NPM : 065122019 Fakultas/Prodi : Fmipa/Ilmu Komputer (A)
UNIVERSITAS PAKUAN
Jl.Pakuan, RT.02/RW.05, Tegallega, Kecamatan Bogor Tengah Kota Bogor, Jawa
Barat 16143 Bogor 2022 TUGAS PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN “PERTEMUAN 6”
1. Apa yang dimaksud dengan otonomi daerah?
2. Apa yang di sebut dengan system presidensial? 3. Apa saja yang merupakan tangtangan desintegrasi bangsa? TUGAS PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN “PERTEMUAN 6” 1. Apa yang dimaksud dengan otonomi daerah? 2. Apa yang di sebut dengan system presidensial? 3. Apa saja yang merupakan tangtangan desintegrasi bangsa 1. Menurut kamus besar Bahasa Indonesia Otonomi daerah adalah hak, wewenang dan kewajiban daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam UU No. 23 tahun 2014 pasal 1 ayat 6, pengertian Otonomi Daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri Urusan Pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sejarah otonomi daerah dimulai dari lahirnya UU Nomor 1 tahun 1945, dalam undang-undang ini ditetapkan tiga jenis daerah otonom, yaitu karesidenan, kabupaten, dan kota. Periode berlakunya undang-undang ini sangat terbatas, berumur lebih kurang tiga tahun karena diganti dengan Undang-undang Nomor 22 tahun 1948. (Muhammad.Arthut 2012 :10) UU No. 22 tahun 1948 berfokus pada pengaturan tentang susunan pemerintahan daerah yang demokratis. Di dalam undang-undang ini ditetapkan dua jenis daerah otonom, yaitu daerah otonom biasa dan daerah otonom istimewa, serta tiga tingkatan daerah yaitu provinsi, kabupaten/kota besar dan desa/kota kecil. Dalam perkembanganya kemudian muncul beberapa UU tentang pemerintahan daerah yaitu UU Nomor 1 tahun 1957 (sebagai pengaturan tunggal pertama yang berlaku seragam untuk seluruh Indonesia), UU Nomor 18 tahun 1965 (yang menganut sistem otonomi yang seluas-luasnya) dan UU Nomor 5 tahun 1974 (mengatur pokok-pokok penyelenggara pemerintahan yang menjadi tugas Pemerintah Pusat di daerah). Selang waktu 25 tahun kemudian baru diganti dengan Undang-undang nomor 22 tahun 1999 (pasca lengsernya rezim orde baru – era reformasi), yang kemudian melahirkan Ketetapan MPR Nomor XV/MPR/1998 tentang penyelenggaraan otonomi daerah; pengaturan, pembagian, dan pemanfaatan sumber daya nasional, yang berkeadilan, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. Barulah sejak tahun 2000 pelaksanaan otonomi daerah mulai terealisasi secara bertahap. Setelah dilaksanakannya otonomi daerah maka perimbangan keuangan sesuai UU no 25 tahun 1999 memberikan peluang kepada daerah untuk mendapatkan 70% dari hasil pengelolaan kekayaan alamnya sendiri untuk dimanfaatkan bagi kemajuan daerahnya sendiri. 2. Sistem pemerintahan presidensial adalah sistem pemerintahan yang pemegang kekuasaan eksekutifnya tidak harus bertanggung jawab kepada legislatif. Pemegang kekuasaan eksekutif tidak dapat dijatuhkan oleh badan legislatif meskipun kebijakan yang dijalankan tidak disetujui oleh pemegang kekuasaan legislatif. Ciri-ciri sistem pemerintahan presidensial adalah: • Pemerintahan dan negara dipimpin langsung oleh presiden. • Presiden selain berkedudukan sebagai kepala negara sekaligus sebagai kepala pemerintahan. • Presiden mempunyai wewenang mengangkat para menteri yang merupakan bawahannya. • Menteri bertanggung jawab langsung kepada presiden. • Presiden dipilih langsung oleh rakyat melalui pemilihan umum atau pemilu, sehingga presiden dalam masa jabatannya tidak bisa dijatuhkan oleh parlemen. • Sebagai penyeimbang, presiden juga tidak dapat membubarkan parlemen. • Presiden bertanggung jawab terhadap konstitusi.
