karakter dalam sistem pembelajaran sekolah serta dituangkan dalam
pencapaian visi, misi dan tujuan sekolah. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
menganalisis konsep gusjigang, menganalisis internalisasi local genius gusjigang
dan dampak dalam penanamkan nilai-nilai karakter (disiplin, religius dan
entrepreunership) bagi siswa di SMA Negeri 1 Bae Kudus. Penelitian ini
menggunakan metode kualitatif deskriptif dengan pendekatan etnografi untuk
mengetahui lebih dalam dan sistematis tentang konsep, internalisasi dan dampak
local genius gusjigang dalam menanamkan nilai-nilai karakter (disiplin, disiplin,
religius dan entrepreunership) bagi siswa SMA Negeri 1 Bae Kudus. Teknik
pengumpulan data dengan cara observasi, wawancara, dan dokumentasi. Sumber
penelitian data primer yang diperoleh dari wawancara dengan kepala sekolah,
wakil kepala sekolah bidang kurikulum, wakil kepala sekolah bidang kesiswaan,
guru dan siswa SMA Negeri 1 Bae Kudus. Teknik keabsahan data menggunakan
tingkat kepercayaan (kredibilitas) dengan teknik triangulasi. Hasil penelitian dapat
disimpulkan bahwa internalisasi local genius gusjigang dalam menanamkan
karakter nilai-nilai (disiplin, religius dan entrepreunership) di SMA Negeri 1 Bae
Kudus tidak terbatas pada transfer pengetahuan tentang nilai-nilai yang baik,
tetapi membuat bagaimana karakter tersebut nilai-nilai yang tertanam dan
menyatu dalam totalitas pikiran dan tindakan seseorang. Dampak intenalisasi
local genius gusjigang “Gus” dalam perilaku disiplin ditandai: a) disiplin dalam
kehadiran; b) menghargai waktu; c) menjaga lisan; d) selalu berpakaian rapi; e)
bersaing untuk lebih banyak prestasi; f) ketaatan kepada guru dan orang tua dan g)
perilaku ramah dan sopan terhadap guru/staf, orang tua dan sesama siswa. “Ji”
dalam perilaku beragama: a) pemahaman yang lebih baik tentang keimanan Allah
SWT; b) terbiasa beribadah; c) membawa rasa lebih dekat kepada Tuhan; d)
memahami sejarah perkembangannya Islam di dunia; e) munculnya literasi
budaya; f) menyadari kewajiban untuk selalu belajar dan mencari ilmu serta
mengamalkannya. Itu nilai karakter “Gang” atau kewirausahaan juga
menunjukkan respon positif yang ditandai dengan; sebuah) munculnya kreativitas
dan inovasi; b) terbentuk perilaku mandiri dan pantang menyerah; c)
menumbuhkan keberanian untuk mencoba; d) memiliki pemasaran dan jiwa
komunikatif; e) meningkat pengetahuan dan kemampuan; f) percaya diri dan
bertanggung jawab dan g) memiliki kepedulian terhadap pelestarian alam.

vi
ABSTRACT

Sutikno. 2023. “Internalization of Local Genius Gusjigang as the Inculcation of


Character Values in SMA Negeri 1 Bae Kudus. Thesis. Curriculum
Development Department. Post Graduate Program of Universitas Negeri
Semarang. Advisor 1 Prof. Dr. Haryono, M.Psi. and Advisor 2 Dr. Yuli
Utanto, S.Pd. M.Si.

Keywords: Character building, Local genius gusjigang, Internalization

This research is done by collecting interview and observevation on SMA Negeri 1


Bae Kudus which uses “gusjigang” philosophy as the inculcation of character
values in school learning system and is implemented in vision, mission as well as
school objectives. The objectives of this research are to analyse the concept of
gusjigang, to analyse the internalization of local genius gusjigang and the impact
on the groen character values (discipline, religious and entrepreneurship) for the
students in SMA Negeri 1 Bae Kudus. This research uses descriptive qualitative
method with ethnographyapproach to find out deeply and systematically the
concept, the internalization and the impact of local genius gusjigang in growing
the character values (discipline, religious and entrepreneurship) for the students in
SMA Negeri 1 Bae Kudus. The technique of collecting data are observation,
interview and documentation. The sources of the primary data of this research is
collected by interviewing the principal, the vice principal for curriculum, the vice
principal for students , the teachers and the students of SMA Negeri 1 Bae Kudus.
The data validation technique uses credibility level using triangulation technique.
The result of the research can be concluded that the internalization of local genius
gusjigang in growing the character values (discipline, religious and
entrepreneurship) in SMA Negeri 1 Bae Kudus is not only transferring knowledge
about good values but also inducing the values in someone’s mind and attitude.
The impact of the internalization of local genius gusjigang “Gus” in discipline
behaviour are reflected with : a) discipline in attendance; b) respecting time; c)
speak politely; d) dress neatly; e) competition for achievements; obedience to
teachers and parents and g) friendly and polite behavior towards teachers/staff,
parents and fellow students. "Ji" in religious behavior: a) a better understanding of
the faith of Allah SWT; b) accustomed to worship; c) bring a sense of closer to
God; d) understand the history of the development of Islam in the world; e) the
emergence of cultural literacy; f) aware of the obligation to always learn and seek
knowledge and practice it. The character value "Gang" or entrepreneurship also
shows a positive response which is marked by; a) the emergence of creativity and
innovation; b) independent and unyielding behavior is formed; c) grow the
courage to try; d) have a marketing and communicative soul; e) increasing
knowledge and ability; f) be confident and responsible and g) have concern for
nature conservation.

vii
viii
PRAKATA

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah

melimpahkan rahmat-Nya. Berkah karunia-Nya peneliti dapat menyelesaikan tesis

yang berjudul “Internalisasi Local Genius Gusjigang sebagai Penanaman

Nilai-Nilai Karakter di SMA Negeri 1 Bae Kudus”. Tesis ini disusun sebagai

salah satu persyaratan meraih gelar magister Pendidikan pada program Studi

Pengembangan Kurikulum Pascasarjana Universitas Semarang.

Penelitian ini dapat terselesaikan berkat bantuan berbagai pihak. Oleh

karena itu, peneliti menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan setinggi-

tingginya kepada para pihak yang telah membantu penyelesaian tesis ini. Ucapan

terima kasih secara khusus peneliti sampaikan kepada para pembimbing Prof. Dr.

Haryono, M.Psi. (Pembimbing 1) dan Dr. Yuli Utanto, S.Pd. M.Si (Pembimbing

II) yang telah mengarahkan, menuntun, dan membimbing peneliti, sehingga tesis

ini dapat terselesaikan.

Ucapan terima kasih peneliti sampaikan juga kepada semua pihak yang

telah membantu selama proses penyelesaian studi, diantaranya :

1. Prof. Dr. S. Martono, M.Si. selaku Rektor Universitas Negeri Semarang

yang sudah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menempuh

pendidikan di Program Pascasarjana.

2. Prof. Dr. Agus Nuryatin, MHum, Direktur Program Pascasarjana Universitas

Negeri Semarang, yang telah memberikan kesempatan serta arahan selama

pendidikan.

3. Prof. Dr. Sri Wardani, M.Si., Ketua Program Studi Pengembangan

ix
Kurikulum Program Pascasarjana Universitas Negeri Semarang yang telah

memberikan kesempatan dan arahan dalam penulisan tesis.

4. Bapak dan Ibu Dosen Pascasarjana Universitas Negeri Semarang, yang telah

membekali ilmu kepada peneliti selama menempuh studi.

5. Kepala Sekolah, Bapak Ibu guru beserta staff SMA Negeri 1 Bae Kudus yang

telah mengijinkan dan menyemangati peneliti dalam menempuh pendidikan.

6. Kepala Sekolah, BapakIbu guru beserta staff SMA Negeri 1 Bae Kudus yang

telah memberi ijin kepada peneliti, bersedia sebagai narasumber dan memberi

data serta informasi yang peneliti butuhkan.

7. Kepada orang tua, istri, dan putra-putri ku tersayang serta seluruh keluarga

besar tercinta yang telah banyak memberikan dorongan, motivasi dan selalu

mendoakan dalam penyelesaian tesis ini.

Peneliti menyadarai bahwa tesis ini masih banyak kekurangan baik isi

maupun tulisan. Oleh karena itu saran dan kritik yang membangun dari semua

pihak sangat peneliti harapkan. Semoga hasil penelitian ini bermanfaat dan

berkontribusi atas bagi Pengembangan ilmu pengetahuan.

Semarang, Januari 2023

Sutikno

x
DAFTAR ISI

HALAMAN i
JUDUL............................................................................................................ ii
. iii
LEMBAR PERSETUJUAN .......................................................................... iv
PENGESAHAN TESIS …………………………………………………….. v
PERNYATAAN KEASLIAN ……………………………………................ vi
MOTO DAN PERSEMBAHAN …………………………………................ vii
ABSTRAK ………………………………………………………………..... viii
ABSTRACT ………………………………………………………………... ix
PRAKATA …………………………………………………………………. x
DAFTAR ISI................................................................................................... xii
DAFTAR TABEL ………………………………………………………….. xiii
DAFTAR GAMBAR ……………………………………………………..... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ……………………………………………………..
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 Latar belakang Masalah .............................................................. 12
1.2 Identifikasi Masalah .................................................................... 13
1.3 Cakupan Masalah ........................................................................ 14
1.4 Rumusan Masalah ....................................................................... 14
1.5 Tujuan Penelitian ........................................................................ 14
1.6 Manfaat Penelitian ......................................................................
BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA TEORITIS DAN
KERANGKA BERFIKIR 17

2.1 Kajian Pustaka ............................................................................. 20


2.2 Kerangka Teoretis ....................................................................... 20
2.2.1 Internalisasi ………...……………………………….. 21

2.2.2 Local Genius Gusjigang ….…………………………. 28


2.2.3 Pendidikan Karakter ………………………………… 30
2.2.4 Nilai-nilai Karakter ………………………………….. 35

xi
2.2.5 Pembelajaran Berbasis Kearifan Lokal (local genius). 37
2.3 Kerangka Berpikir .......................................................................
BAB III METODE PENELITIAN 39
3.1 Pendekatan Penelitian................................................................... 40
3.2 Desain Penelitian…...................................................................... 42
3.3 Lokasi Penelitian ………………………………………………. 42
3.4 Fokus Penelitian .......................................................................... 43
3.5 Data dan Sumber Data Penelitian ................................................ 44
3.6 Teknik Pengumpulan Data .......................................................... 47
3.7 Teknik Keabsahan Data ............................................................... 48
3.8 Teknik Analisis Data …………………………………………...
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 50

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian …………………………… 55

4.2 Temuan Penelitian dan Pembahasan ……………………………


4.2.1 Konsep Local Genius gusjigang dalam Penanaman
Nilai-nilai Karakter (disiplin, religius, dan
56
entrepreneurship) di SMA Negeri 1 Bae Kudus
………………………………………………………..
4.2.2 Pola Internalisasi Local Genius Gusjigang dalam
Penanaman Nilai-nilai Karakter (disiplin, religius,
69
dan entrepreneurship) di SMA Negeri 1 Bae
Kudus ....................
…………………………………………..
4.2.3 Dampak Internalisasi Local Genius Gusjigang dalam 87
Penanaman Nilai-nilai Karakter (disiplin, religius,
dan entrepreneurship) di SMA Negeri 1 Bae Kudus 97
……………………………………………………….. 99
BAB V SIMPULAN DAN SARAN 101
5.1 Simpulan ………………………………………………………...
5.2 Saran …………………………………………………………….
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………….

xii
LAMPIRAN

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Nilai-Nilai Karakter dari Falsafah Gusjigang ................................. 33


Tabel 4.1 Jumlah Peserta Didik Berdasarkan Jenis Kelamin ......................... 54
Tabel 4.2 Konsep Local Genius Gusjigang dalam Visi Sekolah ……..…….. 65
Tabel 4.3 Konsep Local Genius Gusjigang dalam Misi Sekolah ……..…….. 66
Tabel 4.4 Konsep Local Genius Gusjigang dalam Tujuan Sekolah ………… 68
Tabel 4.5 Pola Internalisasi Local genius Gusjigang ……………………….. 85
Tabel 4.6 Data Prestasi Peserta Didik SMA N 1 Bae Kudus tahun 2022 …… 93
76

74

xiii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Kerangka Berfikir ……………………………………….. 38


Gambar 4.1 Lokasi Penelitian SMA N 1 Bae Kudus ………………… 53
Gambar 4.2 Penguatan Pendidikan Karakter SMA N 1 Bae Kudus di
Rindam IV Diponegoro Magelang ....…………………… 74
Gambar 4.3 Seni Barong Jiwo Budoyo dan Grup Angklung BMS
(Bamboo Music Sabaku)………………………………… 76

Gambar 4.4 Gelar Karya Tema Kewirausahaan ……………………... 79

Gambar 4.5 Siswi SMA N 1 Bae Kudus Belajar Filosofi Gusjigang di


Musium Jenang Kudus …………………………………. 80

Gambar 4.6 DKV Sabaku Mengikuti Lomba Film Pendek ………….. 84

Gambar 4.7 DKV Sabaku Membantu Kegiatan Sekolah dalam hal


84
Pembuatan Video Lomba yang Diikuti Sekolah ………...

DAFTAR LAMPIRAN

xiv
Lampiran 1. Jadwal Penelitian
Lampiran 2. Identitas Responden
Lampiran 3. Pedoman Wawancara dan Observasi
Lampiran 4. Surat Pernyataan dan Balasan Penelitian
Lampiran 5. Gambar Dokumentasi

xv
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Pendidikan adalah usaha yang dilakukan secara terencana, sistematis,

dengan penuh kesadaran dalam menciptakan proses dan suasana belajar sehingga

siswa memiliki kemampuan dalam mengembangkan dirinya. Pendidikan yang

baik harus didukung oleh aspek spiritual religius, kemandirian, budi pekerti yang

baik, keterampilan dan wawasan pengetahuan yang tinggi demi terciptanya

generasi emas untuk kemajuan negara dan bangsa. Kegiatan pendidikan dapat

dilakukan oleh masyarakat, pemerintah, yang paling sederhana keluarga melalui

pelatihan, pembelajaran dan penyuluhan yang diselenggarakan di masyarakat

maupun di sekolah. Pendidikan berlangsung sepanjang kehidupan atau “life long

education”, dalam mempersiapkan siswa untuk memiliki karakter di berbagai

lingkungan kehidupan. Pengajaran budi pekerti sangat urgen diimplementasikan

pada pembelajaran baik di kelas maupun pada lingkungan sekolah.

Dunia pendidikan saat ini menghadapi masalah yang semakin “serius”

setiap harinya, salah satunya akibat buruknya pendidikan karakter di masa lalu.

Pendidikan karakter lebih menekankan informasi tentang perilaku yang baik “di

atas kertas” sehingga setiap siswa seolah mempunyai kepribadian yang baik,

faktanya dalam kehidupan sehari-hari tidak seperti apa yang dibahas dalam teori

pelajaran. Siswa kurang mendapatkan bimbingan faktual tentang penerapan nilai-

nilai karakter sesuai kehidupan nyata sehingga mengalami kesulitan dalam

mengimplementasikannya. Nilai-nilai yang berkembang di masyarakat seperti

1
2

sosial budaya yang berperan penting dalam pembentukan kepribadian, lambat

laun mulai terkikis oleh budaya asing. Siswa lebih memilih budaya barat yang

disajikan dari berbagai platform media sosial yang menjamur di tengah

masyarakat. Padahal negara dengan keragaman setiap daerah mempunyai

kekayaan budaya yang berkembang turun temurun yang dapat diterapkan sebagai

dasar pembentukan karakter peserta didik di daerah tersebut (Tumurang, 2019).

Menurut Ki Hajar Dewantara dalam Inanna (Inanna, 2018), pendidikan

adalah upaya untuk mengembangkan karakter, pikiran, serta tumbuh anak.

Pendidikan merupakan benih dari segala induk budaya yang berkembang dalam

masyarakat. Tujuannya agar semua unsur budaya dan peradaban dapat

berkembang dengan baik dan diwariskan kepada generasi mendatang. Ki Hajar

Dewantara menjelaskan bahwa esensi pendidikan adalah untuk membimbing

seluruh insan yang ada pada setiap diri manusia dalam mencapai tingkat

kepribadian yang baik sebagai anggota masyarakat juga sebagai individu manusia.

Pendidikan pada masa globalisasi berkembang sangatlah pesat seiring dengan

kemajuan teknologi. Pendidikan memiliki peran sentral dalam menyiapkan

manusia yang unggul agar dapat melewati berbagai hambatan kehidupan.

Diharapkan melalui dunia pendidikan, manusia akan memperoleh pengetahuan,

pengalaman, dan keterampilan, serta menjadi manusia yang berkualitas memiliki

daya saing dalam menghadapi perkembangan zaman. Peranan dalam dunia

pendidikan tidak sebatas sebagai proses pemberian ilmu pengetahuan, teori dan

fakta, tetapi pendidikan juga berperan sebagai proses pematangan kepribadian dan

moral, agar kehidupan yang dijalani tidak hanya memberi manfaat bagi diri
3

individu, tetapi untuk kemajuan negara, bangsa dan dalam lingkungan

masyarakat. (Jarkawi & Madihah, 2022).

Menurut UU No. 20 Tahun 2003 tentang Mekanisme Sistem Pendidikan

Nasional, tujuan yang dicapai dalam pendidikan nasional Indonesia adalah

membentuk watak, pengembangan kemampuan siswa sehingga membentuk insan

yang memiliki keimanan kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat

jasmani dan rohani serta menjadi masyarakat Indonesia yang kreatif, mandiri, dan

demokratis dengan jati diri bangsa Indonesia. Pembangunan karakter merupakan

bidang prioritas rencana jangka panjang pemerintah tahun 2005-2025, seperti

dilansir Abna Hidayati et al., (2014) menyatakan bahwa dasar pemikiran

pelaksanaan pendidikan karakter di sekolah juga tersirat dalam Rencana

Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005-2025, dimana pemerintah

menempatkan pembangunan karakter sebagai salah satu prioritas program

pembangunan nasional.

Masa depan dan kemajuan bangsa Indonesia, terletak tidak hanya dari

kecerdasan yang dimiliki oleh generasi mudanya, tetapi harus diimbangi dengan

karakter mulia demi tercapainya Indonesia berkembang yang mandiri,

berkepribadian, dan berdaulat. Peserta didik harus terbangun utuh dari enam

karakter pembentuknya, yaitu: (1) memiliki keimanan, dan ketaqwaan kepada

pencipta; (2) kemandirian diri; (3) saling bekerjasama; (4) berkebinekaan; (5)

memiliki kemampuan berpikir kritis; dan (6) memiliki kreativitas. Keenam

karakter ini harus menjadi satu padu yang tidak boleh terpisahkan bilamana dari

keenam karakter dipisahkan atau ditiadakan, maka menjadi tidak bermakna.


4

Indonesia merupakan negara dengan keragaman budaya dan agama,

sehingga memiliki tatanan nilai seni dan sosial yang tinggi. Keadaan budaya

Indonesia saat ini perlahan memudar karena kemajuan teknologi. Perkembangan

teknologi berdampak negatif terhadap budaya masyarakat asli Indonesia. Dengan

berkembangnya media elektronik, budaya barat dapat dengan mudah menginvasi

Indonesia yang mulai mengubah cara berpikir dan perilaku masyarakat Indonesia.

(Setyaningrum, 2018).

Banyak kita dengar keluhan dari para orang tua, pendidik dan mereka

yang bekerja di bidang keagamaan dan sosial, terutama para remaja dan anak-

anak remaja yang banyak di antaranya sulit diatur, keras kepala, nakal, asusila dan

merusak ketentraman masyarakat (Darajat, 2015). Remaja mengalami dekadensi

atau kemerosotan moral dan etika. Kemerosotan moral adalah fenomena di mana

karakter seseorang atau sekelompok orang memburuk. Hasil kajian Kompasiana

(2014) memperjelas bahwa gaya hidup remaja saat ini serba modern. Pengaruh

negatif terhadap remaja Indonesia semakin meningkat yang dapat mengganggu

berbagai lapisan masyarakat. Hasil penelitian terdahulu menyimpulkan bahwa

individu membutuhkan pengendalian diri dalam berpikir, berperilaku dan

bertindak, terutama dalam kaitannya dengan agama atau religiusitas (Reza, 2013).

Upaya pemberian pendidikan karakter yang dicanangkan pemerintah

tidak selalu berjalan mulus, namun menemui kendala. Data statistik menunjukkan

masih tingginya tingkat kriminalitas remaja, termasuk penyalahgunaan narkoba

dan tawuran antar pelajar. Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan 3 tahun

terakhir yaitu 2018-2020, tercatat kasus kriminalitas di Indonesia masih tinggi


5

terutama dilakukan oleh para remaja. Pada tahun 2018 terdapat 294.281 peristiwa,

tahun 2019 terjadi kasus 269.324, dan 2020 terjadi 247.218 kasus dengan

indikator tingkat kejahatan (crime rate) selama periode 2018-2020 adalah 94 %.

Kenakalan remaja merupakan gejala patologis sosial kaum muda akibat

dari kurangnya peranan dan pengabaian sosial kepada remaja. Sehingga, remaja

mendapatkan pembelajaran karakter dari lingkungan yang menyimpang dimana

secara sosial budaya tidak dapat diterima dan kejahatan menjadi mudah untuk

dilakukan (Kartono, 2014). Tindak kejahatan yang dilakukan oleh anak muda

semakin meningkat tidak hanya secara kuantitatif tetapi juga secara kualitatif,

sedangkan kejahatan yang dilakukan oleh anak muda pada awalnya hanyalah

perkelahian antar teman yang berubah menjadi tindak pidana seperti: melakukan

perbuatan asusila di ruang ganti sebuah pusat perbelanjaan (Liputan 6, 2017),

tawuran diakhiri dengan tewasnya remaja akibat penusukan (Detik News, 2019),

penangkapan remaja setelah 16 kali pencurian (Kompas.com, 2020), pemerkosaan

7 siswi SMA (Tribun-Timur .com, 2020), pecandu narkoba (Antara News, 2021)

hingga pembunuhan remaja (Tribun News, 2020).

Gejala kemerosotan moral remaja antara lain kriminalitas tingkat rendah,

kriminalitas yang mengganggu ketentraman dan keamanan orang lain, serta

perbuatan asusila. Kejahatan ringan misalnya keras kepala, tidak mau menuruti

orang tua dan guru, kabur dari sekolah, tidak mau belajar, sering bertengkar, suka

berkata kasar, seperti cara berpakaian dan berperilaku, tidak peduli, dan lain-lain.

Contoh kejahatan yang mengganggu ketentraman dan keamanan orang lain adalah

pencurian, pencemaran nama baik, perampokan, penodongan, mencelakai orang


6

lain, pembunuhan, ngebut, dan lain-lain. Pada saat yang sama, perilaku buruk atau

kerusakan moral anak membuat khawatir orang tua, dan beberapa juga

mengkhawatirkan diri mereka sendiri. Beberapa orang tua mengeluh bahwa

mereka bingung dengan anak-anak yang tidak dapat dikendalikan oleh orang tua

sendiri maupun guru. Gangguan seksual remaja yaitu terhadap lawan jenis

(baterial) dan terhadap sesama jenis (gay). Lickona dalam Taulabi & Mustofa,

(2019) menunjukkan bahwa ada beberapa tanda kerusakan moral remaja, antara

lain: 1) kekerasan dan anarki; 2) pencurian; 3) penipuan; 4) mengabaikan aturan

yang berlaku; 5) tawuran antar pelajar; 6) ketidakteraturan; 7) penggunaan kata-

kata kotor; 8) pubertas dini dan kelainan; 9) pikiran untuk bunuh diri; dan 10)

penyalahgunaan obat.

Karakter bangsa bukan hanya masalah lokal dan nasional, tetapi juga

menjadi masalah global (Suryadi, 2017). Kerusakan moral anak bangsa semakin

memprihatinkan. Jika tidak hati-hati, bangsa ini sedang menuju apa yang disebut

generasi yang hilang. Masalah mendasar bangsa belakangan ini adalah

kecenderungan keruntuhan moralitas masyarakat yang menimpa anak-anak usia

sekolah, pemuda, dan mahasiswa atau remaja. Mereka dikatakan terlibat dalam

berbagai bentuk penyimpangan sosial, seperti: tindakan kriminal, narkoba,

alkohol, perampokan, seks bebas, perilaku buruk, ngebut di jalan raya, melanggar

rambu lalu lintas, dan perkelahian, yang merupakan tanda buruknya moral sosial

generasi muda. Optimalisasi peran pendidikan dalam pembentukan karakter

bertujuan sebagai salah satu upaya untuk mengurangi dan mencegah demoralisasi
7

sosial yang saat ini melanda generasi muda (pelajar, pemuda dan mahasiswa atau

remaja) yang diharapkan mampu hidup di masa depan (Idi & Sahrodi, 2017).

Kejadian di atas merupakan salah satu dari sekian banyak penyimpangan

sosial yang dilakukan oleh remaja, pemuda dan mahasiswa belakangan ini. Jika

kondisi demikian terus berlanjut, proses pembangunan bangsa kemungkinan akan

menemui hambatan dan diprediksi Indonesia tidak akan menjadi negara maju. Hal

ini menunjukkan bahwa proses kerusakan moral masyarakat semakin kritis dan

memerlukan upaya proaktif segera dalam membangun karakter anak bangsa

melalui pengembangan pendidikan karakter atau pendidikan moral (Idi & Sahrodi,

2017).

Salah satu penyebab kemerosotan moral adalah tidak dilaksanakannya

pendidikan akhlak yang baik di rumah dan di masyarakat. Mereka membutuhkan

kebiasaan dalam menanamkan karakter dan akhlak yang baik pada remaja. Peran

orang tua, guru dan lingkungan sangat penting untuk mencegah kemerosotan

moral remaja, agar akhlak remaja tidak berantakan. Kerusakan moral ini

disebabkan karena siswa tidak memahami nilai-nilai moral, nilai-nilai agama dan

tidak mengetahui aturan-aturan yang berlaku. Kebobrokan moral dan etika

generasi muda di Indonesia menuntut adanya upaya untuk membenahi keadaan

sebelum semakin parah. Munculnya kebobrokan moral karena pendidikan agama,

adat istiadat dan etika terabaikan hingga saat ini. Padahal, hal itu mutlak

diperlukan untuk pembentukan moral dan pembangunan karakter suatu bangsa.

Kurikulum sentralistik yang diperkenalkan di Indonesia kurang

memperhatikan keadaan dan kebutuhan masyarakat serta belum menghasilkan


8

lulusan yang kreatif dan mandiri. Hal ini sesuai laporan Badan Pusat Statistik

(BPS) tahun 2021 yang menyatakan bahwa Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT)

Indonesia didominasi oleh lulusan SMK/SMA. Tingkat pengangguran terbuka

lulusan SMK tertinggi sebesar 10,38% dan lulusan SMA sebesar 8,35%. Artinya,

pasokan tenaga kerja tidak terserap, terutama pada tingkat profesional dan lulusan

SMK/SMA.

Menurut Salam et al., (2019) Pengintegrasian budaya lokal, daerah, dan

nasional ke dalam proses belajar mengajar termasuk komunikasi dua arah,

kegiatan siswa yang tertata dengan baik, dan sumber belajar harus menjamin

terbentuknya karakter dan budaya bangsa di sekolah yang berlandaskan nilai-nilai

agama dan kemandirian yang harmonis. Sebagaimana Marini, (2017) bahwa

pembangunan karakter dalam kegiatan inti proses belajar mengajar, yang meliputi

metode pengajaran, komunikasi dua arah, kegiatan siswa dan sumber belajar.

Pendidikan karakter di sekolah bisa datang dari mana saja, salah satunya local

genius atau kearifan lokal. Maharyani (2016:67) dalam Rahmawati & Pelu, (2021)

menyatakan bahwa kearifan lokal dalam masyarakat merupakan salah satu materi

yang harus dimasukkan dalam pendidikan karakter. Leo Agung S. mengatakan,

“mengembangkan model pembelajaran ilmu sosial berbasis kearifan lokal untuk

pengembangan kognitif, afektif, dan keterampilan”. Artinya mengembangkan

model pembelajaran ilmu sosial berbasis kearifan lokal dengan membangun aspek

kognitif, afektif dan keterampilan. Kearifan lokal mengandung nilai-nilai yang

dapat dianut sepanjang tidak bertentangan, serta dapat mengembangkan nilai-nilai

budaya tersendiri. Pernyataan tersebut sejalan dengan pendidikan sebagai proses


9

penanaman nilai-nilai budaya yang ada dalam masyarakat dan dilestarikan untuk

generasi selanjutnya.

Secara historis, dahulu Kudus merupakan pusat syi’ar Islam bagi Raden

Ja’far Shadiq atau Sunan Kudus sekaligus sebagai pusat perdagangan yang

strategis di wilayah pulau Jawa. Akibatnya, Kudus menjadi salah satu wilayah

yang kaya akan sejarah lokal, suatu daerah yang banyak menyimpan peninggalan

sejarah di Jawa Tengah. Peninggalan dari Sunan Kudus yang dapat dinikmati

sampai saat ini antara lain masjid Menara Kudus yang sangat terkenal.

Peninggalan sejarah tersebut menjadi identitas lokal bagi masyarakat Kudus dan

sekitarnya yang berisi nilai-nilai lokal yang dapat menyumbang kebudayaan

nasional. Sunan Kudus memiliki peninggalan berbentuk bangunan, tradisi dan

peninggalan lainnya yang memiliki arti sangat penting bagi kehidupan

masyarakat, salah satunya filosofi gusjigang. Munculnya filosofi gusjigang ini

berawal dari penyebaran agama Islam yang dilakukan oleh Sunan Kudus. Kanjeng

Sunan Kudus mampu berperan dalam menyadarkan masyarakat Kudus untuk

merubah kebiasaan dan berperilaku dalam kehidupan sehari-hari. Beliau menjadi

contoh teladan atau contoh personifikasi bagi masyarakat Kudus. Filosofi yang

ditanamkan oleh Sunan Kudus berdampak besar bagi masyarakat Kudus,

khususnya masyarakat “Bawah Menara” sebagai masyarakat beragama yang tahu

bagaimana harus bertindak. Keberhasilan Sunan Kudus dalam berdakwah tidak

lepas dari latar belakangnya sebagai saudagar sekaligus wali yang ahli di bidang

ilmu agama. Hal ini menyebabkan Sunan Kudus dijuluki sebagai wali saudagar

sekaligus waliyyul ilmi karena keahliannya tersebut (Nawali, 2018). Kedua


10

julukan tersebut sudah melekat dalam kehidupan dan dibuktikan dengan adanya

filosofi hidup yang dikenal oleh masyarakat Kudus sebagai gusjigang. Filosofi

gusjigang merupakan warisan kearifan lokal khususnya bagi masyarakat Kudus

dan sekitarnya. Kearifan lokal ini menjadi pendidikan karakter berupa nilai-nilai

yang dapat dijadikan teladan bagi masyarakat Kudus, khususnya generasi muda.

Menurut Said dalam Nawali (Nawali, 2018), gusjigang diawali dari tiga

suku kata yaitu “gus” yang memiliki makna akhlak yang terpuji yang

menyeimbangkan pelaksanaan ibadah dalam Islam yaitu dengan mengamalkan

akhlak yang bagus sehingga kelak memiliki karakter yang baik. Sedang "ji"

dimaknai dengan cerdas, itu berarti mendorong orang untuk mencari ilmu, berbagi

ilmu dan memiliki kecerdasan tinggi. Yang dimaksud dengan “gang” adalah para

ahli bisnis, yaitu orang-orang yang memenuhi kebutuhannya melalui bisnis atau

wirausaha, mampu menciptakan, memproduksi, produk-produk inovatif yang

dapat diterima oleh masyarakat. Filosofi gusjigang merupakan suatu ungkapan

kebaikan yang dapat membantu manusia menjadi orang yang berkepribadian dan

budi pekerti yang baik dan lebih menjaga kedisiplinannya dari hari ke hari. Tidak

hanya pandai berbisnis, tapi juga pandai berwirausaha di jalan Allah SWT.

Di zaman millennial ini, memperoleh informasi itu mudah. Ketersediaan

berbagai informasi yang tidak tersaring dalam perkembangan ilmu pengetahuan

dan teknologi mempengaruhi perubahan tatanan etika dan moral masyarakat.

Masyarakat mengikuti perkembangan hingga kehilangan ciri identitas nasional

dari komunitas atau masyarakat tersebut. Pudar atau lemahnya generasi yang

mengikuti etika dan moral bangsa (Totok, 2018). Selain itu, remaja lebih
11

menyukai budaya asing daripada budaya lokalnya dan menjadikan budaya asing

sebagai model kehidupan (Rahayu et al., 2018). Bagi anak-anak dan remaja masa

kini, filosofi “gusjigang” dianggap aneh dan asing. Ini dibuktikan dengan

ketidaktahuannya tentang gusjigang. Filosofi “gusjigang” dianggap usang dan

kuno. Oleh karena itu, tidak heran jika banyak anak dan remaja yang tidak

mengetahui filosofi “gusjigang”, apalagi memahami dan mengamalkannya.

Perkembangan teknologi telah mengurangi minat anak muda saat ini untuk

mengetahui filosofi “gusjigang”, apalagi memahami dan menerapkannya sebagai

dasar kehidupan sehari-hari. Generasi muda saat ini tidak tertarik untuk

mempromosikan filosofi ini. Upaya internalisasi falsafah “gusjigang” diperlukan

untuk menjadikan anak-anak dan remaja sebagai generasi penerus bangsa yang

terdidik dan berkarakter. Menanamkan falsafah “gusjigang” untuk menciptakan

diri yang berprestasi, berkualitas dan berakhlak mulia, sehingga keberadaan

falsafah “gusjigang” di masyarakat Kudus sebagai wujud modal sosial, budaya

lokal, kearifan lokal dan ajaran moral tetap terjaga dan terpelihara.

Gusjigang sebagai local genius dibalik nilai-nilai perilaku masyarakat

Kudus harus dirawat, disosialisasikan dan diterapkan dalam pendidikan. Falsafah

“gusjigang” dalam penanaman nilai-nilai karakter di Kudus banyak digunakan

sebagai acuan atau pedoman khususnya sekolah-sekolah berbasis islam di wilayah

Kudus Kulon, tepatnya di sekitar area Menara Kudus namun di sekolah umum

sulit dijumpai.

Hasil observasi singkat peneliti, SMA Negeri 1 Bae Kudus merupakan

sekolah umum yang menerapkan filosofi “gusjigang” sebagai penanaman nilai-


12

nilai karakter dalam pembelajaran. Pengajaran nilai-nilai karakter dilakukan

melalui kurikulum dalam tiga mata pelajaran, yaitu muatan lokal (Bahasa Jawa),

Prakarya dan Kewirausahaan (PKWU) dan Pendidikan Agama Islam (PAI). SMA

Negeri 1 Bae Kudus bukan hanya sekolah yang mengutamakan aspek kognitif

siswanya, tetapi juga menanamkan nilai-nilai karakter pada siswanya. Beberapa

karakter yang terkandung dalam SMA Negeri 1 Bae Kudus merupakan ciri-ciri

yang melekat pada falsafah “gusjigang” yang dapat ditunjukkan dalam visi SMA

Negeri 1 Bae Kudus yaitu, “Terwujudnya warga sekolah yang beriman, bertaqwa,

berakhlak mulia, berprestasi unggul, peduli lingkungan, berwawasan kebangsaan

dan berdaya saing di tingkat global. Falsafah “gusjigang” juga tertuang dalam

misi dan tujuan pendidikan SMA Negeri 1 Bae Kudus. Visi, misi dan tujuan SMA

Negeri 1 Bae Kudus yang mewujudkan nilai-nilai karakter gusjigang dituangkan

dalam program sekolah yang dilaksanakan oleh warga sekolah. Letak SMA

Negeri 1 Bae Kudus yang berdekatan dengan STAIN Kudus dan beberapa pondok

pesantren sangat membantu menanamkan nilai-nilai karakter gusjigang kepada

para siswanya.

Berdasarkan latar belakang di atas peneliti tertarik untuk melakukan

penelitian lebih mendalam tentang local genius gusjigang meliputi nilai-nilai

karakter yang terkandung di dalamnya, pola internalisasi nilai-nilai karakter

gusjigang, dan dampaknya bagi siswa di SMA Negeri 1 Bae Kudus. Oleh karena

itu, peneliti akan mengangkatnya dalam sebuah karya tesis yang berjudul

“Internalisasi Local Genius Gusjigang sebagai Penanaman Nilai-Nilai Karakter di

SMA Negeri 1 Bae Kudus”.


13

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan pemaparan latar belakang di atas, maka dapat diidentifikasi

beberapa keunikan yang menarik untuk diteliti. Keunikan tersebut antara lain

adalah sebagai berikut:

a. Konsep local genius gusjigang.

b. Nilai-nilai karakter yang terkandung di dalam local genius gusjigang.

c. Pola internalisasi local genius gusjigang sebagai penanaman nilai-nilai

karakter siswa di SMA Negeri 1 Bae Kudus.

d. Dampak internalisasi local genius gusjigang sebagai penanaman nilai-nilai

karakter siswa di SMA Negeri 1 Bae Kudus.

1.3 CakupanMasalah

Cakupan masalah yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah menggali

lebih dalam serta memberikan gambaran tentang nilai-nilai karakter gusjigang

internalisasi local genius gusjigang dan dampaknya bagi siswa di SMA Negeri 1

Bae Kudus. Nilai-nilai karakter siswa sesuai dengan falsafah “gusjigang” yaitu

Gus (bagus) diaplikasikan pada nilai karakter disiplin. Ji (ngaji) diaplikasikan

pada nilai karakter religius, sedangkan Gang (dagang) diaplikasikan pada nilai

entrepreneurship. Maka tesis ini akan mengupas tentang internalisasi local genius

gusjigang sebagai penanaman nilai-nilai karakter (disiplin, religius, dan

entrepreneurship) dan dampaknya bagi siswa di SMA Negeri 1 Bae Kudus.

