Anda di halaman 1dari 38

IDENTIFIKASI IKLIM

MIKRO DAN MIKRO DI DAERAH TROPIS

Penulis
Nama Anggota : Hafifah Damayanti (2015012003)
Rigel Sandi Bahri (2015012032)
Siti Jahvira Pramita (2055012002)
Annaba Qolby Sururi (2015012039)
Fitridiani Sahzania (2015012004)
Arya Bagas Sirwindo (2015012037)
Reyhan Fahrul Ichtiar (2015012047)
Muhammad Gusti Jofa Sanjaya (2015012071)

P.S. : S1 Arsitektur
Mata Kuliah : Desain Bangunan Tropis
Dosen : Ir. Ar. Kelik Hendro Basuki, S.T., M.T.
Ir. Agung Cahyo Nugroho, S.T., M.T.

Jurusan Arsitektur

Fakultas Teknik Universitas Lampung

Bandarlampung

17 Oktober 2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena telah memberikan
limpahan rahmat sehat-Nya, baik itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran,
sehingga kami mampu untuk menyelesaikan laporan yang berjudul “Identifikasi
Iklim Mikro dan Makro di Daerah Tropis” tepat waktu.
Laporan yang berjudul “Identifikasi Identifikasi Iklim Mikro dan Makro di
Daerah Tropis” disusun guna memenuhi tugas dari Bapak Ir. Ar. Kelik Hendro
Basuki, S.T., M.T., IAI dan Ir. Agung Cahyo Nugroho, S.T., M.T. pada mata kuliah
Arsitektur Bangunan Tropis di Jurusan Arsitektur Universitas Lampung. Selain itu
kami berharap agar laporan ini dapat menambah wawasan bagi pembaca tentang
identifikasi serta karakteristik iklim makro dan mikro pada bangunan.
Kami mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Bapak Ir. Ar.
Kelik Hendro Basuki, S.T., M.T., IAI dan Ir. Agung Cahyo Nugroho, S.T., M.T.
selaku dosen mata kuliah Arsitektur Bangunan Tropis dengan memberikan tugas
yang dapat menambah pengetahuan dan wawasan kami.
Kami mengakui bahwa kami mempunyai keterbatasan dalam berbagai hal,
oleh karena itu tidak ada suatu hal yang dapat diselesaikan dengan sangat sempurna,
begitu pula dengan laporan yang telah kami selesaikan. Maka dari itu, kami
menerima kritik dan saran tersebut sebagai batu loncatan yang dapat memperbaiki
laporan kami di masa yang akan datang. Demikian dan apabila terdapat banyak
kesalahan pada laporan ini kami mohon maaf yang sebesar-besarnya.

Bandar Lampung, 16 Oktober 2022

Penulis
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR TABEL
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Menurut Kartasapoetra (2004), terdapat beberapa komponen iklim, yaitu


suhu, udara, kelembaban udara, awan dan hujan. Iklim adalah pola cuaca jangka
panjang di suatu wilayah tertentu. Cuaca dapat berubah dari jam ke jam, hari ke hari,
bulan ke bulan atau bahkan tahun ke tahun. Pola cuaca di suatu wilayah, biasanya
dilacak setidaknya selama 30 tahun, dan dianggap sebagai iklimnya. Dan ilmu yang
mempelajari iklim disebut sebagai klimatologi.
Iklim sangat menentukan banyak di berbagai aspek kehidupan. Misalnya,
jenis tanaman yang tumbuh dan ciri-ciri hewan yang ada di sebuah wilayah. Dengan
mengetahui dan mempelajari iklim, manusia bisa menentukan tanaman apa yang
harus dibudidayakan sampai waktu panen yang tepat sebagai bahan pangan. Berkat
iklim juga kita bisa bersiap untuk bencana alam, maupun memilih destinasi berlibur.
Secara garis besar iklim dibagi atas 2 (dua) jenis, yakni iklim makro dan
iklim mikro. Iklim makro adalah suatu kondisi iklim pada suatu tempat tertentu yang
memiliki area cakupan yang luas dengan kata lain berhubungan dengan atmosfer,
dengan karakteristik iklim makro seperti suhu,curah hujan, radiasi matahari, arah dan
kecepatan angin. Sedangkan, Iklim mikro adalah iklim di lapisan udara dekat
permukaan bumi dalam lingkup terbatas, seperti ruang-ruang di dalam bangunan dan
ruang luar sekitar bangunan tidak lebih dari beberapa ratus meter, dengan
karakteristik iklim mikro seperti orientasi bangunan, sun shading, ventilasi / sirkulasi
pergantian udara, dan bahan bangunan.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan iklim makro dan iklim mikro?


2. Apa saja karakteristik dari iklim makro dan iklim mikro?
3. Bagaimana pengaruh iklim makro dan iklim mikro terhadap arsitektur?
4. Bagaimana penerapan iklim makro dan mikro terhadap bangunan?

1.3 Tujuan

Tujuan dari laporan ini adalah sebagai berikut:


1. Mengetahui apa yang dimaksud dengan iklim makro dan iklim mikro
2. Mengetahui karakteristik dari iklim makro dan iklim mikro
3. Mengetahui dan mendeskripiskan pengaruh iklim makro dan iklim mikro
terhadap arsitektur
4. Mengetahui dan mendeskripsikan penerapan iklim makro dan mikro terhadap
bangunan

1.4 Manfaat

1. Memberikan pengetahuan tentang cara iklim makro dan iklim mikro


2. Memberikan solusi terhadap pengaruh iklim makro dan iklim mikro.
3. Memberikan informasi kepada orang-orang awam tentang iklim makro dan
iklim mikro terhadap bangunan

1.5 Metode Pembahasan

Metode pembahasan yang digunakan dalam penyusunan adalah metode


deskriptif dimana penyusunan dilakukan dengan mengumpulkan data, menjelaskan
dan menjabarkan terhadap informasi terkait perencanaan dan perancangan struktur
bangunan tinggi serta sumber-sumber yang terkait. Langkah-langkah yang diambil
dalam pengumpulan data adalah metode deskriptif, menitik beratkan pada
penjabaran serta pemaparan yang berhubungan dengan struktur pondasi bored pile.
Metode ini dilakukan dengan studi pustaka sebagai sumber informasi terhadap
bangunan tinggi dan strukturnya dan juga dari berbagai sumber tertulis lainnya yang
relevan. Tujuan metode ini adalah memahami, mencari makna di balik data untuk
menemukan kebenaran dalam studi kasus yang dipilih.

1.6 Sistematika Laporan

BAB I Pendahuluan

Pada bagian pendahuluan, berisikan latar belakang penulisan laporan tentang


iklim makro dan mikro, tujuan dari penulisan laporan, permasalahan yang berkaitan
dengan iklim makro dan mikro, manfaat dan tujuan yang didapat dari penyusunan
penulisan, metode pembahasan mengenai penyusunan isi laporan, serta sistematika
penulisan laporan.

BAB II Tinjauan Pustaka

Pada bagian tinjauan pustaka, berisi pembahasan mengenai landasan-


landasan teori dalam menyusun pembahasan laporan iklim makro dan mikro.

BAB III Pembahasan


Berisikan pembahasan mengenai karakteristik iklim makro dan mikro,
pengaruh iklim-iklim tersebut terhadap arsitektur, serta mengambil studi kasus
bangunan yang berkaitan dengan kedua iklim tersebut.

