Anda di halaman 1dari 55

ANALISIS KUALITAS TRANSPORT SAFETY MANAGEMENT

MOBIL TANKI MENGGUNAKAN PENDEKATAN LEAN SIX


SIGMA DAN SYSTEMATIC CAUSE ANALYSIS TECHNIQUE
(SCAT)

LAPORAN KERJA PRAKTIK


Disusun Untuk Memenuhi Persyaratan
Mata Kuliah Kerja Praktik

PRADHIPTA LISTYAWARDHANI
21070117130096

DEPARTEMEN TEKNIK INDUSTRI


FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2020
Laporan Kerja Praktik Teknik Industri
Universitas Diponegoro

iii
Laporan Kerja Praktik Teknik Industri
Universitas Diponegoro

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Di awal tahun 2019, Indonesia tercatat menempati urutan ketiga. dengan jumlah
kendaraan bermotor terbanyak di Asia. Mengutip data Badan Pusat Statistik, jumlah
kepemilikan kendaraan beroda empat di Indonesia. Angkanya mencapai 24,6 juta. Masing-
masing 15,8 juta untuk mobil penumpang, serta 8,8 juta untuk bus dan truk. Sementara
kepemilikan motor yang mencapai 137,7 juta menandakan, jumlah kendaraan roda dua
tersebut sudah mencapai separuh dari jumlah penduduk Indonesia sebanyak 260 (juta jiwa).
Selain motor, PT. Pertamina yang mengutip data Badan Pusat Statistik, juga menjabarkan
jumlah kepemilikan kendaraan beroda empat di Indonesia. Angkanya mencapai 24,6 juta.
Masing-masing 15,8 juta untuk mobil penumpang, serta 8,8 juta untuk bus dan truk.

Dengan jumlah kendaraan bermotor yang banyak, kebutuhan akan Bahan Bakar
Minyak di seluruh Indonesia saat ini mengalami peningkatan . Oleh sebab itu, industri yang
bergerak di biidang perminyakan dan gas dituntut untuk terus memenuhi permintaan bahan
bakar yang terus meningkat. Berdasarkan data BPH Migas, Pertumbuhan konsumsi energi
dalam negeri mencapai 10% setiap tahunnya. Berikut merupakan data konsumsi bahan bakar
dari tahun 2006-2017 :

1
Laporan Kerja Praktik Teknik Industri
Universitas Diponegoro

Gambar 1. 1 Data Konsumsi BBM Nasional Per Tahun


(Sumber : BPH Migas)

Sebagai Badan Usaha Milik Negara yang menjalankan bisnisnya di bidang energi,
minyak, dan gas bumi, PT.Pertamina (Persero) menjadi tumpuan pasokan BBM di wilayah
Indonesia. Menurut BPA Migas, Lebih dari 70% permintaan akan BBM dan Bahan Bakar
Minyak Industri dipenuhi oleh Pertamina. Pemenuhan permintaan tidak lepas dari proses
distribusi. Salah satu rantai pasok dari distribusi BBM tersebut adalah pendistribusian Bahan
Bakar Minyak (BBM) dari Terminal menuju Retail SPBU.

Melalui jalur darat, distribusi BBM dilakukan menggunakan kereta api dan mobil tangki.
Pendistibusian BBM menggunakan mobil tanki melewati jalan raya umum mempunyai
tingkat resiko yang cukup tinggi. Hal ini dibuktikan dengan tingginya angka kecelakaan di
Pertamina, khususnya Direktorat Pemasaran. Dari data kecelakaan pada tahun 2018
menunjukkan 53,14% nya merupakan kecelakaan mobil tangki. Merujuk pada tahun 2017
juga menunjukkan hasil yang serupa, dimana 53,40% dari kejadian kecelakaan distribusi
terjadi pada mobil tangki.

Hal tersebut juga terjadi di Marketing Operation Region IV, dimana dalam 3 tahun
terakhir, jumlah atau prosentase kecelakaan mobil tangki menjadi penyumbang angka
Laporan Kerja Praktik Teknik Industri
Universitas Diponegoro

tertinggi yaitu 74 % dari total insiden pada periode 2017-2019, dengan diagram data sebagai
berikut:

Gambar 1. 2 Diagram Data Insiden MOR IV periode 2017-2019

Mengacu dengan tingginya prosentase angka kecelakaan transportasi mobil tangki dalam
3 tahun terakhir, Departemen Human, Safety, Security, and Environment ingin melakukan
analisis kualitas transport safety menggunakan Lean Six Sigma melalui pendekatan DMAIC.
Pengukuran dilakukan dengan menggunakan data Laporan Kejadian Penting (LKP) untuk
perhitungan DPMO. Analisis lebih dalam mengenai faktor-faktor penyebab kecelakaan
transportasi mobil tanki baik secara internal maupun eksternal menggunakan tools berupa
diagram Pareto, Systemic Cause Analysis Technique (SCAT), dan fishbone diagram.
Kemudian dilakukan brainstorming bersama driver dan pihak manajemen untuk
mendiskusikan program yang tepat untuk diterapkan.

1.2 Perumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang yang telah dijabarkan diatas, permasalahan yang terjadi
di PT.Pertamina MOR IV adalah tingginya angka kecelakaan lalu lintas khususnya
kendaraan Mobil Tanki pada proses pendistribusian Bahan Bakar Minyak (BBM). Meskipun

3
Laporan Kerja Praktik Teknik Industri
Universitas Diponegoro

sempat mengalami penurunan pada tahun 2019, namun fungsi HSSE ingin menganalisis
lebih dalam lagi mengenai penyebab akar dari kecelakaan mobil tanki. Hal ini dilakukan
untuk mengurangi kerugian baik dari segi materiil, hingga mundurnya waktu pengiriman
akibat kecelakaan.

1.3 Tujuan Penulisan


Tujuan dari penelitian yang dilakukan adalah sebagai berikut :

1. Mengidentifikasi waste yang terjadi akibat kecelakaan pada proses pendistribusian


BBM menggunakan Mobil Tanki.
2. Mengetahui posisi kualitas dari Transport Safety Management pada proses
pendistribusian BBM di PT. Pertamina MOR IV.
3. Mengetahui akar penyebab dari tingginya angka kecelakaan Mobil Tanki.
4. Mencari solusi yang dapat di implementasikan untuk dapat memperbaiki Transport
Safety.

1.4 Pembatasan Masalah


Batasan penelitian yang diberikan pada penyusunan Laporan Kerja Praktik ini adalah
sebagai berikut :

1. Penelitian dilakukan menggunakan data Laporan Kejadian Penting pada divisi


Human Safety Environtment (HSE) PT.Pertamina MOR IV pada tahun 2019
2. Studi Lapangan dilakukan hanya pada lokasi Terminal Bahan Bakar Minyak (TBBM)
Pengapon Semarang untuk mendapatkan gambaran kondisi sebenarnya mengenai
implementasi Transport Safety Management.
3. Metode yang digunakan adalah Lean Six Sigma dengan pendekatan DMAIC.
Laporan Kerja Praktik Teknik Industri
Universitas Diponegoro

1.5 Tempat dan Waktu Pelaksanaan


Tempat dan waktu pelaksanaan penelitian ini adalah sebagai berikut:

Tempat : PT. Pertamina (Persero) Marketing Operation Region (MOR) IV

Alamat : Jl. Pemuda No.114, Sekayu, Kec. Semarang Tengah, Kota Semarang,

Jawa Tengah ,50132

Waktu Pelaksanaan : 06 Januari 2020 – 06 Februari 2020

1.6 Pengumpulan Data

Data yang terdapat pada Laporan Kerja Praktek ini merupakan data sekunder yang
diperoleh dari Laporan Kejadian Penting (LKP) PT. Pertamina MOR IV pada tahun 2017-
2019.

1.7 Sistematika Penulisan


Sistematika penulisan pada penyusunan Laporan Kerja Praktek adalah sebagai
berikut :

Bab I Pendahuluan

Pada bab ini membahas mengenai latar belakang, rumusan masalah, tujuan
penelitian, pembatasan masalah, tempat dan waktu pelaksanaan kerja praktek, metode
pengumpulan data dan sistematika penulisan.

Bab II Tinjauan Kepustakaan

Pada bab ini akan membahas mengenai teori-teori yang mendasari penyusunan
laporan sesuai dengan bidang kajian yang diambil dalam pelaksanaan kerja praktek.

Bab III Gambaran Umum Perusahaan

5
Laporan Kerja Praktik Teknik Industri
Universitas Diponegoro

Pada bab ini membahas mengenai gambaran umum perusahaan yang


menyangkut sejarah, visi dan misi, serta inti bisnis perusahaan PT. Pertamina (Persero)
Marketing Operation Region (MOR) IV.

Bab IV Metodologi Penelitian

Pada bab ini berisi metode yang digunakan pada penelitian yang meliputi tempat
dan waktu penelitian, desain penelitian, teknik pengumpulan data, teknik pengolahan
data, dan alur penelitian yang dilakukan.

Bab V Pembahasan dan Analisis

Pada bab ini membahas mengenai langkah-langkah atau metode yang digunakan
selama melakukan penelitian serta berisi hasil pengamatan masalah disertai dengan
usulan perbaikan.

Bab VI Penutup

Pada bab ini berisi mengenai kesimpulan dan saran.


