2019.
NIM : 030619682
Kegiatan atau aktivitas bersama dari sekelompok orang-orang dengan cara bekerja sama
dan bersemangat untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan pada dasarnya adalah
administrasi. Kegiatan yang dimaksud, dapat dilakukan dalam bisnis maupun di bidang
pemerintahan. Di bidang pemerintahan secara khusus, administrasi dapat dijelaskan sebagai
kegiatan fungsionaris pemerintahan beserta seluruh jajaran aparatur dalam ikatan kerja sama
yang terkoordinasi dan terkendali, disertai semangat dan cita-cita yang tinggi untuk mewujudkan
tujuan-tujuan pemerintahan yang ditetapkan dalam kebijakan-kebijakan umum maupun
keputusan-keputusan politik, yang di tingkat nasional termuat dalam undang-undang dan
operasionalnya dan di tingkat daerah terdapat dalam peraturan daerah, bagi urusan-urusan
pemerintahan yang menjadi urusan rumah tangganya.
Ciri pokok untuk mengenali sebagai kegiatan administrasi dari berbagai pengertian yang
dikemukakan oleh para ahli dapat diidentifikasi sebagai berikut:
Sejumlah prinsip umum administrasi yang menjadi dasar pemikiran bagi perkembangan
administrasi yaitu: 1. Pembagian kerja (division of work). 2. Wewenang dan tanggung jawab
(authority and responsibility). 3. Disiplin (discipline) 4. Kesatuan perintah 5. Kesatuan arah dan
tujuan 6. Mendahulukan atau mengutamakan dan menempatkan kepentingan organisasi di atas
kepentingan pribadi 7. Penggajian atau upah 8. Sentralisasi 9. Skala hierarki 10. Tata tertib
11.Keadilan 12. Stabilitas jabatan 13. Prakarsa atau inisiatif 14. Solidaritas kelompok kerja.
Pemikiran dan pendalaman terhadap ilmu administrasi dalam rangka sistem administrasi
Negara terus berlangsung. Pemikiran sistem administrasi Negara secara filosofis terarah pada
upaya untuk mengatasi berbagai permasalahan nyata yang dihadapi sistem administrasi, baik
yang menyangkut dalam sistem itu sendiri maupun ekses yang timbul dalam hubungan
interaksinya dengan lingkungan, serta upaya untuk meningkatkan kompetensinya sehingga
mampu menyelenggarakan berbagai fungsi pemerintahan sesuai situasi dan kondisi yang terjadi.
1. Tata nilai yang menjadi dasar dan tujuan serta acuan perilaku dari sistem dan proses
administrasi Negara.
2. Organisasi dan manajemen pemerintahan Negara.
3. Manajemen pemerintahan Negara.
4. Sumber daya aparatur Negara.
5. Sistem dan proses kebijakan Negara.
6. Posisi, kondisi, dan peran masyarakat bangsa dalam bernegara.
7. Hukum administrasi Negara.
8. Posisi, kondisi, dan peran masyarakat bangsa dalam bernegara.
9. Hukum administrasi Negara.
Pada hakikatnya administrasi Negara dapat juga diartikan, sebagai fungsi atau aktivitas
pemerintah yang mengurus unsur-unsur Negara. Sehingga tujuan administrasi Negara adalah
untuk meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat. Dimana peranan aparatur Negara
menjadi factor yang sangat menentukan dalam mengurus unsur-unsur Negara, unsur-unsur
sistem Negara yang meliputi warga Negara, wilayah Negara, pemerintah Negara. Unsur Negara,
wilayah Negara, dan pemerintah Negara yang berdaulat dikategorikan sebagai unsur konstitutif
karena keberadaannya mutlak harus ada. Sedangkan pengakuan dari Negara lain merupakan
unsur deklaratif yang bersifat formalitas karena diperlukan dalam rangka memenuhi unsur tata
aturan pergaulan internasional.
Dalam eksistensinya sebagai sistem, dan sesuai dengan konstitusi Negara yang
mendasarinya, SANKRI pada dasarnya mengandung unsur-unsur nilai struktur dan proses
sebagai berikut: 1. Unsur nilai 2. Unsur struktur 3. Unsur proses.
Sesuai dengan sistem pemerintahan Negara berlandaskan Undang-Undang Dasar 1945,
dalam mewujudkan cita-cita dan tujuan nasional, penyelenggaraan pemerintah pusat dan daerah
dilakukan melalui Sistem Administrasi Negara Kesatuan Republik Indonesia (SANKRI). Yang
pada prinsipnya meliputi penyelenggaraan wewenang lembaga-lembaga Negara dengan
mengembangkan kebijakan yang terarah pada pencapaian cita-cita dan tujuan nasional, dengan
mendayagunakan secara optimal dan bertanggung jawab segenap sumber daya nasional dan
potensi serta peluang internasional, dan senantiasa memperhatikan aspirasi dan peran aktif
masyarakat, serta menjaga konsistensinya dengan nilai-nilai kebangsaaan dan perjuangan
bangsa. Sehingga, SANKRI dapat dirumuskan sebagai keseluruhan tatanan organisasi dan proses
manajemen dalam penyelenggaraan Negara dan pembangunan bangsa guna mewujudkan cita-
cita dan tujuan bernegara sesuai dengan nilai-nilai kebangsaan dan perjuangan yang diamanatkan
konstitusi Negara.
Dalam sistem dan proses penyelenggaraan Negara dan pembangunan bangsa diberbagai
dimensi harus diperhatikan yang diwujudkan dalam kenyataan hidup masyarakat bangsa dan
dalam hubungan antar bangsa. Itulah tujuan kita bernegara.
SANKRI harus mengelola multi nilai budaya yang sangat beraneka ragam sesuai dengan
konsep Bhinneka Tunggal Ika, mengisyaratkan SANKRI harus memiliki kemampuan
menjalankan berbagai model perilaku yang menjamin kerja sama berbagai etnis secara harmoni
dan sinergis agar kesatuan dan persatuan bangsa tetap terpelihara dalam suatu sistem
administrasi Negara. Dimensi-dimensi nilai dalam sistem administrasi Negara Republik
Indonesia, meliputi falsafah Negara, yaitu Pancasila, Cita-cita dan Tujuan Bernegara. Nilai-nilai
yang terkandung dalam Pancasila harus diaktualisasikan dalam SANKRI.
Perencanaan pada dasarnya agar tujuan yang tercapai tidak melenceng terlalu banyak
dari apa myang diharapkan. Perencanaan mengandung pengertian sebagai suatu proses,
keputusan dan fungsi manajemen.
Perencanaan yang baik dalam suatu kegiatan pemerintahan adalah yang memperhatikan
prinsip-prinsip pemerintahan yang baik, yang mengakomodasikan dinamika perkembangan dan
interaksi sosial politik masyarakat bangsa; di dukung paradigma pembangunan yang tepat,
konsep yang jernih dan analisis yang akurat dan komprehensif serta integratif.
Perencanaan adalah kegiatan yang cukup penting dalam suatu proses manajemen karena
Perencanaan sebagai suatu fungsi yang dalam urutan proses manajemen menempati posisi awal.
kesalahan yang fatal dalam melakukan Perencanaan dapat mengakibatkan inefisiensi dan
inefektivitas dalam proses manajemen selanjutnya, yang akhirnya pencapaian tujuan menjadi
tidak optimal.
Suatu Perencanaan dikatakan baik dan efektif apabila memenuhi ciri-ciri, antara lain
mempunyai tujuan yang jelas, tidak rumit, mudah dianalisis, bersifat fleksibel, dapat
dilaksanakan dengan kemampuan yang ada, realitas, dan mempunyai prioritas.
Aspek yang ditemui dalam membuat Perencanaan yang menjadi hambatan antara lain
adanya kejadian yang tidak dapat diramalkan sebelumnya, kekurangan informasi atau beberapa
kebijakan yang di ambil pemerintah belum mencapai tujuan yang diharapkan.
Fungsi koordinasi yang disampaikan oleh Ketua LAN (dalam Handayaningrat, 2002),
sebagai salah satu fungsi manajemen, usaha untuk menjamin kelancaran mekanisme prosedur
kerja dari berbagai komponen dalam organisasi, usaha mengarahkan dan menyatukan kegiatan
dari satuan kerja organisasi, factor dominan bagi kelangsungan hidup suatu organisasi, dan
adanya spesialisasi dalam berbagai tugas dan keanekaragaman tugas menyebabkan usaha-usaha
koordinasi semakin bertambah besar dan menjadi rumit.
Agar kondisi berjalan dengan efektif pelu diperhatikan factor, kejelasan tanggung jawab
kegiatan, tujuan organisasi perlu memperhatikan tujuan satuan-satuan kerja, kejelasan
wewenang, tanggung jawab dan tugas-tugas satuan kerja, koordinasi dalam penyusunan
anggaran, dan menjaga hubungan baik antar institusi.
Pengawasan adalah segenap kegiatan untuk meyakinkan dan menjamin bahwa pekerjaan
dilakukan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan, kebijakan yang telah digariskan dan
perintah yang telah diberikan dalam rangka pelaksanaan rencana tersebut. Pengawasawn akan
lebih bermakna apabila diikuti dengan tindakan serta langkah-langkah yang nyata dan tepat.
Pengawasan juga memiliki makna serta dapat memainkan perannya dengan baik apabila telah
dfapat mencapai tujuan pengawasan.
Pengawasan atau control terkait erat dengan pengendalian dan pengaturan perilaku
birokrasi, selain supervise, pengaruh, dan manajemen. Sumber kewenangan untuk melakukan
control bisa berasal dari luar dan dalam birokrasi. Control birokrasi merupakan suatu proses
menemukan penyimpangan dan melakukan tindakan koreksi atas penyimpangan tindakan yang
ditemukan.