BAB IV Penutup

Pada bab ini berisikan kesimpulan dari pembahasan yang telah dilakukan
mengenai iklim makro dan mikro beserta penjelasan mendetail lainnya.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Iklim dan Komponen Iklim

2.1.1 Definisi Iklim


Beberapa pengertian iklim menurut para ahli:
● Iklim merupakan keadaan rata-rata cuaca di satu daerah yang cukup
luas dan dalam kurun waktu yang cukup lama, minimal 30 tahun yang
sifatnya tetap (Tjasyono, 2004).
● Iklim merupakan suatu konsep yang abstrak, dimana iklim merupakan
komposit dari keadaan cuaca hari ke hari dan elemen-elemen
atmosfer di dalam suatu kawasan tertentu dalam jangka waktu yang
panjang (Trewartha and Horn, 1995)
● Iklim ialah sintesis kejadian suatu cuaca selama pada kurun waktu
yang lama atau panjang yang secara statistik cukup bisa dipakai untuk
bisa menunjukkan suatu nilai statistik yang berbeda dengan sebuah
keadaan di setiap saatnya (World Climate Conference, 1979)
● Iklim adalah sebuah konsep abstrak yang menyatakan suatu kebiasaan
cuaca dan juga sebuah unsur-unsur atmosfer pada suatu daerah
selama jangka waktu yang lama (Glenn T. Trewartha, 1980).
● Iklim ialah suatu peluang statistik dalam berbagai keadaan atmosfer,
antara lain yaitu suhu, tekanan, angin kelembaban yang terjadi pada
sebuah daerah selama dalam jangka waktu yang panjang (Gibbs,
1978).

2.1.2 Komponen Iklim


Menurut Kartasapoetra (2004), terdapat beberapa komponen iklim, yaitu:
a. Suhu Udara
Suhu merupakan derajat panas atau dingin yang diukur menggunakan
termometer berdasarkan skala tertentu. Satuan suhu dalam sistem
satuan internasional adalah Kelvin. Namun yang biasa digunakan
sehari-hari di Indonesia adalah derajat celcius (°C), sedangkan
beberapa negara lain seperti Inggris menyatakan suhu dalam derajat
fahrenheit (°F). Suhu di permukaan bumi, menurut Atmaja (2009),
dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu:
- Jumlah radiasi matahari yang diterima per tahun, per musim,
dan per hari
- Pengaruh daratan atau lautan
- Pengaruh ketinggian tempat
- Pengaruh angin secara tidak langsung
- Pengaruh panas laten
- Penutup tanah
- Tipe tanah
- Pengaruh sudut datang sinar matahar
b. Angin
Angin merupakan pergerakan massa udara secara horizontal dari satu
tempat ke tempat lain. Pergerakan angin terjadi ketika terdapat
perbedaan tekanan udara. Angin bergerak dari daerah dengan tekanan
udara tinggi menuju daerah dengan tekanan udara yang lebih rendah.
c. Kelembaban Udara
Kelembaban udara merupakan banyaknya kandungan uap air yang
ada di udara. Kelembaban udara yang ada di atas permukaan bumi
berbeda-beda. Pada umumnya, daerah khatulistiwa memiliki
kelembaban udara tertinggi dan daerah pada lintang 40 memiliki
kelembaban terendah. Besarnya kelembaban udara merupakan faktor
yang dapat menstimulasi curah hujan.
d. Awan
Awan merupakan sekumpumpulan titik-titik air yang melayang-
layang di udara. Awan terbentuk karena adanya proses kondensasi
atau sublimasi dari massa udara basah yang sedang bergerak ke atas.
Awan dapat terjadi dari massa udara yang sedang naik ke arah
vertikal karena adanya pengaruh radiasi matahari (secara konveksi)
dan melalui bidang peluncuran (pengangkatan orografis atau frontal).
Pembentukan awan memiliki rangkaian proses yang cukup panjang,
proses ini dikenal juga dengan siklus air.
e. Hujan
Hujan merupakan salah satu bentuk presipitasi uap air yang berasal
dari awan dan dicurahkan dari atmosfer ke permukaan bumi. Jumlah
air hujan yang turun pada suatu tempat dalam waktu tertentu disebut
dengan curah hujan. Curah hujan memiliki satuan mm atau inchi dan
diukur dalam harian, bulanan, dan tahunan.

2.2. Pengertian Iklim Makro dan Iklim Mikro

Secara garis besar iklim dibagi atas 2 (dua) jenis, yakni iklim makro
dan iklim mikro. Berikut pengertian iklim makro dan iklim mikro:

2.2.1 Pengertian Iklim Makro

Iklim Makro merupakan kondisi iklim pada suatu daerah tertentu


yang meliputi area yang lebih besar dan mempengaruhi iklim mikro. Iklim
makro dipengaruhi oleh lintasan matahari, posisi dan model geografis, yang
mengakibatkan pengaruh pada cahaya matahari dan pembayangan serta hal-
hal lain pada kawasan tersebut, misalnya radiasi panas, pergerakan/sirkulasi
udara, kelembaban udara, dan temperatur udara.

Iklim makro adalah suatu kondisi iklim pada suatu tempat tertentu
yang memiliki area cakupan yang luas dengan kata lain berhubungan dengan
atmosfer. Iklim makro dapat dibedakan menjadi 3 (tiga) skala dengan
berdasarkan ukuran wilayah tersebut, yaitu : skala global dengan luas daerah
ribuan kilometer, skala regional dengan luas daerah ratusan kilometer dan
skala global dengan luas daerah 10 kilometer.

Menurut (Ahmad-Badairi, 2012; Sabaruddin, 2012) Iklim Makro


merupakan iklim pada daerah yang luas dan skala besar dengan gerak
atmosfer yang menyebabkan skala iklim tersebut. Wilayah lingkupnya mulai
batas ruang iklim mikro hingga puncak atmosfer, serta meliputi seluruh
dunia. Cakupan daerahnya meliputi benua, samudera dengan faktor
pengendali utamanya adalah revolusi bumi dan pergerakan massa udara antar
benua dan samudra.
2.2.2 Pengertian Iklim Mikro

Iklim mikro adalah faktor-fakrtor kondisi iklim setempat yang


memberikan pengaruh langsung terhadap kenikmatan (fisik) dan
Kenyamanan (rasa) pemakai di sebuah ruang dalam bangunan maupun ruang
terbuka.

Iklim mikro menggambarkan kondisi iklim lingkungan sekitar yang


berhubungan langsung dengan organisme hidup dekat permukaan bumi
maupun pada lingkungan terbatas. Unsur-unsur iklim mikro memiliki
peranan yang sangat penting dalam menentukan kenyamanan suatu
wilayah/kawasan karena unsur-unsur iklim tersebut secara langsung
mempengaruhi kegiatan manusia yang berada di dalamnya.

Iklim mikro adalah iklim dilapisan udara dekat permukaan bumi


dalam lingkup terbatas, seperti ruang-ruang di dalam bangunan dan ruang
luar sekitar bangunan tidak lebih dari beberapa ratus meter.

Iklim mikro juga terpengaruh oleh peristiwa alami di atas permukaan


bumi seperti radiasi pantulan dari permukaan bumi, dan gerakan angin akibat
terhalang benda-benda di permukaan bumi.

