PROPOSAL TESIS
diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Pendidikan
Oleh
Sutikno
0104518004
i
ii
PENGESAHAN UJIAN TESIS
Nama : Sutikno
NIM : 0104518004
iii
PERNYATAAN KEASLIAN
Nama : Sutikno
NIM : 0104518004
Negeri 1 Bae Kudus” ini benar-benar karya sendiri, bukan jiplakan dari karya
tulisan orang lain atau pengutipan dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan
etika keilmuan yang berlaku, baik sebagian atau seluruhnya. Pendapat dan
temuan orang lain yang terdapat dalam tesis ini dikutip atau dirujuk
berdasarkan kode etik ilmiah. Atas pernyataan ini saya secara pribadi siap
Nama: Sutikno
NIM : 01045518004
iv
MOTO DAN PERSEMBAHAN
Moto :
Persembahan :
Tesis ini kupersembahkan untuk orang tua terkasih bapakku Suwarno Pulung
dan ibu Djamiah; istri tercinta Ermayani dan anak-anakku tersayang Maulana
Nurul Yahya, Nabila Nuril Muna dan Dzannur Fahrizal Afwan
v
ABSTRAK
Penelitian ini dilakukan pada hasil wawancara dan observasi terhadap SMA
Negeri 1 Bae Kudus yang menggunakan filosofi gusjigang sebagai penanaman
nilai-nilai karakter dalam sistem pembelajaran sekolah serta dituangkan dalam
pencapaian visi, misi dan tujuan sekolah. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
menganalisis konsep gusjigang, menganalisis internalisasi local genius gusjigang
dan dampak dalam penanamkan nilai-nilai karakter (disiplin, religius dan
entrepreunership) bagi siswa di SMA Negeri 1 Bae Kudus. Penelitian ini
menggunakan metode kualitatif deskriptif dengan pendekatan etnografi untuk
mengetahui lebih dalam dan sistematis tentang konsep, internalisasi dan dampak
local genius gusjigang dalam menanamkan nilai-nilai karakter (disiplin, disiplin,
religius dan entrepreunership) bagi siswa SMA Negeri 1 Bae Kudus. Teknik
pengumpulan data dengan cara observasi, wawancara, dan dokumentasi. Sumber
penelitian data primer yang diperoleh dari wawancara dengan kepala sekolah,
wakil kepala sekolah bidang kurikulum, wakil kepala sekolah bidang kesiswaan,
guru dan siswa SMA Negeri 1 Bae Kudus. Teknik keabsahan data menggunakan
tingkat kepercayaan (kredibilitas) dengan teknik triangulasi. Hasil penelitian dapat
disimpulkan bahwa internalisasi local genius gusjigang dalam menanamkan
karakter nilai-nilai (disiplin, religius dan entrepreunership) di SMA Negeri 1 Bae
Kudus tidak terbatas pada transfer pengetahuan tentang nilai-nilai yang baik,
tetapi membuat bagaimana karakter tersebut nilai-nilai yang tertanam dan
menyatu dalam totalitas pikiran dan tindakan seseorang. Dampak intenalisasi
local genius gusjigang “Gus” dalam perilaku disiplin ditandai: a) disiplin dalam
kehadiran; b) menghargai waktu; c) menjaga lisan; d) selalu berpakaian rapi; e)
bersaing untuk lebih banyak prestasi; f) ketaatan kepada guru dan orang tua dan g)
perilaku ramah dan sopan terhadap guru/staf, orang tua dan sesama siswa. “Ji”
dalam perilaku beragama: a) pemahaman yang lebih baik tentang keimanan Allah
SWT; b) terbiasa beribadah; c) membawa rasa lebih dekat kepada Tuhan; d)
memahami sejarah perkembangannya Islam di dunia; e) munculnya literasi
budaya; f) menyadari kewajiban untuk selalu belajar dan mencari ilmu serta
mengamalkannya. Itu nilai karakter “Gang” atau kewirausahaan juga
menunjukkan respon positif yang ditandai dengan; sebuah) munculnya kreativitas
dan inovasi; b) terbentuk perilaku mandiri dan pantang menyerah; c)
menumbuhkan keberanian untuk mencoba; d) memiliki pemasaran dan jiwa
komunikatif; e) meningkat pengetahuan dan kemampuan; f) percaya diri dan
bertanggung jawab dan g) memiliki kepedulian terhadap pelestarian alam.
vi
ABSTRACT
vii
viii
PRAKATA
Nilai-Nilai Karakter di SMA Negeri 1 Bae Kudus”. Tesis ini disusun sebagai
salah satu persyaratan meraih gelar magister Pendidikan pada program Studi
karena itu, peneliti menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan setinggi-
tingginya kepada para pihak yang telah membantu penyelesaian tesis ini. Ucapan
terima kasih secara khusus peneliti sampaikan kepada para pembimbing Prof. Dr.
Haryono, M.Psi. (Pembimbing 1) dan Dr. Yuli Utanto, S.Pd. M.Si (Pembimbing
II) yang telah mengarahkan, menuntun, dan membimbing peneliti, sehingga tesis
Ucapan terima kasih peneliti sampaikan juga kepada semua pihak yang
pendidikan.
ix
Kurikulum Program Pascasarjana Universitas Negeri Semarang yang telah
4. Bapak dan Ibu Dosen Pascasarjana Universitas Negeri Semarang, yang telah
5. Kepala Sekolah, Bapak Ibu guru beserta staff SMA Negeri 1 Bae Kudus yang
6. Kepala Sekolah, BapakIbu guru beserta staff SMA Negeri 1 Bae Kudus yang
telah memberi ijin kepada peneliti, bersedia sebagai narasumber dan memberi
7. Kepada orang tua, istri, dan putra-putri ku tersayang serta seluruh keluarga
besar tercinta yang telah banyak memberikan dorongan, motivasi dan selalu
Peneliti menyadarai bahwa tesis ini masih banyak kekurangan baik isi
maupun tulisan. Oleh karena itu saran dan kritik yang membangun dari semua
pihak sangat peneliti harapkan. Semoga hasil penelitian ini bermanfaat dan
Sutikno
x
DAFTAR ISI
HALAMAN i
JUDUL............................................................................................................ ii
. iii
LEMBAR PERSETUJUAN .......................................................................... iv
PENGESAHAN TESIS …………………………………………………….. v
PERNYATAAN KEASLIAN ……………………………………................ vi
MOTO DAN PERSEMBAHAN …………………………………................ vii
ABSTRAK ………………………………………………………………..... viii
ABSTRACT ………………………………………………………………... ix
PRAKATA …………………………………………………………………. x
DAFTAR ISI................................................................................................... xii
DAFTAR TABEL ………………………………………………………….. xiii
DAFTAR GAMBAR ……………………………………………………..... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ……………………………………………………..
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 Latar belakang Masalah .............................................................. 12
1.2 Identifikasi Masalah .................................................................... 13
1.3 Cakupan Masalah ........................................................................ 14
1.4 Rumusan Masalah ....................................................................... 14
1.5 Tujuan Penelitian ........................................................................ 14
1.6 Manfaat Penelitian ......................................................................
BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA TEORITIS DAN
KERANGKA BERFIKIR 17
xi
2.2.5 Pembelajaran Berbasis Kearifan Lokal (local genius). 37
2.3 Kerangka Berpikir .......................................................................
BAB III METODE PENELITIAN 39
3.1 Pendekatan Penelitian................................................................... 40
3.2 Desain Penelitian…...................................................................... 42
3.3 Lokasi Penelitian ………………………………………………. 42
3.4 Fokus Penelitian .......................................................................... 43
3.5 Data dan Sumber Data Penelitian ................................................ 44
3.6 Teknik Pengumpulan Data .......................................................... 47
3.7 Teknik Keabsahan Data ............................................................... 48
3.8 Teknik Analisis Data …………………………………………...
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 50
xii
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
74
xiii
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
xiv
Lampiran 1. Jadwal Penelitian
Lampiran 2. Identitas Responden
Lampiran 3. Pedoman Wawancara dan Observasi
Lampiran 4. Surat Pernyataan dan Balasan Penelitian
Lampiran 5. Gambar Dokumentasi
xv
BAB 1
PENDAHULUAN
dengan penuh kesadaran dalam menciptakan proses dan suasana belajar sehingga
baik harus didukung oleh aspek spiritual religius, kemandirian, budi pekerti yang
generasi emas untuk kemajuan negara dan bangsa. Kegiatan pendidikan dapat
setiap harinya, salah satunya akibat buruknya pendidikan karakter di masa lalu.
Pendidikan karakter lebih menekankan informasi tentang perilaku yang baik “di
atas kertas” sehingga setiap siswa seolah mempunyai kepribadian yang baik,
faktanya dalam kehidupan sehari-hari tidak seperti apa yang dibahas dalam teori
1
2
laun mulai terkikis oleh budaya asing. Siswa lebih memilih budaya barat yang
kekayaan budaya yang berkembang turun temurun yang dapat diterapkan sebagai
Pendidikan merupakan benih dari segala induk budaya yang berkembang dalam
seluruh insan yang ada pada setiap diri manusia dalam mencapai tingkat
kepribadian yang baik sebagai anggota masyarakat juga sebagai individu manusia.
pendidikan tidak sebatas sebagai proses pemberian ilmu pengetahuan, teori dan
fakta, tetapi pendidikan juga berperan sebagai proses pematangan kepribadian dan
moral, agar kehidupan yang dijalani tidak hanya memberi manfaat bagi diri
3
yang memiliki keimanan kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat
jasmani dan rohani serta menjadi masyarakat Indonesia yang kreatif, mandiri, dan
pembangunan nasional.
Masa depan dan kemajuan bangsa Indonesia, terletak tidak hanya dari
kecerdasan yang dimiliki oleh generasi mudanya, tetapi harus diimbangi dengan
berkepribadian, dan berdaulat. Peserta didik harus terbangun utuh dari enam
pencipta; (2) kemandirian diri; (3) saling bekerjasama; (4) berkebinekaan; (5)
karakter ini harus menjadi satu padu yang tidak boleh terpisahkan bilamana dari
sehingga memiliki tatanan nilai seni dan sosial yang tinggi. Keadaan budaya
Indonesia yang mulai mengubah cara berpikir dan perilaku masyarakat Indonesia.
(Setyaningrum, 2018).
Banyak kita dengar keluhan dari para orang tua, pendidik dan mereka
yang bekerja di bidang keagamaan dan sosial, terutama para remaja dan anak-
anak remaja yang banyak di antaranya sulit diatur, keras kepala, nakal, asusila dan
atau kemerosotan moral dan etika. Kemerosotan moral adalah fenomena di mana
(2014) memperjelas bahwa gaya hidup remaja saat ini serba modern. Pengaruh
bertindak, terutama dalam kaitannya dengan agama atau religiusitas (Reza, 2013).
tidak selalu berjalan mulus, namun menemui kendala. Data statistik menunjukkan
dan tawuran antar pelajar. Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan 3 tahun
terutama dilakukan oleh para remaja. Pada tahun 2018 terdapat 294.281 peristiwa,
tahun 2019 terjadi kasus 269.324, dan 2020 terjadi 247.218 kasus dengan
dari kurangnya peranan dan pengabaian sosial kepada remaja. Sehingga, remaja
secara sosial budaya tidak dapat diterima dan kejahatan menjadi mudah untuk
dilakukan (Kartono, 2014). Tindak kejahatan yang dilakukan oleh anak muda
semakin meningkat tidak hanya secara kuantitatif tetapi juga secara kualitatif,
sedangkan kejahatan yang dilakukan oleh anak muda pada awalnya hanyalah
perkelahian antar teman yang berubah menjadi tindak pidana seperti: melakukan
tawuran diakhiri dengan tewasnya remaja akibat penusukan (Detik News, 2019),
7 siswi SMA (Tribun-Timur .com, 2020), pecandu narkoba (Antara News, 2021)
perbuatan asusila. Kejahatan ringan misalnya keras kepala, tidak mau menuruti
orang tua dan guru, kabur dari sekolah, tidak mau belajar, sering bertengkar, suka
berkata kasar, seperti cara berpakaian dan berperilaku, tidak peduli, dan lain-lain.
Contoh kejahatan yang mengganggu ketentraman dan keamanan orang lain adalah
lain, pembunuhan, ngebut, dan lain-lain. Pada saat yang sama, perilaku buruk atau
kerusakan moral anak membuat khawatir orang tua, dan beberapa juga
mereka bingung dengan anak-anak yang tidak dapat dikendalikan oleh orang tua
sendiri maupun guru. Gangguan seksual remaja yaitu terhadap lawan jenis
(baterial) dan terhadap sesama jenis (gay). Lickona dalam Taulabi & Mustofa,
(2019) menunjukkan bahwa ada beberapa tanda kerusakan moral remaja, antara
kata kotor; 8) pubertas dini dan kelainan; 9) pikiran untuk bunuh diri; dan 10)
penyalahgunaan obat.