Laporan Kerja Praktik Teknik Industri
Universitas Diponegoro

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Fleet Management


Fleet Management atau manajemen armada adalah pendekatan administratif yang
memungkinkan perusahaan untuk mengatur dan mengoordinasikan kendaraan kerja dengan
tujuan untuk meningkatkan efisiensi, mengurangi biaya, dan memberikan kepatuhan
terhadap peraturan pemerintah. Meskipun paling umum digunakan untuk pelacakan
kendaraan, manajemen armada mencakup mengikuti dan merekam diagnostik mekanik dan
perilaku pengemudi (Newnam et al,2005).

Manajemen armada digunakan oleh perusahaan untuk memantau kurir, pengiriman


minyak dan gas, utilitas, perbaikan dan bisnis industri jasa untuk memastikan penggunaan
kendaraan yang bertanggung jawab, mengonfirmasi keselamatan dan memungkinkan
pelacakan pada waktu nyata. Meskipun umumnya terkait dengan pengiriman mobil dan truk,
industri perkapalan juga kerap menggunakan teknologi manajemen armada.

Program keselamatan armada yang efektif harus komprehensif, terkini dan


dilembagakan sebagai bagian dari budaya keselamatan perusahaan. Beberapa hal yang dapat
dikontrol melalui manajemen armada (marsh.com/us) :

1. Upper Management Commitment, dukungan dan keterlibatan manajemen


dengan program keselamatan armada Anda
2. Seleksi / Kualifikasi Pengemudi, kriteria untuk memilih karyawan baru
dan kepatuhan terhadap standar-standar ini.
3. New Hire On-Boarding, orientasi perekrutan/ pengemudi baru dan
program pelatihan.
4. Program pelatihan bersertifikasi, seleksi dan sertifikasi bagi mereka yang
ditugaskan untuk menyelenggarakan pelatihan di tempat kerja

7
Laporan Kerja Praktik Teknik Industri
Universitas Diponegoro

5. Driver Manual, manual sumber daya yang mengomunikasikan kebijakan


dan prosedur organisasi kepada karyawan lini depan.
6. Written Safety Manual, alat referensi manajerial untuk prosedur operasi
standar keselamatan.
7. Pelatihan Berkelanjutan, pelatihan penyegaran berkala untuk menjaga
keselamatan di depan karyawan.
8. Pelatihan Remedial, proses perbaikan pengemudi pasca-insiden.
9. Kepatuhan terhadap Peraturan, kepatuhan terhadap masalah peraturan
yang berlaku untuk operasi Anda
10. Disciplinary Action System, program disipliner progresif dan kriteria yang
menyebabkan diskualifikasi pengemudi.
11. Pelaporan dan Investigasi Kerugian, prosedur untuk mengelola,
melaporkan, dan menyelidiki insiden.
12. Loss Analysis, proses analisis penyebab utama, sistem pemantauan
kerugian, tolok ukur riwayat kerugian, dan komunikasi karyawan lini
depan
13. Bonus/Award/Recognition System, penggunaan penguatan dan pengakuan
positif bagi mereka yang memenuhi harapan.
14. Accident Review Board, karyawan dan manajemen garis depan yang
melakukan analisis akar penyebab dan menetapkan pencegahan.
15. Safety Advisory Committee, karyawan dan manajemen garis depan yang
mengidentifikasi, memeriksa, dan memecahkan masalah keselamatan
yang kompleks.
16. Vehicle Inspection and Maintenance, memelihara dan mengaudit kondisi
kendaraan terhadap standar operasi yang aman.
17. Self-Auditing Systems, mengaudit aktivitas organisasi terhadap prosedur
dan tujuan yang ditetapkan.
Laporan Kerja Praktik Teknik Industri
Universitas Diponegoro

18. Driver Health and Wellness, tindakan dan praktik pencegahan yang dapat
mengurangi biaya keseluruhan yang terkait dengan cedera terkait
pekerjaan.
19. Akuntabilitas, membangun kepemilikan untuk keselamatan di berbagai
tingkat manajemen.
20. Keamanan Kargo / Personil, kegiatan yang mendorong keamanan tenaga
kerja dan komoditas yang diangkut.

2.2 Konsep Dasar Lean


Lean adalah suatu upaya terus-menerus untuk menghilangkan pemborosan (waste)
dan meningkatkan nilai tambah (value added) produk (barang dan atau jasa) agar
memberikan nilai kepada pelanggan (customer value). Tujuan Lean adalah meningkatkan
terus-menerus customer value melalui peningkatan terus-menerus rasio antara nilai tambah
terhadap waste (the value-to-waste ratio) (Gaspersz,2002).

APICS dictionary (2005) mendefinisikan Lean sebagai suatu filosofi bisnis yang
berlandaskan pada minimisasi penggunaan sumber-sumber daya (termasuk waktu) dalam
berbagai aktivitas perusahaan. Lean berfokus pada identifikasi dan eliminasi aktivitas –
aktivitas tidak bernilai tambah (non-value adding activities) dalam desain, produksi (untuk
bidang manufaktur) atau bidang operasi (untuk bidang jasa) dan supply chain management
yang berkaitan langsung dengan pelanggan.

Lean dapat didefinisikan sebagai suatu pendekatan sistemik dan sistematik untuk
mengidentifikasi dan menghilangkan pemborosan (waste) atau aktivitas – aktivitas yang
tidak bernilai tambah (non-value-adding activities) melalui peningkatan terus – menerus
secara radikal (radical continues improvement) dengan cara mengalirkan produk (material,
work inprocess, output) dan informasi menggunakan sistem tarik (pull system) dari customer
internal maupun eksternal untuk mengejar keunggulan dan kesempurnaan. Pada prakteknya
nanti, jika Lean ini berhasil diterapkan pada keseluruhan perusahaan maka perusahaan

9
Laporan Kerja Praktik Teknik Industri
Universitas Diponegoro

tersebut bisa dikatagorikan sebagai Lean Enterprise, bila diterapkan pada manufacturing
maka bisa disebut sebagai Lean Manufacturing, dan lain sebagainya.

2.2.1 Jenis-Jenis Pemborosan (Waste)


Pendekatan Lean berfokus pada peningkatan terus – menerus customer value melalui
identifikasi dan eliminasi aktivitas – aktivitas tidak bernilai tambah yang merupakan
pemborosan (waste). Waste dapat didefinisikan sebagai segala aktivitas kerja yang tidak
memberikan nilai tambah dalam proses transformasi input menjadi output.

Waste yang hendak dihilangkan tersebut pada perspektif Lean, terbagi menjadi dua
katagori utama, yaitu Type One Waste dan Type Two Waste. Type One Waste adalah aktivitas
kerja yang tidak menciptakan nilai tambah dalam proses transformasi input menjadi outtput
sepanjang value stream, namun aktivitas tersebut pada saat sekarang tidak dapat dihilangkan
dikarenakan beberapa alasan. Misalnya, pengawasan terhadap aktivitas orang, merupakan
aktivitas yang tidak bernilai tambah berdasarkan perspektif Lean, namun hal tersebut masih
dibutuhkan dikarenakan orang tersebut baru direkrut untuk mengerjakan hal tersebut. Dalam
jangka panjang, aktivitas Type One Waste tersebut harus dihilangkan atau minimal dikurangi.
Type One Waste ini sering disebut sebagai Incidental Activity atau Incidental Work yang
termasuk aktivitas yang tidak bernilai tambah (non value adding work or acivity). Jenis waste
yang berikutnya adalah Type Two Waste, merupakan aktivitas yang tidak menciptakan nilai
tambah dan dapat dihilangkan dengan segera. Misalnya, menghasilkan cacat produk (defect)
atau melakukan kesalahan (error). Type Two Waste ini sering disebut sebagai waste saja,
karena merupakan pemborosan dan harus diidentifikasikan dan dihilangkan dengan segera
(Gasperz, 2002).

2.1.2 Waste dalam Jasa

Jenis waste yang ada pada industri jasa menurut Taylor (2000) adalah sebagai
berikut:
Laporan Kerja Praktik Teknik Industri
Universitas Diponegoro

Tabel 2. 1 Macam Waste Pada Jasa

Waste Definisi
1. Over production Proses melakukan pelayanan yang
berlebihan kepada konsumentanpa
memperhitunggkan timbal baliknya
2. waiting Proses menunggu kedatangan informasi
atau menunggu prosedur urutan service
3. Excessive Transportation Perpindahan yang berlebihan dari proses
pelayanan kepada konsumen sehingga
berdampak pada pemborosan waktu, effort,
dan biaya.

4. Inappropriate processing Ketidaksesuaian metode pelayanan kepada


konsumen
5. Excess Inventory Penyimpanan persediaan service atau
melakukan prosedur service terlalu lebih
awal dari kebutuhan service konsumen.
6. Unnecessary Movement Perlakuan proses pelayanan yang kurang
efektif dan efesien kepada konsumen 7
defects Kesalahan proses dari suattu
penerapan pelayanan.

2.3 Pengertian Six Sigma


Six Sigma menurut Evans (2005) didefinisikan sebagai metode peningkatan proses
bisnis yang bertujuan untuk menemukan dan mengurangi faktor-faktor penyebab kecacatan
dan kesalahan, mengurangi waktu siklus dan biaya operasi, meningkatkan produktivitas,
memenuhi kebutuhan pelanggan dengan lebih baik, mencapai tingkat pendayagunaan aset
yang lebih tinggi, serta mendapat imbal hasil atas investasi yang lebih baik dari segi produksi

11
Laporan Kerja Praktik Teknik Industri
Universitas Diponegoro

ataupun pelayanan. Six sigma merupakan suatu falsafah perbaikan mutu berkelanjutan
menuju zero defect. Six sigma mewakili enam simpangan baku (Sigma berasal dari huruf
Yunani yang digunakan untuk menyatakan simpangan baku dalam statistik atas rata-rata dari
data). Metodologi Six sigma menyediakan peralatan dan teknik untuk meningkatkan kinerja
dan mengurangi cacat dalam proses manapun yang kita laksanakan.