Demi tercapai tujuan Negara atau tujuan nasional, diperlukan suatu sistem administrasi
Negara yang dapat menata atau menata ulang, menyesuaikan, memperbaiki serta membangun
sistem yang telah ada, baik ditingkat pusat maupun daerah, berdasarkan kebijakan dan arah
pembangunan ke depan. Yang hakikatnya mencapai tujuan Negara, selain sistem diperlukan
keterlibatan dari seluruh perangkat Negara, yaitu lembaga eksekutif, legislative, dan yudkatif
maupun lembaga yang ada menurut UUD 1945.
Dalam menyikapi tuntutan reformasi dibidang penyelenggaraan pemerintah Negara maka
kebijakan yang berkenaan dengan penyempurnaan sistem administrasi Negara ditetapkan dalam
GBHN (2000-2004). GBHN ditetapkan untuk memberikan arah penyelenggaraan Negara dengan
tujuan mewujudkan kehidupan yang demokratis berkeadilan sosial, melindungi hak asasi
manusia, menegakkan supremasi hukum dan tatanan masyarakat bangsa yang beradab, berakhlak
mulia, mandiri, bebas, dan sejahtera untuk kurun waktu 5 tahun ke depan.
Pengembangan sistem administrasi Negara dalam rangka meningkatkan daya guna dan
hasil guna pelaksanaan tugas pemerintahan dan pembangunan ditujukan pada revitalisasi
penyelenggaraan pemerintah Negara. Penyempurnaan administrasi negara tidak hanya berkutat
pada aparatur nagara, tetapi mencakup sistem yang dipraktikkan dalam penyelenggaraan Negara.
Penyempurnaan sistem didasarkan pada unsur-unsur pokok administrasi Negara, yaitu ditinjau
dari dimensi-dimensi organisasi dan dimensi manajemen.
Dari segi dimensi organisasi, Sistem organisasi administrasi Negara harus mampu
mewujudkan format dan desain kelembagaan pemerintahan Negara yang sesuai dengan
kebutuhan, yaitu sebagai wadah penyelenggaraan urusan pemerintahan yang merupakan amanah
bangsa melalui konstitusi, baik ditingkat pemerintahan pusat maupun daerah.
Dari segi dimensi manajemen, sistem penyelenggaraan Negara merupakan upaya yang
dinamis, namun tertib dan teratur dalam mengelola urusan pemerintahan beserta sumber daya
dan sistem pendukungnya. Pengembangan dimensi ini meliputi manajemen kebijakan public,
manajemen PNS, manajemen keuangan Negara, manajemen pelayanan, manajemen hokum, serta
pengawasan akuntabilitas, dengan didukung teknologi informasi dan komunikasi yang
berlandaskan prinsip-prinsip good govermance yang bermuara pada pelayanan public yang
prima.
Sejarah akuntabilitas dimulai sejak zaman Mesopotamia pada tahun 4000 sM, pada masa
itu dikenal adanya hokum Hummurabi yang mewajibkan seseorang (raja) untuk
mempertanggungjawabkan segala tindakannya kepada pihak yang member wewenang atau
wangsit padanya. Sebagai pertanggungjawaban terhadap kewenangan yang telah diberikan
rakyat kepada penyelenggara Negara, akuntabilitas akan menjadi tolak ukur bagi kredibilitas
penyelenggara Negara dalam menjalankan tuagsnya.
*E-Government
E-Government adalah istilah yang berkenaan dengan teknologi informasi dan komunikasi
dalam manajemen pemerintahan. E-Government merupakan adopsi dari perkembangan dan
pemanfaatan teknologi serupa di dunia bisnis. Pengembangan E-Government dimaksudkan untuk
meningkatkan efesiensi, efektivitas, transparansi, dan akuntabilitas manajemen pemerintahan
dengan menggunakan internet dan teknologi digital lain. Dapat dikatakan E-Government adalah
suatu interaksi dinamis antara pemerintah, kalangan swasta, kalangan akademis, dan masyarakat
umum yang diberdayakan untuk mengakses infrastruktur informasi local/nasional dari manapun,
kapanpun, sesuai dengan kebutuhan masing-masing.
E-Government dapat juga diartikan sebuah transformasi. Sebuah perubahan radikal dalam
paradigm manajemen pemerintahan. Ada dua tansformasi yang ada, yakni pertama konsep
menjadi E-Government itu sendiri dari hanya Government, kedua bagaimana
menstransformasikan konsep tersebut menjadi empiric. Bukan focus pada peralatan atau sarana
yang menjadikan elektronik, tapi perubahan paradigma dan proses manajemen yang efektif dan
efesien.
Saat ini E-Government sudah merupakan kebutuhan. Di satu sisi globalisasi, dan di sisi lain
efektivitas dan efesiensi pelayanan sudah merupakan fenomena yang tidak dapat diabaikan.
Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi telah sangat ,mendukung pengembangan E-
Government di Indonesia. Secara filosofis, kegunaan dan peran E-Government dapat
digambarkan bahwa dengan pendayagunaan teknologi Informasi dalam E-Government,
pekerjaan yang dapat diselesaikan menjadi lebih banyak, dalam waktu yang lebih sedikit serta
kepuasan konsumen juga semakin luas.
Globalisasi yang menyentuh berbagai bidang kehidupan menuntut pembaruan dalam sistem
administrasi Negara, pendayagunaan dalam sistem dan proses penyelenggaraan pemerintahan
dan pembangunan bangsa, yang memungkinkan kegiatan perekonomian bangsa dan antar bangsa
berlangsung lebih berkualitas dan efesien. Dimensi keprimaan dalam konteks pelayanan dan
kebijakan dimaksud yang juga menyentuh transparansi, kepastian hokum, profesionalitas,
desentralisasi akan dimungkinkan bisa sarana teknologinya dapat diimplementasikan sebagai
pendukung pelaksanaan fungsi manajemen kebijakan dan pelayanan public.
Teknologi elektronik dipergunakan dalam banyak hal. Namun ketika teknologi digunakan
dalam konteks tugas dan fungsi pemerintahan maka fokusnya tidak hanya sekedar menambahkan
kata elektronik di depan kata pemerintahan. Ada suatu proses panjang yang menyatu di
dalamnya. Fungsi manajemen pemerintahan yang dapat direvitalisasi adalah pengelolaan
kebijakan, pelayanan informasi, dan pelayanan public.
E-Government dapat menjadi wahana efektif bagi akurasi pengambilan keputusan dalam
konteks perbedaan keadaan geografis, wilayah administrative, dan level pemerintahan. Ada 6
pokok yang menjadi titik tolak. (1) akurasi; apakah dalam E-Government akurasi pengambilan
keputusan dapat tercapai? (2) kecepatan; apakah dalam E-Government kecepatan pengambilan
keputusan dapat dilakukan? (3) antardaerah apakah dalam E-Government pengambilan
keputusan, komunikasi, jaringan antardaerah dapat dilakukan dengan akurat, cepat, murah, dan
mudah? (4) antara pusat dan daerah; bagaimana bentuk hubungan antar pusat daerah dalam E-
Government? (5) nasional; bagaimana koordinasi antar instansi pemerintah pusat dan E-
Government? (6) internasional; bagaimana hubungan pemerintah dengan dunia internasional
dalam konteks E-Government?
Berdasarkan Inpres No. 3 tahun 2003, pemerintah telah menggariskan kebijakan dan strategi
nasional dalam pengembangan E-Government. Ditegaskan tujuan pengembangan E-Government
adalah upaya untuk mengembangkan penyelenggaraan pemerintahan yang berbasis elektronik
dalam rangka meningkatkan kualitas layana public secara efektif dan efesien.
Inpres No 3 Tahun 2003 telah menetapkan 6 strategi yang berkaitan dengan pencapaian
tujuan strategis E-Government yang secara berturut-turut yaitu:
1. Mengembangkan sistem pelayana yang andal dan terpercaya, serta terjangkau masyarakat
luas.
2. Menata sistem dan proses kerja pemerintah dan pemerintah daerah holistic
3. Memanfaatkan teknologi informasi secara optimal
4. Meningkatkan peran serta dunia usaha dan mengembangkan industry telekomunikasi dan
teknologi informasi.
5. Mengembangkan kapasitas sumber daya manusia (SDM), baik pada pemerintah pusat
maupun pemerintah daerah otonom, disertai dengan meningkatkan e-literacy masyarakat.
6. Melaksanakan pengembangan secara sistematik melalui tahapan yang realitas dan
terukur.
Berdasarkan Inpres No. 3 tahun 2003, ditunjuk beberapa instansi yang terkait dengan
pelaksanaan pengembangan E-Government, seperti:
Harus disadari oleh perumus kebijakan setiap masalah kebijakan memiliki karakteristik
yang berbeda antara satu dengan yang lainsehingga masalah kebijakan harus dirumuskan dengan
baik dan benar. Ackoff menyatakan dengan tegas bila kita ingin berhasil dalam mengatasi
masalah maka perlu mendapatkan solusi yang benar atas masalah yang telah didefinsikan pula.
Maka kita perlu mencermati karakteristik setiap masalah agar kita bisa menemukan solusinya.
Menurut Dunn ada 4 karakter massalah kebijakan, yaitu (1) saling ketergantungan
masalah; (2) subyektif; (3) artifisal/buatan manusia; (4) dinamis; (4) karakteristik tidak terpisah
satu sama lain, dan saling terkait.
Kalau kita menggunakan ke 10 pendekatan tersebut dengan baik maka kemungkinan kita
untuk merumuskan masalah kebijakan yang baik pun dapat kita lakukan.
