Penulis
Nama Anggota : Hafifah Damayanti (2015012003)
Rigel Sandi Bahri (2015012032)
Siti Jahvira Pramita (2055012002)
Annaba Qolby Sururi (2015012039)
Fitridiani Sahzania (2015012004)
Arya Bagas Sirwindo (2015012037)
Reyhan Fahrul Ichtiar (2015012047)
Muhammad Gusti Jofa Sanjaya (2015012071)
P.S. : S1 Arsitektur
Mata Kuliah : Desain Bangunan Tropis
Dosen : Ir. Ar. Kelik Hendro Basuki, S.T., M.T.
Ir. Agung Cahyo Nugroho, S.T., M.T.
Jurusan Arsitektur
Bandarlampung
17 Oktober 2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena telah memberikan
limpahan rahmat sehat-Nya, baik itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran,
sehingga kami mampu untuk menyelesaikan laporan yang berjudul “Identifikasi
Iklim Mikro dan Makro di Daerah Tropis” tepat waktu.
Laporan yang berjudul “Identifikasi Identifikasi Iklim Mikro dan Makro di
Daerah Tropis” disusun guna memenuhi tugas dari Bapak Ir. Ar. Kelik Hendro
Basuki, S.T., M.T., IAI dan Ir. Agung Cahyo Nugroho, S.T., M.T. pada mata kuliah
Arsitektur Bangunan Tropis di Jurusan Arsitektur Universitas Lampung. Selain itu
kami berharap agar laporan ini dapat menambah wawasan bagi pembaca tentang
identifikasi serta karakteristik iklim makro dan mikro pada bangunan.
Kami mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Bapak Ir. Ar.
Kelik Hendro Basuki, S.T., M.T., IAI dan Ir. Agung Cahyo Nugroho, S.T., M.T.
selaku dosen mata kuliah Arsitektur Bangunan Tropis dengan memberikan tugas
yang dapat menambah pengetahuan dan wawasan kami.
Kami mengakui bahwa kami mempunyai keterbatasan dalam berbagai hal,
oleh karena itu tidak ada suatu hal yang dapat diselesaikan dengan sangat sempurna,
begitu pula dengan laporan yang telah kami selesaikan. Maka dari itu, kami
menerima kritik dan saran tersebut sebagai batu loncatan yang dapat memperbaiki
laporan kami di masa yang akan datang. Demikian dan apabila terdapat banyak
kesalahan pada laporan ini kami mohon maaf yang sebesar-besarnya.
Penulis
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR TABEL
BAB I
PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
1.4 Manfaat
BAB I Pendahuluan
BAB IV Penutup
Pada bab ini berisikan kesimpulan dari pembahasan yang telah dilakukan
mengenai iklim makro dan mikro beserta penjelasan mendetail lainnya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Secara garis besar iklim dibagi atas 2 (dua) jenis, yakni iklim makro
dan iklim mikro. Berikut pengertian iklim makro dan iklim mikro:
Iklim makro adalah suatu kondisi iklim pada suatu tempat tertentu
yang memiliki area cakupan yang luas dengan kata lain berhubungan dengan
atmosfer. Iklim makro dapat dibedakan menjadi 3 (tiga) skala dengan
berdasarkan ukuran wilayah tersebut, yaitu : skala global dengan luas daerah
ribuan kilometer, skala regional dengan luas daerah ratusan kilometer dan
skala global dengan luas daerah 10 kilometer.
PEMBAHASAN
3.1.1 Suhu
Khatulistiwa Cina
Khatulistiwa
Kelembaban dari elemen bangunan dapat disebabkan oleh air hujan yang
menembus dinding dan atap dari luar, air hujan yang merembes melalui
celah pintu, jendela, dan sambungan yang bocor, kondensasi uap air di
dalam ruangan, difusi melalui lapisan bahan bangunan, dan tanah yang
berasal dari penetrasi. air dari Pondasi, dinding atau lantai (gaya kapiler).
