Anda di halaman 1dari 25

NAMA : Ade fikry

N I M : 030726107
Tugas 1 ringkasan materi ruang lingkup ADPU4500 Tugas Akhir Program (TAP)
1.SISTEM ADMINISTRASI NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA
BMP ADPU4230 Edisi 2
• Administrasi Negara Sebagai Suatu Sistem
Administrasi negara sebagai suatu sistem. Sebagai suatu sistem, hal ini tentunya berkaitan
erat dengan asumsi dasar yang menjadi acuan kerangka penyelenggaraan administrasi
negara.Setiap negara,apakah itu negara yang sudah maju atau berkembang, negara besar atau
kecil pasti mempunyai sistem administrasinya sendiri yang disesuaikan dengan situasi dan
kondisi masing-masing negara tersebut. Sistem administrasi negara terdiri dari subsistem-
subsistem yang terdiri dari manusia dan atau bukan manusia (non-human) yang diorganisasi
dan diatur sedemikian rupa sehingga subsistem-subsistem tersebut dapat bertindak sebagai
satu kesatuan dalam mencapai tujuan, sasaran dan target atau hasil akhir sesuai dengan jati
dirinya. Pemahaman seperti ini, mengandung arti pentingnya aspek pengaturan dan
pengorganisasian subsistem dari suatu suprasistem dan sistem untuk mencapai tujuan
administrasi negara karena apabila tidak ada harmonisasi, sinkronisasi dan koordinasi yang
tepat maka kegiatan masing-masing subsistem atau bidang dari suatu sistem administrasi
negara akan kurang saling mendukung dan tidak efektif. Demikian halnya dengan Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang merdeka dan berpemerintahan sendiri,serta
mempunyai kedaulatan utuh baik ke dalam ataupun ke luar,wajib membangun dan
mempunyai sistem administrasi negara yang mempunyai ciri khusus dibanding sistem
administrasi negara lain yang mana pun juga. Kekhususan ini tampak dalam tujuan nasional
NKRI.
Penyelenggaraan administrasi negara adalah penyelenggaraan administrasi mengenai
negara dalam keseluruhan arti, unsur, dan dinamikanya yang dilakukan oleh aparatur negara.
Dengan demikian,sebenarnya sangatlah luas kajian topik penyelenggaraan administrasi
negara tersebut. Oleh karenanya, dalam mata kuliah ini yang dikaji difokuskan pada Sistem
Administrasi Negara Kesatuan Republik Indonesia (SANKR).SANKRI sebagai suatu sistem
terdiri atas subsistem-subsistem yang saling berhubungan satu dengan yang lain. Hubungan
antarsubsistem ini saling bergantung sehingga apabila suatu absistem tidak dapat
menjalankan fungsinya dengan baik maka akan mempengaruhi subsistem lainnya.Akibatnya
sistem secara keseluruhan tidak dapat bekerja secara maksimal atau justru merusak
kewibawaan sistem itu sendiri.
Pada hakikatnya administrasi adalah kegiatan atau aktivitas bersama dari sekelompok
orang-orang dengan cara bekerja sama dan bersemangat untuk mencapai tujuan yang
ditetapkan. Kegiatan seperti itu, dapat dilakukan dalam bisnis maupun di bidang
pemerintahan. Secara khusus di bidang pemerintahan, administrasi dapat dijelaskan sebagai
kegiatan fungsionaris pemerintahan beserta seluruh jajaran aparatur dalam ikatan kerja sama
yang terkoordinasi dan terkendali, disertai semangat dan cita-cita yang tinggi untuk
mewujudkan tujuan-tujuan pemerintahan yang ditetapkan dalam kebijakan-kebijakan umum
maupun keputusan-keputusan politik, yang di tingkat nasional termuat dalam undang-undang
dan operasionalnya dan di tingkat daerah terdapat dalam peraturan daerah, bagi urusan-
urusan pemerintahan yang menjadi urusan rumah tangganya.
Jika dirangkum dari berbagai pengertian yang dikemukakan oleh para ahli, sebagai ciri pokok
untuk dapat dikenali sebagai kegiatan administrasi dapat diidentifikasi sebagai berikut.
1. Sekelompok orang melakukan kerja sama.
2. Kerja sama dari orang-orang tersebut didasarkan kepada pembagian kerja yang terstruktur
dan rasional
3. Kerja sama dilakukan secara sistematis untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
4. Untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan menggunakan sumber daya organisasi secara
optimal.
Sejumlah prinsip-prinsip umum administrasi yang menjadi dasar pemikiran bagi
perkembangan administrasi adalah berikut ini.
1. Pembagian kerja (division of work).
2. Wewenang dan tanggung jawab (authority and responsibility).
3. Disiplin (discipline).
4. Kesatuan perintah (unity of command).
5. Kesatuan arah dan tujuan (unit of direction).
6. Mendahulukan atau mengutamakan dan menempatkan kepentingan organisasi di atas
kepentingan pribadi (subordination of individual to general interest).
7. Penggajian atau upah (remuneration).
8. Sentralisasi (centralization).
9. Skala hierarki (scalar cain).
10. Tata tertib (order).
11. Keadilan (equity).
12. Stabilitas jabatan (stability of tenure).
13. Prakarsa atau inisiatif (initiative).
14. Solidaritas kelompok kerja (la esprit de corps).
Pemikiran dan pendalaman terhadap ilmu administrasi dalam rangka sistem administrasi
negara terus berlangsung. Pemikiran sistem administrasi negara secara filosofis terarah pada
upaya untuk mengatasi berbagai permasalahan nyata yang dihadapi sistem administrasi, baik
yang menyangkut dalam sistem itu sendiri maupun ekses yang timbul dalam hubungan
interaksinya dengan lingkungan, serta upaya untuk meningkatkan kompetensinya sehingga
mampu menyelenggarakan berbagai fungsi pemerintahan sesuai situasi dan kondisi yang
terjadi.Fenomena pemikiran sistem administrasi negara dalam abad ke-21 akan sangat
tergantung kepada kemampuan sumber daya manusianya dalam mengarungi lautan kompetisi
global. Ditinjau dari segi unsurnya yang pokok dalam kehadirannya sebagai disiplin dan
sebagai sistem,lingkup perhatian administrasi negara tersebut meliputi pokok-pokok sebagai
berikut.
1. Tata nilai yang menjadi dasar dan tujuan serta acuan perilaku dari sistem dan proses
administrasi negara.
2. Organisasi dan manajemen pemerintahan negara.
3. Manajemen pemerintahan negara.
4 Sumber daya aparatur negara.
5. Sistem dan proses kebijakan negara.
6. Posisi, kondisi, dan peran masyarakat bangsa dalam bernegara.
7. Hukum administrasi negara.
8. Posisi, kondisi, dan peran masyarakat bangsa dalam bernegara
9. Hukum administrasi negara.
• Manajemen Administrasi Negara Indonesia
Manajemen (ketatalaksanaan) menjadi aspek yang penting dalam sistem administrasi
negara Indonesia karena tujuan yang diharapkan oleh seluruh bangsa Indonesia, seperti yang
tertuang dalam UUD 1945 tidak akan tercapai kalau ketatalaksanaannya pemerintahan negara
berjalan semrawut ataupun tidak terarah.
Banyak ahli manajemen menyatakan bahwa suatu pekerjaan yang dilakukan baik oleh
seseorang maupun suatu unit kerja hasilnya lebih baik dibandingkan dengan pekerjaan yang
tanpa direncanakan terlebih dahulu. Selain itu dalam pekerjaan juga terdapat semboyan yang
berbunyi rencanakan apa yang akan dilakukan, dan lakukan apa yang telah direncanakan.
Adanya semboyan dalam kaitannya dengan pekerjaan tersebut menunjukkan bahwa betapa
pentingnya perencanaan itu dalam melaksanakan suatu pekerjaan di mana dalam hal ini
adalah dalam penyelenggaraan tugas-tugas umum pemerintah dan tugas pembangunan oleh
segenap unsur aparatur administrasi negara baik yang berada di tingkat Pusat maupun di
tingkat daerah.
A. ARTI PERENCANAAN
Banyak ahli baik dalam bidang manajemen maupun administrasi yang telah menjelaskan arti
dan pentingnya perencanaan. Namun, untuk lebih memudahkan Anda di bawah ini
disampaikan beberapa pengertian dari perencanaan tersebut.Dalam BAB I Pasal 1, Undang-
Undang No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN)
disebutkan bahwa perencanaan adalah suatu proses untuk menentukan tindakan masa depan
yang tepat, melalui urutan pilihan, dengan memperhitungkan sumber dayayang tersedia.