Wilayah dan ruang lingkup masalah kebijakan public sangat luas dan beragam. Setiap
Negara memiliki dan mengembangkan wilayah dan ruang lingkup masalah kebijakan yang
berbeda sesuai dengan kepentingan nasional masing-masing. Di Indonesia wilayah dan ruang
lingkup masalah kebijakan sering muncul dibidang pendidikan, kesehatan, ketenagakerjaan,
pemilukada, mafia peradilan, batas Negara, kerja sama ekonomi, dan seterusnya. Sehingga
menuntut untuk senantiasa meningkatkan kapasitas keahlian, pengetahuan, dan keterampilannya
agar mampu merumuskan masalah kebijakan dengan baik dan benar, dan dipakai untuk
mengatasi masalah yang sudah didefiniskan tadi. Namun, banyak pula masalah yang tidak dapat
mendapat perhatian yang aktif dan serius dari pemerintah, tersisihkan dan kalah bersaing dengan
masalah, lain dan kemudian mati.
Cob dan Elder menjelaskan ada 4 tingkat agenda mulai dari yang terbesar adalah agenda
universe, agenda sistemik, agenda institusional dan agenda kebijakan yang siap untuk dipakai
dalam mengatasi masalaah. Lester dan Stewart mengatakan adanya beberapa jenis isu yang
berada pada agenda sistemik ataupun agenda institusional, yaitu isu proyek, isi baru, isu siklikal,
dan isu yang muncul kembali.
Alasan beberapa isu atau masalah bisa masuk ke agenda kebijakan dikemukakan oleh
Puentes Markides, yaitu adanya peristiwa yang kritis, evaluasi dampak kebijakan yang negative,
demo protes dan gerakan sosial, sebaran masalah oleh media, dan perubahan politik. Alasan
masalah tidak tidak masuk ke agenda kebijakan yaitu, adanya konflik dalam mendefinisikan
masalah, terdesak oleh masalah lain, masalah tidak relevan, bukan urusan Negara, pemerintah
tidak ingin membuat keputusan dari masalah tertentu.
Cochran & Malone ada (2) model penyusunan agenda kebijakan yakni model elitis yang
lebih menekankan pada peran elit yang memiliki kekuasaan dalam penyusunan agenda
kebijakan, dan model pluralis yang elbih melihat kekuasaan berada di tangan kelompok warga
yang aktif dalam politik terlibat dalam penyusun agenda kebijakan. Tahap atau fase penyusunan
kebijakan, misalnya fase-fase yang digagas oleh Nelson meliputi fase: rekognisi-adopsi-
prioritasi-pemeliharaan/pertahanan. Model Muilti Streams dari John kingdom lebih banyak
menarik perhatian ilmuwan an praktisi kebijakan public, menggagas bahwa penyusunan agenda
kebijakan akibat adanya pertemuan konvergensi antara arus massalah, kebijakan, dan politik.
Esensi teori Cobb & Elder adalah tentang proses memproduksi masalah dan cara
memperoleh akses agar masalah bisa masuk ke agenda sistemik dst. Dimulai dengan
mendefinisikan “masalah” kemudian diikuti cara bagaimana memproduksi masalah, cara
memperoleh akses agar masalah bisa masuk agenda sistemik dan akhirnya masuk ke agenda
institusional/agenda kebijakan.
Cob dan Elder mengartikan masalah sebagai ‘pertikaian yang terjadi antara dua
kelompok atau lebih tentang masalah-masalah yang terkait dengan prosedur dan subtansi
pendistribusian kekuasaan dan sumber-sumber’. Cara memproduksi masalah: perhatian dari bias
yang terjadi yang tidak diinginkan dalam pendistribusian posisi dan sumber-sumber; atau lewat
usaha seseorang/kelompok yang memproduksi masalah untuk kepentingan seperti; atau lewat
adanya peristiwa penting yang terjadi tidak terduga sebelumnya;atau lewat usaha seseorang atau
kelompok orang yang tidak memiliki posisi dan sumber dan tidak untuk kepentingan dirinya
sendiri. Dijelaskan juga tentang alat pemicu timbulnya masalah, yaitu: adanya bencana alam;
peristiwa yang tidak terduga; perubahan teknologi; distribusi sumber-sumber yang tidak
adil/menyimpang dan perubahan ekologi. Di sini dijumpai dua pemain yang berperan, yaitu
‘pemicu masalah’ dan ‘inisiator’yang akan membawa masalah ke agenda sistemik. Masalah bisa
diterima dan mendapat dukungan dari banyak pihak/khalayak yang lebih luas maka masalah
disebarluaskan lewat ‘blow-up’ di media massa. Bila masalah yang telah di agendakan secara
sistemik maka akan mudah memperoleh akses untuk masuk ke agenda institusional.
*Memformulasi Kebijakan
Memformulasi Kebijakan public adalah proses memilah dan memilih alternative solusi
masalah dari sekian banyak alternative yang saling bersaing. Jenis dan kualitas masalah yang ada
dalam masyarakat juga semakin beragam dan tinggi. Ini berpengaruh terhadap pendekatan/model
yang dipakai untuk merumuskan Kebijakan public. Pakar Kebijakan public Simmons dan Dvorin
mengategorikan 5 macam model perumusan Kebijakan public, yaitu model deskriptif,
eksplanatoris, normative dan evaluatif. Ada juga pakar yang membagi model perumusan
Kebijakan public hanya menjadi 3 macam, yaitu model rasional, incremental, dan sistem. Ketiga
model ini diteliti dan dimanfaatkan oleh para praktisi Kebijakan public.
Peran actor yang resmi atau tidak resmi banyak dilibatkan dalam perumusan kebijakan
public. Para pakar percaya bahwa actor kebijakan yang resmi/pemerintah masih memainkan
peran yang dominan dalam proses perumusan kebijakan publik. John kingdom, melihat bahwa
proses penyususnan agenda kebijakan yaitu bertemunya arus problema dengan arus kebijakan
dan arus politik pada saat peluang yang sama, berjalan atau berkonvergensi di lembaga
pemerintah. Namun actor nonpemerintah telah lama menggeliat turut serta terlibat dalam proses
perumusan kebijakan public. Anderson, dengan jelas mengklasifikasi actor kebijakan menjadi (2)
kategori, yaitu actor resmi dan actor tidak resmi. Eksekutif sebagai actor resmi kebijakan. Actor
kebijakan tidak resmi berperan intensif dalam perumusan kebijakan. Yang utama peran actor
media massa dalam ikut menyebarluaskan isu kebijakan dalam proses perumusan kebijakan.
Desain kebijakan dapat diadopsi dan legitimasi dari para pemangku kepentingan
kebijakan, utamanya oleh mereka yang punya kekuasaanuntuk membuat keputusan. Setiap
kebijakan yang telah diadopsi berarti kebijakan itu sah (legitimate). Legitimasi kebijakan adalah
pemberian kekuasaan hokum pada keputusan kebijakan dan implementasinya. Hal ini sangat
penting bagi pemerintah yang akan melaksanakan kegiatan karena pelaksanaan kebijakan yang
sah akan membawa sanksi, baik berupa hukuman/hadiah bagi warga atau kelompok
yang ,menjadi sasaran kebijakan tersebut.
*Mengimplementasi Kebijakan
Implementasi Kebijakan adalah salah satu bagian dari proses kebijakan setelah kebijakan
berhasil dirumuskan dengan baik. Ini proses yang sulit dan kompleks. Sehingga kita perlu
mengenali karakteristikutama implementasi kebijakan, model implementasi, syarat-syarat
implementasi, instrument kebijakan yang dipakai, serta actor pelaksana.
Peran pemerintah begitu luas, banyak dan komples tugas kebijaksanaan public tidak
mungkin dapat dilakukan sendiri, namun dibagi dengan mitranya, baik lembaga swasta,
kelompok kepentingan, maupun masyarakat sipil. Sehingga, akan semakin banyak actor yang
terlibat dalam implementasi kebijakan public. Anderson, Lester, Stewart menyatakan banyak
badan-badan yang terlibat, baik pemerintah maupun nonpemerintah dalam
mengimplementasikan kebijakan public adalah birokrasi pemerintah, legislative, yudikatif,
kelompok kepentingan, dan organisasi kemasyarakatan. Mereka adalah actor kebijakan yang
perannya sudah dikenali dimasyarakat.
Implementasi kebijakan yang efektif bukanlah pekerjaan yang gampang. Banyak variabel
yang berpengaruh terhadap keberhasilan melaksanakan kebijakan, salah satunya adalah
menetapkan instrument kebijakan yang pas dengan masalah dan tujuan kebijakannya.
Model atau pendekatan yang dipakai untuk menetapkan jenis instrument atau
mengimplementasikan kebijakan. Pandangan Howlett dan ramesh tentang model ekonomis dan
model politis cukup penting untuk diperhatikan selain model-model yang lain.
Proses untukmenilai kinerja kebiajakn adalah evaluasi kebijakan yang merupakan salah satu
bagian dari proses kebijakan yang sangat penting. Pandangan lama melihat aktivitas menilai
kebijakan dilakukan pada akhir proses pelaksanaan kebijakan, tetapi kemudian pandangan
tersebut berubah di mana seluruh proses kebijakan: formulasi, implementasi, dan evaluasi perlu
juga dinilai untuk mengetahui kinerjanya.