Berikut beberapa pengertian iklim mikro menurut para ahli:

● Iklim mikro menurut Tromp (1980) dalam Margaretha (2007)


berhubungan dengan tanaman di atas wilayah yang khas.
● Dalam Kartasapoetra (2006), menjelaskan bahwa kondisi iklim
mikro di lingkungan bervegetasi lebih baik dibandingkan dengan
lapangan terbuka.
● Menurut Miller (1970) dalam Margaretha (2007) menyatakan bahwa
iklim mikro banyak dipengaruhi oleh faktor lokal diantaranya
karakteristik vegetasi, badan air yang kecil seperti danau, juga
aktivitas manusia dapat mengubah kemurnian pada iklim mikro
diantaranya intesitas energi radiasi matahari, struktur permukaan
yang bervariasi dengan warna komposit dan karakteristiknya pada
permukaan bumi, distribusi daratan dan lautan serta pengaruh
pegunungan atau bentuk topografi dan angin.
● Menurut Brown dan Gillespie (1995), dinyatakan bahwa iklim
mikro merupakan kondisi iklim pada suatu ruang yang sangat
terbatas, yang dipengaruhi oleh radiasi matahari, suhu udara,
kelembaban udara dan curah hujan.
BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Karakteristik Iklim Makro

3.1.1 Suhu

Kenyamanan dalam suatu bangunan tergantung pada beberapa faktor,


salah satunya adalah kenyamanan suhu/ thermal. Agar seseorang dapat
beraktifitas ideal di rumah, sekolah, atau di kantor/tempat kerja, tubuh
membutuhkan suhu yang nyaman (Talarosha, 2005:148). Jika kenyamanan
termal dapat mempengaruhi kondisi dan aktivitas manusia,
ketidaknyamanan termal juga dapat berdampak negatif pada penghuni
rumah.

Menurut Humphreys dan Nicol, kenyamanan termal juga dipengaruhi oleh


adaptasi individu terhadap suhu lingkungan luar. Orang yang tinggal di
iklim panas atau tropis biasanya memiliki suhu kenyamanan yang lebih
tinggi daripada orang yang tinggal di suhu normal dingin, seperti orang
Eropa.

Konsisten dengan teori Humphreys dan Nicol, Lippsmeier (1994)


memberikan beberapa indikasi bahwa tingkat kenyamanan (suhu
efektif/TE) berbeda menurut lokasi geografis dan audiens sasaran (etnis),
seperti yang ditunjukkan pada tabel berikut ini:

Pengarang Tempat Kelompok Batas


Manusia Kenyamanan

ASHRAE USA Selatan Peneliti 20,5°C - 24,5°C


(30° LU) TE

Rao Calcutta (22°LU) India 20°C - 24,5°C TE

Webb Singapura Malaysia 25°C - 27°C TE

Khatulistiwa Cina

Mom Jakarta (6°LS) Indonesia 20°C - 26°C TE


Ellis Singapura Eropa 22°C - 26°C TE

Khatulistiwa

Sumber: Bangunan Tropis, Georg. Lippsmeier

Menurut penelitian Lippsmeier, batas kenyamanan manusia di


khatulistiwa adalah 19°C TE (batas bawah) - 26°C TE (batas atas). Pada
suhu 26°C TE, orang umumnya mulai berkeringat. Pada suhu 26°C TE –
30°C TE, daya tahan dan kemampuan kerja manusia mulai menurun. Pada
suhu 33,5 °C TE - 35,5 °C TE kondisi lingkungan yang sulit mulai terasa
dan pada suhu 35 °C TE - 36 °C TE kondisi lingkungan sudah tidak dapat
diterima lagi. Produktivitas manusia cenderung menurun atau menurun
pada kondisi udara yang tidak nyaman, seperti terlalu dingin atau terlalu
panas. Produktivitas tenaga kerja manusia meningkat pada kondisi suhu
yang nyaman (termal) (Idealistina, 1991).

Di sisi lain, Standar Tata Cara Perencanaan Teknis Konservasi Energi


pada Bangunan Gedung yang diterbitkan oleh Yayasan LPMB-PU
membagi suhu kenyamanan masyarakat Indonesia menjadi tiga bagian
sebagai berikut:

Temperature Efektif Kelembaban (RH)


ºC %

Sejuk Nyaman 20,5 - 22,8 50


Ambang atas
24 80

Nyaman Optimal 22,8 - 25,8 70


Ambang atas
28

Hangat Nyaman 25,8 - 27,1 60


Ambang atas
31

Sumber: Yayasan LPMB-PU


3.1.2 Curah Hujan

Hujan adalah fenomena dimana tetesan air jatuh dari langit ke


permukaan bumi. Hujan juga merupakan bagian dari siklus air bumi.
Definisi lain dari hujan adalah peristiwa pengendapan dalam bentuk cair
(jatuhnya cairan dari atmosfer dalam bentuk cair atau pembekuan di
permukaan bumi). Saat hujan, harus ada lapisan atmosfer yang tebal
untuk mencapai suhu di dekat dan di atas titik leleh es di permukaan.

Berdasarkan data BMKG, debit curah hujan harian dibagi menjadi


beberapa kategori, yaitu:

● 0 mm/hari (abu-abu) : Berawan


● 0.5 – 20 mm/hari (hijau) : Hujan ringan
● 20 – 50 mm/hari (kuning) : Hujan sedang
● 50 – 100 mm/hari (oranye): Hujan lebat
● 100 – 150 mm/hari (merah) : Hujan sangat lebat
● >150 mm / hari (ungu) : Hujan ekstrem

Indonesia merupakan negara yang berada tepat di garis khatulistiwa dan


merupakan negara tropis. Curah hujan di Indonesia otomatis sangat
tinggi. Curah hujan rata-rata di Indonesia adalah 2.000 hingga 3.000 mm
per tahun. Namun, ada beberapa daerah kering dan memiliki sedikit
hujan.

Kelembaban dari elemen bangunan dapat disebabkan oleh air hujan yang
menembus dinding dan atap dari luar, air hujan yang merembes melalui
celah pintu, jendela, dan sambungan yang bocor, kondensasi uap air di
dalam ruangan, difusi melalui lapisan bahan bangunan, dan tanah yang
berasal dari penetrasi. air dari Pondasi, dinding atau lantai (gaya kapiler).
3.1.3 Radiasi Matahari

Radiasi Matahari merupakan pancaran energi yang berasal dari proses


thermonuklir yang terjadi di Matahari. Energi radiasi Matahari berbentuk
sinar dan gelombang elektromagnetik. Indonesia beriklim tropis karena
terletak di garis khatulistiwa. Pada tanggal 20 Maret dan 23 September,
matahari melintasi khatulistiwa, memberikan Indonesia jumlah sinar
matahari paling banyak. Pada tanggal 21 Juni (utara) dan 22 Desember
(selatan), matahari mencapai titik minimumnya. Panas atau dinginnya
suatu tempat dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain pegunungan,
lembah, komposisi tanah, luas perairan, ketinggian tempat, kondisi tanah
atau vegetasi, kelembaban, kondisi awan, dan arus angin.