Six sigma dimulai penerapannya pada “Motorola”, yaitu pada divisi pabrikasi, tempat
diproduksi berjuta-juta komponen dengan menggunakan proses sama yang dilaksanakan
berulangkali. Dengan cepat, six sigma berhasil meningkatkan 5 mutu keluaran sehingga
diterapkan pula pada divisi selain divisi pabrikasi. Six sigma digunakan perusahaan untuk
meningkatkan mutu pada proses bisnis yang ada dengan cara meninjau ulang secara tetap
dan memperbaiki proses tersebut. Untuk mencapai hal tersebut, Six sigma menggunakan
suatu metodologi yang dikenal sebagai DMAIC (gambarkan peluang / define, ukur capaian /
measure, teliti kesempatan / analyze opportunity, tingkatkan capaian / improve performance
dan kendalikan kinerja / control performance).

2.4 Konsep Dasar Lean Six Sigma

Lean berhubungan dengan kecepatan, efisiensi, dan eliminasi dari waste dengan
bertujuan untuk mempercepat dari kecepatan proses dengan mereduksi segala bentuk macam
waste. Waste yang dimaksud adalah segala bentuk sesuatu; yang meliputi waktu, biaya,
pekerjaan yang tidak memberikan nilai tambah kepada produk atau jasa kepada para
pelanggan. Di dalam disiplin Lean, terdapat beberapat macam bentuk waste yang dapat
disebut “7 Forms of Waste” (George,2003). Six Sigma memiliki bermacam definisi sehingga
memunculkan ketidakpastian dalam hal definisi yang pasti tergantung dari pandangan dari
masing-masing individu pengguna Six Sigma. Salah satu praktisi mendefinisikan Six Sigma
sebagai suatu bisnis proses yang membantu korporasi untuk meningkatkan secara drastis
aktivitas bisnis mereka dengan cara mendesain dan monitoring sehingga dapat meminimalisir
waste dan sumber daya serta meningkatkan kepuasan pelanggan. Selain itu, Six Sigma juga
dapat didefinisikan sebagai suatu pendekatan dengan performansi tinggi berbasis data untuk
Laporan Kerja Praktik Teknik Industri
Universitas Diponegoro

menganalisa akar permasalahan dari permasalahan bisnis serta solusi penyelesaiannya


(Blakeslee,1999). Lean Six Sigma merupakan gabungan dari dua metode antara Lean dan
Six Sigma. Integrasi dari kedua metode ini dirasa perlu karena; pada konsep lean tidak dapat
membawa proses dengan kontrol statistik, konsep six sigma tidak dapat meningkatkan
kecepatan proses atau mereduksi investasi kapital dengan sendirian, namun dari kedua
metode ini dapat mereduksi dari kompleksitas pada biaya. Dari beberapa alasan tersebut,
kedua metode ini dapat saling berinteraksi dan saling menguatkan satu sama lain karena
dengan konsep lean, dapat ditemukan kecepatan proses, sedangkan pada konsep six sigma,
dapat ditemukan peningkatan kualitas.

2.5 Metode Lean Six Sigma

2.5.1 DMAIC

DMAIC adalah sebuah siklus improvement yang berbasis kepada data (performance
data), yang digunakan untuk meningkatkan, mengoptimasi dan menstabilkan desain dan
proses bisnis pada suatu perusahaan (Hartoyo,2013). DMAIC merupakan jantung analisis six
sigma yang menjamin voice of customer berjalan dalam keseluruhan proses sehingga produk
yang dihasilkan memuaskan pelanggan. Berikut ini merupakan penjabaran aktivitas yang
dilakukan di setiap tahap DMAIC:

a. Define Fase, menentukan masalah, menetapkan persyaratan-persyaratan pelanggan,


mengetahui CTQ (Critical to Quality). Pada tahap define ada 2 hal yang perlu
dilakukan yaitu:
• Mendefinisikan proses inti perusahaan.
• Mendefinisikan kebutuhan spesifik kebutuhan pelanggan.
b. Measure, Fase ini adalah berupa pengumpulan data. Tim proyek memutuskan
mengenai
apa yang harus diukur dan bagaimana cara mengukurnya. Fase ini merupakan salah
satu bentuk data collection plan. Biasanya tim memberikan effort yang besar untuk
mengetahui kesesuaian dari sistem pengukuran yang digunakan.

13
Laporan Kerja Praktik Teknik Industri
Universitas Diponegoro

c. Analyze, Data yang dikumpulkan di fase measure dianalisa dan diselidiki akar
permasalahan yang menjadi penyebabnya di tahap ini. Hal ini dilakukan untuk
menemukan penyebab masalah dan penyebab terjadinya defect. Untuk menganalisa
data, digunakan tools analisis yang cukup kompleks yang sesuai dengan konsep Lean
Six Sigma.
d. Improve Fase, meningkatkan proses (X) dan menghilangkan faktor-faktor penyebab
cacat. Setelah sumber-sumber dan akar penyebab masalah kualitas teridentifikasi,
maka perlu dilakukan penetapan rencana tindakan untuk melakukan peningkatan
kualitas Six Sigma. Pada dasarnya rencana-rencana tindakan akan mendeskripsikan
tentang alokasi sumber-sumber daya serta prioritas dan/atau alternatif yang dilakukan
dalam implementasi dari rencana tersebut.
e. Control Fase mengontrol kinerja proses (X) dan menjamin cacat tidak muncul. Perlu
adanya pengawasan untuk meyakinkan bahwa hasil yang diiginkan sedang dalam
proses pencapaian. Hasil dari tahap improve harus diterapkan dalam kurun waktu
tertentu untuk dapat dilihat pengaruhnya terhadap kualitas produk yang dihasilkan.
Pada tahap ini hasil-hasil peningkatan kualitas didokumentasikan dan disebarluaskan,
praktek-praktek terbaik yang sukses dalam meningkatkan proses distandarisasikan
dan disebarluaskan, prosedur-prosedur didokumentasikan dan dijadikan pedoman
kerja standar, serta kepemilikan atau tanggung jawab ditransfer dari tim Six Sigma
kepada pemilik atau penanggung jawab proses.

2.5.2 Diagram SIPOC (Supplier, Input, Process, Output, Customer)

Diagram SIPOC dapat digunakan untuk memberikan batasan atau ruang lingkup
penelitian sepanjang value stream. Diagram SIPOC adalah alat yang digunakan untuk
mengidentifikasikan elemen yang berkaitan untuk pengembangan proses sebelum proses
pengembangan itu dimulai. Penggambaran ruang lingkup dilakukan sebelum penggambaran
lebih rinci untuk setiap proses. Nama SIPOC merupakan akronim dari lima elemen utama
dalam sistem kualitas, yaitu (Gaspersz,2002):
Laporan Kerja Praktik Teknik Industri
Universitas Diponegoro

a. Suppliers yakni orang, departemen atau organisasi yang memberikan


informasi kunci, material, atau sumber daya lain kepada proses. Jika suatu
proses terdiri dari beberapa sub proses, maka sub proses sebelumnya dapat
dianggap sebagai petunjuk pemasok internal.
b. Inputs yakni segala sesuatu yang diberikan oleh pemasok (suppliers) kepada
proses.
c. Process yakni sekumpulan langkah yang mentransformasi dan secara ideal
menambah nilai kepada inputs (proses transformasi nilai tambah kepada
inputs). Suatu proses biasanya terdiri dari beberapa sub-proses.
d. Outputs yakni produk (barang atau jasa) dari suatu proses. Dalam industri
manufaktur ouputs dapat berupa barang setengah jadi maupun barang jadi
(final product). Termasuk kedalam outputs adalah informasi-informasi kunci
dari proses.
e. Customers yakni orang atau kelompok orang, atau sub proses yang menerima
outputs. Jika suatu proses terdiri dari beberapa sub proses, maka sub proses
sesudahnya dapat dianggap sebagai pelanggan internal (internal customers).

Langkah-langkah dalam membuat Diagram SIPOC yaitu:

a. Membuat suatu wilayah diagram yang memungkinkan untuk diisi dengan


elemen yang berkaitan.
b. Diagram diberi keterangan Supplier, Input, Process, Output, dan
Customer pada bagian atas.
c. Identifikasikan setiap level proses produksi.
d. Identifikasikan output dari setiap proses.
e. Identifikasikan konsumen yang akan menerima output dari proses.
f. Identifikasikan input yang diperlukan untuk setiap proses agar dapat
berfungsi dengan baik.
g. Identifikasikan supplier dari input yang dibutuhkan proses.
h. Identifikasikan kebutuhan dari konsumen.