Arti atau definisi evalusasi kebijakan yang diberikan para pakar, mulai dari yang
singkat/sederhana, misalnya dari Dye “Evaluasi kebijakan adalah proses pembelajaran tentang
konsekuensi kebijakan public” sampai dengan yang panjang dan komples, misalnya dari Weiss:
“evaluasi program/kebijakan adalah penilaian secara sistematis terhadap pelaksanaan atau
dampak program/kebijakan dibandingkan dengan sejumlah standar penilaian baik yang eksplisit
maupun implicit sebagai sarana untuk meningkatkan mutu program/kebijakan”. Setidaknya ada 3
macam pendekatan evaluasi kebijakan, yaitu pendekatan deskriptif, normative, dan dampak.
Selain itu ada 3 tipologi kebijakan, yaitu evaluasi formulasi, implementasi, dan dampak
kebijakan. Semua jenis evaluasi tujuannya adalah untuk menilai kinerja proses kebijakan.
Untuk mengetahui sejauh mana pelaksanaan kebijakan maka diperlukan analisis terhadap
dampak kebijakan yang mampu menghasilkan dampak tertentu baik positif atau negative. Dari
hasil tersebut akan memberikan nilai atau dorongan bagi pembuat kebijakan untuk memutuskan
apakah kebijakan akan dihentikan (terminated), dilanjutkan (continued), atau dimodifikasi
( modified)?
Menganalisis atau mengevaluasi dampak kebijakan tujuannya untuk mengetahui sejauh mana
kebijakan atau program yamng telah dilaksanakan, mampu menimbulkan perubahan yang
diinginkan? Dye menyatakan bahwa ‘ dampak kebijakan itu terlihat hasilnya pada dunia nyata’.
Itulah yang dikenal dengan ungkapan ‘ charges in the desired objectives’. Perubahan yang sesuai
dengan yang diinginkan!
*Diagnosis Organisasi
Organisasi selalu mengalami perubahan. Perubahan terjadi karena organisasi berada pada
kondisi ketidakseimbangan atau mengalami masalah. Permasalahan organisasi, penyebab
sebenarnya diperlukan suatu cara yaitu diagnosis. Diagnosis dalam konsepsi Pengembangan
Organisasi dikenal sebagai tahapan/kegiatan untuk mengetahui ‘dimana nyatanya kita berada’
dan ‘dimana seharusnya kita berada’. Diagnosis juga dinyatakan sebagai suatu cara untuk
menemukan persoalan dan secara sementara mencarikan jalan keluarnya.
Setiap model mempunyai kekuatan dan kelemahan sendiri-sendiri karena suatu model
memainkan peranan penting dalam perubahan organisasi. Model apa pun yang digunakan
hendaknya mampu mendukung upaya melakukan analisis tentang berbagai segi kehidupan
berorganisasi seperti strukturnya, kulturnya dan perilaku sistem organisasi sebagai keseluruhan
maupun bagian-bagiannya. Manfaat dari penggunaan model dalam melakukan diagnosisi adalah:
1. agar lebih memahami persoalan dan organisasi itu sendiri,
2. sebagai penuntun dalam kegiatan pengumpulan data yang betul-betul relevan,
3. agar lebih memahami factor-faktor yang dapat mempengaruhi timbulnya suatu
persoalan dan usaha pemecahannya.
4. Sebagai alat untuk melakukan eksperimentasi tanpa mengambil resiko yang terlalu
besar,
5. Dalam keadaan tertentu dapat digunakan sebagai alat untuk melakukan pengujian
terhadap alternative-alternatif pemecahannya,
6. Untuk menyusun langkah-langkah tindakan dalam melakukan perubahan organisasi.
Informasi yang akurat dan handal sangat diperlukan agar dapat menentukan
permasalahan organisasi setepat-tepatnya dan dapat mencarikan jalan ke luar sesuai dengan
permasalahan yang ada. Informasi tersebut dapat diperoleh dari diagnosis yang digunakan
konsultan yang professional yang mampu berpikir rasional, objektif, dan bebas dari ketrikatan
emosional.
Segala informasi yang diperoleh harus dilakukan pengolahan terlebih dahulu yaitu
melalui analisis data. Kegiatan penganalisisan akan melibatkan konsultan dank lien secara
bersama-sama. Analisis terhadap data akan menghasilkan identifikasi terhadap permasalahan,
dan temuan terhadap hubungan kausal yang bersifat kritis. Langkah-langkah dalam diagnosisi
adalah: mengidentifikasi wilayah permasalahan sementara, mengumpulkan data, analisis data,
umpan balik data, mengidentifikasi wilayah permasalahan yang di anggap menjadi sumber,
memotivasi klien menyelesaikan masalah, mengdiagnosis permasalahan yang telah ditemukan
dan mencarikan jalan keluar untuk menentukan perubahan.
*Intervensi Organisasi
Kegiatan intervensi diharapkan dapat mewujudkan organisasi yang lebih baik dalam arti
lebih adaptif, lebih produktif, dan lebih efektif menghadapi berbagai tantangan dan tuntutan yang
timbul secara internal dalam organisasi sendiri dan dalam lingkungan eksternal organisasi yang
bersangkutan.
Merencanakan kegiatan intervensi yang perlu mendapat perhatian adalah kesiapan klien
untuk melakukan perubahan, kpeastian bahwa perubahan masih dalam batas kekuasaan dan
kewenangan organisasi, kesiapan sumber-sumber internal untuk membantu mengatur,
memonitor, dan memelihara proses perubahan.
Tiga pendekatan dalam proses intervensi adalah pendekatan yang bersifat structural,
teknikal, dan pendekatan yang bersifat perilaku atau yang terfokus pada aspek manusia.
Perubahan dengan bentuk intervensi structural mencakup: 1. restrukturisasi organisasi atau
reorganisasi; 2. penerapan sistem imbalan yang baru; 3. perubahan yang menyangkut kultur
organisasi
Ada tiga aspek yang mendapat perhatian sewaktu melakukan intervensi teknikal, yaitu:
1. rancang bangun ulang pekerjaan; 2. sistem sosio-teknikal; 3. program peningkatan mutu hiduP
kekaryaan.
Empat teknik intervensi dalam mengelola perubahan dalam suatu kelompok atau
antarkelompok, dalam pengembangan keorganisasian, yaitu 1. Pembinaan tim, 2. Pengembangan
hubungan antarkelompok, 3. Pertemuan konfrontasi keorganisasian, dan 4. Pencerminan
organisasi.
Tujuan pembinaan tim adalah untuk menciptakan tigkat dan itensitas interaksi yang tinggi
antara para anggota kelompok yang diikuti dengan terjaganya suasana saling mempercayai dan
sifat saling terbuka. Focus perhatian dari pembinaan tim tergantung dari sasaran dan tujuan yang
ingin dicapai serta persepsi tentang masalah yang dihadapi dan harus diselsaikan oleh kelompok
tersebut.
Pendekatan yang digunakan dalam pengembangan kerja sama kelompok adalah pendekatan
pemecahan masalah, yang dapat dilaksanakan dengan cara masing-masing kelompok kerja
membuat suatu daftar yang menggambarkan pandangan serta persepsi kelompok terhadap kinerja
dirinya sendiri, persepsi kelompok dengan kelompok lain dan anggapan kelompok tersebut
mengenai persepsi kelompok-kelompok lain mengenai kelompok tersebut.
Tujuan dari pengembangan kerja sama antarkelompok adalah untuk mengunah sikap dan
persepsi dalam suatu kelompok terhadap kelompok-kelompok lain dalam organisasi. Koordinasi
merupakan aspek yang penting dalam organisasi karena kelompok atau unit kerja memandang
atau mempersepsikan secara keliru mengenai kelompok lain akan dapat menghambat kegiatan
organisasi secara keseluruhan.
Hubungan organisai dan teknologi terletak pada pemahaman bahwa organisasi tidak
hanya merupakan suatu sistem teknik/sosial, tetapi membutuhkan penyusunan dan
pengintegrasian kegiatan manusia di sekitar berbagai teknologi. Gejala dari masyarakat indistri
modern adalah berkembangnya organisaasi besar yang kompleks untuki tercapainya tujuan
tertentu.
Revolusi industri dengan tuntunannya untuk konsentrasi sumber daya dan skala yang
lebih besar, telah menunjang unit-unit organisasi ekonomi dan lainnya yang lebih besar. Korelasi
langsung antara teknologi dan struktur, cirinya yaitu panjangnya garis komando, rentang control
eksekutif kepala, persentase dari total penjualan yang dijatahkan untuk pembayaran upah dan
gaji, dan rasio jumlah manajer dengan total pegawai, rasio staf tata usaha dan administrasi
dengan para pekerja kasar, rasio buruh lamngsung dengan buruh tak langsung, dengan pengawas
sarjana dan yangbikan sarjana dalam bagian produksi.
Tujuan koordinasi dalam organisasi untuk membagi pekerjaan di antara seluruh peran
dalam struktur organisasi, adanya hubungan antarperan-peran, struktur peran yang berasal dari
pekerjaan yang dijalankan, adaptasi struktur peran yang dinamis, usaha untuk mempertahankan
keseimbangan antarbagian pekerjaan, mobilitas individu dari satu peran ke paran yang lain.
Beberapa subsistem dalam hubungan dengan organisasi sebagai suatu sistem keseluruhan
yaitu: subsistem sasaran dan nilai, subsistem teknis, subsistem psikososial, subsistem struktur,
subsistem manajerial. Lima isu yang dilakukan dalam melakukan fungsi koordinasi adalah 1.
Melakukan penekanan pola manajemen yang kolaboratif dan itegratif; 2. Melakukan penekanan
pada budaya kerja; 3. Melakukan penekanan pada organisasi yang berbudaya sistem
keseluruhan; 4. Melakukan penekanan pada usaha yang berorientasi proses yang sedang berjalan;
5. Melakukan penekanan pada substansi. Ada tiga bentuk koordinasi, yaitu koordinasi vertical,
horizontal, diagonal.