1.4 Rumusan Masalah


14

Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka rumusan masalah dalam

penelitian ini yaitu:

a. Bagaimana konsep local genius gusjigang dalam penanaman nilai-nilai

karakter (disiplin, religius dan entrepreneurship) siswa di SMA Negeri 1 Bae

Kudus?

b. Bagaimana pola internalisasi local genius gusjigang dalam penanaman nilai-

nilai karakter (disiplin, religius dan entrepreneurship) siswa di SMA Negeri 1

Bae Kudus?

c. Bagaimana dampak internalisasi local genius gusjigang dalam penanaman

nilai-nilai karakter (disiplin, religius dan entrepreneurship) siswa di SMA

Negeri 1 Bae Kudus?

1.5 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah disebutkan, tujuan yang ingin

dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Menelaah konsep local genius gusjigang dalam penanaman nilai-nilai

karakter (disiplin, religius dan entrepreneurship) siswa di SMA Negeri 1 Bae

Kudus.

b. Meneliti pola internalisasi local genius gusjigang dalam penanaman nilai-

nilai karakter (disiplin, religius dan entrepreneurship) siswa di SMA Negeri 1

Bae Kudus.
15

c. Mengetahui dampak internalisasi local genius gusjigang dalam penanaman

nilai-nilai karakter (disiplin, religius dan entrepreneurship) siswa di SMA

Negeri 1 Bae Kudus.

1.6 Manfaat Penelitian

Manfaat yang dapat diperoleh dari hasil penelitian yang telah dilakukan

adalah sebagai berikut:

1.6.1 Manfaat Teoritis

a. Memberikan manfaat dan sumbangan empiris mengenai kajian

internalisasi local genius gusjigang dalam penanaman nilai-nilai

karakter siswa di Sekolah Menengah Atas atau sederajat.

b. Dapat dijadikan referensi bagi peneliti-peneliti lain yang akan

melakukan penelitian serupa di masa yang akan datang dengan aspek

dan fokus yang berbeda untuk dijadikan sebagai bahan perbandingan

sehingga akan memperkaya temuan-temuan penelitian berikutnya

terkait dengan local genius gusjigang.

1.6.2 Manfaat Praktis

a. Bagi Peneliti, sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar

Magister Pendidikan Program Studi Pengembangan Kurikulum,

Pascasarjana Universitas Negeri Semarang.

b. Bagi mahasiswa dapat digunakan untuk mendapat informasi mengenai

local genius gusjigang sebagai penanaman nilai-nilai karakter siswa

SMA atau sederajat.


16

c. Bagi Perguruan Tinggi, hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai

referensi serta masukan kepada perguruan tinggi agar mendorong

mahasiswa untuk melakukan penelitian berbasis local genius

gusjigang.
17
BAB II
KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA TEORITIS DAN
KERANGKA BERPIKIR

2.1 Kajian Pustaka

Berdasarkan hasil pencarian dari berbagai penelitian sebelumnya, peneliti

memperoleh suatu masalah yang berkaitan dengan masalah yang dikembangkan

oleh peneliti, yaitu:

Penelitian yang dilakukan oleh Rahmawati & Pelu, (2021). Gusjigang

merupakan falsafah hidup yang terkait dengan Sunan Kudus dan dikenal

masyarakat Kudus. Sunan Kudus membangun konsep “gusjigang” yang artinya

pemuda harus bagus, pintar mengaji dan pandai berdagang. Nilai-nilai yang

termuat dalam kearifan lokal gusjigang terbagi menjadi tiga bidang yaitu budi

pekerti luhur, tradisi keilmuan dan kewirausahaan. Nilai-nilai yang terkandung

dalam kearifan lokal gusjigang dapat terus berkembang mengikuti perkembangan

zaman dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, sehingga nilai-nilai

yang terkandung dalam kearifan lokal gusjigang tetap menjadi pandangan hidup

tanpa mengubah esensi nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Wujud

pemanfaatan kearifan lokal gusjigang dapat dilihat pada pembelajaran Sejarah

Kebudayaan Islam Kelas XII. Pemanfaatan nilai-nilai kearifan lokal gusjigang

secara implisit tertuang dalam bagian penilaian RPP Kelas XII Sejarah

Kebudayaan Islam Walisongo.

Nilai-nilai kearifan lokal gusjigang dimanfaatkan melalui karya siswa

dan dalam pembelajaran sejarah kebudayaan Islam. Nilai-nilai kearifan lokal

18
19

gusjigang secara implisit diwujudkan yaitu kedisiplinan, tanggung jawab dan

kejujuran. Pentingnya kajian yang dikerjakan oleh Rahmawati dan Pelu dengan

kajian yang dikerjakan oleh peneliti adalah sama-sama berkaitan dengan nilai-

nilai karakter gusjigang. Namun, terdapat perbedaan antara kedua penelitian

tersebut. Rahmawati dan Pelu melakukan kajian pembelajaran Sejarah

Kebudayaan Islam (SKI) dengan lokasi penelitian di MAN 2 Kudus sedangkan

peneliti mengintegrasikan 3 mata pelajaran yaitu muatan lokal (Bahasa Jawa),

Pendidikan Agama Islam (PAI), Prakarya dan Kewirausahaan (PKWU) dengan

lokasi penelitian di SMA Negeri 1 Bae Kudus.

Maharromiyati & Suyahmo, (2016). Tujuan dari penelitiannya adalah

menyelidiki nilai-nilai karakter filosofi gusjigang, serta cara-cara di mana nilai-

nilai kepribadian diwariskan dari generasi ke generasi dan modal sosial yang

menyertainya. Guna mengetahui dan menyelidiki alasan mengapa para pengusaha

di Pondok Pesantren Al Mawaddah Kudus mengembangkan nilai-nilai karakter

berbasis gusjigang. Gus (bagus) adalah salah satu sifat karakternya, yang meliputi

kejujuran, toleransi, disiplin, peduli sosial, dan tanggung jawab. Nilai karakter

religius, rasa ingin tahu, dan gemar membaca termasuk dalam Ji (ngaji). Gang

(dagang) berkonotasi kerja keras, kreatif, dan kemandirian. Cara nilai-nilai

karakter gusjigang diwariskan melalui proses internalisasi dan sosialisasi.

Sedangkan alasan pengembangan karakter pondok didasarkan pada filosofi

gusjigang yaitu mewariskan nilai-nilai melalui kecerdasan budaya, melestarikan

budaya lokal, membangun kemandirian ekonomi dan menumbuhkan semangat

peduli lingkungan. Persamaan penelitian yang dilakukan Maharromiyati dan


20

Suyahmo dengan peneliti, keduanya membahas filosofi gusjigang dan nilai-nilai

yang terkandung di dalamnya. Namun, terdapat perbedaan antara kedua penelitian

tersebut. Penelitian yang dilakukan oleh Maharromiyati dan Suyahmo memilih

topik penelitian dari pondok pesantren entrepreneurship “Al Mawaddah Kudus”,

sedangkan peneliti menggunakan topik penelitian dari sekolah umum yang tidak

berbasis agama yaitu SMA Negeri 1 Bae Kudus.

Penelitian oleh Abid, (2018). Penelitiannya bertujuan untuk mengetahui

pentingnya gusjigang bagi nilai-nilai keterampilan dan bagaimana gusjigang

diintegrasikan pada proses belajar mengajar. Gusjigang termasuk dalam konsep

soft skills. Nilai "gus" di gusjigang adalah soft skills dalam keterampilan

komunikasi, dan kerjasama kelompok. Nilai "ji" sesuai dengan nilai keterampilan

dalam pembelajaran seumur hidup. Sedangkan nilai “gang” sesuai dengan soft

skills entrepreneurship. Mengintegrasikan nilai-nilai bagus, ngaji, dan dagang

(gusjigang) masuk dalam proses belajar mudah dilakukan dengan tiga metode,

antara lain: pengembangan materi, pengembangan metode pembelajaran dan

menentukan role model. Relevansi penelitian Nuskan Abid dengan apa yang

peneliti lakukan sama-sama membahas tentang integrasi nilai-nilai gusjigang ke

dalam pembelajaran. Sementara itu, perbedaan dari kedua penelitian tersebut

adalah Nuskan Abid lebih fokus pada pentingnya gusjigang untuk nilai-nilai soft

skill, sedangkan peneliti lebih fokus pada internalisasi local genius gusjigang

dalam menanamkan nilai-nilai karakter siswa SMA Negeri 1 Bae Kudus.

Penelitian Ihsan, (2017). Memiliki tujuan untuk mengkaji hakikat

kemandirian yang ada di dalam masyarakat Kudus dalam menghadapi


21

industrialisasi yang diberkahi dengan kearifan lokal sebagai landasan filosofisnya.

Kesamaan antara penelitian M. Ihsan dengan yang peneliti lakukan adalah sama-

sama membahas tentang nilai-nilai yang terkandung dalam kearifan lokal

gusjigang. Namun terdapat perbedaan pada kedua penelitian tersebut yaitu

penelitian M. Ihsan lebih menitik beratkan pada hubungan filosofi gusjigang

dengan industrialisasi di wilayah Kudus menjadikan gusjigang sebagai basis

pengembangan pembelajaran karakter di masyarakat. Sementara itu, penelitian

yang dilakukan oleh peneliti berfokus pada koneksi local genius gusjigang untuk

menanamkan nilai-nilai karakter pada siswa di sekolah.

Penelitian Santoso, (2016) memiliki tujuan penelitian mengetahui cara

masyarakat terutama para pengusaha menjadikan gusjigang sebagai keutamaan

dalam penanaman nilai. Persamaan penelitian yang dilakukan Djoko Santoso dan

peneliti sama-sama membahas prioritas nilai-nilai karakter gusjigang bagi warga

Kudus, sedangkan perbedaan penelitian yang dilakukan Djoko Santosa berfokus

pada gusjigang dalam dunia bisnis atau entrepreneurship, sedangkan penelitian

yang dilakukan peneliti berfokus pada gusjigang dalam praktek pembelajaran di

sekolah.

2.2. Kerangka Teoritis

2.2.1 Internalisasi

Internalisasi berasal dari kata internalization. Internalization diambil dari

kamus bahasa Inggris, berarti suatu hubungan yang ada dalam kehidupan

masyarakat. Internalisasi adalah proses memasukkan dan mengembangkan suatu


22

nilai atau budaya menjadi bagian dari diri seseorang yang bersangkutan. Nilai-

nilai tersebut dipupuk dan dikembangkan dengan bantuan berbagai metode

pendidikan dan pengajaran didaktik (Sahlan, 2012). Menurut Robert, internalisasi

sebagai pengintegrasian nilai-nilai dalam diri seseorang, atau dalam bahasa

psikologi, adalah penyesuaian keyakinan, nilai, sikap, praktik dan aturan baku

dalam diri seseorang. Pemahaman ini berarti bahwa memahami nilai-nilai yang

dicapai haruslah sikap praktis dan efektif yang tetap melekat pada diri seseorang

(Marlina, 2016). Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) menjelaskan

internalisasi adalah penghayatan, penguasaan mendalam melalui pelatihan,

bimbingan, penyuluhan, pemutakhiran, dan lain-lain.

Dari sini dapat disimpulkan bahwa internalisasi adalah proses evaluasi

nilai atau budaya secara mendalam dengan cara yang berbeda dan

mengintegrasikan tujuannya ke dalam kepribadian. Tujuan dari internalisasi ini

adalah fase pencirian nilai-nilai integral yang melekat pada kepribadian peserta

didik.

2.2.2 Local Genius Gusjigang

Menurut kamus bahasa Inggris-Indonesia, local genius terdiri dari dua

kata yaitu local dan genius. Local berarti lokal dan genius identik dengan

keunggulan. Menurut Nadlir, (2014) “kearifan lokal” diartikan sebagai “gagasan,

nilai, dan pandangan lokal yang bijaksana, penuh kearifan”, “berharga”,

“tertanam”, dan dianut oleh anggota masyarakat. Menurut Ayatrohaedi, (1986)

kearifan lokal disebut juga sebagai identitas budaya, yang mengacu pada identitas

dan kepribadian suatu bangsa yang memungkinkan bangsa tersebut menerima


23

budaya asing dan memperlakukannya sesuai dengan karakter dan kemampuan

yang dimiliki. Karena unsur budaya daerah terbukti lestari, maka berpotensi

menjadi local genius. Ciri-ciri local genius: 1) mampu menghadapi dunia luar dan

bertahan hidup; 2) mampu menyerap aspek-aspek budaya lain; 3) kemampuan

memasukkan aspek-aspek budaya lain ke dalam budaya sendiri 4) dapat

menjalankan otoritas; dan (5) mampu mengarahkan pertumbuhan suatu budaya.

Kearifan lokal atau local genius adalah cara pandang terhadap kehidupan

dan pengetahuan serta berbagai strategi kehidupan berupa kegiatan yang

dilakukan oleh masyarakat setempat untuk menjawab berbagai persoalan dan

memenuhi kebutuhannya (Fajarini, 2014). Local genius, sebagaimana

didefinisikan oleh Saptomo, (2010) didasarkan pada nilai-nilai yang berkembang

dalam kurun waktu yang lama selama pembentukan masyarakat. Sunan Kudus

dan Sunan Muria, dua wali di kota Kudus menanamkan sebagian besar warganya

dengan nilai-nilai yang mereka pegang teguh antara lain filosofi “Gusjigang”.

Sumintarsih et al., (2016) menjelaskan bahwa gusjigang berasal dari

kata “gus” yang berarti sopan santun, “ji” yang berarti mengaji, dan “gang” yang

berarti pedagang. Penggalan kata pertama dari gusjigang yakni “gus” merupakan

penggalan kata yang memiliki makna bagus. Bagus berarti bahwa setiap orang

berusaha dalam mengupayakan dan menjaga penampilan lahiriah atau fisiknya

dalam keadaan yang baik dan menarik. Penggalan kedua yakni “ji”, sebagai

seorang muslim, seseorang harus siap dan pandai membaca Al-Qur'an atau

memahami islam dan memiliki kemauan keras dalam mempelajari ayat-ayat al-

Qur’an dengan cara belajar kepada guru agama atau belajar di pondok pesantren.
24

Cara lain juga adalah dengan, terus membaca Al-Quran di waktu yang telah

ditentukan. Penggalan ketiga yakni “gang” berasal dari dagang atau bisnis atau

entrepreneurship. Perubahan makna kata terjadi pada konsep “gusjigang”. Makna

“gus”, mula-mula lebih mengacu pada unsur fisik dari unsur laki-laki, kemudian

dimaknai sebagai akhlak yang bagus. Kata “ji” kini juga lebih tepat diartikan

memiliki tingkat kecerdasan yang tinggi. Membaca Al-Qur'an tidak cukup dengan

melafalkan kitab saja, tetapi lebih dari itu adalah dengan memahami isi yang

terkandung didalamnya dan merenungi kejadian yang ada di alam semesta. Kata

“gang” sebagai dagang atau entrepreneurship. Nabi SAW sangat menganjurkan

umatnya untuk pandai berbisnis dan mampu memperoleh penghasilan dari hasil

kerja kerasnya sendiri, yaitu dengan membuka usaha sendiri atau menjadi

wirausahawan.

Filosofi “gusjigang” amat terkenal di kalangan masyarakat Kudus yang

bermukim di sisi barat Kudus (Kudus Kulon), lebih jelasnya di kawasan Menara

Kudus. Kata gusjigang adalah bahasa asli yang diambil dari singkatan tiga suku

kata yaitu “gus” memiliki arti kata bagus, “ji” yang mempunyai arti ngaji dan

“gang” memiliki arti kata dagang (Said, 2014). Filosofi gusjigang diajarkan oleh

Sunan Kudus (salah satu dari sembilan misionaris muslim pertama di pulau Jawa)

yang mengajarkan manusia untuk memiliki perilaku yang baik (gus), pintar

mengaji (ji) dan pandai berdagang (gang). Gusjigang dekat dengan nuansa islami

yang mengedepankan nilai-nilai keislaman pada masyarakat Kudus. Tujuannya

untuk mengembangkan karakter pria yang berbudi luhur, pemikiran ilmiah dan
25

sistematis, dan meningkatkan ketekunan, kreativitas, keinovatifan untuk bertahan

hidup (Zamroni, 2016).

Salam, (1967) dalam bukunya berjudul “Ja'far Shadiq”, Sunan Kudus

digambarkan sebagai sosok yang kuat sepanjang sejarah. Terlepas dari kenyataan

bahwa mitos yang masih dibuat menggambarkannya sebagai wali yang kuat yang

mampu melakukan hal-hal yang berada di luar kemampuan otak dan kemauan

manusia. Salah satu yang ditinggalkan oleh Sunan Kudus yang bernama asli

Syekh Ja'far Shodiq ini adalah nilai filosofi "gusjigang". Sunan Kudus adalah

salah satu Wali Songo yang menyebarkan agama Islam di Pulau Jawa. Selain

sebagai menteri, ia juga seorang senopati Kerajaan Demak Bintoro. Sunan Kudus

adalah wali yang terkenal memiliki dua citra diri yaitu Wali Saudagar dan

Waliyyul Ilmi. Sebagai Waliyyul Ilmi, Sunan Kudus adalah seorang spesialis

dalam hukum Islam yang ketat, pemerintahan dan penulisan kitab. Sementara itu,

citranya sebagai Wali Saudagar didukung oleh jejak sejarah yang tidak lepas dari

jaringan pedagang lokal dan global saat berdakwah.

Menurut Sumintarsih dkk (2016), Mohammad Hilmy (Pengusaha Jenang

Mubarok Food di Kudus) menjelaskan, “gusjigang” merupakan falsafah hidup

yang diwarisi dari Sunan Kudus, yaitu pandangan spiritual yang mengandung tiga

unsur yaitu Gus-Ji-Gang. Dijelaskan bahwa akhlak mulia dan wajah menawan

khas Nabi Muhammad SAW, tingkat ilmu yang tidak hanya didiskusikan tetapi

diamalkan, dan keahlian dalam meningkatkan taraf ekonomi umat Islam. Itu

merupakan gambaran nyata profil Sunan Kudus yang ditiru oleh masyarakat

Kudus Kulon, khususnya pengikut para wali dan ulama. Perkembangan


26

selanjutnya berupa kata ciri khas Syekh Ja'far Sadiq dikemas dalam bentuk kata

al-maqal, yang berbunyi "gusjigang", kependekan dari bagus, ngaji dan dagang.

Gusjigang akhirnya menjadi falsafah yang harus dilestarikan dari semangat

kebersamaan masyarakat Kudus dan kemudian menjadi standar Islam yang ideal,

yaitu pedagang yang berbudi luhur dan berpengalaman. Menurut Sumintarsih,

"gus" tidak hanya baik secara fisik atau tampan, tetapi juga baik secara karakter.

Sisi moral sangat ditekankan dalam masyarakat Kudus. “ji” pintar mengaji atau

lebih dikenal dengan sebutan santri, artinya mengetahui. Hal ini menjadi prioritas

penting karena karakter para santri ini meletakkan dasar bagi pemimpin masa

depan yang diarahkan untuk mentaati syariat islam. Kata “ji” tidak hanya

memiliki arti dalam lafalnya “mengaji” saja, namun menurut beberapa orang

berasal dari kata “kaji”.

Sumintarsih, (2016) gusjigang berasal dari kata “gus” yang berarti bagus,

sopan santun. “ji” yang berarti mengaji dan “gang” yang berarti pedagang.

Gusjigang mengandung tiga kata kunci yaitu gus-ji-gang menghasilkan tiga nilai

inti yang dapat dikembangkan sebagai landasan nilai untuk membangun Kudus

dalam bidang bisnis, politik, budaya dan pendidikan.

Berdasarkan pendapat di atas, dapat didefinisikan bahwa “Gusjigang”

mengandung tiga nilai utama, yaitu: (1) akhlak mulia dari kata gus (bagus) artinya

akhlak yang baik terhadap Allah SWT, manusia dan lingkungannya. Perwujudan

nilai tersebut tidak terlepas dari keteladanan kesadaran Sunan Kudus dengan kasih

sayang, empati dan toleransi yang tinggi terhadap sesama, (2) tradisi ilmiah dari

kata ji (mengaji ilmu) sesuai tradisi masyarakat Kudus. Tradisi mengaji tidak
27

terlepas dari hubungan paradigmatik Sunan Kudus yang dikenal dengan Waliyul

Ilmi dan perhatiannya terhadap persoalan keilmuan, (3) etos wirausaha dari kata

gang (dagang). Nilai-nilai utama kewirausahaan atau entrepreneurship adalah

kemandirian, kreativitas, inovasi.

Menurut Zamroni, (2016) gusjigang merupakan filosofi peninggalan dari

Sunan Kudus. “gus” berasal kata “bagus”. Bagus memiliki dua arti, yaitu baik

secara fisik (dilihat dengan mata) dan baik secara non fisik atau akhlak yang baik

(Amaruli, 2017). Bagus dalam gusjigang diartikan sebagai akhlak yang baik. Baik

juga berkaitan dengan pandangan pendidikan dan akar keluarga (Khotimah,

2018). Kebaikan juga bisa diartikan toleransi terhadap sesama dan saling

menghargai perbedaan. Seperti peninggalan Sunan Kudus yang ditemukan di

sekitar Masjid Menara Kudus dan Makam Sunan Kudus yang menampilkan

simbol agama Hindu. Ini adalah simbol keharmonisan hidup sekaligus warisan

budaya. Ini tidak biasa di negara-negara Muslim. Transformasi Hagia Sophia

menjadi masjid di Istambul, Turki, adalah salah satu contohnya. Hal ini

menggambarkan bahwa Islam tidak selalu mementingkan eksternal melainkan

internal (Rosyid, 2022).

“Ji” berasal dari kata “ngaji”. Membaca Al-Qur’an dalam gusjigang

diartikan sebagai kemampuan membaca Al-Qur’an dengan baik (Zamroni, 2016).

“Ji” juga dapat diartikan sebagai rajin beribadah atau berkarakter religius. Ada

pula sumber yang menjelaskan bahwa “ji” dalam gusjigang berasal dari kata

“kaji” yang berarti menunaikan ibadah haji (Mahmud, 2018). Ada juga yang

menyatakan bahwa ngaji berarti santri. Masyarakat Kudus, khususnya Kudus


28

Kulon, lebih menyukai santri lulusan pesantren dibandingkan mahasiswa. Karena

tujuan utama umat adalah membangun rumah tangga sesuai syariat Islam

(Khotimah, 2018).

Mayoritas masyarakat Kudus (khususnya di Kota Lama) sangat patuh

dalam menjalankan ibadahnya. Tidak salah bila kota ini disebut sebagai kota

santri. Ini menjadi semakin jelas saat Ramadhan dimulai. Hal ini terlihat pada

tradisi “Dandangan”, sebuah kegiatan menyambut Ramadhan. Selain itu, ada

tradisi “Buka Luwur” dimana kelambu makam Sunan Kudus diganti pada hari ke

10 bulan Assyuro (Triyanto et al., 2019). Selain itu “mempromosikan Al-Qur’an”

juga dimaknai sebagai sikap untuk selalu belajar dan berpikir kreatif. Namun itu

belum cukup, seseorang yang berpengalaman atau berpendidikan juga harus

menginspirasi. Tugas seorang guru tidak hanya memberikan pembelajaran, tetapi

juga menginspirasi siswa. Demikian juga, siswa harus belajar dengan sungguh-

sungguh. Karena kunci untuk membuka simpanan ilmu adalah kesediaan untuk

menerimanya (Aliyah & Gudnanto, 2022).

"Gang" berasal dari kata "dagang" yang diciptakan oleh Sunan Kudus.

Berdagang dalam nilai karakter gusjigang diartikan sebagai kemampuan berbisnis

dengan baik (Bastomi, 2019). Salah satu alasan dagang tersebut adalah waktu

penjual dapat diatur sendiri agar ibadah khususnya mengaji tidak terganggu

(Khotimah, 2018). Menurut filosofi “Gusjigang”, orang Kudus tidak percaya

bahwa bisnis hanyalah urusan duniawi. Karena bisnis juga membutuhkan perilaku

yang baik dan religius. Hal yang membuat bisnis akan terus menghasilkan

keuntungan nantinya (Darusman, 2016 ; Prasetyo & Mustafid, 2019).


29

2.2.3 Pendidikan Karakter

Karakter sebagai kepribadian yang khas yang dimiliki seseorang

tercermin dalam sebuah perilaku seperti cara berucap, cara bersikap, cara bergaul

dengan orang lain, dan sebagainya. Pendidikan karakter merupakan usaha sadar

dan terencana untuk menciptakan suasana dan proses yang meningkatkan potensi

dan budaya siswa membangun karakter pribadi dan/atau kelompoknya sebagai

warga negara yang baik (Purwanti, 2018). Hal ini harus dapat memberikan

kontribusi yang optimal bagi terwujudnya masyarakat yang berketuhanan Yang

Maha Esa, berkemanusiaan yang adil dan beradab, berjiwa persatuan Indonesia,

berjiwa kerakyatan, berpedoman pada hikmat musyawarah/perwakilan, adil dan

berkeadilan, kepedulian sosial bagi seluruh rakyat Indonesia (Gunawan, 2012 ;

Isnaini, 2016).

Pendidikan karakter adalah pendidikan yang menumbuh kembangkan

pada diri peserta didik nilai-nilai karakter bangsa agar mereka memiliki nilai dan

karakter watak yang dimiliki, sebagai anggota masyarakat dan sebagai warga

negara yang religius, berbangsa, produktif dan kreatif (Ridlo & Irsadi, 2012 ;

Suharso, 2017). Pendidikan karakter adalah proses mengubah nilai-nilai

kehidupan yang dikembangkan dalam kepribadian seseorang sehingga menjadi

bagian dari perilakunya (Jamhariani, 2020 ; Jamhariani et al., 2021). Hal yang

senada juga dikemukakan oleh Ilyas, (2016); Martiarini, (2016) bahwa pendidikan

karakter adalah upaya mendidik anak untuk membuat pilihan yang bijak dan

mempraktekkannya dalam kehidupan sehari-hari sehingga dapat mempengaruhi

dunia di sekitarnya secara positif. Ada tiga gagasan penting dalam pendidikan
30

karakter, yaitu: 1) proses konversi nilai; 2) berkembang dalam kepribadian dan 3)

menjadi satu dalam tingkah laku (Salamah, 2020 ; Nugroho & Pangestika, 2017 ;

Wirawati & Rahman, 2020; Rahaju, 2018 ). Dari pendapat di atas dapat

disimpulkan bahwa pendidikan karakter adalah suatu proses perubahan nilai-nilai

karakter yang mempengaruhi perubahan sikap anak dan kepribadian pada anak.

Penanaman nilai-nilai karakter hendaknya disesuaikan dengan tahapan

perkembangan moralitas anak. Menurut Erikson dalam Picauly, (2021)

perkembangan moralitas manusia dibedakan dalam 8 tahapan, yaitu: Masa Bayi

(Lahir-18 bulan); Masa Kanak-Kanak Awal (2-3 tahun); Pra Sekolah (3-5 tahun);

Usia Sekolah (6-11 tahun); Masa Remaja (12-19 tahun); Dewasa Awal (19-35

tahun); Dewasa Pertengahan (35-60 tahun); dan Dewasa Akhir (60 tahun keatas).

Penelitian ini lebih terfokus pada anak kategori remaja terutama anak usia sekolah

SMK/SMA umur 15-18 tahun. Pada masa ini, tugas remaja adalah meningkatkan

integritas diri yang bisa diterima dan unik. Kaum muda mencari alternatif,

mengkhawatirkan masa depan mereka.

Saat ini penanaman nilai karakter seperti gusjigang sangat penting untuk

menemukan jati diri seorang anak. Kaum muda dengan identitas menciptakan

masa depan yang memuaskan. Menurut Dupe, (2020) ; Ahmad, (2020)

menjelaskan bahwa seiring bertambahnya usia anak, mereka mengalami

perubahan identitas diri. Perubahan ini melibatkan beberapa hal, biasanya antara

usia 13-21 tahun. Pada usia ini, anak-anak mengalami perubahan fisik, mental,

emosional, sosial, moral dan spiritual saat mereka mencari identitas diri.
31

2.2.4 Nilai-nilai Karakter

Mayoritas masyarakat di Kabupaten Kudus, Provinsi Jawa Tengah,

Indonesia, mengenal filosofi gusjigang. Gusjigang adalah pedoman orang Kudus

yang ingin berpenampilan bagus, beraktivitas baik, berpikir baik, belajar

berwirausaha, dan mencari tahu sebanyak-banyaknya. Gusjigang dalam dimensi

budaya, merupakan warisan budaya yang diwariskan secara turun-temurun dan

akan selalu ada. Tradisi kepribadian Sunan Kudus merupakan warisan sosial yang

sengaja membingkai premis kelihaian lingkungan masyarakat Kudus. Landasan

kearifan lokal yang akan selalu ada adalah cara berpikir dan bertindak masyarakat,

serta nilai-nilai yang dianutnya. Setelah itu, filosofi ini mengambil kepribadiannya

sendiri dan tertanam di setiap generasi.

Local genius gusjigang di Kudus memiliki hubungan pragmatis dengan

Kanjeng Sunan Kudus. Warga Kudus percaya bahwa gusjigang itu nyata.

Kesadaran akan kebenaran filosofi ini mendorong manusia untuk berperilaku baik

dalam kehidupan sehari-hari dan memiliki etos kerja masing-masing. Tujuannya

adalah untuk melestarikan nilai-nilai bagus, ngaji dan dagang dengan

mengintegrasikannya ke dalam pembelajaran di lembaga pendidikan formal dan

informal, pesantren, kelompok belajar bersama, komunitas dan dalam keluarga.

Filosofi gusjigang dipandang sebagai perwujudan karakter masyarakat Kudus

yang terkenal dengan ketampanan dan perilakunya, kewirausahaan serta

pemahaman agama yang luas. Nilai-nilai inti yang lahir dari gusjigang dapat

menjadi basis nilai bagi perkembangan perspektif ekonomi, politik, seni, budaya,

dan pendidikan (Said, 2013). Pengusaha dari Kudus muncul dan mengadakan
32

perdagangan ke berbagai kota. Gairah perdagangan yang luar biasa mewujudkan

nilai-nilai kewirausahaan yang diwarisi dari tokoh terkemuka kota Kudus yakni

Kanjeng Sunan Kudus. Ajaran Sunan Kudus berupa pengajaran kewirausahaan

dengan meninggalkan jejak tradisi dandangan dan etos kerja yang kuat (Pujiyanto

et al., 2018). Gusjigang adalah hasil pemikiran dari budaya local genius yang

dicontohkan dari Sunan Kudus yang menjadi basis penting bagi perkembangan

spiritual entrepreneurship atau kapitalisme agama di wilayah pesisir. Budaya

gusjigang Kudus sangat cocok dengan etos spiritual entrepreneurship dan spirit

religius capitalisme untuk dijadikan landasan budaya membangun ekonomi

syariah di pesisir ini (Said, 2014).

Menanamkan nilai-nilai karakter bagus, ngaji, dagang atau

entrepreneurship pada proses pembelajaran sangat penting dalam pendidikan

karakter yang sedang berlangsung. Pendidikan seharusnya tidak hanya berperan

untuk menghasilkan manusia dengan bakat dan kemampuan khusus, kecerdasan

dan daya saing atau hard skill pada umumnya. Tantangan sistem pendidikan

adalah menghasilkan lulusan yang memiliki keterampilan dan pengetahuan untuk

memenuhi tuntutan tugas pekerjaan (Rongraung et al., 2014). Oleh sebab itu

pendidikan harus merancang sebuah sistem pembelajaran yang menghasilkan

output lulusan yang cerdas, baik itu dalam hal pengetahuannya, keterampilannya

dan yang tak kalah pentingnya adalah karakternya. Karena keterampilan yang

berkaitan dengan hard skill dapat dipelajari dan diajarkan oleh siapa saja (Junrat

et al., 2014). Guru dapat berinovasi dengan memanfaatkan konsep kearifan lokal

sebagai sumber belajar atau lingkungan belajar. Berdasarkan karakteristik siswa


33

dan bahan ajar, sumber belajar dari kearifan lokal yang ada dapat dimanfaatkan.

Keterampilan berpikir analitis siswa dapat dipetakan menggunakan metode

pembelajaran yang tepat untuk memecahkan masalah secara kritis dan kreatif. Jika

ini menjadi rutinitas di setiap kelas, maka kelas tersebut dapat menghasilkan anak-

anak yang terdidik dan kuat (Alimah, 2019). Nilai-nilai gusjigang dapat

dimasukkan ke dalam proses pembelajaran untuk menanamkan soft skill pada

siswa sekolah melalui materi dan metode pembelajaran yang dirancang dalam

kaitannya dengan filosofi sekolah gusjigang dan juga karisma panutan masyarakat

Kudus, yaitu Kanjeng Sunan Kudus, Sunan Muria. (Abid, 2018).

Falsafah gusjigang yang diajarkan oleh Sunan Kudus adalah singkatan

dari bagus akhlaknya, pandai mengaji, dan pintar berdagang. “Gus” (bagus)

mencerminkan sifat mulia yang harus dimiliki anggota masyarakat dalam

kaitannya dengan hubungan horizontal antar manusia dan hubungan fertikal

Tuhan Yang Maha Esa. “Ji” (mengaji) hendaknya tidak dimaknai secara sempit

sebagai kegiatan tadarus atau pembacaan Al-Qur'an, melainkan dimaknai secara

luas untuk mengkaji lebih jauh dinamika kehidupan yang berbeda dari perspektif

keilmuan yang berbeda. “Gang” (dagang) dimaknai sebagai jiwa kewirausahaan

yang harus dimiliki oleh setiap warga negara agar secara kreatif dan inovatif dapat

menemukan celah-celah mata pencaharian materiil untuk menjamin eksistensinya

(Mahmud, 2018).

Djoko Santoso (2016) menambahkan gusjigang harus dipertahankan,

disosialisasikan, dan dimanfaatkan dalam berbagai kegiatan sosial, ekonomi, dan

masyarakat lainnya sebagai kearifan lokal yang dilandasi oleh nilai-nilai perilaku
34

masyarakat Kudus. Menurut Maharromiyati, (2009) nilai-nilai karakter dalam

gusjigang jika dipadukan dengan nilai-nilai karakter yang ada di Pusat

Pengembangan dan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa, Pedoman Sekolah

2009, terdapat 11 dari 18 nilai karakter pada falsafah tersebut. Filosofi ini

menetapkan nilai-nilai karakter gusjigang sebagai berikut: disiplin, jujur,

toleransi, peduli sosial, dan tanggung jawab termasuk karakter “Gus” (bagus).

Religius, rasa ingin tahu, dan gemar membaca pada karakter “Ji” (ngaji). Kerja

keras, kreativitas, dan kemandirian terdapat pada karakter “Gang” (dagang).

Tabel 2.1 Nilai Karakter dari Falsafah Gusjigang

Local Genius Gusjigang Nilai Kepribadian


Gus (bagus) Disiplin, jujur, rasa tanggung jawab, peduli
sosial, toleransi.
Ji (ngaji) Religius, rasa ingin tahu, dan gemar
membaca
Gang (dagang) Mandiri, kreatif, kerja keras.

Pengajaran nilai pendidikan agama harus dilakukan agar dapat

diwariskan kepada generasi penerus yang dapat menjadi pedoman masyarakat.

Nilai-nilai pendidikan Islam yang terkandung dalam gusjigang ada 6 yaitu

filosofis, akhlak, ilmiah, spiritual, karya dan ekonomi. Gusjigang memberikan

dampak positif bagi masyarakat. Konsekuensinya adalah (a) Bagus: sopan santun,

akhlak yang baik (b) Ngaji: berilmu dan mampu mengamalkan (c) Dagang: rajin

dan tekun dalam berdagang, antara dagang dan ibadah harus seimbang. (Nawali,

2018). Internalisasi local genius gusjigang dalam penelitian yang akan dilakukan

lebih ditekankan dari aspek penanaman nilai karakter “Gus” (bagus) yaitu
35

kedisiplinan, “Ji” (ngaji) yaitu religius, dan “Gang” (dagang) yaitu

entrepreneurship.

Gusjigang dapat diimplementasikan dalam pendidikan karakter dengan

menerapkan nilai-nilai yang terkandung pada gusjigang sebagai acuan dalam

melakukan pendidikan karakter. Gusjigang mengandung banyak nilai, dan nilai-

nilai tersebut memiliki arti tersendiri hingga menjadi satu kesatuan yang utuh.

Nilai Gus (bagus) artinya berperilaku baik, nilai Ji (ngaji) yang selalu ingin

belajar untuk menambah ilmu pengetahuan, nilai Gang (dagang) artinya

memperbaharui diri sesuai kebutuhan zaman, dan nilai produktif artinya

menciptakan sesuatu yang bermanfaat bagi orang lain, menghasilkan keuntungan

(Sholichah, 2021).

Masyarakat Kudus Kulon mewarisi nilai-nilai budaya dan pengajaran

dari Sunan Kudus. Ajaran yang diturunkan oleh Sunan Kudus terdiri dari nilai

keagamaan, tenggang rasa, etika dan toleransi beragama. Orang Kudus Kulon

melakukan akulturasi dengan berbagai cara, antara lain melalui pendidikan,

dandangan, seni tari dan terbang papat yang diterapkan dalam perilaku dan sikap

untuk menentukan baik buruknya suatu perbuatan (Khotimah, 2018). Masyarakat

memiliki kewajiban moral untuk mengizinkan komunitas tradisional menentukan

tempat tinggal mereka sendiri sesuai dengan sejarah dan budaya mereka. (Jepson

& Canney, 2003).