15
Laporan Kerja Praktik Teknik Industri
Universitas Diponegoro

2.6 Tools Lean Six Sigma


2.6.1 Defects Per Million Opportunities (DPMO)

DPMO adalah sebuah metodi pengukuran performansi proses yang sering


digunakan dalam penerapan Six Sigma. Di dalam konteks usaha untuk melakukan
improvement pada suatu proses, DPMO adalah suatu pengukuran performansi dari
suatu proses yang dihitung dengan rumus berikut (Gaspersz, 2002):

Maksud dari deffect ini sendiri adalah ketidaksesusaian dari kualitas suatu
karakteristik terhadap spesifikasinya. Satuan DPMO dinyatakan dalam kesempatan
per satu juta unit. Pada umumnya suatu organisasi mempertimbangkan peluang per
unit dari beberapa hal yaitu :

• Pengetahuan umum dari proses melalui pembelajaran


• Standard industri
• Pengetahuan terhadap hal-hal lain yang berhubungan dengan defect
• Waktu, usaha, dan cost untuk menghitung dan mengkategorikan defect

2.6.2 Fishbone Diagram

Diagram Cause and effect atau Diagram Sebab Akibat adalah alat yang
membantu mengidentifikasi, memilah, dan menampilkan berbagai penyebab yang
mungkin dari suatu masalah atau karakteristik kualitas tertentu. Diagram ini
menggambarkan hubungan antara masalah dengan semua faktor penyebab yang
mempengaruhi masalah tersebut. Jenis diagram ini kadang‐kadang disebut diagram
“Ishikawa" karena ditemukan oleh Kaoru Ishikawa, atau diagram “fishbone” atau
Laporan Kerja Praktik Teknik Industri
Universitas Diponegoro

“tulang ikan" karena tampak mirip dengan tulang ikan. Manfaat menggunakan diagram
fishbone ini:

• Membantu menentukan akar penyebab masalah dengan pendekatan yang


terstruktur
• Mendorong kelompok untuk berpartisipasi dan memanfaatkan pengetahuan
kelompok tentang proses yang dianalisis
• Menunjukkan penyebab yang mungkin dari variasi atau perbedaan yang
terjadi dalam suatu proses
• Meningkatkan pengetahuan tentang proses yang dianalisis dengan membantu
setiap orang untuk mempelajari lebih lanjut berbagai faktor kerja dan
bagaimana faktorfaktor tersebut saling berhubungan
• Mengenali area dimana data seharusnya dikumpulkan untuk pengkajian lebih
lanjut.

Faktor-faktor yang berpengaruh, biasanya terdapat 5 (lima) faktor utama,


yaitu: manusia (man), bahan (material), metode (method), mesin (machine), dan
lingkungan (environment). Biasanya disingkat dengan 4M dan 1E.

2.6.3 Diagram Pareto

Diagram pareto adalah gambaran pemisah unsur penyebab yang paling


dominan dari unsur-unsur penyebab lainnya dari suatu masalah. Diagram Pareto
diperkenalkan oleh seorang ahli yaitu Alfredo Pareto. Diagram Pareto ini merupakan
suatu gambar yang mengurutkan klasifikasi data dari kiri ke kanan menurut urutan
ranking tertinggi hingga terendah. Hal ini dapat membantu menemukan permasalahan
yang terpenting untuk segera diselesaikan (ranking tertinggi) sampai dengan yang
tidak harus segera diselesaikan (ranking terendah) (Besterfield, 2009). Selain itu,
Diagram Pareto juga dapat digunakan untuk membandingkan kondisi proses,
misalnya ketidaksesuaian proses, sebelum dan setelahdiambil tindakan perbaikan

17
Laporan Kerja Praktik Teknik Industri
Universitas Diponegoro

terhadap proses. Adapun Penyusunan Diagram Pareto meliputi 6 (enam) langkah,


yaitu:

1. Menentukan metode atau arti dari pengklasifikasian data, misalnya


berdasarkan
masalah, penyebab jenis ketidaksesuaian, dan sebagainya.
2. Menentukan satuan yang digunakan untuk membuat urutan karakteristik
– karakteristik tersebut, misalnya rupiah, frekuensi, unit, dan sebagainya.
3. Mengumpulkan data sesuai dengan interval waktu yang telah ditentukan.
4. Merangkum data dan membuat rangking kategori data tersebut dari yaang
terbesar hingga yang terkecil.
5. Menghitung frekuensi kumulatif atau persentase kumulatif yang
digunakan.
6. Menggambar diagram batang, menunjukkan tingkat kepentingan relatif
masing- masing masalah.

2.7 Synthetic Cause Analysis Techniques (SCAT)

Systematic Cause Analysis Technique (SCAT) adalah sebuah alat atau


metode yang dikembangkan International Loss Control Institute (ILCI), yang
digunakan untuk menyelidiki dan mengevaluasi kecelakaan kerja dengan
menggunakan bagan SCAT. Tahapan metode SCAT meliputi (Health Safety
Executive, United Kingdom, 2001 ):

1. Deskripsi atau gambaran suatu kejadian. Misalnya, keracunan gas, defisiensi


oksigen, terjepit mesin bergerak, atau jatuh dari ketinggian.
2. Faktor pemicu timbulnya kecelakaan atau berbagai hal yang menyebabkan
kecelakaan. Misalnya, pekerja (korban) kontak dengan gas beracun atau
kontak dengan peralatan bertenaga.
Laporan Kerja Praktik Teknik Industri
Universitas Diponegoro

3. Penyebab langsung, terdiri dari perilaku tidak aman (unsafe action) dan
kondisi tidak aman (unsafe condition).
4. Penyebab dasar, terdiri dari faktor individu, faktor pekerjaan, dan faktor
manajemen
5. Tindakan perbaikan/ pencegahan yang dapat dilakukan untuk mengendalikan
kecelakaan. Misalnya, menyediakan APD yang memadai, prosedur kerja
diperjelas, atau menyediakan peralatan kerja yang memadai.

Pada metode investigasi SCAT, setiap faktor penyebab kecelakaan dibuat


semacam daftar (sesuai tabel di atas) sebagai panduan untuk memudahkan penyelidik
dalam menemukan akar penyebab kecelakaan yang terjadi.

19
Laporan Kerja Praktik Teknik Industri
Universitas Diponegoro

BAB III
TINJAUAN SISTEM
3.1 Gambaran Umum Perusahaan
3.1.1 Sejarah Singkat PT.Pertamina (Persero)
PT. Pertamina (Persero) telah bekerja keras membangun bangsa di bidang industri
energi selama lebih dari enam dekade. Komitmen ini dibuktikan dengan penyediaan produk
yang lebih berkualiatas guna memenuhi konsumen akan produk yang unggul melalui
komitmen dalam bidang energi baru dan terbarukan serta diversifikasi usaha.

Pasca berakhirnya perang (1950) Pemerintah Republik Indonesia mulai


menginventariskan sumber-sumber pendapatan pada bidang migas dengan merestrukturisasi
PT. Permina menjadi PN. Permina yang berarti pada eksplorasi migas di Indonesia hanya
boleh dilakukan oleh Negara. Melalui satu PP Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 1968,
penggabungan antara PN. PERMINA yang bergerak di bidang produksi dengan PN.
PERTAMIN yang bergerak di bidang pemasaran bertujuan menyatukan tenaga, modal dan
sumber daya yang kala itu sangat terbatas. Pada tanggal 20 Agustus 1968, perusahaan
gabungan tersebut dinamakan PN. Pertambangan Minyak dan Gas Bumi Nasional
(PERTAMINA).

Demi memperkuat Pertamina sebagai BUMN, maka pemerintah menerbitkan


Undang-Undang No. 8 tahun 1971 yang berisi mengenai peran PERTAMINA sebagai satu-
satunya Perusahaan milik negara yang ditugaskan mengelola dan menghasilkan migas dari
ladang – ladang minyak di seluruh wilayah Indonesia, mengolahnya menjadi berbagai produk
dan menyediakan serta melayani kebutuhan bahan bakar minyak & gas di seluruh Indonesia.
Namun seiring dengan dinamika perubahan di industri migas nasional maupun global,
Pemerintah melalui UU No.22 tahun 2001, pemerintah mengubah kedudukan Pertamina
sehingga penyelenggaraan Public Service Obligation (PSO) dilakukan melalui kegiatan
usaha.
Laporan Kerja Praktik Teknik Industri
Universitas Diponegoro

Pada 17 September 2003 Pertamina berubah bentuk menjadi PT. Pertamina (Persero)
berdasarkan PP No. 31 Tahun 2003. Peraturan tersebut juga mengharuskan pemisahan antara
kegiatan usaha migas di sisi hulu dan hilir, hal ini bertujuan untuk memfokuskan kegiatan
pengelolaan migas. Pada sektor hulu akan lebih terfokus pada pencarian migas dan
mengoptimalisasi pencarian cadangan minyak dan gas bumi. Sedangkan di sektor hilir dapat
difokuskan pada pengolahan, pemasaran dan keuangan (Niaga).