Luther H. Gullick dan Lyndall Urwick yang menyampaikan tujuh prinsip POSDCORB
(Planning. Organizing, Staffing. Directing, Coordinating,Reporting. dan Budgeting)
menyatakan perencanaan sebagai kegiatan-kegiatan yang berkenaan dengan penyusunan
garis-garis besar yang memuat apa yang harus dikerjakan dan metode-metode untuk
melaksanakan dalam rangka mencapai tujuan organisasi.
B. PENTINGNYA PERENCANAAN
Dalam bidang manajemen sangat sering perencanaan dianalisis dengan menggunakan suatu
model yang dikenal sebagai model proses manajemen.Dalam model ini perencanaan berada
bersama-sama dengan fungsi-fungsi manajemen yang lain yakni pengorganisasian,
kepemimpinan, dan pengawasan. Optimalisasi keempat fungsi ini akan menghasilkan
pencapaian tujuan yang optimal pula karena ini berarti proses manajemen pencapaian tujuan
telah dioptimalkan (Stoner dan Freeman dalam Sumaryadi, 2005).Dalam model proses
manajemen, perencanaan adalah kegiatan yang cukup penting dalam seluruh kegiatan
pemenuhan keinginan untuk mencapai tujuan tertentu (goal). Dalam proses manajemen,
fungsi yang dalam urutannya menempati posisi awal kegiatan adalah perencanaan. Oleh
karena itu, fungsi ini menentukan arah pencapaian tujuan.
C. CIRI-CIRI PERENCANAAN YANG EFEKTIF
Suatu perencanaan yang baik dan efektif adalah apabila memenuhi ciri ciri berikut ini.
1. Harus berdasarkan tujuan yang jelas.
Mempunyai sifat yang sederhana, tidak rumit.
3. Mudah dianalisis dan diklasifikasikan dalam suatu tindakan berdasarkan standar.
4. Bersifat fleksibel, tidak kaku, sewaktu-waktu dapat diadakan penyesuaian tanpa
mengganggu sasaran atau tujuan yang ingin dicapai.
5. Tersedianya sumber-sumber yang dipergunakan dalam perencanaan.
6. Dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan, seperti apa, mengapa,bilamana, di mana, siapa,
dan bagaimana".
7. Bersifat operasional, dapat dilaksanakan dengan kemampuan yang ada,
8. Bersifat ambisius tapi realistis,
9. Berkelangsungan jika sesuatu dimulai maka terus dilaksanakan sampai selesai.
10. Mempunyai skala prioritas.
perencanaan juga harus dinamis, artinya dapat menyesuaikan dengan situasi dan kondisi
setempat.Agar perencanaan menghasil kan rencana yang konsisten dan realistik,kegiatan
perencanaan perlu memperhatikan:
1. kondisi saat ini;
2. keberhasilan dan kegagalan di waktu yang lampau;
3. potensi, tantangan dan kendala yang ada;
4. kemampuan mengatasi tantangan dan kendala, serta mengoptimalkan potensi yang ada.
D. TAHAPAN DALAM PERENCANAAN
Dari berbagai penjelasan yang disampaikan para ahli manajemen maka tahapan atau langkah-
langkah penting yang perlu dilakukan dalam perencanaan yang baik dan efektif adalah
berikut ini.
1. Perincian tujuan secara lengkap dan jelas. Tujuan yang kurang lengkap dan kabur akan
sulit untuk dimengerti dan oleh karena itu rencana tersebut sulit untuk direalisasi. Tujuan
yang telah ditetapkan mau tidak mau memang harus ada dan melekat dalam suatu
perencanaan. Namun demikian, tujuan itu tidak hanya satu tapi bermacam-macam maka perlu
dilakukan seleksi, yaitu yang perlu dipilih adalah tujuan-tujuan yang apabila tercapai,
memudahkan pencapaian tujuan-tujuan yang lain. Skala prioritas perlu pertama-tama
ditetapkan berdasarkan pertimbangan ini.
2. Perumusan kebijakan. Langkah ini adalah merumuskan kebijakan dimana kebijakan di sini
diartikan sebagai pedoman yang mengarahkan,tetapi sekaligus membatasi tindakan-tindakan
yang akan dilakukan.Maksud dari kebijakan tersebut adalah memperhatikan dan
menyesuaikan tindakan-tindakan yang akan dilakukan dengan faktor-faktor lingkungan
apabila tujuan tersebut tercapai.Analisis dan penetapan cara dan sarana. Pada tahap ini perlu
diperhatikan berbagai variabel dan alternatif dan cara serta sarana yang diperlukan dalam
rangka melaksanakan kebijakan. Cara adalah prosedur-prosedur, baik yang tertuang dalam
peraturan-peraturan ataupun dalam bentuk perintah-perintah atau instruksi. Sedangkan sarana
meliputi organisasi, alat perlengkapan, dana pembiayaan, dan lain sebagainya.
4. Penunjukan pelaksana. Dalam hal ini menyangkut menunjukkan orang-orang termasuk
para pimpinan yang akan menerima tanggung jawab pelaksanaan serta orang-orang yang
diperintah untuk mengadakan pengawasan.
5. Penentuan sistem pengendalian. Akhirnya tahap dalam perencanaan yang terakhir ini
adalah meliputi penentuan sistem pengendalian yang nantinya memungkinkan pengukuran
dan pembandingan apa yang harus dicapai dengan apa yang telah tercapai berdasarkan
kriteria dan pedoman yang telah ditetapkan.
Dari berbagai pengertian mengenai arti perencanaan maka tujuan perencanaan pada dasarnya
adalah agar tujuan yang tercapai tidak melenceng terlalu banyak dari yang apa yang
diharapkan.Perencanaan mengandung pengertian sebagai suatu proses,keputusan dan fungsi
manajemen.Perencanaan yang baik dalam suatu kegiatan pemerintahan adalah yang
memperhatikan prinsip-prinsip kepemerintahan yang baik, yang mengakomodasikan
dinamika perkembangan dan interaksi sosial politik masyarakat bangsa; didukung paradigma
pembangunan yang tepat.konsep yang jernih dan analisis yang akurat dan komprehensif
sertaintegratif.
Perencanaan adalah kegiatan yang cukup penting dalam suatu proses manajemen karena
perencanaan sebagai suatu fungsi yang dalam urutan proses manajemen menempati posisi
awal. Kesalahan yang fatal dalam melakukan suatu perencanaan dapat mengakibatkan
inefisiensi dan inefektivitas dalam proses manajemen selanjutnya, yang akhirnya pencapaian
tujuan menjadi tidak optimal.Suatu perencanaan dapat dikatakan baik dan efektif adalah
apabila memenuhi ciri-ciri, antara lain mempunyai tujuan yang jelas, tidak rumit, mudah
dianalisis, bersifat fleksibel, dapat dilaksanakan dengan kemampuan yang ada, realistis, serta
mempunyai skala prioritas.
Perencanaan yang baik dan efektif mempunyai tahapan-tahapan dalam pembuatannya, yaitu
membuat perincian tujuan secara lengkap dan jelas, merumuskan kebijakan, melakukan
analisis dan penetapan cara dan sarana, melakukan, menunjukkan pelaksana, dan menentukan
sistem pengendaliannya.
Pada umumnya dan khususnya dalam pemerintahan, perencanaan dibedakan menjadi
perencanaan jangka panjang, jangka menengah, dan jangka pendek. Selain perencanaan
berdasarkan waktu maka dapat pula dibedakan perencanaan berdasarkan materi yang
dibedakan atas perencanaan kebijakan (policy planning) dan perencanaan program (program
planning).Beberapa aspek yang ditemui sewaktu membuat suatu perencanaan yang dapat
menjadi hambatan antara lain adanya kejadian yang tidak dapat diramalkan sebelumnya,
kekurangan informasi atau beberapa kebijakan yang diambil pemerintah belum mencapai
tujuan seperti yang diharapkan
• Strategi Penyempurnaan Administrasi Negara
A. PENGERTIAN STRATEGI
Sebelum kita membahas Strategi Penyempurnaan Administrasi Negara,Anda perlu
mengetahui apa yang dimaksud dengan strategi. Mengacu pada pendapat Schroder (2004).
pengertian strategi berasal dari bidang militer.Kata strategi sendiri berasal dari bahasa
Yunani, "strat-egia" yang artinya kepemimpinan atas pasukan, seni memimpin pasukan.
Pemikiran strategis senantiasa dibutuhkan apabila sekelompok besar orang yang perlu
dipimpin, membutuhkan orientasi. Sampai awal zaman industrialisasi, pengertian strategi
hampir hanya sebatas pada makna militer. Baru setelah itu,pengertian strategi memperoleh
perluasan makna, tidak hanya militer saja, tetapi merambah ke bidang ekonomi dan politik.
Walaupun istilah strategi diperoleh dari bahasa Yunani, hal tersebut tidaklah menimbulkan
kesan bahwa sebelum diperoleh kata itu tidak ada strategi. Setiap pemikiran dan perencanaan