Mempraktikkan local genius dapat memperkuat karakter siswa, karena

pengembangan karakter membutuhkan kesadaran dan kecerdasan budaya

(Kartadinata, 2010). Kecerdasan budaya ditunjukkan dengan kesadaran mereka


36

akan kearifan lokal di lingkungan tempat tinggalnya, sehingga mereka sadar akan

nilai-nilai budaya yang tinggi dan penting dalam situasi saat ini (Said, 2013).

2.2.5 Pembelajaran berbasis kearifan lokal (local genius)

Pembelajaran merupakan interaksi antara siswa, guru dan bahan

pembelajaran. Pembelajaran membantu siswa yang belum tahu sebelumnya

dengan tujuan membentuk sikap dan membangun kepercayaan diri siswa.

Menurut Robbins (Trianto, 2009) Belajar adalah proses pemahaman melalui

kombinasi pengetahuan yang ada dan pengetahuan baru. Belajar tidak lebih dari

tidak mengetahui sesuatu. Ini adalah kombinasi atau koneksi informasi yang

dimiliki sebelumnya dengan informasi baru.

Guru dapat memilih untuk memasukkan nilai-nilai kearifan lokal ke

dalam satu atau beberapa komponen pembelajaran, seperti metode pembelajaran,

materi pembelajaran, bahan ajar, lingkungan pembelajaran, dan penilaian

pembelajaran, ketika pelaksanaan pembelajaran disematkan dalam model

tersembunyi. Karena siswa dibekali pengalaman belajar kontekstual dan materi

apresiasi untuk memahami konsep pengetahuan budaya lokalnya, serta

kemampuan mengintegrasikan budaya, penggunaan budaya lokal dalam

pembelajaran berbasis budaya sangat bermanfaat bagi pemaknaan, proses, dan

hasil belajar. Model dalam pendidikan mampu menambah budaya lokal yang pada

gilirannya dapat membantu mengembangkan dan memperkuat kebudayaan

nasional yang merupakan puncak dari kebudayaan daerah, maupun kebudayaan

etnik yang menjadi ciri khas bangsa.


37

Pemaksaan dan keengganan tidak diperlukan untuk penyebaran kearifan

lokal yang berkembang secara alami dalam masyarakat. Kami tidak hanya

mengajarkan sesuatu yang teoritis tetapi juga konsep dunia nyata ketika itu

dimasukkan ke dalam materi pembelajaran. Tentunya sebagai pendidik, kita tidak

hanya fokus pada pembelajaran (Muchyidin, 2016). Kearifan lokal adalah

kekayaan budaya lokal yang menawarkan kebijakan hidup, cara pandang hidup

dan kearifan hidup. Menurut penelitian Ambarwangi (2014), tujuan pembelajaran

kurikulum akan menentukan seberapa baik siswa belajar tentang budaya lokal.

Nilai-nilai yang sudah lazim di masyarakat dapat dihubungkan dengan apa saja

yang termuat dalam kurikulum. Hal ini memudahkan setiap instruktur untuk

memasukkan kearifan lokal ke dalam setiap pelajaran dan memberikan makna.

Hal-hal yang mengungkapkan kearifan lokal ada tiga bidang utama.

Pertama, pembelajaran kearifan lokal (local genius), disebut juga dengan

manifestasi ontologis. Kedua, melalui pemikiran nusantara, kearifan lokal, dan

multikulturalisme, ekspresi epistemologis meningkatkan kesadaran masyarakat

akan perlunya menemukan jati diri dan kehidupan yang lebih baik. Ketiga,

perspektif aksiologi menunjukkan bahwa pemikiran nusantara dan kearifan lokal

dikuatkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara oleh hal-hal seperti

kerukunan, moralitas, dan nasionalisme (Meliono, 2011) Pernyataan di atas

menunjukkan bahwa hubungan interpersonal serta kompetensi pribadi dapat

dipengaruhi oleh kearifan lokal. Choudhury, (2013) melakukan salah satu studi

paling menarik tentang hubungan antara budaya dan pemerolehan bahasa yang

menegaskan bahwa penguasaan bahasa asing tanpa terlebih dahulu mempelajari


38

budayanya hanya akan menghasilkan seseorang yang fasih berbahasa tetapi tidak

memahami konteks atau filosofi sosial yang ada. Proses belajar mengajar lebih

adaptif ketika pengetahuan lokal dan sumber belajar digabungkan, karena terdapat

kearifan lokal yang berbeda di setiap daerah di Indonesia yang dapat disesuaikan

dengan kondisi dan keadaan masing-masing daerah. Nilai-nilai seperti

nasionalisme, harmoni, dan penciptaan identitas moral, kearifan lokal dan

multikulturalisme merupakan sumber pendidikan yang sangat baik bagi pemuda

Indonesia (Meliono, 2011).

2.2.6 Kerangka Berpikir

Nilai-nilai gusjigang dapat dikembangkan melalui pendidikan

masyarakat dan keluarga, pondok pesantren, pengajian bersama, dan lembaga

pendidikan formal dan informal. Di sekolah umum, filosofi gusjigang bisa

diajarkan di sekolah yang tidak hanya berbasis agama. Pelaksanaan nilai-nilai

gusjigang dapat diterapkan melalui pengalaman yang terus berkembang melalui

pemajuan rencana pendidikan, pergantian isi/materi dan teknik pembelajaran baik

dalam kegiatan kokurikuler, intrakurikuler maupun ekstrakurikuler serta evaluasi.

Kompetensi personal dan interpersonal dipupuk oleh local genius. Penguasaan

kombinasi hard dan soft skill untuk mencapai kompetensi dan pengetahuan yang

memenuhi persyaratan pekerjaan. Penanaman karakter siswa dapat dikembangkan

melalui internalisasi local genius karena pengembangan karakter memerlukan

kesadaran budaya dan kecerdasan. Sebagai lembaga pendidikan umum non

agama, SMA Negeri 1 Bae Kudus menggunakan filosofi gusjigang dalam


39

pendidikan karakter (bagus akhlak, pintar mengaji, dan pandai berdagang). Tujuan

penelitian ini adalah untuk menjelaskan bagaimana konsep nilai-nilai karakter

gusjigang di SMA Negeri 1 Bae Kudus, pola internalisasi dan dampak local

genius gusjigang. Gambar berikut mengilustrasikan implikasi teoritis dari

penelitian ini:

1. Tingginya angka kriminalitas remaja di Indonesia


2. Degradasi moralitas remaja
3. Masih rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia
4. Tingginya prosentase tingkat pengangguran di Indonesia
oleh lulusan SMK/SMA
5. Kurangnya pemahaman generasi muda terhadap local
genius gusjigang dalam penanaman nilai-nilai karakter.

Local Genius Gusjigang


Karakteristik budaya daerah masyarakat Kudus
Ajaran warisan Syeh Ja’far Shodiq

Gus Ji Gang

Internalisasi Local Genius Gusjigang


Penanaman nilai-nilai karakter dalam proses
pembelajaran di SMA Negeri 1 Bae Kudus

Mendeskripsikan Mendeskripsikan Mendiskripsikan


konsep local genius pola internalisasi dampak internalisasi
gusjigang dalam local genius local genius
penanaman nilai- gusjigang dalam gusjigang dalam
nilai karakter penanaman nilai- penanaman nilai-
(disiplin, religius, nilai karakter nilai karakter
dan (disiplin, religius, (disiplin, religius,
entrepreneurship) dan dan
di SMA Negeri 1 entrepreneurship) entrepreneurship)
Bae Kudus di SMA Negeri 1 di SMA Negeri 1
Bae Kudus Bae Kudus
40

1. Pengembangan kurikulum
2. Pengembangan konten/materi
3. Metode pembelajaran
4. Evaluasi

Gambar 2.1 Kerangka Berpikir


BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Pendekatan Penelitian

Jenis penelitian deskriptif kualitatif digunakan dalam penelitian ini.

Metode kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan informasi

ilustratif tentang individu sebagai kata-kata yang disusun atau diungkapkan secara

verbal dan cara berperilaku yang terlihat (Bogdan & Taylor, 2010). Pendekatan

kualitatif menggunakan lingkungan alamiah sebagai sumber informasi langsung,

menjelaskan logika, menggarisbawahi proses dari pada hasil, bersifat induktif, dan

berfokus pada signifikansi (Sudjana, 2008). Menurut Sumaryanto, (2010),

penelitian ini bersifat deskriptif karena data yang dikumpulkan berupa gambar dan

kata-kata bukan angka. Sugiyono, (2011) menambahkan bahwa metodologi

sistemik terbagi menjadi dua wilayah, yaitu pendekatan kualitatif dan pendekatan

deskriptif. Sementara peneliti adalah alat terpenting dalam mempelajari tempat-

tempat alami, pendekatan kualitatif didasarkan pada postpositivisme. Item yang

menggunakan teknik pengumpulan data melalui triangulasi (kombinasi). Temuan

penelitian lebih menekankan pada makna daripada generalisasi, dan analisis data

dapat bersifat induktif atau kualitatif.

Metode kualitatif digunakan untuk memperoleh informasi yang detail.

Penelitian dengan metode kualitatif deskriptif, informasi yang didapatkan tidak

boleh dimasukan dalam angka statistik, peneliti memberikan catatan hasil

41
42

penelitian dalam bentuk ungkapan agar mudah dideskripsikan atau

mendeskripsikan kejadian yang terjadi pada subjek dalam penelitian.

Konteks fenomena alami sebagai sumber data langsung, khususnya

lembaga pendidikan atau sekolah. Latar belakang ini holistik dan berfokus pada

orang dan organisasi secara keseluruhan; itu mungkin tidak memisahkan orang

atau organisasi menjadi variabel atau hipotesis melainkan secara keseluruhan

(Sumaryanto, 2010).

3.2 Desain Penelitian

Rancangan penelitian penelitian ini adalah metode kualitatif dengan

pendekatan etnografi. Etnografi merupakan model penelitian yang lebih terkait

dengan antropologi, yang mempelajari peristiwa budaya yang memberikan

wawasan tentang kehidupan subjek yang diteliti (Siddiq & Salama, 2019). Model

etnografi atau etnometodologi adalah model penelitian kualitatif yang bertujuan

untuk menggambarkan karakteristik budaya individu atau kelompok orang yang

tergabung dalam komunitas budaya (Hanurawan, 2016). Menurut Hallett &

Barber, (2014) Michael Burawoy mendefinisikan etnografi sebagai "studi tentang

orang-orang dalam ruang dan waktu mereka sendiri, dalam kehidupan sehari-hari

mereka." Poulsen, (1994) dia berpendapat bahwa ahli etnografi harus mempelajari

"habitat alami" mereka untuk memahami celah antara praktik dan wacana dan

menempatkan bahkan aspek terkecil dari kehidupan sehari-hari dalam konteks

yang lebih mendalam daripada struktur sosial.


43

Etnografi sebagai pendekatan penelitian kualitatif adalah penelitian yang

bertujuan untuk menemukan kualitas yang dapat diklasifikasikan sebagai sikap

atau kebiasaan (Jerolmack & Khan, 2014 ; Frankel & Devers, 2000 ; Kamolson,

2007). Etnografi juga dapat dirancang untuk menggambarkan keadaan budaya

etnis, budaya selalu menjadi jalur yang valid (Rytter, 2019 ; Parker, 2018).

Penelitian etnografi adalah genre penelitian kualitatif yang berevolusi dari

metodologi antropologi (Ritter, 2021). Kompleksitas manusia, interpersonal,

sosial, dan budaya diperiksa dalam studi masyarakat dan budaya ini. Etnografi

adalah metode penelitian yang mengacu pada proses dan metode berdasarkan

hasil penelitian (Shagrir, 2021 ; Ryan, 2017). Selain itu, metodologi mengacu

pada deskripsi orang dan bagaimana perilaku mereka, baik sebagai individu

maupun sebagai bagian dari kelompok, dipengaruhi oleh budaya atau subkultur

tempat mereka hidup dan beroperasi (Spurr et al., 2022 ; Hammersley, 2018).

Metode yang didasarkan pada observasi langsung adalah etnografi.

Secara alami dalam etnografi penting untuk mendengarkan aktor berbicara di atas

panggung, membaca dokumen yangdihasilkan di lapangan sambil mempelajari

dan mengajukan pertanyaan kepada orang lain. Namun, peran yang lebih aktif

yang dimainkan oleh gaya kognitif pengamatan, pengamatan, dan penelitian

adalah yang paling membedakan etnografi dari pendekatan lain. Etnografi, seperti

metode lainnya, lebih dari sekadar alat untuk mengumpulkan data. Kajian

kualitatif terhadap individu atau kelompok dengan tujuan untuk mendeskripsikan

secara sistematis karakteristik budaya yang lebih dalam dalam ruang dan waktu

mereka sendiri dikenal sebagai model etnografi.


44

Penelitian ini diarahkan pada pengkajian mengenai deskriptif

karakteristik kultural secara mendalam dan sistematis terhadap konsep local

genius gusjigang dalam penanaman nilai-nilai karakter (disiplin, religius dan

entrepreneurship) siswa di SMA Negeri 1 Bae Kudus. Kemudian dilakukan

analisis secara rinci, jelas dan objektif.

3.3 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini dilakukan di SMA Negeri 1 Bae Kudus Jalan

Jendral Sudirman Km 04, Ngembal Rejo, Kecamatan Bae, Kabupaten Kudus,

Jawa Tengah 59322. Peneliti mengambil lokasi di SMA Negeri 1 Bae Kudus

dilandasi alasan, yaitu: pertama, SMA Negeri 1 Bae Kudus sudah melaksanakan

internalisasi local genius gusjigang sebagai penanaman nilai-nilai karakter

sehingga data lebih mudah didapatkan. Kedua, dari sisi latar belakang sekolah

yang berbasis umum bukan sekolah keagamaan. Ketiga, lokasi sekolah yang dekat

dengan STAIN Walisongo Kudus dan dikelilingi oleh beberapa pondok pesantren.

Dari berbagai keunggulan dan keragaman yang ada menarik untuk dijadikan

lokasi penelitian.

3.4 Fokus Penelitian

Hakekat dari penelitian etnografi adalah berhubungan dengan antropologi

yang mempelajari peristiwa kultural yang menyajikan pandangan hidup subjek

yang menjadi objek penelitian yang merupakan gambaran keadaan kebudayaan

sebuah etnik berupa kebiasaan yang berlaku secara terus menerus. Fokus dalam
45

penelitian ini adalah upaya mengidentifikasi konsep local genius gusjigang dalam

penanaman nilai-nilai karakter (disiplin, religius dan entrepreneurship), pola-pola

internalisasi local genius gusjigang dalam penanaman nilai-nilai karakter

(disiplin, religius dan entrepreneurship) dan dampak internalisasi local genius

gusjigang dalam penanaman nilai-nilai di karakter (disiplin, religius dan

entrepreneurship) siswa di SMA Negeri 1 Bae Kudus.

3.5 Data dan Sumber Data Penelitian

Data yang dikumpulkan adalah data yang berkaitan dengan objek

penelitian yaitu konsep local genius gusjigang, pola internalisasi local genius

gusjigang, dan pengaruhnya terhadap pengenalan nilai-nilai karakter (disiplin,

religius dan entrepreneurship) di SMA Negeri 1. Bae Kudus. Jenis data dalam

penelitian ini dikelompokkan menjadi dua bagian, dua bagian tersebut adalah data

sekunder dan data primer. Adapun sumber data yang diperoleh dalam penelitian

kualitatif adalah berasal dari perbuatan atau kata-kata. Data lainnya diperoleh dari

dokumentasi, informasi, dan lain-lain (Moleong, 2007). Perolehan data primer

dari individu-individu yang terlibat langsung dalam program tersebut, ditetapkan

sebagai subjek penelitian, berupa kata-kata dan tindakan yang diteliti mengenai

pola internalisasi local genius gusjigang dan dampaknya terhadap pembentukan

karakter di SMA Negeri 1 Bae Kudus. Data sekunder diperoleh dari literatur,

jurnal ilmiah dan dokumen di SMA Negeri 1 Bae Kudus.

Pada penelitian ini sumber data dibagi atas dua bagian yaitu sumber data

primer dan sumber data sekunder.


46

3.4.1. Data Primer

Data didapatkan melalui hasil komunikasi atau wawancara Kepala

Sekolah, Wakil Kepala Sekolah Bidang Kurikulum, Wakil Kepala Sekolah

Bidang Kesiswaan, guru, dan siswa di SMAN 1 Bae Kudus.

3.4.2. Data Sekunder

Data didapatkan melalui penelusuran dokumentasi dan sumber tertulis

yang berasal dari buku atau majalah ilmiah, dokumen sekolah, arsip, dan

dokumen resmi yang ada kaitannya dengan konsep, pola-pola internalisasi local

genius gusjigang dan penanaman karakter (disiplin, religius dan

entrepreneurship) dalam pembelajaran serta dampaknya. Konsep, pola-pola

internalisasi local genius gusjigang dan dampaknya dapat diperoleh dari kata-

kata, tindakan subjek penelitian serta dokumen yang ada. Pola-pola penanaman

karakter berada dalam pengembangan kurikulum, pengembangan konten/materi

metode pembelajaran dan evaluasi di SMA Negeri 1 Bae Kudus.

3.6 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data kunci dalam studi etnografi ini adalah tanya

jawab mendalam kepada informan untuk mengungkap aliran kesadaran.

Pertanyaan yang diajukan dalam proses wawancara tidak terstruktur dan dalam

suasana yang cair. Pengumpulan data diperdalam melalui teknik observasi

partisipan dan studi dokumen.

Berikut adalah teknik atau alat pengumpulan data yang dapat digunakan

dalam penelitian psikologi etnografi: 1) Observasi non partisipansi. Peneliti atau


47

pengamat tanpa ikut serta dalam kegiatan sosial budaya suku yang diteliti, dalam

melakukan pengamatan; 2) Observasi partisipasi. Peneliti atau observer

menyebutkan fakta-fakta yang dapat diamati dengan ikut serta dalam kegiatan

sosial-sosial di dalam marga yang dimaksud; 3) Wawancara Mendalam. Biasanya,

wawancara mendalam disesuaikan dengan tujuan atau pertanyaan penelitian.

Rekaman audio dibuat sedapat mungkin selama proses wawancara mendalam

untuk penelitian etnografi dan segera ditranskrip untuk memudahkan analisis; 4)

Dokumen yang digunakan dalam konteks yang wajar (seperti dalam kehidupan

sehari-hari) oleh suatu kelompok etnis. Untuk mencapai tujuan penelitian

etnografi dalam psikologi, diperlukan dokumentasi komunitas, partisipan,

institusi, dan praktik budaya. 5) Merekam audio dan video. Tujuannya untuk

memastikan keakuratan data dan memungkinkan untuk mereplikasinya dalam

situasi lain jika diperlukan, alat pengumpulan data ini sangat membantu selama

proses pengumpulan dan analisis data (Hanurawan, 2016).

3.6.1. Pengamatan (observasi)

Pengamatan (Moleong, 2007) adalah pengamatan secara sistematis

terhadap fenomena yang terjadi pada objek penelitian. Di SMA Negeri 1 Bae

Kudus, peneliti melakukan observasi langsung terhadap internalisasi local genius

gusjigang untuk penanaman karakter (disiplin, religius dan entrepreneurship).

Metode observasi ini digunakan untuk melakukan kajian dan pengukuran terhadap

fenomena empiris yang terjadi di lapangan atau di fasilitas penelitian. Pengamatan

ini dilakukan dengan hati-hati menggunakan alat seperti kamera dan alat tulis.
48

3.6.2. Wawancara

Wawancara adalah proses percakapan dengan tujuan tertentu. Percakapan

dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara yang mengajukan pertanyaan dan

yang diwawancarai yang memberikan jawaban atas pertanyaan tersebut (Moleong,

2007). Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan wawancara terstruktur dan

terbuka. Wawancara terstruktur sebagai pertanyaan utama disusun secara

terstruktur dibuat sebelum penggunaan lapangan, sehingga pertanyaan lebih

terarah. Pertanyaan dapat berkembang berdasarkan kebutuhan data,

memungkinkan mereka untuk menemukan informasi rinci. Wawancara terbuka

artinya informan mengetahui bahwa dirinya sedang diwawancarai dan juga

mengetahui tujuan dari wawancara tersebut. Oleh karena itu, sebelum melakukan

wawancara dengan informan, peneliti menyiapkan alat wawancara yang berisi

pertanyaan yang terkait dengan peneliti.

3.6.3. Dokumentasi

Video, foto, rekaman, profil, rencana kegiatan, dan dokumentasi tertulis

tentang konsep, pola internalisasi local genius gusjigang, dan pengembangan

karakter (disiplin, religius, dan entrepreneurship) semuanya akan digunakan

untuk mengumpulkan data untuk penelitian ini. dalam pendidikan dan

dampaknya. Foto sering digunakan untuk mengkaji aspek subjektif karena

menghasilkan data deskriptif yang cukup berharga. Foto yang menggambarkan

pola internalisasi pengaruh local genius gusjigang terhadap pengembangan

karakter (disiplin, religius, dan entrepreneurship). Hasil dari pengambilan gambar


49

ini dideskripsikan sesuai dengan aktifitas yang dilakukan. Dokumen ini

diharapkan akan membantu mempertajam analisis penelitian.

3.7 Teknik Keabsahan Data

Untuk mendapatkan data secara objektif, seseorang harus mengusahakan

keabsahan data dalam penelitian kualitatif. Teknik pemeriksaan keabsahan

keabsahan data merupakan strategi untuk mengecek kebenaran data atau dokumen

penelitian yang diharapkan atau diterima, sehingga hasil penelitian benar-benar

dapat diperhatikan dari segala sisi (Moleong, 2007).

Untuk mendukung hasil penelitian, diperlukan alat untuk menunjukkan

kebenaran hasil penelitian dalam realitas lapangan. Oleh karena itu diperlukan

teknologi untuk mengecek kebenaran data (Moleong, 2007).Untuk menetapkan

keabsahan data diperlukan teknik pemeriksaan didasarkan atas sejumlah kriteria

tertentu. Empat kriteria yang digunakan yaitu derajat kepercayaan (credibility),

keteralihan (transferability), kebergantungan (dependability) dan kepastian

(confirmability).

Untuk mengecek keabsahan data dalam penelitian ini, peneliti memilih

menggunakan kriteria derajat kepercayaan (credibility) dengan teknik triangulasi

data. Dalam penelitian ini digunakan metode dan teori teknik triangulasi data.

Metode triangulasi, yaitu. peneliti membandingkan data observasi dari hasil

wawancara kepala sekolah, wakil kepala sekolah bidang kurikulum, wakil kepala

sekolah bidang kesiswaan, wakil kepala sekolah bidang humas, guru dan siswa.

Sementara itu, triangulasi teori dilakukan dengan memeriksa apakah hasil


50

penemuan yang didapatkan dari penelitian terkait dengan (konsep, internalisasi

kearifan lokal gusjigang dalam penanaman karakter) sesuai dengan teori yang ada.

3.6.1. Derajat Kepercayaan

Penerapan derajat kepercayaan pada dasarnya menggantikan konsep

validitas internal dalam penelitian kualitatif. Kriteria derajat kepercayaan dalam

penelitian ini menunjukkan tingkat kepercayaan yang diperoleh peneliti selama di

lapangan dalam mencari data yang berhubungan dengan internalisasi local genius

gusjigang dalam penanaman karakter. Dalam penelitian ini untuk menjamin

keabsahan data yang diperoleh, peneliti menggunakan teknik triangulasi.

Ketika diperoleh data dari informan dalam waktu dan keadaan yang

berbeda, maka kemungkinan besar data yang diperoleh akan berbeda pula. Oleh

karena itu dalam penelitian ini memerlukan triangulasi dengan sumber, yaitu

dengan jalan mengkonfirmasi ulang atau mengkroscek data yang diperoleh dari

informan di lain waktu, karena bisa jadi keterangan yang diberikan di awal dan

diakhir akan berbeda. Sedangkan triangulasi dengan metode yaitu mengecek

derajat kepercayaan dengan cara membandingkan data yang diperoleh dari suatu

metode dengan data yang diperoleh dari data lainnya.

3.8 Teknik Analisis Data

Teknik analisis data dalam penelitian etnografi adalah teknik analisis

tematik etnografi adalah untuk mendeskripsikan secara lengkap karakteristik

budaya yang mempengaruhi perilaku sosial seseorang. Deskripsi faktor budaya

dan kontekstual yang mempengaruhi perilaku sosial seseorang menjadi fokus


51

utama laporan penelitian. Fokus ini sejalan dengan gagasan etnografi, yaitu

penelitian yang bertujuan untuk menemukan dan mendeskripsikan secara lengkap

fenomena budaya suatu kelompok (Hanurawan, 2016).

Menurut (Hanurawan, 2016) teknik analisis tematik etnografi dilakukan

melalui prosedur sebagai berikut: 1) Peneliti membuat daftar kategori yang

dibedakan sesuai dengan tujuan penelitian yang terdapat pada data yang

dikumpulkan dari bahan (observasi, wawancara, dokumen dan rekaman audio dan

video). Daftar kategori adalah karakteristik fenomena perilaku atau psikologis dari

kelompok budaya atau etnis tertentu; 2) peneliti menandai kategori yang muncul;

3) Setelah itu peneliti menarik kesimpulan dari hasil penelitian berdasarkan daftar

kategori signifikan.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Kudus merupakan salah satu Kabupaten yang berada di Provinsi Jawa

Tengah Indonesia. Ibu kota kabupaten berada di kecamatan Kota Kudus, 51

kilometer timur Semarang di jalan pesisir timur laut Jawa Tengah antara

Semarang dan Surabaya. Kudus juluki sebagai kota Santri dan kota Kretek. Kata

Kudus berasal dari bahasa Arab "quds" yang artinya suci. Batas wilayah

administratif Kabupaten Kudus sebagai berikut: Di sebelah utara berbatasan

dengan Kabupaten Jepara, di sebelah timur dengan Kabupaten Pati, Kabupaten

Grobogan di sebelah selatan, dan Kabupaten Demak di sebelah barat.

Lokasi penelitian terletak di SMA Negeri 1 Bae Kudus yang beralamat di

Jln. Jendral Sudirman Km.4, Ngembal Rejo, Kecamatan Bae, Kabupaten Kudus,

Jawa Tengah 59322. NPSN: 20317483, Status : Negeri, Bentuk

Pendidikan : SMA, Status Kepemilikan : Pemerintah Daerah, SK Pendirian

Sekolah : 0292/o/1978, tanggal SK Pendirian : 1978-04-01, SK Izin

Operasional : 0292/o/1978, tanggal SK Izin Operasional : 1978-04-0.

Visi SMA Negeri 1 Bae Kudus adalah’’Terwujudnya warga sekolah yang

beriman, bertaqwa, berakhlak mulia, berprestasi unggul, peduli lingkungan,

berwawasan kebangsaan dan berdaya saing di tingkat global’’. Adapun indikator

ketercapaiannya adalah:

1. Menjadi warga sekolah yang beriman.

2. Menjadi warga sekolah yang bertaqwa.

52
53

3. Menjadi warga sekolah yang berakhlak mulia.

4. Menjadi warga sekolah yang berprestasi unggul.

5. Menjadi warga sekolah yang peduli lingkungan.

6. Menjadi warga sekolah yang berwawasan kebangsaan.

7. Menjadi warga sekolah yang berdaya saing di tingkat global

Misi sekolah merupakan upaya atau tindakan yang akan dilakukan oleh

warga sekolah untuk mewujudkan visi sekolah. Misi sekolah dapat dijelaskan

sebagai berikut:

1. Meningkatkan akhlak mulia dan kepribadian peserta didik melalui

berbagai kegiatan sekolah;

2. Melaksanakan pembelajaran dan bimbingan berbasis teknologi informasi

dan komunikasi secara optimal sesuai dengan potensi peserta didik;

3. Melakukan pencegahan kerusakan dan pengendalian pencemaran sumber

daya alam dan lingkungan hidup dalam rangka pelestarian fungsi

lingkungan hidup;

4. Menumbuhkembangkan semangat kebangsaan dan cinta tanah air melalui

berbagai kegiatan intra dan ekstrakurikuler;

5. Bekerja sama dengan semua pihak untuk mewujudkan peserta didik yang

berdaya saing di tingkat global.

Tujuan sekolah merupakan penjabaran dari pernyataan misi,

sesuatu yang akan dicapai atau dihasilkan dalam jangka waktu yang telah

ditentukan. Penetapan tujuan pada umumnya didasarkan pada faktor-faktor

kunci keberhasilan yang dilakukan setelah penetapan visi dan misi. Tujuan
54

tidak selalu harus dinyatakan dalam bentuk kuantitatif, tetapi harus dapat

menunjukkan kondisi yang ingin dicapai di masa mendatang. Tujuan

sekolah merupakan hasil penyelenggaraan pendidikan yang akan dicapai

yang dapat dijelaskan sebagai berikut, bahwasanya tujuan sekolah adalah :

1. Menggambarkan tingkat kualitas yang perlu dicapai dalam jangka

menengah (empat tahunan), dalam hal ini digambarkan kompetensi yang

akan sekolah wujudkan;

2. Penentuan indikator kompetensi mengacu pada visi, misi, dan tujuan

pendidikan nasional serta relevansinya dengan kebutuhan masyarakat;

3. Penentuan indikator kompetensi mengacu pada standar kompetensi lulusan

yang sudah ditetapkan oleh Pemerintah;

4. Mengakomodasi masukan dari berbagai pihak yang berkepentingan

termasuk komite sekolah/sekolah dan diputuskan oleh rapat dewan guru

yang dipimpin oleh kepala sekolah/sekolah;

5. Tujuan satuan pendidikan selanjutnya disosialisasikan kepada warga

satuan pendidikan dan segenap pihak yang berkepentingan.

Sesuai dengan tujuan pendidikan menengah, SMA Negeri 1 Bae

Kudus menetapkan tujuan umum yaitu: Meningkatkan keunggulan potensi

dan prestasi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan

bertakwa kepada Tuhan YME, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,

kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta

bertanggung jawab.
55

Gambar 4.1 Lokasi penelitian SMA Negeri 1 Bae Kudus

SMA Negeri 1 Bae Kudus berdiri pada tahun 1978 dengan nama

SMA Negeri 2 Kudus. Sejak tahun 1997 berubah nama menjadi SMA

Negeri 1 Bae Kudus berdasarkan Keputusan Mendikbud tanggal 1 Maret

1997 No. 035/0/1997. Perkembangan SMA Negeri 1 Bae Kudus menjadi

RSBI berawal dari penetapan SMA Negeri 1 Bae Kudus sebagai Sekolah

Kategori Mandiri pada tahun 2007, kemudian dalam perkembangan

selanjutnya SMA Negeri 1 Bae Kudus pada tahun 2009 ditetapkan menjadi

SMA RSBI berdasarkan keputusan Direktur Pembinaan SMA Dirjen

Mendikdasmen Depdiknas tanggal 3 September 2009, nomor

2466/C.C4/MN/2009 tentang penetapan sekolah penyelenggara program

RSMA Bertaraf Internasional Tahun 2009.

SMA Negeri 1 Bae Kudus memiliki 93 personil Pendidik dan

Tenaga Kependidikan (PTK), terdiri dari:

- Tenaga Pendidik PNS : 45 orang

- Tenaga Pendidik P3K : 11 orang


56

- Tenaga Pendidik non PNS : 15 orang

- Tenaga Kependidikan PNS : 6 orang

- Tenaga Kependidikan non PNS : 22 orang

Sedangkan jumlah peserta didik Tahun Pelajaran 2022/2023

seluruhnya berjumlah 1170 orang. Persebaran jumlah peserta didik antar

kelas merata, peserta didik kelas X fase E dengan jumlah rombongan

belajar 11 terdiri dari kelas X E1-11. Sedangkan kelas XI, dan XII masing-

masing ada 11 rombongan belajar yang terdiri dari 7 rombongan belajar

peminatan MIPA dan 4 rombongan belajar peminatan IPS.

Tabel 4.1 Jumlah Peserta Didik Berdasarkan Jenis Kelamin


KELAS L P JUMLAH
X E 1-11 129 268 397
XI MIPA 74 177 251
XI IPS 54 83 137
XII MIPA 84 165 249
XII IPS 47 89 136
JUMLAH PESERTA
DIDIK
388 782 1170

Pada saat penelitian berlangsung SMA Negeri 1 Bae Kudus

dipimpin oleh Bapak Mulyono, S. Pd., M.Pd. Responden dalam penelitian

ini adalah kepala sekolah, wakil kepala sekolah bidang kurikulum

sekaligus guru Matematika, wakil kepala sekolah bidang kesiswaan

sekaligus guru PPKn, wakil kepala sekolah bidang humas, guru ekonomi

dan sekaligus sebagai Ketua Tim Pengembang Sekolah Program

Pengembangan Kewirausahaan, 1 orang guru Mulok Basa Jawa, 2 orang

guru Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti, 1 orang guru Prakarya

dan Kewirausahaan (PKWU) dan 1 orang pembina ekstrakurikuler DKV.


57

Responden pertama (R.1) yaitu Mulyono, S.Pd., M.Pd. selaku

Kepala SMAN 1 Bae Kudus. Kedua (R.2) Sugihardjo, S.Pd., M.Pd.

sebagai Waka Kurikulum sekaligus guru Matematika. Ketiga (R.3) Rokhis

Setiawati, S.Pd., M.Pd. sebagai Waka Humas, guru Ekonomi sekaligus

sebagai Ketua Tim Pengembang Sekolah Program Pengembangan

Kewirausahaan. Keempat (R.4) Dyah Lisayanti, S.Pd., M.Pd. sebagai

Waka Kesiswaan sekaligus guru PPKn. Kelima (R.5) Raihatun Ni’mah, S.

Pd. sebagai guru mulok Bahasa Jawa.Keenam (R.6) Musyafa’, S.Pd.I.,

M.Pd.I., sebagai guru PAI dan Budi pekerti. Ketujuh (R.7) Hasan Fauzi, S.

Pd.I. sebagai guru PAI dan Budi Pekerti sekaligus pembina IRMAS,

Kedelapan (R.8) Vivi Sulistyanasari, S.Pd. sebagai guru PKWU, dan

Kesembilan (R.9) Beny William Ardana. S. Pd. sebagai pembina

ekstrakurikuler Desain Komunikasi Visual (DKV).

4.2. Temuan Penelitian dan Pembahasan

Fokus penelitian dibagi ke dalam tiga indikator yaitu : 1) Konsep local

genius gusjigang dalam penanaman nilai-nilai karakter (disiplin, religius dan

entrepreneurship) siswa di SMA Negeri 1 Bae Kudus; 2) Pola internalisasi local

genius gusjigang dalam penanaman nilai-nilai karakter (disiplin, religius dan

entrepreneurship) siswa di SMA Negeri 1 Bae Kudus; 3) Dampak internalisasi

local genius gusjigang dalam penanaman nilai-nilai karakter (disiplin, religius dan

entrepreneurship) siswa di SMA Negeri 1 Bae Kudus. Tiap-tiap indikator dibagi


58

menjadi beberapa butir pertanyaan untuk mendapatkan data dan didukung hasil

studi dokumen dan observasi.


59

4.2.1 Konsep local genius gusjigang dalam penanaman nilai-nilai karakter


(disiplin, religius, dan entrepreneurship) di SMA Negeri 1 Bae Kudus

Kota Kudus dijuluki sebagai kota kretek dan kota yang kaya akan

budaya. Selain sebagai kota yang kaya akan budaya dan terkenal sebagai kota

santri, Kudus juga memiliki kearifan lokal atau local genius yang tertanam dalam

kehidupan masyarakat dan telah menjadi ide, gagasan, nilai, serta pandangan

masyarakat di Kabupaten Kudus. Kearifan lokal bersifat kebijaksanaan,

kecerdasan, kearifan, bernilai baik yang telah tertanam serta diikuti oleh

masyarakat Kabupaten Kudus itu sendiri. Setiap daerah memiliki kearifan lokal

yang berbeda sebagai ciri khasnya yang dapat diwariskan dari generasi ke

generasi (Ekanasari et al., 2021). Nilai-nilai yang terkandung dalam kearifan lokal

inilah yang dapat dikembangkan sebagai sarana pendidikan karakter. Contoh

kearifan lokal yang telah tertanam dan diikuti oleh masyarakat di Kabupaten

Kudus yaitu gusjigang.

Local genius atau dengan istilah lain kearifan lokal atau local wisdom

merupakan istilah yang diperkenalkan oleh Wales (1986) dimana Ia menyatakan

“thesume of the cultural characteristics which the vas majority of a people have in

common as a result of their experience in early life”. Disisi lain local genius

menurut Wales memiliki fungsi sebagai “suatu kekuatan kebudayaan lokal untuk

menangkal kebudayaan asing ketika saling bersinggungan” (Rosidi et al., 2011).

Local genius merupakan kebudayaan yang melekat pada kelompok masyarakat

tertentu yang memiliki nilai-nilai sehingga mampu menjadi sarana untuk


60

menangkal arus global. Kemajemukan bangsa Indonesia melahirkan berbagai

budaya lokal yang menjadi sumber dari kebudayaan nasional.

Generasi abad 21 banyak yang tidak mengetahui apa itu gusjigang.

Istilah gusjigang diajarkan oleh Sunan Kudus agar masyarakat Islam di Kudus

mempunyai budi pekerti yang bagus atau baik, bisa mengaji atau rajin beribadah

serta pandai berdagang seperti yang pernah dilakukan Rasulullah SAW. Krisis

moral dalam dunia pendidikan telah melanda generasi muda, banyak

permasalahan terjadi di kalangan pelajar (Al-Aharish, 2017 ; Genc, 2018). Hal ini

disebabkan karena kurang terbentuknya pendidikan moral dan pendidikan

karakter pada siswa serta kurangnya pendidikan agama yang dipegang oleh siswa

(Azizah, 2022 ; Idris et al., 2022). Pendidikan bukan sekadar berfungsi sebagai

media untuk mengembangkan kemampuan semata, melainkan juga berfungsi

untuk membentuk watak dan peradaban bangsa yang bermartabat.