Selanjutnya pada 20 Juli 2006, PT. Pertamina mencanangkan program transformasi


Perusahaan dengan 2 tema besar yakni fundamental dan bisnis. Menyikapi perkembangan
global yang berlaku, PT. Pertamina mengupayakan perluasan bidang usaha dari minyak dan
gas menuju ke arah pengembangan energi baru dan terbarukan, berlandaskan hal tersebut di
tahun 2011 PERTAMINA menetapkan visi baru Perusahaannya yaitu, “Menjadi Perusahaan
Energi Nasional Kelas Dunia”. Melalui RUPSLB tanggal 19 Juli 2012, Pertamina menambah
modal ditempatkan/disetor serta memperluas kegiatan usaha Perusahaan. salah satu langkah
nyata mewujudkan visi menjadi perusahaan energi nasional kelas dunia adalah keberhasilan
menuntaskan akuisisi saham perusahaan migas Prancis Maurel et Prom (M&P). Terhitung
mulai 1 Februari 2017 melalui anak usaha PT.Pertamina International EP, Pertamina menjadi
pemegang saham mayoritas M&P dengan 72,65% saham. Melalui kepemilikan saham
mayoritas di M&P, Pertamina memiliki akses operasi di 12 negara yang tersebar di 4 benua.
Pada masa mendatang, Pertamina menargetkan produksi 650 ribu BOEPD (Barrels of Oil
Equivalents Per Day) di 2025 dari operasi internasional, sebagai bagian dari target produksi
Pertamina 1,9 juta BOEPD di 2025, dalam upaya nyata menuju ketahanan dan kemandirian
energi Indonesia.

Ekspansi pasar baru untuk mengakselerasi bisnis Direktorat GEBT di bidang Gas,
Power, dan NRE 3. Mengembangkan resources dan bisnis baru sebagai new growth engine
4. Ekspansi pasar baru untuk mengakselerasi bisnis Direktorat GEBT di bidang Gas, Power,
dan NRE 5. Mengembangkan resources dan bisnis baru sebagai new growth engine. Sektor
hilir Pertamina meliputi kegiatan pengolahan minyak mentah, pemasaran dan niaga produk
hasil minyak, gas dan petrokimia, dan bisnis perkapalan terkait untuk pendistribusian produk

21
Laporan Kerja Praktik Teknik Industri
Universitas Diponegoro

Perusahaan. Kegiatan pengolahan atau Refinery Unit (RU) terdiri dari: RU II (Dumai), RU
III (Plaju), RU IV (Cilacap), RU V (Balikpapan), RU VI (Balongan) dan RU VII (Sorong).
Sedangkan kegiatan pemasaran atau Marketing Operation Region (MOR) terdiri dari: MOR
I (Medan), MOR II (Palembang), MOR III (Jakarta), MOR IV (Semarang), MOR V
(Surabaya), MOR VI (Balikpapan), MOR VII (Makassar), dan MOR VIII (Irian Jaya).

3.1.2 Visi, Misi, Motto dan Nilai Perusahaan PT. Pertamina


Visi, Misi, Motto dan tata nilai yang diyakini oleh PT. Pertamina (Persero) sebagaai
BUMN dalam negeri adalah :

Visi : Menjadi Perusahaan Energi Nasional Kelas Dunia

Misi : Menjakankanusaha minyak, gas, serta energi baru dan terbarukan secara

terintegrasi, berdasarkan prinsip-prinsip komersial yang kuat.

Dengan motto selalu hadir melayani, Pertamina menetapkan enam tata nilai
perusahaan yang dapat menjadi pedoman bagi seluruh pegawai dalam menjalankan
perusahaan. Keenam tata nilai perusahaan Pertamina adalah sebagai berikut:

1. Clean (Bersih)
Dikelola secara profesional, menghindari benturan kepentingan, tidak
menoleransi suap, menjunjung tinggi kepercayaan dan integritas. Berpedoman
pada asas-asas tata kelola korporasi yang baik.
2. Competitive (Kompetitif)
Mampu berkompetisi dalam skala regional maupun internasional, mendorong
pertumbuhan melalui investasi, membangun budaya sadar biaya dan menghargai
kinerja.
3. Confident (Percaya Diri)
Berperan dalam pembangunan ekonomi nasional, menjadi pelopor dalam
reformasi BUMN, dan membangun kebanggaan bangsa.
Laporan Kerja Praktik Teknik Industri
Universitas Diponegoro

4. Customer Focus (Fokus Pada Pelanggan)


Berorientasi pada kepentingan pelanggan dan berkomitmen untuk memberikan
pelayanan yang terbaik kepada pelanggan.
5. Commercial (Komersial)
Menciptakan nilai tambah dengan orientasi komersial, mengambil keputusan
berdasarkan prinsip-prinsip bisnis yang sehat.
6. Capable (Berkemampuan)
Dikelola oleh pemimpin dan pekerja yang profesional dan memiliki talenta dan
penguasaan teknis tinggi, berkomitmen dalam membangun kemampuan riset dan
pengembangan.

3.1.3 Logo PT.Pertamina


Pada 10 Desember 2005, sebagai upaya menghadapi persaingan bisnis, PT. Pertamina
mengubah logo dari lambang kuda laut menjadi anak panah dengan tiga warna dasar biru–
hijau–merah. Logo tersebut menunjukkan unsur kedinamisan serta mengisyaratkan
kepedulian lingkungan yang diterapkan dalam setiap aktivitas usaha Perseroan.

Gambar 3. 1 Logo Perusahaan Pertamina

Keterangan :

1. Elemen logo yang secara keseluruhan berbentuk P merupakan representasi dari


bentuk panah, dimaksudkan sebagai Pertamina yang bergerak maju dan
progresif.
2. Logo yang terbentuk dari tiga warna melambangakn aspirasi perusahaan akan
masa mendatang yang positif dan dinamis, dimana :
Warna biru : Handal, dapat dipercaya, dan bertanggung jawab

23
Laporan Kerja Praktik Teknik Industri
Universitas Diponegoro

Warna hijau : Sumber Daya Energi yang berwawasan lingkungan.


Warna merah : Keuletan, ketegasan serta keberanian dalam menghadapi
tantangan.

3.2 Wilayah Kerja & Proses Bisnis Pertamina MOR IV


PT Pertamina MOR IV menempati Fungsi Marketing & amp; Trading dengan
wilayah kerja meliputi Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta, sebagai berikut :

Gambar 3. 2 Peta Wilayah Kerja Pertamina MOR IV

Dengan wilayah kerja yang meliputi Jawa Tengah dan DIY, proses bisnis yang
dijalankan oleh Pertamina MOR IV sebagai berikut :
Laporan Kerja Praktik Teknik Industri
Universitas Diponegoro

Gambar 3. 3 Proses Bisnis Pertamina MOR IV

Sebagai kantor pemasaran di wilayah Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta,
terdapat beberapa produk yang dilayani oleh Departemen Pemasaran Pertamina MOR IV :

Gambar 3. 4 Penjualan produk yang dilayani oleh PT.Pertamina MOR IV

25
Laporan Kerja Praktik Teknik Industri
Universitas Diponegoro

3.3 Struktur Organisasi Perusahaan


Marketing Operation Region IV terdiri dari 9 Fungsi Operasi dan 8 Fungsi
Supporting. Adapun struktur organisasi di Marketing Operation Region IV adalah sebagai
berikut:
2
STRUKTUR ORGANISASI
3
GM Marketing
4 Region
Operation
IV

5
Supply & Technical
Corporate sales Services
Distribution
region IV 6 IV
Region Region IV

Aviation Region Industrial Fuel Marketing Branch HSSE


IV Marketing Region DIY & Surakarta
MOR IV
IV

Comm. & CSR , Finance, HC


Unit MOR IV, Medical, Marine,
Internal Audit, Legal , IT, QM,
7
Procurement, Asset
Management

Gambar 3. 5 Sturktur Organisasi Pertamina MOR IV


Laporan Kerja Praktik Teknik Industri
Universitas Diponegoro

3.4 HSSE MOR IV


Sebagai bentuk usaha PT. Pertamina untuk menjadi perusahaan energi kelas dunia,
seluruh stakeholder harus berokmitmen untuk menjadikan aspek Human Safety Security and
Environment (HSSE) sebagai bagian integral, untuk menghindari Loss Control, Compiliance
Agent, Advisory Body, dan Tool of Management.

•Mengendalikan •Terpenuhinya
Rugi / Inefisiensi Norma &
Peraturan K3LL
& Sekuriti

COMPLIA
LOST
NCE
CONTROL
AGENT

TOOL OF
ADVISORY
MANAGE
BODY
MENT

•Menjalankan •Memberikan
Fungsi Kontrol Saran / Panduan

Gambar 3. 6 Fungsi Divisi HSSE MOR IV

Perusahaan mengerti bahwa pekerja merupakan aset utama, dan merupakan


pelanggan pertama yang harus mendapatkan pelayanan terbaik dalam pemenuhan hak-
haknya. Perusahaan memberikan perhatian dan komitmen yang tinggi dalam pengelolaan
aspek ketenagakerjaan guna menciptakan competitive advantages melalui SDM yang
profesional, kompeten, dan berdaya saing tinggi dengan tetap mengedepankan kesehatan dan
keselamatan dalam bekerja. PT. Pertamina telah memiliki pedoman yang dijadikan acuan
dalam setiap pengelolaan Ketenagakerjaan serta Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3),
yaitu Pedoman Perusahaan Nomor A-004/PGE600/2015-S0 tentang Sistem Manajemen

27
Laporan Kerja Praktik Teknik Industri
Universitas Diponegoro

Perusahaan dan Kebijakan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3)
PT Pertamina (Persero).