Karakter bangsa bukan hanya masalah lokal dan nasional, tetapi juga
menjadi masalah global (Suryadi, 2017). Kerusakan moral anak bangsa semakin
memprihatinkan. Jika tidak hati-hati, bangsa ini sedang menuju apa yang disebut
sekolah, pemuda, dan mahasiswa atau remaja. Mereka dikatakan terlibat dalam
alkohol, perampokan, seks bebas, perilaku buruk, ngebut di jalan raya, melanggar
rambu lalu lintas, dan perkelahian, yang merupakan tanda buruknya moral sosial
bertujuan sebagai salah satu upaya untuk mengurangi dan mencegah demoralisasi
7
sosial yang saat ini melanda generasi muda (pelajar, pemuda dan mahasiswa atau
remaja) yang diharapkan mampu hidup di masa depan (Idi & Sahrodi, 2017).
sosial yang dilakukan oleh remaja, pemuda dan mahasiswa belakangan ini. Jika
menemui hambatan dan diprediksi Indonesia tidak akan menjadi negara maju. Hal
ini menunjukkan bahwa proses kerusakan moral masyarakat semakin kritis dan
melalui pengembangan pendidikan karakter atau pendidikan moral (Idi & Sahrodi,
2017).
kebiasaan dalam menanamkan karakter dan akhlak yang baik pada remaja. Peran
orang tua, guru dan lingkungan sangat penting untuk mencegah kemerosotan
moral remaja, agar akhlak remaja tidak berantakan. Kerusakan moral ini
disebabkan karena siswa tidak memahami nilai-nilai moral, nilai-nilai agama dan
adat istiadat dan etika terabaikan hingga saat ini. Padahal, hal itu mutlak
lulusan yang kreatif dan mandiri. Hal ini sesuai laporan Badan Pusat Statistik
(BPS) tahun 2021 yang menyatakan bahwa Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT)
lulusan SMK tertinggi sebesar 10,38% dan lulusan SMA sebesar 8,35%. Artinya,
pasokan tenaga kerja tidak terserap, terutama pada tingkat profesional dan lulusan
SMK/SMA.
kegiatan siswa yang tertata dengan baik, dan sumber belajar harus menjamin
pembangunan karakter dalam kegiatan inti proses belajar mengajar, yang meliputi
metode pengajaran, komunikasi dua arah, kegiatan siswa dan sumber belajar.
Pendidikan karakter di sekolah bisa datang dari mana saja, salah satunya local
genius atau kearifan lokal. Maharyani (2016:67) dalam Rahmawati & Pelu, (2021)
menyatakan bahwa kearifan lokal dalam masyarakat merupakan salah satu materi
model pembelajaran ilmu sosial berbasis kearifan lokal dengan membangun aspek
penanaman nilai-nilai budaya yang ada dalam masyarakat dan dilestarikan untuk
generasi selanjutnya.
Secara historis, dahulu Kudus merupakan pusat syi’ar Islam bagi Raden
Ja’far Shadiq atau Sunan Kudus sekaligus sebagai pusat perdagangan yang
strategis di wilayah pulau Jawa. Akibatnya, Kudus menjadi salah satu wilayah
yang kaya akan sejarah lokal, suatu daerah yang banyak menyimpan peninggalan
sejarah di Jawa Tengah. Peninggalan dari Sunan Kudus yang dapat dinikmati
sampai saat ini antara lain masjid Menara Kudus yang sangat terkenal.
Peninggalan sejarah tersebut menjadi identitas lokal bagi masyarakat Kudus dan
berawal dari penyebaran agama Islam yang dilakukan oleh Sunan Kudus. Kanjeng
contoh teladan atau contoh personifikasi bagi masyarakat Kudus. Filosofi yang
lepas dari latar belakangnya sebagai saudagar sekaligus wali yang ahli di bidang
ilmu agama. Hal ini menyebabkan Sunan Kudus dijuluki sebagai wali saudagar
julukan tersebut sudah melekat dalam kehidupan dan dibuktikan dengan adanya
filosofi hidup yang dikenal oleh masyarakat Kudus sebagai gusjigang. Filosofi
dan sekitarnya. Kearifan lokal ini menjadi pendidikan karakter berupa nilai-nilai
yang dapat dijadikan teladan bagi masyarakat Kudus, khususnya generasi muda.
Menurut Said dalam Nawali (Nawali, 2018), gusjigang diawali dari tiga
suku kata yaitu “gus” yang memiliki makna akhlak yang terpuji yang
akhlak yang bagus sehingga kelak memiliki karakter yang baik. Sedang "ji"
dimaknai dengan cerdas, itu berarti mendorong orang untuk mencari ilmu, berbagi
ilmu dan memiliki kecerdasan tinggi. Yang dimaksud dengan “gang” adalah para
ahli bisnis, yaitu orang-orang yang memenuhi kebutuhannya melalui bisnis atau
kebaikan yang dapat membantu manusia menjadi orang yang berkepribadian dan
budi pekerti yang baik dan lebih menjaga kedisiplinannya dari hari ke hari. Tidak
hanya pandai berbisnis, tapi juga pandai berwirausaha di jalan Allah SWT.
dari komunitas atau masyarakat tersebut. Pudar atau lemahnya generasi yang
mengikuti etika dan moral bangsa (Totok, 2018). Selain itu, remaja lebih
11
menyukai budaya asing daripada budaya lokalnya dan menjadikan budaya asing
sebagai model kehidupan (Rahayu et al., 2018). Bagi anak-anak dan remaja masa
kini, filosofi “gusjigang” dianggap aneh dan asing. Ini dibuktikan dengan
kuno. Oleh karena itu, tidak heran jika banyak anak dan remaja yang tidak
Perkembangan teknologi telah mengurangi minat anak muda saat ini untuk
dasar kehidupan sehari-hari. Generasi muda saat ini tidak tertarik untuk
untuk menjadikan anak-anak dan remaja sebagai generasi penerus bangsa yang
lokal, kearifan lokal dan ajaran moral tetap terjaga dan terpelihara.
Kudus Kulon, tepatnya di sekitar area Menara Kudus namun di sekolah umum
sulit dijumpai.
melalui kurikulum dalam tiga mata pelajaran, yaitu muatan lokal (Bahasa Jawa),
Prakarya dan Kewirausahaan (PKWU) dan Pendidikan Agama Islam (PAI). SMA
Negeri 1 Bae Kudus bukan hanya sekolah yang mengutamakan aspek kognitif
karakter yang terkandung dalam SMA Negeri 1 Bae Kudus merupakan ciri-ciri
yang melekat pada falsafah “gusjigang” yang dapat ditunjukkan dalam visi SMA
Negeri 1 Bae Kudus yaitu, “Terwujudnya warga sekolah yang beriman, bertaqwa,
dan berdaya saing di tingkat global. Falsafah “gusjigang” juga tertuang dalam
misi dan tujuan pendidikan SMA Negeri 1 Bae Kudus. Visi, misi dan tujuan SMA
dalam program sekolah yang dilaksanakan oleh warga sekolah. Letak SMA
Negeri 1 Bae Kudus yang berdekatan dengan STAIN Kudus dan beberapa pondok
para siswanya.
gusjigang, dan dampaknya bagi siswa di SMA Negeri 1 Bae Kudus. Oleh karena
itu, peneliti akan mengangkatnya dalam sebuah karya tesis yang berjudul
beberapa keunikan yang menarik untuk diteliti. Keunikan tersebut antara lain
1.3 CakupanMasalah
Cakupan masalah yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah menggali
internalisasi local genius gusjigang dan dampaknya bagi siswa di SMA Negeri 1
Bae Kudus. Nilai-nilai karakter siswa sesuai dengan falsafah “gusjigang” yaitu
pada nilai karakter religius, sedangkan Gang (dagang) diaplikasikan pada nilai
entrepreneurship. Maka tesis ini akan mengupas tentang internalisasi local genius
Kudus?
Bae Kudus?
Kudus.
Bae Kudus.
15
Manfaat yang dapat diperoleh dari hasil penelitian yang telah dilakukan
gusjigang.
17
BAB II
KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA TEORITIS DAN
KERANGKA BERPIKIR
merupakan falsafah hidup yang terkait dengan Sunan Kudus dan dikenal
pemuda harus bagus, pintar mengaji dan pandai berdagang. Nilai-nilai yang
termuat dalam kearifan lokal gusjigang terbagi menjadi tiga bidang yaitu budi
yang terkandung dalam kearifan lokal gusjigang tetap menjadi pandangan hidup
secara implisit tertuang dalam bagian penilaian RPP Kelas XII Sejarah
18
19
kejujuran. Pentingnya kajian yang dikerjakan oleh Rahmawati dan Pelu dengan
kajian yang dikerjakan oleh peneliti adalah sama-sama berkaitan dengan nilai-
nilai kepribadian diwariskan dari generasi ke generasi dan modal sosial yang
berbasis gusjigang. Gus (bagus) adalah salah satu sifat karakternya, yang meliputi
kejujuran, toleransi, disiplin, peduli sosial, dan tanggung jawab. Nilai karakter
religius, rasa ingin tahu, dan gemar membaca termasuk dalam Ji (ngaji). Gang
sedangkan peneliti menggunakan topik penelitian dari sekolah umum yang tidak
soft skills. Nilai "gus" di gusjigang adalah soft skills dalam keterampilan
komunikasi, dan kerjasama kelompok. Nilai "ji" sesuai dengan nilai keterampilan
dalam pembelajaran seumur hidup. Sedangkan nilai “gang” sesuai dengan soft
(gusjigang) masuk dalam proses belajar mudah dilakukan dengan tiga metode,
menentukan role model. Relevansi penelitian Nuskan Abid dengan apa yang
adalah Nuskan Abid lebih fokus pada pentingnya gusjigang untuk nilai-nilai soft
skill, sedangkan peneliti lebih fokus pada internalisasi local genius gusjigang
Kesamaan antara penelitian M. Ihsan dengan yang peneliti lakukan adalah sama-
yang dilakukan oleh peneliti berfokus pada koneksi local genius gusjigang untuk
dalam penanaman nilai. Persamaan penelitian yang dilakukan Djoko Santoso dan
sekolah.
2.2.1 Internalisasi
kamus bahasa Inggris, berarti suatu hubungan yang ada dalam kehidupan
nilai atau budaya menjadi bagian dari diri seseorang yang bersangkutan. Nilai-
psikologi, adalah penyesuaian keyakinan, nilai, sikap, praktik dan aturan baku
dalam diri seseorang. Pemahaman ini berarti bahwa memahami nilai-nilai yang
dicapai haruslah sikap praktis dan efektif yang tetap melekat pada diri seseorang
nilai atau budaya secara mendalam dengan cara yang berbeda dan
adalah fase pencirian nilai-nilai integral yang melekat pada kepribadian peserta
didik.
kata yaitu local dan genius. Local berarti lokal dan genius identik dengan
kearifan lokal disebut juga sebagai identitas budaya, yang mengacu pada identitas
yang dimiliki. Karena unsur budaya daerah terbukti lestari, maka berpotensi
menjadi local genius. Ciri-ciri local genius: 1) mampu menghadapi dunia luar dan
Kearifan lokal atau local genius adalah cara pandang terhadap kehidupan
dalam kurun waktu yang lama selama pembentukan masyarakat. Sunan Kudus
dan Sunan Muria, dua wali di kota Kudus menanamkan sebagian besar warganya
dengan nilai-nilai yang mereka pegang teguh antara lain filosofi “Gusjigang”.
kata “gus” yang berarti sopan santun, “ji” yang berarti mengaji, dan “gang” yang
berarti pedagang. Penggalan kata pertama dari gusjigang yakni “gus” merupakan
penggalan kata yang memiliki makna bagus. Bagus berarti bahwa setiap orang
dalam keadaan yang baik dan menarik. Penggalan kedua yakni “ji”, sebagai
seorang muslim, seseorang harus siap dan pandai membaca Al-Qur'an atau
memahami islam dan memiliki kemauan keras dalam mempelajari ayat-ayat al-
Qur’an dengan cara belajar kepada guru agama atau belajar di pondok pesantren.