Dasar dari diferensiasi kegiatan organisasi adalah menurut garis dan staf. Fungsi garis
mempunyai wewewang komandoterhadap kegiatan organisasi dan berkenaan dengan fungsi
primer. Sedangkan fungsi staf melaksanakan peranan penasihat dan berkenaan dengan kegiatan
penunjang/pembantu.
Definisi struktur adalah pola yang sudah ada mengenai hubungan-hubungan antara
berbagai komponen dan bagian dari organisasi. Namun, struktur suatu sistem itu tidak nampak
seperti sistem biologis atau sistem mekanis. Ia tidak dapat dilihat, namun disimpulkan dari
operasi-operasi actual dan dari perilaku organisasi.
Bentuk organisasi secara keseluruhan yang merupakan gambaran mengenai kesatuan dari
berbagai segmen organisasi, yang masing-masing dipengaruhi oleh ssalah satu dari factor-faktor
adalah struktur organisasi. Komponen-komponen dasar struktur organisasi menurut Child ada
empat. Tiga komponen dari definisi merupakan elemen-elelmen yang bersifat statis, sedangkan
komponen keempat elemen yang bersifat dinamis.
Ada dua bentuk/model struktur organisasi yakni struktur fungsional dan struktur produk. Dua
bentuk dasar organisasi yaitu struktur fungsional dan struktur produk kadang-kadanag terpaksa
disesuaikan bentuknya katena tuntutan dari lingkungan. Dua bentukpenyesuaian yaitu struktur
geografis dan struktur campuran (hibrida) dengan kerakteristik masing-masing.
Pengertian staf selalu mengacu pada beberapa orang pegawai yang memiliki seperangkat
aturan kerja dan bekerja untuk mencapai tujuan organisasi. Manajemen dapat didefinisikan
sebagai kemampuan/ketrampilan untuk memperoleh sesuatu hasil dalam rangka pencapaian
tujuan melalui kegiatan-kegiatan oran lain.
Manajemen organisasi adalah suatu upaya mendayagunakan sumber daya manusia, sumber
daya alam, sumber daya modal maupun teknologi yang ada untuk mewujudkan suatu tujuan yang
telah diprogramkan.
Ada tiga pendekatan dalam strategi kerja/perancangan kerja yakni pendekatan mekanik,
pendekatan factor manusia, pendekatan motivasi. Falsafah Taylor adalah memisahkan secara
tegas antara kerja fisik dan kerja otak yang lebih menekankan pada gagasan bahwa pengumpulan
dan analisis data yang sistematis merupakan cara terbaik untuk mempelajari cara menyelsaikan
suatu pekerjaan seefsien mungkin.
Desain organisasi menurut pandangan kontingensi adalah dsain yang sesuai dengan
karakteristik lingkungan. Sehingga, organisasi harus selalu melakukan penyesuaian-penyesuaian
agar tetap mengikuti perubahan lingkungan.
Struktur adalah komponen terpneting dalam desain. Tujuan desain tentang struktur adalah
menyediakan perangkat agar tujuan organisasi dapat dicapai dan memenuhi kepentingan
stakeholders.
Langkah awal mendesain organisasi yaitu menetapkan tujuan organisasi lalu melakukan
pembagian kerja/diferensiasi. Diferensiasi dibedakan menjadi tiga, yaitu diferensiasi spasial,
vertical, horizontal. Diferensiasi menghasilkan bagian-bagian organisasi. Agar dapat bekerja
dengan baik bagian-bagian tersebut harus ada mekanisme integrasinya sehingga setiap bagian
yang terpisah dapat dikoordinasikan kea rah pencapaian tujuan.
Kelima konsep dasar di atas pada dasarnya merupakan suatu pilihan yang dapat dipasang-
pasangkan oleh para manajer. Pilihan mana yang akan ditentukan adalah tergantung dari desain
organisasi seperti apa yang diinginkan oleh manajer. Mencocokkan pilihan-pilihan dengan
kondisi lingkungan merupakan dasar desain organisasi berdasarkan pendekatan kontingensi.
Tujuan organisasi, kepentingan stakeholder, ketersediaan sumber daya dan persepsi para manajer
tentang lingkungan akan menentukan pilihan yang paling tepat menurut manajer.
Minztberg mengatakan perbedaan antara ketiga desain, yaitu struktur sederhana, birokrasi
mesin dan birokrasi professional terletak pada penekanan, pada elemen organisasi yang mana
memperoleh penekanan, dan pada proses organisasi yang memperoleh kewenangan dan
menentukan strategi. Elemen – elemen organisasi menurut Minztberg adalah strategic apex,
technostruktur, supporting staff, middle line, dan operating core yangmasing-masing memiliki
ciri dan tugas yang berbeda. Jika dihubungkan dengan konfigurasi structural yang digagasnya
maka setiap konfigurasi akan memiliki mekanisme koordinasi, elemen kunci dan bentuk
desentralisasi yang berbeda-beda.
Umumnya organsiasi berangkat dari konfigurasi struktur sederhana, kemudian jika mulai
mapan mulailah konfigurasi birokrasi mesin diterapkan dan ketika muncul kaum professional
dalam organisasi maka konfigurasi birokrasi professional mulai diterapkan. Penerapan
konfigurasi seharusnya dipandang sebagai pilihan tepat untuk kondisi tertentu begitu komponen
lingkungan berubah maka pilihan konfigurasi juga perlu berubah.
Jones mengembangkan model struktur divisional yang secara mendasar sama dengan
model divisional dari Mintzberg, Jones memodifikasinya dengan memasukkan struktur matriks
ke dalam divisi. Model organisasi jaringan dan organisasi tanpa batas dari Jones pada dasarnya
adalah modifikasi dari struktur adhocracy dari Mintzberg.
Struktur divisional dibedakan menjadi struktur produk, struktur geografis, struktur pasar.
struktur produk dibedakan menjadi struktur divisi produk, struktur multidivisional, struktur tim
produk. Setiap divisi memiliki struktur yang berbeda (multidivisional), namun dapat pula
menggunakan struktur yang sama untuk tiap tiap divisinya. struktur geografis mengacu pada
divisionalisasi berdasarkan pasar yang dilayani.
Struktur jaringan dan organisasi tanpa batas mengacu pada organisasi yang dihubungkan
dengan teknologi. Efektivitas organisasi dicapai melalui outsorcing dan kontrak. Bentuk
organisasi jarinfgan adalah tidak tetap, tergantung dari kontrak. Munculnya organisasi tanpa
batas yang jelas sebagai akibat berkembangnya organisasi jaringan. Titik-titik anggota jaringan
dihubungkan dengan teknologi dan umumnya jaringan hanya berlaku selama proyek berjalan.
Setelah selesai maka jaringan dapat berubah bentuk dan berganti partner (sumber-sumber
outsorcing-nya)
*Teknologi
Teknologi digunakan untuk memproses input menjadi output. Teknologi dapat diartikan
sebagai smeua perangkat lunak dan keras yang digunakan oleh organisasi untuk mengubah input
menjadi output. Perangkat lunak meliputi pengetahuan, keahlian, metode kerja, strategi.
Perangkat keras meliputi mesin-mesin produksi, computer, material.
Teknologi mengubah proses input menjadi output dapat dilakukan lebih cepat dan efisien
serta efektif. Tiga hasil penelitian yang banyak digunakan sebagai acuan untuk membahas
teknologi. Ketiga penelitian tersebut dilakukan oleh Woodward, Thompson, dan Perrow.
Perrow melihat teknologi dari sisi kemungkinan analisis terhadap pekerjaan untuk
dianalisis (task analyzability) dan tingkat keragaman pekerjaan (task variability). Tinggi
rendahnya task analyzability dan task variability akan memengaruhi teknologi yang digunakan.
Oleh Perrow berdasarkan task analyzability dan task variability teknologi dikelompokkan
menjadi empat, yaitu teknologi craft, rutin, non-rutin dan engineering.
Menurut pandangan para manajer permainan politik dalam organisasi adalah hal yang
umum terjadi. Umumnya manusia memiliki keterbatasan untuk menjadi rasional. Ada kondisi
bounded rationality. Politik adalah berbagai macam kegiatan proses menentukan dan cara
mencapai tujuan/kebijakan. Termasuk di dalam kegiatan tersebut adalah proses penyusunan
prioritas tujuan, pembagian sumber daya dan penentuan siapa yang akan melaksanakannya. Agar
kebijakan dapat dilaksanakan diperlukan kekuasaan (power) dan wewenang (authority),
sedangkan kekuasaan adalah kemampuan yang potensial untuk memengaruhi prilaku, untuk
merekayasa peristiwa, mengatasi perlawanan, meminta orang lain untuk melakukan sesuatu yang
sebenarnya tidak diinginkan. Kekuasaan berbeda dengan wewenang (authority), dan pengaruh
(influence). Beda antara kekuasaan dan kewenangan adalah suatu kewenangan akan diakui
(dilegitimasi) jika kewenangan digunakan untuk mengejar/mewujudkan sasaran-sasaran kolektif,
artinya berhubungan dengan consensus kelompok. Kekuasaan adalah hanya semata-mata
mengejar sasaran- sasaran pribadi/sasaran sebagian anggota kelompok. Kekuasaan berhubungan
dengan kepatuhan, bukan kesepakatan kolektif.
Implikasi penggunaan politik dalam organisasi adalah adanya otonomi yang lebih besar
dari para pengambil keputusan dalam memilih domain organisasinya, desain strukturnya, jenis
produk, teknologi yang akan digunakan. Pendekatan politik ini sering diberi nama pendekatan
pilihan strategis. Dalam orgnaisasi wilayah permainan politik biasanya perubahan structural,
koordinasi antardepartemen, suksesi manajemen, dan kegiatan alokasi sumber daya.