Kearifan lokal membuat suatu budaya bangsa menjadi akar. Kearifan

lokal merupakan modal pembentukan karakter luhur. Bangsa yang memiliki

karakter kuat bersumber dari nilai-nilai yang digali dari budaya masyarakatnya

menjadi bangsa yang besar. Menurut Howard et al., (2004) karakter merupakan

nilai-nilai dalam tindakan seseorang. Hal yang sama juga dikemukakan oleh

Aunger & Curtis, (2016) bahwa karakter yang ada di dalam diri seseorang terdiri

atas tiga bagian, yaitu; pengetahuan moral, perasaan moral dan perilaku moral.

Ketiga bagian ini yang saling terkait satu dengan yang lainnya menciptakan

karakter yang baik. Karakter yang baik ini menghasilkan pengetahuan yang baik,

keinginan yang baik dan perilaku yang baik dari segi pikiran, kebiasaan hati, dan
61

kebiasaan bertindak bagi seseorang dalam lingkungan keluarga, masyarakat,

bangsa dan negara. Jadi seseorang yang memiliki karakter yang baik, mereka akan

mampu membuat keputusan dan siap mempertanggungjawabkannya.

Membangun jati diri bangsa melalui pendidikan berwawasan kearifan

lokal (local genius) pada dasarnya dapat dipandang sebagai landasan bagi

pembentukan jati diri bangsa secara nasional (Yuliatin et al., 2021). Pendidikan

adalah gerakan kultural, maka untuk membentuk karakter peserta didik harus

melalui pembentukan budaya sekolah yang berkarakter. Menurut Daniah, (2016)

menggali dan menanamkan kembali kearifan lokal secara inheren melalui

pendidikan dapat dikatakan sebagai gerakan kembali pada basis nilai budaya

daerahnya sendiri sebagai bagian upaya membangun identitas bangsa dan sebagai

filter dalam menyeleksi pengaruh budaya lain. Sejalan dengan pendapat Istiawati,

(2016) ; (Pingge, 2017) bahwa pendidikan berbasis local genius merupakan

pendidikan yang mengajarkan peserta didik untuk selalu lekat dengan situasi

konkrit yang mereka hadapi. Pendidikan karakter dapat dilakukan melalui budaya

dan kearifan lokal (local genius), karena setiap sekolah dan lingkungannya unik

dalam pembentukan karakter, sehingga peserta didik dapat belajar melalui nilai

budaya lokal serta dapat memberi rangsangan untuk menerapkan pengetahuan

moral yang mereka miliki dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga,

masyarakat dan warga negara.

Penelitian tentang konsep local genius gusjigang dalam penanaman nilai-

nilai karakter (disiplin, religius dan entrepreneurship) di SMA Negeri 1 Bae


62

Kudus dengan melakukan wawancara kepada Kepala Sekolah, 3 November 2022

sebagai berikut:

“Gusjigang bagi SMA Negeri 1 Bae Kudus memiliki makna yang begitu
mendalam sehingga menjadi tujuan yang utama dalam kurikulum sekolah.
Nilai-nilai karakter mulia dan akhlaqul karimah yang tersirat dalam
falsafah gusjigang harus betul-betul bisa tertanam ke dalam jiwa dan
sanubari setiap peserta didik sebagai bekal kelak di kehidupan nyata.
Gusjigang kependekan dari bagus, ngaji, dagang. “Gus” yang berarti
bagus, “Ji” yang berarti mengaji dan “Gang” yang berarti berdagang. Kata
“gus” bagi peserta didik hendaknya tidak hanya sekedar perilakunya saja
yang bagus, tetapi harus berkarakter mulia, sekaligus berpenampilan yang
mempesona. Selalu menjaga kedisiplinan baik lisan, perbuatan, maupun
penampilan. Ingat selalu pepatah Jawa “Ajining diri ana ing lathi, ajining
raga ana ing busana”. Orang akan memperoleh penghargaan yang tinggi
jika mampu mendisiplinkan lisan dan perilakunya, serta mampu menjaga
penampilan. Kata “ji” bagi peserta didik SMA Negeri 1 Bae tidak hanya
sekedar mengaji ilmu agama tetapi juga belajar ilmu pengetahuan dan
teknologi serta mampu mengamalkannya dalam kehidupan, punya
keinginan yang kuat untuk maju dan berliterasi. Sedangkan kata “gang”
berarti peserta didik harus pintar membaca peluang usaha, suka bekerja
keras, kreatif dan mandiri dimanapun berada. Melalui filosofi inilah Sunan
Kudus menuntun para pengikutnya serta masyarakat Kudus menjadi
orang-orang yang memiliki kepribadian yang bagus, tekun mengaji dan
mau berusaha atau berdagang”. (SB.KS.Mul.R.1)

Kepala SMA Negeri 1 Bae Kudus menempatkan konsep local genius

gusjigang pada kedudukan yang sangat penting dalam penanaman nilai-nilai

karakter (disiplin, religius, dan entrepreneurship) di sekolah. Diharapkan spirit

gusjigang betul-betul bisa tertanam kedalam jiwa dan sanubari setiap peserta didik

sebagai bekal kelak ketika terjun di masyarakat. Karakter disiplin tercermin dari

konsep “Gus” yang berarti bagus. Perilaku bagus, ahklak mulia dan penampilan

yang mempesona tidak akan terwujud tanpa adanya kedisiplinan yang tinggi. Baik

disiplin dalam lisan, perilaku maupun disiplin dalam berbusana atau penampilan.

Hal ini tercantum dalam “Kesepakatan Siswa” dan Kurikulum Sekolah. Karakter

religius tercermin pada konsep “Ji” yang berarti mengaji. Mengaji tidak hanya
63

diartikan sebagai mengaji ilmu agama saja tetapi berkembang sebagai kewajiban

untuk “tholabul ilmi”. Baik ilmu umum, pengetahuan, teknologi, dan berliterasi

serta pengamalannya dalam kehidupan sehari-hari. Karakter religius dapat

terimplementasikan dalam kehidupan yang dapat terlihat dari aktivitas keseharian

dari peserta didik (Khaidir & Suud, 2020). Sedangkan karakter entrepreneurship

tercermin dalam “Gang” yang artinya berdagang (Amaruli, 2017). Hal ini tampak

dari peserta didik dalam kemampuan membaca peluang usaha, suka bekerja keras,

kreatif dan mandiri dimanapun berada. Penerapan di sekolah dikembangkan

melalui komponen karakter kreatif, mandiri, kerja keras dan tanggungjawab,

dengan rumusan dalam kurikulum termasuk dalam kelompok pembelajaran

prakarya dan kewirausahaan (PKWU) didukung dengan kegiatan-kegiatan

pengembangan diri yang ada dalam ekstrakurikuler sekolah dengan bimbingan

tenaga pendidik dari guru sendiri dan tutor dari luar sekolah, harapannya akan

muncul sikap dan perilaku entrepreneurship dari peserta didik.

Menurut (Albantani & Madkur, 2018 ; Uge et al., 2019)

menjelaskan bahwa kearifan lokal adalah tatanan hidup yang diwarisi dari

satu generasi lain dalam bentuk agama, budaya, adat istiadat dalam sistem

sosial masyarakat. Pendidikan karakter berbasis kearifan lokal bagi peserta

didik di SMA Negeri 1 Bae Kudus dilakukan dalam proses pembelajaran

di kelas dengan cara guru terlebih dahulu menyusun rencana pelaksanaan

pembelajaran (RPP) dan mengembangakan materi pembelajaran dengan

memperhatikan kearifan lokal gusjigang sebagai falsafah masyarakat

Kudus. Menurut (Saddhono, 2018 ; Wandasari et al., 2019) Pendidikan


64

adalah gerakan kultural, maka untuk membentuk karakter peserta didik

harus melalui pembentukan budaya sekolah yang berkarakter. Menggali

dan menanamkan kembali kearifan lokal secara inheren melalui

pendidikan dapat dikatakan sebagai gerakan kembali pada basis nilai

budaya daerahnya sendiri sebagai bagian upaya membangun identitas

bangsa dan sebagai semacam filter dalam menyeleksi pengaruh

budaya lain.

Manifestasi local genius gusjigang dalam penanaman nilai-nilai karakter

(disiplin, religius dan entrepreneurship) di SMA Negeri 1 Bae Kudus tidak hanya

dijadikan sebuah semboyan dalam makna filosofi, namun juga diimplementasikan

dalam rumusan kurikulum dan kegiatan pembelajaran. Hasil wawancara kepada

Wakil Kepala Sekolah Bidang Kurikulum tanggal 4 November 2022 dijelaskan

tentang pentingnya filosofi gusjigang dimasukkan dalam kurikulum sekolah yaitu:

“Pentingnya filosofi gusjigang dimasukkan pada kurikulum sekolah kami


yang pertama guna membentuk peserta didik agar mempunyai karakter
mulia yaitu disiplin, religius dan memiliki jiwa entrepreneurship.
Disiplin sebagai manifestasi nilai karakter bagus (gus). Nilai karakter
disiplin sangat penting ditanamkan kepada peserta didik karena
kedisiplinan adalah kunci menuju kesuksesan, tidak ada orang sukses
kecuali dia disiplin. Demikian pula nilai karakter religius sangat penting
untuk ditanamkan kepada peserta didik karena religius sebagai
perwujudan insan yang mempunyai kedekatan spiritual dengan Tuhan
Yang Maha Esa, setiap manusia memiliki kewajiban untuk mengaji
(belajar) ilmu agama maupun ilmu umum dan mengamalkan ilmunya
dalam kehidupan. Inilah yang menjadi inti dari makna mengaji (ji) dalam
gusjigang sebagaimana Allah menciptakan manusia tiada lain adalah
untuk beribadah kepadaNya, maka perilaku religius menjadi bagian yang
utama dalam tujuan pembelajaran di sekolah. Gusjigang dicirikan pula
sebagai unsur dagang (gang) atau entrepreneurship sehingga mampu
membaca peluang dan menundukkan rasa takut untuk bisa bertahan
hidup dalam segala dinamika sosial masyarakat”. (SB.WK.Sug.R.2)

Wakil Kepala Sekolah Bidang Kurikulum menjelaskan bahwa


65

filosofi gusjigang dipandang sangat penting untuk dimasukkan dalam

kurikulum SMA Negeri 1 Bae Kudus dengan alasan guna membentuk

peserta didik yang berkarakter mulia yaitu disiplin, religius dan memiliki

jiwa entrepreneurship. Karakter disiplin ini sangat penting untuk

ditanamkan kepada peserta didik karena disiplin adalah kunci menuju

kesuksesan. Karakter religius harus ditanamkan kepada peserta didik

dengan alasan perilaku religius sebagai wujud kedekatan spiritual seorang

hamba dengan Tuhan-Nya yang diimplementasikan dalam kehidupan

nyata. Sedangkan karakter entrepreneurship penting dicantumkan di

kurikulum sekolah sebab untuk memberi bekal kepada peserta didik agar

selalu cerdas dalam membaca peluang dan mampu menundukkan rasa

takut sehingga kelak bisa bertahan hidup dalam segala dinamika

kehidupan (Apriana et al., 2019).

Kearifan lokal (local genius) dapat ditransfer melalui pemodelan

dan ketersediaan lingkungan yang kondusif. Kearifan lokal dapat

dikembangkansebagai karakter peserta didik. Dalam Teaching for Wisdom

Through History: Infusing Wise Thingking Skills in the School

Curriculum, Sternberg, Jarvin dan Reznitskaya dalam Ferraridan

Potworowski, Ed., menyatakan bahwa sekolah dapat membantu

mengembangkankearifan. Materi pembelajaran harus memiliki makna

dan relevansi tinggi terhadap pemberdayaan hidup mereka secara nyata,

berdasarkan realitas yang mereka hadapi. Kurikulum yang harus

disiapkan adalah kurikulum yang sesuai dengan kondisi lingkungan


66

hidup, minat, dan kondisi peserta didik, juga harus memperhatikan

kendala-kendala sosiologis dan kultural yang mereka hadapi.

Pendidikan berbasis kearifan lokal adalah pendidikan yang

mengajarkan peserta didik untuk selalu lekat dengan situasi konkrit

yang mereka hadapi. Pengembangan kurikulum di SMA Negeri 1 Bae

Kudus disesuaikan dengan karakter masyarakat Kudus dengan falsafah

yang dibawa oleh Sunan Kudus yaitu falsafah Gusjigang. Pengembangan

kurikulum tersebut terdapat dalam konten materi, metode pembelajaran

dan evaluasi pada pembelajaran mulok Bahasa Jawa, PAI dan Budi Pekerti

serta Pendidikan Kewirausahaan.

Wawancara dengan guru PAI dan Budi Pekerti tanggal 15 November


2022 tentang filosofi konsep gusjigang:
“Nilai yang telah melekat pada diri masyarakat Kudus diyakini merujuk
kepada sifat dari sosok figur pendiri Kota Kudus yaitu Sunan Kudus.
Mengacu pada pernyataan tersebut, tentunya Kota Kudus mempunyai
sebuah filosofi yang secara eksplisit menjadikan semboyan tersendiri.
Gusjigang merupakan sebuah filosofi yang memiliki makna penting
dalam kehidupan masyarakat Kudus. Kata GUSJIGANG, mengandung
arti “Bagus, Mengaji, dan Berdagang”, yang merupakan filosofi agar
masyarakat Kudus dapat meneladani sifat Sunan Kudus yang memiliki
budi pekerti baik (moralitas dan akhlak), pandai mengaji (menuntut ilmu
umum dan agama), rajin ibadah, dan juga pandai dalam hal mata
pencaharian ekonomi khususnya berdagang”. (SB.PAI.Mus.R.6)

Wawancara dengan Wakil Kepala Sekolah Bidang Humas dan sekaligus

Ketua Tim Pengembang Kewirausahaan tanggal 10 November 2022 dijelaskan:

“Pelaksanaan pendidikan Kewirausahaan di SMA Negeri 1 Bae Kudus


salah satunya dapat dilaksanakan terintegrasi dengan muatan lokal; nilai-
nilai kearifan lokal gusjigang dapat dijadikan salah satu konten muatan
lokal kewirausahaan berbasis kearifan lokal sebagai upaya untuk
menjaga dan melestarikan warisan budaya bangsa, dan pelaksanaan
kurikulum muatan lokal dapat dilaksanakan terintegrasi dengan mata
67

pelajaran lain serta dapat berdiri sendiri sebagai mata pelajaran”.


(SB.WH.Rok.R.3)

Kearifan lokal gusjigang dapat dijadikan pendidikan Kewirausahaan

sebagai alternatif muatan lokal untuk penanaman karakter kemandirian warga

negara antara lain spiritual, religius, jujur, disiplin, kerja keras, kreatif, inovatif,

mandiri, tanggung jawab, kerja sama, kepemimpinan, pantang menyerah, berani

menanggung resiko, komitmen, realistis, rasa ingin tahu, komunikatif, motivasi

kuat untuk sukses, dan berorientasi pada tindakan. Pelaksanaan muatan lokal

melalui dua cara yaitu pembelajaran di dalam dan luar kelas.

Menurut (Munir et al., 2019 ; State et al., 2016) menyatakan “An

entrepreneur is one who creates a new business in the face of risk and uncertainty

for the purpose of achieving profit and growth by identifying opportunities and

assembling the necessary resources to capitalize on those opportunities”. Nilai

dari pendidikan kewirausahaan yaitu seseorang yang memiliki karakter

kewirausahaan seperti kreatif dan inovatif dan terwujud dalam praktik

kehidupannya.

Tujuan penanaman kearifan lokal atau local genius gusjigang

dalam pendidikan di SMA Negeri 1 Bae Kudus agar siswa mengetahui

keunggulan lokal di daerahnya masing-masing. Diharapkan lulusannya

mampu mengolah sumber daya, terlibat dalam pelayanan dengan

keunggulan sehingga memperoleh penghasilan sekaligus melestarikan

budaya, tradisi dan sumber daya yang menjadi unggulan daerah, serta

mampu bersaing secara nasional dan global. Siswa diharapkan mencintai

tanah kelahirannya, percaya diri menghadapi masa depan, dan bercita-cia


68

mengembangakan potensi lokal, sehingga daerahnya bisa berkembang

pesat seiring dengan tuntutan era globalisasi dan informasi.

Pendidikan harus memberikan pemahaman tentang nilai,

tanggung jawab sosial dan natural untuk memberikan gambaran pada

siswa bahwa mereka adalah bagian dari sistem sosial yang harus bersinergi

dengan manusia yang lain serta menjadi bagian dari sebuah sistem alam

yang mengharuskan bersinergi dengan alam beserta seluruh isinya

sehingga pendidikan dipandang sebagai upaya pewarisan budaya.

Berdasarkan wawancara dan studi dokumen didapatkan bahwa

konsep local genius gusjigang terdapat dalam visi SMA Negeri 1 Bae

Kudus terletak dalam beriman, bertaqwa, berakhlak mulia, berprestasi

unggul, peduli lingkungan, berwawasan kebangsaan dan berdaya saing di

tingkat global.

Tabel 4.2 Konsep local genius gusjigang dalam visi sekolah

Falsafah Visi Ketercapaian


gusjigang
Gus - Bertaqwa - Melaksanakan ibadah sesuai agama
(bagus - Berakhlak dan kepercayaannya.
akhlaknya mulia - Bertutur kata sopan, santun, ramah
: disiplin) dan berperilaku baik
- Membudayakan 6S (senyum, sapa,
salam, salim, sopan dan santun
- Memiliki integritas dan disiplin
yang tinggi
Peduli - Dapat mengenali gejala alam dan
lingkunga lingkungannya
n - Dapat menjaga alam dan
lingkungannya
- Dapat menjaga kebersihan dan
lingkungannya
- Berperan serta aktif dalam
mewujudkan Green and Clean
69

Schoool (GCS)
- Adanya Green House
- Pembuatan kompos
- Pembuatan biopori
- Adanya hutan sekolah
Berwawas - Mampu mengamalkan nilai-nilai
an Pancasila sebagai akar budaya
kebangsaa bangsa Indonesia
n - Mempunyai jiwa nasionalisme dan
patriotisme yang tinggi
- Tidak membedakan ras, suku dan
agama, gender dan latar belakang
orang tua
- Dapat bekerja sama dan gotong
royong yang baik
- Mampu mengenali adat istiadat dan
kearifan budaya lokal
Ji (pandai Beriman Terbiasa berdoa sebelum dan
mengaji : sesudah melaksanakan kegiatan
religius) Berpresta - Unggul dalam perolehan nilai ujian
si unggul sekolah
- Ungul dalam perolehan nilai UTBK
- Unggul dalam proses seleksi
SNMPTN
- Unggul dalam proses seleksi
SBMPTN
- Unggul dalam prestasi akademik
maupun non akademik
- Mampu menjuarai berbagai lomba,
baik di tingkat regional, nasional,
maupun internasional
- Berperan serta aktif dalam semua
kegiatan sekolah
- Mempunyai life skills dalam rangka
Pengembangan diri
- Pembelajaran berbasis IT
- Penilaian berbasis CBT
Gang Berdaya Adaptif terhadap perubahan
(pintar saing di dunia dan bersaing di tingkat
berdagang tingkat global dengan tetap
: global menjunjung kearifan budaya
entreprene lokal dan nilai-nilai luhur
urship ) budaya bangsa

Tabel 4.3 Konsep local genius gusjigang dalam misi sekolah :


70

No Misi Tindakan

1 Konsep “Gus” - Melaksanakan ibadah sesuai agama dan


Meningkatkan kepercayaan masing-masing
akhlak mulia dan - Bertutur kata ramah, sopan, santun dan
kepribadian berperilaku baik
peserta didik - Tidak ada kegiatan bullliying dan kekerasan
melalui berbagai non verbal di lingkungan sekolah
kegiatan sekolah - Membiasakan salam dan senyum kepada
semua warga sekolah dan tamu.
2 Konsep “Ji “ - Terbiasa berdoa sebelum dan sesudah
Melaksanakan melakukan kegiatan
pembelajaran dan - Meloloskan siswa dalam persaingan
bimbingan SNMPTN, SBMPTN, UM, Sekolah
berbasis Kedinasan dan PTS Terakreditasi A sebesar
teknologi 90% dari jumlah pendaftar
informasi dan - Lebih dari 90 % siswa menguasai teknologi
komunikasi informasi komunikasi berbasis internet IT
secara optimal - Melaksanakan penilaian berbasis CBT
sesuai dengan - Siswa menguasai kemampuan berbahasa
potensi peserta Inggris aktif lebih dari 35% dari jumlah siswa
didik - Platform pembelajaran secara daring berbasis
LMS dengan nama “Ruang Edukasi”
3 Konsep “Gus” - Memiliki lingkunagan sekolah yang nyaman,
Melakukan bersih, rapih, indah, rindang, dan tertata rapi.
pencegahan - Membudayakan budaya hidup bersih dengan
kerusakan dan konsep Green and Clean School (GCS)
pengendalian - Pembuatan kompos
pencemaran - Adanya hutan sekolah untuk mendukung
sumber daya paru-paru sekolah
alam dan - Gerakan PROJUSA (Program Jumput
lingkungan hidup Sampah) sebagai gerakan peduli lingkungan
dalam rangka
pelestarian
fungsi
lingkungan hidup
4 Konsep - Terbinanya siswa yng berbakat di bidang
“Gusjigang” Sains, Olahraga, Seni, Pramuka, Paskibra,
Menumbuhkemb PMR, KIR, dan Rohis
angkan semangat - Setiap warga sekolah memiliki karakter, taat
71

kebangsaan dan dengan ajaran agama, memiliki akhlak dan


cinta tanah air budi pekerti yang luhur dan disiplin yang
melalui berbagai tingggi dan berbudaya bangsa
kegiatan intra - Terwujudnya life skills pada setiap siswa
dan dalam rangka Pengembangan diri
ekstrakurikuler - Mampu menjuarai berbagai lomba baik
akademik maupun non akademik
- Meningkatkan partisipasi aktif dan kerja
sama siswa dalam berbagai kegiatan sekolah
- Mampu mengantarkan siswa
menyelenggarakan berbagai kegiatan baik di
tingkat regional, nasional, maupun
internasional
5 Konsep “Gang” - Terjalin hubungan dan kerja sama yang
Bekerja sama harmonis antara warga sekolah dan
dengan semua stakeholder
pihak untuk
mewujudkan
peserta didik
yang berdaya
saing tingkat
global

Tujuan sekolah merupakan penjabaran dari pernyataan misi,

sesuatu yang akan dicapai atau dihasilkan dalam jangka waktu yang telah

ditentukan. Konsep local genius gusjigang dalam tujuan pendidikan

menengah SMA Negeri 1 Bae Kudus secara umum yaitu meningkatkan

keunggulan potensi dan prestasi peserta didik agar menjadi manusia yang

beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang maha Esa, berakhlak mulia,

sehat, berilmu cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang

demokratis serta bertanggung jawab.

Tabel 4.4 Konsep local genius gusjigang dalam tujuan sekolah

No Konsep local Tujuan sekolah


72

genius
gusjigang
1 Konsep “Gus” - Setiap warga sekolah memiliki karakter, taat
(karakter dengan ajaran agama, memiliki akhlak dan budi
didiplin) pekerti yang luhur, dan disiplin yang tinggi dan
berbudaya
- Memiliki lingkungan sekolah yang nyaman,
bersih, rapih, indah, rindang, dan tertata rapi
2 Konsep “Ji” - Terciptanya kegiatan pembelajaran yang
(karakter berorientasi pada life skills dan berbasis
religius) lingkungan
- Terbinanya siswa yang berbakat di bidang
Sains, Olahraga, Seni, Pramuka, Paskibra,
PMR, KIR, dan Rohis
- Terpenuhinya sarana prasarana sekolah yang
memadai untuk menunjang kegiatan
pembelajaran dan kegiatan ekstrakurikuler
3 Konsep - Terjalinnya hubungan kerja sama yang
“Gang” harmonis antara warga sekolah stakeholder dan
karakter lainnya.
(entrepreneur
ship)
73

4.2.2 Pola Internalisasi Local Genius Gusjigang dalam Penanaman Nilai-Nilai


Karakter (Disiplin, Religius dan Entrepreneurship) di SMA Negeri 1
Bae Kudus

Menurut Unayah & Sabarisman, (2016) “local genius” diartikan

sebagai “pikiran, kesadaran, tindakan, dan keyakinan” yang telah teruji

dan kemudian diamalkan oleh masyarakat secara turun-temurun dan

menjadi pedoman hidup mereka. Karena keberadaannya selalu terjaga

dalam kondisi tertentu dan karena dihormati dan dipercaya, kearifan lokal

mampu menyatu dengan karakter masyarakat. Menurut Susilaningtiyas &

Falaq, (2021) etnopedagogi merupakan pendekatan pembelajaran yang

memasukkan budaya lokal ke dalam pendidikan sekolah. Ini merupakan

posisi local genius atau kearifan lokal dalam pendidikan.

Suciptaningsih & Haryati, (2020) menjelaskan bahwa

etnopedagogi sebagai praktik pengajaran berbasis local genius digunakan

sebagai sumber pengetahuan inovatif dan memiliki keterampilan yang

dapat diperkuat sesuai dengan kehidupan masyarakat. Lebih lanjut Said

menjelaskan (2022) bahwa gusjigang mengandung tiga nilai penting yaitu,

akhlak mulia, tradisi keilmuan dan etos wirausaha. Sebagaimana diuraikan

di atas, merupakan bagian dari local genius yang diwadahi oleh Sunan

Kudus, dan fenomena tersebut masih terus berlangsung. Kearifan lokal

dalam hal ini adalah seperangkat ciri budaya yang dimiliki oleh suatu

masyarakat/masyarakat berdasarkan masa lalu dan ciri fenomenologinya,

antara lain: (a) orientasi yang menunjukkan pandangan hidup dan sistem

nilai suatu komunitas; (b) persepsi, menggambarkan reaksi penonton


74

terhadap dunia luar; (c) cara hidup dan sikap yang mewujudkan perilaku

sehari-hari masyarakat; (d) gaya hidup, mata pencaharian yang diwariskan

masyarakat.

Dengan demikian, gusjigang memiliki tiga nilai inti; Keluhuran

budi pekerti, tradisi keilmuan dan jiwa wirausaha merupakan bagian dari

kearifan lokal yang diwarisi dari Kanjeng Sunan Kudus. Yang paling

esensial untuk pengembangan nilai-nilai tersebut adalah etnopedagogi.

Menurut Zuriah, (2014) etnopedagogi melihat pengetahuan atau kearifan

lokal sebagai sumber inovasi dan keterampilan yang melekat pada local

genius yang dapat diberdayakan untuk kepentingan masyarakat. Menurut

Yadi Ruyadi, (2010) etnopedagogi adalah metode pengajaran yang

berbasis teknologi dan kearifan lokal. Etnopedagogi membutuhkan

dukungan dari berbagai pihak, terutama pemangku kepentingan dan

pengambil keputusan. Etnopedagogi digunakan dalam pendidikan formal

dan informal, termasuk pesantren, kelompok belajar bersama (KBB),

komunitas seni, dan pendidikan keluarga. Penting untuk diingat bahwa

lembaga pendidikan bukan hanya tempat di mana siswa dapat belajar dan

mengajar, tetapi juga tempat di mana mereka dapat belajar,

mengembangkan, dan menghargai budaya dari seluruh dunia.

Internalisasi local genius gusjigang yang ada di SMA Negeri 1

Bae Kudus menurut wawancara tanggal 3 November 2022 dengan Kepala

Sekolah:

“Sekolah kami merumuskan kurikulum sesuai dengan karakteristik


sekolah yang dituangkan melalui visi, misi dan tujuan sekolah dengan
75

mengintegrasikan nilai-nilai kearifan lokal gusjigang yaitu mengarahkan


pembentukan perilaku yang bagus (gus) dalam membentuk karakter
disiplin, ji (mengaji) dalam pembentukan karakter religius dan gang
(berdagang) dalam pembentukan karakter entrepreneurship. Sekolah
memfasilitasi dengan sarana prasarana yang memadai seperti mushola,
buku, alat-alat lainnya serta, anggaran kegiatan dan peningkatan
kompetensi guru. Seorang guru perlu memiliki keahlian dalam mengelola
proses belajar mengajar menjadi lebih menarik, hal ini diperlukan demi
meningkatkan minat belajar siswa, model pembelajaran yang digunakan
guru juga hendaknya dapat memberikan sebuah pemahaman siswa
tentang materi yang diberikan. Pembelajaran berbasis kearifan lokal
menjadi hal yang sangat penting untuk diterapkan seorang guru dalam
proses pembelajaran yang bermanfaat untuk meningkatkan pengetahuan
dan pemahaman peserta didik serta sebagai media dalam penanaman rasa
cinta terhadap kearifan lokal di daerahnya untuk mengembangkan
budaya nasional. Pelibatan semua komponen (stakeholders) yang terlibat
di sekolah, termasuk komponen-komponen pendidikan itu sendiri, yaitu
isi kurikulum, proses pembelajaran dan penilaian, kualitas hubungan,
penanganan atau pengelolaan mata pelajaran, pengelolaan sekolah,
pelaksanaan aktivitas atau kegiatan kokurikuler, pemberdayaan sarana
prasarana, pembiayaan, dan etos kerja seluruh warga dan lingkungan
sekolah.” (SB.KS.Mul.R.1)

Wawancara dengan Wakil Kepala Sekolah Bidang Kurikulum

tanggal 4 November 2022 tentang implementasi local genius gusjigang

dalam pengembangan kurikulum di SMA Negeri 1 Bae Kudus:

“Implementasi konsep local genius gusjigang pada pengembangan


kurikulum di SMA Negeri 1 Bae Kudus dalam pengembangan life skills
dilakukan dengan analisis komponen kurikulum life skills, meliputi: a)
tujuan, yakni untuk melestarikan nilai-nilai gusjigang, mencetak lulusan
berkarakter baik, memberikan kecakapan hidup dan keterampilan yang
bermanfaat di masyarakat yang siap dalam menghadapi era digital dan
era industri 4.0 yang sedang berlangsung; b) materi, yakni tentang
leadership, spiritual dan entrepreneurship; c) metode, yakni melalui
kegiatanpengembangan jiwa kewirausahaan dan pengembangan program
kewirausahaan di sekolah; dan d) evaluasi, yakni dilakukan melalui
laporan akhir kegiatan, apresiasi dan pendampingan”. (SB.WK.Sug.R.2)

Tujuan dari kurikulum yang ingin kami capai di SMA Negeri 1

Bae Kudus adalah untuk mengamalkan spirit gusjigang yang sudah lama

menjadi nilai dan prinsip masyarakat Kudus secara luas. Jadi selain
76

disiplin, religius, peserta didik SMA Negeri 1 Bae Kudus juga harus

memiliki jiwa berdagang. Keterampilan-keterampilan yang diajarkan di

SMA Negeri 1 Bae Kudus, memberikan harapan supaya para lulusannya

dapat memiliki kemanfaatan yang seluas-luasnya kepada masyarakat kelak

dan menjadi panutan atau pelopor yang baik bagi generasi muda. Dasar

nilai pokok yang menjadi filosofi dalam membangun dan mengembangkan

kurikulum adalah salah satunya filosofi gusjigang. Gusjigang merupakan

nilai-nilai khas yang sudah lama menjadi nilai dasar kehidupan masyarakat

Kudus secara luas. Gusjigang merupakan akronim dari Bagus, Ngaji, dan

Dagang ini terintegrasi dalam kurikulum di SMA Negeri 1 Bae Kudus

yang tercermin dalam pengajaran dan aktivitas para peserta didiknya.

Selain itu, tujuan kurikulum di SMA Negeri 1 Bae Kudus adalah supaya

peserta didik memiliki intelektualitas spiritual yang kuat, memperoleh

ilmu yang bermanfaat, dan memiliki harta yang berkah untuk memberikan

manfaat seluas-luasnya bagi masyarakat.

Hasil wawancara dengan Wakil Kepala Sekolah Bidang

Kesiswaan tanggal 4 November 2022 dijelaskan bahwa:

“Penanaman nilai-nilai karakter kedisiplinan peserta didik di SMA


Negeri 1 Bae Kudus sebenarnya telah dilaksanakan setiap hari dalam
Proses Belajar Mengajar (PBM) dan kegiatan yang mengacu pada
Gerakan Sekolah Menyenangkan (GSM) dengan aturan-aturan
didasarkan pada pada kesepakatan bersama siswa tahun 2022/2023,
antara lain berupa: (1) kesepakatan waktu belajar, (2) kesepakatan
berpakaian, (3) kesepakatan kehadiran, (4) kesepakatan upacara bendera,
(5) kesepakatan pengaturan kelas, dan. (6) kesepakatan kegiatan
ekstrakurikuler. Program pendidikan karakter di sekolah dilakukan
melalui penguatan pendidikan karakter (PPK) berbasis kelas terintegrasi
dalam mata pelajaran terkait (kegiatan intrakurikuler dan kokurikuler),
PPK berbasis budaya sekolah (kegiatan intrakurikuler dan kokurikuler)
77

dan PPK berbasis budaya masyarakat”. (SB.WS.Dia.R.4)

Penanaman nilai-nilai karakter (disiplin, religius, dan

entrepreneurship) di SMA Negeri 1 Bae dilakukan melalui penguatan

pendidikan karakter atau PPK berbasis kelas yang terintegrasi dalam mata

pelajaran (kegiatan intrakurikuler dan kokurikuler), PPK berbasis budaya

sekolah (kegiatan pembiasaan dan ekstrakurikuler), dan PPK berbasis

budaya masyarakat. Implementasi pola penanaman nilai-nilai karakter

local genius gusjigang di SMA Negeri 1 Bae Kudus sebagai berikut:

1. Penguatan Pendidikan Karakter Berbasis Kelas

Penguatan pendidikan karakter (PPK) berbasis kelas terdapat pada

penyusunan RPP dan silabus berkarakter, penguatan nilai karakter tiap

KD/CP oleh guru mata pelajaran, bimbingan konseling individu pada guru

BK dan LDK (Latihan Dasar Kepemimpinan). Pada penelitian ini PPK

berbasis kelas terintegrasi dalam 3 mata pelajaran yaitu:

(1) Mulok Bahasa Jawa kelas X fase E semester gasal topik materi teks non

sastra dengan tema “Omah Adat Kudus lan Gusjigang”,

(2) Pendidikan Agama Islam (PAI) dan Budi Pekerti kelas XI semester gasal

dengan topik materi “Taat Aturan”,

(3) Prakarya dan Kewirausahaan (PKWU) kelas XII semester gasal dengan

topik materi “Sistem Produksi Kerajinan Berdasarkan Kebutuhan

Lingkungan Sekitar/Pasar”.

2. Penguatan Pendidikan Karakter Berbasis Budaya Sekolah


78

Penguatan pendidikan karakter (PPK) berbasis budaya sekolah di SMA

Negeri 1 Bae Kudus dilaksanakan melalui: 1) program pembiasaan S6

(Senyum, Sapa, Salam, Salim, Sopan dan Santun); 2)PROJUSA (Program

Jumput Sampah); 3) jum’at bersih, sehat dan beramal; 4) literasi sekolah

melalui pojok baca; (5) sekolah kaya teks penguatan nilai-nilai PPK; 6)

pembiasaan pemilahan sampah dan 3R; 7) optimalisasi pembinaan di bidang

ekstrakurikuler (Pramuka, DKV, OSN, KIR, PPBN, PMR, Pecinta Alam,

Pengomposan, Budidaya Anggrek, Bola Basket, Bola Volly, Hockey, Futsal,

Sepak Bola, Pencak Silat, Karate, Seni Tari Tradisional dan Modern, Band

SMA, Rebana Modern, Marching band, Jurnalistik, Karawitan, Debat Bahasa

Inggris dan Qiro’ati).

3. Penguatan Pendidikan Karakter Berbasis Budaya Masyarakat

Penguatan pendidikan karakter (PPK) berbasis budaya masyarakat di SMA

Negeri 1 Bae diselenggarakan berupa penyuluhan pendidikan anti rokok, anti

miras dan anti narkoba, penjaringan kesehatan masyarakat, penyuluhan

kesehatan alat reproduksi remaja, penyuluhan patuh berlalu lintas dan

penyuluhan anemia dan kanker, penguatan pendidikan karakter di Rindam IV

Diponegoro Magelang, serta pelatihan Polisi Keamanan Sekolah (PKS).


79

Gambar 4.2 Penguatan pendidikan karakter SMA Negeri 1 Bae Kudus


di Rindam IV Diponegoro Magelang

Wawancara tanggal 15 November 2022 dengan Guru PAI dan

Budi Pekerti dijelaskan bahwa:

“SMA Negeri 1 Bae Kudus menanamkan karakter disiplin melalui


pembiasaan sehari-hari dari keberangkatan sampai pulang sekolah,
disiplin dalam berpakaian, berperilaku dan berpenampilan. Presensi
kehadiran di setiap ganti pelajaran oleh bapak/ibu guru. Pendisiplinan
dalam pemakaian gadget/HP saat pembelajaran dan lain-lain.
Peningkatan karakter religius yang sudah ada dalam diri siswa dilakukan
dengan kegiatan pembiasaan keagamaan di sekolah. Penanaman karakter
religius dilakukan melalui pembiasaan diri membaca doa saat awal
pembelajaran dan doa akhir pembelajaran, melakukan shalat dhuha setiap
jam 09.30 WIB saat istirahat bagi yang muslim, kemudian shalat dzuhur
berjamaah setiap tiba waktu sholat sekitar pukul 12.00 WIB dan kegiatan
tahtimul Qur’an setiap hari Jum’at jam 11.00-12.00 WIB bagi peserta
didik muslim perempuan, sedangkan yang laki-laki wajib melaksanakan
sholat Jum’at. Sedangkan yang non muslim melaksanakan kegiatan
kerohanian sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-masing.
Pembentukan perilaku religius siswa juga dilakukan melalui kajian
kuliah pagi setiap hari minggu secara terjadwal dengan materi kitab
akhlak “Adabul ‘Alim wa Muta'allim, kegiatan pesantren kilat khusus di
bulan Ramadhan, kegiatan PHBI (Peringatan Hari Besar Islam) dan
istighosah siswa setiap bulan. Upaya lain untuk penanaman sikap religius
siswa yaitu dengan menggunakan strategi keteladanan (modeling) dan
penguatan nilai-nilai yang ada. Strategi keteladanan (modeling)
dilakukan dengan memberikan contoh yang baik dilakukan oleh guru/staf
TU (internal modeling), atau dengan memberikan contoh-contoh yang
baik dari para tokoh yang dapat diteladani (external modeling) salah
satunya yaitu Sunan Kudus dengan falsafah gusjigangnya”.
80

(SB.PAI.Has.R.7).