24
Cara lain juga adalah dengan, terus membaca Al-Quran di waktu yang telah
ditentukan. Penggalan ketiga yakni “gang” berasal dari dagang atau bisnis atau
“gus”, mula-mula lebih mengacu pada unsur fisik dari unsur laki-laki, kemudian
dimaknai sebagai akhlak yang bagus. Kata “ji” kini juga lebih tepat diartikan
memiliki tingkat kecerdasan yang tinggi. Membaca Al-Qur'an tidak cukup dengan
melafalkan kitab saja, tetapi lebih dari itu adalah dengan memahami isi yang
terkandung didalamnya dan merenungi kejadian yang ada di alam semesta. Kata
umatnya untuk pandai berbisnis dan mampu memperoleh penghasilan dari hasil
kerja kerasnya sendiri, yaitu dengan membuka usaha sendiri atau menjadi
wirausahawan.
bermukim di sisi barat Kudus (Kudus Kulon), lebih jelasnya di kawasan Menara
Kudus. Kata gusjigang adalah bahasa asli yang diambil dari singkatan tiga suku
kata yaitu “gus” memiliki arti kata bagus, “ji” yang mempunyai arti ngaji dan
“gang” memiliki arti kata dagang (Said, 2014). Filosofi gusjigang diajarkan oleh
Sunan Kudus (salah satu dari sembilan misionaris muslim pertama di pulau Jawa)
yang mengajarkan manusia untuk memiliki perilaku yang baik (gus), pintar
mengaji (ji) dan pandai berdagang (gang). Gusjigang dekat dengan nuansa islami
untuk mengembangkan karakter pria yang berbudi luhur, pemikiran ilmiah dan
25
digambarkan sebagai sosok yang kuat sepanjang sejarah. Terlepas dari kenyataan
bahwa mitos yang masih dibuat menggambarkannya sebagai wali yang kuat yang
mampu melakukan hal-hal yang berada di luar kemampuan otak dan kemauan
manusia. Salah satu yang ditinggalkan oleh Sunan Kudus yang bernama asli
Syekh Ja'far Shodiq ini adalah nilai filosofi "gusjigang". Sunan Kudus adalah
salah satu Wali Songo yang menyebarkan agama Islam di Pulau Jawa. Selain
sebagai menteri, ia juga seorang senopati Kerajaan Demak Bintoro. Sunan Kudus
adalah wali yang terkenal memiliki dua citra diri yaitu Wali Saudagar dan
Waliyyul Ilmi. Sebagai Waliyyul Ilmi, Sunan Kudus adalah seorang spesialis
dalam hukum Islam yang ketat, pemerintahan dan penulisan kitab. Sementara itu,
citranya sebagai Wali Saudagar didukung oleh jejak sejarah yang tidak lepas dari
yang diwarisi dari Sunan Kudus, yaitu pandangan spiritual yang mengandung tiga
unsur yaitu Gus-Ji-Gang. Dijelaskan bahwa akhlak mulia dan wajah menawan
khas Nabi Muhammad SAW, tingkat ilmu yang tidak hanya didiskusikan tetapi
diamalkan, dan keahlian dalam meningkatkan taraf ekonomi umat Islam. Itu
merupakan gambaran nyata profil Sunan Kudus yang ditiru oleh masyarakat
selanjutnya berupa kata ciri khas Syekh Ja'far Sadiq dikemas dalam bentuk kata
al-maqal, yang berbunyi "gusjigang", kependekan dari bagus, ngaji dan dagang.
kebersamaan masyarakat Kudus dan kemudian menjadi standar Islam yang ideal,
"gus" tidak hanya baik secara fisik atau tampan, tetapi juga baik secara karakter.
Sisi moral sangat ditekankan dalam masyarakat Kudus. “ji” pintar mengaji atau
lebih dikenal dengan sebutan santri, artinya mengetahui. Hal ini menjadi prioritas
penting karena karakter para santri ini meletakkan dasar bagi pemimpin masa
depan yang diarahkan untuk mentaati syariat islam. Kata “ji” tidak hanya
memiliki arti dalam lafalnya “mengaji” saja, namun menurut beberapa orang
Sumintarsih, (2016) gusjigang berasal dari kata “gus” yang berarti bagus,
sopan santun. “ji” yang berarti mengaji dan “gang” yang berarti pedagang.
Gusjigang mengandung tiga kata kunci yaitu gus-ji-gang menghasilkan tiga nilai
inti yang dapat dikembangkan sebagai landasan nilai untuk membangun Kudus
mengandung tiga nilai utama, yaitu: (1) akhlak mulia dari kata gus (bagus) artinya
akhlak yang baik terhadap Allah SWT, manusia dan lingkungannya. Perwujudan
nilai tersebut tidak terlepas dari keteladanan kesadaran Sunan Kudus dengan kasih
sayang, empati dan toleransi yang tinggi terhadap sesama, (2) tradisi ilmiah dari
kata ji (mengaji ilmu) sesuai tradisi masyarakat Kudus. Tradisi mengaji tidak
27
terlepas dari hubungan paradigmatik Sunan Kudus yang dikenal dengan Waliyul
Ilmi dan perhatiannya terhadap persoalan keilmuan, (3) etos wirausaha dari kata
Sunan Kudus. “gus” berasal kata “bagus”. Bagus memiliki dua arti, yaitu baik
secara fisik (dilihat dengan mata) dan baik secara non fisik atau akhlak yang baik
(Amaruli, 2017). Bagus dalam gusjigang diartikan sebagai akhlak yang baik. Baik
2018). Kebaikan juga bisa diartikan toleransi terhadap sesama dan saling
sekitar Masjid Menara Kudus dan Makam Sunan Kudus yang menampilkan
simbol agama Hindu. Ini adalah simbol keharmonisan hidup sekaligus warisan
menjadi masjid di Istambul, Turki, adalah salah satu contohnya. Hal ini
“Ji” juga dapat diartikan sebagai rajin beribadah atau berkarakter religius. Ada
pula sumber yang menjelaskan bahwa “ji” dalam gusjigang berasal dari kata
“kaji” yang berarti menunaikan ibadah haji (Mahmud, 2018). Ada juga yang
tujuan utama umat adalah membangun rumah tangga sesuai syariat Islam
(Khotimah, 2018).
dalam menjalankan ibadahnya. Tidak salah bila kota ini disebut sebagai kota
santri. Ini menjadi semakin jelas saat Ramadhan dimulai. Hal ini terlihat pada
tradisi “Buka Luwur” dimana kelambu makam Sunan Kudus diganti pada hari ke
juga dimaknai sebagai sikap untuk selalu belajar dan berpikir kreatif. Namun itu
juga menginspirasi siswa. Demikian juga, siswa harus belajar dengan sungguh-
sungguh. Karena kunci untuk membuka simpanan ilmu adalah kesediaan untuk
"Gang" berasal dari kata "dagang" yang diciptakan oleh Sunan Kudus.
dengan baik (Bastomi, 2019). Salah satu alasan dagang tersebut adalah waktu
penjual dapat diatur sendiri agar ibadah khususnya mengaji tidak terganggu
bahwa bisnis hanyalah urusan duniawi. Karena bisnis juga membutuhkan perilaku
yang baik dan religius. Hal yang membuat bisnis akan terus menghasilkan
tercermin dalam sebuah perilaku seperti cara berucap, cara bersikap, cara bergaul
dengan orang lain, dan sebagainya. Pendidikan karakter merupakan usaha sadar
dan terencana untuk menciptakan suasana dan proses yang meningkatkan potensi
warga negara yang baik (Purwanti, 2018). Hal ini harus dapat memberikan
Maha Esa, berkemanusiaan yang adil dan beradab, berjiwa persatuan Indonesia,
Isnaini, 2016).
pada diri peserta didik nilai-nilai karakter bangsa agar mereka memiliki nilai dan
karakter watak yang dimiliki, sebagai anggota masyarakat dan sebagai warga
negara yang religius, berbangsa, produktif dan kreatif (Ridlo & Irsadi, 2012 ;
bagian dari perilakunya (Jamhariani, 2020 ; Jamhariani et al., 2021). Hal yang
senada juga dikemukakan oleh Ilyas, (2016); Martiarini, (2016) bahwa pendidikan
karakter adalah upaya mendidik anak untuk membuat pilihan yang bijak dan
dunia di sekitarnya secara positif. Ada tiga gagasan penting dalam pendidikan
30
menjadi satu dalam tingkah laku (Salamah, 2020 ; Nugroho & Pangestika, 2017 ;
Wirawati & Rahman, 2020; Rahaju, 2018 ). Dari pendapat di atas dapat
karakter yang mempengaruhi perubahan sikap anak dan kepribadian pada anak.
(Lahir-18 bulan); Masa Kanak-Kanak Awal (2-3 tahun); Pra Sekolah (3-5 tahun);
Usia Sekolah (6-11 tahun); Masa Remaja (12-19 tahun); Dewasa Awal (19-35
tahun); Dewasa Pertengahan (35-60 tahun); dan Dewasa Akhir (60 tahun keatas).
Penelitian ini lebih terfokus pada anak kategori remaja terutama anak usia sekolah
SMK/SMA umur 15-18 tahun. Pada masa ini, tugas remaja adalah meningkatkan
integritas diri yang bisa diterima dan unik. Kaum muda mencari alternatif,
Saat ini penanaman nilai karakter seperti gusjigang sangat penting untuk
menemukan jati diri seorang anak. Kaum muda dengan identitas menciptakan
perubahan identitas diri. Perubahan ini melibatkan beberapa hal, biasanya antara
usia 13-21 tahun. Pada usia ini, anak-anak mengalami perubahan fisik, mental,
emosional, sosial, moral dan spiritual saat mereka mencari identitas diri.
31
akan selalu ada. Tradisi kepribadian Sunan Kudus merupakan warisan sosial yang
kearifan lokal yang akan selalu ada adalah cara berpikir dan bertindak masyarakat,
serta nilai-nilai yang dianutnya. Setelah itu, filosofi ini mengambil kepribadiannya
Kanjeng Sunan Kudus. Warga Kudus percaya bahwa gusjigang itu nyata.
Kesadaran akan kebenaran filosofi ini mendorong manusia untuk berperilaku baik
pemahaman agama yang luas. Nilai-nilai inti yang lahir dari gusjigang dapat
menjadi basis nilai bagi perkembangan perspektif ekonomi, politik, seni, budaya,
dan pendidikan (Said, 2013). Pengusaha dari Kudus muncul dan mengadakan
32
nilai-nilai kewirausahaan yang diwarisi dari tokoh terkemuka kota Kudus yakni
dengan meninggalkan jejak tradisi dandangan dan etos kerja yang kuat (Pujiyanto
et al., 2018). Gusjigang adalah hasil pemikiran dari budaya local genius yang
dicontohkan dari Sunan Kudus yang menjadi basis penting bagi perkembangan
gusjigang Kudus sangat cocok dengan etos spiritual entrepreneurship dan spirit
dan daya saing atau hard skill pada umumnya. Tantangan sistem pendidikan
memenuhi tuntutan tugas pekerjaan (Rongraung et al., 2014). Oleh sebab itu
output lulusan yang cerdas, baik itu dalam hal pengetahuannya, keterampilannya
dan yang tak kalah pentingnya adalah karakternya. Karena keterampilan yang
berkaitan dengan hard skill dapat dipelajari dan diajarkan oleh siapa saja (Junrat
et al., 2014). Guru dapat berinovasi dengan memanfaatkan konsep kearifan lokal
dan bahan ajar, sumber belajar dari kearifan lokal yang ada dapat dimanfaatkan.
pembelajaran yang tepat untuk memecahkan masalah secara kritis dan kreatif. Jika
ini menjadi rutinitas di setiap kelas, maka kelas tersebut dapat menghasilkan anak-
anak yang terdidik dan kuat (Alimah, 2019). Nilai-nilai gusjigang dapat
siswa sekolah melalui materi dan metode pembelajaran yang dirancang dalam
kaitannya dengan filosofi sekolah gusjigang dan juga karisma panutan masyarakat
dari bagus akhlaknya, pandai mengaji, dan pintar berdagang. “Gus” (bagus)
Tuhan Yang Maha Esa. “Ji” (mengaji) hendaknya tidak dimaknai secara sempit
luas untuk mengkaji lebih jauh dinamika kehidupan yang berbeda dari perspektif
yang harus dimiliki oleh setiap warga negara agar secara kreatif dan inovatif dapat
(Mahmud, 2018).
masyarakat lainnya sebagai kearifan lokal yang dilandasi oleh nilai-nilai perilaku
34
2009, terdapat 11 dari 18 nilai karakter pada falsafah tersebut. Filosofi ini
toleransi, peduli sosial, dan tanggung jawab termasuk karakter “Gus” (bagus).
Religius, rasa ingin tahu, dan gemar membaca pada karakter “Ji” (ngaji). Kerja
dampak positif bagi masyarakat. Konsekuensinya adalah (a) Bagus: sopan santun,
akhlak yang baik (b) Ngaji: berilmu dan mampu mengamalkan (c) Dagang: rajin
dan tekun dalam berdagang, antara dagang dan ibadah harus seimbang. (Nawali,
2018). Internalisasi local genius gusjigang dalam penelitian yang akan dilakukan
lebih ditekankan dari aspek penanaman nilai karakter “Gus” (bagus) yaitu
35
entrepreneurship.
nilai tersebut memiliki arti tersendiri hingga menjadi satu kesatuan yang utuh.