Dalam organisasi setiap orang berpotensi untuk berkuasa, tergantung sumber kekuasaan
yang dimilikinya. Beberapa sumber kekuasaan, yaitu reward power, coercive power, legitimate
power, referent power, expert power. Menurut Daft, sumber kekuasaan dapat berupa posisi-
posisi dalam hierarki organisasi, akses terhadap jaringan komunikasi, kekuasaan keahlian karena
posisinya dalam operating core dan tecnostructur. Kekuasaan dapat diperoleh akibat adanya
desain pekerjaan misalnya tingkat formalisasi yang rendah dan tingkat desentralisasi yang tinggi.
Masing-masing level manajemen memiliki sumber kekuasaan yang berbeda.
Sumber kekuasaan bagi manajer menengah adalah frekuensi keberadaan manajer dalam
jaringan, sifat pekerjaannya non-rutin, dan frekuensi hubungan dengan pusat kekuasaan. Sumber
kekuasaan para pegawai bawahan adalah kemampuan personalitas dan keahlian teknisnya.
Konflik adalah sebagai pertentangan yang terjadi ketika kepentingan salah satu kelompok
dihalang-halangi atau disingkirkan oleh kepentingan kelompok lain. Konflik terjadi jika ada dua
kelompok atau lebih yang bertentangan, baik secara terbuka maupun tersembunyi (latent).
Konflik itu tidak spontan, menurut Pondy. Ada lima tahap konflik yang jika setiap tahap
dibiarkan maka konflik akan meningkat ke konflik yang lebih besar. Tahapannya yaitu konflik
laten, tahap munculnya bibit-bibit konflik, tahap munculnya kelompok yang konflik, tahap
terjadi saling serang antarkelompok, akibat dari konflik. Konflik yang tidak selesai ini akan
menjadi bibit-bibit konflik baru bagi organisasi.
Pondy menguraikan ada lima sumber yang mendorong munculnya konflik laten. Jika
tidak dapat dikelola dengan baik maka konflik akan berkembang menjadi konflik yang terbuka.
Kelima sumber konflik laten tersebut adalah saling ketergantungan, perbedaan dalam
menetapkan tujuan dan prioritas, factor-faktor birokrasi, ukuran kinerja yang tidak sesuai,
memperebutkan sumber daya yang langka.
Pada level struktur dan level personal konflik bisa terjadi. Cara mengatasi konflik
structural adalah dengan melakukan perubahan structural, meningkatkan peranan integrasi,
menyesuaikan hierarki kewenangandengan kebutuhan organisasi.
Penyelesaian konflik pada level individu dilakukan dengan enam cara, yaitu membangun
dialog dalam unit-unit kerja atau tim kerja, membentuk attitudinal structuring,
penunjukan/pembentukan pihak ketiga, rotasi dan mutasi, penggantian personal dan memilih
pimpinan yang kuat.
Akhir abad XX, lingkungan telah berubah drastic, bagian-bagian dunia terhubung melalui
media komunikasi dan transportasi yang semakin mudah, murah, cepat. Dampak perkembangan
teknologi adalah terjadi pula kompetisi antarnegara sehingga Cina, jepang, dan Amerika serikat
mendominasi perekonomian dunia.
Friedmen menyatakan ada empat yang menyebabkan terjadinya perbedaan itu, yaitu
pembangunan infrastuktur, sistem pendidikan yang tepat, pemerintahan yang tepat, lingkungan
yang tepat. Kunci utama memenangkan persaingan adalah adanya budaya belajar pada setiap
tingkatan penyelenggara pemerintahan. Dengan budaya belajar, orang-orang akan terus menerus
mengembangkan cara untuk memperbaiki cara kerjanya.
Organisasi Yang Belajar (OB) makin diperlukan dalam lingkungan yang sangat dinamis.
Setidaknya ada tiga tema utama yang mewarnai wacana politik, ekonomi, budaya, yaitu
desentralisasi, otonomi individu, harmoni. Tiga tema tersebut telah mendorong terbentuknya
masyarakat informasional yang dicirikan adanya pengetahuan, molecularisasi, integrasi dan
hubungan antarjaringan, serta inovasi dalam masyarakat. Sumber daya utama masyarakat
informasional adalah pengetahuan, informasi, kepemilikan intelektual, pengalaman. Pengetahuan
merupakan sumber daya utama masyarakat informasional. Pengetahuan diciptakan oleh individu,
kelompok, organisasi sehingga memunculkan berbagai tingkatan belajar, yaitu belajar pada
tingkat individu, kelompok maupun organisasi.
OB adalah kemampuan organisasi menyediakan iklim belajar bagi para anggotanya baik
sebagai individu maupun sebagai kelompok dengan tujuan untuk mengembangkan kemampuan
organisasi dan dalam memecahkan masalah pada masa sekarang dan akan datang. Organisasi
memerlukan dukungan manajemen dalam bentuk iklim yang mendukung, budaya belajar,
strategi pengembangan sumber daya manusia, meletakkan organisasi dalam proses transformasi
yang kontinyu, serta pemimpin yang mampu berfungsi sebagai a steward, teacher, designer.
Tiga tingkatan belajar yaitu single loop learning, double loop learning, dan triple loop
learning. single loop learning merupakan proses mempertanyakan Are we doing things right?
double loop learning mempertanyakan Are we doing the right thing? triple loop learning
mempertanyakan sekaligus tiga pertanyaan mulai dari Are we doing things right? Are we doing
the right thing? Dan is the rightness buttressed by mightiness and/or mightiness buttresses by
rightness?
Senge menyatakan OB dibentuk oleh 5 disiplin, yaitu personal mastery, mental models,
shared vision, team learning, dan system thinking. Espejo mengemukakan adanya disiplin ke 6,
yaitu struktur organisasi yang efektif.
Perubahan cara pandang terhadap nilai-nilai lama akan mendorong manusia untuk
menemukan nilai-nilai baru dan akhirnya berupaya menciptakan nilai-nilai baru untuk
beradaptasi dengan tuntutan baru. Proses mengubah cara pandang dan menemukan cara baru
dalam bekerja disebut proses penciptaan pengetahuan.
Ada lima elemen pengetahuan, yaitu kepercayaan, asumsi, fakta, persepsi, proyeksi. Dari
jenis pengetahuan ada dua jenis pengetahuan, yaitu eksplicit knowledge dan tacit knowledge.
Nolan dan Croson menyatakan bahwa proses penciptaan pengetahuan selalu melibatkan kegiatan
observasi, analisis, pembelajaran. Sementara Nonaka dan Takeuchi menyatakan bahwa konversi
pengetahuan dilakukan melalui tahapan sosialisasi, eksternalisasi, kombinasi, internalisasi.
Sosialisasi adalah proses berbagi pengalaman melalui magang, observasi, peniruan. Dorothy
Leonard-Barton menyatakan penciptaan pengetahuan dibedakan menjadi empat, yaitu
pemecahan masalah secara kreatif, mengimplementasikan, mengintegrasikan peralatan dan
metodologi baru, percobaan-percobaan baik secara formal maupun informal, serta menarik
pengetahuan dari luar organisasi. David A. Garvin menyatakan bahwa proses belajar dilakukan
dengan mengumpulkan informasi dan data, merangkai fakta, melakukan observasi:
menginterpretasikan informasi, menghasilkan perspektif, posisi dan menyesuaikan pengertian,
serta mengaplikasikan informasi, menggunakannya dalam tugas-tugas, aktivitas, membentuk
perilaku baru. Kurt Lewin mwnyatakan bahwa proses belajar melibatkan proses unfreezing,
movement, refreezing. Menurut Mumford proses belajar diformulasikan sebagai: L (Learning) =
QI (Questioning Insight) + P (Programmed Knowledge) + Q2.
*Peran Pemimpin
Visi adalah pernyataan sevara relative mendeskripsikan aspirasi/arahan untuk masa depan
organisasi. Di mana visi harus menarik perhatian, namun tidak menimbulkan salah pemikiran.
Pernyataan visi organisasi harus jelas, tidak terlalu abstrak, mudah dimengerti. Visi menjelaskan
role organisasi. Pernyataan visi organisasi harus luas untuk perkembangan dan pertumbuhan
organisasi namun cukup membuat jalannya organisasi tetap focus dan terkendali. Sehingga dapat
dikatakan esensi dari kepemimpinan adalah visi, yaitu pemimpin mempunyai visi yang jelas
kemana para pengikutnya diarahkan.
Salah satu peran utama pemimpin adalah merumuskan visi. Para pemimpin merumuskan
visi dengan berbagai cara. Seorang pemimpin dapat mengumpulkan tim manajemen untuk
merumuskan visinta secara bersama-sama dan kemudina mengumumkannya.
Ruang lingkup peran pengendali organisasi yang melekat pada pemimpin meliputi
pengendalian pada perumusan pendefinisian masalah dan pemecahannya, pengendalian
pendelegasian wewenang, pengendalian uraian kerja dan manajemen konflik.
Ruang lingkup peran hubungan yang melekat pada pemimpin meliputi peran pemimpin
dalam pembentukan dan pembinaan tim kerja; pengelolaan tata kepegawaian yang berguna untuk
pencapaian tujuan organisasi, pembukaan, pembinaan dan pengendalian hubungan eksternal dan
internal organisasi serta perwakilan bagi organisasinya.