3. Disintegrasi bangsa menjadi permasalahan yang cukup serius bagi
bangsa dan negara. Disintegrasi dapat memicu berbagai konflik yang lebih besar bahkan tidak menutup kemungkinan melahirkan bangsa baru. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, disintegrasi adalah keadaan tidak bersatu padu; keadaan terpecah belah; hilangnya keutuhan atau persatuan; dan perpecahan. Dikutip dari Jurnal Humaniora Universitas Gadjah Mada (UGM), dinamika suatu masyarakat dapat dipacu dengan adanya pengakuan dari perbedaan. Namun demikian, tidak dapat dihindari bahwa perbedaan juga dapat memunculkan konflik sosial yang dapat mengganggu kestabilan kehidupan masyarakat. Faktor Penyebab Disintegrasi Bangsa Dalam kacamata sosial, keberagaman etnis yang ada dalam sebuah wilayah dapat memicu disintegrasi sosial yang mengarah pada konflik. Dikutip dari Buku Integrasi dan Disintegrasi dalam Perspektif Budaya oleh Badan Pengembangan Kebudayaan dan Pariwisata, Konflik terdiri dari dua fase, yaitu fase disorganisasi dan fase disintegrasi. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kehidupan sosial menuju disintegrasi maupun integrasi. Seperti tujuan dari kelompok, sistem sosial, sistem tindakan, dan sistem sanksi. Sementara itu, gejala disintegrasi dapat dipengaruhi oleh berbagai hal. Sebagai berikut: 1. Ketidaksesuaian anggota kelompok mengenai tujuan kehidupan sosial kemasyarakatan yang telah disepakati. 2. Norma dan nilai sosial yang ada sudah tidak mampu lagi untuk membantu anggota masyarakat dalam mencapai tujuan baik individu maupun kelompok. 3. Norma dan nilai kelompok yang telah disepakati anggota kelompok saling bertentangan satu sama lain. 4. Sanksi yang diterapkan sebelumnya sudah lemah bahkan tidak dilaksankan dengan konsekuen. 5. Tindakan anggota masyarakat telah bertentangan dengan norma dan nilai kelompok. Sementara itu, Dahlan Hi Hasan dalam artikelnya yang berjudul Distingerasi sebagaimana diterbitkan dalam Jurnal ACADEMICA menjelaskan, ada tiga kemungkinan penyebab terjadinya disintegrasi bangsa yaitu sebab internal, kultural, dan struktural. Berikut penjelasannya: 1. Internal Sebab internal ini berasal diri sendiri, yakni menyangkut pada kualitas pribadi manusia. Hal ini seringkali terjadi akibat pemahaman dan intepretasi yang kurang tepat terhadap sistem nilai budaya. Kemudian muncul perilaku fatalistik, intoleran, meninggikan suku bangsa masing-masing, hingga penggunaan bahasa yang tidak proposional. 2. Kultural Sebab kultural menyangkut tentang pandangan nilai dan sikap mental serta perilaku masyarakat. Pandangan ini muncul dari sistem nilai budaya yang menghargai cara hidup yang menghindari kesenangan duniawi dan keharmonisan. Kelompok ini memiliki kecenderungan untuk melakukan kegiatan yang meresahkan masyarakat dan berujung pada kesengsaraan orang banyak. Mereka juga tidak saling mengenal dan menghargai kebudayaan kelompok etnis hingga tidak menerima nilai-nilai yang berlaku di masyarakat. 3. Struktural Sebab struktural terjadi akibat adanya struktur kekuasaan yang memberikan ruang bagi lahirnya disintegrasi bangsa. Contohnya rendahnya legitimasi pemerintahan, kekacauan ekonomi, tingginya represi, banyaknya pelanggaran HAM, hingga ketidakadilan dari pemerintah pusat terhadap daerah