Nilai Gus (bagus) artinya berperilaku baik, nilai Ji (ngaji) yang selalu ingin
(Sholichah, 2021).
dari Sunan Kudus. Ajaran yang diturunkan oleh Sunan Kudus terdiri dari nilai
keagamaan, tenggang rasa, etika dan toleransi beragama. Orang Kudus Kulon
dandangan, seni tari dan terbang papat yang diterapkan dalam perilaku dan sikap
tempat tinggal mereka sendiri sesuai dengan sejarah dan budaya mereka. (Jepson
akan kearifan lokal di lingkungan tempat tinggalnya, sehingga mereka sadar akan
nilai-nilai budaya yang tinggi dan penting dalam situasi saat ini (Said, 2013).
kombinasi pengetahuan yang ada dan pengetahuan baru. Belajar tidak lebih dari
tidak mengetahui sesuatu. Ini adalah kombinasi atau koneksi informasi yang
hasil belajar. Model dalam pendidikan mampu menambah budaya lokal yang pada
lokal yang berkembang secara alami dalam masyarakat. Kami tidak hanya
mengajarkan sesuatu yang teoritis tetapi juga konsep dunia nyata ketika itu
kekayaan budaya lokal yang menawarkan kebijakan hidup, cara pandang hidup
kurikulum akan menentukan seberapa baik siswa belajar tentang budaya lokal.
Nilai-nilai yang sudah lazim di masyarakat dapat dihubungkan dengan apa saja
yang termuat dalam kurikulum. Hal ini memudahkan setiap instruktur untuk
akan perlunya menemukan jati diri dan kehidupan yang lebih baik. Ketiga,
dipengaruhi oleh kearifan lokal. Choudhury, (2013) melakukan salah satu studi
paling menarik tentang hubungan antara budaya dan pemerolehan bahasa yang
budayanya hanya akan menghasilkan seseorang yang fasih berbahasa tetapi tidak
memahami konteks atau filosofi sosial yang ada. Proses belajar mengajar lebih
adaptif ketika pengetahuan lokal dan sumber belajar digabungkan, karena terdapat
kearifan lokal yang berbeda di setiap daerah di Indonesia yang dapat disesuaikan
kombinasi hard dan soft skill untuk mencapai kompetensi dan pengetahuan yang
pendidikan karakter (bagus akhlak, pintar mengaji, dan pandai berdagang). Tujuan
gusjigang di SMA Negeri 1 Bae Kudus, pola internalisasi dan dampak local
penelitian ini:
Gus Ji Gang
1. Pengembangan kurikulum
2. Pengembangan konten/materi
3. Metode pembelajaran
4. Evaluasi
METODE PENELITIAN
ilustratif tentang individu sebagai kata-kata yang disusun atau diungkapkan secara
verbal dan cara berperilaku yang terlihat (Bogdan & Taylor, 2010). Pendekatan
menjelaskan logika, menggarisbawahi proses dari pada hasil, bersifat induktif, dan
penelitian ini bersifat deskriptif karena data yang dikumpulkan berupa gambar dan
sistemik terbagi menjadi dua wilayah, yaitu pendekatan kualitatif dan pendekatan
penelitian lebih menekankan pada makna daripada generalisasi, dan analisis data
41
42
lembaga pendidikan atau sekolah. Latar belakang ini holistik dan berfokus pada
orang dan organisasi secara keseluruhan; itu mungkin tidak memisahkan orang
(Sumaryanto, 2010).
wawasan tentang kehidupan subjek yang diteliti (Siddiq & Salama, 2019). Model
orang-orang dalam ruang dan waktu mereka sendiri, dalam kehidupan sehari-hari
mereka." Poulsen, (1994) dia berpendapat bahwa ahli etnografi harus mempelajari
"habitat alami" mereka untuk memahami celah antara praktik dan wacana dan
atau kebiasaan (Jerolmack & Khan, 2014 ; Frankel & Devers, 2000 ; Kamolson,
etnis, budaya selalu menjadi jalur yang valid (Rytter, 2019 ; Parker, 2018).
sosial, dan budaya diperiksa dalam studi masyarakat dan budaya ini. Etnografi
adalah metode penelitian yang mengacu pada proses dan metode berdasarkan
hasil penelitian (Shagrir, 2021 ; Ryan, 2017). Selain itu, metodologi mengacu
pada deskripsi orang dan bagaimana perilaku mereka, baik sebagai individu
maupun sebagai bagian dari kelompok, dipengaruhi oleh budaya atau subkultur
tempat mereka hidup dan beroperasi (Spurr et al., 2022 ; Hammersley, 2018).
Secara alami dalam etnografi penting untuk mendengarkan aktor berbicara di atas
dan mengajukan pertanyaan kepada orang lain. Namun, peran yang lebih aktif
adalah yang paling membedakan etnografi dari pendekatan lain. Etnografi, seperti
metode lainnya, lebih dari sekadar alat untuk mengumpulkan data. Kajian
secara sistematis karakteristik budaya yang lebih dalam dalam ruang dan waktu
Jawa Tengah 59322. Peneliti mengambil lokasi di SMA Negeri 1 Bae Kudus
dilandasi alasan, yaitu: pertama, SMA Negeri 1 Bae Kudus sudah melaksanakan
sehingga data lebih mudah didapatkan. Kedua, dari sisi latar belakang sekolah
yang berbasis umum bukan sekolah keagamaan. Ketiga, lokasi sekolah yang dekat
dengan STAIN Walisongo Kudus dan dikelilingi oleh beberapa pondok pesantren.
Dari berbagai keunggulan dan keragaman yang ada menarik untuk dijadikan
lokasi penelitian.
sebuah etnik berupa kebiasaan yang berlaku secara terus menerus. Fokus dalam
45
penelitian ini adalah upaya mengidentifikasi konsep local genius gusjigang dalam
penelitian yaitu konsep local genius gusjigang, pola internalisasi local genius
religius dan entrepreneurship) di SMA Negeri 1. Bae Kudus. Jenis data dalam
penelitian ini dikelompokkan menjadi dua bagian, dua bagian tersebut adalah data
sekunder dan data primer. Adapun sumber data yang diperoleh dalam penelitian
kualitatif adalah berasal dari perbuatan atau kata-kata. Data lainnya diperoleh dari
sebagai subjek penelitian, berupa kata-kata dan tindakan yang diteliti mengenai
karakter di SMA Negeri 1 Bae Kudus. Data sekunder diperoleh dari literatur,
Pada penelitian ini sumber data dibagi atas dua bagian yaitu sumber data
yang berasal dari buku atau majalah ilmiah, dokumen sekolah, arsip, dan
dokumen resmi yang ada kaitannya dengan konsep, pola-pola internalisasi local
internalisasi local genius gusjigang dan dampaknya dapat diperoleh dari kata-
kata, tindakan subjek penelitian serta dokumen yang ada. Pola-pola penanaman
Teknik pengumpulan data kunci dalam studi etnografi ini adalah tanya
Pertanyaan yang diajukan dalam proses wawancara tidak terstruktur dan dalam
Berikut adalah teknik atau alat pengumpulan data yang dapat digunakan
pengamat tanpa ikut serta dalam kegiatan sosial budaya suku yang diteliti, dalam
menyebutkan fakta-fakta yang dapat diamati dengan ikut serta dalam kegiatan
Dokumen yang digunakan dalam konteks yang wajar (seperti dalam kehidupan
institusi, dan praktik budaya. 5) Merekam audio dan video. Tujuannya untuk
situasi lain jika diperlukan, alat pengumpulan data ini sangat membantu selama
terhadap fenomena yang terjadi pada objek penelitian. Di SMA Negeri 1 Bae
Metode observasi ini digunakan untuk melakukan kajian dan pengukuran terhadap
ini dilakukan dengan hati-hati menggunakan alat seperti kamera dan alat tulis.
48
3.6.2. Wawancara
dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara yang mengajukan pertanyaan dan
mengetahui tujuan dari wawancara tersebut. Oleh karena itu, sebelum melakukan
3.6.3. Dokumentasi
keabsahan data merupakan strategi untuk mengecek kebenaran data atau dokumen
kebenaran hasil penelitian dalam realitas lapangan. Oleh karena itu diperlukan
(confirmability).
data. Dalam penelitian ini digunakan metode dan teori teknik triangulasi data.
wawancara kepala sekolah, wakil kepala sekolah bidang kurikulum, wakil kepala
sekolah bidang kesiswaan, wakil kepala sekolah bidang humas, guru dan siswa.
kearifan lokal gusjigang dalam penanaman karakter) sesuai dengan teori yang ada.
lapangan dalam mencari data yang berhubungan dengan internalisasi local genius
Ketika diperoleh data dari informan dalam waktu dan keadaan yang
berbeda, maka kemungkinan besar data yang diperoleh akan berbeda pula. Oleh
karena itu dalam penelitian ini memerlukan triangulasi dengan sumber, yaitu
dengan jalan mengkonfirmasi ulang atau mengkroscek data yang diperoleh dari
informan di lain waktu, karena bisa jadi keterangan yang diberikan di awal dan
derajat kepercayaan dengan cara membandingkan data yang diperoleh dari suatu
utama laporan penelitian. Fokus ini sejalan dengan gagasan etnografi, yaitu
dibedakan sesuai dengan tujuan penelitian yang terdapat pada data yang
dikumpulkan dari bahan (observasi, wawancara, dokumen dan rekaman audio dan
video). Daftar kategori adalah karakteristik fenomena perilaku atau psikologis dari
kelompok budaya atau etnis tertentu; 2) peneliti menandai kategori yang muncul;
3) Setelah itu peneliti menarik kesimpulan dari hasil penelitian berdasarkan daftar
kategori signifikan.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
kilometer timur Semarang di jalan pesisir timur laut Jawa Tengah antara
Semarang dan Surabaya. Kudus juluki sebagai kota Santri dan kota Kretek. Kata
Kudus berasal dari bahasa Arab "quds" yang artinya suci. Batas wilayah
Jln. Jendral Sudirman Km.4, Ngembal Rejo, Kecamatan Bae, Kabupaten Kudus,
ketercapaiannya adalah:
52
53
Misi sekolah merupakan upaya atau tindakan yang akan dilakukan oleh
warga sekolah untuk mewujudkan visi sekolah. Misi sekolah dapat dijelaskan
sebagai berikut:
lingkungan hidup;
5. Bekerja sama dengan semua pihak untuk mewujudkan peserta didik yang
sesuatu yang akan dicapai atau dihasilkan dalam jangka waktu yang telah
kunci keberhasilan yang dilakukan setelah penetapan visi dan misi. Tujuan
54
tidak selalu harus dinyatakan dalam bentuk kuantitatif, tetapi harus dapat
dan prestasi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertanggung jawab.
55
SMA Negeri 1 Bae Kudus berdiri pada tahun 1978 dengan nama
SMA Negeri 2 Kudus. Sejak tahun 1997 berubah nama menjadi SMA
RSBI berawal dari penetapan SMA Negeri 1 Bae Kudus sebagai Sekolah
selanjutnya SMA Negeri 1 Bae Kudus pada tahun 2009 ditetapkan menjadi
belajar 11 terdiri dari kelas X E1-11. Sedangkan kelas XI, dan XII masing-
sekaligus guru PPKn, wakil kepala sekolah bidang humas, guru ekonomi
guru Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti, 1 orang guru Prakarya
M.Pd.I., sebagai guru PAI dan Budi pekerti. Ketujuh (R.7) Hasan Fauzi, S.