yang terfokus pada tujuan akhir, kemudian diwujudkan secara nyata merupakan perencanaan
strategis.Selain pendapat dari Schroder, ada pula pengertian atau definisi strategi menurut
Bryson. Bryson (1988) menyatakan strategi adalah pola tujuan,kebijakan program, keputusan
atau alokasi sumber daya yang dapat menentukan apakah sebuah organisasi itu, apa yang
dikerjakan, dan mengapa organisasi itu memiliki tujuan. Strategi merupakan perpanjangan
dari misi organisasi untuk menjembatani organisasi dengan lingkungannya, dan strategi bisa
bersifat jangka menengah atau jangka panjang.
Untuk mencapai penyempurnaan strategi administrasi negara tujuan negara atau tujuan
nasional, diperlukan Suatu sistem administrasi negara yang dapat menata atau menata
ulang.menyesuaikan, memperbaiki serta membangun sistem yang telah ada, baik di tingkat
pusat maupun daerah, berdasarkan kebijakan dan arah pengembangan ke depan.Pada
hakikatnya untuk mencapai tujuan negara, selain sistem diperlukan juga keterlibatan dari
seluruh perangkat negara, yaitu lembaga eksekutif, legislatif, yudikatif maupun lembaga
lainnya yang ada menurut UUD 1945.Dalam menyikapi tuntutan reformasi di bidang
penyelenggaraan pemerintahan negara maka kebijakan yang berkenaan dengan
penyempurnaan sistem administrasi negara ditetapkan dalam GBHN (2000-2004). GBHN
ditetapkan, dengan maksud memberikan arah penyelenggaraan negara dengan tujuan
mewujudkan kehidupan yang demokratis berkeadilan sosial, melindungi hak asasi
manusia,menegakkan supremasi hukum dalam tatanan masyarakat bangsa yang beradab,
berakhlak mulia, mandiri, bebas, maju, dan sejahtera untuk kurun waktu 5 Tahun ke
depan.Visi GBHN 1999-2004 adalah terwujudnya masyarakat Indonesia yang damai,
demokratis, berkeadilan, berdaya saing, maju, dan sejahtera dalam wadah NKRI yang
didukung oleh manusia Indonesia yang sehat, mandiri, beriman, bertakwa, berakhlak mulia,
cinta tanah air,berkesadaran hukum dan lingkungan, menguasai ilmu pengetahuan dan
teknologi, memiliki etos kerja yang tinggi serta berdisiplin.
• E-Government
A. PENGERTIAN E-GOVERNMENT
E-government merupakan program pemerintah dalam upaya untuk mengembangkan
penyelenggaraan kepemerintahan yang berbasis elektronik serta melakukan transformasi
guna memfasilitasi kegiatan masyarakat dan kalangan bisnis untuk mewujudkan
perekonomian berbasis pengetahuan (knowledge-based economy).
E-government merupakan istilah yang menurut Conrad (2001) diberikan untuk suatu
pemerintahan yang mengadopsi teknologi yang berbasis internet yang dapat melengkapi dan
meningkatkan program dan pelayanannya.Tujuan utamanya adalah untuk memberikan
sesuatu yang terbaik kepada pengguna jasa atau untuk memberikan kepuasan maksimal.
Pendapat Conrad ini selaras dengan apa yang dirumuskan oleh World Bank yang
mendefinisikan e-govermment sebagai berikut.
E-government refes to the use by government agencies of information technologies (such as
Wide Area Networks, the Internet,and mobile computing) that have the ability to transform
relations with citizens,. businesses, and arms of government.other(www.worldbank.org)
E-government adalah penggunaan teknologi informasi oleh pemerintah (seperti wide area
network, internet dan mobile computing) yang memungkinkan pemerintah untuk
mentransformasikan hubungan dengan masyarakat, dunia bisnís dan pihak yang
berkepentingan.
Sebenarnya e-government merupakan adopsi dari perkembangan dan pemanfaatan teknologi
serupa di dunia bisnis. Pengembangan e-government dimaksudkan untuk meningkatkan
efisiensi, efektivitas, transparansi, dan akuntabilitas manajemen pemerintahan dengan
menggunakan internet dan teknologi digital lain. Istilah bisnis yang populer dalam penerapan
teknologi informasi dan komunikasi tersebut dikenal sebagai electronic market,electronic
commerce maupun electronic business.
Electronic market sendiri didefinisikan (Kenneth J. Laudon; 2000)sebagai sistem informasi di
mana penjual dan pembeli saling berhubungan untuk bertukar informasi melakukan transaksi
penjualan barang dan Jasa, dan pembayaran secara elektronis. Sedangkan electronic
commerce (Steven Alter; 1999) adalah proses transaksi penjualan dan pembelian barang dan
jasa secara elektronik melalui transaksi yang dikomputerisasi dengan menggunakan internet,
network, dan teknologi digital lainnya. Electronic commerce merupakan transaksi yang
dilakukan antar pelaku bisnis di dalam dunia usaha (business to business).Sedangkan untuk
melakukan kegiatan internal organisasi yang dilakukan secara elektronik disebut sebagai
electronic business. Dengan kata lain,e-business merupakan penggunaan internet dan
teknologi digital untuk komunikasi dan koordinasi organisasi serta manajemen internal
perusahaan,sedangkan proses transaksi antara konsumen dengan supplier disebut dengan e-
commerce. Electronic commerce merupakan tools of productivity di sektor bisnis karena
dapat mempersingkat jalur bisnis seperti periklanan, pemasaran dan pembayaran transaksi di
sektor bisnis.
E-governnment ini dapat dimplementasikan dalam beberapa contoh berikut.
1. Penyediaan sumber informasi, khususnya informasi yang sering dicari oleh masyarakat.
Informasi ini dapat diperoleh langsung dari tempat kantor pemerintahan, dari kios info (info
kios) ataupun dari Internet (yang dapat diakses oleh masyarakat di mana pun dia berada).
Informasi ini dapat berupa infornmasi potensi daerah sehingga calon investor dapat
mengetahui potensi tersebut. Tahukah anda berapa pendapatan daerah anda? Komoditas apa
yang paling utama? Bagaimana kualitas sumber daya manusia di daerah anda? Berapa jumlah
perguruan tinggi di daerah anda? Di era otonomi daerah, fungsi penyedia sumber informasi
ini dapat menjadi penentu keberhasilan untuk mencapai tujuan.
2. Penyediaan mekanisme akses melalui kios informasi yang tersedia dikantor pemerintahan
dan juga di tempat umum. Usaha penyediaan akses ini dilakukan untuk menjamin kesetaraan
kesempatan untuk mendapatkan informasi.
3. E-procurement, yaitu suatu mekanisme di mana pemerintah dapat melakukan tender secara
on-line dan transparan kepada masyarakat luas.
B.PERKEMBANGAN E-GOVERNMENT
Dalam perkembangannya, ada satu fenomena global yang mempengaruhi mengapa e-
government menjadi suatu fenomena dalam mentransformasikan kinerja manajemen dan
pelayanan publik. Artinya, harus selalu diingat bahwa e-government adalah tetap menjadi
satu terminologi baru karena fokus utamanya tetap pada peningkatan kinerja manajemen, dan
pemberian pelayanan, bukan pada teknologinya sekalipun aspek ini juga sangat perlu
mendapatkan perhatian.
E-government memiliki spektrum yang sangat luas. Keluasannya seperti cakupan organisasi
dan manajemen pemerintahan itu sendiri. Implikasi dari luasnya cakupan e-government ini
adalah timbulnya kebutuhan untuk mengklasifikannya menjadi e-government dalam level
makro dan e-government dalam level mikro. Termasuk dalam level makro adalah strategi
nasional e-government, kebijakan yang diperlukan, kaitannya dengan cakupan yang lebih
luas (internasional), keterlibatan multi sektor baik nasional maupun internasional,
kepentingan nasional, integrasi bangsa, dan lain-lain. Sementara itu, termasuk dalam level
mikro adalah strategi institusional, terfokus pada aplikasi, cakupan terbatas, keterlibatan
multi sektor dalam skala lokal, pusat perhatiannya pada operasi e-government itu sendiri, dan
bagaimana model kinerja akan dirancang dan dilaksanakan.
Pada hakikatnya, e-government adalah sistem informasi pemerintahan berbasis komputer dan
sistem informasi manajemen, artinya di mana pun sistem informasi itu diaplikasikan maka
jantungnya adalah teknologi komunikasi dan teknologi informasi.