Internalisasi local genius gusjigang dengan strategi keteladanan

(modeling) yang dilakukan oleh guru dan staf TU di SMA Negeri 1 Bae

Kudus, yaitu:

1. Penanaman nilai karakter kedisiplinan antara lain: (1) mengenakan

seragam kedinasan sesuai hari lengkap dengan atributnya; (2)

melaksanakan upacara bendera setiap hari senin dan hari kebesaran; (3)

melaksanakan apel pagi rutin jam 06.50 WIB bagi seluruh guru/staf TU;

(4) mengoptimalkan tugas guru piket dan tim STP2K untuk datang sesuai

jadwal selambat-lambatnya jam 06.15 WIB; dan (5) disiplin waktu dalam

pembelajaran.

2. Penanaman nilai karakter religius antara lain: (1) adanya WAG Guru

Sabaku Muslim yaitu “two weeks one juz” secara rutin setiap

muslim/muslimah mengkhatamkan 1 juz Al Qur’an tiap 2 minggu;(2)

melaksanakan sholat dzuhur dan ashar berjamaah; (3) melaksanakan

khotmil Qur’an dan pembacaan sholawat Al Barzanji; (4) Kegiatan jum’at

beramal (jum’at berkah dengan berbagi makanan dan minuman);

(5)Melaksanakan kegiatan santunan anak yatim piatu dan gerakan orang

tua asuh (GOTA) peserta didik kurang mampu. Modeling guru di SMA

Negeri 1 Bae Kudus dalam pelestarian budaya daerah melalui seni barong

Jiwo Budoyo, seni karawitan Dwija Laras, dan musik angklung BMS.
81

Gambar 4.3 Seni Barong Jiwo Budoyo dan Musik Angklung BMS
(Bamboo Music Sabaku)

Nilai-nilai karakter yang dikembangkan pada proses pendidikan

karakter di SMA Negeri 1 Bae Kudus disesuaikan dengan visi misi

sekolah dan kebutuhan yang mendasari sekolah. Internalisasi nilai-nilai

kearifan lokal religius dan budaya ditanamkan pada aktivitas siswa dalam

proses pembelajaran bidang yang berkaitan dengan nilai-nilai tersebut

sehingga karakter siswa terbentuk dari penerapan nilai-nilai kearifan lokal

termasuk pada aktivitas sehari-hari. Menurut Saidah et al., (2020)

pentingnya pendidikan karakter gusjigang dengan nilai religiusitas

diberikan kepada siswa agar mampu memahami bahwa di lingkungan

mereka dan juga di lingkungan lain terdapat nilai-nilai luhur dari etika dan

kesopanan yang merupakan ciri khas masyarakat Kudus. Pendidikan moral

merupakan merupakan tujuan utama untuk pendidikan karakter.

Pendidikan moral religius berisi tentang sikap dan perilaku yang patuh

dalam melaksanakan ajaran agama masing-masing (Sulistiyorini &

Nurfalah, 2019). Karakter religius juga menekankan pada sikap toleransi

terhadap perbedaan agama. Religious character means being a devout

person in worshiping God, having an attitude of tolerance towards

different beliefs, and striving to live in harmony with people of different

religions (Nurgiansah et al., 2020).

Pada era digital dan era industri 4.0 yang sedang berlangsung

sangat diperlukan generasi yang memiliki jiwa kewirausahaan atau


82

entrepreneur yang handal. Kewirausahaan merupakan sikap mental dan

jiwa yang selalu aktif atau kreatif berdaya, berkarya dan berusaha dalam

rangka meningkatkan pendapatan dalam kegiatan usahanya.

Wakil Kepala Sekolah Bidang Humas, sekaligus guru ekonomi

selaku Ketua Tim Pengembang Sekolah untuk program Pengembangan

Kewirausahaan di SMA Negeri 1 Bae Kudus tanggal 10 November 2022

menerangkan:

“Tujuan kurikulum sekolah dalam rangka mengembangkan life skills


peserta didik agar supaya lulusannya punya bekal keterampilan ketika
sudah lulus kelak, sehingga tidak lagi galau dan bimbang ketika sudah
terjun ke masyarakat jika peserta didik tidak mampu melanjutkan ke
jenjang perguruan tinggi. Pengembangan program kewirausahaan di
sekolah diantaranya adalah dengan memperkuat jiwa kewirausahaan dan
pengembangan program kewirausahaan di sekolah. Kewirausahaan tidak
hanya sekedar dagang tetapi termasuk usaha di bidang jasa atau
perbankan. Memperkuat jiwa kewirausahaannya untuk menciptakan
inovasi, bekerja keras, memiliki motivasi yang kuat, pantang menyerah,
dan memiliki naluri berwirausaha”. (SB.WH.Rok.R.3)

Tujuan kurikulum life skills sebagai wujud kepedulian sekolah

terhadap kondisi masyarakat sosial dengan segala problematikanya. Mulai

dari masalah moral sampai masalah ekonomi. Maka kontribusi sekolah

dilakukan melalui kurikulum kecakapan hidup yang akan banyak

mengajari kecakapan-kecakapan hidup yang baik. Tujuan kurikulum

dalam pengembangan life skills peserta didik di SMA Negeri 1 Bae Kudus

adalah untuk membentuk kepribadian peserta didik yang berakhlak mulia,

berkualitas, mandiri, cakap, terampil dan mampu memberikan kontribusi

sebanyak-banyaknya dalam berbagai bidang di masyarakat sehingga kelak

lulusan menjadi panutan dan problem solver di masyarakat.


83

Materi yang terkandung dalam kurikulum di SMA Negeri 1 Bae

Kudus seputar materi umum dan keagamaan, kepemimpinan dan

kewirausahaan. Kami belajar tentang ilmu umum dan keagamaan,

keterampilan kewirausahaan dan juga praktik kewirausahaan. Praktik

kewirausahaan berupa projek DKV, projek gelar karya dan OJK (Otorita

Jasa Keuangan).

Gambar 4. 4. Gelar karya tema Kewirausahaan

Konsep entrepreneurship atau kewirausahaan terus mengalami

perkembangan dari yang sangat sederhana menjadi lebih kompleks menyesuaikan

dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Awalnya kewirausahaan

diartikan sebagai seseorang yang membeli barang kemudian dijual kembali untuk
84

menanggung resiko. Namun sekarang konsep kewirausahaan semakin

berkembang misalnya pendapat (Agwu & Onwuegbuzie, 2018 ; Khan &

Rowlands, 2018) menyatakan “An entrepreneur is one who creates a new

business in the face if risk and uncertainty for the purpose of achieving profit and

growth by identifying opportunities and assembling the necessary resources to

capitalize on those opportunities”. Berdasarkan penjelasan tersebut maka dapat

disimpulkan esensi dari kewirausahaan yaitu seseorang yang memiliki karakter

wirausaha seperti kreatif dan inovatif dan terwujud dalam praktik kehidupannya.

Hasil wawancara dengan guru PKWU pada tanggal 22 November 2022 ,


disampaikan bahwa:
“Ajaran gusjigang telah merasuk dalam diri masyarakat Kudus terhadap
perilaku ekonomi yang difokuskan pada aktivitas berdagang seperti usaha
konveksi, usaha kain batik dan bordir, usaha kuliner (Jenang Kudus, Soto
khas Kudus, Lentog Tanjung) serta usaha lainnya yang cukup menonjol di
Kudus. Jadi, dapat dikatakan bahwa filosofi dari gusjigang tersebut
dicirikan sebagai unsur kewirausahaan secara Islami, karena secara umum
dapat membaca peluang serta mampu menundukkan rasa takut sehingga
dapat bertahan dalam segala dinamika oposisi sosial masyarakat.
(SB.PW.Viv.R.8)

Hasil wawancara dengan guru Mulok Bahasa Jawa tanggal 22 November


2022 diterangkan bahwa:
“Materi mata pelajaran Mulok Bahasa Jawa tentang rumah adat Kudus dan
filosofi Gusjigang yang berbasis pada nilai-nilai kearifan lokal, tata nilai,
dan adat istiadat yang terpelihara di masyarakat merupakan salah satu
sumber belajar. Siswa tidak akan mengalami kesulitan dalam memahami
konsep yang bersifat lebih rumit, apabila dalam proses pembelajaran guru
menyertakan contoh serta fenomena yang nyata yang ada di lingkungan
sekitar siswa. Misalnya; Guru mengambil contoh kearifan lokal yang ada di
Kota Kudus, Jawa Tengah yaitu “Gusjigang”, yang mempunyai makna
“Bagus, Ngaji, dan Dagang”. Dari pernyataan tersebut, potensi budaya dapat
dijadikan sebagai suatu keuntungan positif, dikarenakan semangat belajar
para siswa meningkat serta menumbuhkan rasa ingin tahu yang tinggi
mengenai budaya lokal. Lingkungan sekitar juga dapat dijadikan sebagai
sumber belajar, maka dari itu guru mulok Basa Jawa seharusnya dapat
mengoptimalkan proses pembelajaran dengan mengangkat adanya potensi
85

daerah di daerah setempat. Siswa SMA Negeri 1 Bae Kudus belajar falsafah
gusjigang dari lingkungan belajar spirit gusjigang yang ada di X-Building
Museum Jenang Kudus”.(SB.BJ.Rai.R.5)

Gambar 4.5 Siswi SMA Negeri 1 Bae Kudus belajar filosofi


Gusjigang di Museum Jenang Kudus

Belajar tentang local genius gusjigang menggunakan lingkungan belajar

di Museum Jenang Kudus. Menurut Ansari & Khan, (2020) lingkungan

merupakan sumber belajar yang pertama dan utama. Mengacu pada pendapat

tersebut, proses pembelajaran yang tidak memperhatikan lingkungan sekitarnya,

tidak akan mewujudkan suatu pembelajaran yang berkualitas. Museum jenang ini

miniaturnya sejumlah objek wisata di Kudus. Museum jenang terdapat bangunan

Gusjigang X-Building yang ada di dalamnya. Kita bisa belajar falsafah gusjigang

Sunan Kudus di Gusjigang X-Building. Keberanian Mubarokfood Citra Delicia

sebagai produsen Jenang Kudus merk Mubarok tidak terlepas dari keteladanan

Sunan Kudus tentang spirit gusjigang. Koleksi yang ada di Gusjigang X-Building

sendiri, mewakili dari filosofi gusjigang, seperti menampilkan literasi yang ada,

filosofi yang terkandung dalam gusjigang, puisi tokoh di Kudus serta sejumlah

tokoh cendekiawan di Kudus. Tersedia pula “spot” yang menerangkan bahwa

menuntut ilmu sesuatu yang wajib bagi kaum muslim.


86

Wawancara dengan guru PAI dan Budi Pekerti tanggal 15 November

2022 tentang tujuan internalisasi local genius gusjigang sebagai penanaman nilai-

nilai karakter di SMA negeri 1 Bae Kudus untuk mengikis arus globalisasi dengan

penanaman pewarisan spirit budaya lokal:

“Pendidikan karakter mempunyai tujuan yaitu membentuk kepribadian


peserta didik yang mempunyai karakter serta pribadi yang luhur dengan
didukung kemampuan kognitif dan psikomotorik yang dimiliki oleh peserta
didik. Selain itu, pendidikan karakter juga berarti memfasilitasi penguatan
dan pengembangan nilai-nilai tertentu sehingga nantinya akan terwujud
dalam diri anak. Pembiasaan yang diterapkan oleh SMA Negeri 1 Bae
Kudus telah membentuk kepribadian peserta didik berupa karakter yang
baik, disiplin, religius, serta mempunyai keahlian dalam bidang berdagang.
SMA Negeri 1 Bae Kudus juga telah memfasilitasi peserta didiknya untuk
mengembangkan nilai-nilai karakter tertentu yang dapat terwujud dalam diri
peserta didik. Implementasi pemanfaatan nilai-nilai adanya warisan budaya
sebagai tolak ukur dalam menjalankan suatu pekerjaan yang merupakan
tantangan dari arus globalisasi dengan tetap menginternalisasikan nilai local
genius gusjigang sebagai pijakan serta kekuatan spiritualitas. Dengan
memposisikan hal tersebut secara tepat dan benar, maka adanya nilai yang
terkandung dalam bingkai warisan budaya lokal akan menjadi senjata
ampuh dan kuat untuk menghadapi tantangan baru mengenai kekuatan
glokalitas sekaligus mampu menjaga kelestarian budaya lokal melalui sikap
yang berkarakter tangguh dan optimis dalam menjalankan kehidupan
sehingga mampu membentuk spirit manusia yang bermartabat”.
(SB.PAI.Has.R.7)

Menurut Hasanah, (2018) pendidikan karakter dapat ditanamkan melalui

model pendidikan holistik yang mencakup 3 bidang, yaitu metode knowing the

good yaitu berupa transfer pengetahuan. Kemudian menumbuhkan feeling and

loving the good yaitu merasakan perbuatan baik menjadi penggerak yang

menjadikan seseorang selalu berbuat kebaikan sehingga tumbuh kesadaran untuk

melakukan perilaku baik. Terakhir adalah acting the good yaitu berupa tindakan

nyata yang dibiasakan dalam kehidupan sehari-hari. Sebuah pembelajaran holistik

dapat dilakukan dengan baik jika pembelajaran yang dilakukan secara nyata dan
87

dekat dengan diri peserta didik dan guru yang melaksanakannya mempunyai

pemahaman konsep pembelajaran terpadu dengan baik.

Wawancara dengan pembina ekstrakurikuler DKV (Desain Komunikasi

Visual) tanggal 10 November 2022 diterangkan bahwa:

“SMA Negeri 1 Bae Kudus merupakan salah satu sekolah yang terdapat
banyak kemajemukan warga sekolahnya, terutama pada siswanya. Siswa
SMA Negeri 1 Bae Kudus terdapat berbagai kemajemukan latar sosial di
antaranya, jenis kelamin, agama, pekerjaan orangtua, dan pendapatan
orang tua. Berdasarkan latar sosial inilah perlu dikembangan life skill
agar siswa terutama yang tidak meneruskan ke jenjang perguruan tinggi
mempunyai bekal hidup. Diantara life skill yang ada di SMA Negeri 1
Bae Kudus sekarang yang baru dikembangkan adalah ekstrakurikuler
Desain Komunikasi Visual (DKV). DKV yang merupakan wadah/tempat
bagi siswa untuk megembangkan bakat dan talentanya dalam hal desain
grafis, fotografi, dan komunikasi visual.Era sekarang sering disebut
dengan era digital hampir semua aktivitas orang menggunakan sarana
ilmu pengetahuan dan teknologi. DKV (Desain Komunikasi Visual)
merupakan suatu ilmu yang mempelajari konsep komunikasi dan
ungkapan kreatif, teknik dan media dengan memanfaatkan elemen visual
(foto/gambar) ataupun rupa untuk menyampaikan pesan tujuan melalui
media yang dapat dilihat dan didengar. Keunggulan life skill yang kami
unggulkan adalah DKV (Desain Komunikasi Visual). DKV adalah
bidang ilmu dan keahlian yang mempelajari dan memfokuskan konsep
komunikasi dan ungkapan kreatif, teknik dan media dengan
memanfaatkan elemen visual (foto/video) ataupun rupa untuk
menyampaikan pesan untuk tujuan tertentu melalui media yang dapat
dilihat dan didengar. Produk dari DKV adalah mampu menyampaikan
suatu hal melalui visual (bisa dilihat) dan didengarkan, salah satunya
adalah foto dan video”.(SB.DKV.Ben.R.9)

SMA Negeri 1 Bae Kudus dalam rangka pengembangan diri dan

membekali siswa serta menumbuhkan jiwa kewirausahaan maka sekolah

membuka ekstrakurikuler dengan nama DKV ( Desain Komunikasi Visual) yang

merupakan wadah / tempat bagi siswa untuk megembangkan bakat dan talentanya

dalam desain grafis, komunikasi visual. DKV di SMA Negeri 1 Bae Kudus

merupakan pendidikan life skill yang diunggulkan dalam desain, fotografi dan
88

videografi. Mengembangkan kemampuan siswa dalam broadcasting (penyiaran),

advertising (pengiklanan), dan grafis design (desain grafis).

DKV adalah bidang ilmu dan keahlian yang mempelajari dan

memfokuskan konsep komunikasi dan ungkapan kreatif, teknik dan media

dengan memanfaatkan elemen visual (foto/video) ataupun rupa untuk

menyampaikan pesan untuk tujuan tertentu melalui media yang dapat dilihat dan

didengar. Intinya bahwa DK ini produknya adalah mampu menyampaikan suatu

hal melalui visual (bisa dilihat dan didengarkan), salah satunya adalah foto dan

video.

DKV dipilih menjadi unggulan life skill karena melihat begitu banyaknya

potensi dan minat siswa dalam bidang desain komunikasi visual dan antusias

siswa kami pada saat ada undangan atau informasi untuk mengikuti lomba. DKV

ini dalam perkembangan dan prosesnya adalah berbasis teknologi informasi,

sejalan dengan perkembangan dan kebutuhan serta tuntutan zaman. Banyak

produk yang sudah dihasilkan oleh siswa dalam pembuatan video atau gambar.

Bahkan beberapa ada yang sudah mendapatkan job/pekerjaan. di luar sekolah

sehingga dapat digunakan untuk lebih meningkatkan soft skillnya.


89

Gambar 4.6 DKV Sabaku sudah mengikuti lomba Film pendek tingkat
Provinsi Jawa Tengah dan mendapatkan peringkat 6 besar

Gambar 4.7 DKV sabaku membantu kegiatan sekolah dalam hal


pembuatan video lomba lomba yang diikuti sekolah

Berdasarkan studi wawancara dan dokumen didapatkan bahwa

internalisasi local genius gusjigang dalam penanaman nilai-nilai karakter

(disiplin, religius, dan entrepreneurship) di SMA Negeri 1 Bae Kudus melalui :

Tabel 4.5 Pola internalisasi local genius gusjigang

No Bentuk Internalisasi local genius gusjigang


1 Tertuang dalam Gus membentuk karakter disiplin, ji membentuk
visi, misi dan karakter religius dan gang dalam pembentukan nilai
tujuan entrepreneurship tercermin dalam pengajaran dan
aktivitas para peserta didik memiliki intelektualitas
spiritualitas yang kuat, memperoleh ilmu yang
bermanfaat dan memiliki harta yang berkah untuk
memberikan manfaat seluas-luasnya bagi masyarakat.
2 Pengembangan Pengembangan life skills (melestarikan nilai-nilai
kurikulum gusjigang, mencetak lulusan berkaraker baik,
memberikan kecakapan hidup dan keterampilan yang
bermanfaat di masyarakat yang siap menghadapi era
digital dana era industri 4.0
3 Pengembangan Leadership, spiritual, dan entrepreneurship
Materi
90

4 Pengembangan Model pendidikan holistik yang mencakup 3 bidang,


Metode yaitu berupa transfer pengetahuan, kemudian
merasakan perbuatan baik menjadi penggerak untuk
berbuat baik dan tindakan nyata yang dibiasakan
dalam kehidupan sehari-hari.
5 Strategi Pembelajaran berdifferensiasi atau pembelajaran yang
pembelajaran disesuaikan dengan bakat, minat, gaya belajar dan
kebutuhan peserta didik
5 Evaluasi Penilaian berbasis proyek dan gelar karya
pembelajaran
6 Penguatan a. PPK berbasis kelas yang terintegrasi dalam mata
pendidikan pelajaran (kegiatan intrakurikuler dan kokurikuler):
karakter (disiplin, penyusunan RPP dan silabus berkarakter,
religius, dan penguatan nilai karakter tiap KD/CP oleh guru
entrepreneurship) mata pelajaran, bimbingan konseling individu pada
guru BK dan LDK (Latihan Dasar Kepemimpinan).
b. PPK berbasis budaya sekolah (kegiatan pembiasaan
dan ekstrakurikuler) : 1) program pembiasaan S6
(Senyum, Sapa, Salam, Salim, Sopan dan Santun);
2) PROJUSA (Program Jumput Sampah); 3) jum’at
bersih, sehat dan beramal; 4) literasi sekolah
melalui pojok baca; (5) sekolah kaya teks
penguatan nilai-nilai PPK; 6) pembiasaan
pemilahan sampah dan 3R; 7) optimalisasi
pembinaan di bidang ekstrakurikuler (Pramuka,
DKV, OSN, KIR, PPBN, PMR, Pecinta Alam,
Pengomposan, Budidaya Anggrek, Bola Basket,
Bola Volly, Hockey, Futsal, Sepak Bola, Pencak
Silat, Karate, Seni Tari Tradisional dan Modern,
Band SMA, Rebana Modern, Marching band,
Jurnalistik, Karawitan, Debat Bahasa Inggris dan
Qiro’ati).
c. PPK berbasis budaya masyarakat : penyuluhan
pendidikan anti rokok, anti miras dan anti narkoba,
penjaringan kesehatan masyarakat, penyuluhan
kesehatan alat reproduksi remaja, penyuluhan patuh
berlalu lintas dan penyuluhan anemia dan kanker,
penguatan pendidikan karakter di Rindam IV
Diponegoro Magelang, serta pelatihan Polisi
Keamanan Sekolah (PKS).
7 Terintegrasi pada a. Mulok Bahasa Jawa kelas X fase E semester gasal
mata pelajaran dengan topik materi “Rumah Adat Kudus dan
Filosofi Gusjigang”,
b. Pendidikan Agama Islam (PAI) dan Budi Pekerti
kelas XI semester gasal dengan topik materi “Taat
Aturan”,
91

c. Prakarya dan Kewirausahaan (PKWU) kelas XII


semester gasal dengan topik materi “Sistem
Produksi Kerajinan Berdasarkan Kebutuhan
Lingkungan Sekitar/Pasar”.
8 Strategi Dilakukan oleh seluruh guru dan tenaga kependidikan
keteladanan di SMA negeri 1 Bae Kudus:
(modelling) a. Penanaman nilai karakter kedisiplinan antara lain:
(1) mengenakan seragam kedinasan sesuai hari
lengkap dengan atributnya; (2) melaksanakan
upacara bendera setiap hari senin dan hari
kebesaran; (3) melaksanakan apel pagi rutin jam
06.50 WIB bagi seluruh guru/staf TU; (4)
mengoptimalkan tugas guru piket dan tim STP2K
untuk datang sesuai jadwal selambat-lambatnya
jam 06.15 WIB; dan (5) disiplin waktu dalam
pembelajaran.
b. Penanaman nilai karakter religius antara lain: (1)
WAG Guru Sabaku Muslim yaitu “two weeks one
juz” secara rutin setiap muslim/muslimah
mengkhatamkan 1 juz Al Qur’an tiap 2 minggu;(2)
Melaksanakan sholat dzuhur dan ashar berjamaah;
(3) Melaksanakan khotmil Qur’an dan pembacaan
sholawat Al Barzanji; (4) Kegiatan jum’at beramal
(jum’at berkah dengan berbagi makanan dan
minuman); (5)Melaksanakan kegiatan santunan
anak yatim piatu dan gerakan orang tua asuh
(GOTA) peserta didik kurang mampu; (6)
Modeling guru dan staf TU di SMA Negeri 1 Bae
Kudus dalam pelestarian budaya lokal melalui seni
barong Jiwo Budoyo, seni karawitan Dwija Laras,
dan musik angklung BMS (Bamboo Music
Sabaku).
9 Program a. Pendidikan life skills melalui ekstrakurikuler DKV
Unggulan (Desian Komunikasi Visual) dalam produk desain,
Pengembangan fotografi dan videografi mengembangkan
Kewirausahaan kemampuan boardcasting, advertising dan grafis
untuk design.
memfasilitasi b. English Day : menerapkan praktik English day
siswa yang peserta didik dapat bersaing di tingkat global
bekerja
/berwirausaha
10 Program a. Pengomposan: keterampilan pembuatan kompos
Unggulan Vokasi daun di sekolah
b. Seribu Anggrek: menciptakan lingkungan sekolah
yang indah dan asri sekaligus membekali peserta
didik dengan keterampilan menanam tanaman hias
92

bunga anggrek dan mendapatkan pemasukan


dengan menjual hasil budidaya anggrek
11 Program a. Sekolah Ramah Digital: penguasaan teknologi
Unggulan informasi komunikasi berbasis IT
Kelembagaan b. Sekolah Ramah Anak: Berupaya menjamin dan
memenuhi hak-hak anak dalam setiap aspek
kehidupan secara terencana dan bertanggung
jawab. Melibatkan anak untuk berpartisipasi dalam
segala kegiatan, kehidupan sosial, serta mendorong
tumbuh kembang dan kesejahteraan anak

4.2.3. Dampak Internalisasi Local Genius Gusjigang dalam Penanaman


Nilai-Nilai Karakter (Disiplin, Religius dan Entrepreneurship) di SMA
Negeri 1 Bae Kudus

Penanaman nilai-nilai karakter gusjigang (disiplin, religius, dan

entrepreneurship) tidak terbatas pada transfer pengetahuan mengenai nilai-

nilai yang baik saja, tetapi menjadikan bagaimana nilai-nilai karakter

tersebut tertanam dan menyatu dalam totalitas pikiran-tindakan seseorang.

Dimenson, (2009) menyatakan, “character can be measured corresponding

to the individual’s observance of a behavioral standard or the individual’s

compliance to a set moral code.” Seseorang yang berkarakter (baik atau

buruk) membuatnya tampil beda dari orang lain, sehingga menjadi

penanda khusus ketika orang lain mengenalinya.

Creasy Musanna, (2011) menyatakan, “…character education is

a program that can be implemented in order to turn students into

respectful, responsible, contributing members of society.” Pendidikan

karakter dapat dimaknai sebagai upaya mendorong peserta didik tumbuh

dan berkembang dengan kompetensi berpikir dan berpegang teguh pada

prinsip-prinsip moral serta mempunyai keberanian melakukan yang benar,


93

meskipun dihadapkan pada berbagai tantangan. Lickona, (2012) dalam

Education for Character: How Our School Can Teach Respect and

Responsibility menyebutkan bahwa pembentukan karakter meliputi tiga

hal berikut: mengetahui yang baik (knowing the good), kemauan

melakukan kebaikan (desiring the good) dan melakukan tindakan yang

baik (doing the good).

Wagiran et al., (2010) merumuskan local wisdom dengan definisi,

”Local wisdom is the knowledge that is discovered or acquired by local

people through the accumulation of experiences in trials and integrated

with the understanding of surrounding nature and culture. Local wisdom

is dynamic by function of created local wisdom and connected to the

global situation.”

Internalisasi local genius gusjigang merupakan salah satu proses

membentuk manusia agar menjadi pribadi yang berakhlak mulia, memiliki

intelektual tinggi dan berjiwa wirausaha. Penanaman nilai-nilai gusjigang

pada peserta didik berdampak adanya perubahan pemikiran, cara pandang

hingga karakter kepribadian pada masing-masing individu. Ini merupakan

cara untuk membina sikap dan mental peserta didik dalam menumbuhkan

jiwa yang disiplin, religius, dan entrepreneurship. Pada bab ini dijelaskan

data yang diperoleh peneliti, baik dari observasi, wawancara, atau

dokumentasi di SMA Negeri 1 Bae Kudus. Upaya penerapan kegiatan

dalam rangka pembentukan jiwa entrepreneurship peserta didik dilakukan

peneliti berdasarkan observasi dan wawancara dengan pihak terkait,


94

sehingga peneliti dapat mengetahui bagaimana dampak internalisasi nilai-

nilai gusjigang di SMA Negeri 1 Bae Kudus. Internalisasi local genius

gusjigang di SMA Negeri 1 Bae Kudus berpedoman pada tiga pilar yaitu

leadership, spiritual, dan entrepreneurship. Sesuai dengan nilai-nilai

karakter yang ada pada spirit gusjigang (disiplin, religius,

entrepreneurship) yang diwariskan oleh Sunan Kudus. Proses internalisasi

yang berhasil akan merubah pola pikir hingga tingkah laku seseorang,

begitu halnya yang terjadi pada peserta didik di SMA Negeri 1 Bae Kudus.

Proses internalisasi juga diharapkan dapat memunculkan sikap semakin

kreatif dan inovatif dalam berkarya. Internalisasi local genius gusjigang

diharapkan akan terbentuk jiwa kemandirian dan karakter entrepreneur

yang pandai berdagang, memiliki religiusitas yang tinggi dan selalu

disiplin ingat dan taat kepada Allah SWT. Kegiatan keagamaan (Gus)

yang dilakukan tiap harinya menjadikan kebiasaan bahkan sudah melekat

dalam perilaku keseharian peserta didik. Sedangkan untuk pinter ngaji (Ji)

tercermin dengan keinginan peserta didik untuk terus belajar

menyesuaikan perkembangan zaman serta teknologi. Selanjutnya

penanaman jiwa entrepreneur (Gang) pada peserta didik sudah mulai

tampak, dibuktikan dengan semangat jualan online, pulsa, kuota internet

hingga melakukan kegiatan-kegiatan yang produktif oleh siswa.

Internalisasi local genius gusjigang di SMA Negeri 1 Bae Kudus

dengan muatan-muatan kearifan lokalnya melalui filosofi Bagus (gus),

Ngaji (ji) dan Dagang (gang) membawa beberapa pengaruh atau dampak
95

terhadap peserta didik. Pembiasaan yang dilaksanakan sangat

mempengaruhi prestasi dan perilaku peserta didik karena merupakan jiwa

dan kekuatan sekolah yang memungkinkan dapat tumbuh berkembang dan

melakukan adaptasi dengan berbagai lingkungan yang ada sehingga

diperlukan bentuk pertanggungjawaban terhadap kesepakatan bersama

siswa yang sudah disepakati dan disetujui.

Hasil wawancara dengan responden siswa kelas XI IPS-1 tanggal

17 November 2022 mengungkapkan pembiasaan budaya disiplin siswa:

“Kami dibiasakan melaksanakan budaya 6S (Senyum, Sapa, Salam, Salim,


Sopan, dan Santun) kepada Bapak/Ibu Guru dan Staf TU, siswa
berkendaraan turun ketika memasuki halaman sekolah, berpakaian uniform
sesuai ketentuan, dan harus datang tepat waktu sebelum bel masuk
berbunyi karena ketika siswa terlambat maka akan ada konsekuensi sesuai
kesepakatan yaitu berdoa di depan guru piket, menyanyikan lagu wajib
nasional, tadarus Al Qur’an atau menghafalkan surat-surat pendek, bagi
non muslim mengkaji kitab sesuai agama dan kepercayaan. Selama jam
pertama berlangsung, namun ketika kami mampu berprestasi maka sekolah
juga akan memberikan penghargaan dalam bentuk reward di bidang
pendidikan yang diserahkan pada saat upacara bendera atau saat bersejarah
lainnya”.(SB.SIS.Nev.R.10).

Pembelajaran dan budaya sekolah kami juga berdampak pada

perilaku religius peserta didik, salah satunya adalah hasil wawancara

dengan siswa kelas XII MIPA-2 tanggal 17 November 2022 yang

mengatakan:

Melalui pembelajaran Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti di SMA


Negeri 1 Bae Kudus, kami lebih memahami tentang bagaimana keimanan
kepada Allah SWT, menjalankan syariat Islam seperti puasa, zakat, amal
sholeh, shalat dhuha, shalat dhuhur berjamaah, istighosah, tahtim al
qur’an, hingga praktek pengurusan jenazah, di sini tidak hanya diajarkan
secara teori, namun juga dipraktekkan secara langsung dalam bentuk-
bentuk ibadah sehari-hari, sehingga menambah wawasan keilmuan islam
kami dan menambah keimanan terhadap Allah SWT (SB.SIS.Naz.R.11).
96

Budaya sekolah yang dilaksanakan melalui kegiatan yang bersifat

rutin juga diimbangi dengan kegiatan yang bersifat kondisional, seperti

kajian kitab adab pada kegiatan pesantren kilat di bulan Ramadhan dan

acara peringatan hari besar Islam yang diselenggarakan di sekolah juga

membawa pengaruh positif dalam pembentukan karakter religius seperti

yang disampaikan oleh siswi kelas XI MIPA-1 saat wawancara pada

tanggal 17 November 2022 berikut ini:

“Setiap bulan Ramadhan di sekolah kami diadakan kegiatan kajian kitab


Nashoihul Ibad karya Syech Nawawi Al Bantany yang berisi tentang
motivasi untuk berbuat kebaikan dan peringatan akan perbuatan buruk.
Dampak yang kami rasakan menjadi lebih mengetahui bagaimana cara-
cara memperbaiki akhlak dan perilaku agar menjadi lebih baik ke
depannya. Selain itu sekolah kami juga menyelenggarakan peringatan
hari-hari besar Islam diantaranya Nuzulul Qur’an, Maulid Nabi
Muhammad SAW dilanjutkan dengan santunan terhadap anak yatim-
piatu dan Isra’ Mi’raj, melalui peringatan hari besar islam tersebut
menjadikan kami lebih mencintai Islam sebagai agama yang benar dan
suci dengan berupaya meningkatkan keimanan kepada ALLAH SWT,
melalui sejarah Islam di masa lalu kami merasa cinta dan bangga sebagai
bangsa Indonesia dengan umat Islam terbesar di dunia”.
(SB.SIS.Nai.R.12)

Ketua Bidang Kerohanian Islam OSIS SMA Negeri 1 Bae Kudus

sekaligus Ketua IRMAS (Ikatan Remaja Mushola Al Ikhlas)

menambahkan bahwa:

“Salah satu kegiatan sekolah yang membentuk karakter religius adalah


membiasakan kami untuk melakukan kegiatan istighosah rutin setiap satu
bulan sekali, kuliah pagi tiap ahad sesuai jadwal dan tadarus Al Qur’an
setiap hari Jum’at jam ke-9, serta dibentuknya WAG Khotmil Qur’an di
tiap-tiap kelas bagi peserta didik muslim “two weeks one juz”. Dampak
dari kegiatan tersebut bagi kami terasa lebih dekat dengan Allah SWT
dan sebagai sarana berdoa agar mendapat kemudahan dalam menuntut
ilmu serta menghadapi PAS yang sebentar lagi datang”.
(SB.SIS.Alf.R.13).
97

Deskripsi di atas menjelaskan bahwa pendidikan karakter di

sekolah mengarahkan peserta didik agar terbiasa dengan amalan-amalan

ibadah sehingga tidak merasa berat melakukannya ketika di rumah

masing-masing. Bahkan dalam memberikan konsekuensi terhadap peserta

didik yang terlambat juga nampak diarahkan kepada pembentukan

karakter religius peserta didik dengan konsekuensi yang mendidik.

Internalisasi local genius gusjigang tampak pada perilaku disiplin, religius

dan entrepreneurship peserta didik.

Hasil penelitian di lapangan menunjukkan bahwa terdapat

pandangan yang positif dari para peserta didik di sekolah. Ditandai dengan

hasil wawancara yang mengungkapkan tanggapan terhadap program-

program sekolah, diantaranya dampak internalisasi local genius gusjigang

dalam penanaman nilai karakter “Gus” (bagus) pada perilaku disiplin

peserta didik, adalah: a) disiplin dalam kehadiran, b) menghargai waktu, c)

menjaga lisan, d) berpenampilan selalu rapi, e) berlomba-lomba untuk

lebih berprestasi, f) patuh atau tawadhu’ terhadap guru dan orang tua, g)

sikap dan perilaku yang ramah dan santun terhadap guru/staf, orang tua

dan sesama. Hasil temuan ini selaras dengan hasil penelitian yang

dilakukan oleh (Rahmawati & Pelu, 2021 ; Himawati et al., 2017) yang

menyatakan bahwa Konsep kearifan lokal Gusjigang yaitu sebuah

kearifan lokal mengandung nilai-nilai yang dapat dijadikan sebagai

pedoman hidup masyarakat Kudus dan sekitarnya. Dampak dari

internalisasi local genius gusjigang memberikan pengaruh positif dan


98

signifikan terhadap penanaman karakter dan pola kebiasaan (habist) yang

baik kepada peserta didik dan lingkungannya.

Sedangkan dampak internalisasi local genius gusjigang dalam

penanaman nilai karakter “Ji” (ngaji) pada perilaku religius yaitu: a) lebih

memahami tentang keimanan kepada Allah SWT, b) terbiasa

melaksanakan ibadah ketika di rumah, c)memunculkan rasa lebih dekat

kepada Allah, d) pemahaman terhadap sejarah perkembangan Islam di

dunia, e) munculnya budaya berliterasi, f) sadar akan kewajiban untuk

selalu belajar dan menuntut ilmu serta mengamalkannya. Karakter religius

juga menekankan pada sikap toleransi terhadap perbedaan agama.

Religious character means being a devout person in worshiping God,

having an attitude of tolerance towards different beliefs, and striving to

live in harmony with people of different religions (Nurgiansah et al.,

2020). Implementasi nilai karakter disiplin dan religius peserta didik

akibat kesadaran dalam “tholabul ilmi” dan keyakinan dalam memahami

“imtaila” yaitu iman, taqwa, ilmu, dan amal sehingga menghasilkan

prestasi yang membanggakan bagi SMA Negeri 1 Bae Kudus.