Peran membangkitkan semangat kerja harus dimiliki oleh seorang pemimpin peran ini
dapat dijalankan dengan memberikan pujian dan dukungan. Pujian dapat diberikan dalam bentuk
penghargaan dan insentif. Pengahargaan dapat berupa pujian, sedangkan insentif berupa uang
yang pemberiannya didasarkan aturan yangsudah disepakati bersama dan transparan. Peran
dalam bentuk dukungan, bisa melalui kata-kata, baik langung maupun tidak langsung. Dukungan
juga bisa dalam bentuk peningkatan/penambahan sarana kerja, penambahan staf yang
berkualitas, perbaikan lingkungan kerja, dan semacamnya.
Kekuasaan dapat didefinisikan sebagai suatu potensi pengaruh dari seorang pemimpin.
Kekuasaan sering dipergunakan silih berganti dengan istilah pengaruh dan otoritas. Sumber dan
jenis kekuasaan dari beberapa teoretikus seperti French dan Reva, Amitai Etziono, Kenneth W.
Thomas, Organ dan Bateman, dan Stepen P Robbins.
Kekuasaan merupakan sesuatu yang dinamis sesuai dengan kondisi yang berubah dan
tindakan-tindakan para pengikut. Yang dikemukan social exchange theory, strategic, contingebcy
theory dan proses-proses politikus sebagai usaha untuk mempertahankan, melindungi dan
meningkatkan Kekuasaan.
*Kepemimpinan Pemerintahan
Banyak konsep yang diajukan oleh para ahli berkenaan dengan pemimpin dan
kepemimpinan, pada umumnya mereka berpendapat bahwa pemimpin adalah seorang yang
dengan cara apapun mampu mempengaruhi orang lain untuk berbuat sesuatu sesuai dengan
kehendak orang bersangkutan untuk tujuan tertentu, sedangkan kepemimpinan adalah
kemampuan seseorang yang dengan cara tertentu mampu mempengaruhi pihak lain untuk
melakukan suatu tindakan tertentu sesuai dengan kehendak orang bersangkutan dalam kerangka
mencapai tujuan tertentu.
Teori-Teori Kepemimpinan • 1. Teori sifat (traits theory), teori ini melihat dari sudut
pandang bahwa kepemimpinan itu untuk berhasilnya seorang pemimpin itu harus memiliki sifat-
sifat tertentu, cirri-ciri atau perangai tertentu. Seorang pemimpin akan berhasil apabila ia
memiliki sifat-sifat, ciri-ciri, perangai tersebut. Berdasarkan asumsi ini maka lalu dicarikan sifat-
sifat yang umum yang harus dimiliki seorang
2. Teori lingkungan (environmental theory), teori ini berpendapat bahwa munculnya pemimpin
itu karena keadaan, tempat dan waktu atau pemimpin-pemimpin lahir karena situasi dan kondisi
yang memungkinkan atau kodusif untuk itu. Teori ini memperhitungkan faktor situasi dan
kondisi disebut juga teori serba situasi. Kebangkitan dan kejatuhan seorang pemimpin itu
dikarenakan oleh situasi dan kondisi, apabila ia menguasai situasi dan kondisi maka ia akan
dapat menjadi pemimpin. Sejalan dengan teori ini adalah teori sosial yang antara lain
dikemukakan bahwa pemimpin itu dibentuk bukan dilahirkan (leaders are made not born).
Seseorang akan muncul menjadi pemimpin karena ia berada pada suatu lingkungan sosial. Teori
pribadi dan situasi (personal-situational theory), teori ini berusaha menjelaskan kepemimpinan
sebagai akibat dari seperangkat kekuatan yang tunggal. Teori ini pada dasarnya mengakui bahwa
kepemimpinan merupakan produk dari terkaitnya tiga faktor: a). perangai (sifat-sifat) pribadi dari
pemimpin; b). sifat dari kelompok dan anggota-anggotanya; dan c). kejadian-kejadian atau
masalah-masalah yang dihadapi oleh kelompok.
3. Teori humanistic (humanistic theory), teori ini mendasarkan diri pada pendapat bahwa
manusia karena sifatnya adalah organism yang dimotivasi, sedangkan organisasi karena sifatnya
adalah tersusun dan terkendali. Fungsi kepemimpinan adalah membuat organisasi sedemikian
rupa sehingga memberikan sedikit kebebasan atau kelonggaran kepada individu untuk
mewujudkan motivasinya sendiri yang potensial untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhannya dan
pada saat yang bersamaan memberikan sumbangan pada pencapaian tujuan organisasi. Menurut
teori ini perlu dilakukan motivasi pada pengikut, dengan memenuhi harapan-harapan mereka dan
memuaskan kebutuhan- kebutuhan mereka. Beberapa kebutuhan antara lain seperti fisiologis,
keamanan, sosial, prestige dan sebaginya.
4. Teori tukar menukar (exchange theory), teori ini mendasar diri pada pendapat bahwa interaksi
sosial menggambarkan suatu bentuk tukar menukar dalam mana anggota-anggota kelompok
memberikan kontribusi dengan pengorbanan-pengorbanan mereka sendiri dan menerima imbalan
dengan pengorbanan- pengorbanan kelompok atau anggota-anggota yang lain. Interaksi
berlangsung terus, oleh karena anggota-anggota merasakan tukar menukar secara sosial ini
memberikan penghargaan.
1). Ing Ngarsi Sung Tulodo, yang mengandung arti bahwa seorang pemimpin harus mampu,
melalui sikap dan perbuatannya yang menjadikan dirinya sebagai pola anutan dan ikatan orang-
orang yang dipimpinnya. 2). Ing Madya Mangun Karso, yang mengandung arti seorang
pemimpin harus mampu membangkitkan semangat berkarya dan berkreasi pada orang-orang
yang dibimbingnya. 3). Tut Wuri Handayani, yang mengandung arti seorang pemimpin harus
mampu mendorong orang-orang yang dipimpinnya agar berani berjalan di depan dan sanggup
bertanggung jawab. Jika dikaitkan dengan prinsip kepemimpinan Pancasila, yang bagi
masyarakat cukup dipahami baik makna maupun implementasinya, yang lengkapnya dapat
diungkapkan sebagai berikut
Satu hal lagi yang barangkali perlu diingat bahwa keberhasilan pemimpin pemerintahan
dalam melaksanakan kepemimpinannya itu tidak hanya dipengaruhi sifat,watak, atau pribadi
pemimpin pemerintahan saja, akan tetapi juga dipengaruhi oleh variabel situasi dan kondisi dan
juga dipengaruhi oleh variabel pengikut: • 1. Variabel pemimpin pemerintahan, bahasan tentang
varabel pemimpin pemerintahan itu umumnya berkaitan dengan sifat-sifat tertentu yang harus
dmiliki seorang pemimpinan pemerintahan, yang secara panjang lebar telah dikemukakan
sebelumnya, disamping itu masih banyak pendapat tentang sifat-sifat yang harus dimiliki
pemimpin dan sangat bervariasi, misalnya saja untuk menambah variasi sifat yang ada, antara
lain dikemukakan oleh Pamudji, 1985:78) yang dijelaskan bahwa sifat pokok kepemimpinan
pemerintahan Indonesia adalah: adil, arif bijaksana, penuh prakarsa, percaya pada diri sendiri,
penuh daya pikat, ulet, mudah mengambil keputusan, jujur, berani mawas diri, dan komunikatif.
Akan tetapi yang harus diingat adalah bahwa sfat atau perangai apa yang harus dimiliki oleh
seorang pemimpin itu juga ditentukan oleh keadaan pengikut serta situasi dan kondisi di mana
pemimpin dan pengikut itu berada. 2. Variabel situasi dan kondisi, variabel ini adalah situasi dan
kondisi yang melingkupi kepemimpinan itu sendiri, yang mempengaruhi keberhasilan seorang
pemimpin. Bahkan situasi dan kondisi ini akan membentuk seorang menjadi pemimpin. Banyak
pendapat tentang hal ini, ada yang berpendapat bahwa pemimpin itu dibentuk secara social dan
ditempa oleh lingkungannya, dalam praktek penyelenggaraan pemerintahan lingkungan ini
meliputi: idiologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, perthanan keamanan 3. Variabel pengikut,
sebagaimana variabel situasi dan kondisi, variabel pengikut juga berpenganruh besar terhadap
keberhasilan seorang pemimpin, maknanya semua gaya dan teknik-teknik kepemimpinan
pemerintahan dalam implementasinya harus memperhatikan dan menyesuaikan situasi dan
kondisi jika tidak tentunya akan mempengruhi keberhasilan pemimpin. Pada hakekatnya
pengikut itu mengikuti pemimpin karena beberapa hal antara lain: karena naluri dan nafsu,
karena tradisi dan adat istiadat, karena agama dan budi nurani, karena akal dan rasio serta karena
peraturan dan hukum.
Teori interaksi dan harapan (interaction-expectation theory), teori ini mendasarkan diri
pada variabel-variabel: aksi, reaksi, interaksi dan perasaan. Seorang pemimpin menggerakkan
pengikut dengan harapan-harapan bahwa ia akan berhasil, ia akan mencapai tujuan organisasi, ia
akan mendapat keuntungan, penghargaan dan sebagainya. Demikian pula pengikut-pengikut
mereka mengikuti pemimpin dengan harapan-harapan seperti harpan si pemimpin tadi oleh
karena itu aksi-aksi si pemimpin harus berisi sesuai dengan harapan untuk kemudian ditanggapi
dengan reaksi, sehingga dengan demikian terjadilah interaksi yang disertai dengan perasaan-
perasaan tertentu. Interaksi tersebut diusahakan dapat memenuhi harapan-harapan bersama.