Jumlah total radiasi yang diterima di permukaan bumi tergantung


beberapa faktor, diantaranya:

● Jarak Matahari. Setiap perubahan jarak bumi dan Matahari


menimbulkan variasi terhadap penerimaan energi Matahari
● Intensitas radiasi Matahari, yaitu besar kecilnya sudut datang sinar
Matahari pada permukaan bumi. Jumlah yang diterima berbanding
lurus dengan sudut besarnya sudut datang. Sinar dengan sudut datang
yang miring kurang memberikan energi pada permukaan bumi
disebabkan karena energinya tersebar pada permukaan yang luas dan
juga karena sinar tersebut harus menempuh lapisan atmosphere yang
lebih jauh ketimbang jika sinar dengan sudut datang yang tegak lurus.
● Panjang hari (sun duration), yaitu jarak dan lamanya antara Matahari
terbit dan Matahari terbenam.
● Pengaruh atmosfer. Sinar yang melalui atmosfer sebagian akan
diabsorbsi oleh gas-gas, debu dan uap air, dipantulkan kembali,
dipancarkan dan sisanya diteruskan ke permukaan bumi.

Beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk mengurangi radiasi


matahari, adalah sebagai berikut:

● Kanopi atap besar di sisi timur dan barat.


● Ruang di bawah atap menjadi panas. Hal ini dapat diatasi dengan
memberikan ventilasi untuk sirkulasi udara.
● Efek termal pada atap datar atau non-beton di daerah tropis yang
lembab dapat dikurangi dengan konstruksi khusus seperti: B. Rooftop
garden dapat diatasi.
● Penggunaan atap segitiga lebar dua lapis, dengan lapisan luar
melindungi lapisan dalam dan ruang di antara kedua atap berfungsi
sebagai ventilasi pembuangan panas.

3.1.4 Arah dan Kecepatan Angin

Angin merupakan udara yang bergerak karena bagian-bagian udara


didorong dari daerah bertekanan tinggi (suhu dingin) ke daerah yang
bertekanan rendah (suhu panas). Kecepatan angin umumnya lebih rendah di
iklim panas dan lembab tropis.Kecepatan angin yang sejuk dalam ruangan
adalah 0,1 – 0,15 m/detik. Besarnya laju aliran udara tergantung pada:

● Kecepatan angin bebas


● Arah angin terhadap lubang ventilasi
● Luas lubang ventilasi
● Jarak antara lubang udara masuk dan keluar
● Penghalang di dalam ruangan yang menghalangi udara

Pola aliran udara yang melewati ruang tergantung pada lokasi inlet
(lobang masuk) udara dan shading devices yang digunakan di bagian luar.
Secara umum, posisi outlet tidak akan mempengaruhi pola aliran udara.
Untuk menambah kecepatan udara terutama pada saat panas, bagian inlet
udara ditempatkan di bagian atas, luas outlet sama atau lebih besar dari inlet
dan tidak ada perabot yang menghalangi gerakan udara di dalam ruang.
Gerakan udara harus diarahkan ke ruang ruang yang membutuhkan atau
ruang keluarga. Penggunaan screen serangga akan mengurangi aliran udara
ke dalam bangunan. Bukaan jendela (Jalousie atau louvered akan membantu
udara langsung ke tempat-tempat yang membutuhkan.

Memberi ventilasi pada ruang antara atap dan langit-langit


(khususnya bangunan rendah) sangat perlu agar tidak terjadi akumulasi panas
pada ruang tersebut. Panas yang terkumpul pada ruang ini akan
ditransmisikan ke ruang di bawah langit-langit tersebut. Ventilasi atap sangat
berarti untuk mencapai suhu ruang yang rendah.

Antisipasi pada bangunan yang dapat dilakukan terhadap angin yang


merugikan dapat dilakukan melalui:

● Orientasi bangunan, ventilasi atap terhadap arah angin utama dan


lubang keluar terletak pada titik tertinggi.
● Penempatan ventilasi sedapat mungkin berada diatas vegetasi.
● Optimalisasi aliran angin dengan pengadaan lubang-lubangpada
dinding serta pembagian ruang yang sederhana dan mudah ditembus
angin.

3.2 Karakteristik Iklim Mikro

3.2.1 Orientasi Bangunan

Orientasi bangunan terhadap arah aliran angin sangat perlu


diperhatikan, termasuk untuk bangunan tinggi. Hal tersebut disebabkan
karena pada permukaan yang semakin tinggi kecepatan angin akan semakin
cepat, sehingga elemen-elemen penghambat angin seperti pohon sudah tidak
berfungsi lagi. Angin pada umumnya akan bergerak mengikuti kontur
permukaan yang melengkung, sudut tajam atau permukaan yang kasar akan
menyebabkan angin menjadi terpisah. Untuk kecepatan angin yang cukup
tinggi/kencang, maka bentuk yang dinamis dan orientasi yang benar perlu
sekali dalam perancangan arsitektur. Bangunan diupayakan tidak
membelakangi arah angin yang beredar di lingkungan sekitarnya.
Perencanaan kamar mandi diusahakan di sebelah barat agar tidak lembab dan
cepat kering.

3.2.2 Sun Shading

Sun shading adalah peredam atau penghalang cahaya matahari agar


cahaya matahari tidak secara langsung masuk ke dalam ruangan. Tidak hanya
fungsinya sebagai pelindung, peneduh juga digunakan sebagai elemen
estetika pada bangunan. Konsepnya adalah menghalangi panas yang masuk
dengan memblok sinar matahari yang datang (Purnama, 2020). Bentuk dari
Sun Shading sendiri bermacam-macam. Ada yang horizontal, vertical,
gabungan dari keduanya dan masih banyak lagi. Tidak hanya bentuknya saja
penggunaan material sun shading juga beragam.Besaran radiasi matahari
untuk bidang vertikal di Indonesia secara berurut mulai nilai tertinggi hingga
terendah, yaitu orientasi Barat, Barat Laut, Barat Daya, Utara, Timur Laut,
Timur, Tenggara, dan Selatan. Sehingga shading device dapat diolah dan
didesain sebaik mungkin terutama padaa bukaan yang paling banyak
menerima radiasi matahari dengan nilai yang tinggi. Overhang horizontal di
jendela yang menghadap barat adalah komponen peneduh yang paling
efektif. Area barat merupakan area terbanyak yang mendapatkan radiasi
matahari langsung. Untuk peneduh yang lebih efektif, dapat juga digunakan
tipe peneduh kombinasi.

3.2.3 Ventilasi / siklus pergantian udara

Angin / udara yang masuk untuk pergantian penghawaan yang lebih


baik berasal dari depan dan samping bangunan. Untuk mendapatkan iklim
mikro yang seimbang, maka buatlah bukaan / jendela yang dapat dibuka dan
ditutup pada sebelah utara dan selatan bangunan atau juga bisa menggunakan
metode ventilasi silang. Ventilasi silang ialah penghawaan dalam ruangan
melalui dua lubang penghawaan yang saling berhadapan. Lubang pertama
untuk masuknya udara sedangkan kedua untuk udara keluar. Penggunaan
ventilasi silang tidak sepenuhnya tergantung pada jumlah pergantian udara di
dalam ruangan, namun lebih tergantung pada kecepatan angin. Kriteria untuk
kondisi ventilasi yang baik ditentukan oleh tipe pemakaian ruang dan iklim
setempat. Untuk mencapai distribusi aliran udara yang baik, maka sebaiknya
sudut angin datang ialah 45 derajat - 60 derajat terhadap bidang dinding
muka.