Pd.I. sebagai guru PAI dan Budi Pekerti sekaligus pembina IRMAS,
local genius gusjigang dalam penanaman nilai-nilai karakter (disiplin, religius dan
menjadi beberapa butir pertanyaan untuk mendapatkan data dan didukung hasil
Kota Kudus dijuluki sebagai kota kretek dan kota yang kaya akan
budaya. Selain sebagai kota yang kaya akan budaya dan terkenal sebagai kota
santri, Kudus juga memiliki kearifan lokal atau local genius yang tertanam dalam
kehidupan masyarakat dan telah menjadi ide, gagasan, nilai, serta pandangan
kecerdasan, kearifan, bernilai baik yang telah tertanam serta diikuti oleh
masyarakat Kabupaten Kudus itu sendiri. Setiap daerah memiliki kearifan lokal
yang berbeda sebagai ciri khasnya yang dapat diwariskan dari generasi ke
generasi (Ekanasari et al., 2021). Nilai-nilai yang terkandung dalam kearifan lokal
kearifan lokal yang telah tertanam dan diikuti oleh masyarakat di Kabupaten
Local genius atau dengan istilah lain kearifan lokal atau local wisdom
“thesume of the cultural characteristics which the vas majority of a people have in
common as a result of their experience in early life”. Disisi lain local genius
menurut Wales memiliki fungsi sebagai “suatu kekuatan kebudayaan lokal untuk
Istilah gusjigang diajarkan oleh Sunan Kudus agar masyarakat Islam di Kudus
mempunyai budi pekerti yang bagus atau baik, bisa mengaji atau rajin beribadah
serta pandai berdagang seperti yang pernah dilakukan Rasulullah SAW. Krisis
permasalahan terjadi di kalangan pelajar (Al-Aharish, 2017 ; Genc, 2018). Hal ini
karakter pada siswa serta kurangnya pendidikan agama yang dipegang oleh siswa
(Azizah, 2022 ; Idris et al., 2022). Pendidikan bukan sekadar berfungsi sebagai
karakter kuat bersumber dari nilai-nilai yang digali dari budaya masyarakatnya
menjadi bangsa yang besar. Menurut Howard et al., (2004) karakter merupakan
nilai-nilai dalam tindakan seseorang. Hal yang sama juga dikemukakan oleh
Aunger & Curtis, (2016) bahwa karakter yang ada di dalam diri seseorang terdiri
atas tiga bagian, yaitu; pengetahuan moral, perasaan moral dan perilaku moral.
Ketiga bagian ini yang saling terkait satu dengan yang lainnya menciptakan
karakter yang baik. Karakter yang baik ini menghasilkan pengetahuan yang baik,
keinginan yang baik dan perilaku yang baik dari segi pikiran, kebiasaan hati, dan
61
bangsa dan negara. Jadi seseorang yang memiliki karakter yang baik, mereka akan
lokal (local genius) pada dasarnya dapat dipandang sebagai landasan bagi
pembentukan jati diri bangsa secara nasional (Yuliatin et al., 2021). Pendidikan
adalah gerakan kultural, maka untuk membentuk karakter peserta didik harus
pendidikan dapat dikatakan sebagai gerakan kembali pada basis nilai budaya
daerahnya sendiri sebagai bagian upaya membangun identitas bangsa dan sebagai
filter dalam menyeleksi pengaruh budaya lain. Sejalan dengan pendapat Istiawati,
pendidikan yang mengajarkan peserta didik untuk selalu lekat dengan situasi
konkrit yang mereka hadapi. Pendidikan karakter dapat dilakukan melalui budaya
dan kearifan lokal (local genius), karena setiap sekolah dan lingkungannya unik
dalam pembentukan karakter, sehingga peserta didik dapat belajar melalui nilai
moral yang mereka miliki dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga,
sebagai berikut:
“Gusjigang bagi SMA Negeri 1 Bae Kudus memiliki makna yang begitu
mendalam sehingga menjadi tujuan yang utama dalam kurikulum sekolah.
Nilai-nilai karakter mulia dan akhlaqul karimah yang tersirat dalam
falsafah gusjigang harus betul-betul bisa tertanam ke dalam jiwa dan
sanubari setiap peserta didik sebagai bekal kelak di kehidupan nyata.
Gusjigang kependekan dari bagus, ngaji, dagang. “Gus” yang berarti
bagus, “Ji” yang berarti mengaji dan “Gang” yang berarti berdagang. Kata
“gus” bagi peserta didik hendaknya tidak hanya sekedar perilakunya saja
yang bagus, tetapi harus berkarakter mulia, sekaligus berpenampilan yang
mempesona. Selalu menjaga kedisiplinan baik lisan, perbuatan, maupun
penampilan. Ingat selalu pepatah Jawa “Ajining diri ana ing lathi, ajining
raga ana ing busana”. Orang akan memperoleh penghargaan yang tinggi
jika mampu mendisiplinkan lisan dan perilakunya, serta mampu menjaga
penampilan. Kata “ji” bagi peserta didik SMA Negeri 1 Bae tidak hanya
sekedar mengaji ilmu agama tetapi juga belajar ilmu pengetahuan dan
teknologi serta mampu mengamalkannya dalam kehidupan, punya
keinginan yang kuat untuk maju dan berliterasi. Sedangkan kata “gang”
berarti peserta didik harus pintar membaca peluang usaha, suka bekerja
keras, kreatif dan mandiri dimanapun berada. Melalui filosofi inilah Sunan
Kudus menuntun para pengikutnya serta masyarakat Kudus menjadi
orang-orang yang memiliki kepribadian yang bagus, tekun mengaji dan
mau berusaha atau berdagang”. (SB.KS.Mul.R.1)
gusjigang betul-betul bisa tertanam kedalam jiwa dan sanubari setiap peserta didik
sebagai bekal kelak ketika terjun di masyarakat. Karakter disiplin tercermin dari
konsep “Gus” yang berarti bagus. Perilaku bagus, ahklak mulia dan penampilan
yang mempesona tidak akan terwujud tanpa adanya kedisiplinan yang tinggi. Baik
disiplin dalam lisan, perilaku maupun disiplin dalam berbusana atau penampilan.
Hal ini tercantum dalam “Kesepakatan Siswa” dan Kurikulum Sekolah. Karakter
religius tercermin pada konsep “Ji” yang berarti mengaji. Mengaji tidak hanya
63
diartikan sebagai mengaji ilmu agama saja tetapi berkembang sebagai kewajiban
untuk “tholabul ilmi”. Baik ilmu umum, pengetahuan, teknologi, dan berliterasi
dari peserta didik (Khaidir & Suud, 2020). Sedangkan karakter entrepreneurship
tercermin dalam “Gang” yang artinya berdagang (Amaruli, 2017). Hal ini tampak
dari peserta didik dalam kemampuan membaca peluang usaha, suka bekerja keras,
tenaga pendidik dari guru sendiri dan tutor dari luar sekolah, harapannya akan
menjelaskan bahwa kearifan lokal adalah tatanan hidup yang diwarisi dari
satu generasi lain dalam bentuk agama, budaya, adat istiadat dalam sistem
budaya lain.
(disiplin, religius dan entrepreneurship) di SMA Negeri 1 Bae Kudus tidak hanya
peserta didik yang berkarakter mulia yaitu disiplin, religius dan memiliki
kurikulum sekolah sebab untuk memberi bekal kepada peserta didik agar
dan evaluasi pada pembelajaran mulok Bahasa Jawa, PAI dan Budi Pekerti
negara antara lain spiritual, religius, jujur, disiplin, kerja keras, kreatif, inovatif,
kuat untuk sukses, dan berorientasi pada tindakan. Pelaksanaan muatan lokal
entrepreneur is one who creates a new business in the face of risk and uncertainty
for the purpose of achieving profit and growth by identifying opportunities and
kehidupannya.
budaya, tradisi dan sumber daya yang menjadi unggulan daerah, serta
siswa bahwa mereka adalah bagian dari sistem sosial yang harus bersinergi
dengan manusia yang lain serta menjadi bagian dari sebuah sistem alam
konsep local genius gusjigang terdapat dalam visi SMA Negeri 1 Bae
tingkat global.
Schoool (GCS)
- Adanya Green House
- Pembuatan kompos
- Pembuatan biopori
- Adanya hutan sekolah
Berwawas - Mampu mengamalkan nilai-nilai
an Pancasila sebagai akar budaya
kebangsaa bangsa Indonesia
n - Mempunyai jiwa nasionalisme dan
patriotisme yang tinggi
- Tidak membedakan ras, suku dan
agama, gender dan latar belakang
orang tua
- Dapat bekerja sama dan gotong
royong yang baik
- Mampu mengenali adat istiadat dan
kearifan budaya lokal
Ji (pandai Beriman Terbiasa berdoa sebelum dan
mengaji : sesudah melaksanakan kegiatan
religius) Berpresta - Unggul dalam perolehan nilai ujian
si unggul sekolah
- Ungul dalam perolehan nilai UTBK
- Unggul dalam proses seleksi
SNMPTN
- Unggul dalam proses seleksi
SBMPTN
- Unggul dalam prestasi akademik
maupun non akademik
- Mampu menjuarai berbagai lomba,
baik di tingkat regional, nasional,
maupun internasional
- Berperan serta aktif dalam semua
kegiatan sekolah
- Mempunyai life skills dalam rangka
Pengembangan diri
- Pembelajaran berbasis IT
- Penilaian berbasis CBT
Gang Berdaya Adaptif terhadap perubahan
(pintar saing di dunia dan bersaing di tingkat
berdagang tingkat global dengan tetap
: global menjunjung kearifan budaya
entreprene lokal dan nilai-nilai luhur
urship ) budaya bangsa
No Misi Tindakan
sesuatu yang akan dicapai atau dihasilkan dalam jangka waktu yang telah
keunggulan potensi dan prestasi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang maha Esa, berakhlak mulia,
sehat, berilmu cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang
genius
gusjigang
1 Konsep “Gus” - Setiap warga sekolah memiliki karakter, taat
(karakter dengan ajaran agama, memiliki akhlak dan budi
didiplin) pekerti yang luhur, dan disiplin yang tinggi dan
berbudaya
- Memiliki lingkungan sekolah yang nyaman,
bersih, rapih, indah, rindang, dan tertata rapi
2 Konsep “Ji” - Terciptanya kegiatan pembelajaran yang
(karakter berorientasi pada life skills dan berbasis
religius) lingkungan
- Terbinanya siswa yang berbakat di bidang
Sains, Olahraga, Seni, Pramuka, Paskibra,
PMR, KIR, dan Rohis
- Terpenuhinya sarana prasarana sekolah yang
memadai untuk menunjang kegiatan
pembelajaran dan kegiatan ekstrakurikuler
3 Konsep - Terjalinnya hubungan kerja sama yang
“Gang” harmonis antara warga sekolah stakeholder dan
karakter lainnya.
(entrepreneur
ship)
73
dalam kondisi tertentu dan karena dihormati dan dipercaya, kearifan lokal
di atas, merupakan bagian dari local genius yang diwadahi oleh Sunan
dalam hal ini adalah seperangkat ciri budaya yang dimiliki oleh suatu
antara lain: (a) orientasi yang menunjukkan pandangan hidup dan sistem
terhadap dunia luar; (c) cara hidup dan sikap yang mewujudkan perilaku
masyarakat.
budi pekerti, tradisi keilmuan dan jiwa wirausaha merupakan bagian dari
kearifan lokal yang diwarisi dari Kanjeng Sunan Kudus. Yang paling
lokal sebagai sumber inovasi dan keterampilan yang melekat pada local
lembaga pendidikan bukan hanya tempat di mana siswa dapat belajar dan
Sekolah:
Bae Kudus adalah untuk mengamalkan spirit gusjigang yang sudah lama
menjadi nilai dan prinsip masyarakat Kudus secara luas. Jadi selain
76
disiplin, religius, peserta didik SMA Negeri 1 Bae Kudus juga harus
dan menjadi panutan atau pelopor yang baik bagi generasi muda. Dasar
nilai-nilai khas yang sudah lama menjadi nilai dasar kehidupan masyarakat
Kudus secara luas. Gusjigang merupakan akronim dari Bagus, Ngaji, dan
Selain itu, tujuan kurikulum di SMA Negeri 1 Bae Kudus adalah supaya
ilmu yang bermanfaat, dan memiliki harta yang berkah untuk memberikan
pendidikan karakter atau PPK berbasis kelas yang terintegrasi dalam mata
KD/CP oleh guru mata pelajaran, bimbingan konseling individu pada guru
(1) Mulok Bahasa Jawa kelas X fase E semester gasal topik materi teks non
(2) Pendidikan Agama Islam (PAI) dan Budi Pekerti kelas XI semester gasal
(3) Prakarya dan Kewirausahaan (PKWU) kelas XII semester gasal dengan
Lingkungan Sekitar/Pasar”.
melalui pojok baca; (5) sekolah kaya teks penguatan nilai-nilai PPK; 6)
Sepak Bola, Pencak Silat, Karate, Seni Tari Tradisional dan Modern, Band
(SB.PAI.Has.R.7).
(modeling) yang dilakukan oleh guru dan staf TU di SMA Negeri 1 Bae
Kudus, yaitu:
melaksanakan upacara bendera setiap hari senin dan hari kebesaran; (3)
melaksanakan apel pagi rutin jam 06.50 WIB bagi seluruh guru/staf TU;
(4) mengoptimalkan tugas guru piket dan tim STP2K untuk datang sesuai
jadwal selambat-lambatnya jam 06.15 WIB; dan (5) disiplin waktu dalam
pembelajaran.