3.1.3 Radiasi Matahari
Pola aliran udara yang melewati ruang tergantung pada lokasi inlet
(lobang masuk) udara dan shading devices yang digunakan di bagian luar.
Secara umum, posisi outlet tidak akan mempengaruhi pola aliran udara.
Untuk menambah kecepatan udara terutama pada saat panas, bagian inlet
udara ditempatkan di bagian atas, luas outlet sama atau lebih besar dari inlet
dan tidak ada perabot yang menghalangi gerakan udara di dalam ruang.
Gerakan udara harus diarahkan ke ruang ruang yang membutuhkan atau
ruang keluarga. Penggunaan screen serangga akan mengurangi aliran udara
ke dalam bangunan. Bukaan jendela (Jalousie atau louvered akan membantu
udara langsung ke tempat-tempat yang membutuhkan.
Suatu bentuk arsitektur dipengaruhi oleh faktor iklim yang terjadi di daerah
tersebut hal itu dikarenakan aktivitas manusia yang bervariasi memerlukan kondisi
iklim sekitar tertentu yang bervariasi pula. Untuk melangsungkan aktivitas kantor,
misalnya, diperlukan ruang dengan kondisi visual yang baik dengan intensitas
cahaya yang cukup; kondisi termis yang mendukung dengan suhu udara pada
rentang-nyaman tertentu; dan kondisi audial dengan intensitas gangguan bunyi
rendah yang tidak mengganggu pengguna bangunan (majalah eksplorasi desain &
arsitektur, 2010).
Karena cukup banyak aktivitas manusia yang tidak dapat diselenggarakan akibat
ketidak sesuaian kondisi iklim luar, manusia membuat bangunan. Dengan bangunan,
diharapkan iklim luar yang tidak menunjang aktivitas manusia dapat
dimodifikasidiubah menjadi iklim dalam (bangunan) yang lebih sesuai. Usaha
manusia untuk mengubah kondisi iklim luar yang tidak sesuai menjadi iklim dalam
(bangunan) yang sesuai seringkali tidak seluruhnya tercapai. Dalam banyak kasus,
manusia di daerah tropis seringkali gagal menciptakan kondisi termis yang nyaman
di dalam bangunan. Ketika berada di dalam bangunan, pengguna bangunan justru
seringkali merasakan udara ruang yang panas, sehingga kerap mereka lebih memilih
berada di luar bangunan (majalah eksplorasi desain & arsitektur, 2010). Iklim
berpengaruh terhadap kenyamanan thermal pada suatu ruang dalam bangunan serta
perkembangan suatu rumah tinggal di suatu daerah / wilayah. Iklim luar yang tidak
sesuai dengan tuntutan penyelenggaraan aktivitas manusia dicoba untuk diubah
menjadi iklim dalam (bangunan) yang sesuai. Karya arsitektur selalu didasari
pertimbangan untuk memecahkan permasalahan iklim setempat yang bersuhu
rendah. Bangunan dibuat dengan dinding rangkap yang tebal, dengan penambahan
bahan isolasi panas di antara kedua lapisan dinding sehingga panas di dalam
bangunan tidak mudah dirambatkan ke udara luar. Karya arsitektur tidak pernah
disebut sebagai karya arsitektur sub-tropis, melainkan sebagai arsitektur Victorian,
Georgian dan Tudor; sementara sebagian karya yang lain diklasifikasikan sebagai
arsitektur modern (modern architecture), arsitektur pasca-modern (post-modern
architecture), arsitektur modern baru (new modern architecture), arsitektur teknologi
tinggi (high-tech architecture), dan arsitektur dekonstruksi (deconstruction
architecture). (majalah eksplorasi desain & arsitektur, 2010). Kekeliruan pemahaman
paradigm mengenai arsitektur tropis, karena pengertian arsitektur tropis sering
dicampuradukkan dengan pengertian „arsitektur tradisional‟, yang memang secara
menonjol selalu dipecahkan secara tropis. Pada masyarakat tradisional, iklim sebagai
bagian dari alam begitu dihormati bahkan diagungkan, sehingga pertimbangan iklim
amat menonjol pada karya arsitektur tersebut. Pemahaman mengenai arsitektur tropis
lalu memiliki konteks dengan budaya, yakni kebudayaan tradisional suatu wilayah.