3.2.4 Bahan Bangunan

Bahan bangunan yang digunakan merupakan bahan yang kuat dan


kokoh serta mampu menahan bangunan dari cuaca buruk dan angin kencang.
Strategi secara arsitektur bangunan dalam mengatasi / mengantisipasi iklim
yang bisa merugikan manusia adalah dengan melakukan beberapa tindakan,
yaitu :

1. Menghalangi radiasi matahari langsung dengan penggunaan


sunscreen dan atau sun shading
2. Isolasi radiasi panas dengan ruang udara (pada atap atau penggunaan
bahan bangunan yang berpori)
3. Mengoptimalkan kenyamanan termis pada manusia
4. Penggunaan bahan bangunan yang memiliki berat jenis yang kecil,
time lag rendah, kapasitas panas kecil, dimensi kecil, mampu
mengikuti kadar kelembaban udara sekitar dan konduktivitas panas
matahari.

3.2.5 Pengaturan Vegetasi

Vegetasi digunakan selain sebagai pengaruh sirkulasi juga sebagai


pengatur iklim mikro (matahari dan angin) dalam suatu perencanaan. Bila
suatu pohon berada di sebelah barat bangunan, maka lebih baik
membiarkannya tumbuh tinggi dan untuk semak-semak lebih baik diletakkan
di atah timur.

3.2.6 Pengendalian Kelembaban Udara

Menurut Asdak salah satu fungsi utama kelembaban udara adalah


sebagai lapisan pelindung permukaan bumi. Kelembaban udara dapat
menurunkan suhu dengan cara menyerap atau memantulkan sekurang-
kurangnya setengah radiasi matahari gelombang pendek yang menuju ke
permukaan bumi. Kelembaban udara juga membantu menahan keluarnya
radiasi matahari gelombang panjang dari permukaan bumi pada siang hari
dan malam hari (Asdak, 2002). Purbowaseso menyatakan bahwa faktor
kelembaban udara sangat berkaitan dengan faktor lainnya seperti curah hujan.
Wilayah dengan curah hujan yang tinggi akan menyebabkan wilayah tersebut
juga memiliki kelembaban udara relatif tinggi, misalnya pada wilayah tropis,
yang dicirikan dengan jumlah hujan > 2.500 mm per tahun. Kelembaban
udara yang tinggi akan mempengaruhi kandungan air bahan bakar, sehingga
bahan bakar akan menyerap air dari udara yang lembab tersebut. Wilayah
tropis memiliki ciri khas seperti ini dan secara alami wilayah-wilayah tropis
ini memiliki ketahanan terhadap kebakaran hutan (Purbowaseso, 2004).
3.3 Pengaruh Iklim Terhadap Arsitektur

3.3.1 Pengaruh Iklim Terhadap Bentuk Arsitektur

Suatu bentuk arsitektur dipengaruhi oleh faktor iklim yang terjadi di daerah
tersebut hal itu dikarenakan aktivitas manusia yang bervariasi memerlukan kondisi
iklim sekitar tertentu yang bervariasi pula. Untuk melangsungkan aktivitas kantor,
misalnya, diperlukan ruang dengan kondisi visual yang baik dengan intensitas
cahaya yang cukup; kondisi termis yang mendukung dengan suhu udara pada
rentang-nyaman tertentu; dan kondisi audial dengan intensitas gangguan bunyi
rendah yang tidak mengganggu pengguna bangunan (majalah eksplorasi desain &
arsitektur, 2010).

Gambar 1. Arsitektur Mesopotamia

Sumber : archzal blogspot.com

Karena cukup banyak aktivitas manusia yang tidak dapat diselenggarakan akibat
ketidak sesuaian kondisi iklim luar, manusia membuat bangunan. Dengan bangunan,
diharapkan iklim luar yang tidak menunjang aktivitas manusia dapat
dimodifikasidiubah menjadi iklim dalam (bangunan) yang lebih sesuai. Usaha
manusia untuk mengubah kondisi iklim luar yang tidak sesuai menjadi iklim dalam
(bangunan) yang sesuai seringkali tidak seluruhnya tercapai. Dalam banyak kasus,
manusia di daerah tropis seringkali gagal menciptakan kondisi termis yang nyaman
di dalam bangunan. Ketika berada di dalam bangunan, pengguna bangunan justru
seringkali merasakan udara ruang yang panas, sehingga kerap mereka lebih memilih
berada di luar bangunan (majalah eksplorasi desain & arsitektur, 2010). Iklim
berpengaruh terhadap kenyamanan thermal pada suatu ruang dalam bangunan serta
perkembangan suatu rumah tinggal di suatu daerah / wilayah. Iklim luar yang tidak
sesuai dengan tuntutan penyelenggaraan aktivitas manusia dicoba untuk diubah
menjadi iklim dalam (bangunan) yang sesuai. Karya arsitektur selalu didasari
pertimbangan untuk memecahkan permasalahan iklim setempat yang bersuhu
rendah. Bangunan dibuat dengan dinding rangkap yang tebal, dengan penambahan
bahan isolasi panas di antara kedua lapisan dinding sehingga panas di dalam
bangunan tidak mudah dirambatkan ke udara luar. Karya arsitektur tidak pernah
disebut sebagai karya arsitektur sub-tropis, melainkan sebagai arsitektur Victorian,
Georgian dan Tudor; sementara sebagian karya yang lain diklasifikasikan sebagai
arsitektur modern (modern architecture), arsitektur pasca-modern (post-modern
architecture), arsitektur modern baru (new modern architecture), arsitektur teknologi
tinggi (high-tech architecture), dan arsitektur dekonstruksi (deconstruction
architecture). (majalah eksplorasi desain & arsitektur, 2010). Kekeliruan pemahaman
paradigm mengenai arsitektur tropis, karena pengertian arsitektur tropis sering
dicampuradukkan dengan pengertian „arsitektur tradisional‟, yang memang secara
menonjol selalu dipecahkan secara tropis. Pada masyarakat tradisional, iklim sebagai
bagian dari alam begitu dihormati bahkan diagungkan, sehingga pertimbangan iklim
amat menonjol pada karya arsitektur tersebut. Pemahaman mengenai arsitektur tropis
lalu memiliki konteks dengan budaya, yakni kebudayaan tradisional suatu wilayah.
Hanya mereka yang mendalami ilmu sejarah dan teori arsitektur yang mampu
berbicara banyak mengenai budaya dalam kaitannya dengan arsitektur, sementara
arsitektur tropis (basah) tidak semua wilayah memilikinya, akan tetapi di seluruh
negara yang beriklim tropis (basah) dengan budaya yang berbedabeda, sehingga
pendekatan arsitektur tropis dari aspek budaya menjadi tidak relevan. Dari uraian di
atas, perlu ditekankan kembali bahwa pemecahan rancangan arsitektur tropis (basah)
pada akhirnya sangatlah terbuka. Arsitektur tropis dapat berbentuk apa saja tidak
harus serupa dengan bentuk-bentuk arsitektur tradisional yang banyak dijumpai di
wilayah Indonesia, sepanjang rancangan bangunan tersebut mengarah pada
pemecahan persoalan yang ditimbulkan oleh iklim tropis seperti terik matahari, suhu
tinggi, hujan dan kelembaban tinggi. Iklim sangat berpengaruh bagi arsitektur suatu
bangunan, salah satunya adalah pengaruh iklim terhadap bentuk arsitektur suatu
bangunan ataupun suatu rancangan lingkungan binaan. Bentuk bangunan di tiap-tiap
wilayah sangat bergantung dari beberapa faktor, diantaranya adalah : 1. Aktivitas /
karakter manusia 2. Lokasi / wilayah 3. Orientasi bangunan terhadap cuaca / iklim 4.
Posisi pergerakan matahari 5. Arah pergerakan angin / udara 6. Orientasi bangunan
terhadap alam 7. Posisi lahan / ketinggian lahan 8. Kemajuan teknologi 9.
Kenyamanan thermal 10. Perubahan era kehidupan manusia Oleh karenanya, bentuk
arsitektur suatu bangunan di suatu wilayah tidak akan sama sekalipun bangunan
tersebut berada di dalam satu kawasan pembagian iklim. Jika ditinjau secara
klimatik, bentuk arsitektur suatu bangunan akan sama prinsipnya untuk satu kawasan
pembagian iklim. Bagaimana agar bangunan itu bisa memberikan kenyamanan bagi
manusia terhadap cuaca panas yang berlebihan dan dingin yang berlebihan, maka
bentuk suatu bangunan juga bisa berpengaruh terhadap faktor lainnya yang sudah
disebutkan di atas tadi.