Divisi HSSE PT.Pertamina bertugas untuk menciptakan lingkungan kerja yang sehat,
aman, nyaman, dan berwawasan lingkungan, guna mendukung visi dan misi wilayah MOR.
Selain itu, HSSE MOR IV juga bertugas untuk mewujudkan operational excellent melalui
integrasi aspek K3LL dalam setiap kegiatan operasional di wilayah Jateng dan DIY. Berikut
Struktur organisasi yang berlaku pada divisi PT. Pertamina MOR IV :

Gambar 3. 7 Struktur Organisasi Divisi HSSE Pertamina MOR IV

Setiap bagian dari divisi HSSE memegang peran penting untuk mewujudkan
kesehatan dan keselamatan kerja di wilayah MOR IV. Hal ini dilakukan dengan melakukan
koordinasi langsung kepada bagian HSSE di wilayah Terminal Bahan Bakar Minyak
(TBBM) dan Refinery Unit (RU).
Laporan Kerja Praktik Teknik Industri
Universitas Diponegoro

Program kerja divisi HSSE MOR IV sesuai dengan Key Performance Index (KPI)
pada tahun 2019 adalah sebagai berikut :

- Unit Cost – Cost Per KL - OPEX Optimization


- Follow Up HSSE Recommendation - PROPER
- Security Risk Assessment - Fit To Work Level
- Safety Culture - Emergency Response Readiness
- Implementasi HSE Passport - Penerapan & Pelaksanaan CSMS
- Penyelesaian Izin Lingkungan Proyek - HSSE Excellence – LTIR
- Function initiative - Learning & Development Hours
- HSSE Participation - KSI
- GCG - Customer Satisfaction Index

29
Laporan Kerja Praktik Teknik Industri
Universitas Diponegoro

BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1 Alur/tahapan Penelitian
Berikut merupakan flowchart yang menggambarkan langkah-langkah penulis dalam
melakukan penelitian untuk analisis kualitas Transport Safety menggunakan Lean Six
Sigma :

Gambar 4. 1 Tahapan Penelitian


Laporan Kerja Praktik Teknik Industri
Universitas Diponegoro

Metodologi penelitian ini berisi tentang langkah-langkah penelitian yang akan


dilakukan. Dimulai dari identifikasi permasalahan yang ada pada divisi Health Safety
Security and Environment (HSSE) PT.Pertamina MOR IV Semarang. Selanjutnya dilakukan
perumusan masalah dan penentuan tujuan penelitian. Proses selanjutnya yakni melakukan
studi literatur mengenai metode lean six sigma, dengan metode DMAIC yang dibantu dengan
menggunakan tools SIPOC, DPMO,Pareto Diagram, SCAT, dan Fishbone. Studi lapangan
berupa observasi langsung, wawancara, dan pembagian kuisioner dilakukan di Integrated
Terminal Semarang di Pengapon, sebagai sampel lokasi kasus Transport Safety
Management. Dokumentasi juga dilakukan untuk mendapat gambaran nyata mengenai
permasalahan yang ada. Setelah memperoleh data shift kerja dan data laporan kejadian
penting (LKP), data selanjutnya akan diolah dan dianalisis menggunakan metode DMAI.
Tahap define dilakukan dengan membuat diagram SIPOC, dan analisis waste yang
dihasilkan. Tahap measure dilakukan dengan menggunakan histogram untuk mengetahui
mana penyebab kecelakaan yang paling sering terjadi untuk kemudian dibahas menggunakan
perhitungan nilai DPMO. Selanjutnya adalah tahap Analyze dengan menggunakan Pareto
diagram dan Fishbone diagram untuk mengetahui akar penyebabnya. Dengan bantuan tools
Systematic Cause Analysis Technique (SCAT), analisis mengarah menuju action for
improvemment mengenai proses mana yang perlu diperbaiki. Pada tahap terakhir adalah
Improve yang membahas mengenai usulan program perbaikan berdasarkan analisis penyebab
masalah terjadinya kecelakaan pada tahaap Analyze. Pada penelitian ini tidak dilakukan tahap
Control karena dalam penelitian ini tidak dilakukan studi lanjut tentang permasalahan yang
ada di HSSE PT.Pertamina MOR IV Semarang.

Penelitian dimulai dengan menjelaskan pertanyaan riset. Dalam mengidentifikasi


pertanyaan riset, ada beberapa langkah yang dilakukan yaitu menemukan dilemma
manajemen, mendefinisikan pertanyaan manajemen, mendifinisikan pertanyaan riset, serta
mengumpulkan pertanyaan riset. Untuk menemukan dilemma manajemen, dan
mendefinisikan pertanyaan manajemen dilakukan eksplorasi secara internal melalui
wawancara pada pihak manajemen.

31
Laporan Kerja Praktik Teknik Industri
Universitas Diponegoro

Selanjutnya pertanyaan riset tersebut disusun menjadi sebuah proposal riset yang
berisi rencana penelitian yang akan dilakukan dan diajukan kepada divisi HSSE PT.
Pertamina MOR IV sebagai penelitian. Tahapan selanjutnya adalah merancang desain
pengumpulan data. Pengumpulan data dilakukan melalui observasi ke Pertamina Niaga
sebagai pengelola manajemen Mobil Tanki. Selanjutnya adalah pengembangan instrument.
Instrument yang digunakan adalah dan SCAT. Selanjutnya pengolahan data dilakukan
menggunakan konsep analisis Lean Six Sigma untuk mencari posisi kualitas Transport Safety
Management.

4.2 Desain Penelitian


4.2.1 Jenis Studi
Jenis Studi yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian eksplorasi. Dalam
kasus ini, penelitian didesain untuk mengetahui waste apa saja yang terjadi akibat kecelakaan
pada proses distribusi BBM, mengukur level kualitas transport safety fleet management, dan
mencari solusi tindakan yang dapat dilakukan untuk melakukan mitigasi kecelakaan Mobil
Tanki.

4.2.2 Tujuan Studi


Menurut Travers (1978), tujuan utama dari penelitian deskriptif adalah untuk
menggambarkan sifat suatu keadaan yang sementara berjalan pada saat penelitian dilakukan,
dan memerikasa sebab-sebab dari gejala tertentu. Penelitian deskriptif membantu untuk
membuat kesimpulan spesifik mengenai situasi dalam proses pendistribusian BBM di
Pertamina MOR IV.

Studi deskriptif dilakukan karena karakteristik atau fenomena insiden yang ingin
diteliti dalam suatu situasi telah diketahui ada, dan peneliti ingin dapat mendeskripsikannnya
lebih baik. Studi deskriptif digunakan karena dapat membantu penulis dalam mengidentifiasi
faktor-faktor yang dapat menyebabkan kecelakaan Mobil Tanki dan bagaimana cara untuk
mencaapai tujuan penelitian.
Laporan Kerja Praktik Teknik Industri
Universitas Diponegoro

4.2.3 Pengambilan Data


Data yang dibutuhkan dalam penelitian ini didapat dengan berbagai cara seperti
wawancara langsung kepada Supervisi Operasi divisi HSSE PT.Pertamina MOR IV
observasi pada salah satu TBBM yakni TBBM Pengapon. Adapun data yang diambil adalah
sebagai berikut :

1. Proses Bisnis Perusahaan


Peta proses bisnis merupakan tool yang digunakan untuk menggambarkan sistem
secara keseluruhan. Sehingga nantinya dapat diperoleh gambaran mengenai aliran
informasi dan aliran fisik dari aktivitas distribusi ada.
2. Laporan Kejadian Penting (LKP) PT.Pertamina MOR IV
LKP berisi data lengkap mengenai kronologi setiap insiden yang terjadi di wilayah
PT.Pertamina MOR IV. Didalamnya meliputi insiden akibat kecelakaan kerja,
kebakaran, dan kecelakaan lalu lintas.

33
Laporan Kerja Praktik Teknik Industri
Universitas Diponegoro

BAB V
PEMBAHASAN

5.1 Fleet Safety Management Pertamina


Salah satu kegiatan dalam rantai pasok Pertamina MOR IV adalah pendistribusian
BBM menggunakan mobil tangki. Distribusi BBM menggunakan Mobil Tangki mempunyai
tingkat resiko yang cukup tinggi , hal ini bisa dilihat melalui angka kecelakaan lalu lintas MT
melalui Laporan Kejadian Penting (LKP). Berikut jumlah kecelakaan mobil tanki selama 3
tahun terakhir :

Tabel 5. 1 Jumlah Kecelakaan Mobil Tanki

Jumlah Kecelakaan
Tahun
Mobil Tanki

2017 48

2018 53

2019 28

Mengacu pada data statistik LKP, angka kecelakaan mobil tanki tersebut terjadi di
sepanjang rute pendistribusian BBM yang berangkat dari lokasi kerja wilayah Pertamina
MOR IV:

Gambar 5. 1 Data Kecelakaan Mobil Tanki perlokasi Kerja MOR IV Tahun 2017
Laporan Kerja Praktik Teknik Industri
Universitas Diponegoro

Lokasi kerja dengan kecelakaan mobil tanki tertinggi pada tahun 2017 berada pada
Terminal Bahan Bakar Minyak (TBBM) Boyolali yakni sebanyak 12 kecelakaan dan TBBM
Semarang Group sebanyak 9 kecelakaan dari total 48 kecelakaan.

Gambar 5. 2 Data Kecelakaan Mobil Tanki perlokasi Kerja MOR IV Tahun 2018

Kecelakaan mobil tanki pada tahun 2018 mengalami peningkatan yakni sebanyak 53
kecelakaan, dengan lokasi kecelakaan tertinggi tetap sama yakni lokasi TBBM Boyolali dan
TBBM Semarang Group.

Gambar 5. 3 Data Kecelakaan Mobil Tanki perlokasi Kerja MOR IV Tahun 2018

Pada tahun 2019, angka kecelakaan mobil tanki mampu berkurang dengan cukup
signifikan dengan total 28 kecelakaan. Sementara kecelakaan tertinggi masih berada di lokasi
TBBM Boyolali, disusul dengan Depot LPG Cilacap.