Hanya mereka yang mendalami ilmu sejarah dan teori arsitektur yang mampu
berbicara banyak mengenai budaya dalam kaitannya dengan arsitektur, sementara
arsitektur tropis (basah) tidak semua wilayah memilikinya, akan tetapi di seluruh
negara yang beriklim tropis (basah) dengan budaya yang berbedabeda, sehingga
pendekatan arsitektur tropis dari aspek budaya menjadi tidak relevan. Dari uraian di
atas, perlu ditekankan kembali bahwa pemecahan rancangan arsitektur tropis (basah)
pada akhirnya sangatlah terbuka. Arsitektur tropis dapat berbentuk apa saja tidak
harus serupa dengan bentuk-bentuk arsitektur tradisional yang banyak dijumpai di
wilayah Indonesia, sepanjang rancangan bangunan tersebut mengarah pada
pemecahan persoalan yang ditimbulkan oleh iklim tropis seperti terik matahari, suhu
tinggi, hujan dan kelembaban tinggi. Iklim sangat berpengaruh bagi arsitektur suatu
bangunan, salah satunya adalah pengaruh iklim terhadap bentuk arsitektur suatu
bangunan ataupun suatu rancangan lingkungan binaan. Bentuk bangunan di tiap-tiap
wilayah sangat bergantung dari beberapa faktor, diantaranya adalah : 1. Aktivitas /
karakter manusia 2. Lokasi / wilayah 3. Orientasi bangunan terhadap cuaca / iklim 4.
Posisi pergerakan matahari 5. Arah pergerakan angin / udara 6. Orientasi bangunan
terhadap alam 7. Posisi lahan / ketinggian lahan 8. Kemajuan teknologi 9.
Kenyamanan thermal 10. Perubahan era kehidupan manusia Oleh karenanya, bentuk
arsitektur suatu bangunan di suatu wilayah tidak akan sama sekalipun bangunan
tersebut berada di dalam satu kawasan pembagian iklim. Jika ditinjau secara
klimatik, bentuk arsitektur suatu bangunan akan sama prinsipnya untuk satu kawasan
pembagian iklim. Bagaimana agar bangunan itu bisa memberikan kenyamanan bagi
manusia terhadap cuaca panas yang berlebihan dan dingin yang berlebihan, maka
bentuk suatu bangunan juga bisa berpengaruh terhadap faktor lainnya yang sudah
disebutkan di atas tadi.
1. Lokasi / wilayah
2. Orientasi bangunan terhadap cuaca /iklim
3. Jenis bahan (berpori, berserat, padat, dll)
4. Orientasi bangunan terhadap alam
5. Posisi lahan / ketinggian lahan
6. Kemajuan teknologi / kekuatan bahan
7. Dampak penggunaan bahan bagi kenyamanan thermal
3.4 Studi Kasus Bangunan Iklim Makro
2. Curah Hujan
3. Radiasi Matahari
4. Angin
Sirkulasi Angin & Cahaya pada Gedung Wisma Dharmala Sakti Jakarta
PPA UNM atau yang terkenal dengan nama Menara Phinisi UNM merupakan
gedung tinggi pertama di Indonesia dengan sistem fasade Hiperbolic Paraboloid,
yang merupakan ekspresi futuristik dari aplikasi kecanggihan ilmu pengetahuan dan
teknologi. Menara Phinisi ini terletak di Kampus Universitas Negeri (UNM) Gunung
Sari, Makassar, Jl Andi Pangerang Pettarani. Gedung ini lokasinya tidak jauh dari
Hotel Grand Clarion. UNM sendiri adalah kampus keguruan negeri terbesar di
Makassar bahkan Indonesia Timur.