2. Penanaman nilai karakter religius antara lain: (1) adanya WAG Guru
Sabaku Muslim yaitu “two weeks one juz” secara rutin setiap
tua asuh (GOTA) peserta didik kurang mampu. Modeling guru di SMA
Negeri 1 Bae Kudus dalam pelestarian budaya daerah melalui seni barong
Jiwo Budoyo, seni karawitan Dwija Laras, dan musik angklung BMS.
81
Gambar 4.3 Seni Barong Jiwo Budoyo dan Musik Angklung BMS
(Bamboo Music Sabaku)
kearifan lokal religius dan budaya ditanamkan pada aktivitas siswa dalam
mereka dan juga di lingkungan lain terdapat nilai-nilai luhur dari etika dan
Pendidikan moral religius berisi tentang sikap dan perilaku yang patuh
Pada era digital dan era industri 4.0 yang sedang berlangsung
jiwa yang selalu aktif atau kreatif berdaya, berkarya dan berusaha dalam
menerangkan:
dalam pengembangan life skills peserta didik di SMA Negeri 1 Bae Kudus
kewirausahaan berupa projek DKV, projek gelar karya dan OJK (Otorita
Jasa Keuangan).
diartikan sebagai seseorang yang membeli barang kemudian dijual kembali untuk
84
business in the face if risk and uncertainty for the purpose of achieving profit and
wirausaha seperti kreatif dan inovatif dan terwujud dalam praktik kehidupannya.
daerah di daerah setempat. Siswa SMA Negeri 1 Bae Kudus belajar falsafah
gusjigang dari lingkungan belajar spirit gusjigang yang ada di X-Building
Museum Jenang Kudus”.(SB.BJ.Rai.R.5)
merupakan sumber belajar yang pertama dan utama. Mengacu pada pendapat
tidak akan mewujudkan suatu pembelajaran yang berkualitas. Museum jenang ini
Gusjigang X-Building yang ada di dalamnya. Kita bisa belajar falsafah gusjigang
sebagai produsen Jenang Kudus merk Mubarok tidak terlepas dari keteladanan
Sunan Kudus tentang spirit gusjigang. Koleksi yang ada di Gusjigang X-Building
sendiri, mewakili dari filosofi gusjigang, seperti menampilkan literasi yang ada,
filosofi yang terkandung dalam gusjigang, puisi tokoh di Kudus serta sejumlah
2022 tentang tujuan internalisasi local genius gusjigang sebagai penanaman nilai-
nilai karakter di SMA negeri 1 Bae Kudus untuk mengikis arus globalisasi dengan
model pendidikan holistik yang mencakup 3 bidang, yaitu metode knowing the
loving the good yaitu merasakan perbuatan baik menjadi penggerak yang
melakukan perilaku baik. Terakhir adalah acting the good yaitu berupa tindakan
dapat dilakukan dengan baik jika pembelajaran yang dilakukan secara nyata dan
87
dekat dengan diri peserta didik dan guru yang melaksanakannya mempunyai
“SMA Negeri 1 Bae Kudus merupakan salah satu sekolah yang terdapat
banyak kemajemukan warga sekolahnya, terutama pada siswanya. Siswa
SMA Negeri 1 Bae Kudus terdapat berbagai kemajemukan latar sosial di
antaranya, jenis kelamin, agama, pekerjaan orangtua, dan pendapatan
orang tua. Berdasarkan latar sosial inilah perlu dikembangan life skill
agar siswa terutama yang tidak meneruskan ke jenjang perguruan tinggi
mempunyai bekal hidup. Diantara life skill yang ada di SMA Negeri 1
Bae Kudus sekarang yang baru dikembangkan adalah ekstrakurikuler
Desain Komunikasi Visual (DKV). DKV yang merupakan wadah/tempat
bagi siswa untuk megembangkan bakat dan talentanya dalam hal desain
grafis, fotografi, dan komunikasi visual.Era sekarang sering disebut
dengan era digital hampir semua aktivitas orang menggunakan sarana
ilmu pengetahuan dan teknologi. DKV (Desain Komunikasi Visual)
merupakan suatu ilmu yang mempelajari konsep komunikasi dan
ungkapan kreatif, teknik dan media dengan memanfaatkan elemen visual
(foto/gambar) ataupun rupa untuk menyampaikan pesan tujuan melalui
media yang dapat dilihat dan didengar. Keunggulan life skill yang kami
unggulkan adalah DKV (Desain Komunikasi Visual). DKV adalah
bidang ilmu dan keahlian yang mempelajari dan memfokuskan konsep
komunikasi dan ungkapan kreatif, teknik dan media dengan
memanfaatkan elemen visual (foto/video) ataupun rupa untuk
menyampaikan pesan untuk tujuan tertentu melalui media yang dapat
dilihat dan didengar. Produk dari DKV adalah mampu menyampaikan
suatu hal melalui visual (bisa dilihat) dan didengarkan, salah satunya
adalah foto dan video”.(SB.DKV.Ben.R.9)
merupakan wadah / tempat bagi siswa untuk megembangkan bakat dan talentanya
dalam desain grafis, komunikasi visual. DKV di SMA Negeri 1 Bae Kudus
merupakan pendidikan life skill yang diunggulkan dalam desain, fotografi dan
88
menyampaikan pesan untuk tujuan tertentu melalui media yang dapat dilihat dan
hal melalui visual (bisa dilihat dan didengarkan), salah satunya adalah foto dan
video.
DKV dipilih menjadi unggulan life skill karena melihat begitu banyaknya
potensi dan minat siswa dalam bidang desain komunikasi visual dan antusias
siswa kami pada saat ada undangan atau informasi untuk mengikuti lomba. DKV
produk yang sudah dihasilkan oleh siswa dalam pembuatan video atau gambar.
Gambar 4.6 DKV Sabaku sudah mengikuti lomba Film pendek tingkat
Provinsi Jawa Tengah dan mendapatkan peringkat 6 besar
Education for Character: How Our School Can Teach Respect and
global situation.”
cara untuk membina sikap dan mental peserta didik dalam menumbuhkan
jiwa yang disiplin, religius, dan entrepreneurship. Pada bab ini dijelaskan
gusjigang di SMA Negeri 1 Bae Kudus berpedoman pada tiga pilar yaitu
yang berhasil akan merubah pola pikir hingga tingkah laku seseorang,
begitu halnya yang terjadi pada peserta didik di SMA Negeri 1 Bae Kudus.
disiplin ingat dan taat kepada Allah SWT. Kegiatan keagamaan (Gus)
dalam perilaku keseharian peserta didik. Sedangkan untuk pinter ngaji (Ji)
Ngaji (ji) dan Dagang (gang) membawa beberapa pengaruh atau dampak
95
mengatakan:
kajian kitab adab pada kegiatan pesantren kilat di bulan Ramadhan dan
menambahkan bahwa:
pandangan yang positif dari para peserta didik di sekolah. Ditandai dengan
lebih berprestasi, f) patuh atau tawadhu’ terhadap guru dan orang tua, g)
sikap dan perilaku yang ramah dan santun terhadap guru/staf, orang tua
dan sesama. Hasil temuan ini selaras dengan hasil penelitian yang
dilakukan oleh (Rahmawati & Pelu, 2021 ; Himawati et al., 2017) yang
penanaman nilai karakter “Ji” (ngaji) pada perilaku religius yaitu: a) lebih
Tabel 4.6 Data Prestasi Peserta Didik SMA Negeri 1 Bae Kudus Tahun
2022
PESERTA E A I
DIDIK L H N
A U G
S N K
99
seperti yang diungkapkan oleh salah satu siswi kelas XI MIPA 2 tanggal
sebenarnya bagi setiap peserta didik, tetapi dalam jumlah dan kadar yang
berbeda. Oeh karena itu aspek tersebut harus dipraktikkan dan diasah
tersebut Luthfi, (2020) ; Alnashr & Labib, (2019) menyatakan bahwa agar
yang logis, kreatif, inovatif dan tegas, mempunyai perspektif ke depan dan
peserta didik mampu bekerja dan berusaha sesuai dengan kaidah agama.
5.1 SIMPULAN
bangsa dan sebagai filter dalam menyeleksi pengaruh budaya luar. Warisan
budaya dari Sunan Kudus Syekh Ja’far Shodiq yang syarat makna dan begitu
peduli, sangat mencintai, penuh toleransi, dengan spirit bermutu tinggi penuh
nilai-nilai religi yang disadur dalam hadits nabi dan berpadu dalam kalam Ilahi.
“Gus” sebuah karakter akhlak yang bagus, “Ji” berarti pandai mengaji dan
siswanya sebagai semboyan dan makna filosofi hidup menjadi orang-orang yang
berkepribadian bagus, tekun mengaji dan mau berusaha atau berdagang. “Gus”
peserta didik hendaknya memiliki perilaku yang bagus, berkarakter mulia dan
peduli sosial dan tanggung jawab. “Ji” bagi peserta didik SMA Negeri 1 Bae
Kudus tidak hanya sekedar pandai mengaji ilmu agama tetapi juga belajar ilmu
rasa ingin tahu, gemar membaca dan menghargai prestasi. “Gang” berarti peserta
didik harus pintar membaca peluang usaha, suka bekerja keras, kreatif dan
104
105
mengembangakan nilai karakter suka kerja keras, kreatif, dan mandiri. Tujuan
daerahnya bisa berkembang pesat seiring dengan tuntutan era globalisasi dan
informasi.
kecakapan hidup (life skill) yang nampak saling terintegrasi dalam pembelajaran
Tertuang dalam visi misi dan tujuan sekolah serta tercermin dalam pengajaran dan
materi, metode pembelajaran dan evaluasi pada mata pelajaran mulok Bahasa
Jawa, Pendidikan Agama dan Budi Pekerti, Prakarya dan Kewirausahaan. Sekolah
dengan memfasilitasi sarana dan prasarana yang memadai, anggaran kegiatan dan
era revolusi 4.0 dengan materi tentang leadership, spiritual dan entrepreneurship.
tidak terbatas pada transfer pengetahuan mengenai nilai-nilai yang baik saja, tetapi
Negeri 1 Bae Kudus menunjukkan dampak yang positif pada nilai karakter
disiplin dan religiusitas peserta didik. Nilai karakter “Gus” pada perilaku disiplin
lomba untuk lebih berprestasi, f) tawadhu’ atau patuh terhadap guru dan orang
tua, g) sikap dan perilaku yang ramah dan santun terhadap guru/staf, orang tua
dan sesama. Nilai karakter “Ji” pada perilaku religius menunjukkan gejala
munculnya budaya berliterasi, f) sadar akan kewajiban untuk selalu belajar dan
5.2 SARAN
menambah wawasan lebih luas kepada sivitas akademika SMA Negeri 1 Bae
3. Kepada guru di lingkungan SMA Negeri 1 Bae Kudus untuk lebih peduli
DAFTAR PUSTAKA
Abid, N. (2018). Integrating Soft Skill and Gusjigang Local Value in The
Learning Process. Elementary: Islamic Teacher Journal, 5(1), 169–190.
https://doi.org/10.21043/elementary.v5i1.2986
Albantani, A. M., & Madkur, A. (2018). Think Globally, Act Locally: The
Strategy of Incorporating Local Wisdom in Foreign Language Teaching in
Indonesia. International Journal of Applied Linguistics and English
Literature, 7(2), 1. https://doi.org/10.7575/aiac.ijalel.v.7n.2p.1
Alnashr, M. S., & Labib, M. (2019). Spiritual EAlnashr, M. S., & Labib, M.
(2019). Spiritual Entrepreneurship di Pesantren Entrepreneur Al-Mawaddah
Kudus. Islamic Review: Jurnal Riset Dan Kajian Keislaman, 8(1), 63–85.
https://doi.org/10.35878/islamicreview.v8i1.157ntrepreneurship di Pesant.
Islamic Review: Jurnal Riset Dan Kajian Keislaman, 8(1), 63–85.
https://doi.org/10.35878/islamicreview.v8i1.157
109
Ansari, J. A. N., & Khan, N. A. (2020). Exploring the role of social media in
collaborative learning the new domain of learning. Smart Learning
Environments, 7(1), 1–16. https://doi.org/10.1186/s40561-020-00118-7
Aunger, R., & Curtis, V. (2016). Behaviour Centred Design: towards an applied
science of behaviour change. Health Psychology Review, 10(4), 425–446.
https://doi.org/10.1080/17437199.2016.1219673
Dimenson, S. (2009). Character is Key: How to Unlock the Best in Our Children
and in Our Self. Ontario: John Wiley and Sons Canada.
Ekanasari, N., Fathurohman, I., & Nugraheni, L. (2021). Kearifan Lokal dalam
Tradisi Manten Mubeng Gapura di Desa Loram Kulon. Prosiding Seminar
Nasional Pertemuan Ilmiah Bahasa Dan Sastra Indonesia (PIBSI), 43(1),
58–64. https://doi.org/10.24176/pibsi.v43i1.211
Hallett, R. E., & Barber, K. (2014). Ethnographic research in a cyber era. Journal
of Contemporary Ethnography, 43(3), 306–330.
https://doi.org/10.1177/0891241613497749
Hidayati, A., Zaim, M., Rukun, K., & Darmansyah. (2014). The development of
character education curriculum for elementary students in West Sumatera.