Tabel 4.6 Data Prestasi Peserta Didik SMA Negeri 1 Bae Kudus Tahun

2022

N NAMA K JENIS KEJUARAAN T T

PESERTA E A I

DIDIK L H N

A U G

S N K
99

Selvie Amalia X Medali Emas 2 N


Ardana I Kompetisi Sains 0 a
I Mata Pelajaran 2 s
P Matematika 2 i
S o
n
1 a
l
Dania Azalia X Medali Perak 2 P
Wijaya I Kompetisi Sains 0 r
I Mata Pelajaran 2 o
P Geografi 2 v
S i
n
1 s
i
Molly Celia X Juara 2 Komik 2 P
Auf I Digital Festival dan 0 r
I Lomba Seni Siswa 2 o
P Nasional (FLS2N) 2 v
S SMA/SMK/MA i
n
2 s
i
Dania Azalia X Medali Perunggu 2 N
Wijaya I Kompetisi sains Mata 0 a
I Pelajaran Geografi 2 s
P 2 i
S o
n
1 a
l
Nazmy Fayza X Medali Emas 2 N
Nazhara I Indonesia Biology 0 a
M Championship 2 s
I
2 i
P
A o
n
2 a
l
Aulia X Medali Emas 2 N
Rachmat I Kompetisi Siswa 0 a
Aditya M Berprestasi Nasional 2 s
I
Bidang Bahasa 2 i
P
A Inggris o
n
4 a
l
Nazmy Fayza X Medali Perak 2 N
Nazhara I Olimpiade Sains 0 a
M Kesehatan 2 s
I
2 i
P
A o
n
2 a
l
Faranisya X Medali Perak 2 N
I
100

Syifa Aulia I Kejuaraan Sains 0 a


W. I Nasional Bidang 2 s
P Sosiologi 2 i
S
o
1 n
a
l

Faranisya X Medali Perunggu 2 N


Syifa Aulia W I Kompetisi Ilmu 0 a
I Sosiologi 2 s
I
2 i
P
S o
n
1 a
l
Reihan Y. X Juara 2 Kategori 2 N
Pamungkas I Putra Lomba 0 a
I Macapat Serat 2 s
M
Piwulang 2 i
I
P o
A n
a
1 l
10. Minchatul X Juara Favorit 1 2 P
Firda I Lomba Tilawah 0 r
I SMA/SMK/MA 2 o
M
2 v
I
P i
A n
s
2 i
Sumber: Data Prestasi Siswa 2022

Implementasi dari penanaman nilai karakter “Gang” (dagang)

diharapkan akan menumbuhkan sikap kemandirian dan membentuk sebuah

perilaku entrepreneurship. Nilai karakter “Gang” (dagang) ini

menghasilkan beberapa tanggapan positif dari peserta didik terhadap

kegiatan yang mengarah kepada perilaku entrepreneurship diantaranya

seperti yang diungkapkan oleh salah satu siswi kelas XI MIPA 2 tanggal

17 November 2022 berikut:

“Saat pembelajaran PKWU kami belajar dan praktek membuat makanan


khas Kudus seperti: jenang dari pepaya, jenang dari parijoto, madu
mongso, keciput, asinan (dari bahan timun, bengkoang, nanas, kedondong,
mangga dan salak), bahkan kami juga praktik membuat minuman buah
segar dan sari susu kedelai. Untuk minuman buah segar dan sari susu
kedelai ini, aku bersama ibu dengan modal seadanya memberanikan diri
101

untuk membuat usaha kecil-kecilan dan memasarkan di lingkungan


sekitar. Ibuku menjualnya secara kelilingan dan menitipkannya ke warung-
warung kenalan dengan harga @ Rp 2.500,00. Aku memberanikan diri
menitipkannya ke kopsis dan kantin sekolah. Kutawarkan pula face to face
ke bapak/ibu guru yang berkenan dengan varian hangat dan dingin.
Alhamdulillah produk kami bisa diterima, bapak/ibu guru banyak yang
membeli untuk dibawa pulang. Bagiku ini menjadi sebuah pengalaman
berharga dan nilai usaha di sekitar lingkungan sekolah, ada juga yang aku
pasarkan melalui bisnis online, namun masih sebatas cash on delivery
(cod) karena terkendala belum punya rekening bank. Kegiatan ini melatih
aku untuk mempunyai sikap mandiri dan berani menjadi seorang
entrepreneur muda”. (SB.SIS.Rah.R.14).

Bekal keterampilan juga diberikan melalui kegiatan

ekstrakurikuler, seperti yang disampaikan oleh siswa kelas XI IPS 1 dalam

wawancara tanggal 17 November 2022:

“Kami selalu antusias mengikuti kegiatan ekstrakurikuler DKV (Desain


Komunikasi Visual) setiap hari rabu sore, dari kegiatan tersebut kami
mendapat pengetahuan tentang cara-cara membuat desain grafis, fotografi,
dan videografi. Setelah kami benar-benar dirasa mampu secara teoritis,
maka kami mulai mengasah kemampuan untuk praktik dalam membuat
desain grafis, fotografi, dan videografi. Kemudian kami ditugaskan untuk
praktik secara langsung di studio yang telah bekerjasama dengan sekolah,
dari kegiatan tersebut mampu menambah wawasan dan keterampilan kami,
sehingga kelak bisa menjadi bekal ketika sudah lulus, dapat
mengembangkan wirausaha di bidang DKV sesuai dengan keterampilan
yang kami peroleh di sekolah, yang menarik lagi adalah kami memiliki
kemampuan dalam broadcasting (penyiaran), advertising (pengiklanan),
grafis design (desain grafis pada aplikasi photoshop, fotografi, videografi,
editing video pada aplikasi filmora, dan praktik fotografi di luar sekolah).
Ini semua sangat mendukung cita-citaku kelak menjadi seorang youtuber
terkenal seperti Atta Halilintar”. (SB.SIS.Gal.R.15).

Entrepreneurship merupakan salah satu kemampuan

psikomotorik peserta didik dalam rangka menyiapkan jiwa mandiri yang

sebenarnya bagi setiap peserta didik, tetapi dalam jumlah dan kadar yang

berbeda. Oeh karena itu aspek tersebut harus dipraktikkan dan diasah

sehingga dapat dikembangkan menjadi karakter. Sejalan dengan hal


102

tersebut Luthfi, (2020) ; Alnashr & Labib, (2019) menyatakan bahwa agar

hasil yang didapatkan dari pembelajaran entrepreneur dapat maksimal

metode praktik langsung dalam pembelajaran entrepreneurship adalah

suatu keharusan karena sifat materi pendidikan entrepreneur adalah

aplikatif yang harus dipraktikkan.

Penanaman nilai karakter entrepreneurship yang telah diterapkan

di SMA Negeri 1 Bae Kudus telah membawa beberapa dampak positif

kepada peserta didik, di antaranya: a) munculnya kreativitas dan inovasi,

b) membentuk perilaku mandiri dan pantang menyerah, c) tumbuhnya

keberanian untuk mencoba, d) memiliki jiwa marketing (komunikatif), e)

bertambahnya wawasan dan keterampilan, f) percaya diri dan

bertanggungjawab, g) memiliki kepedulian terhadap kelestarian alam.

Semangat peserta didik harus senantiasa dibangun agar menjadi sosok

yang logis, kreatif, inovatif dan tegas, mempunyai perspektif ke depan dan

berorientasi pada hasil (Restian, 2020). Implementasi “Gang” (dagang)

yang dilandasi dengan nilai-nilai utama “Gus” (bagus) menghasilkan

pembelajaran kewirausahaan yang berasaskan nilai-nilai luhur bangsa agar

peserta didik mampu bekerja dan berusaha sesuai dengan kaidah agama.

Pengembangan nilai karakter kewirausahaan di sekolah menjadi salah satu

cara yang bisa dilakukan guru untuk pengembangan pendidikan

entrepreneurship, dengan tujuan utama untuk menyiapkan peserta didik

menjadi academic entrepreneur yang berkarakter (Voda & Florea, 2019).


103
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN

5.1 SIMPULAN

Konsep local genius gusjigang merupakan gerakan menanamkan kembali

basis budaya daerahnya sendiri sebagai bagian upaya membangun identitas

bangsa dan sebagai filter dalam menyeleksi pengaruh budaya luar. Warisan

budaya dari Sunan Kudus Syekh Ja’far Shodiq yang syarat makna dan begitu

peduli, sangat mencintai, penuh toleransi, dengan spirit bermutu tinggi penuh

nilai-nilai religi yang disadur dalam hadits nabi dan berpadu dalam kalam Ilahi.

“Gus” sebuah karakter akhlak yang bagus, “Ji” berarti pandai mengaji dan

“Gang” artinya pintar berdagang.

Konsep local genius gusjigang sebagai penanaman nilai-nilai karakter

(disiplin, religius, dan entrepreneurship) di SMA Negeri 1 Bae Kudus menuntun

siswanya sebagai semboyan dan makna filosofi hidup menjadi orang-orang yang

berkepribadian bagus, tekun mengaji dan mau berusaha atau berdagang. “Gus”

peserta didik hendaknya memiliki perilaku yang bagus, berkarakter mulia dan

berpenampilan mempesona. Konsep “Gus” (bagus) di SMA Negeri 1 Bae Kudus

dilaksanakan dengan mengembangkan nilai karakter disiplin, jujur, toleransi,

peduli sosial dan tanggung jawab. “Ji” bagi peserta didik SMA Negeri 1 Bae

Kudus tidak hanya sekedar pandai mengaji ilmu agama tetapi juga belajar ilmu

pengetahuan dan teknologi serta mampu mengamalkannya dalam kehidupan.

Konsep “Ji” (ngaji) dilaksanakan dengan mengembangkan nilai karakter religius,

rasa ingin tahu, gemar membaca dan menghargai prestasi. “Gang” berarti peserta

didik harus pintar membaca peluang usaha, suka bekerja keras, kreatif dan

104
105

mandiri di manapun berada. Konsep “Gang” (dagang) dilaksanakan dengan

mengembangakan nilai karakter suka kerja keras, kreatif, dan mandiri. Tujuan

penanaman local genius gusjigang dalam pendidikan di SMA Negeri 1 Bae

Kudus memberikan pemahaman tentang nilai-nilai potensi lokal sehingga

daerahnya bisa berkembang pesat seiring dengan tuntutan era globalisasi dan

informasi.

Pola internalisasi local genius gusjigang dalam penanaman nilai-nilai

karakter (disiplin, religius dan entrepreneurship) di SMA Negeri 1 Bae Kudus

dimulai dari perumusan kurikulum sekolah, pengembangan komponen karakter,

diterapkan melalui budaya karakter sekolah, pengembangan diri dan pelatihan

kecakapan hidup (life skill) yang nampak saling terintegrasi dalam pembelajaran

intrakurikuler maupun ekstrakurikuler yang sesuai dengan karakteristik sekolah.

Tertuang dalam visi misi dan tujuan sekolah serta tercermin dalam pengajaran dan

aktivitas para peserta didiknya. Pengembangan kurikulum terdapat pada konten

materi, metode pembelajaran dan evaluasi pada mata pelajaran mulok Bahasa

Jawa, Pendidikan Agama dan Budi Pekerti, Prakarya dan Kewirausahaan. Sekolah

dengan memfasilitasi sarana dan prasarana yang memadai, anggaran kegiatan dan

peningkatan kompetensi guru. Pengembangan life skills di SMA negeri 1 Bae

Kudus dengan analisis komponen kurikulum, yakni melestarikan nilai-nilai

gusjigang, mencetak lulusan berkarakter baik, memberikan kecakapan hidup dan

keterampilan yang bermanfaat di masyarakat yang siap menghadapi era digital di

era revolusi 4.0 dengan materi tentang leadership, spiritual dan entrepreneurship.

Internalisasi local genius gusjigang dalam penanaman nilai-nilai karakter


106

(disiplin, religius dan entrepreneurship) di SMA Negeri 1 Bae Kudus

dilaksanakan dengan penguatan pendidikan karakter berbasis kelas (terintegrasi

dalam mata pelajaran), budaya sekolah dan budaya masyarakat.

Dampak internalisasi local genius gusjigang dalam penanaman nilai-nilai

karakter (disiplin, religius dan entrepreneurship) di SMA Negeri 1 Bae Kudus

tidak terbatas pada transfer pengetahuan mengenai nilai-nilai yang baik saja, tetapi

menjadikan bagaimana nilai-nilai karakter tersebut tertanam dan menyatu dalam

totalitas pikiran-tindakan seseorang. Internalisasi local genius gusjigang dalam

penanaman nilai-nilai karakter (disiplin, religius dan entrepreneurship) di SMA

Negeri 1 Bae Kudus menunjukkan dampak yang positif pada nilai karakter

disiplin dan religiusitas peserta didik. Nilai karakter “Gus” pada perilaku disiplin

ditandai dengan perilaku yang signifikan; a) disiplin dalam kehadiran, b)

menghargai waktu, c) menjaga lisan, d) berpenampilan selalu rapi, e) berlomba-

lomba untuk lebih berprestasi, f) tawadhu’ atau patuh terhadap guru dan orang

tua, g) sikap dan perilaku yang ramah dan santun terhadap guru/staf, orang tua

dan sesama. Nilai karakter “Ji” pada perilaku religius menunjukkan gejala

peningkatan; a) lebih memahami tentang keimanan kepada Allah SWT, b)

terbiasa melaksanakan ibadah ketika di rumah, c) memunculkan rasa lebih dekat

kepada Allah, d) pemahaman terhadap sejarah perkembangan Islam di dunia, e)

munculnya budaya berliterasi, f) sadar akan kewajiban untuk selalu belajar dan

menuntut ilmu serta mengamalkannya. Nilai karakter “Gang” atau

entrepreneurship juga menunjukkan respon yang positif ditandai dengan; a)

munculnya kreativitas dan inovasi, b) terbentuk perilaku mandiri dan pantang


107

menyerah, c) tumbuhnya keberanian untuk mencoba, d) memiliki jiwa marketing

dan komunikatif, e) bertambahnya wawasan dan keterampilan, f) percaya diri dan

bertanggungjawab, g) memiliki kepedulian terhadap kelestarian alam.

5.2 SARAN

Berdasarkan paparan data, temuan penelitian, pembahasan serta kesimpulan,

maka peneliti mengemukakan saran sebagai berikut:

1. Kepada Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Jawa Tengah dan

Pemerintah Kabupaten Kudus untuk meningkatkan kerja sama pelestarian

budaya daerah dan kearifan lokal terutama di bidang pendidikan serta

menambah wawasan lebih luas kepada sivitas akademika SMA Negeri 1 Bae

Kudus dan institusi pendidikan yang lainnya berkaitan dengan pentingnya

internalisasi local genius gusjigang sehingga tidak hilang tergerus pesatnya

perkembangan budaya modern.

2. Kepada Kepala SMA Negeri 1 Bae Kudus untuk lebih meningkatkan

kerjasama dengan beberapa pihak terkait agar dapat menambah wawasan

guru dan peserta didik dalam penanaman nilai-nilai karakter gusjigang

sehingga pembelajaran akan terasa lebih bermakna.

3. Kepada guru di lingkungan SMA Negeri 1 Bae Kudus untuk lebih peduli

dalam memotivasi peserta didik dan mampu menjadi teladan dengan

tindakan-tindakan positif melalui internalisasi local genius gusjigang dalam

penanaman nilai-nilai karakter peserta didik yang diimplementasikan melalui

budaya karakter sekolah.


108

DAFTAR PUSTAKA

Abid, N. (2018). Integrating Soft Skill and Gusjigang Local Value in The
Learning Process. Elementary: Islamic Teacher Journal, 5(1), 169–190.
https://doi.org/10.21043/elementary.v5i1.2986

Agwu, M. E., & Onwuegbuzie, H. N. (2018). Effects of international marketing


environments on entrepreneurship development. Journal of Innovation and
Entrepreneurship, 7(1), 1–14. https://doi.org/10.1186/s13731-018-0093-4

Ahmad, E. S. (2020). Peran Pendidikan Agama Islam terhadap Akhlakul Karimah


Anak. Mimbar Kampus: Jurnal Pendidikan Dan Agama Islam, 19(1), 176–
190. https://doi.org/10.47467/mk.v19i2.430

Al-Aharish, M. H. M. (2017). Indonesian Islam and social challenges between


moral cultivation and intellectual movement. Journal of Indonesian Islam,
11(2), 551–558. https://doi.org/10.15642/JIIS.2017.11.2.551-568

Albantani, A. M., & Madkur, A. (2018). Think Globally, Act Locally: The
Strategy of Incorporating Local Wisdom in Foreign Language Teaching in
Indonesia. International Journal of Applied Linguistics and English
Literature, 7(2), 1. https://doi.org/10.7575/aiac.ijalel.v.7n.2p.1

Alimah, S. (2019). Kearifan Lokal Dalam Inovasi Pembelajaran Biologi: Strategi


Membangun Anak Indonesia Yang Literate dan Berkarakter Untuk
Konservasi Alam. Jurnal Pendidikan Hayati, 5(1), 1–9.
https://doi.org/10.33654/jph.v5i1.574

Aliyah, R. A., & Gudnanto. (2022). Pengembangan Model Parenting Berbasis


Gusjigang Dalam Pendidikan Kolaboratif Orang Tua Pada Anak Usia Dini.
Joyful Learning Journal, 11(3), 138–145.
https://doi.org/10.15294/JLJ.V11I3.60562

Alnashr, M. S., & Labib, M. (2019). Spiritual EAlnashr, M. S., & Labib, M.
(2019). Spiritual Entrepreneurship di Pesantren Entrepreneur Al-Mawaddah
Kudus. Islamic Review: Jurnal Riset Dan Kajian Keislaman, 8(1), 63–85.
https://doi.org/10.35878/islamicreview.v8i1.157ntrepreneurship di Pesant.
Islamic Review: Jurnal Riset Dan Kajian Keislaman, 8(1), 63–85.
https://doi.org/10.35878/islamicreview.v8i1.157
109

Amaruli, R. J. (2017). Understanding Figure of Sunan Kudus as the


Internalization of Gusjigang to Develop Entrepreneurship in the Global
Competition. 1(2), 154–162. https://doi.org/10.14710/ihis.v1i2.1916

Ambarwangi, S. (2014). Reog As Means of Students’ Appreciation and Creation


in Arts and Culture Based on the Local Wisdom. Harmonia: Journal of Arts
Research and Education, 14(1), 37–45.
https://doi.org/10.15294/harmonia.v14i1.2789

Ansari, J. A. N., & Khan, N. A. (2020). Exploring the role of social media in
collaborative learning the new domain of learning. Smart Learning
Environments, 7(1), 1–16. https://doi.org/10.1186/s40561-020-00118-7

Apriana, D., Kristiawan, M., & Wardiah, D. (2019). Headmaster’s competency in


preparing vocational school students for entrepreneurship. International
Journal of Scientific and Technology Research, 8(8), 1316–1330.
https://www.ijstr.org/paper-references

Aunger, R., & Curtis, V. (2016). Behaviour Centred Design: towards an applied
science of behaviour change. Health Psychology Review, 10(4), 425–446.
https://doi.org/10.1080/17437199.2016.1219673

Ayatrohaedi. (1986). Kepribadian Budaya Bangsa (Local Genius). Yogyakarta:


Pustaka Pelajar.

Azizah, N. (2022). Implementing the Value of Character Education in Islamic


Religious Education in State Elementary School (SDN) Ciranjang 02
Cianjur. International Journal of Science and Society, 4(2), 118–127.
https://doi.org/10.54783/ijsoc.v4i2.455

Bastomi, H. (2019). Filosofi Gusjigang dalam Dakwah Pengembangan


Masyarakat Islam Kudus. Community Development: Jurnal Pengembangan
Masyarakat Islam, 3(1), 61–75. https://doi.org/10.21043/cdjpmi.v3i1.5625

Bogdan, & Taylor. (2010). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remadja


Karya.

Choudhury, M. H. (2013). Teaching culture in EFL: Implications, challenges and


strategies. IOSR Journal of Humanities and Social Science, 13(1), 20–24.
https://doi.org/10.9790/0837-1312024
110

Daniah, D. (2016). Kearifan lokal (local wisdom) sebagai basis pendidikan


karakter. PIONIR: Jurnal Pendidikan, 5(2), 1–14.
https://doi.org/10.22373/pjp.v5i2.3356

Darajat, Z. (2015). Dinamika Sosiologi Indonesia: Agama dan Pendidikan dalam


Perubahan Sosial. Yogyakarta: LKIS Pelangi Aksara.

Darusman, Y. (2016). Kearifan Lokal Kerajinan Bordir Tasikmalaya Sebagai


Ekonomi Kreatif Terbuka Untuk Modern (Studi di Kota Tasikmalaya Jawa
Barat). Journal of Nonformal Education, 2(2), 108–119.
https://doi.org/10.15294/jne.v2i2.6556

Dimenson, S. (2009). Character is Key: How to Unlock the Best in Our Children
and in Our Self. Ontario: John Wiley and Sons Canada.

Dupe, S. I. S. (2020). Konsep Diri Remaja Kristen Dalam Menghadapi Perubahan


Zaman. Jurnal Ilmiah Religiosity Entity Humanity (JIREH), 2(1), 53–69.
https://doi.org/10.37364/jireh.v2i1.26

Ekanasari, N., Fathurohman, I., & Nugraheni, L. (2021). Kearifan Lokal dalam
Tradisi Manten Mubeng Gapura di Desa Loram Kulon. Prosiding Seminar
Nasional Pertemuan Ilmiah Bahasa Dan Sastra Indonesia (PIBSI), 43(1),
58–64. https://doi.org/10.24176/pibsi.v43i1.211

Fajarini, U. (2014). Peranan kearifan lokal dalam pendidikan karakter. SOSIO-


DIDAKTIKA: Social Science Education Journal, 1(2), 123–130.
https://doi.org/10.15408/sd.v1i2.1225

Frankel, R., & Devers, K. (2000). Qualitative Research: a consumer′ s guide.


Education for Health: Change in Learning and Practice, 13(1), 113–123.
https://www.proquest.com/docview

Genc, M. F. (2018). Values education or religious education? An alternative view


of religious education in the secular age, the case of Turkey. Education
Sciences, 8(4), 1–16. https://doi.org/10.3390/educsci8040220

Gunawan, H. (2012). Pendidikan karakter. Bandung: alfabeta.


111

Hallett, R. E., & Barber, K. (2014). Ethnographic research in a cyber era. Journal
of Contemporary Ethnography, 43(3), 306–330.
https://doi.org/10.1177/0891241613497749

Hammersley, M. (2018). What is ethnography? Can it survive? Should it?


Ethnography and Education, 13(1), 1–17.
https://doi.org/10.1080/17457823.2017.1298458

Hanurawan, F. (2016). Metode Penelitian Kualitatif Untuk Ilmu Psikologi.


Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Hasanah, N. (2018). Internalisasi nilai-nilai pendidikan karakter melalui kegiatan


badan dakwah Islam di SMA Negeri 7 Malang. Doctoral dissertation :
Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim.

Hidayati, A., Zaim, M., Rukun, K., & Darmansyah. (2014). The development of
character education curriculum for elementary students in West Sumatera.
International Journal of Education and Research, 2(5), 61–70.
https://www.ijern.com/journal

Himawati, U., Dian, S., Prajanti, W., & Sakitri, W. (2017). Pengaruh Kualitas
Layanan, Kepuasan Pelanggan Dan Budaya Gusjigang Terhadap Loyalitas
Pelanggan. Economic Education Analysis Journal, 6(3), 865–876.
https://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/eeaj/article

Howard, R. W., Berkowitz, M. W., & Schaeffer, E. F. (2004). Politics of


Character Education. Educational Policy, 18(1), 188–215.
https://doi.org/10.1177/0895904803260031

Idi, A., & Sahrodi, J. (2017). Moralitas Sosial dan Peranan Pendidikan Agama.
Intizar, 23(1), 1. https://doi.org/10.19109/intizar.v23i1.1316

Idris, M., Bin Tahir, S. Z., Wilya, E., Yusriadi, Y., & Sarabani, L. (2022).
Availability and Accessibility of Islamic Religious Education Elementary
School Students in Non-Muslim Base Areas, North Minahasa, Indonesia.
Education Research International, 1–11.
https://doi.org/10.1155/2022/6014952

Ihsan, M. (2017). Gusjigang; Karakter Kemandirian Masyarakat Kudus


Menghadapi Industrialisasi. Iqtishadia: Jurnal Kajian Ekonomi Dan Bisnis
112

Islam STAIN Kudus, 10(2), 153–183.


https://doi.org/10.21043/iqtishadia.v10i2.2862

Ilyas. (2016). Pendidikan Karakter Melalui Homeschooling. Journal of Nonformal


Education and Community Empowerment, 2(1), 91–98.
https://doi.org/10.15294/jne.v2i1.5316

Inanna. (2018). Peran Pendidikan dalam Membangun Karakter Bangsa yang


Bermoral. Jurnal Ekonomi Dan Pendidikan, 1(1), 27–33.
http://ojs.unm.ac.id/JEKPEND

Isnaini, R. L. (2016). Penguatan Pendidikan Karakter Siswa Melalui Manajemen


Bimbingan dan Konseling Islam. Manageria: Jurnal Manajemen Pendidikan
Islam, 1(1), 35–52. https://doi.org/10.14421/manageria.2016.11-03

Istiawati, N. F. (2016). Pendidikan karakter Berbasis Nilai-nilai Kearifan lokal


Adat AMMATOA dalam menumbuhkan karakter konservasi. Cendekia:
Jurnal Pendidikan Dan Pembelajaran, 10(1), 1–18.
https://doi.org/10.30957/cendekia.v10i1.78

Jamhariani, R. (2020). Penanaman Pendidikan Karakter Cinta Lingkungan


Pascapandemi Covid-19 Pada Anak Sekolah Dasar. Prosiding Seminar
Nasional Pascasarjana (PROSNAMPAS), 3(1), 268–272.
https://proceeding.unnes.ac.id/index.php/snpasca

Jamhariani, R., Nuryatin, A., & Atmaja, H. T. (2021). The Learning System and
the Teachers’ Role in Embedding the Character Education Values in
Elementary School Students. International Journal of Research and Review,
8(9), 176–183. https://doi.org/10.52403/ijrr.20210924

Jarkawi, J., & Madihah, H. (2022). Management of Counseling Guidance in


Handling Student’s Delinquency in Madrasah. AL-TANZIM: Jurnal
Manajemen Pendidikan Islam, 6(1), 354–365. https://doi.org/10.33650/al-
tanzim.v6i2.3392

Jepson, P., & Canney, S. (2003). Values-led conservation. Global Ecology and
Biogeography, 12(4), 271–274. https://doi.org/10.1046/j.1466-
822X.2003.00019.x

Jerolmack, C., & Khan, S. (2014). Talk Is Cheap: Ethnography and the Attitudinal
113

Fallacy. Sociological Methods and Research, 43(2), 178–209.


https://doi.org/10.1177/0049124114523396

Junrat, S., Jenphop, C., Suravee, R., & Kanokorn, S. (2014). Soft Skills for
University Library Staff in Thailand. Procedia - Social and Behavioral
Sciences, 112(Iceepsy 2013), 1027–1032.
https://doi.org/10.1016/j.sbspro.2014.01.1265

Kamolson, S. (2007). Fundamentals of quantitative research. Language Institute


Chulalongkorn University, 1(3), 1–20. http://www.culi.chula.ac.th/e-Journal

Kartadinata, S. (2010). Isu-Isu Pendidikan: Antara Cita-Cita dan Harapan.


Bandung: UPI Press.

Kartono, K. (2014). Patologi Sosial 2 : Kenakalan Remaja. Jakarta : Rajawali


Press.

Khaidir, E., & Suud, F. M. (2020). Islamic education in forming students’


characters at as-shofa Islamic High School, pekanbaru Riau. International
Journal of Islamic Educational Psychology, 1(1), 50–63.
https://doi.org/10.18196/ijiep.1105

Khan, M. S., & Rowlands, C. (2018). Mumpreneurship in New Zealand: an


exploratory investigation. International Journal of Sociology and Social
Policy, 38(5–6), 459–473. https://doi.org/10.1108/IJSSP-08-2017-0106

Khotimah, N. (2018). Enkulturasi Nilai-Nilai Kesejarahan Sunan Kudus pada


Masyarakat di Daerah Kudus Kulon. Historia Pedagogia, 7(2), 120–128.
https://doi.org/10.15294/hisped.v7i2.31818

Lickona, T. (2012). Educating for Character: How Our School Can Teach
Respect and Responsibility (Mendidik untuk Membentuk Karakter). Jakarta:
PT. Bumi Aksara.

Luthfi, M. (2020). Gusjigang, Nilai Spritual, Sosial, dan Kewirausahaan dalam


Kurikulum Pendidikan Pondok Pesantren al-Mawaddah Kudus. ABHATS:
Jurnal Islam Ulil Albab, 1(2), 213–235.
https://abhats.org/index.php/abhats/article/view/15

Maharromiyati, M., & Suyahmo, S. (2016). Pewarisan Nilai Falsafah Budaya


114

Lokal Gusjigang Sebagai Modal Sosial di Pondok Pesantren Entrepreneur Al


Mawaddah Kudus. Journal of Educational Social Studies, 5(2), 163–172.
https://doi.org/10.15294/JESS.V5I2.14082

Mahmud, H. (2018). Indigenous Konseling Gusjigang dalam Pemikiran Kearifan


Lokal Sunan Kudus. Konseling Edukasi: Journal Of Guidance and
Counseling, 2(1), 117–131. https://doi.org/10.21043/konseling.v2i1.4137

Marini, A. (2017). Character Building Through Teaching Learning Process:


Lesson in Indonesia. International Journal of Sciences and Research, 73(5),
177–182. https://doi.org/10.21506/j.ponte.2017.5.43

Marlina, E. (2016). Internalisasi Nilai-Nilai Pancasila dan Rasa Cinta Tanah Air
Pada Remaja. 4(4), 562–567.
https://doi.org/10.30872/psikoborneo.v4i4.4244

Martiarini, N. (2016). Eksplorasi Nilai-Nilai Pendidikan Karakter Di Sekolah


Dasar. Intuisi : Jurnal Psikologi Ilmiah, 8(1), 54–60.
https://doi.org/10.15294/intuisi.v8i1.8557

Meliono, I. (2011). Understanding the Nusantara Thought and Local Wisdom as


an Aspect of the Indonesian Education. TAWARIKH: International Journal
for Historical Studies, 2(2), 221–234.
https://doi.org/10.2121/tawarikh.v2i2.392

Moleong, L. J. (2007). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja


Rosdakarya Offset.

Muchyidin, A. (2016). Model Matematika Kearifan Lokal Masyarakatdesa


Trusmi dalam Menjaga Eksistensi Kerajinan Batik Tulis. Jurnal Edukasi
Dan Sains Matematika (JES-MAT), 2(1), 12–25. https://doi.org/10.25134/jes-
mat.v2i1.267

Munir, A. R., Maming, J., Kadir, N., Ilyas, G. B., & Bon, A. T. (2019). Measuring
the effect of entrepreneurial competence and social media marketing on
small medium enterprises’ competitive advantage: A structural equation
modeling approach. International Conference on Industrial Engineering and
Operations Management, July, 2006–2014.
https://www.researchgate.net/publicationand
115

Musanna, A. (2011). Rasionalitas dan Aktualitas Kearifan Lokal sebagai Basis


Pendidikan Karakter. Jurnal Pendidikan Dan Kebudayaan, 17(5), 588–598.
https://doi.org/10.24832/jpnk.v17i5.51

Mustaqim, M., & Bahruddin, A. (2015). Spirit Gusjigang Kudus dan Tantangan
Globalisasi Ekonomi. Jurnal Penelitian, 9(1), 19–40.
https://doi.org/10.21043/jupe.v9i1.848

Nadlir, M. (2014). Urgensi pembelajaran berbasis kearifan lokal. Journal of


Islamic Education Studies, 2(2), 299–330.
https://doi.org/10.15642/jpai.2014.2.2.299-330

Nasution, S. (2003). Asas-Asas Kurikulum. Jakarta : BumiAksara.


Nawali, A. K. (2018). Nilai-Nilai Pendidikan Islam dalam Filosofi Hidup
“Gusjigang” Sunan Kudus Dan Implikasinya Terhadap Kehidupan
Masyarakat di Desa Kauman Kecamatan Kota Kudus. Jurnal Pendidikan
Agama Islam, 15(2), 1–15. https://doi.org/10.14421/jpai.2018.152-01

Nugroho, A., & Pangestika, A. N. (2017). Implementasi Kegiatan Salam Pagi


Dalam Rangka Menumbuhkan Karakter Komunikatif Siswa Sekolah Dasar.
ELSE (Elementary School Education Journal), 1(2a), 1–5.
https://doi.org/10.30651/else.v1i2a.1025

Nurgiansah, T. H., Dewantara, J. A., & Rachman, F. (2020). The Implementation


of Character Education in the Civics Education Syllabus at SMA Negeri 1
Sleman. JED (Jurnal Etika Demokrasi), 5(2), 110–121.
https://doi.org/10.26618/jed.v5i2.3106

Parker, J. M. (2018). Problematising ethnography and case study: reflections on


using ethnographic techniques and researcher positioning. Ethnography and
Education, 13(1), 18–33. https://doi.org/10.1080/17457823.2016.1253028

Picauly, M. (2021). Pola Asuh Orang tua Berdasarkan Perkembangan Usia Anak
Menurut Pemikiran Erik Erikson di Persekutuan Doa CEB Ministry.
EPIGRAPHE: Jurnal Teologi Dan Pelayanan Kristiani, 5(2), 324–335.
https://doi.org/10.33991/epigraphe.v5i2.312

Pingge, H. D. (2017). Kearifan Lokal Dan Penerapannya di Sekolah. Jurnal


Edukasi Sumba (JES), 1(2), 128–135. https://doi.org/10.53395/jes.v1i2.27
116

Poulsen, S. B. (1994). Ethnography Unbound: Power and Resistance in the


Modern Metropolis. International Journal of Comparative Sociology, 35(2),
146–148. https://doi.org/10.1093/sf/71.2.561

Prasetyo, K. B., & Mustafid, I. Z. (2019). Nilai Kearifan Lokal dan Etos Kerja
Diaspora Minangkabau di Kota Semarang. Solidarity: Journal of Education,
Society and Culture, 8(1), 557–571. https://journal.unnes.ac.id/sju/index

Pratama, H. (2016). Global Education in English Classroom : Integrating Global


Issues into English Language Teaching. International Journal of Social
Science and Humanity, 6(9), 719–922.
https://doi.org/10.18178/ijssh.2016.6.9.739

Pujiyanto, P., Astuti, M. P., Wasino, M., & Budi U, C. (2018). The
Entrepreneurship Teaching of Sunan Kudus. International Conference on
Science and Education and Technology 2018 (ISET 2018), 247(Iset), 374–
378. https://doi.org/10.2991/iset-18.2018.76

Purwanti, E. (2018). Pengembangan Kapasitas Manusia dalam Profesionalisasi


Guru Sekolah Dasar Di Indonesia. Jurnal Kreatif: Jurnal Kependidikan
Dasar, 8(2), 41–55. https://doi.org/10.15294/kreatif.v8i2.16495

Rahaju, S. (2018). Kontribusi dan Desain Implementasi Penguatan Pendidikan


Karakter melalui Pendidikan Seni Budaya di STITNU Al Hikmah
Mojokerto. MODELING: Jurnal Program Studi PGMI, 5(2), 415–434.
http://www.jurnal.stitnualhikmah.ac.id/index

Rahayu, P., Turmudi, T., Muharram, A., Kasmad, M., & Abdul Majid, N. W.
(2018). Penguatan Karakter Kebangsaan dan Kompetensi Pedagogik
Berorientasi Pada Keterampilan Abad 21. Madrasah: Jurnal Pendidikan Dan
Pembelajaran Dasar, 10(2), 83–95.
https://doi.org/10.18860/madrasah.v10i2.5381

Rahmawati, M., & Pelu, M. (2021). Keraifan Lokal Gusjigang sebagai Sumber
Penanaman Nilai-Nilai Karakter di MAN 2 Kudus. Jurnal Candi, 21(2), 11–
28. https://jurnal.uns.ac.id/candi/article/view/56887

Restian, A. (2020). Psikologi Pendidikan Teori Dan Aplikasi. UMM Press.

Reza, I. F. (2013). Hubungan Antara Religiusitas dengan Moralitas Pada Remaja


117

di Madrasah Aliyah (MA). HUMANITAS: Indonesian Psychological


Journal, 10(2), 45–58. https://doi.org/10.26555/humanitas.v10i2.335

Ridlo, S., & Irsadi, A. (2012). Pengembangan Nilai Karakter Konservasi Berbasis
Pembelajaran. Jurnal Penelitian Pendidikan, 29(2), 124062.
https://doi.org/10.15294/jpp.v29i2.5657

Ritter, C. S. (2021). Rethinking digital ethnography: A qualitative approach to


understanding interfaces. Qualitative Research, 15(2), 1–17.
https://doi.org/10.1177/14687941211000540

Rongraung, S., Somprach, K., Khanthap, J., & Sitthisomjin, J. (2014). Soft Skills
for Private basic Education Schools in Thailand. Procedia - Social and
Behavioral Sciences, 112, 956–961.
https://doi.org/10.1016/j.sbspro.2014.01.1254

Rosidi, N. L., Zhou, J., Pattanaik, S., Wang, P., Jin, W., Brophy, M., Olbricht, W.
L., Nishimura, N., & Schaffer, C. B. (2011). Cortical microhemorrhages
cause local inflammation but do not trigger widespread dendrite
degeneration. PLoS ONE, 6(10).
https://doi.org/10.1371/journal.pone.0026612

Rosyid, M. (2022). Pemanfaatan Cagar Budaya Kauman Menara Kudus Sebagai


Media Pembelajaran Sejarah. Tsaqofah Dan Tarikh: Jurnal Kebudayaan
Dan Sejarah Islam, 6(2), 66–78. https://doi.org/10.29300/ttjksi.v6i2.4166

Ryan, G. S. (2017). An introduction to the origins, history and principles of


ethnography. Nurse Researcher, 24(4), 15–21.
https://doi.org/10.7748/nr.2017.e1470

Rytter, M. (2019). Writing Against Integration: Danish Imaginaries of Culture,


Race and Belonging. Ethnos, 84(4), 678–697.
https://doi.org/10.1080/00141844.2018.1458745

Saddhono, K. (2018). Cultural and social change of foreign students in Indonesia:


The influence of Javanese Culture in Teaching Indonesian to Speakers of
Other Languages (TISOL). IOP Conference Series: Earth and
Environmental Science, 126(1), 1–9. https://doi.org/10.1088/1755-
1315/126/1/012091
118

Sahlan, A. (2012). Religiusitas Perguruan Tinggi. Malang: UIN-Maliki Press.