3.3.2 Pengaruh Iklim Terhadap Bahan Arsitektur

Ketika energi panas menyentuh permukaan dinding, partikel yang ada


di lapisan pertama terlebih dahulu akan menyerap sejumlah panas sebelum
akhirnya diteruskan menuju lapisan selanjutnya.Sehingga hal tersebut akan
menimbulkan efek penundaan yang menyebabkan dapat dirasakannya
temperatur puncak dari lingkungan baru setelah beberapa waktu kemudian.
Menurut Egan, material bangunan dengan massa yang massif dan berat
mempunyai time lag yang besar (Bambang Yuwono, 2007).

Tabel 1. Nilai Time Lage Bata dan Kayu

Sumber : David Egan, 1975

Dalam arsitektur bangunan, pemilihan bahan / material bangunan


terhadap pemanfaatan dari perubahan ataupun perbedaan iklim yang terjadi
merupakan salah satu elemen yang sangat penting dalam konsep arsitektur
berkelanjutan (sustainable architecture), karena pada prinsipnya terdapat
faktor dan beberapa strategi yang perlu dijadikan pertimbangan dalam
memilih bahan bangunan, yaitu :
1. Bangunan yang dirancang dapat memperhatikan sampah atau
buangannya (recycle) terhadap kondisi lingkungan sekitarnya
2. Bahan bangunan dapat dipakai kembali / reuse
3. Keaslian material / bahan bangunan
4. Energi bahan yang digunakan / kekuatan material telah diuji
sebelumnya
5. Produksi material dan efek racun dari material tersebut
6. Memprioritaskan bahan / material alami

Iklim sangat berpengaruh bagi arsitektur suatu bangunan, salah


satunya adalah pengaruh iklim terhadap bahan / material arsitektur suatu
bangunan ataupun suatu rancangan lingkungan binaan. Bahan / material
bangunan di tiap-tiap wilayah sangat bergantung dari beberapa faktor,
diantaranya adalah :

1. Lokasi / wilayah
2. Orientasi bangunan terhadap cuaca /iklim
3. Jenis bahan (berpori, berserat, padat, dll)
4. Orientasi bangunan terhadap alam
5. Posisi lahan / ketinggian lahan
6. Kemajuan teknologi / kekuatan bahan
7. Dampak penggunaan bahan bagi kenyamanan thermal
3.4 Studi Kasus Bangunan Iklim Makro

3.4.1 Gedung Wisma Dharmala Sakti

Gedung Wisma Dharmala Sakti merupakan gedung bergaya arsitektur tropis


yang berada di Jl. Jend Sudirman, No. 26-28, Karet, Setiabudi, Kecamatan Tanah
Abang, Kota Jakarta Pusat. Gedung ini dirancang oleh Paul Rudolph, arsitek terkenal
Amerika yang mengembangkan konsep arsitektur “hijau”, yang mencerminkan tema
arsitektur tropis khas Indonesia. Iklim makro memiliki 4 aspek di dalamnya, seperti:
1. Suhu

2. Curah Hujan

Pelindung dari tingginya curah hujan bisa diaplikasikan melalui kemiringan


atap yang curam dan tritisan yang lebar sehingga dapat terhindar dari kebocoran atap
dan menjaga tampias air masuk ke dalam bangunan. Gedung Wisma Dharmala Sakti
Jakarta menggunakan elemen kanopi beton berbentuk segitiga berlapis keramik putih
pada setiap lantai menaungi setiap bukaan kaca sebagai pelindung dari derasnya air
hujan dan dapat dialirkan dengan cepat kebawah sehingga terhindar dari genangan
air yang biasa terjadi pada atap atau kanopi berbentuk datar.

Elemen atap dan Kanopi Gedung Wisma Dharmala Sakti Jakarta

3. Radiasi Matahari

Pelindung dari radiasi sinar matahari langsung bisa diaplikasikan melalui


beberapa alternatif diantaranya; menggunakan double façade, sun shading, dan
peletakan vegetasi. Gedung Wisma Dharmala Sakti Jakarta menggunakan elemen
kanopi beton berbentuk segi tiga berlapis keramik putih pada setiap lantai menaungi
setiap bukaan kaca sebagai pelindung dari radiasi sinar matahari langsung yang
menerpa bangunan sehingga cahaya yang masuk kedalam ruangan adalah cahaya
bayangan yang tidak menimbulkan efek panas pada ruangan. Selain mengaplikasikan
kanopi bangunan ini juga mengaplikasikan perletakan pohon (vegetasi) di sekeliling
di sisi kiri dan kanan bangunan.
Elemen atap, Kanopi, dan Vegetasi di sekeliling Gedung
Wisma Dharmala Sakti Jakarta

4. Angin

Penghawaan yang menyilang guna untuk mengalirkan angin agar mengalir


dengan lancar dari luar bangunan, masuk ke bangunan, kemudian keluar bangunan
lagi dengan cepat sehingga proses pergantian angin berjalan dengan lancar. Gedung
Wisma Dharmala Sakti Jakarta Gedung Wisma Dharmala Sakti Jakarta
mengaplikasikan bukaan dengan elemen jendela pada sisi bangunan dan elemen void
pada tengah-tengah bangunan. Bukaan pada sisi bangunan berbentuk jendela kaca
dengan kusen alumunium yang bisa dibuka tutup, sebelum mengalir lewat jendela
angin kencang disaring dulu oleh balkon dan kanopi beton pada setiap lantai
kemudian diteruskan melalui bukaan jendela sisi luar, masuk ke dalam bangunan,
kemudian keluar melalui bukaan jendela sisi dalam (sisi void) atau sebaliknya,
sehingga angin mengalir secara menyilang pada setiap sudut ruang yang terdapat
bukaan.