International Journal of Education and Research, 2(5), 61–70.
https://www.ijern.com/journal
Himawati, U., Dian, S., Prajanti, W., & Sakitri, W. (2017). Pengaruh Kualitas
Layanan, Kepuasan Pelanggan Dan Budaya Gusjigang Terhadap Loyalitas
Pelanggan. Economic Education Analysis Journal, 6(3), 865–876.
https://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/eeaj/article
Idi, A., & Sahrodi, J. (2017). Moralitas Sosial dan Peranan Pendidikan Agama.
Intizar, 23(1), 1. https://doi.org/10.19109/intizar.v23i1.1316
Idris, M., Bin Tahir, S. Z., Wilya, E., Yusriadi, Y., & Sarabani, L. (2022).
Availability and Accessibility of Islamic Religious Education Elementary
School Students in Non-Muslim Base Areas, North Minahasa, Indonesia.
Education Research International, 1–11.
https://doi.org/10.1155/2022/6014952
Jamhariani, R., Nuryatin, A., & Atmaja, H. T. (2021). The Learning System and
the Teachers’ Role in Embedding the Character Education Values in
Elementary School Students. International Journal of Research and Review,
8(9), 176–183. https://doi.org/10.52403/ijrr.20210924
Jepson, P., & Canney, S. (2003). Values-led conservation. Global Ecology and
Biogeography, 12(4), 271–274. https://doi.org/10.1046/j.1466-
822X.2003.00019.x
Jerolmack, C., & Khan, S. (2014). Talk Is Cheap: Ethnography and the Attitudinal
113
Junrat, S., Jenphop, C., Suravee, R., & Kanokorn, S. (2014). Soft Skills for
University Library Staff in Thailand. Procedia - Social and Behavioral
Sciences, 112(Iceepsy 2013), 1027–1032.
https://doi.org/10.1016/j.sbspro.2014.01.1265
Lickona, T. (2012). Educating for Character: How Our School Can Teach
Respect and Responsibility (Mendidik untuk Membentuk Karakter). Jakarta:
PT. Bumi Aksara.
Marlina, E. (2016). Internalisasi Nilai-Nilai Pancasila dan Rasa Cinta Tanah Air
Pada Remaja. 4(4), 562–567.
https://doi.org/10.30872/psikoborneo.v4i4.4244
Munir, A. R., Maming, J., Kadir, N., Ilyas, G. B., & Bon, A. T. (2019). Measuring
the effect of entrepreneurial competence and social media marketing on
small medium enterprises’ competitive advantage: A structural equation
modeling approach. International Conference on Industrial Engineering and
Operations Management, July, 2006–2014.
https://www.researchgate.net/publicationand
115
Mustaqim, M., & Bahruddin, A. (2015). Spirit Gusjigang Kudus dan Tantangan
Globalisasi Ekonomi. Jurnal Penelitian, 9(1), 19–40.
https://doi.org/10.21043/jupe.v9i1.848
Picauly, M. (2021). Pola Asuh Orang tua Berdasarkan Perkembangan Usia Anak
Menurut Pemikiran Erik Erikson di Persekutuan Doa CEB Ministry.
EPIGRAPHE: Jurnal Teologi Dan Pelayanan Kristiani, 5(2), 324–335.
https://doi.org/10.33991/epigraphe.v5i2.312
Prasetyo, K. B., & Mustafid, I. Z. (2019). Nilai Kearifan Lokal dan Etos Kerja
Diaspora Minangkabau di Kota Semarang. Solidarity: Journal of Education,
Society and Culture, 8(1), 557–571. https://journal.unnes.ac.id/sju/index
Pujiyanto, P., Astuti, M. P., Wasino, M., & Budi U, C. (2018). The
Entrepreneurship Teaching of Sunan Kudus. International Conference on
Science and Education and Technology 2018 (ISET 2018), 247(Iset), 374–
378. https://doi.org/10.2991/iset-18.2018.76
Rahayu, P., Turmudi, T., Muharram, A., Kasmad, M., & Abdul Majid, N. W.
(2018). Penguatan Karakter Kebangsaan dan Kompetensi Pedagogik
Berorientasi Pada Keterampilan Abad 21. Madrasah: Jurnal Pendidikan Dan
Pembelajaran Dasar, 10(2), 83–95.
https://doi.org/10.18860/madrasah.v10i2.5381
Rahmawati, M., & Pelu, M. (2021). Keraifan Lokal Gusjigang sebagai Sumber
Penanaman Nilai-Nilai Karakter di MAN 2 Kudus. Jurnal Candi, 21(2), 11–
28. https://jurnal.uns.ac.id/candi/article/view/56887
Ridlo, S., & Irsadi, A. (2012). Pengembangan Nilai Karakter Konservasi Berbasis
Pembelajaran. Jurnal Penelitian Pendidikan, 29(2), 124062.
https://doi.org/10.15294/jpp.v29i2.5657
Rongraung, S., Somprach, K., Khanthap, J., & Sitthisomjin, J. (2014). Soft Skills
for Private basic Education Schools in Thailand. Procedia - Social and
Behavioral Sciences, 112, 956–961.
https://doi.org/10.1016/j.sbspro.2014.01.1254
Rosidi, N. L., Zhou, J., Pattanaik, S., Wang, P., Jin, W., Brophy, M., Olbricht, W.
L., Nishimura, N., & Schaffer, C. B. (2011). Cortical microhemorrhages
cause local inflammation but do not trigger widespread dendrite
degeneration. PLoS ONE, 6(10).
https://doi.org/10.1371/journal.pone.0026612
Said, N. (2022). Etika Gusjigang dan Spirit Pendidikan Tri Harmoni Walisongo.
In ICIE: International Conference on Islamic Education, 2, 381–398.
http://proceeding.iainkudus.ac.id/index
Saidah, K., Aka Andri, K., & Damariswara, R. (2020). Nilai-Nilai Kearifan Lokal
Dan Implementasinya Dalam Pendidikan Sekolah Dasar (Vol. 4, Issue 1).
LPPM Institut Agama Islam Ibrahimy Genteng Banyuwangi.
Salamah. (2020). Peran Guru Pai Dalam Pembentukan Karakter Siswa Di Era
Revolusi Industri 4.0. SCAFFOLDING: Jurnal Pendidikan Islam Dan
Multikulturalisme, 2(1), 26–36. https://doi.org/10.37680/scaffolding.v2i1.281
Siddiq, M., & Salama, H. (2019). Etnografi sebagai teori dan metode. Kordinat:
Jurnal Komunikasi Antar Perguruan Tinggi Agama Islam, 18(1), 23–48.
https://doi.org/10.15408/kordinat.v18i1.11471
Spurr, S., Barbour, R. S., & Draper, J. (2022). Some Methodological Insights
from a Reflexive “Insider” Ethnography of Shiatsu Practice. Journal of
Contemporary Ethnography, 51(4), 566–586.
https://doi.org/10.1177/08912416211065059
Suciptaningsih, O. A., & Haryati, T. (2020). Character education model for junior
high school students based on java ethnopedagogic. International Journal of
Scientific and Technology Research, 9(2), 201–210.
https://www.ijstr.org/final-print/feb2020
Sumintarsih, S., Ariani, C., & Munawaroh, S. (2016). Gusjigang: etos kerja dan
perilaku ekonomi pedagang kudus. Balai Pelestarian Nilai Budaya (BPNB)
Yogyakarta.
Taulabi, I., & Mustofa, B. (2019). Dekadensi Moral Siswa dan Penanggulangan
Melalui Pendidikan Karakter. Jurnal Pemikiran Keislaman, 30(1), 28–46.
https://doi.org/10.33367/tribakti.v30i1.660
Kencana.
Triyanto, T., Mujiyono, M., Sugiarto, E., & Pratiwinindya, R. A. (2019). Masjid
Menara Kudus: Refleksi Nilai Pendidikan Multikultural Pada Kebudayaan
Masyarakat Pesisiran. Imajinasi: Jurnal Seni, 13(1), 69–76.
https://doi.org/10.15294/imajinasi.v13i1.21926
Uge, S., Neolaka, A., & Yasin, M. (2019). Development of social studies learning
model based on local wisdom in improving students’ knowledge and social
attitude. International Journal of Instruction, 12(3), 375–388.
https://doi.org/10.29333/iji.2019.12323a
Voda, A. I., & Florea, N. (2019). Impact of personality traits and entrepreneurship
education on entrepreneurial intentions of business and engineering students.
Sustainability, 11(4), 1–14. https://doi.org/10.3390/SU11041192
Wandasari, Y., Kristiawan, M., & Arafat, Y. (2019). Policy evaluation of school’s
literacy movement on improving discipline of state high school students.
International Journal of Scientific and Technology Research, 8(4), 190–198.
https://www.researchgate.net/publication
Yuliatin, Husni, L., Hirsanuddin, & Kaharudin. (2021). Character education based
on local wisdom in Pancasila perspective. Journal of Legal, Ethical and
Regulatory Issues, 24(1), 1–11. https://www.proquest.com/docview
LEMBAR PENELITIAN
Disusun sebagai Instrumen Penelitian Tesis
Program Studi Pengembangan Kurikulum
Pascasarjana Universitas Negeri Semarang
IDENTITAS RESPONDEN
1. Coding : (SB.KS.Mul.R.1)
8. Kualifikasi Pendidikan
LEMBAR PENELITIAN
Disusun sebagai Instrumen Penelitian Tesis
Program Studi Pengembangan Kurikulum
Pascasarjana Universitas Negeri Semarang
IDENTITAS RESPONDEN
1. Coding : (SB.WK.Sug.R.2)
8. Kualifikasi Pendidikan
LEMBAR PENELITIAN
Disusun sebagai Instrumen Penelitian Tesis
Program Studi Pengembangan Kurikulum
Pascasarjana Universitas Negeri Semarang
IDENTITAS RESPONDEN
1. Coding : (SB.WS.Dia.R.4)
8. Kualifikasi Pendidikan
LEMBAR PENELITIAN
Disusun sebagai Instrumen Penelitian Tesis
Program Studi Pengembangan Kurikulum
Pascasarjana Universitas Negeri Semarang
IDENTITAS RESPONDEN
1. Coding : (SB.WH.Rok.R.3)
8. Kualifikasi Pendidikan
LEMBAR PENELITIAN
Disusun sebagai Instrumen Penelitian Tesis
Program Studi Pengembangan Kurikulum
Pascasarjana Universitas Negeri Semarang
IDENTITAS RESPONDEN
1. Coding : (SB.BJ.Rai.R.5)
8. Kualifikasi Pendidikan
LEMBAR PENELITIAN
Disusun sebagai Instrumen Penelitian Tesis
Program Studi Pengembangan Kurikulum
Pascasarjana Universitas Negeri Semarang
IDENTITAS RESPONDEN
8. Kualifikasi Pendidikan
c. Fakultas/Jurusan : PKK
LEMBAR PENELITIAN
Disusun sebagai Instrumen Penelitian Tesis
Program Studi Pengembangan Kurikulum
Pascasarjana Universitas Negeri Semarang
IDENTITAS RESPONDEN
1. Coding : (SB.PAI.Has.R.7)
4. NIP : -
8. Kualifikasi Pendidikan
c. Fakultas/Jurusan : Tarbiyah
LEMBAR PENELITIAN
Disusun sebagai Instrumen Penelitian Tesis
Program Studi Pengembangan Kurikulum
Pascasarjana Universitas Negeri Semarang
IDENTITAS RESPONDEN
1. Coding : (SB.PAI.Mus.R.6)
4. NIP : -
8. Kualifikasi Pendidikan
c. Fakultas/Jurusan : Tarbiyah
LEMBAR PENELITIAN
Disusun sebagai Instrumen Penelitian Tesis
Program Studi Pengembangan Kurikulum
Pascasarjana Universitas Negeri Semarang
IDENTITAS RESPONDEN
1. Coding : (SB.DKV.Ben.R.9)
4. NIP : -
8. Kualifikasi Pendidikan
2 Penguatan
Karakter Religius:
Peringatan
Maulid Nabi
Muhammad SAW
(Ekstra Rebana
Modern
El-Saba)
3 Pembiasaan S6
(Senyum, Sapa,
Salam, Salim,
Sopan dan
Santun)
155
4
Pasukan Pengibar
Bendera
(Paskibra)
dalam upacara
peringatan HUT
RI ke-77
oleh anggota
ekstrakurikuler
PPBN
5 Gelar Karya
penilaian sumatif
(Kewirausahaan
membuat jenang
dari bahan papaya
dan parijoto)
6 Pendisiplinan
siswa
terlambat masuk
sekolah
7
Operasi ketertiban
oleh guru piket
STP2K
156
8 Pembinaan
karakter siswa
oleh pengawas
sekolah
Drs M. Zaenuri,
M.Si. saat
upacara bendera
9 Penguatan
karakter religius:
Peringatan
Maulid Nabi
Muhammad SAW
oleh
Habib Ali Ridho
10 Sistem Informasi
Akademik :
SIAKAD
157
11 Film pendek
PADU karya
siswa-siswi
ekstrakuikuler
DKV
12 Prestasi siswa
SMA Negeri 1
Bae Kudus tahun
2022
13
Kegiatan
Pramuka:
Pelatihan jiwa
entrepreunership
oleh
Dipo-Sri
158
14 Pembacaan
Khotmil Qur’an
di
Ruang Serba
Guna
15 Hasil
karya siswa
ekstrakurikuler
DKV di media
sosial-youtube
159
16
Belajar falsafah
gusjigang di
Museum Jenang
Gusjigang X
Building
(Mubarok Food
Kudus)
17 Penyuluhan
Satlantas Polres
Kudus : Kegiatan
Police Goes To
School dan
Ketertiban
Berlalu Lintas
18 Parenting
Orang tua Idaman
(Sukses menjadi
orang tua di era
milenial)
160
19 Juara 1 : Lomba
Student Talented
Creator (STAR)
Competition
20 Penyerahan
penghargaan
siswa berprestasi
lomba
ekstrakurikuler
DKV
21 Penyerahan
penghargaan
lomba Comic
Digital
juara 2 FLS2N
tingkat Provinsi
161
22
Juara I
Lomba Tari
Kretek 2022
ekstrakurikuler
Seni Tari
Tradisional dan
Modern
162
23 Hasta Karya
Siswa
dalam
Prakarya dan
Kewirausahaan
163
24 Ekstrakurikuler
Seni
gamelan
Dwijo Laras
164
25 Ekstrakurikuler
Seni Tradisional
Barong
Jiwo Budaya
26 Pendidikan
Kewirausahaan
Eksrakurikuler
Budidaya
Anggrek
165
27 Penilaian sumatif
Gelar karya
Praktik
Kewirausahaan
(entrepreunership
)
166
28 Kegiatan
Kewirausahaan
Pembuatan
kompos organik
167
2022/2023
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kurikulum operasional SMA Negeri 1 Bae merupakan pedoman
pelaksanaan semua kegiatan di SMA Negeri 1 Bae. Kurikulum
operasional SMA Negeri 1 Bae disusun secara bersama-sama oleh
168
kepala SMA Negeri 1 Bae, wakil kepala SMA Negeri 1 Bae, guru dan
komite SMA Negeri 1 Bae. Dokumen kurikulum operasional SMA
Negeri 1 Bae berisi rincian kurikulum yang akan digunakan pada tahun
ajaran 2022/2023. Dokumen ini disusun dengan mengacu pada
evaluasi terhadap pelaksanaan kurikulum pada tahun ajaran
sebelumnya. Beberapa perbaikan pada kurikulum tahun ajaran
2022/2023 dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan mutu
pendidikan dan meningkatkan kualitas lulusan dengan tetap
memperhatikan kearifan budaya setempat dan mempertahankan cirinya
sebagai institusi pendidikan Indonesia.