35
Laporan Kerja Praktik Teknik Industri
Universitas Diponegoro

Meskipun mengalami penurunan, target dari Pertamina MOR IV yakni menuju nol
kecelakaan yang berarti masih belum tercapai. Sebagai bentuk usaha dari Fungsi HSSE dan
Fungsi Supply and Development, dilaksanakan program peningkatan Road Traffic Safety &
Security Fleet Management Mobil Tangki.

5.2 Lean Six Sigma


5.2.1 Define
Define merupakan tahap pertama dalam pendekatan Lean six sigma. Pada tahap ini
akan dibahas tentang identifikasi proses dengan menggunakan tools SIPOC diagram dan
identifikasi seven waste.

5.2.1.1 Pembuatan SIPOC


Sebelum mendefiniskan proses dalam proyek Lean six sigma perlu mengetahui proses
SIPOC. SIPOC merupakan suatu alat yang berguna dan paling banyak digunakan dalam
managemen peningkatan kualitas. SIPOC terdiri dari supplier, input, process, output dan
customer. Berikut merupakan SIPOC pada proses pendistribusian BBM menggunakan Mobil
Tanki pada PT.Pertamina MOR IV:

Gambar 5. 4 Diagram SIPOC


Laporan Kerja Praktik Teknik Industri
Universitas Diponegoro

PT. Peertamina (Persero) merupakan pemasok dari BBM yang akan di distribusikan
ke retailer SPBU. Melalui jalur darat, pendistribusian BBM ini menggunakan Mobil Tangki
yang dikelola oleh anak perusahaannya, yakni PT. Pertamina Niaga. Sementara untuk driver
atau awak mobil tanki, manajemen sumber daya dikelola oleh vendor Ardina Prima. Sebagai
hasil dari proses pendistribusian ini, stock demand BBM di masing-masing retailer terpenuhi
dan PT. Pertamina, PT. Pertamina Niaga, maupun Ardina Prima mendapatkan payment yang
dibayarkan oleh retailer SPBU.

5.2.1.2 Identifikasi Waste


Setelah dilakukan identifikasi aktor pada diagram SIPOC didapatkan informasi
bahwa transportasi BBM dari terminal menuju retailer SPBU merupakan proses utama yang
rawan menyebabkan kerugian akibat kecelakaan lalu lintas. Langkah selanjutnya yakni
melakukan identifikasi waste melalui aliran fisik dan aliran informasi perusahaan. Berikut
hasil identifikasi waste apabila terjadi kecelakaan pada proses pendistribusian BBM :
1. Defect
Waste ini terjadi karena kecelakaan mengakibatkan pekerjaan ulang atau rework
di pihak supplier. Defect yang terjadi akibat kecelakaan pada proses
pendistribusian BBM diantaranya adalah penurunan kualitas BBM. Apabila terjadi
kecelakaan dan tumpahan minyak mengalir keluar dari tanki, maka kualitas BBM
saat itu menurun. PT.Pertamina (persero) perlu kembali melakukan filtering dan
purification process pada BBM yang tumpah. Akibat dari terjadinya kontaminasi,
hasilnya BBM terpaksa mengalami downgrade kualitas.
2.Extra processing
Waste ini terjadi karena adanya pekerjaan tambahan yang perlu dilakukan oleh
supplier. Extra processing akibat kecelakaan pada proses pendistribusian BBM
diantaranya sebagai berikut:
• Maintenance mobil tanki. Kerusakaan akibat kecelakaan monbbil tanki dapat
berupa goresan dan penyok pada body mobil, lubang pada tanki, hingga
kerusakan mesin.

37
Laporan Kerja Praktik Teknik Industri
Universitas Diponegoro

• Investigasi kecelakaan. Untuk mencari tahu kronologis dari kecelakaan, seluruh


supplier memenjadwalkan investigasi lebih lanjut secara bersama-sama oleh
semua pihak yang terkena dampak kecelakaan.
• Ganti rugi. Dengan adanya kecelakaan pihak PT. Pertamina Niaga perlu
mengurus ganti rugi berupa santunan kepada korban, atau perbaikan fasilitas
yang rusak akibat tabrakan.
3.Waiting
Waste ini terjadi ketika terdapat waktu tunggu antar elemen proses. Waiting yang
terjadi akibat kecelakaan pada proses pendistribusian BBM adalah terjadinya
keterlambatan pengiriman BBM ke retail tujuan.
4.Non Utilize Talents
Waste ini terjadi karena pekerja yang memiliki kemampuan tidak melakukan
pekerjaannya. Apabila terjadi kecelakaan, maka awak mobil tanki diberikan
skorsing untuk tidak bekerja sampai waktu yang ditentukan.
5.2.2 Measure
Pengukuran yang dilakukan yakni pengukuran tingkat proses, dimana bertujuan
untuk mengidentifikasi setiap perilaku yang mengatur dan mempengaruhi setiap langkah
dalam proses. Berikut grafik yeng menunjukkan penyebab dari terjadinya insiden kecelakaan
mobil tanki pada tahun 2017-2019 :

Grafik Insiden MT Tahun 2017-2019


Kondisi Jalan atau
Medan
Kondisi Sub
10% Standart MT
6%
Perilaku
51% Berkendara AMT
33%
Perilaku
Berkendara Lain

Gambar 5. 5 Grafik Penyebab Insiden Kecelakaan Mobil Tanki di Wilayah Pertamina MOR IV
Laporan Kerja Praktik Teknik Industri
Universitas Diponegoro

Dimana Kecelakaan Mobil tanki dibagi menjadi 2 kategori, yakni Aktif dan Pasif.
Kecelakaan Aktif berarti kecelakaan disebabkan oleh awak mobil tanki, sementara
kecelakaan pasif berarti kecelakaan disebabkan oleh pengendara lain. Berikut grafik yang
terjadi di sepanjang tahun 2017-2019 :

Gambar 5. 6 Grafik Kecelakaan Kategori Aktif dan Pasif Tahun 2017-2019

Pada tahap measure dilakukan perhitungan nilai DPMO untuk menilai kapabilitas
proses level sigma dari pendistribusian BBM. Perhitungan ini menggunakan data insiden di
tahun 2019 di Pertamina TBBM Semarang:
Unit pengukuran : Awak Mobil Tanki = 1776 driver
Defect : AMT yang mengalami kecelakaan lalu lintas = 28 kasus
Opportunity for Error dalam 1 unit = 1 karyawan per hari kerja produktif yang hilang
Jumlah hari kerja dalam setahun : 365 hari
• 𝑃𝑒𝑟ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔𝑎𝑛 𝐷𝑒𝑓𝑒𝑐𝑡𝑠 𝑃𝑒𝑟 𝑈𝑛𝑖𝑡 (𝐷𝑃𝑈)
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑑𝑒𝑓𝑒𝑐𝑡 28
𝐷𝑃𝑈 = = 1176 = 0.02831/𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑢𝑛𝑖𝑡

• Perhitungan 𝐷𝑒𝑓𝑒𝑐𝑡𝑠 𝑃𝑒𝑟 𝑀𝑖𝑙𝑙𝑖𝑜𝑛 𝑂𝑝𝑝𝑜𝑟𝑡𝑢𝑛𝑖𝑡𝑖𝑒𝑠(𝐷𝑃𝑀𝑂)


(𝐷𝑃𝑈/𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛 𝑥 1.000.000)
𝐷𝑃𝑀𝑂 =
𝑂𝑝𝑝𝑜𝑟𝑡𝑢𝑛𝑖𝑡𝑖𝑒𝑠 𝑓𝑜𝑟 𝑒𝑟𝑟𝑜𝑟 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 1 𝑢𝑛𝑖𝑡
= 0.02831 𝑥 1.000.000/365 = 65.232 𝐷𝑃𝑀𝑂
• Konversi nilai DPMO ke Level Sigma (𝐸𝑥𝑐𝑒𝑙)
= 𝑛𝑜𝑟𝑚𝑠𝑖𝑛𝑣((1000000 − 65.232)/1000000) + 1.5

39
Laporan Kerja Praktik Teknik Industri
Universitas Diponegoro

= 5,32558 𝜎
Dari hasil perhitungan diatas didapatkan level sigma pada tingkat kecelakaan di
TBBM Sematang masih dibawah level 6 sigma, yakni sebesar 5,32558 𝜎. Tingkat level
tersebut masih menunjukkan kualitas yang baik, namun untuk mencapai level 6 sigma masih
perlu dilakukan perbaikan yang berkelanjutan. Oleh karena itu PT.Pertamina MOR IV harus
meminimalisir terjadi waste dengan melakukan improvement pada program mitigasi resiko
kecelakaan.

5.2.3 Analyze
Pada tahap Analyze, dilakukan root cause analysis menggunakan pareto diagram
dan systematic cause analysis technique (SCAT). Untuk melihat penyebab utama, berikut
pareto diagram dari kecelakaan dalam proses distribusi BBM:

Penyebab Kecelakaan MT 2019


14 120%
12 100%
10 80%
8
60%
6
4 40%
2 20%
0 0%
Perilaku Perilaku Kondisi Jalan Kondisi Sub
Berkendara Berkendara atau Medan Standart MT
Lain AMT
Gambar 5. 7 Diagram Pareto

Perbaikan dapat dilakukan dengan memfokuskan pada 2 jenis penyebab kecelakaan


yang terjadi yaitu Perilaku Berkendara Lain, Perilaku Berkendara AMT dikarenakan nilai
dalam diagram pareto lebih dari 80%.