Sirkulasi Angin & Cahaya pada Gedung Wisma Dharmala Sakti Jakarta

3.4.2 Menara Phinisi UNM

PPA UNM atau yang terkenal dengan nama Menara Phinisi UNM merupakan
gedung tinggi pertama di Indonesia dengan sistem fasade Hiperbolic Paraboloid,
yang merupakan ekspresi futuristik dari aplikasi kecanggihan ilmu pengetahuan dan
teknologi. Menara Phinisi ini terletak di Kampus Universitas Negeri (UNM) Gunung
Sari, Makassar, Jl Andi Pangerang Pettarani. Gedung ini lokasinya tidak jauh dari
Hotel Grand Clarion. UNM sendiri adalah kampus keguruan negeri terbesar di
Makassar bahkan Indonesia Timur.
Iklim Makro memiliki 4 aspek di dalamnya, seperti :

1. Suhu

Pada menara Phinisi UNM yang berorientasi arah utara-selatan dengan fasad
menghadap timur-barat yang berarti bangunan tersebut terpapar sinar matahari
paling banyak saat pagi dan sore hari. Matahari melintas dari arah timur ke barat,
mulai dari fajar hingga terbenamnya matahari. Yaitu sekitar pukul 05.00 – 18.00
WIT. Di daerah menara Phinisi Makassar matahari tepat berada di atas sekitar pukul
12.00 – 14.00 WIT dengan matahari paling menyengat sekitar pukul 10.00 – 15.00
WIT. Jadi orientasi menghadap utara-selatan memiliki udara yang lebih sejuk karena
tidak banyak terpapar sinar matahari, namun bangunan tersebut juga mendapatkan
sinar matahari yang cukup untuk ruangan didalamnya, hal ini merupakan salah satu
prinsip dari arsitektur tropis.

2. Curah Hujan

Menara Phinisi memiliki Overstek berbentuk horizontal pada setiap lantai


nya. Overstek yang berada di kedua samping menara ini berfungsi sebagai sumber
energi berkelanjutan tanpa melalui konversi menjadi energi listrik yang biasa disebut
photovoltaic.

Penerapan second dary skin pada Menara Pinisi


Sumber : dokumen pribadi 2020 & (Arsitur, 2020)

Secondary skin dan dua bentuk overstek pada bangunan menara Phinisi
yang berguna sebagai penahan radiasi matahari maupun hujan deras merupakan
salah satu penerapan prinsip arsitektur tropis.

3. Radiasi Matahari
Pada bagian fasad bangunan podium terdapat kaca reflektor sinar matahari
berbentuk vertikal yang berwarna kecoklatan. Kedua overstek ini sama-sama
memiliki fungsi sebagai penahan radiasi sinar matahari dan mengurangi efek
tampias dari hujan dan angin.
Penggunaan Overstak pada Gedung Pinisi
Sumber : dokumen pribadi 2020 & (Zulkarnaen, 2014)

Menara Phinisi fasadnya memiliki secondary skin berbentuk sirip dengan


pola ombak berwarna putih terbuat dari stainless steel berguna sebagai penahan
radiasi sinar matahari dengan cara memantulkan cahaya sehingga menurunkan suhu
didalam ruangan bangunan tersebut.

4. Angin
Menara phinisi terbagi menjadi empat bagian, arah angin bergerak
memanjang mengikuti bentuk bangunan yang memanjang ke arah utara - selatan.
Angin yang masuk melalui bukaan depan lebih banyak melewati celah pada
bangunan. Pada void yang terdapat diantara bangunan ketiga dengan keempat,
sirkulasi angin lebih banyak karena mengikuti bentuk void yang melingkar. Pada
selasar antar bangunan, sirkulasi angin sangat lancar sehingga suhunya sangat
sejuk, karena selasar merupakan jalur untuk dilewati angin selain untuk
penghubung bangunan. Jadi pada menara Phinisi ini memiliki salah satu dari
prinsip arsitektur tropis yaitu sirkulasi udara yang cukup baik terhadap iklim tropis
di sekitar bangunan

Penempatan Void Universitas Negri Makassar

3.5 Studi Kasus Bangunan Iklim Mikro

3.5.1 Taman Sari Royal Heritage Spa, Hotel Sheraton Mustika Yogyakarta
Kolam Renang dalam Ruang, Taman Sari Royal Heritage Spa
Sumber: tripadvisor.it

Taman Sari Royal Heritage Spa menerapkan konsep air dalam


ruang sebagai pengendali iklim mikro ruang. Merujuk pada penelitian
yang dilakukan oleh Dyah Hendrawati pada tahun 2016 dengan judul “Air
Sebagai Alat Pengendali Iklim Mikro dalam Bangunan, Studi Kasus:
Taman Sari Royal Heritage Spa, Hotel Sheraton Mustika Yogyakarta”,
semua ruangan di Taman Sari Royal Heritage Spa berada dalam kondisi
nyaman termal dengan kelembaban udara diatas 40%, sesuai dengan SNI,
pada saat air kolam renang terisi penuh. Saat air dikurangi, kelembaban
udara di setiap ruangan juga terus menurun. Kemudian, semua ruangan
berada dalam kondisi tidak nyaman secara termal dengan kelembaban
udara kurang dari 40% saat kolam renang tidak terisi air.

Tabel. Persentase Rata-Rata Kenaikan Suhu dan Penurunan Kelembaban

Sumber: jurnal “Air Sebagai Alat Pengendali Iklim Mikro dalam Bangunan, Studi
Kasus: Taman Sari Royal Heritage Spa, Hotel Sheraton Mustika Yogyakarta” oleh
Hendrawati, Dyah (2016)

Berdasarkan hal tersebut, Dyah Hendrawati (2016) menyimpulkan


bahwa Hotel Sheraton Mustika Yogyakarta Resort and Spa, khusus nya
area Taman Sari Royal Heritage Spa berhasil menerapkan konsep air
dalam ruang sebagai pengendali iklim mikro ruang. Keberadaan elemen
air ini memiliki peran penting dalam pengendalian iklim mikro ruang
karena dapat mempengaruhi kondisi kelembaban udara dan suhu ruang.

3.5.2 Gereja Ignatius, Kota Manado


Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Veronica Adelin
Kumurur pada tahun 2018 dengan judul “Adaptasi Bangunan Gaya
Arsitektur Kolonial Belanda terhadap Iklim Tropis Kota Manado”, Gereja
Ignatius menerapkan beberapa hal dalam mengendalikan iklim makro di
dalam bangunan, antara lain:
- Sun Shading
Bangunan ini tidak memiliki teras beratap, akan tetapi terdapat
kanopi pada pintu masuk bangunan yang berfungsi sebagai penahan
sinar matahari.

Kanopi pada Gereja Ignatius


Sumber: jurnal “Adaptasi Bangunan Gaya Arsitektur Kolonial Belanda terhadap
Iklim Tropis Kota Manado” oleh Kurumur, Veronica Adelin (2018)

- Bukaan
Bangunan Gereja Ignatius memiliki bukaan berupa jendela yang
berfungsi untuk memasukkan pencahayaan dan penghawaan alami
ke dalam ruang gereja.
Jendela pada Gereja Ignatius
Sumber: jurnal “Adaptasi Bangunan Gaya Arsitektur Kolonial Belanda terhadap
Iklim Tropis Kota Manado” oleh Kurumur, Veronica Adelin (2018)

- Material
Material bangunan yang digunakan pada Gereja Ignatius adalah
material yang ringan, yaitu batu bata sebagai bahan konstruksi utama
dan kayu pada kuda-kuda dan kusen. Pada dinding luar bangunan ini
menggunakan material batu alam untuk melindungi dinding dari
pengaruh sinar matahari dan hujan.