2.KEBIJAKAN PUBLIK
BMP ADPU4410 Edisi 2

• Identifikasi dan Perumusan Masalah Kebijakan Publik


Perumus kebijakan dituntut untuk dapat memahami dengan cermat karakteristik masalah
kebijakan yang hendak mereka pecahkan. Hal ini disebabkan karena dengan dipahaminya
identitas atau karakteristik suatu masalah kebijakan maka hal ini lebih memudahkan dan lebih
akurat dalam mencarikan alternatif solusi pemecahannya. Menurut Charles O. Jones (1977):
"problem identification" akan menghasilkan "denmand for action to resolve a problem".
Kemampuan mengidentifikasi masalah kebijakan akan mempermudah dan memperlancar
perumus kebijakan menemukan alternatif pemecahan masalah kebijakannya.
William N. Dunn (1981) dalam mengantarkan uraiannya tentang Structuring Policy
Problems, mengutip pendapat Russell L. Ackoff (1974) sebagai berikut: "Successful problem
solving requires finding the right solution to the right problem. We fail more often because
we solve the wrong problem than because we get the wrong solution to the right
problem"Kutipan Dunn atas pernyataan Ackoff tersebut di atas mempertegas posisi Dunn
yang menunjukkan betapa pentingnya identifikasi masalah dan kaitannya dengan upaya
mencari alternatif solusinya. Jadi, bila kita ingin berhasil/sukses dalam mengatasi masalah
maka kita perlu mendapatkan solusi yang benar atas masalah yang telah bisa kita definisikan
dengan benar pula. Sayang sekali kita acap kali gagal dalam memecahkan masalah karena
kita memecahkan masalah yang salah dari pada menemukan solusi yang salah atas masalah
yang benar.
Kegagalan memecahkan masalah oleh perumus kebijakan, mengutip pandangan Ackoff di
atas, lebih banyak disebabkan oleh kegagalan mereka dalam mendefinisikan masalah
kebijakannya. Oleh karena itu, maka kegiatan mengidentifikasi masalah kebijakan menjadi
conditio sine quanon bagi upaya menemukan alternatif pemecahannya dengan benar! Harus
diingat bahwa keberhasilan memecahkan masalah ditentukan oleh dua hal, yaitu (1)
mendefinisikan masalahnya dengan benar; dan (2) menemukan alternatif solusinya yang
benar pula! Perlu diperhatikan pula penegasan Lindblom (1968) bahwa "Policy makers are
not faced with a given problem",. Yang maknanya bahwa perumus kebijakan tidak
dihadapkan dengan masalah yang telah tersedia dan siap dipecahkan. Melainkan masalah itu
harus ditemukan, diidentifikasi dan dirumuskan. Perumus kebijakan harus aktif mencari dan
menemukan masalah. Masalah yang ditemukan sering kali tidak sederhana,sangat kompleks,
tidak terstruktur dan tidak didefinisikan dengan baik atau salah didefinisikan. Pastilah hal ini
menyulitkan dalam merumuskan masalahnya dan mencarikan pemecahannya.
Masing-masing masalah memiliki karakteristiknya sendiri yang boleh jadi berbeda-beda
antara yang satu dengan yang lain. Sebagai contoh misalnya masalah kemiskinan, pastilah
akan memiliki karakteristik yang tidak sama antara kemiskinan di perkotaan dengan di
perdesaan; kemiskinan absolut dengan kemiskinan relatif; kemiskinan struktural dengan
kemiskinan kultural, dan seterusnya. Hal yang sama dengan masalah-masalah lainnya.
Jones (1977) menyatakan bahwa banyak peristiwa yang terjadi di masyarakat
diinterpretasikan dengan cara yang berbeda oleh orang yang berbeda dan pada waktu yang
berbeda pula. Dari peristiwa yang sama bisa muncul pula banyak masalah yang banyak pula
didefinisikan secara berbeda-beda. Banyak masalah yang terjadi di masyarakat kemudian
ditindaklanjuti oleh pemerintah, artinya pemerintah telah mengidentifikasi karakteristik
masalah tersebut dan kemudian mendefinisikannya dan selanjutnya mencarikan
pemecahannya. Akan tetapi, sebaliknya banyak pula masalah yang terjadi dalam masyarakat
tidak mendapat perhatian atau diabaikan oleh pemerintah, artinya pemerintah tidak menindak
lanjuti masalah tersebut.Acap kali perumus kebijakan mendefinisikan masalah orang lain
yang tidak didefinisikan oleh orang yang mempunyai masalah itu sendiri. Akibatnya,definisi
masalahnya menjadi kurang pas.
Dalam sistem kebijakan yang otoritarian, memang perumusan masalah kebijakan
ditentukan sendiri oleh rezim yang berkuasa tanpa memperhatikan interpretasi dari mereka
yang terkena dampak dari masalah tersebut.Sebaliknya, pada sistem kebijakan yang lebih
demokratis perumusan masalah kebijakan lebih banyak melibatkan mereka yang terkena
dampak masalah sehingga perumusannya menjadi lebih pas.
• Menyusun Agenda Kebijakan
Dalam kamus The American Heritage Dictionary of the English Language dijumpai kata
'Agenda' diartikan sebagai "A list or program of things to be done" (sebuah daftar hal-hal atau
program yang hendak dilakukan). Arti agenda ini terlalu singkat untuk dapat digunakan
memberikan arti yang hakiki dari agenda kebijakan. Coba kita bandingkan dengan arti
"agenda' yang terdapat di dalam kamus yang lain, yaitu The Encarta Dictionaries yang
mendefinisikan 'agenda' sebagai: "list of things to do: a formal list of things to be done in a
specific order, especially a list of things to be discussed at a meeting" (daftar hal-hal yang
hendak dilaksanakan: sebuah daftar formal tentang hal-hal yang harus dilakukan secara tertib,
khususnya sebuah daftar hal-hal yang akan didiskusikan dalam sebuah rapat). Definisi yang
kedua ini jauh lebih baik dan mulai mengarah ke pengertian agenda kebijakan sebagaimana
yang hendak kita maksudkan.
Marilah kita sekarang memperhatikan pendapat orang ahli tentang agenda kebijakan.
1. J. W. Kingdon (1984) Policy agenda is the list of subjects or problems to which
government officials and people outside of government closely associated with those
officials, are paying some serious attention at any given time. (Agenda kebijakan
adalah daftar hal-hal atau masalah kepada apa para pejabat pemerintah dan orang-
orang yang terkait erat dengan pejabat tersebut, sedang memberikan perhatian yang
serius terhadap masalah itu pada suatu saat tertentu).Pendapat di atas menunjukkan
bahwa agenda kebijakan itu bukanlah sekedar daftar hal-hal yang hendak
dilaksanakan, tetapi ia terkait dengan adanya masalah di masyarakat yang mendapat
perhatian serius baik dari pejabat pemerintah ataupun dari luar pemerintah pada suatu
saat tertentu. Mungkin dengan melihat tingkat keseriusan dan kegawatan masalah
maka pemerintah dan masyarakat perlu memberikan perhatian yang serius terhadap
masalah itu dan mendorongnya untuk mencarikan alternatif atau solusi
pemecahannya.
Terdapat banyak jenis isu atau masalah yang ditempatkan pada agenda sistemik dan
agenda institusional. Lester dan Stewart (2000) menyebut adanya beberapa jenis isu atau
masalah yang berada pada agenda sistemik atau institusional dan bahkan ada pula yang
sudah mencapai agenda keputusan, yaitu
1. subject issues, yaitu isu atau masalah yang relatif luas dan besar seperti masalah
polusi udara, air, perawatan kesehatan, dan sebagainya;
2. policy issues, yaitu isu atau masalah yang berada di sekitar legislasi tertentu seperti
masalah yang telah diatur dalam UU Lingkungan Hidup,UU Ketenagakerjaan, UU
Perlindungan Anak, dan sebagainya;
3. project issues, yaitu isu atau masalah yang terkait dengan proyek dan lokalitas
tertentu misalnya masalah pembangunan gedung baru DPR-RI, pembelian pesawat
kepresidenan, pencabutan subsidi BBM, dan sebagainya;
4. new issues, yaitu isu atau masalah yang baru muncul seperti masalah hujan asam,
polusi udara dalam ruangan, radio aktif, dan sebagainya;
5. cyclical issues, yaitu isu atau masalah yang terjadi secara reguler seperti masalah
defisit anggaran, masalah perlindungan hukum TKI atau TKW, dan sebagainya;
6. recurrent issues, yaitu isu atau masalah yang muncul kembali karena kegagalan
pilihan kebijakan sebelumnya seperti masalah kemiskinan.
beberapa alasan mengapa beberapa isu atau masalah bisa masuk ke agenda kebijakan, yaitu
adanya:
1. peristiwa yang menimbulkan dan mencapai tingkat krisis tertentu;
2. informasi atau bukti dari hasil evaluasi terhadap program yang ada memunculkan suatu
situasi yang membutuhkan perhatian (karena kejelekannya, luas atau besarnya dampak,
jumlah orang yang terkena dampak);
3. nilai, kepercayaan, dan dorongan yang dapat mengubah situasi menjadi masalah;
4. tindakan bersama dari kelompok kepentingan, protes, lobi, dan gerakan sosial tentang
suatu masalah tertentu;
5. peran media yang memperluas sebaran masalah;
6. perubahan politik.
Sebaliknya, Puentes-Markides juga menyebut beberapa alasan mengapa beberapa isu atau
masalah tidak dapat masuk ke agenda kebijakan, yaitu:
1. adanya konflik dan kesalahan dalam mendefinisikan masalah;
2. penjejalan atau pendesakan oleh masalah-masalah lain;
3. masalah tidak dinilai atau tidak diakui sebagai masalah yang relevan
4. masalah tidak dilihat sebagai sesuatu yang menjadi urusan negara yang resmi; dan
5. pemerintah tidak ingin membuat keputusan (nondecision) terhadap masalah tersebut.

• Memformulasi Kebijakan
Proses memformulasi kebijakan publik tentunya mempunyai kaitan dengan proses
lainnya yang telah diuraikan pada modul sebelumnya, yaitu proses mengidentifikasi dan
mendefinisikan masalah serta proses memasukkan masalah ke dalam agenda kebijakan.
Masalah yang telah berada dalam agenda kebijakan inilah yang nantinya benar-benar akan
dicarikan, dipertimbangkan, dan diputuskan alternatif pemecahannya untuk nmengatasi
masalah.Keputusan kebijakan sebelum diimplementasikan perlu mendapatkan adopsi dan
legitimasi dari badan tertentu yang memang diberi hak untuk mengesahkannya agar supaya
posisi dan eksistensi kebijakan itu semakin kuat dan mendapat dukungan dalam
mewujudkannya secara riil.
Proses formulasi kebijakan publik mempunyai korelasi dan kaitan yang kuat dengan
proses-proses kebijakan yang lainnya seperti yang telah diuraikan pada bagian-bagian
sebelumnya. Inti kegiatan memformulasi kebijakan publik adalah proses memilah dan
memilih alternatif solusi masalah dari sekian banyak alternatif yang saling bersaing.
Seiring dengan dinamika dan perkembangan kebutuhan manusia untuk meningkatkan
kualitas hidupnya, maka jenis dan kualitas masalah yang ada dalam masyarakat juga semakin
beragam dan tinggi. Hal ini juga ikut berpengaruh terhadap pendekatan/model yang dipakai
untuk merumuskan kebijakan publik. Para pakar kebijakan publik seperti Simmon dan
Dvorin mengategorikan 5 macam model perumusan kebijakan publik, yaitu model deskriptif,
preskriptif, eksplanatoris, normatif, dan evaluatif. Masing-masing memiliki karakteristiknya
sendiri. Ada pula pakar yang membagi model perumusan kebijakan publik hanya menjadi 3
macam, yaitu model rasional, inkremental, dan sistem. Ketiga model ini banyak diteliti dan
dimanfaatkan oleh para praktisi kebijakan publik.