Said, N. (2013). Gusjigang dan kesinambungan budaya Sunan Kudus:


relevansinya bagi pendidikan islam berbasis local genius. Jurnal Penelitian
Islam Empirik, 6(2), 117–128.

Said, N. (2014). Spiritual Enterprenership Warisan Sunan Kudus: Modal Budaya


Pengembangan Ekonomi Syari’ah Dalam Masyarakat Pesisir. Equilibrium,
2(2), 226–242. https://doi.org/10.21043/equilibrium.v2i2.730

Said, N. (2022). Etika Gusjigang dan Spirit Pendidikan Tri Harmoni Walisongo.
In ICIE: International Conference on Islamic Education, 2, 381–398.
http://proceeding.iainkudus.ac.id/index

Saidah, K., Aka Andri, K., & Damariswara, R. (2020). Nilai-Nilai Kearifan Lokal
Dan Implementasinya Dalam Pendidikan Sekolah Dasar (Vol. 4, Issue 1).
LPPM Institut Agama Islam Ibrahimy Genteng Banyuwangi.

Salam, Lestari, P., & Purnomo, A. (2019). Pelatihan Pendidikan Karakter


Berbasis Kearifan Lokal Bagi Guru IPS SMP Kabupaten Semarang Sebagai
Wujud Konservasi Sosial untuk Menghadapi Era Revolusi Industri 4.0.
Harmony: Jurnal Pembelajaran IPS Dan PKN, 4(1), 1–4.
https://doi.org/10.15294/harmony.v4i1.35801

Salam, S. (1967). Dja’far Shadiq: Sunan Kudus. Menara : Kudus.

Salamah. (2020). Peran Guru Pai Dalam Pembentukan Karakter Siswa Di Era
Revolusi Industri 4.0. SCAFFOLDING: Jurnal Pendidikan Islam Dan
Multikulturalisme, 2(1), 26–36. https://doi.org/10.37680/scaffolding.v2i1.281

Santoso, D. (2016). Gus-ji-gang dalam praktik bisnis: studi kasus komunitas


usaha bordir keluarga di Kecamatan Gebog, Kabupaten Kudus. Satya
Wacana University Press.

Saptomo, A. (2010). Hukum dan kearifan lokal: revitalisasi hukum adat


Nusantara. Jakarta: Grasindo.

Setyaningrum, N. D. B. (2018). Budaya Lokal di Era Global. Ekspresi Seni, 20(2),


102–112. https://doi.org/10.26887/ekse.v20i2.392
119

Shagrir, L. (2021). Three-phase model of scholarly growth in teacher education.


European Journal of Teacher Education, 44(2), 271–291.
https://doi.org/10.1080/02619768.2020.1745769

Sholichah, D. M. A. (2021). Implementasi Falsafah Gusjigang Dalam Pendidikan


Karakter Kewirausahaan Muslim di SMK Al-Islam Kudus. IAIN Kudus :
Doctoral dissertation.

Siddiq, M., & Salama, H. (2019). Etnografi sebagai teori dan metode. Kordinat:
Jurnal Komunikasi Antar Perguruan Tinggi Agama Islam, 18(1), 23–48.
https://doi.org/10.15408/kordinat.v18i1.11471

Spurr, S., Barbour, R. S., & Draper, J. (2022). Some Methodological Insights
from a Reflexive “Insider” Ethnography of Shiatsu Practice. Journal of
Contemporary Ethnography, 51(4), 566–586.
https://doi.org/10.1177/08912416211065059

State, I., Odionye, E. A., & State, I. (2016). Management of entrepreneurial


education in nigeria schools: a challenge to education administrators.
International Journal Of Academia, 2(1), 1–13.
https://globalacademicgroup.com/journals

Suciptaningsih, O. A., & Haryati, T. (2020). Character education model for junior
high school students based on java ethnopedagogic. International Journal of
Scientific and Technology Research, 9(2), 201–210.
https://www.ijstr.org/final-print/feb2020

Sudjana, N. (2008). Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar.

Sugiyono. (2011). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung:


Afabeta.

Sugiyono. (2014). Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif,


Kualitatif, dan R&D). Bandung : Alfabeta.

Suharso, R. (2017). Dream tobe Real: Diskursus Pendidikan Karakter Dalam


Pembelajaran IPS di SMP Kebon Dalem Semarang. Harmony, 2(1), 763–
773. https://doi.org/10.15294/harmony.v2i1.19973

Sulistiyorini, D., & Nurfalah, Y. (2019). Pembentukan Karakter Religius Siswa


120

Melalui Kegiatan Dewan Jama’ah Mushola (DJM) Di SMK PGRI 2 Kota


Kediri. Indonesian Journal of Islamic Education Studies (IJIES), 2(1), 40–
49. https://doi.org/doi.org/10.33367/ijies.v2i1.834

Sumar, W. T., & Razak, I. A. (2016). Strategi Pembelajaran dalam Implementasi


Kurikulum Berbasis Soft Skill. Yogyakarta: Deepublish.

Sumaryanto, T. (2010). Metodologi Penelitian 2. Semarang: Universitas Negeri


Semarang.

Sumintarsih, S. (2016). Komunitas Usaha Bordir Keluarga di Kecamatan Gebog-


Kabupaten Kudus. Salatiga: Satya Wacana University Press.

Sumintarsih, S., Ariani, C., & Munawaroh, S. (2016). Gusjigang: etos kerja dan
perilaku ekonomi pedagang kudus. Balai Pelestarian Nilai Budaya (BPNB)
Yogyakarta.

Suryadi, B. (2017). Pendidikan Karakter : Solusi Mengatasi Krisis Moral Bangsa.


Nizham Journal of Islamic Studies, 3(2), 71–84. https://e-
journal.metrouniv.ac.id/index.php/nizham

Susilaningtiyas, D. E., & Falaq, Y. (2021). Internalisasi Kearifan Lokal Sebagai


Etnopedagogi: Sumber Pengembangan Materi Pendidikan IPS bagi Generasi
Millenial. Sosial Khatulistiwa: Jurnal Pendidikan IPS, 1(2), 45.
https://doi.org/10.26418/skjpi.v1i2.49391

Taulabi, I., & Mustofa, B. (2019). Dekadensi Moral Siswa dan Penanggulangan
Melalui Pendidikan Karakter. Jurnal Pemikiran Keislaman, 30(1), 28–46.
https://doi.org/10.33367/tribakti.v30i1.660

Tohiron, A. (2021). Pembelajaran Berbasis Kearifan Lokal Gusjigang dalam


Menumbuhkan Karakter Enterprenuership di SMK NU Ma’arif 3 Kudus.
Doctoral dissertation: IAIN KUDUS.

Totok, T. (2018). Aktualisasi Nilai-nilai Kearifan Lokal dalam Pendidikan


Kewarganegaraan Sebagai Peneguh Karakter Kebangsaan. Jurnal
Pendidikan Kewarganegaraan, 8(2), 171–186.
https://doi.org/10.20527/kewarganegaraan.v8i2.4314

Trianto. (2009). Mendesain Model Pembelajaran Inovatif Progresif. Jakarta:


121

Kencana.

Triyanto, T., Mujiyono, M., Sugiarto, E., & Pratiwinindya, R. A. (2019). Masjid
Menara Kudus: Refleksi Nilai Pendidikan Multikultural Pada Kebudayaan
Masyarakat Pesisiran. Imajinasi: Jurnal Seni, 13(1), 69–76.
https://doi.org/10.15294/imajinasi.v13i1.21926

Tumurang, H. (2019). Pengembangan Model Pendidikan Karakter pada SMA


Kosgoro Tomohon. DAYA SAINS : Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat,
2(1), 11–24. https://doi.org/10.36412/jds.v2i1.1114.g1056

Uge, S., Neolaka, A., & Yasin, M. (2019). Development of social studies learning
model based on local wisdom in improving students’ knowledge and social
attitude. International Journal of Instruction, 12(3), 375–388.
https://doi.org/10.29333/iji.2019.12323a

Unayah, N., & Sabarisman, M. (2016). Identifikasi kearifan lokal dalam


pemberdayakan komunitas adat terpencil. Sosio Informa: Kajian
Permasalahan Sosial Dan Usaha Kesejahteraan Sosial, 2(1), 1–18.
https://doi.org/10.33007/inf.v2i1.136

Voda, A. I., & Florea, N. (2019). Impact of personality traits and entrepreneurship
education on entrepreneurial intentions of business and engineering students.
Sustainability, 11(4), 1–14. https://doi.org/10.3390/SU11041192

Wagiran, A., Ismail, I., & Abdullah, R. (2010). ’Agrobacterium tumefaciens’-


Mediated Transformation of the Isopentenyltransferase Gene in Japonica
Rice Suspension Cell Culture. Australian Journal of Crop Science, 4(6),
421–429. https://doi.org/10.21831/jpk.v0i3.1249

Wandasari, Y., Kristiawan, M., & Arafat, Y. (2019). Policy evaluation of school’s
literacy movement on improving discipline of state high school students.
International Journal of Scientific and Technology Research, 8(4), 190–198.
https://www.researchgate.net/publication

Wirawati, D., & Rahman, H. (2020). Pengembangan Buku Ajar Komprehensi


Tulis Berorientasi Nilai-Nilai Karakter Islam. Kode: Jurnal Bahasa, 9(4),
72–83. https://doi.org/10.24114/kjb.v9i4.22030

Yadi Ruyadi. (2010). Model Pendidikan Karakter Berbasis Kearifan Budaya


122

Lokal (Penelitian terhadap Masyarakat Adat Kampung Benda Kerep Cirebon


Provinsi Jawa Barat untuk Pengembangan Pendidikan Karakter di Sekolah).
Proceedings International Conference on Teacher Education, November,
576–594. http://file.upi.edu/Direktori/PROCEEDING

Yuliatin, Husni, L., Hirsanuddin, & Kaharudin. (2021). Character education based
on local wisdom in Pancasila perspective. Journal of Legal, Ethical and
Regulatory Issues, 24(1), 1–11. https://www.proquest.com/docview

Zamroni, E. (2016). Counseling Model Based on Gusjigang Culture: Conceptual


Framework of Counseling Model Based on Local Wisdoms in Kudus.
GUIDENA: Jurnal Ilmu Pendidikan, Psikologi, Bimbingan Dan Konseling,
6(2), 116–125. https://www.neliti.com/publications/162942

Zuriah, N. (2014). Analisis Teoritik tentang Etnopedagogi Pendidikan


Kewarganegaraan sebagai Wahana Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa
di Perguruan Tinggi. SOSIOHUMANIKA, 7(2), 175–188.
https://doi.org/10.2121/sosiohumanika.v7i2.509
123

Lampiran 1 : Jadwal Penelitian

No Tanggal Kegiatan Keterangan

1 15 Oktober 1) Studi pustaka untuk menentukan acuan Tahap persiapan


2022 penelitian
2) Studi pendahuluan atau studi pra-
penelitian
3) Menyusun proposal
1) Tahap Pra Lapangan Tahap
a. Memilih lapangan penelitian pelaksanaan
dengan cara mempelajari serta
mendalami fokus dan rumusan
masalah penelitian
b. Menyusun rancangan penelitian
tentang Internalisasi Local Genius
Gusjigang sebagai Penanaman
Nilai-Nilai Karakter di SMA Negeri
1 Bae Kudus
c. Mengurus perizinan secara formal
dalam hal ini peneliti meminta izin
kepala SMA negeri 1 Bae Kudus
d. Menjajaki dan menilai lapangan
dimana peneliti melakukan orientasi
lapangan
e. Memilih dan memanfaatkan
informan yang berguna sebagai
pemberi informasi tentang situasi
dan kondisi tempat penelitian
f. Menyiapkan perlengkapan
penelitian yang diperlukan seperti
alat tulis dan alat perekam
1-19 2) Tahap Pekerjaan Lapangan
November Tahap ini dibagi kedalam tiga bagian
2022 yaitu :
1. Memahami latar penelitian dan
persiapan diri. Pada tahap ini
peneliti melihat subjek yang ada
pada latar penelitian untuk
mengetahui data yang harus
dikumpulkan sehingga peneliti telah
mempersiapkan diri dalam
menyediakan alat pengumpulan diri
dalam menyediakan alat
pengumpulan data
2. Memasuki lapangan. Pada tahap ini
124

peneliti mengawali dengan


membuat permohonan ijin untuk
melakukan pengumpulan data yang
diperoleh pada awal observasi
3. Berperan serta mengumpulkan data.
Pada tahap ini peneliti melakukan
pengumpulan data, tahap ini
merupakan langkah yang paling
utama dalam penelitian, karena
tujuan utama dari penelitian adalah
mendapatkan data.
20 3) Tahap Analisis Data Tahap
November Pemeliti dalam tahapan ini melakukan pelaksanaan
2022 serangkaian proses analisi data
kualitatif sampai pada interpretasi data-
data yang telah diperoleh sebelumnya.
Selain itu untuk menguji kredibilitas
data tersebut peneliti menggunakan
triangulasi teknik dan triangulasi
sumber
November Menulis pelaporan tesis dan konsultasi Tahap Akhir
Desember
125

Lampiran 2: Surat Keterangan Penelitian


126

Lampiran 3 : Identitas Responden


127

LEMBAR PENELITIAN
Disusun sebagai Instrumen Penelitian Tesis
Program Studi Pengembangan Kurikulum
Pascasarjana Universitas Negeri Semarang

INTERNALISASI LOCAL GENIUS GUSJIGANG


SEBAGAI PENANAMAN NILAI-NILAI KARAKTER
DI SMA NEGERI 1 BAE KUDUS

IDENTITAS RESPONDEN

1. Coding : (SB.KS.Mul.R.1)

2. Nama Lengkap : Mulyono, S.Pd. M.Pd.

3. Tempat/tanggal lahir : Pati, 1 Januari 1970

4. NIP : 19700101 199802 1 006

5. Jenis Kelamin : Laki-laki

6. Jabatan : Kepala Sekolah

7. Lama Menjabat : 2022 - sekarang

8. Kualifikasi Pendidikan

a. Jenis Pendidikan : S.2 Bahasa Indonesia

b. Perguruan Tinggi : UNNES

c. Fakultas/Jurusan : Bahasa Indonesia

9. Sertifikasi : Sudah bersertifikasi


128

LEMBAR PENELITIAN
Disusun sebagai Instrumen Penelitian Tesis
Program Studi Pengembangan Kurikulum
Pascasarjana Universitas Negeri Semarang

INTERNALISASI LOCAL GENIUS GUSJIGANG


SEBAGAI PENANAMAN NILAI-NILAI KARAKTER
DI SMA NEGERI 1 BAE KUDUS

IDENTITAS RESPONDEN

1. Coding : (SB.WK.Sug.R.2)

2. Nama Lengkap : Sugihardjo, S.Pd. M.Pd.

3. Tempat/tanggal lahir : Surakarta, 13 Oktober 1974

4. NIP : 19741013 200701 1 009

5. Jenis Kelamin : Laki-laki

6. Jabatan : Wakil Kepala Sekolah Bidang Kurikulum

7. Lama Menjabat : 2016 – sekarang

8. Kualifikasi Pendidikan

a. Jenis Pendidikan : S2. Pendidikan Matematika

b. Perguruan Tinggi : UNS

c. Fakultas/Jurusan : Pendidikan Matematika

9. Sertifikasi : Sudah bersertifikasi


129

LEMBAR PENELITIAN
Disusun sebagai Instrumen Penelitian Tesis
Program Studi Pengembangan Kurikulum
Pascasarjana Universitas Negeri Semarang

INTERNALISASI LOCAL GENIUS GUSJIGANG


SEBAGAI PENANAMAN NILAI-NILAI KARAKTER
DI SMA NEGERI 1 BAE KUDUS

IDENTITAS RESPONDEN

1. Coding : (SB.WS.Dia.R.4)

2. Nama Lengkap : Diyah Lisayanti, S.Pd. M.Pd.

3. Tempat / tanggal lahir : Sragen, 19 September 1974

4. NIP : 19740919 200701 2 019

5. Jenis Kelamin : Perempuan

6. Jabatan : Waka Kesiswaan

7. Lama Menjabat : 2020 - sekarang

8. Kualifikasi Pendidikan

a. Jenis Pendidikan : S2. Pendidikan IPS

b. Perguruan Tinggi : UNNES

c. Fakultas/Jurusan : Pendidikan IPS

9. Sertifikasi : sudah bersertifikasi


130

LEMBAR PENELITIAN
Disusun sebagai Instrumen Penelitian Tesis
Program Studi Pengembangan Kurikulum
Pascasarjana Universitas Negeri Semarang

INTERNALISASI LOCAL GENIUS GUSJIGANG


SEBAGAI PENANAMAN NILAI-NILAI KARAKTER
DI SMA NEGERI 1 BAE KUDUS

IDENTITAS RESPONDEN

1. Coding : (SB.WH.Rok.R.3)

2. Nama Lengkap : Rokis Setiawati, S.Pd. M.Pd.

3. Tempat/tanggal lahir : Kudus, 25 Pebruari 1976

4. NIP : 19760225 2007012007

5. Jenis Kelamin : Perempuan

6. Jabatan : Wakil Kepala Sekolah Humas, guru Ekonomi


(Ketua Tim Pengembang Sekolah Program
Pengembangan Kewirausahaan )

7. Lama Menjabat : 2018 - sekarang

8. Kualifikasi Pendidikan

a. Jenis Pendidikan : S2. Pendidikan IPS

b. Perguruan Tinggi : UNNES

c. Fakultas/Jurusan : Pendidikan IPS

9. Sertifikasi : sudah bersertifikasi


131

LEMBAR PENELITIAN
Disusun sebagai Instrumen Penelitian Tesis
Program Studi Pengembangan Kurikulum
Pascasarjana Universitas Negeri Semarang

INTERNALISASI LOCAL GENIUS GUSJIGANG


SEBAGAI PENANAMAN NILAI-NILAI KARAKTER
DI SMA NEGERI 1 BAE KUDUS

IDENTITAS RESPONDEN

1. Coding : (SB.BJ.Rai.R.5)

2. Nama Lengkap : Noor Roikhatun Ni’mah, S,Pd.

3. Tempat/tanggal lahir : Kudus, 30 November 1995

4. NIP : 19951130 202012 2 011

5. Jenis Kelamin : Perempuan

6. Jabatan : Guru Mulok Bahasa Jawa

7. Lama Menjabat : 2020 - sekarang

8. Kualifikasi Pendidikan

a. Jenis Pendidikan : S.1

b. Perguruan Tinggi : UNNES

c. Fakultas/Jurusan : Bahasa Jawa

9. Sertifikasi : belum bersertifikasi


132

LEMBAR PENELITIAN
Disusun sebagai Instrumen Penelitian Tesis
Program Studi Pengembangan Kurikulum
Pascasarjana Universitas Negeri Semarang

INTERNALISASI LOCAL GENIUS GUSJIGANG


SEBAGAI PENANAMAN NILAI-NILAI KARAKTER
DI SMA NEGERI 1 BAE KUDUS

IDENTITAS RESPONDEN

1. Coding : (SB.PW.Viv. R.8)

2. Nama Lengkap : Vivi Sulistiyanasari, S.Pd.

3. Tempat/tanggal lahir : Kudus, 28 maret 1980

4. NIP : 19800328 202221 2 007

5. Jenis Kelamin : Perempuan

6. Jabatan : Guru PKWU

7. Lama Menjabat : 2022 - sekarang

8. Kualifikasi Pendidikan

a. Jenis Pendidikan : S.1 PKK

b. Perguruan Tinggi : UNNES

c. Fakultas/Jurusan : PKK

9. Sertifikasi : belum bersertifikasi


133

LEMBAR PENELITIAN
Disusun sebagai Instrumen Penelitian Tesis
Program Studi Pengembangan Kurikulum
Pascasarjana Universitas Negeri Semarang

INTERNALISASI LOCAL GENIUS GUSJIGANG


SEBAGAI PENANAMAN NILAI-NILAI KARAKTER
DI SMA NEGERI 1 BAE KUDUS

IDENTITAS RESPONDEN

1. Coding : (SB.PAI.Has.R.7)

2. Nama Lengkap : Hasan Fauzi, S.Pd.I.

3. Tempat / tanggal lahir : Kudus, 11 Maret 1979

4. NIP : -

5. Jenis Kelamin : Laki-laki

6. Jabatan : Guru PAI dan Budi Pekerti

7. Lama Menjabat : 2017 - sekarang

8. Kualifikasi Pendidikan

a. Jenis Pendidikan : S.1 Tarbiyah

b. Perguruan Tinggi : IAIN Kudus

c. Fakultas/Jurusan : Tarbiyah

9. Sertifikasi : belum bersertifikasi


134

LEMBAR PENELITIAN
Disusun sebagai Instrumen Penelitian Tesis
Program Studi Pengembangan Kurikulum
Pascasarjana Universitas Negeri Semarang

INTERNALISASI LOCAL GENIUS GUSJIGANG


SEBAGAI PENANAMAN NILAI-NILAI KARAKTER
DI SMA NEGERI 1 BAE KUDUS

IDENTITAS RESPONDEN

1. Coding : (SB.PAI.Mus.R.6)

2. Nama Lengkap : Musyafa’, M.Pd.I.

3. Tempat/tanggal lahir : Kudus, 22 Januari 1980

4. NIP : -

5. Jenis Kelamin : Laki-laki

6. Jabatan : Guru PAI dan Budi Pekerti

7. Lama Menjabat : 2020 - sekarang

8. Kualifikasi Pendidikan

a. Jenis Pendidikan : S.2 Tarbiyah

b. Perguruan Tinggi : IAIN Kudus

c. Fakultas/Jurusan : Tarbiyah

9. Sertifikasi : belum bersertifikasi


135

LEMBAR PENELITIAN
Disusun sebagai Instrumen Penelitian Tesis
Program Studi Pengembangan Kurikulum
Pascasarjana Universitas Negeri Semarang

INTERNALISASI LOCAL GENIUS GUSJIGANG


SEBAGAI PENANAMAN NILAI-NILAI KARAKTER
DI SMA NEGERI 1 BAE KUDUS

IDENTITAS RESPONDEN

1. Coding : (SB.DKV.Ben.R.9)

2. Nama Lengkap : Benny William Ardana

3. Tempat/tanggal lahir : Kudus, 4 April 2003

4. NIP : -

5. Jenis Kelamin : Laki-laki

6. Jabatan : Guru Seni Budaya dan pembina ekstra DKV

7. Lama Menjabat : 2018 - sekarang

8. Kualifikasi Pendidikan

a. Jenis Pendidikan : S.1 Seni Rupa

b. Perguruan Tinggi : UNNES

c. Fakultas/Jurusan : Seni Rupa

9. Sertifikasi : belum bersertifikasi


136

Lampiran 4: Pedoman Observasi dan Wawancara

PEDOMAN WAWANCARA DENGAN KEPALA SEKOLAH

A. Tujuan Wawancara: Mengetahui konsep local genius gusjigang, pola


internalisasi dan dampaknya dalam penanaman nilai-nilai karakter siswa di
SMA Negeri 1 Bae Kudus
B. Pelaksanaan
Hari /Tanggal : Kamis, 3 November 2022
Waktu : 10.00 WIB – selesai
Tempat : Ruang Kepala Sekolah SMA Negeri 1 Bae Kudus
C. Identitas Informan
Coding : (SB.KS.Mul.R.1)
Nama : Mulyono, S,Pd. M.Pd.
Jabatan : Kepala Sekolah

1. Bagaimana konsep local geniusgusjigang dalam penanaman karakter


(disiplin, religius, dan entrepreneurship) di SMA Negeri 1 Bae Kudus?
2. Bagimanakah konsep local genius gusjigang dalam pengembangan
kurikulum sebagai penanaman karakter (disiplin, religius, dan
entrepreneurship) di SMA Negeri 1 Bae Kudus?
3. Bagaimanakah konsep local genius gusjigang dalam konten materi
pembelajaran sebagai penanaman karakter (disiplin, religius, dan
entrepreneurship) di SMA Negeri 1 Bae Kudus?
4. Bagaimanakah konsep local genius gusjigang dalam metode pembelajaran
sebagai penanaman karakter (disiplin, religius, dan entrepreneurship) di SMA
Negeri 1 Bae Kudus?
5. Bagimanakah konsep local genius gusjigang dalam evalusi pembelajaran
sebagai penanaman karakter (disiplin, religius, dan entrepreneurship) di SMA
Negeri 1 Bae Kudus?
6. Bagaimanakah pola internalisasi penanaman karakter local genius gusjigang
di SMA Negeri 1 Bae Kudus?
7. Bagaimanakah penanaman karakter disiplin kepada peserta didik di SMA
Negeri 1 Bae kudus?
8. Bagaimanakah penanaman karakter religius kepada peserta didik di SMA
Negeri 1 Bae Kudus?
9. Bagaimanakah penanaman nilai karakter entrepreneurship kepada peserta
didik di SMA Negeri 1 Bae Kudus?
10. Bagaimanakah dampak internalisasi local genius gusjigang sebagai
penanaman nilai-nilai karakter (disiplin, religius, entrepreneurship) di SMA
Negeri 1 Bae Kudus?
137

PEDOMAN WAWANCARA DENGAN WAKIL KEPALA SEKOLAH


BIDANG KURIKULUM

A. Tujuan Wawancara: Mengetahui konsep local genius gusjigang, pola


internalisasi dan dampaknya dalam penanaman nilai-nilai karakter siswa di
SMA Negeri 1 Bae Kudus
B. Pelaksanaan
Hari /Tanggal : Jum’at. 4 November 2022
Waktu : 08.00 WIB – selesai
Tempat : Ruang wakil kepala sekolah
C. Identitas Informan
Coding : (SB.WK.Sug.R.2)
Nama : Sugihardjo, S.Pd. M.Pd.
Jabatan : Wakil Kepala Sekolah bidang Kurikulum

1. Bagaimana konsep local geniusgusjigang dalam penanaman karakter


(disiplin, religius, dan entrepreneurship) di SMA Negeri 1 Bae Kudus?
2. Bagimanakah konsep local genius gusjigang dalam pengembangan
kurikulum sebagai penanaman karakter (disiplin, religius, dan
entrepreneurship) di SMA Negeri 1 Bae Kudus?
3. Bagaimanakah konsep local genius gusjigang dalam konten materi
pembelajaran sebagai penanaman karakter (disiplin, religius, dan
entrepreneurship) di SMA Negeri 1 Bae Kudus?
4. Bagaimanakah konsep local genius gusjigang dalam metode pembelajaran
sebagai penanaman karakter (disiplin, religius, dan entrepreneurship) di
SMA Negeri 1 Bae Kudus?
5. Bagimanakah konsep local genius gusjigang dalam evalusi pembelajaran
sebagai penanaman karakter (disiplin, religius, dan entrepreneurship) di
SMA Negeri 1 Bae Kudus?
6. Bagaimanakah pola internalisasi penanaman karakter local genius
gusjigang di SMA Negeri 1 Bae Kudus?
7. Bagaimanakah penanaman karakter disiplin kepada peserta didik di SMA
Negeri 1 Bae kudus?
8. Bagaimanakah penanaman karakter religius kepada peserta didik di SMA
Negeri 1 Bae Kudus?
9. Bagaimanakah penanaman nilai karakter entrepreneurship kepada peserta
didik di SMA Negeri 1 Bae Kudus?
10. Bagaimanakah dampak internalisasi local genius gusjigang sebagai
penanaman nilai-nilai karakter (disiplin, religius, entrepreneurship) di
SMA Negeri 1 Bae Kudus?
138

PEDOMAN WAWANCARA DENGAN WAKIL KEPALA SEKOLAH


BIDANG KESISWAAN

A. Tujuan Wawancara : Mengetahui konsep local genius gusjigang, pola


internalisasi dan dampaknya dalam penanaman nilai-nilai karakter siswa di
SMA Negeri 1 Bae Kudus
B. Pelaksanaan
Hari /Tanggal : Jum’at, 4 November 2022
Waktu : 10.00 WIB – selesai
Tempat : Ruang Wakil Kepala Sekolah
C. Identitas Informan
Coding : SB.WS.Dia.R.4)
Nama : Diyah Lisayanti, M.Pd.
Jabatan : Wakil Kepala Sekolah bidang Kesiswaan

1. Bagaimana konsep local geniusgusjigang dalam penanaman karakter


(disiplin, religius, dan entrepreneurship) di SMA Negeri 1 Bae Kudus?
2. Bagaimanakah pola internalisasi penanaman karakter local genius
gusjigang di SMA Negeri 1 Bae Kudus ?
3. Bagaimanakah penanaman karakter disiplin kepada peserta didik di SMA
Negeri 1 Bae kudus?
4. Bagaimanakah penanaman karakter religius kepada peserta didik di SMA
Negeri 1 Bae Kudus ?
5. Bagaimanakah penanaman nilai karakter entrepreneurship kepada peserta
didik di SMA Negeri 1 Bae Kudus?
6. Bagimanakah program pendidikan karakter di SMA Negeri 1 Bae Kudus?
7. Bagimanakah pembiasaan yang dilakukan untuk program karakter di SMA
Negeri 1 Bae Kudus?
8. Bagimanakah peran ekstrakurikuler dalam program pendidikan karakter di
SMA Negeri 1 Bae Kudus?
9. Bagimanakah dampak program pendidikan karakter di SMA Negeri 1 Bae
Kudus?
10. Bagaimanakah dampak internalisasi local genius gusjigang sebagai
penanaman nilai-nilai karakter (disiplin, religius, entrepreneurship) di
SMA Negeri 1 Bae Kudus?
139

PEDOMAN WAWANCARA DENGAN WAKIL KEPALA SEKOLAH


BIDANG HUMAS DAN KETUA TIM PENGEMBANG
KEWIRAUSAHAAN

A. Tujuan Wawancara: Mengetahui konsep local genius gusjigang, pola


internalisasi dan dampaknya dalam penanaman nilai-nilai karakter siswa di
SMA Negeri 1 Bae Kudus
B. Pelaksanaan
Hari /Tanggal : Kamis, 10 November 2022
Waktu : 09.00 WIB – selesai
Tempat : Ruang wakil Kepala Sekolah
C. Identitas Informan
Coding : (SB.WH.Rok.R.3)
Nama : Rokhis Setiyawati, S.Pd. M.Pd.
Jabatan : Wakil Kepala Sekolah Bidang Humas, guru Ekonomi
dan Ketua Tim Pengembang Kewirausahaan

1. Bagaimana konsep local geniusgusjigang dalam penanaman karakter


(disiplin, religius, dan entrepreneurship) di SMA Negeri 1 Bae Kudus?
2. Bagaimanakah pola internalisasi penenaman karakter local genius
gusjigang di SMA Negeri 1 Bae Kudus?
3. Bagaimanakah penanaman karakter didiplin kepada peserta didik di SMA
Negeri 1 Bae kudus?
4. Bagaimanakah penanaman karakter religius kepada peserta didik di SMA
Negeri 1 Bae Kudus?
5. Bagaimanakah penanaman nilai karakter entrepreneurship kepada peserta
didik di SMA Negeri 1 Bae Kudus?
6. Bagimanakah pengembangan sekolah terkait pengembangan
kewirausahaan di SMA Negeri 1 Bae Kudus?
7. Bagaimanakah pengembangan kurikulum life skill kewirausahaan di SMA
Negeri 1 Bae Kudus?
8. Bagaimanakah program kewirausahaan ekstrakurikuler DKV di SMA
Negeri 1 Bae Kudus?
9. Bagaimana bentuk pencapaian yang telah dilakukan dalam program
kewirausahaan ekstrakurikuler DKV di SMA Negeri 1 Bae Kudus?
10. Bagaimanakah dampak program kewirausahaan ekstrakurikuler DKV di
SMA Negeri 1 Bae Kudus?
11. Bagaimanakah dampak internalisasi local genius gusjigang sebagai
penanaman nilai-nilai karakter (disiplin, religius, entrepreneurship) di
SMA Negeri 1 Bae Kudus?
140

PEDOMAN WAWANCARA DENGAN GURU MAPEL


MULOK BAHASA JAWA

A. Tujuan Wawancara: Mengetahui konsep local genius gusjigang, pola


internalisasi dan dampaknya dalam penanaman nilai-nilai karakter siswa di
SMA Negeri 1 Bae Kudus
B. Pelaksanaan
Hari /Tanggal : 4, November 2022
Waktu : 12.30 WIB – selesai
C. Identitas Informan
Coding : (SB.BJ.Rai.R.5)
Nama : Raihatun Nikmah, S.Pd.
Jabatan : guru Bahasa Jawa

1. Bagaimana konsep local geniusgusjigang dalam penanaman karakter


(disiplin, religius, dan entrepreneurship) di SMA Negeri 1 Bae Kudus?
2. Bagaimanakah pola internalisasi penanaman karakter local genius
gusjigang di SMA Negeri 1 Bae Kudus dalam pembelajaran mulok di
Bahasa Jawa?
3. Bagaimanakah pemodelan dalam penanaman karakter gusjigang di SMA
Negeri 1 Bae Kudus dalam pembelajaran mulok Bahasa Jawa?
4. Bagaimanakah konten materi pembelajaran dalam penanaman karakter
gusjigang di SMA Negeri 1 Bae Kudus dalam pembelajaran mulok
Bahasa Jawa?
5. Bagaimanakah metode pembelajaran yang digunakan dalam penanaman
karakter gusjigang di SMA Negeri 1 Bae Kudus dalam pembelajaran
mulok Bahasa Jawa?
6. Bagaimanakah penanaman karakter disiplin kepada peserta didik di SMA
Negeri 1 Bae kudus?
7. Bagaimanakah penanaman karakter religius kepada peserta didik di SMA
Negeri 1 Bae Kudus?
8. Bagaimanakah penanaman nilai karakter entrepreneurship kepada peserta
didik di SMA Negeri 1 Bae Kudus?
9. Bagaimanakah pengembangan kurikulum life skill kewirausahaan di SMA
negeri 1 Bae Kudus?
10. Bagaimanakah dampak internalisasi local genius gusjigang sebagai
penanaman nilai-nilai karakter (disiplin, religius, entrepreneurship) di
SMA Negeri 1 Bae Kudus?
141

PEDOMAN WAWANCARA DENGAN GURU MAPEL


PAI DAN BUDI PEKERTI

A. Tujuan Wawancara: Mengetahui konsep local genius gusjigang, pola


internalisasi dan dampaknya dalam penanaman nilai-nilai karakter siswa di
SMA Negeri 1 Bae Kudus
B. Pelaksanaan
Hari /Tanggal : 15 November 2022
Waktu : 12.30 WIB – selesai
C. Identitas Informan
Coding : (SB.PAI.Mus.R.6)
Nama : Musyafa’, M.Pd.I.
Jabatan : guru PAI dan Budi Pekerti

1. Bagaimana konsep local geniusgusjigang dalam penanaman karakter


(disiplin, religius, dan entrepreneurship) di SMA Negeri 1 Bae Kudus?
2. Bagaimanakah pola internalisasi penanaman karakter gusjigang di SMA
Negeri 1 Bae Kudus dalam pembelajaran PAI dan Budi Pekerti?
3. Bagaimanakah pemodelan dalam penanaman karakter gusjigang di SMA
Negeri 1 Bae Kudus dalam pembelajaran PAI dan Budi Pekerti?
4. Bagaimanakah konten materi pembelajaran dalam penanaman
karaktergusjigang di SMA Negeri 1 Bae Kudus dalam pembelajaran PAI
dan Budi Pekerti?
5. Bagaimanakah metode pembelajaran yang digunakan dalam penanaman
karakter gusjigang di SMA Negeri 1 Bae Kudus dalam pembelajaran PAI
dan Budi Pekerti?
6. Bagaimanakah penanaman karakter disiplin kepada peserta didik di SMA
Negeri 1 Bae kudus?
7. Bagaimanakah penanaman karakter religius kepada peserta didik di SMA
Negeri 1 Bae Kudus?
8. Bagaimanakah penanaman nilai karakter entrepreneurship kepada peserta
didik di SMA Negeri 1 Bae Kudus?
9. Bagaimanakah pengembangan kurikulum life skill kewirausahaan di SMA
negeri 1 Bae Kudus?
10. Bagaimanakah dampak internalisasi local genius gusjigang sebagai
penanaman nilai-nilai karakter (disiplin, religius, entrepreneurship) di
SMA Negeri 1 Bae Kudus?
142

PEDOMAN WAWANCARA DENGAN GURU MAPEL


PAI DAN BUDI PEKERTI

A. Tujuan Wawancara: Mengetahui konsep local genius gusjigang, pola


internalisasi dan dampaknya dalam penanaman nilai-nilai karakter siswa di
SMA Negeri 1 Bae Kudus
B. Pelaksanaan
Hari /Tanggal : 15 November 2022
Waktu : 14.30 WIB – selesai
C. Identitas Informan
Coding : (SB.PAI.Has.R.7)
Nama : Hasan Fauzi, S.Pd.I.
Jabatan : guru PAI dan Budi Pekerti