Iklim Makro memiliki 4 aspek di dalamnya, seperti :
1. Suhu
Pada menara Phinisi UNM yang berorientasi arah utara-selatan dengan fasad
menghadap timur-barat yang berarti bangunan tersebut terpapar sinar matahari
paling banyak saat pagi dan sore hari. Matahari melintas dari arah timur ke barat,
mulai dari fajar hingga terbenamnya matahari. Yaitu sekitar pukul 05.00 – 18.00
WIT. Di daerah menara Phinisi Makassar matahari tepat berada di atas sekitar pukul
12.00 – 14.00 WIT dengan matahari paling menyengat sekitar pukul 10.00 – 15.00
WIT. Jadi orientasi menghadap utara-selatan memiliki udara yang lebih sejuk karena
tidak banyak terpapar sinar matahari, namun bangunan tersebut juga mendapatkan
sinar matahari yang cukup untuk ruangan didalamnya, hal ini merupakan salah satu
prinsip dari arsitektur tropis.
2. Curah Hujan
Secondary skin dan dua bentuk overstek pada bangunan menara Phinisi
yang berguna sebagai penahan radiasi matahari maupun hujan deras merupakan
salah satu penerapan prinsip arsitektur tropis.
3. Radiasi Matahari
Pada bagian fasad bangunan podium terdapat kaca reflektor sinar matahari
berbentuk vertikal yang berwarna kecoklatan. Kedua overstek ini sama-sama
memiliki fungsi sebagai penahan radiasi sinar matahari dan mengurangi efek
tampias dari hujan dan angin.
Penggunaan Overstak pada Gedung Pinisi
Sumber : dokumen pribadi 2020 & (Zulkarnaen, 2014)
4. Angin
Menara phinisi terbagi menjadi empat bagian, arah angin bergerak
memanjang mengikuti bentuk bangunan yang memanjang ke arah utara - selatan.
Angin yang masuk melalui bukaan depan lebih banyak melewati celah pada
bangunan. Pada void yang terdapat diantara bangunan ketiga dengan keempat,
sirkulasi angin lebih banyak karena mengikuti bentuk void yang melingkar. Pada
selasar antar bangunan, sirkulasi angin sangat lancar sehingga suhunya sangat
sejuk, karena selasar merupakan jalur untuk dilewati angin selain untuk
penghubung bangunan. Jadi pada menara Phinisi ini memiliki salah satu dari
prinsip arsitektur tropis yaitu sirkulasi udara yang cukup baik terhadap iklim tropis
di sekitar bangunan
3.5.1 Taman Sari Royal Heritage Spa, Hotel Sheraton Mustika Yogyakarta
Kolam Renang dalam Ruang, Taman Sari Royal Heritage Spa
Sumber: tripadvisor.it
Sumber: jurnal “Air Sebagai Alat Pengendali Iklim Mikro dalam Bangunan, Studi
Kasus: Taman Sari Royal Heritage Spa, Hotel Sheraton Mustika Yogyakarta” oleh
Hendrawati, Dyah (2016)
- Bukaan
Bangunan Gereja Ignatius memiliki bukaan berupa jendela yang
berfungsi untuk memasukkan pencahayaan dan penghawaan alami
ke dalam ruang gereja.
Jendela pada Gereja Ignatius
Sumber: jurnal “Adaptasi Bangunan Gaya Arsitektur Kolonial Belanda terhadap
Iklim Tropis Kota Manado” oleh Kurumur, Veronica Adelin (2018)
- Material
Material bangunan yang digunakan pada Gereja Ignatius adalah
material yang ringan, yaitu batu bata sebagai bahan konstruksi utama
dan kayu pada kuda-kuda dan kusen. Pada dinding luar bangunan ini
menggunakan material batu alam untuk melindungi dinding dari
pengaruh sinar matahari dan hujan.