• Mengimplementasi Kebijakan
Mengimplementasi kebijakan adalah yang mengiringi proses perumusan kebijakan,tidak
diragukan lagi kompleksitasnya, sama atau lebih kompleks dari perumusan kebijakan apalagi
bila pihak-pihak yang terlibat dalam proses implementasi itu banyak dan beragam
kepentingannya sehingga 'koordinasi yang kuat di antara mereka menjadi sebuah keniscayaan
yang harus terus-menerus dipertahankan agar implementasi berhasil.
Sebelum saya menjelaskan tentang beberapa model implementasi kebijakan terlebih dulu
saya akan memberikan beberapa definisi tentang implementasi kebijakan.
1. Peter Knoepfel, dkk. (2007) Implementation of a policy: all activities involving the
execution of a piece of legislation (Implementasi kebijakan adalah semua aktivitas yang
mencakup pelaksanaan legislasi).Policy implementation as the set of processes after the
programming phase that are aimed at the concrete realization of the objectives of a public
policy. (Implementasi kebijakan adalah serangkaian proses setelah fase pemrograman yang
ditujukan pada realisasi tujuan-tujuan suatu kebijakan publik).
2. J. Pressman dan A. Wildavsky (1984) Policy implementation is a process of interaction
between the settings of goals and actions geared to achieve them. (Implementasi kebijakan
adalah suatu proses hubungan yang terjadi antara penetapan tujuan dan tindakan-tindakan
yang diarahkan untuk mencapainya).
Menurut Pressman dan Wildavsky, ada 4 (empat) persyaratan bagi implementasi kebijakan
yang efektif, yaitu (1) tujuan harus jelas dan mudah dipahami; (2) semua sumber yang
diperlukan cukup tersedia; (3) rantai komando harus dapat menyatupadukan dan
mengendalikan sumber-sumber yang ada; dan (4) sistem implementasi dilaksanakan lewat
komunikasi yang efektif dan dapat mengendalikan individu-individu dan organisasi yang
terlibat dalam pelaksanaan kebijakan.
Proses implementasi kebijakan bukanlah suatu proses yang sederhana, ia adalah proses
yang sangat kompleks terlebih bila dalam proses implementasi tersebut melibatkan banyak
aktor dan institusi dengan berbagai nilai dan kepentingan yang ada padanya maka
implementasi kebijakan tersebut senantiasa berada dalam situasi yang sulit.
Implementasi kebijakan adalah salah satu bagian dari proses kebijakan setelah kebijakan
berhasil dirumuskan dengan baik. Ini adalah proses yang sulit dan kompleks. Oleh karena itu,
kita perlu mengenali karakteristik utama implementasi kebijakan, model implementasi,
syarat-syarat implementasi yang efektif, instrumen kebijakan yang akan dipakai, aktor
pelaksana, dan sebagainya.
Brinkerhoff dan Crosby mengidentifikasi 4 (empat) karakteristik implementasi kebijakan,
yakni tidak linier, banyak agensi yang terlibat, ada pihak yang diuntungkan dan dirugikan,
dan kebijakan baru kekurangan anggaran. Model implementasi yang diaplikasikan, yaitu
model kegagalan, atas-bawah, bawah-atas, dan sinergi atau hibrida atau model lainnya seperti
model komando atau model ekonomi-politik. Jenis dan karakter serta kualifikasi aktor
pelaksana kebijakan juga sangat penting, yaitu apakah mereka memiliki komitmen yang kuat,
keinginan, dan profesionalisme yang memadai untuk melaksanakan kebijakan secara
berhasil. Keberhasilan implementasi kebijakan juga ikut ditentukan oleh pilihan instrumen
kebijakan yang hendak dipakai untuk mengimplementasikan kebijakan,baik instrumen wajib,
sukarela ataupun instrumen campuran wajib dan sukarela.
• Mengevaluasi Hasil dan Dampak Kebijakan
Setiap kebijakan yang telah selesai dilaksanakan perlu dievaluasi sejauh mana
implementasi kebijakan tersebut memberikan hasil dan dampak sebagaimana diharapkan.
Pengertian awal tentang proses evaluasi kebijakan senantiasa dilakukan di bagian akhir dari
seluruh proses pelaksanaan kebijakan. Akan tetapi, kemudian muncul kesadaran baru, yaitu
bahwa evaluasi kebijakan tidak pernah bisa dilepaskan dari dua proses kebijakan yang lain,
yaitu perumusan dan implementasi. Oleh karena itu, kemudian dipandang sangat penting
untuk melakukan evaluasi tidak saja pada bagian akhir dari pelaksanaan kebijakan, tetapi
seluruh aktivitas proses kebijakan mulai dari mengevaluasi proses perumusan, implementasi
dan proses menilai hasil, serta dampak kebijakan.
arti menilai hasil perumusan, pelaksanaan, dan dampak kebijakan. Beberapa istilah yang
muncul, seperti inovasi kebijakan',evaluasi formatif, evaluasi summatif ‘evaluasi proses' dan
'evaluasi’dampak' sering kali dipakai oleh para pakar, peneliti, dan analis kebijakan untuk
tujuan-tujuan menilai proses kebijakan mulai dari menilai proses perumusan, implementasi,
dan hasil atau dampak kebijakan.
Evaluasi kebijakan sering kali diorientasikan kepada hal-hal yang bersifat aplikatif, yaitu
menilai sejauh mana kebijakan yang dilaksanakan telah berhasil mencapai tujuannya
berdasarkan kriteria atau standar kinerja yang telah ditetapkan, dan sangat kurang
diorientasikan kepada upaya untuk mengembangkan ilmu (tujuan ilmiah) atau teori evaluasi
kebijakan. Ini adalah tantangan yang harus dihadapi oleh ilmuwan kebijakan publik ke depan.
3 hal penting,1) yakni arti dan jenis evaluasi kebijakan,2) kriteria yang dipergunakan untuk
menilai hasil kebijakan dan,3) dampak baik yang diharapkan ataupun yang tidak diharapkan.
Menilai kebijakan secara sederhana dapat diartikan sebagai proses mempelajari atau
mengkaji dampak kebijakan publik. Thomas R. Dye (1987) mengatakan "Policy evaluation is
learning about the consequences of pubic policy". Ini berarti menilai sejauh mana alternatif
kebijakan yang telah dipilih untuk mengatasi masalah telah mempunyai dampak tertentu.
Menurut Lester dan Stewart (2000), pada esensinya menilai kebijakan publik menyangkut
dua kegiatan yang berbeda, yakni (1) aktivitas menentukan apa konsekuensi dari suatu
kebijakan dengan mendeskripsikan dampaknya; dan (2) aktivitas menilai keberhasilan atau
kegagalan suatu kebijakan berdasarkan standar kriteria yang telah ditetapkan. Walaupun
berbeda kegiatannya, tetapi kedua aktivitas tersebut saling berkaitan karena dengan
mengetahui dampak kebijakan maka kita dapat menilai apakah kebijakan tersebut telah
berhasil atau gagal.
Berikut ini akan saya ajak Anda untuk mengenali beberapa definisi evaluasi kebijakan.
1. William N. Dunn (1981)”Evaluation.. is a policy-analytic procedure used to produce
information about the performance of policies in satisfying needs, values, or opportunities
that constitute a problem" (Evaluasi adalah sebuah prosedur analisis kebijakan yang
digunakan untuk menghasilkan informasi tentang kinerja kebijakan untuk memenuhi
kebutuhan, nilai, dan peluang bagi pemecahan masalah). Definisi Dunn tersebut di atas lebih
terfokus pada proses menilai kinerja kebijakan dalam rangka memecahkan masalah
2.Thomas R. Dye (1987) "Policy evaluation research is the objective, systematic, empirical
examination of the effects ongoing policies and pubic programs have on their targets in terms
of the goals they are meant to achieve "(Evaluasi kebijakan adalah penilaian secara obyektif,
sistematik dan empirik atas dampak kebijakan yang sedang berjalan terhadap sasaran tujuan
yang hendak dicapai). Menurut Dye, evaluasi kebijakan bukanlah sekedar kajian empirik,
tetapi juga kajian ilmiah (obyektif dan sistematis) terhadap dampak kebijakan publik.
Agar bisa dipahami lebih baik tentang arti evaluasi kebijakan maka ada perlunya kita
mencoba melihat pandangan William N. Dunn (1981) tentang ciri-ciri utama atau
karakteristik evaluasi. Dunn menyebut adanya 4 (empat) ciri-ciri utama evaluasi, sebagai
berikut.
1. Value-focus, evaluasi itu terfokus pada penilaian mengenai apa yang diinginkan oleh
sebuah program atau kebijakan. Evaluasi pada intinya adalah usaha untuk menetapkan nilai
kelayakan sebuah program atau kebijakan.
2. Fact-value interdependence, evaluasi itu tergantung pada nilai dan fakta. Bila kita
mengatakan bahwa suatu kebijakan atau program tertentu memiliki kinerja yang tinggi atau
rendah maka dampak kebijakan itu tidak hanya penting (punya nilai) bagi individu,
kelompok, atau masyarakat secara keseluruhan, tetapi juga dampak kebijakan itu merupakan
fakta yang nyata tentang (konsekuensi dari) aksi-aksi yang diambil untuk mengatasi masalah.
3. Present and past orientation, evaluasi diklaim berorientasi pada dampak masa sekarang dan
masa yang lalu dari pada di masa yang akan datang. Evaluasi itu bersifat retrospektif (melihat
masa lalu) dan terjadi setelah tindakan/aksi diambil, sedangkan rekomendasi ditujukan ke
masa sebelum aksi dilakukan.
4 Value-dualty, nilai yang ada pada evaluasi itu bersifat dualitas, yakni sebagai "tujuan' dan
'alat untuk mencapai tujuan'. Misalnya, 'kesehatan' dipandang sebagai sesuatu yang punya
nilai "intrinsik' (dibutuhkan oleh setiap orang), tetapi juga punya nilai "ekstrinsik"
(diinginkan untuk memenuhi kepentingan yang lain). Nilai itu disusun berjenjang dan
merefleksikan nilai pentingnya secara relatif dan saling ketergantungan antara tujuan dan
sasaran. Mengevaluasi kebijakan yang sarat dengan nilai dan bahkan menggunakan nilai
tertentu untuk melaksanakan penilaian adalah upaya untuk menakar atau menimbang apakah
nilai dampak kebijakan sesuai dengan tujuan yang diinginkan.
Evaluasi kebijakan yaitu proses untuk menilai kinerja kebijakan adalah juga merupakan
salah satu bagian dari proses kebijakan yang sangat penting. Pandangan lama melihat
aktivitas menilai kebijakan hanya dilakukan pada bagian akhir proses pelaksanaan kebijakan,
tetapi kemudian pandangan tersebut berubah di mana seluruh proses kebijakan:
formulasi, implementasi, dan evaluasi perlu juga dinilai untuk mengetahui kinerjanya.
Banyak arti atau definisi evaluasi kebijakan yang telah diberikan oleh para pakar, mulai dari
yang singkat atau sederhana, misalnya dari Dye "Evaluasi kebijakan adalah proses
pembelajaran tentang konsekuensi kebijakan publik" sampai dengan yang panjang dan
kompleks, misalnya dari WeisS: "Evaluasi program atau kebijakan adalah penilaian secara
sistematis terhadap pelaksanaan dan atau dampak program/kebijakan dibandingkan dengan
sejumlah standar penilaian baik yang eksplisit maupun implisit sebagai sarana untuk
meningkatkan mutu program atau kebijakan'". Sehubungan dengan itu terdapat setidaknya 3
(tiga) macam pendekatan evaluasi kebijakan, yaitu pendekatan deskriptif, normatif, dan
dampak. Selain itu, ada 3 (tiga) tipologi kebijakan, yaitu evaluasi formulasi, implementasi,
dan dampak kebijakan. Semua jenis evaluasi tujuannya adalah untuk menilai kinerja proses
kebijakan.