Sifat, Watak, Perangai Kepemimpinan • 1. Toleransi (Tolerance). • 2. Kestabilan
(Stability). • 3. Keterbukaan (Openness). • 4. Teguh Pendirian (Firmness). • 5. Kesungguhan
(Serious Mindsetness). • 6. Ketenangan (Tranquility). • 7. Keyakinan (Acceptance). • 8.
Kemampuan Menganalisa (Analytical Ability). 9. Inisiatif Dan Dorongan (Iniciative and Drive) •
10. Terarah (Direction). • 11. Tanggap Dan Terampil (Acuteness). • 12. Cakap Dan Luwes
(Capacity and Flexibility). • 13. Melayani Masyarakat (Public Services).
Gaya Kepemimpinan (Leadership Style) • a. Gaya Otoriter, dalam kelompok ini bawahan
agresif dan apatis, suasana saling mengkambing hitamkan, anggota kelompok sangat bergantung
pada pemimpin dan harus diperintah tidak ada inisiatip dan hasil kerja menurun. Ciri-ciri
perilaku kepemimpinan otoriter serta reaksi bawahannya, dapat dijelaskan sebagai berikut: • 1).
Semua kebijakan ditentukan oleh pemimpin; • 2). Langkah kegiatan teknis ditentukan oleh
pemimpin pada saat-saat tertentu, sehingga biasanya langkah-langkah berikutnya tidak ada
kepastian; • 3). Pemimpin menginstrkuksikan tugas-tugas khusus dan anggota adalah
pelaksananya; • 4). Pemimpin cenderung untuk mencela atau memuji secara personal dan tetap
menjauhkan diri dari kegiatan kelompok. b. Gaya Demokrasi, suasana dalam kelompok lebih
akrab dan saling menghormati. Hubungan dengan pemimpin lebih bersahabat dan berlandaskan
hubungan tugas kedinasan. Bawahan bekerja terus sekalipun pemimpin tidak ada, produktivitas
meskipun tidak mencapai puncak, tetapi para bawahan menikmati kegembiraan kerja dan
memanfaatkan pengalamannya. Hubungan kerja pola lebih baik dan positif, adapun cirri- cirinya
adalah sebagai berikut: • 1). Semua kebijakan dibahas dan ditentukan bersama oleh kelompok
dengan dorongan dan bantuan pimpinan; • 2). Gambaran kegiatan diperoleh selama masa
pembahasan. Langkah- langkah umum kebijakan kelompok digariskan lebih dahulu dan jika
diperlukan dapat meminta nasehat teknis. Pemimpin memberikan saran beberapa alternative
prosedur yang dapat dipilih diantaranya; • 3). Para bawahan bebas bekerjasama dengan siapa saja
yang mereka senangi. Pembagian tugas pekerjaan diserahkan kepada kelompok untuk ditentukan
bersama; • 4). Pemimpin berpikir berdasarkan fakta dalam memberikan pujian atau kritikan.
Serta berusaha memberi semangat tanpa banyak mencampuri urusan pekerjaan.
c. Gaya Laissez faire, hasil kerja kelompok yang dipimpin oleh pemimpin pada gaya ini lebih
memprihatinkan. Pegawai bawahan keadaannya frustasi dan bekerja ogah-ogahan. Main-main
kurang kecintaan pada pekerjaannya, kelompok kerja ini menunjukkan rasa kurang puas. Dengan
cirri-ciri sebagai berikut:. • 1). Kebebasan sepenuhnya diberikan pada bawahan untuk mengambil
keputusan baik kepada kelompok maupun pada bawahan tanpa campur tangan pimpinan; • 2).
Bermacam-macam bahan/data diberikan, pemimpin hanya memberikan bahan bila diminta saja,
pemimpin tidak aktif dalam pembahasan bersama kelompok; • 3). Sama sekali tanpa partisipasi
pimpinan; • 4). Pemimpin jarang memberikan komentar secara spontan atas kegiatan
bawahannya, kecuali bila ditanya. Tidak ada usaha- usaha untuk menilai atau mengatur jalannya
organisasi.
*Etika Jabatan
Setiap saat para pegawai/pejabat Negara menghadapi beragam situasi yang menguji
kejujuran dan etika pribadi dalam profesi mereka. Namun, penerapan sanksi terhadap
pelanggaran etika jabatan tidak tegas sehingga ikut andil menyebabkan munculnya banyak sekali
praktik penyelewengan dan korupsi yang meliputi hampir semua segi praktik pemerintahan
antara lain terjadi di lembaga legislative, eksekutif dan yudikatif.
Program pemberantasan korupsi sebagai bagian dari upaya untuk mendorong proses
demokratisasi masih bertumpu pada kemauan politik seorang pemimpin, dan program
pemberantasan korupsi masih berada pada format politik lama yang sewaktu-waktu mengancam
momentum pemberantasan korupsi, jika kemauan politik pemimpin bergeser sesuai dengan
kepentingan politiknya. Hal ini ikut andil mengakibatkan kinerja pemberantasan korupsi justru
berjalan ditempat/mundur. Padahal tidak ada alasan menghalalkan perilaku tidak etis dalam
pelaksanaan pemerintahan. Kecurangan, pemborosan, dan penyalahgunaan (korupsi) tidak
mempunyai tempat dalam pemerintahan.
Ada delapan penyimpangan/perbuatan tidak etis menurut Nigro dan Nigro yang sering
dilakukan oleh para penyelenggara Negara, yaitu ketidakjujuran, perilaku yang buruk,
mengabaikan hokum, favoritism dalam menafsirkan hokum, perlakuan yang tidak adil terhadap
pegawai, inefisiensi brito, menutupi kesalahan, gagal menunjukkan inisiatif.
Setiap badan public dalam penyelenggaraan tugas dan fungsinya wajib menerapkan asas
transparansi kepada masyarakat/pengguna informasi public. Asas transparansi yang dimaksud
mencakup aspek transparansi informasi, transparansi prosedur, transparansi proses pengambilan
kebijakan dan pelaksanaannya. Transparansi dalam penyelenggaraan pemerintahan bertujuan
memberikan dan menjamin hak masyarakat pengguna/subjek hukum untuk mendapatkan
informasi public dalam rangka meningkatkan kepercayaan public, akuntabilitas public,
mendorong partisipasi masyarakat dan pengetahuan masyarakat tentang alasan pembuatan
kebijakan public. Dalam menangani masalah sengketa antara pengguna informasi dengan Badan
Publik dibentuk Komisi Transparansi.
Ada tiga jenis perubahan yaitu perubahan rutin, perubahan pengembangan, dan
inovasi.Mengelola perubahan adalah hal yang sulit. Ukuran kapasitas kepemimpinan
seseorangsalah satu diantaranya adalah kemampuannya dalam mengelola perubahan.
Kemampuanini penting sebab pada masa kini pemimpin, akan selalu dihadapkan pada
perubahan- perubahan, sehingga pemimpin dituntut untuk mampu menyesuaikan dengan
perubahanlingkungan. Pemimpin yang kuat bahkan mampu mempelopori perubahan lingkungan.
Ada empat tahap yang harus dilakukan agar pemimpin dapat mengelola perubahanlingkungan.
Tahap-tahap tersebut adalah pertama, mengidentifikasi perubahan; Kedua,Menilai posisi
organisasi; Ketiga, Merencanakan dan melaksanakan perubahan; danKeempat, Melakukan
evaluasi.
Untuk memperoleh hasil yang diharapkan maka keempat langkah tersebut perlu
dilakukan secara berurutan dan berkesinambungan. Kepemimpinan dan Budaya Organisasi
Tugas utama seorang pemimpin adalah mengajak orang untuk menyumbangkan bakatnya secara
senang hati dan bersemangat untuk kepentingan organisasi. Dengan demikian pemimpin atau
manajer harus mengarahkan perilaku para anggota organisasi agar tujuan organisasi dapat
tercapai. Para pemimpin perlu membentuk, mengelola, meningkatkan, dan mengubah budaya
kerja organisasi. Untuk melaksanakan tugas tersebut, manajer perlu menggunakan
kemampuannya dalam membaca kondisi lingkungan organisasi, menetapkan strategi organisasi,
memilih teknologi yang tepat, menetapkan struktur organisasi yang sesuai, sistem imbalan dan
hukuman, sistem pengelolaan sumber daya manusia, sistem dan prosedur kerja, dan komunikasi
serta motivasi.
Salah satu cara mengembangkan budaya adalah dengan menetapkan visi yang jelas dan
angkah yang strategis, mengembangkan alat ukur kinerja yang jelas, menindak lanjuti tujuan
yang telah dicapai, menetapkan sistem imbalan yang adil, menciptakan iklim kerja yang lebih
terbuka dan transparan, mengurangi permainan politik dalam organisasi, dan mengembangkan
semangat kerja tim melalui pengembangan nilai-nilai inti. Kepemimpinan dan Inovasi. Inovasi
berbeda dengan kreativitas. Kreativitas lebih berfokus pada penciptaan ide sedangkan inovasi
berfokus pada bagaimana mewujudkan ide. Karena inovasi adalah proses mewujudkan ide, maka
diperlukan dukungan dari faktor-faktor organisasional dan leaderships. Dalam membahas inovasi
paling tidak ada dua belas tema umum yang berkaitan dengan pembahasan tentang inovasi yaitu
kreativitas dan inovasi, karakteristik umum orang-orang kreatif, belajar atau bakat, motivasi,
hambatan untuk kreatif dan budaya organisasi, struktur organisasi, struktur kelompok, peranan
pengetahuan, kreativitas radikal atau inkrimental, struktur dan tujuan, proses, dan penilaian.
Kemampuan organisasi dalam mengelola keduabelas tema tersebut akan menentukan
keberhasilannya dalam melakukan inovasi.