1. Bagaimana konsep local geniusgusjigang dalam penanaman karakter


(disiplin, religius, dan entrepreneurship) di SMA Negeri 1 Bae Kudus?
2. Bagaimanakah pola internalisasi penanaman karakter gusjigang di SMA
Negeri 1 Bae Kudus dalam pembelajaran PAI dan Budi Pekerti?
3. Bagaimanakah pemodelan dalam penanaman karakter gusjigang di SMA
Negeri 1 Bae Kudus dalam pembelajaran PAI dan Budi Pekerti?
4. Bagaimanakah metode pembelajaran yang digunakan dalam penanaman
karakter gusjigang di SMA Negeri 1 Bae Kudus dalam pembelajaran PAI
dan Budi Pekerti?
5. Bagaimanakah penanaman karakter disiplin kepada peserta didik di SMA
Negeri 1 Bae kudus?
6. Bagaimanakah penanaman karakter religius kepada peserta didik di SMA
Negeri 1 Bae Kudus?
7. Bagaimanakah penanaman nilai karakter entrepreneurship kepada peserta
didik di SMA Negeri 1 Bae Kudus?
8. Bagaimanakah pengembangan sekolah terkait pengembangan
kewirausahaan di SMA Negeri 1 Bae Kudus?
9. Bagaimanakah pengembangan kurikulum life skill kewirausahaan di SMA
negeri 1 Bae Kudus?
10. Bagaimanakah dampak internalisasi local genius gusjigang sebagai
penanaman nilai-nilai karakter (disiplin, religius, entrepreneurship) di
SMA Negeri 1 Bae Kudus?
143

PEDOMAN WAWANCARA DENGAN GURU MAPEL


PRAKARYA DAN KEWIRAUSAAN

A. Tujuan Wawancara: Mengetahui konsep local genius gusjigang, pola


internalisasi dan dampaknya dalam penanaman nilai-nilai karakter siswa di
SMA Negeri 1 Bae Kudus
B. Pelaksanaan
Hari /Tanggal : 10 November 2022
Waktu : 14.30 WIB – selesai
C. Identitas Informan
Coding : (SB.PW.Viv.R.8)
Nama : Vivi Sulistyanasari, S.Pd.
Jabatan : Guru Prakarya dan Kewirausahaan

1. Bagaimana konsep local genius gusjigang dalam penanaman karakter


(disiplin, religius, dan entrepreneurship) di SMA Negeri 1 Bae Kudus?
2. Bagaimanakah pola internalisasi penanaman karakter gusjigang di SMA
Negeri 1 Bae Kudus dalam pembelajaran Prakarya dan Kewirausahaan?
3. Bagaimanakah pemodelan dalam penanaman karakter gusjigang di SMA
Negeri 1 Bae Kudus dalam pembelajaran Prakarya dan Kewirausahaan?
4. Bagaimanakah metode pembelajaran yang digunakan dalam penanaman
karakter gusjigang di SMA Negeri 1 Bae Kudus dalam pembelajaran
Prakarya dan Kewirausahaan?
5. Bagaimanakah penanaman karakter disiplin kepada peserta didik di SMA
Negeri 1 Bae kudus?
6. Bagaimanakah penanaman karakter religius kepada peserta didik di SMA
Negeri 1 Bae Kudus?
7. Bagaimanakah penanaman nilai karakter entrepreneurship kepada peserta
didik di SMA Negeri 1 Bae Kudus?
8. Bagaimanakah pengembangan sekolah terkait pengembangan
kewirausahaan di SMA Negeri 1 Bae Kudus?
9. Bagaimanakah pengembangan kurikulum life skilsl kewirausahaan di
SMA negeri 1 Bae Kudus?
10. Bagaimanakah dampak internalisasi local genius gusjigang sebagai
penanaman nilai-nilai karakter (disiplin, religius, entrepreneurship) di
SMA Negeri 1 Bae Kudus?
144

PEDOMAN WAWANCARA DENGAN PEMBINA EKSTRAKURIKULER


DESAIN KOMUNIKASI VISUAL (DKV)

A. Tujuan Wawancara: Mengetahui konsep local genius gusjigang, pola


internalisasi dan dampaknya dalam penanaman nilai-nilai karakter siswa di
SMA Negeri 1 Bae Kudus
B. Pelaksanaan
Hari /Tanggal : Kamis, 10 November 2022
Waktu : 12.00 WIB – selesai
Tempat : Studio DKV
C. Identitas Informan
Coding : (SB.DKV.Ben.R.9)
Nama : Beny William Ardana, S.Pd.
Jabatan : Pembina ekstrakurikuler Desain Komunikasi Visual

1. Bagaimana konsep local geniusgusjigang dalam penanaman karakter


(disiplin, religius, dan entrepreneurship) di SMA Negeri 1 Bae Kudus?
2. Bagaimanakah pola internalisasi penenaman karakter local genius
gusjigang di SMA Negeri 1 Bae Kudus?
3. Bagaimanakah penanaman karakter disiplin kepada peserta didik di SMA
Negeri 1 Bae kudus?
4. Bagaimanakah penanaman karakter religius kepada peserta didik di SMA
Negeri 1 Bae Kudus?
5. Bagaimanakah penanaman nilai karakter entrepreneurship kepada peserta
didik di SMA Negeri 1 Bae Kudus?
6. Bagimanakah pengembangan sekolah terkait pengembangan
kewirausahaan di SMA Negeri 1 Bae Kudus?
7. Bagaimanakah program kewirausahaan ekstrakurikuler DKV di SMA
Negeri 1 Bae Kudus?
8. Bagaimana bentuk pencapaian yang telah dilakukan dalam program
kewirausahaan ekstrakurikuler DKV di SMA Negeri 1 Bae Kudus?
9. Bagaimanakah dampak program kewirausahaan ekstrakurikuler DKV di
SMA Negeri 1 Bae Kudus?
10. Bagaimanakah dampak internalisasi local genius gusjigang sebagai
penanaman nilai-nilai karakter (disiplin, religius, entrepreneurship) di
SMA Negeri 1 Bae Kudus?
145

Gambar Dokumentasi Wawancara

1. Wawancara dengan Kepala Sekolah


146

2. Wawancara dengan Wakil kepala Sekolah Bidang Kurikulum

3. Wawancara dengan Wakil Kepala Sekolah bidang Kesiswaan


147

4. Wawancara dengan Wakil Kepala Sekolah bidang Humas

5. Wawancara dengan guru PABP


148

6. Wawancara dengan guru Bahasa Jawa

7. Wawancara dengan guru PABP sekaligus pembina Irmas Al Ikhlas


149

8. Wawancara dengan guru PKWU

9. Wawancara dengan pembina ekstrakurikuler DKV


150

10. Wawancara dengan siswa-siswi SMA Negeri 1 Bae Kudus


151
152
153

Lampiran 5 Dokumentasi kegiatan sekolah :


No Foto Kegiatan
1 Pendidikan
Karakter
Bela Negara di
Rindam IV
Diponegoro
Magelang
154

2 Penguatan
Karakter Religius:
Peringatan
Maulid Nabi
Muhammad SAW
(Ekstra Rebana
Modern
El-Saba)

3 Pembiasaan S6
(Senyum, Sapa,
Salam, Salim,
Sopan dan
Santun)
155

4
Pasukan Pengibar
Bendera
(Paskibra)
dalam upacara
peringatan HUT
RI ke-77
oleh anggota
ekstrakurikuler
PPBN

5 Gelar Karya
penilaian sumatif
(Kewirausahaan
membuat jenang
dari bahan papaya
dan parijoto)

6 Pendisiplinan
siswa
terlambat masuk
sekolah

7
Operasi ketertiban
oleh guru piket
STP2K
156

8 Pembinaan
karakter siswa
oleh pengawas
sekolah
Drs M. Zaenuri,
M.Si. saat
upacara bendera

9 Penguatan
karakter religius:
Peringatan
Maulid Nabi
Muhammad SAW
oleh
Habib Ali Ridho

10 Sistem Informasi
Akademik :
SIAKAD
157

11 Film pendek
PADU karya
siswa-siswi
ekstrakuikuler
DKV

12 Prestasi siswa
SMA Negeri 1
Bae Kudus tahun
2022

13
Kegiatan
Pramuka:
Pelatihan jiwa
entrepreunership
oleh
Dipo-Sri
158

14 Pembacaan
Khotmil Qur’an
di
Ruang Serba
Guna

15 Hasil
karya siswa
ekstrakurikuler
DKV di media
sosial-youtube
159

16
Belajar falsafah
gusjigang di
Museum Jenang
Gusjigang X
Building
(Mubarok Food
Kudus)

17 Penyuluhan
Satlantas Polres
Kudus : Kegiatan
Police Goes To
School dan
Ketertiban
Berlalu Lintas

18 Parenting
Orang tua Idaman
(Sukses menjadi
orang tua di era
milenial)
160

19 Juara 1 : Lomba
Student Talented
Creator (STAR)
Competition

20 Penyerahan
penghargaan
siswa berprestasi
lomba
ekstrakurikuler
DKV

21 Penyerahan
penghargaan
lomba Comic
Digital
juara 2 FLS2N
tingkat Provinsi
161

22
Juara I
Lomba Tari
Kretek 2022
ekstrakurikuler
Seni Tari
Tradisional dan
Modern
162

23 Hasta Karya
Siswa
dalam
Prakarya dan
Kewirausahaan
163

24 Ekstrakurikuler
Seni
gamelan
Dwijo Laras
164

25 Ekstrakurikuler
Seni Tradisional
Barong
Jiwo Budaya

26 Pendidikan
Kewirausahaan
Eksrakurikuler
Budidaya
Anggrek
165

27 Penilaian sumatif
Gelar karya
Praktik
Kewirausahaan
(entrepreunership
)
166

28 Kegiatan
Kewirausahaan
Pembuatan
kompos organik
167

KURIKULUM OPERASIONAL SATUAN PENDIDIKAN


SMA NEGERI 1 BAE
KABUPATEN KUDUS
TAHUN AJARAN 2022/2023

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH


DINAS PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
SEKOLAH MENENGAH ATAS NEGERI 1 BAE KUDUS
Jalan Jendral Sudirman Kilometer 4 Bae Kudus Kode Pos 59322
Telepon 0291- 438821/Faksimile 0291- 438821 Surat Eleketronik
sma1bae@gmail.com

2022/2023

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kurikulum operasional SMA Negeri 1 Bae merupakan pedoman
pelaksanaan semua kegiatan di SMA Negeri 1 Bae. Kurikulum
operasional SMA Negeri 1 Bae disusun secara bersama-sama oleh
168

kepala SMA Negeri 1 Bae, wakil kepala SMA Negeri 1 Bae, guru dan
komite SMA Negeri 1 Bae. Dokumen kurikulum operasional SMA
Negeri 1 Bae berisi rincian kurikulum yang akan digunakan pada tahun
ajaran 2022/2023. Dokumen ini disusun dengan mengacu pada
evaluasi terhadap pelaksanaan kurikulum pada tahun ajaran
sebelumnya. Beberapa perbaikan pada kurikulum tahun ajaran
2022/2023 dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan mutu
pendidikan dan meningkatkan kualitas lulusan dengan tetap
memperhatikan kearifan budaya setempat dan mempertahankan cirinya
sebagai institusi pendidikan Indonesia.
Dokumen kurikulum operasional SMA Negeri 1 Bae disusun
dengan melihat karakteristik SMA Negeri 1 Bae, visi dan misi SMA
Negeri 1 Bae. Rincian di dalam dokumen kurikulum operasional SMA
Negeri 1 Bae merupakan panduan dan arahan bagi keseluruah
kegiatan yang dilakukan di SMA Negeri 1 Bae. Oleh karena itu semua
pimpinan, guru dan tenaga kependidikan haruslah memahami dan
menjiwai dokumen kurikulum operasional SMA Negeri 1 Bae ini.
Pelaksanaan dari rancangan kurikulum operasional SMA Negeri 1
Bae pada tahun ajaran 2022/2023 ini haruslah juga menjadi pedoman
pada penyusunan kurikulum operasional SMA Negeri 1 Bae pada tahun
berikutnya. Evaluasi pelaksanaan merupakan acuan untuk menentukan
bagian mana yang perlu tetap dipertahankan dan bagian mana yang
harus diperbaiki.

B. Karakteristik Satuan Pendidikan


1. Profil SMA Negeri 1 Bae
SMA Negeri 1 Bae Kudus berdiri pada tahun 1978 dengan
nama SMA 2 Kudus, beralamat di Jl. Jendral Sudirman Km. 4 Kudus
59322. Sejak tahun 1997 berubah nama menjadi SMA Negeri 1 Bae
Kudus berdasarkan Keputusan Mendikbud tanggal 1 Maret 1997 No.
035/O/1997. Perkembangan SMA Negeri 1 Bae Kudus menjadi RSBI
169

berawal dari penetapan SMA 1 Bae Kudus sebagai Sekolah Kategori


Mandiri pada tahun 2007, kemudian dalam perkembangan
selanjutnya SMA Negeri 1 Bae Kudus pada tahun 2009 ditetapkan
menjadi SMA RSBI berdasarkan keputusan Direktur Pembinaan
SMA Dirjen Mendikdasmen Depdiknas tanggal 3 September 2009,
nomor 2466/C.C4/MN/2009 tentang penetapan sekolah
penyelenggara program RSMA Bertaraf Internasional Tahun 2009.
Berdiri di atas tanah seluas 23.750 m 2, SMA Negeri 1 Bae
Kudus memiliki sarana prasarana untuk mendukung kegiatan
pembelajaran. Selain ruang kelas sebanyak 33 ruang yang sebagian
besar merupakan bangunan lama yang berumur lebih dari 42 tahun,
juga terdapat musholla, ruang TRRC, laboratorium bahasa, ruang
musik dan rumah penjaga sekolah. Bersumber dari dana komite
sekolah, SMAN 1 Bae Kudus mampu mengembangkan gedung
berlantai 2, yaitu:
a. Lantai 1 meliputi ruang guru, ruang kepala sekolah, ruang TU,
ruang BK, ruang UKS, ruang wakil kepala sekolah, ruang komite,
kantin sekolah, dan ruang koperasi.
b. Lantai 2 meliputi laboratorium komputer, ruang multimedia,
laboratorium IPS, ruang OSIS, ruang konseling, ruang
ekstrakurikuler, laboratorium fisika, laboratorium kimia,
laboratorium biologi ruang serbaguna dan ruang ganti.
Selain itu SMA Negeri 1 Bae memiliki ruang perpustakaan
berlantai 2 yang bersumber dari dana bantuan pemerintah dan dana
komite. Luas bangunan lantai 1 adalah 7.898 m 2 dan lantai 2 adalah
365 m2.
Selain berupa ruangan, fasilitas yang dimiliki SMA Negeri 1 Bae
adalah tempat parkir siswa, tempat parkir guru dan karyawan, taman
dan kolam ikan, halaman sekolah, kebun sekolah, lapangan sepak
bola, lapangan basket dan bulu tangkis serta lapangan volley. Total
luas halaman sekolah adalah 6.159 m 2. Luas taman 632 m2, fasilitas
170

olah raga 5.872 m2 serta lahan sekolah dikelilingi pagar tembok


sepanjang 1.184 m.

2. Data SMA Negeri 1 Bae


1. Data PTK
SMA Negeri 1 Bae Kudus memiliki 93 personil terdiri dari
Guru PNS : 47 orang
Guru Honor/GTT : 18 orang
Tendik PNS : 6 orang
Tendik Tidak Tetap : 22 orang

2. Rombongan Belajar SMA Negeri 1 Bae Tahun Pelajaran


2021/2022
Jumlah peserta didik Tahun Pelajaran 2021/2022 seluruhnya
berjumlah 1170 orang. Persebaran jumlah peserta didik antar
kelas merata, peserta didik kelas X, XI, dan XII masing-masing
ada 11 rombongan belajar yang terdiri dari 7 rombongan belajar
peminatan MIPA dan 4 rombongan belajar peminatan IPS.

3. Peserta Didik
1) Jumlah Peserta Didik Berdasarkan Jenis Kelamin
Kelas L P Jumlah
X MIPA 88 164 252
X IPS 41 104 145
XI MIPA 74 177 251
XI IPS 54 83 137
XII MIPA 84 165 249
XII IPS 47 89 136

2) Jumlah Peserta Didik Berdasarkan Usia


Usia (tahun) L P Jumlah
< 13 0 0 0
171

Usia (tahun) L P Jumlah


13 – 15 59 157 216
16 – 20 330 624 954
> 20 0 0 0

3) Jumlah Siswa Berdasarkan Agama


KATHOLI
Kelas ISLAM KRISTEN BUDHA
K
X MIPA 239 11 2 -
X IPS 138 6 1 -
XI MIPA 240 6 5 -
XI IPS 133 3 - 1
XII MIPA 241 5 3 -
XII IPS 132 2 2 -
JUMLAH 1123 33 13 1

4) Jumlah Siswa Berdasarkan Penghasilan Orang Tua/Wali


Penghasilan (Rp) L P Jumlah
Tidak diisi 24 56 80
> 500.000 34 73 107
500.000 – 999.999 72 203 275
1.000.000 – 1.999.999 96 217 313
2.000.000 – 4.999.999 137 186 323
5.000.000 –
25 44 69
20.000.000
> 20.000.00 1 2 3

5) Jumlah Siswa Berdasarkan Tingkat Pendidikan Orang Tua/Wali


Pendidikan Persentase (%) Jumlah
SD/Sederajat 5 58
SMP/Sederajat 18 211
SMA/Sederajat 60 702
Sarjana 15 176
Pasca Sarjana 2 23
172

6) Jumlah alumni yang melanjutkan, tidak melanjutkan, wirausaha,


dan bekerja ( 3 tahun terakhir)
Melanjutka Tidak Wirausaha
Alumni Jumlah
n melanjutkan / bekerja
2019 364 10 35 409
2020 354 10 30 394
2021 303 25 65 393

7) Jumlah siswa secara umum Tahun Pelajaran 2021/2022


Kelas Jumlah
X MIPA 252
X IPS 145
XI MIPA 251
XI IPS 137
XII MIPA 249
XII IPS 136

8) Jumlah siswa yang akan melanjutkan dan tidak melanjutkan


(Kelas X, XI, XII)
Tidak
Kelas Melanjutkan Jumlah
melanjutkan
X MIPA 232 20 252
X IPS 110 35 145
XI MIPA 231 20 251
XI IPS 102 35 137
XII MIPA 229 20 249
XII IPS 111 25 136
JUMLAH
1015 155 1170
SISWA

C. Analisis SWOT
Dengan melihat rapor pendidikan SMA Negeri 1 Bae maka
dilakukan analisa berkaiatan dengan kekuatan, kelemahan, dan
tantangan yang dihadapi. Rapor pendidikan menampilkan data kualitas
yang didapat dari berbagai asesmen, rapor pendidikan diharapkan bisa
menjadi acuan untuk mengidentifikasi, merefleksi, dan membenahi
kualitas pendidikan secara menyeluruh.
173

1. Kekuatan
a. Peserta didik menunjukkan tingkat literasi membaca yang cakap
dan cukup banyak peserta didik berada pada level mahir
b. Peserta didik menunjukkan tingkat numerasi yang cakap banyak
peserta didik berada pada level mahir
c. Peserta didik secara proaktif dan konsisten menerapkan nilai –
nilai karakter pelajar Pancasila yang berakhlak mulia, gotong
royong, mandiri, kreatif dan bernalar kritis serta berkebinekaan
global dalam kehidupan sehari-hari.
d. SMA Negeri 1 Bae memiliki lingkungan sekolah yang aman,
terlihat dari kesejahteraan psikologis yang baik dan rendahnya
kasus perundungan, hukuman fisik, kekerasan seksual, dan
penyalahgunaan narkoba. SMA Negeri 1 Bae dapat
mempertahankan kualitas warga sekolah dalam mencegah dan
menangani kasus untuk menciptakan iklim keamanan di
lingkungan sekolah
e. SMA Negeri 1 Bae sudah mampu menghadirkan suasana proses
pembelajaran yang menjunjung tinggi toleransi agama/
kepercayaan dan kearifan budaya lokal, mendapatkan
pengalaman belajar yang berkualitas, mendukung kesetaraan
agama/kepercayaan, dan menjaga kelestarian budaya setempat,
serta memperkuat nasionalisme
f. Proporsi GTK bersertifikat dengan capaian baik
g. SMA Negeri 1 Bae dengan rata – rata nilai UKG sudah baik
h. Partisipasi warga sekolah (partisipasi ortu dan peserta didik)
mencapai tahap inklusif

2. Kelemahan
a. SMA Negeri 1 Bae mendukung kesetaraan hak – hak sipil antar
kelompok gender. Dukungan tersebut seringkali didasari oleh
alasan pragmatis dan cenderung bersifat pasif.
174

b. SMA Negeri 1 Bae mulai mengembangkan suasana proses


pembelajaran yang menyediakan layanan yang ramah bagi
peserta didik dengan disabilitas dan cerdas berbakat istimewa.
c. SMA Negeri 1 Bae berkembang dalam keikutsertaan guru dalam
pelatihan.
d. Pemanfaatan sumber daya sekolah untuk peningkatan proporsi
pembelanjaan peningkatan mutu GTK dan pembelanjaan non
personil mutu pembelajaran masih belum tersedia.
e. Pemanfaatan TIK untuk administrasi, pengeloalaan anggaran
yang terdiri dari proporsi pembelanjaan dana BOS secara daring
dan indeks penggunaan platform SDS (ketepatan waktu dan
kelengkapan pelaporan) masih pada level cukup

3. Peluang
a. Sekolah melaksanakan pembelajaran dengan pendekatan student-
centered yang bertujuan untuk membuat peserta didik sebagai subyek
dalam pembelajaran. Dengan demikian kemandirian dapat ditingkatkan.
b. Sekolah menerapkan Profil Pelajar Pancasila dalam setiap aspek
kegiatan di sekolah agar peserta didik mengembangkan kecakapan
abad 21 (untuk dapat bersaing di tingkat dunia) dengan tetap
memegang teguh kearifan budaya setempat dan identitas sebagai
bangsa Indonesia.
c. Agar peserta didik dapat berpartisipasi dalam ajang tingkat dunia
(global) dibutuhkan kemampuan akademis yang memadai yang disertai
dengan kecakapan abad 21.

3 Ancaman
a. Semakin terbatas alokasi anggaran baik dari BOS maupun BOP
b. Adanya sekolah penggerak yang berdekatan dengan SMA Negeri
1 Bae
c. Adanya sekolah sederajat (SMA dan/atau MA) yang berada pada
satu wilayah
175
176

BAB II
VISI, MISI, DAN TUJUAN SMA NEGERI 1 BAE

A. Visi
Berdasarkan analisis konteks, sekolah kemudian dapat
menetapkan visi SMA Negeri 1 Bae Kudus. Visi merupakan
impian/harapan dan cita-cita yang ingin dicapai oleh warga sekolah,
merupakan keinginan dan pernyataan moral yang menjadi dasar atau
rujukan dalam menentukan arah dan kebijakan pimpinan dalam
membawa gerak langkah organisasi menuju masa depan yang lebih
baik, sehingga eksistensi sekolah diakui oleh masyarakat.
Visi sekolah diharapkan akan memberikan inspirasi, motivasi dan
kekuatan bagi seluruh warga sekolah yang berkepentingan terhadap
masa depan sekolah.
Hasil musyawarah dari seluruh komponen sekolah, dengan
pertimbangan pengembangan SMA Negeri 1 Bae Kudus sebagai
sekolah adiwiyata, maka segenap sivitas akademik SMA Negeri 1 Bae
Kudus sepakat mengarahkan visi sekolah pada:
’’Terwujudnya warga sekolah yang beriman, bertaqwa, berakhlak
mulia, berprestasi unggul, peduli lingkungan, berwawasan
kebangsaan dan berdaya saing di tingkat global’’
Adapun indikator ketrcapaiannya adalah:
1. Menjadi warga sekolah yang beriman.
2. Menjadi warga sekolah yang bertaqwa.
3. Menjadi warga sekolah yang berakhlak mulia.
4. Menjadi warga sekolah yang berprestasi unggul.
5. Menjadi warga sekolah yang peduli lingkungan.
6. Menjadi warga sekolah yang berwawasan kebangsaan.
7. Menjadi warga sekolah yang berdaya saing di tingkat global
177

B. Misi
Misi sekolah merupakan upaya atau tindakan yang akan dilakukan
oleh warga sekolah untuk mewujudkan visi sekolah. Misi sekolah dapat
dijelaskan sebagai berikut:
1. Meningkatkan akhlak mulia dan kepribadian peserta didik melalui
berbagai kegiatan sekolah;
2. Melaksanakan pembelajaran dan bimbingan berbasis teknologi
informasi dan komunikasi secara optimal sesuai dengan potensi
peserta didik;
3. Melakukan pencegahan kerusakan dan pengendalian pencemaran
sumber daya alam dan lingkungan hidup dalam rangka pelestarian
fungsi lingkungan hidup;
4. Menumbuhkembangkan semangat kebangsaan dan cinta tanah air
melalui berbagai kegiatan intra dan ekstrakurikuler;
5. Bekerja sama dengan semua pihak untuk mewujudkan peserta
didik yang berdaya saing tingkat global.

C. Tujuan
Tujuan sekolah merupakan penjabaran dari pernyataan misi, sesuatu
yang akan dicapai atau dihasilkan dalam jangka waktu yang telah ditentukan.
Penetapan tujuan pada umumnya didasarkan pada faktor-faktor kunci
keberhasilan yang dilakukan setelah penetapan visi dan misi. Tujuan tidak
selalu harus dinyatakan dalam bentuk kuantitatif, tetapi harus dapat
menunjukkan kondisi yang ingin dicapai di masa mendatang.
Tujuan sekolah merupakan hasil penyelenggaraan pendidikan yang
akan dicapai, yang dapat dijelaskan sebagai berikut, bahwasanya tujuan
sekolah adalah :
1. Menggambarkan tingkat kualitas yang perlu dicapai dalam jangka
menengah (empat tahunan), dalam hal ini digambarkan kompetensi yang
akan sekolah wujudkan;
2. Penentuan indikator kompetensi mengacu pada visi, misi, dan tujuan
pendidikan nasional serta relevansinya dengan kebutuhan masyarakat;
178

3. Penentuan indikator kompetensi mengacu pada standar kompetensi


lulusan yang sudah ditetapkan oleh Pemerintah;
4. Mengakomodasi masukan dari berbagai pihak yang berkepentingan
termasuk komite sekolah/sekolah dan diputuskan oleh rapat dewan guru
yang dipimpin oleh kepala sekolah/sekolah;
5. Tujuan satuan pendidikan selanjutnya disosialisasikan kepada warga
satuan pendidikan dan segenap pihak yang berkepentingan.
Sesuai dengan tujuan pendidikan menengah, SMA Negeri 1 Bae
Kudus menetapkan tujuan umum yaitu: Meningkatkan keunggulan
potensi dan prestasi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman
dan bertakwa kepada Tuhan YME, berakhlak mulia, sehat, berilmu,
cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis
serta bertanggung jawab
1. Tujuan Umum Pendidikan Menengah
Peraturan Pemerintah No. 17 tahun 2010 tentang Pengelolaan
dan Penyelenggaraan Pendidikan, pendidikan menengah bertujuan
membentuk peserta didik menjadi insan yang:
a. Beriman dan bertakwa kepada Tuhan YME, berakhlak mulia, dan
berkepribadian luhur;
b. Berilmu, cakap, kritis, kreatif, dan inovatif;
c. Sehat, mandiri, dan percaya diri; dan
d. Toleran, peka sosial, demokratis, dan bertanggung jawab

2. Tujuan Khusus
a. Jangka Menengah
Profil pelajar Pancasila berguna sebagai kompas bagi
pendidik dan pelajar Indonesia. Profil pelajar Pancasila
menjabarkan tujuan pendidikan nasional secara lebih rinci terkait
cita-cita, visi misi, dan tujuan pendidikan ke peserta didik dan
seluruh komponen satuan pendidikan.
Pelajar Pancasila adalah perwujudan pelajar Indonesia
sebagai pelajar sepanjang hayat yang memiliki kompetensi global
179

dan berperilaku sesuai dengan nilai-nilai Pancasila, dengan enam


ciri utama: beriman, bertakwa kepada Tuhan YME, dan berakhlak
mulia, berkebinekaan global, bergotong royong, mandiri, bernalar
kritis, dan kreatif.
1) Beriman, bertakwa kepada Tuhan TME, dan berakhlak
mulia
Terwujudnya peserta didik yang beriman, bertakwa kepada
Tuhan YME, dan berakhlak mulia adalah pelajar yang
berakhlak dalam hubungannya dengan Tuhan Yang Maha Esa.
Ia memahami ajaran agama dan kepercayaannya serta
menerapkan pemahaman tersebut dalam kehidupannya sehari-
hari. Ada lima elemen kunci beriman, bertakwa kepada Tuhan
YME, dan berakhlak mulia: (a) akhlak beragama; (b) akhlak
pribadi; (c) akhlak kepada manusia; (d) akhlak kepada alam;
dan (e) akhlak bernegara.
2) Berkebinekaan global
Terwujudnya peserta didik yang mampu mempertahankan
budaya luhur, kearifan lokal dan identitasnya, dan tetap
berpikiran terbuka dalam berinteraksi dengan budaya lain,
sehingga menumbuhkan rasa saling menghargai dan
kemungkinan terbentuknya dengan budaya luhur yang positif
dan tidak bertentangan dengan budaya luhur bangsa. Elemen
dan kunci kebinekaan global meliputi mengenal dan
menghargai budaya, kemampuan komunikasi interkultural
dalam berinteraksi dengan sesama, dan refleksi dan tanggung
jawab terhadap pengalaman kebinekaan.
3) Bergotong royong
Terwujudnya peserta didik yang memiliki kemampuan
bergotong-royong, yaitu kemampuan untuk melakukan kegiatan
secara bersama-sama dengan suka rela agar kegiatan yang
dikerjakan dapat berjalan lancar, mudah dan ringan. Elemen-
180

elemen dari bergotong royong adalah kolaborasi, kepedulian,


dan berbagi.
4) Mandiri
Terwujudnya peserta didik sebagai pelajar mandiri, yaitu pelajar
yang bertanggung jawab atas proses dan hasil belajarnya.
Elemen kunci dari mandiri terdiri dari kesadaran akan diri dan
situasi yang dihadapi serta regulasi diri.
5) Bernalar kritis
Terwujudnya peserta didik yang bernalar kritis mampu secara
objektif memproses informasi baik kualitatif maupun kuantitatif,
membangun keterkaitan antara berbagai informasi,
menganalisis informasi, mengevaluasi dan menyimpulkannya.
Elemen-elemen dari bernalar kritis adalah memperoleh dan
memproses informasi dan gagasan, menganalisis dan
mengevaluasi penalaran, merefleksi pemikiran dan proses
berpikir, dan mengambil Keputusan.
6) Kreatif
Terwujudnya pelajar yang kreatif mampu memodifikasi dan
menghasilkan sesuatu yang orisinal, bermakna, bermanfaat,
dan berdampak. Elemen kunci dari kreatif terdiri dari
menghasilkan gagasan yang orisinal serta menghasilkan karya
dan tindakan yang orisinal.

b. Jangka Pendek
Profil pelajar Pancasila berguna sebagai kompas bagi
pendidik dan pelajar Indonesia. Profil pelajar Pancasila
menjabarkan tujuan pendidikan nasional secara lebih rinci terkait
cita-cita, visi misi, dan tujuan pendidikan ke peserta didik dan
seluruh komponen satuan pendidikan
181

1) Terbentuknya akhlak mulia, memahami ajaran agama dan


kepercayaannya serta menerapkan pemahaman tersebut
dalam kehidupannya sehari – hari.
2) Tumbuhnya rasa saling menghargai dan terbentuknya budaya
luhur yang positif dan tidak bertentangan dengan kearifan
budaya luhur bangsa.
3) Terbentuknya kemampuan untuk melakukan kegiatan secara
bersama – sama dengan suka rela agar kegiatan yang
dikerjakan dapat berjalan lancar, mudah dan ringan.
4) Terwujudnya rasa bertanggung jawab atas proses dan hasil
belajarnya.
5) Terbentuknya kemampuan bernalar kritis dalam memproses
informasi baik kualitatif maupun kuantitatif, membangun
keterkaitan antara berbagai informasi, menganalisis informasi,
mengevaluasi dan menyimpulkannya.
6) Terwujudnya jiwa kreatif dalam memodifikasi dan menghasilkan
sesuatu yang orisinal, bermakna, bermanfaat, dan berdampak.

Kudus, Juli 2022


182
183
184
185

DATA PRESTASI SISWA SEMESTER GASAL 2022/2023


Kudus. 30 Nopember 2022
NO NAMA KELAS JENIS LOMBA PRESTASI TAHUN JENJANG
1 RAFFAEL EGA RAJENDRA RAJA XII IPA 2 KARATE JUARA 2 KUMITE-55KG UNDER 21 PUTRA 2022 PROVINSI
2 MUHAMMAD RIZKI XI IPA 6 PASUKAN PENGIBAR BENDERA PUSAKA 2022 KABUPATEN
3 GHIYAS SHAH ALAM XI IPA 6 PASUKAN PENGIBAR BENDERA PUSAKA 2022 KABUPATEN
4 SATRIYA BAYU PRANATA XI IPA 5 PASUKAN PENGIBAR BENDERA PUSAKA 2022 KABUPATEN
5 ALAN RADITYA BACHTIAR XI IPA 7 PASUKAN PENGIBAR BENDERA PUSAKA 2022 KABUPATEN
6 SHANTI NOR JANNAH XI IPA 1 PASUKAN PENGIBAR BENDERA PUSAKA 2022 KABUPATEN
7 ERNESTA VENESIA NDOLA NUSA XI IPA 1 PASUKAN PENGIBAR BENDERA PUSAKA 2022 KABUPATEN
8 SINTYA TRI KUSUMAWATI XI IPA 6 SENI JUARA 3 LOMBA TARI KRETEK 2022 KABUPATEN
9 DIAN FEBRIANI XI IPA 5 SENI JUARA 3 LOMBA TARI KRETEK 2022 KABUPATEN
10 ALDO KURNIA SANDI XI IPS 1 SENI JUARA 3 LOMBA TARI KRETEK 2022 KABUPATEN
11 TIARA AMANDA X E 11 SENI JUARA 3 LOMBA TARI KRETEK 2022 KABUPATEN
12 ELINA SUDI DWI ARIYANI XE6 SENI JUARA 3 LOMBA TARI KRETEK 2022 KABUPATEN
13 DIAN FEBRIANI XI IPA 5 FASHION JUARA 2 PEMILIHAN PUTRA PUTRI BATIK 2022 KABUPATEN
14 ELINA SUDI DWI ARIYANI XE6 FASHION JUARA 2 PEMILIHAN PUTRA PUTRI BATIK 2022 KABUPATEN
15 MARINDA AGUSTINA XII IPA 4 JUARA 2 PEMILIHAN PELAJAR PELOPOR KESELAMATAN JALAN 2022 KABUPATEN
16 EMIR FAKHRI FARIZI XII IPS 2 OLAHRAGA JUARA 3 TAEKWONDO-UNDER 63 Kg PUTRA 2022 PROVINSI
17 FARANISYA SYIFA AULIA WIBOWO XII IPS 1 MAPEL MEDALI PERAK BIDANG SOSIOLOGI 2022 NASIONAL
18 FARANISYA SYIFA AULIA WIBOWO XII IPS 1 MAPEL MEDALI PERUNGGU BIDANG SOSIOLOGI 2022 NASIONAL
19 GALANG ADITYA PRATAMA XII IPA 3 OLAHRAGA JUARA 1 TINJU 2022 PROVINSI
20 HAIFA LINA MAKARIM X MIPA 4 OLAHRAGA JUARA I ANGGAR POPDA 2022 KABUPATEN
21 ARMIUITA MULYA RAHAYU XII MIPA 4 OLAHRAGA JUARA III HOCKEY-BEREGU PUTRI (EKSIBISI) POPDA 2022 PROVINSI
22 DANIA AZZALIA WIJAYA XI IPS 1 MAPEL MEDALI PERAK KOMPETISI SAINS PYTHAGORAS MATA PELAJARAN GEOGRAFI 2022 PROVINSI
23 DANIA AZZALIA WIJAYA XI IPS 1 MAPEL MEDALI PERUNGGU KOMPETISI SAINS PYTHAGORAS MATA PELAJARAN GEOGRAFI 2022 NASIONAL
24 MINCHATUL FIRDA XII MIPA 2 AGAMA JUARA FAVORIT I LOMBA TILAWAH ONLINE SMA 2022 PROVINSI
25 SELVIE AMELIYA ARDANA XI IPS 1 MAPEL MEDALI EMAS KOMPETISI SAINS PYTHAGORAS MATA PELAJARAN MATEMATIKA 2022 NASIONAL
26 REIHAN YANUAR PAMUNGKAS XII MIPA 1 SENI JUARA 2 KATEGORI PUTRA LOMBA MACAPAT SERAT PIWULANG 2021 NASIONAL
27 TAMARA AGNY NAILY SIFFA XI MIPA 5 FASHION JUARA 1 PEMILIHAN PUTRA PUTRI BATIK 2022 KABUPATEN
28 TAMARA AGNY NAILY SIFFA XI MIPA 5 SENI HARAPAN 3 LOMBA TARI KRETEK 2022 KABUPATEN
29 NAZMY FAYZA NAZHARA XI MIPA 2 MEDALI PERAK OLIMPIADE SAINS KESEHATAN 2022 NASIONAL
30 NAZMY FAYZA NAZHARA XI MIPA 2 MEDALI EMAS INDONESIA BIOLOGY CHAMPIONSHIP 2022 NASIONAL
31 AULIA RACHMAT ADITYA XI IPA 4 MEDALI EMAS KOMPETISI SISWA BERPRESTASI NASIONAL (KSBN) BIDANG BAHASA INGGRIS 2022 NASIONAL
32 AULIA RACHMAT ADITYA XI MIPA 4 MEDALI PERUNGGU KOMPETISI SISWA BERPRESTASI NASIONAL (KSBN) BIDANG KIMIA 2022 NASIONAL
186

Anda mungkin juga menyukai