3.PENGEMBANGAN ORGANISASI
BMP ADPU4441 Edisi 3

• Diagnosis Organisasi
Diagnosis adalah suatu proses mengerti bagaimana fungsi organisasi saat ini dan
menyediakan informasi yang diperlukan untuk mendesain intervensi perubahan. Kegiatan
diagnosis ini biasanya dilakukan setelah adanya proses entering dan contracting yang
dilakukan oleh organisasi untuk melakukan perencanaan perubahan, yang pada kedua proses
tersebut organisasi telah menetapkan langkah untuk menindak lanjuti hasil diagnosis yang
berhasil. Proses ini membantu praktisi pengembangan organisasi dan anggota klien (yang
memakai konsultan perubahan) yang bersama-sama menentukan fokus isu organisasi pada,
bagaimana mengumpulkan dan menganalisis data untuk mengerti posisi organisasi, dan
bagaimana bekerja bersama dalanm mengembangkan langkah aksi dari diagnosis tersebut.
Hal yang perlu dipersiapkan dalam melakukan diagnosis organisasi, agar adanya suatu
kesuksesan dalam melakukan diagnosis, serta mendapatkan hasil yang optimal dalam
melakukan perubahan dan pengembangan. Pertama, nilai dan kepercayaan etis yang
mendasari pengembangan organisasi menyatakan bahwa anggota organisasi seluruhnya dan
agen perubahan harus dilibatkan dalam menemukan faktor penentu dari efektivitas organisasi
sekarang. Dengan cara yang sama, kedua-duanya harus dilibatkan dengan aktif di dalam
mengembangkan intervensi yang sesuai dan menerapkannya.
Dalam pengembangan organisasi, diagnosis digunakan dengan sangat luas seperti dalam
yang digunakan dalam definisi medis. Diagnosis organisasi, merupakan proses kolaborasi
antara anggota organisasi dan konsultan pengembangan organisasi dalam mengumpulkan
informasi yang bersangkutan, menganalisa, dan menggambarkan kesimpulan untuk
perencanaan aksi dan intervensi. Jadi prOses organisasi adalah kerjasama dalam
mengumpulkan data dalam organisasi tersebut, sebagai langkah strategik ke depan dari
organisasi. Masuk dalam proses perubahan dan melakukan proses kontrak dalam perubahan
sebagai hasil dalam suatu kebutuhan untuk mengerti juga suatu sistem utuh atau beberapa
bagian, atau corak organisasi. Untuk mendiagnosis organisasi, praktisi pengembangan
organisasi dan anggota organisasi membutuhkan data serta memiliki ide tentang apa
informasi yang dikumpulkan dan dianalisa guna perkembangan organisasi selanjutnya.
Sebagai hasilnya, model diagnostik menunjukkan wilayah apa yang untuk menguji dan
pertanyaan apa yang dalam menaksir atau meramalkan bagaimana suatu organisasi sedang
berfungsi. Proses dan model diagnostik harus terpilih secara hati-hati untuk menunjuk
organisasi dalam mempresentasikan permasalahan seperti halnya untuk memastikan
kelengkapan dan keluasan dalam diagnosis.
•karena pentingnya proses diagnosis, konsultan dan klien harus sama-sama sepakat bahwa
ciri-ciri diagnosis yang harus terdapat ialah sebagai berikut:
1. Kesederhanaan, artinya informasi yang digali harus tidak rumit dan dapat dipresentasikan
oleh konsultan kepada klien dengan cara yang mudah dicerna oleh klien.
2. Kejelasan. Konsultan harus mampu memilih dan menggunakan instrumen tolok ukur
tentang apa yang terjadi dalam organisasi yang menyebabkan timbulnya ketidakseimbangan.
3. Keterlibatan. Peranan konsultan adalah untuk membantu kliennya memecahkan berbagai
masalah yang dihadapi oleh klien tersebut, keterlibatan semua pihak dalam organisasi
merupakan keharusan yang mutlak perlu ditekankan. Alasan utama mengapa keterlibatan ini
penting ialah karena diperlukan kesediaan para anggota organisasi klien untuk menerima
perubahan tersebut menjadi efektif.
4. ldentifikasi faktor-faktor utama, artinya konsultan menggunakan kumpulan variabel utama
tanpa distorsi atau rekayasa dalam diagnosis.
5. Menyoroti faktor-faktor kritikal. Guna menemukan akar permasalahan dan tidak sekedar
mengenali berbagai gejala yang segera tampak, konsultan menyoroti faktor-faktor yang
sifatnya kritikal terhadap keberhasilan organisasi mengemban misi, menyelenggarakan fungsi
dan melaksanakan kegiatannya dan tidak justru menyoroti hal-hal yang bersifat peripheral.
6. Penumbuhan rasa urgensi. Pada fase diagnosis, konsultan harus mampu menumbuhkan
perasaan urgensi dalam diri semua pihak yang berkepentingan dalam organisasi bahwa
perubahan-perubahan tertentu sudah diperlukan, bukan hanya untuk kepentingan pemantapan
kemampuan organisasi mempertahankan eksistensinya, akan tetapi terlebih lagi untuk
menghadapi berbagai tantangan yang diperkirakan akan timbul di masa yang akan datang.
Jadi jelaslah bahwa di dalam melakukan diagnosis kerjasama antara konsultan dan klien
diharapkan akan menghasilkan temuan yang akurat, sehingga upaya pencarian permasalahan
sebenarnya dapat terungkap, dan dapat dicarikan jalan ke luar yang setepat-tepatnya.
• Intervensi Organisasi
Intervensi organisasi merupakan sebuah program yang direncanakan dengan maksud
membantu sebuah organisasi menjadi lebih efektif dalam menyelesaikan masalahnya. Istilah
intervensi dalam rangka pengembangan organisasi menunjukkan serangkaian kegiatan
terencana dan terprogram yang pada umumnya dilakukan oleh konsultan pengembangan
organisasi yang bekerja bersama-sama dengan klien organisasi tersebut.
Pengertian Intervensi menurut para ahli sebagai berikut :
Moekiyat (1986) menyatakan istilah intervensi menunjukkan serangkaian kegiatan
programmatic terencana yang di dalamnya klien dan konsultan mengambil bagian selama
berjalannya program pengembangan organisasi. Kegiatan-kegiatan tersebut dimaksudkan
dalam rangka menata dan memperbaiki kembali fungsi organisasi dengan memberikan
kesempatan kepada anggota organisasi untuk bekerja dalam tim ataupun mereka mengelola
suatu tim serta memelihara (sustainable) organisasi agar tetap dapat berjalan dengan baik
sesuai dengan tujuan organisasi.
Menurut Miftah Thoha (1997) intervensi dimaksudkan untuk menetapkan cara-cara
apakah yang patut digunakan untuk merencanakan perbaikan berdasarkan masalah yang
ditemukan dalam proses diagnosis dan pemberian umpan balik. Intervensi berarti
keikutsertaan klien dan konsultan bersama-sama merencanakan proses perbaikan berdasarkan
atas masalah yang dijumpai dalam proses diagnosis
Kegiatan intervensi diharapkan dapat mewujudkan organisasi yang lebih baik dalam arti
lebih adaptif, lebih produktif, dan lebih efektif menghadapi berbagai tantangan dan tuntutan
yang timbul secara internal dalam organisasi sendiri dan dalam lingkungan eksternal
organisasi yang bersangkutan.
Dalam merencanakan kegiatan intervensi yang perlu mendapat perhatian adalah kesiapan
klien untuk melakukan perubahan, kepastian bahwa perubahan tersebut masih dalam batas
kekuasaan dan kewenangan organisasi, kesiapan sumber-sumber internal untuk membantu
mengatur, memonitor, dan memelihara proses perubahan.
Tiga pendekatan dalam proses intervensi tersebut adalah pendekatan yang bersifat
struktural, teknikal, dan pendekatan yang bersifat perilaku atau yang terfokus pada aspek
manusia. Perubahan dengan bentuk intervensi struktural tersebut mencakup:
1. restrukturisasi organisasi atau reorganisasi;
2. penerapan sistem imbalan yang baru;
3. perubahan yang menyangkut kultur organisasi.
• Teknologi dan Struktur Kerja
Perkembangan teknologi berpengaruh signifikan terhadap pencapaian tujuan organisasi.
Betapa tidak, bila selama ini pekerjaan kantor dikerjakan secara manual, dengan majunya
teknologi, pekerjaan-pekerjaan kantor dapat dikerjakan secara elektronis. Tentunya hasilnya
akan berbeda dengan pekerjaan yang dikerjakan dengan cara manual. Pekerjaan yang
dikerjakan secara manual akan menghabiskan waktu yang lama dan boros tenaga. Sementara
itu apabila dikerjakan secara elektronis, hasilnya akan sempurna serta efisiensi dari segi
waktu dan tenaga.
Akibat pesatnya perkembangan teknologi, saat ini banyak organisasi baik organisasi
publik, privat maupun nirlaba berlomba-lomba mengadaptasi organisasinya dengan teknologi
perkantoran terkini. Mulai dari teknologi yang menggunakan kabel maupun nirkabel.
Teknologi kabel maksudnya jenis teknologi yang menggunakan kabel untuk
mengoperasikannya, sementara teknologi nirkabel adalah jenis teknologi yang tidak
menggantungkan pada kabel untuk mengoperasikannya sehingga memiliki mobilitas tinggi,
dan dapat digunakan di mana saja. Di sinilah pentingnya mengidentifikasikan jenis-jenis
teknologi yang berguna dalam pencapaian tujuan organisasi. Tanpa teknologi, pencapaian
tujuan organisasi akan terhambat oleh kendala operasionalisasi pekerjaan sehari-hari.
A. HUBUNGAN ORGANISASI DAN TEKNOLOGI
Sebagaimana telah dikemukakan, bahwa tak dapat disangkal teknologi telah menjadi alat
utama yang meminimalkan kerja tangan manusia (manual), dapat meningkatkan produktivitas
organisasi.