Sumber: Jurnal “Studi Kenyamanan Termal Pada Bangunan Hunian Bugis (Timpalaja)
Tradisional Kota Makassar (Tinjauan Kenyamanan Ruang Luar Bangunan)” oleh
Muhammad Husni Kotta dkk (2020)
Bangunan tradisional Bugis (timpalaja) Makassar, sebagian besar
pada daerah pedesaan atau letaknya dipinggir pantai atau sepanjang sisi jalan
utama ke kabupaten daerah tertentu di Kota Makassar, Sulawesi Selatan,.
berikut hasil penelitian yang dilakukan Muhammad Husni Kotta dkk. Pada
tahun 2020 dengan judul “Studi Kenyamanan Termal Pada Bangunan Hunian
Bugis (Timpalaja) Tradisional Kota Makassar (Tinjauan Kenyamanan Ruang
Luar Bangunan)”. Bangunan Tradisional Suku bugis (timpalaja) menerapkan
beberapa hal dalam mengendalikan iklim makro di dalam bangunan antara
lain:
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Bangunan yang memanfaatkan matahari dan iklim sebagai sumber energi primer
haruslah dirancang untuk mengakomodasi perubahan iklim sebagai konsekwensi siklus
iklim secara harian, musiman maupun tahunan dan mengalami versi cuaca yang berbeda
sesuai dengan keberadaannya pada suatu garis lintang geografis tertentu di permukaan bumi
ini. Pada hakekatnya, bentuk yang dimiliki untuk satu kawasan pembagian iklim ataupun
satu periode tidak sama baik dalam hal fasade ataupun tampilannya. Namun, inti dari bentuk
itu sendiri adalah bagaimana bangunan tersebut bisa memberikan kenyamanan bagi manusia
sebagai penghuni ataupun sebagai subjek dari bangunan dan lingkungan tersebut terhadap
perubahan iklim yang ada di wilayah itu. Perkembangan era kehidupan manusia dari tahun
ke tahun ternyata membuat dampak terhadap penggunaan bahan / material pada suatu
bangunan di mana pun berada, baik itu di wilayah pembagian iklim tropis, sub tropis, sedang
maupun dingin. Namun, sesuai dengan karakter iklim yang dialami untuk masing-masing
wilayah, tetap ada bahan / material yang penggunaannya tidak terlalu maksimal ataupun
bahkan tidak digunakan di suatu wilayah namun digunakan bahkan maksimal digunakan di
wilayah lainnya.
4.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2020. “Iklim: Pengertian Secara Umum dan Menurut Para Ahli serta
Karakteristik – Unsur – Jenis – Sifat – Dampak Perubahan”.
https://teks.co.id/pengertian-iklim-secara-umum-menurut-para-ahli-serta-
karakteristik-unsur-jenis-sifat-dampak-perubahan/, diakes pada 15 Oktober
2020 Pukul 17.47
Lahiang, Gerald Clifford. (2020). “Pengamatan Laut dan Cuaca Menggunakan
Automatic Weather Station (AWS) BMKG Bitung di KM.Tilongkabila
dalam Wilayah Perairan Gorontalo-Bitung
Hendrawati, Dyah. 2016. “Air Sebagai Alat Pengendali Iklim Mikro dalam
Bangunan, Studi Kasus: Taman Sari Royal Heritage Spa, Hotel Sheraton
Mustika Yogyakarta”. Jurnal Teknik Sipil & Perencanaan, 2(18), 97-106
Kurumur, Veronica Adelin. 2018. “Adaptasi Bangunan Gaya Arsitektur Kolonial
Belanda terhadap Iklim Tropis Kota Manado”. Jurnal Lingkungan Binaan
Indonesia, 7(1), 32-37