Root cause analysis kemudian dilanjutkan menggunakan tools SCAT untuk


mengidentifikasi penyebab kecelakaan pada mobil tanki sebagai berikut:
Laporan Kerja Praktik Teknik Industri
Universitas Diponegoro

Gambar 5.8 SCAT Diagram

41
Laporan Kerja Praktik Teknik Industri
Universitas Diponegoro

Kemudian dilakukan Brainstorming mengenai penyebab perilaku driver untuk menunjukkan


semua kemungkinan di lapangan baik secara subjektif. Hasil selanjutnya diidentifikasi dan
disajikan dalam diagram Fishbone.

Hasil dari Analisis didiskusikan kembali bersama dengan manajemen departemen HSSE, untuk mengetahui
apakah program perbaikan apa yang cocok untuk dijalankan.
Laporan Kerja Praktik Teknik Industri
Universitas Diponegoro

5.2.4 Improve
Berdasarkan hasil analisis menggunakan SCAT, Perbaikan yang dapat dilakukan
adalah sebagai berikut :

Gambar 5. 8 Actions for Improvement SCAT

Improvement SCAT Actions Plan Crash Cause - Category


• Mengkaji nilai-nilai, Process 1 – Leadership
measureble loss
control pada fleet 1.1 Purposes and Values
management 1.2 Goals
• Bersama-sama 1.3 Policy
mengevaluasi fleet 1.5 Stakeholder
management yang Engagementt
telah berlangsung 1.9 Management
secara menyeluruh Commitment
• Pertamina, Patra
Niaga, dan Ardina
Prima harus sepakat
untuk berkomitmen
bersama
meningkatkan
kualitas fleet
management
• Pembatasan KM Process 2 – Planning and Perilaku Berkendara AMT
tempuh/hari (database Administrassion
perjalanan AMT)
• Perbaikan sistem 2.1 Work Planning and
penjadwalan yang Control
dapat mengukur 2.2 Action Tracking
produktifitas AMT 2.3 Records
setiap harinya
• Melengkapi GPS
dengan sistem brake
and manouver
monitor

43
Laporan Kerja Praktik Teknik Industri
Universitas Diponegoro

Gambar 5. 9 Actions for Improvement SCAT (Lanjutan)

Improvement SCAT Actions Plan Crash Cause - Category


• AMT melakukan Process 3 – Risk Evaluation Perilaku Berkendara AMT
peregangan otot kaki, 3.1 Health Hazard Perilaku Berkendara lain
tangan, bahu dan Identification and Kondisi Jalan atau Medan
seluruh badan untuk Evaluation
melepaskan 3.2 Safety Hazard
ketegangan otot dan Identification and
kantuk. Evaluation
• Identifikasi hazard 3.6 Process Risk
rute perjalanan SPBU, Identification and
jalan alternatif yang Evaluation
aman dilewati, &
tracking GPS→
Check Point SPBU
Rest Area untuk AMT
1 dan AMT 2
• Pengurusan izin lewat
kepada masyarakat di
sekitar jalur MT
(pesisir, pasar ikan)
• Peningkatan Process 4 – Human Perilaku Berkendara AMT
awareness mengenai Resources
reward&konsekuensi 4.1 Human Resources
(by : video, Group System
Leaders) 4.3 Managing Individual
• Pemberian reward Performance
AMT produktif dan 4.4 Recognition and
konsekuensi discipline
pelanggaran dengan
alur yang jelas
• Pemberian reward
bagi AMT yang
melaporkan
bentuk pelanggaran
Laporan Kerja Praktik Teknik Industri
Universitas Diponegoro

Gambar 5. 10 Actions for Improvement SCAT (Lanjutan)

Improvement SCAT Actions Plan Crash Cause - Category


• Penilaian jadwal Process 5 – Compilance Perilaku Berkendara AMT
terpenuhi → tindak Assurance
lanjut evaluasi sistem 5.7 Compliance Assessment
perhitungan
penjadwalan
• Evaluasi pelanggaran
AMT selama
mengemudi melalui
pantauan CCTV
• Pemasangan CCTV Process 6 – Project Perilaku Berkendara AMT
pada semua unit MT Management
6.4 Project Control
• Mengevaluasi sistem Process 7-Training and Perilaku Berkendara AMT
training safety driver Compliance
menjadi 2 sisi lebih 7.8 Training system
interaktif evaluation
• Campaign Awareness Process 8 – Communication Perilaku Berkendara lain
kepada masyarakat and Promotion
mengenai blindspot 8.1 Communication System
dan cara mengemudi 8.7 Recognition
aman di sekitar Mobil 8.8 Promotion Campaigns
Tanki
• Campaign awareness
mengenai safety
driving disekitar
TBBM (ex : poster
postur ergonomis saat
menyetir, istirahat
minimal 12 jam yang
ditempel pada
waiting room)
• Pembuatan sistem
informasi AMT untuk
mengurangi miss
komunikasi update
kebijakan antar AMT

45
Laporan Kerja Praktik Teknik Industri
Universitas Diponegoro

Gambar 5. 11 Actions for Improvement SCAT (Lanjutan)

Improvement SCAT Actions Plan Crash Cause - Category


• Memperbarui buku Process 9 – Risk Control Perilaku Berkendara AMT
saku AMT dengan 9.7 Rules
peraturan resmi safety 9.8 Work Permits
driving yang berlaku, 9.9 Warning Signs and
maksimum kecepatan Notices
pada daerah yang
dilewati dan edukasi
blindspot
• Sebelum mengemudi
AMT wajib terlebih
dahulu memeriksa
kendaraan terutama
sistem rem, lampu
isyarat, kaca spion
dan tekanan ban,
jangan memaksakan
mengemudikan
kendaraan yang tidak
laik jalan
• Truck Fuel Reduction
• Melaksanakan Process 13 – Learning from
investigasi pada tiap Events
kejadian dari sudut 13.13 Participation in
pandang internal Investigation
AMT maupun 13.11 Improvement Teams
eksternal dan analisis
monitoring CCTV
• Membentuk tim
investigasi yang tidak
permanen untuk
menangani dan
mengidentifikasi
insiden
Laporan Kerja Praktik Teknik Industri
Universitas Diponegoro

Gambar 5. 12 Actions for Improvement SCAT (Lanjutan)

Improvement SCAT Actions Plan Crash Cause - Category


• Evaluasi data Process 14 – Risk Perilaku Berkendara AMT
medical, untuk Monitoring
physical and mental 14.1 Health Hazard
work load assessment Monitoring
• Jadwal brainstorming 14.2 Safety Hazard
Group Leader Monitoring
14.6 Effectiveness of
Monitoring
14.7 Perception Surveys
14.8 Behavorial
Observation
14.9 Task Observations
• Melakukan review di Process 15 – Results and
tingkat manajemen review
pengelolaan AMT 15.2 Management review
secara periodik

47
Laporan Kerja Praktik Teknik Industri
Universitas Diponegoro

BAB VI
PENUTUP
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan di atas, maka
dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut :
1. Dengan menggunakan metode Lean Six Sigma, didapatkan beberapa jenis waste yang
terjadi akibat kecelakaan pada proses pendistribusian BBM menggunakan Mobil
Tanki di PT. Pertamina MOR IV yaitu defects,waiting, extra processing, dan Non-
Utilized Talents.

2. Melalui perhitungan DPMO didapatkakn nilai level sigma pada kecelakaan mobil
tanki yakni sebesar 5,32558 𝜎.

3. Setelah dilakukan identifikasi permasalahan yang terjadi pada proses pendistribusian


BBM menggunakan dengan Systematic Cause Analysis Technique (SCAT),
didapatkan beberapa akar permasalahan dari kejadian kecelakaan Mobil Tanki
diantaranya personal factors berupa kapabilitas psikologikal, stress psikologis/fisik,
pengetahuan yang tidak memadai, kurangnya keterampilan,dan motivasi driver yang
kurang tepat. Selain itu terdapat Job/ System Factors berupa kepemimpinan atau
pengawasan yang kurang memadai, inspeksi peralatan yang kurang memadai,
kepatuhan standar kerja / persyaratan yang kurang sesuai, dan system komunikasi
yang belum memadai.

4. Setelah mengetahui akar penyebab permasalahan yang terjadi, terdapat beberapa


usulan perbaikan untuk

5. proses pendistribusian BBM menggunakan Mobil Tanki diantaranya peningkatan


komitmen manajemen berupa evaluasi dan penilaian kualitas fleet management
secara menyeluruh (measurable loss control), perbaikan system rute penjadwalan
MT, program evaluasi beban kerja mental AMT, Map digital sebagai penunjuk jalan
SPBU; hazard on route ; check point rest area ; blackzone untuk driver MT,
Laporan Kerja Praktik Teknik Industri
Universitas Diponegoro

peningkatan awareness berupa poster/video di waiting room AMT seputar safety


driving, dan pembuatan system informasi dua arah AMT.

6.2 Saran
Laporan penelitian ini belum memaparkan mengenai tindakan kontrol dari program
yang diberikan. Oleh karenanya, saran yang dapat dijadikan acuan dalam pengembangan
laporan penelitian selanjutnya yakni menentukan program kontrol berdasarkan kondisi di
lapangan.

49

Anda mungkin juga menyukai