• Konsep Teknostruktur Organisasi


Struktur organisasi memiliki sarana hubungan yang bersifat vertikal dan horizontal. Secara
konsep teknostruktural organisasi adalah sebuah model pengembangan organisasi yang
menggunakan pendekatan teknologi dan struktural dalam prosesnya. Sehingga intervensi
teknostruktural menekankan pada peningkatan efektivitas organisasi dan pengembangan
sumber daya manusia dengan berfokus pada teknologi dan struktur organisasi.

4.TEORI ORGANISASI
BMP ADPU4341 Edisi 2

• Struktur Organisasi
Struktur organisasi adalah sebuah garis hierarki atau bertingkat yang mendeskripsikan
komponen-komponen yang menyusun perusahaan, di mana setiap individu atau SDM yang
berada pada lingkup perusahaan tersebut memiliki posisi dan fungsinya masing-masing.
Struktur mekanis didesain agar perilaku individu dalam organisasi mudah untuk
diprediksi, kewenangan pengambilan keputusan sentralistis, komunikasi top down,
pengawasan terhadap bawahan ketat, tugas-tugas dideskripsikan dengan terperinci,
spesialisasi ketat dan tidak ada toleransi terhadap penyimpangan prosedur. Peranan, status,
dan kekuasaan diperoleh melalui struktur formal. Oleh karena dalam struktur mekanis semua
sudah didesain dalam struktur maka hierarki dan standardisasi merupakan mekanisme
integrasi yang utama. Struktur mekanis sangat cocok diterapkan dalam organisasi yang hidup
dalam lingkungan yang stabil. Sebaliknya, struktur organisasi organis mendorong fleksibilitas
organisasi, individu didorong untuk kreatif dan inovatif dan dapat dengan cepat melakukan
perubahan. Dalam struktur organis, pengambilan keputusan didesentralisasikan, tugas dan
peranan tidak diatur secara rinci, spesialisasi tidak terlalu ketat, serta ada kecenderungan
untuk melakukan cross functional. Struktur organis mendorong tercapainya kerja tim, dengan
demikian, terjadi proses tukar-menukar informasi secara lintas unit. Mekanisme integrasi
melalui mekanisme yang kompleks, yaitu pembentukan tim dan gugus tugas. Koordinasi
dilakukan secara mutual adjustment. Struktur organis amat memperhatikan kualitas individu
sehingga dalam struktur organis amat menekankan kompetensi personal, keahlian dan
kemampuan dalam berinovasi. Status tidak diperoleh melalui struktur formal melainkan
melalui kemampuannya menempatkan diri di tengah-tengah individu lain dalam organisasi.
Diferensiasi pada dasarnya adalah proses menetapkan dan mengontrol pembagian kerja
atau tingkat spesialisasi dalam organisasi. Secara definitif, diferensiasi adalah proses dalam
mana sebuah organisasi mengalokasikan orang-orang dan sumber daya ke dalam tugas-tugas
organisasi dan menetapkan tugas-tugas dan hubungan kewenangan dalam rangka pencapaian
tujuan organisasi. (Jones, 1997). Dalam bagan di muka menunjukkan bagaimana proses
diferensiasi berlangsung.
Diferensiasi dapat dibedakan menjadi tiga (Jones, 1998; Robin, 1990) yaitu pertama,
diferensiasi vertikal, yaitu cara organisasi mendesain hierarki kewenangannya dan
menciptakan hubungan pelaporan untuk menghubungkan peranan organisasi dengan sub-
subunitnya. Kedua, diferensiasi horizontal, yaitu cara organisasi mengelompokkan tugas-
tugas ke dalam peranan-peranan dan peranan ke dalam subunit (fungsi atau divisi). Ketiga,
diferensiasi spasial merujuk kepada tingkat sejauh mana lokasi dari kantor, pabrik, dan
personalia sebuah organisasi tersebar secara geografis. Peningkatan pada salah satu dari
ketiga faktor tersebut akan meningkatkan kompleksitas sebuah organisasi.
Menurut pandangan kontingensi, desain organisasi yang baik adalah desain yang sesuai
dengan karakteristik lingkungan. Untuk itu,organisasi harus selalu melakukan penyesuaian-
penyesuaian agar tetap bisa mengikuti perubahan lingkungan.
Komponen penting dalam desain adalah struktur. Tujuan dari desain tentang struktur
adalah menyediakan perangkat agar tujuan organisasi dapat dicapai dan untuk memenuhi
kepentingan stakeholders.
Langkah awal dalam mendesain organisasi adalah menetapkan tujuan organisasi dan
kemudian melakukan pembagian kerja atau diferensiasi. Diferensiasi dapat dibedakan
menjadi tiga, yaitu diferensiasi spasial, vertikal, dan horizontal. Diferensiasi menghasilkan
bagian-bagian organisasi. Bagian-bagian ini agar dapat bekerja dengan baik harus ada
mekanisme integrasinya sehingga setiap bagian yang terpisah dapat dikoordinasikan ke arah
pencapaian tujuan.
Konsep dasar lainnya dalam mendesain organisasi adalah pertama,menciptakan
keseimbangan antara diferensiasi dan integrasi. Kedua, sentralisasi Ketiga, menyeimbangkan
dan desentralisasi. menyeimbangkan antara standardisasi dan mutual adjustment. Keempa,
mengoordinasikan organisasi formal dan organisasi informal. Kelima, memilih antara
struktur organis dan mekanis.
Kelima konsep dasar dalam desain organisasi tersebut pada dasarnya merupakan suatu
pilihan yang dapat dipasang-pasangkan oleh para manajer. Pilihan mana yang akan
ditentukan adalah tergantung dari desain organisasi seperti apa yang diinginkan oleh manajer
Mencocokkan pilihan-pilihan tersebut dengan kondisi lingkungan adalah merupakan dasar
desain organisasi berdasarkan pendekatan kontingensi. Tujuan organisasi, kepentingan
stakeholder, ketersediaan sumber daya dan persepsi para manajer tentang lingkungan akan
menentukan pilihan yang paling tepat menurut manajer.
• Teknologi
Teknologi adalah keseluruhan sarana untuk menyediakan barang-barang yang diperlukan
bagi kelangsungan dan kenyamanan hidup manusia. Penggunaan teknologi oleh manusia
diawali dengan pengubahan sumber daya alam menjadi alat-alat sederhana.
Dalam organisasi jenis apa pun selalu memerlukan teknologi.Teknologi digunakan untuk
memproses input menjadi output. Jika diringkas definisi dari berbagai ahli maka teknologi
dapat didefinisikan sebagai semua perangkat lunak dan keras yang digunakan oleh organisasi
untuk mengubah input menjadi output. Perangkat lunak meliputi pengetahuan, keahlian,
metode kerja, dan strategi. Sedangkan perangkat keras, meliputi mesin-mesin produksi,
komputer, dan material. Dengan teknologi proses input menjadi output dapat dilakukan
dengan lebih cepat dan lebih efisien serta efektif. Dan Tinggi rendahnya task analyzability
dan task variability akan memengaruhi teknologi yang digunakan.
• Organisasi, Kekuasaan, dan Konflik
Organisasi adalah Suatu Perkumpulan untuk Mencapai Tujuan Tertentu. Politik dalam
organisasi didefinisikan sebagai kegiatan-kegiatan mengejar,mengembangkan, dan
menggunakan kekuasaan dan sumber-sumber yang lain untuk meraih sesuatu yang diinginkan
oleh organisasi ketika tidak ada kepastian atau kesepakatan tentang pilihan-pilihan yang perlu
diambil. Organisasi memandang politik sebagai sesuatu yang netral dan tidak perlu ditakuti.
Dalam organisasi, kedua pendekatan ini, rasional dan proses politik, umum digunakan dalam
organisasi. Implikasi penggunaan politik dalam organisasi adalah adanya otonomi yang lebih
besar dari para pengambil keputusan dalam memilih domain organisasinya, desain
strukturnya, jenis produk, dan teknologi yang akan digunakannya. Pendekatan politik ini
sering juga diberi nama pendekatan pilihan strategis.
Kekuasan biasannya di definisikan sebagai pemegang kekuasan,bisa jabatan atau
sebagaimananya, John French dan Bertram Raven seperti ditulis kembali oleh Fred Luthans
mengidentifikasi sumber kekuasaan, yaitu sebagai berikut.
1. Reward Power
Seseorang memiliki kekuasaan karena ia mampu memberikan imbalan kepada orang lain.
Dengan catatan imbalan tersebut memiliki nilai tinggi bagi penerimanya. Dalam konteks
organisasi, imbalan yang memiliki nilai tinggi, misalnya kekuasaan yang dimiliki oleh
manajer, antara lain memberikan kenaikan gaji, promosi jabatan, pengakuan, penugasan pada
tugas-tugas yang disukai oleh penerima tugas, pemberian peralatan baru, memberikan umpan