Dokumen kurikulum operasional SMA Negeri 1 Bae disusun
dengan melihat karakteristik SMA Negeri 1 Bae, visi dan misi SMA
Negeri 1 Bae. Rincian di dalam dokumen kurikulum operasional SMA
Negeri 1 Bae merupakan panduan dan arahan bagi keseluruah
kegiatan yang dilakukan di SMA Negeri 1 Bae. Oleh karena itu semua
pimpinan, guru dan tenaga kependidikan haruslah memahami dan
menjiwai dokumen kurikulum operasional SMA Negeri 1 Bae ini.
Pelaksanaan dari rancangan kurikulum operasional SMA Negeri 1
Bae pada tahun ajaran 2022/2023 ini haruslah juga menjadi pedoman
pada penyusunan kurikulum operasional SMA Negeri 1 Bae pada tahun
berikutnya. Evaluasi pelaksanaan merupakan acuan untuk menentukan
bagian mana yang perlu tetap dipertahankan dan bagian mana yang
harus diperbaiki.
3. Peserta Didik
1) Jumlah Peserta Didik Berdasarkan Jenis Kelamin
Kelas L P Jumlah
X MIPA 88 164 252
X IPS 41 104 145
XI MIPA 74 177 251
XI IPS 54 83 137
XII MIPA 84 165 249
XII IPS 47 89 136
C. Analisis SWOT
Dengan melihat rapor pendidikan SMA Negeri 1 Bae maka
dilakukan analisa berkaiatan dengan kekuatan, kelemahan, dan
tantangan yang dihadapi. Rapor pendidikan menampilkan data kualitas
yang didapat dari berbagai asesmen, rapor pendidikan diharapkan bisa
menjadi acuan untuk mengidentifikasi, merefleksi, dan membenahi
kualitas pendidikan secara menyeluruh.
173
1. Kekuatan
a. Peserta didik menunjukkan tingkat literasi membaca yang cakap
dan cukup banyak peserta didik berada pada level mahir
b. Peserta didik menunjukkan tingkat numerasi yang cakap banyak
peserta didik berada pada level mahir
c. Peserta didik secara proaktif dan konsisten menerapkan nilai –
nilai karakter pelajar Pancasila yang berakhlak mulia, gotong
royong, mandiri, kreatif dan bernalar kritis serta berkebinekaan
global dalam kehidupan sehari-hari.
d. SMA Negeri 1 Bae memiliki lingkungan sekolah yang aman,
terlihat dari kesejahteraan psikologis yang baik dan rendahnya
kasus perundungan, hukuman fisik, kekerasan seksual, dan
penyalahgunaan narkoba. SMA Negeri 1 Bae dapat
mempertahankan kualitas warga sekolah dalam mencegah dan
menangani kasus untuk menciptakan iklim keamanan di
lingkungan sekolah
e. SMA Negeri 1 Bae sudah mampu menghadirkan suasana proses
pembelajaran yang menjunjung tinggi toleransi agama/
kepercayaan dan kearifan budaya lokal, mendapatkan
pengalaman belajar yang berkualitas, mendukung kesetaraan
agama/kepercayaan, dan menjaga kelestarian budaya setempat,
serta memperkuat nasionalisme
f. Proporsi GTK bersertifikat dengan capaian baik
g. SMA Negeri 1 Bae dengan rata – rata nilai UKG sudah baik
h. Partisipasi warga sekolah (partisipasi ortu dan peserta didik)
mencapai tahap inklusif
2. Kelemahan
a. SMA Negeri 1 Bae mendukung kesetaraan hak – hak sipil antar
kelompok gender. Dukungan tersebut seringkali didasari oleh
alasan pragmatis dan cenderung bersifat pasif.
174
3. Peluang
a. Sekolah melaksanakan pembelajaran dengan pendekatan student-
centered yang bertujuan untuk membuat peserta didik sebagai subyek
dalam pembelajaran. Dengan demikian kemandirian dapat ditingkatkan.
b. Sekolah menerapkan Profil Pelajar Pancasila dalam setiap aspek
kegiatan di sekolah agar peserta didik mengembangkan kecakapan
abad 21 (untuk dapat bersaing di tingkat dunia) dengan tetap
memegang teguh kearifan budaya setempat dan identitas sebagai
bangsa Indonesia.
c. Agar peserta didik dapat berpartisipasi dalam ajang tingkat dunia
(global) dibutuhkan kemampuan akademis yang memadai yang disertai
dengan kecakapan abad 21.
3 Ancaman
a. Semakin terbatas alokasi anggaran baik dari BOS maupun BOP
b. Adanya sekolah penggerak yang berdekatan dengan SMA Negeri
1 Bae
c. Adanya sekolah sederajat (SMA dan/atau MA) yang berada pada
satu wilayah
175
176
BAB II
VISI, MISI, DAN TUJUAN SMA NEGERI 1 BAE
A. Visi
Berdasarkan analisis konteks, sekolah kemudian dapat
menetapkan visi SMA Negeri 1 Bae Kudus. Visi merupakan
impian/harapan dan cita-cita yang ingin dicapai oleh warga sekolah,
merupakan keinginan dan pernyataan moral yang menjadi dasar atau
rujukan dalam menentukan arah dan kebijakan pimpinan dalam
membawa gerak langkah organisasi menuju masa depan yang lebih
baik, sehingga eksistensi sekolah diakui oleh masyarakat.
Visi sekolah diharapkan akan memberikan inspirasi, motivasi dan
kekuatan bagi seluruh warga sekolah yang berkepentingan terhadap
masa depan sekolah.
Hasil musyawarah dari seluruh komponen sekolah, dengan
pertimbangan pengembangan SMA Negeri 1 Bae Kudus sebagai
sekolah adiwiyata, maka segenap sivitas akademik SMA Negeri 1 Bae
Kudus sepakat mengarahkan visi sekolah pada:
’’Terwujudnya warga sekolah yang beriman, bertaqwa, berakhlak
mulia, berprestasi unggul, peduli lingkungan, berwawasan
kebangsaan dan berdaya saing di tingkat global’’
Adapun indikator ketrcapaiannya adalah:
1. Menjadi warga sekolah yang beriman.
2. Menjadi warga sekolah yang bertaqwa.
3. Menjadi warga sekolah yang berakhlak mulia.
4. Menjadi warga sekolah yang berprestasi unggul.
5. Menjadi warga sekolah yang peduli lingkungan.
6. Menjadi warga sekolah yang berwawasan kebangsaan.
7. Menjadi warga sekolah yang berdaya saing di tingkat global
177
B. Misi
Misi sekolah merupakan upaya atau tindakan yang akan dilakukan
oleh warga sekolah untuk mewujudkan visi sekolah. Misi sekolah dapat
dijelaskan sebagai berikut:
1. Meningkatkan akhlak mulia dan kepribadian peserta didik melalui
berbagai kegiatan sekolah;
2. Melaksanakan pembelajaran dan bimbingan berbasis teknologi
informasi dan komunikasi secara optimal sesuai dengan potensi
peserta didik;
3. Melakukan pencegahan kerusakan dan pengendalian pencemaran
sumber daya alam dan lingkungan hidup dalam rangka pelestarian
fungsi lingkungan hidup;
4. Menumbuhkembangkan semangat kebangsaan dan cinta tanah air
melalui berbagai kegiatan intra dan ekstrakurikuler;
5. Bekerja sama dengan semua pihak untuk mewujudkan peserta
didik yang berdaya saing tingkat global.
C. Tujuan
Tujuan sekolah merupakan penjabaran dari pernyataan misi, sesuatu
yang akan dicapai atau dihasilkan dalam jangka waktu yang telah ditentukan.
Penetapan tujuan pada umumnya didasarkan pada faktor-faktor kunci
keberhasilan yang dilakukan setelah penetapan visi dan misi. Tujuan tidak
selalu harus dinyatakan dalam bentuk kuantitatif, tetapi harus dapat
menunjukkan kondisi yang ingin dicapai di masa mendatang.
Tujuan sekolah merupakan hasil penyelenggaraan pendidikan yang
akan dicapai, yang dapat dijelaskan sebagai berikut, bahwasanya tujuan
sekolah adalah :
1. Menggambarkan tingkat kualitas yang perlu dicapai dalam jangka
menengah (empat tahunan), dalam hal ini digambarkan kompetensi yang
akan sekolah wujudkan;
2. Penentuan indikator kompetensi mengacu pada visi, misi, dan tujuan
pendidikan nasional serta relevansinya dengan kebutuhan masyarakat;
178
2. Tujuan Khusus
a. Jangka Menengah
Profil pelajar Pancasila berguna sebagai kompas bagi
pendidik dan pelajar Indonesia. Profil pelajar Pancasila
menjabarkan tujuan pendidikan nasional secara lebih rinci terkait
cita-cita, visi misi, dan tujuan pendidikan ke peserta didik dan
seluruh komponen satuan pendidikan.
Pelajar Pancasila adalah perwujudan pelajar Indonesia
sebagai pelajar sepanjang hayat yang memiliki kompetensi global
179
b. Jangka Pendek
Profil pelajar Pancasila berguna sebagai kompas bagi
pendidik dan pelajar Indonesia. Profil pelajar Pancasila
menjabarkan tujuan pendidikan nasional secara lebih rinci terkait
cita-cita, visi misi, dan tujuan pendidikan ke peserta didik dan
seluruh komponen satuan pendidikan
181