3.5.3 Bangunan Tradisional Suku Bugis (Timpalaja), Makassar

Rumah Tradisional Bugis Timpalaja

Sumber: Jurnal “Studi Kenyamanan Termal Pada Bangunan Hunian Bugis (Timpalaja)
Tradisional Kota Makassar (Tinjauan Kenyamanan Ruang Luar Bangunan)” oleh
Muhammad Husni Kotta dkk (2020)
Bangunan tradisional Bugis (timpalaja) Makassar, sebagian besar
pada daerah pedesaan atau letaknya dipinggir pantai atau sepanjang sisi jalan
utama ke kabupaten daerah tertentu di Kota Makassar, Sulawesi Selatan,.
berikut hasil penelitian yang dilakukan Muhammad Husni Kotta dkk. Pada
tahun 2020 dengan judul “Studi Kenyamanan Termal Pada Bangunan Hunian
Bugis (Timpalaja) Tradisional Kota Makassar (Tinjauan Kenyamanan Ruang
Luar Bangunan)”. Bangunan Tradisional Suku bugis (timpalaja) menerapkan
beberapa hal dalam mengendalikan iklim makro di dalam bangunan antara
lain:

● Orientasi Bangunan, Orientasi bangunan tradisional bugis yaitu


memanjang dari utara selatan – utara, tampak depan bangunan
menghadap ke timur, tata letak dalam satu kawasan berpencar-pencar
sehingga perolehan udara yang segar dapat di peroleh dengan baik
dan bentuknya sederhana yaitu berbentuk bujursangkar. Terlihat dari
bentuk peninggiannya yang dapat mengalirkan udara secara bebas
serta memberikan temperatur yang nyaman dan selubung bangunan
dengan material lokal dapat menmenuhi kenyamaanan dalam
bangunan dan penghematan energi. Rumah panggung Bugis
(timpalaja) Makassar ternyata sangat adaptif/responsip terhadap iklim
tropis lembab.

Tabel. Persentase Rata-Rata Kenaikan Suhu dan perbedaan material atap

Sumber: Jurnal “Studi Kenyamanan Termal Pada Bangunan Hunian


Bugis (Timpalaja) Tradisional Kota Makassar (Tinjauan Kenyamanan Ruang Luar
Bangunan)” oleh Muhammad Husni Kotta dkk (2020)

● Atap dan Sirkulasi Udara, Tekanan panas dari bagian atap


bangunan dapat diperbesar dengan adanya rongga langit-langit, dan
langit-langit serta aliran udara atau sirkulasi udara di dalam rongga
langit-langit.
● Vegetasi, Vegetasi sekitar bangunan tradisional bugis (timpalaja) dan
semacamnya, sangat mempengaruhi radiasi matahari, Suhu /
Temperatur. Kelembaban dan pergerakan aliran angin yang masuk ke
dalam ruangan rumah melalui atap timpalaja.
● Material, Bahan bangunannya semua berasal dari bahan alam, antara
lain : bambu, atap rumbia, atau menggunakan atap seng, dengan
perkembangan zaman dan berkembangnya aneka ragam material
bangunan, sekarang ini atap dari timpalaja bambu, berubah menjadi
atap seng. Dengan pertimbangan atap seng, dari fungsinya dapat
bertahan lama penggunaannya., akan tetapi kalau semua model
timpalaja berubah menggunakan atap seng, maka “Citra” Timpalaja
yang menggunakan atap bambu akan hilang.
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Bangunan yang memanfaatkan matahari dan iklim sebagai sumber energi primer
haruslah dirancang untuk mengakomodasi perubahan iklim sebagai konsekwensi siklus
iklim secara harian, musiman maupun tahunan dan mengalami versi cuaca yang berbeda
sesuai dengan keberadaannya pada suatu garis lintang geografis tertentu di permukaan bumi
ini. Pada hakekatnya, bentuk yang dimiliki untuk satu kawasan pembagian iklim ataupun
satu periode tidak sama baik dalam hal fasade ataupun tampilannya. Namun, inti dari bentuk
itu sendiri adalah bagaimana bangunan tersebut bisa memberikan kenyamanan bagi manusia
sebagai penghuni ataupun sebagai subjek dari bangunan dan lingkungan tersebut terhadap
perubahan iklim yang ada di wilayah itu. Perkembangan era kehidupan manusia dari tahun
ke tahun ternyata membuat dampak terhadap penggunaan bahan / material pada suatu
bangunan di mana pun berada, baik itu di wilayah pembagian iklim tropis, sub tropis, sedang
maupun dingin. Namun, sesuai dengan karakter iklim yang dialami untuk masing-masing
wilayah, tetap ada bahan / material yang penggunaannya tidak terlalu maksimal ataupun
bahkan tidak digunakan di suatu wilayah namun digunakan bahkan maksimal digunakan di
wilayah lainnya.
4.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2020. “Iklim: Pengertian Secara Umum dan Menurut Para Ahli serta
Karakteristik – Unsur – Jenis – Sifat – Dampak Perubahan”.
https://teks.co.id/pengertian-iklim-secara-umum-menurut-para-ahli-serta-
karakteristik-unsur-jenis-sifat-dampak-perubahan/, diakes pada 15 Oktober
2020 Pukul 17.47
Lahiang, Gerald Clifford. (2020). “Pengamatan Laut dan Cuaca Menggunakan
Automatic Weather Station (AWS) BMKG Bitung di KM.Tilongkabila
dalam Wilayah Perairan Gorontalo-Bitung
Hendrawati, Dyah. 2016. “Air Sebagai Alat Pengendali Iklim Mikro dalam
Bangunan, Studi Kasus: Taman Sari Royal Heritage Spa, Hotel Sheraton
Mustika Yogyakarta”. Jurnal Teknik Sipil & Perencanaan, 2(18), 97-106
Kurumur, Veronica Adelin. 2018. “Adaptasi Bangunan Gaya Arsitektur Kolonial
Belanda terhadap Iklim Tropis Kota Manado”. Jurnal Lingkungan Binaan
Indonesia, 7(1), 32-37

Gunawan, I. W. (2019). PENGARUH IKLIM, SINAR MATAHARI, HUJAN DAN


KELEMBABAN PADA BANGUNAN. Prosiding Seminar Nasional
Arsitektur, Budaya dan Lingkungan Binaan (SEMARAYANA) (pp. 147-156).
Bali: Universitas Dwijendra.

Talarosha, B. (2005). MENCIPTAKAN KENYAMANAN THERMAL PADA


BANGUNAN. Jurnal Sistem Teknik Industri, Vol.6(3), 148-158.

Anonim. (2019). “Pengertian Iklim Mikro dan Komponennya (Suhu dan


Kelembaban)”. Link: https://www.gurugeografi.id/2019/08/pengertian-iklim-mikro-
dan-komponennya.html diakses pada 16 Oktober 2022 pukul 15.21

Imran, Mohammad. 2013. “PENGARUH IKLIM TERHADAP BENTUK


DAN BAHAN ARSITEKTUR BANGUNAN”. RADIAL. VOLUME 1 NO 1.
Sekolah Tinggi Teknik (STITEK) Bina Taruna Gorontalo. Indonesia.

Kotta, Muhammad Husni. Al-Ikhsan, Ainussalbi. Tahir, M Arzal. Rosydah,


Sitti. 2020. ““STUDI KENYAMANAN TERMAL PADA BANGUNAN HUNIAN
BUGIS (TIMPALAJA) TRADISIONAL KOTA MAKASSAR (TINJAUAN
KENYAMANAN RUANG LUAR BANGUNAN)”. Jurnal Malige Arsitektur, Vol.
2, No. 1hal. 30-37. ISSN 2656-8160. Universitas Halu Oleo. Indonesia.

Irfandi. PENGARUH IKLIM DALAM PERANCANGAN ARSITEKTUR.


Diakses pada 16 Oktober 2022, pukul 19:02 Wib.

Anda mungkin juga menyukai