balik dan pujian.
2. Coercive Power
Sumber kekuasaan ini adalah kemampuan seseorang dalam menciptakan ketakutan. Orang-
orang yang memiliki kekuasaan coercive ini memiliki kemampuan untuk memaksa, menekan,
mengintimidasi, dan menghukum orang. Dalam konteks organisasi, kekuasan ini diwujudkan
dalam bentuk misalnya pemecatan, pembatalan promosi, penahanan gaji, pemotongan
insentif, dan mutasi ke tempat yang tidak disukai oleh karyawan.
3. Legitimate Power
Kekuasaan ini ada karena adanya pengakuan atas hak orang lain untuk berkuasa. Ada
sebagian yang menerima kekuasaan karena merasa ada kewajiban untuk menerima kekuasaan
tersebut. Kekuasaan yang legitimate berhubungan dengan posisi atau peranan bukan pada
kualitas hubungan seperti yang ditunjukkan oleh reward dan coercive power. Misalnya
seorang mahasiswa dengan senang hati mengerjakan tugas-tugas yang diberikan oleh
dosennya adalah lebih karena mereka (mahasiswa dan dosen) berada dalam posisi yang
berbeda. Mahasiswa yang bersangkutan merasa berkewajiban untuk menerima kekuasaan
dosen untuk memberikan tugas dan tes. Ada tiga sumber yang dapat memberikan legitimate
power, yaitu sebagai berikut.
Pertama, nilai budaya masyarakat, organisasi, dan kelompok. Masyarakat, organisasi dan
kelompok umumnya memiliki definisi tersendiri tentang kekuasaan. Dalam masyarakat,
misalnya ada nilai bahwa orang yang lebih tua memiliki kekuasaan yang lebih besar
dibandingkan dengan yang lebih muda. Dalam organisasi, ada nilai yang diakui bersama
bahwa seorang yang menduduki jabatan, memiliki kekuasaan atas posisi yang ada di
bawahnya.
Kedua, kekuasaan yang berasal dari struktur sosial yang telah diterima bersama. Contoh
dalam organisasi, misalnya seseorang yang baru saja diangkat menjadi pejabat maka ia akan
memiliki kekuasaan atas bawahannya yang sebelumnya tidak dimilikinya. Kekuasaan yang ia
miliki diperoleh dari struktur organisasi.
Ketiga, kekuasaan yang dimiliki karena kepereayaan dari orang-orang yang memilihnya.
Contohnya, kekuasaan para komisaris adalah karena ia dipercaya untuk mewakili para
pemegang saham. Anggota parlemen memiliki kekuasaan karena mereka dipilih dan
mewakili rakyat pemilihnya.
Setiap orang dalam organisasi memiliki potensi untuk berkuasa, tergantung dengan
sumber kekuasaan yang dimilikinya.
Konflik diberi pengertian sebagai pertentangan yang terjadi ketika kepentingan salah satu
kelompok dihalang-halangi atau disingkirkan oleh kepentingan kelompok lain. Jadi, konflik
terjadi jika ada dua kelompok atau lebih yang bertentangan.
kelompok yang konflik (felt conflict), ahap terjadi saling serang antarkelompok (manifest
conflict), akibat dari konflik (afiermath conflict). Konflik yang tidak selesai ini akan menjadi
bibit-bibit konflik baru bagi organisasi (latent conflict).
Selanjutnya, Pondy menguraikan bahwa ada lima sumber yang dapat mendorong
munculnya konflik laten. Konflik ini, jika tidak dapat dikelola dengan baik akan berkembang
menjadi konflik yang terbuka. Kelima sumber konflik laten tersebut adalah saling
ketergantungan, perbedaan dalam menetapkan tujuan dan prioritas, faktor-faktor birokrasi,
ukuran kinerja yang tidak sesuai, dan memperebutkan sumber daya yang langka.
Konflik dapat terjadi pada level struktur dan pada level personal. Cara mengatasi konflik
struktural adalah dengan melakukan perubahan struktural, meningkatkan peranan integrasi,
dan menyesuaikan hierarki kewenangan dengan kebutuhan organisasi.
Sedangkan penyelesaian konflik pada level individu dapat dilakukan dengan enam cara,
yaitu membangun dialog dalam unit-unit kerja atau tim kerja, membentuk attitudinal
structuring, Penunjukan atau pembentukan pihak ketiga, rotasi dan mutasi, penggantian
personal, dan memilih pimpinan yang kuat.
• Organisasi Yang Belajar
Organisasi yang belajar (OB) semakin diperlukan dalam lingkungan yang sangat dinamis.
Dalam lingkungan yang dinamis saat ini paling tidak tiga tema utama yang mewarnai wacana
politik, ekonomi, dan budaya, yaitu desentralisasi, otonomi individu, dan harmoni. Tiga tema
tersebut telah mendorong terbentuknya masyarakat informasional yang dicirikan adanya
pengetahuan, molecularisasi, integrasi dan hubungan antarjaringan (internetworking), serta
inovasi dalam masyarakat. Sumber daya utama masyarakat informasional adalah
pengetahuan, informasi,kepemilikan intelektual, dan pengalaman. Pengetahuan merupakan
sumber daya utama masyarakat informasional. Pengetahuan diciptakan oleh individu,
kelompok, dan organisasi sehingga memunculkan berbagai tingkatan belajar, yaitu belajar
pada tingkat individu, kelompok maupun organisasi.
OB adalah kemampuan organisasi menyediakan iklim belajar bagi para anggotanya baik
sebagai individu maupun sebagai kelompok dengan tujuan untuk mengembangkan
kemampuan organisasi dan dalam memecahkan masalah pada masa sekarang dan masa yang
akan datang. Proses belajar dalam organisasi memerlukan dukungan. Organisasi memerlukan
dukungan manajemen dalam bentuk iklim yang mendukung, budaya belajar, strategi
pengembangan sumber daya manusia, dan meletakkan organisasi dalam proses transformasi
yang kontinyu, serta pemimpin yang mampu berfungsi sebagai a steward, teacher, and
designer.
Terdapat tiga tingkatan belajar, yaitu single loop learning, double loop learning, dan triple
loop learning. Single loop learning merupakan proses mempertanyakan Are we doing things
right? Double loop learning mempertanyakan Are we doing the right thing? Untuk triple loop
learning mempertanyakan sekaligus tiga pertanyaan mulai dari Are we doing things right?
Are we doing the right thing? dan Is the rightness buttressed by mightiness andlor mightiness
buttresses by rightness?
Senge menyatakan OB dibentuk oleh 5 disiplin, yaitu personal mastery, mental models,
shared vision, team learning, dan system thinking. Espejo mengemukakan adanya disiplin ke-
6, yaitu struktur organisasi yang efektif.

5.KEPEMIMPINAN
BMP ADPU4334 Edisi 2

• Peran Pemimpin
Peran Pemimpin atau pemimpin merupakan seseorang yang berani dalam mengambil
sebuah keputusan dan mempunyai jiwa yang bijaksana serta dapat memimpin untuk
mencapai tujuan organisasinya. Tugas seorang pemimpin adalah dapat memahami dan
menangani situasi anggotanya dan dapat memotivasi atau mendorong anggotanya untuk
bekerja lebih keras.
Dalam dunia bisnis, pemimpin bisnis menciptakan atau mengembangkan visinya dengan
proses yang dikembangkan oleh ilmu manajemen strategik. Prosesnya adalah sebagai berikut.
1. Melakukan analisis SWOT (Strength, Weakness, Opportunity, and Threat) terhadap
lingkungan internal dan lingkungan eksternal dari sistem bisnis.
2.Dari analisis SWOT, kemudian ditentukan posisi perusahaannya terhadap lingkungan
usaha.
3.Mendefinisikan kemungkinan peluang usaha dan mendefinisikan visi perusahaan.
1. Peran Pemimpin dalam Pemecahan Masalah
Beragamnya masalah yang dihadapi oleh pemimpin suatu organisasi, telah menjadikan
hikmah dan pengalaman bagi para pemimpin untuk memprioritaskan masalah-masalah
organisasi sesuai ukuran kualitas dan kuantitas sumber daya keuangan dan manusia yang ada
dalam organisasi tersebut.
Dalam langkah pendefinisian masalah, para pemimpin perlu melakukan konsultasi dengan
berbagai pihak yang berkompeten dan terlibat dalam masalah tersebut. Bagi organisasi besar
dan menengah, para pemimpin akan lebih sesuai menggunakan jasa konsultan dari luar
organisasi, sedangkan bagi organisasi kecil para pemimpin akan lebih sesuai melakukan
konsultasi dengan sesama mitra kerja atau orang-orang dalam organisasinya yang telah
berpengalaman menangani masalah-masalah tersebut.

• Kekuasaan dan Konflik Dalam Kepemimpinan


A. PENGERTIAN KEKUASAAN
Istilah kekuasaan, seperti halnya istilah "cinta" merupakan kata yang tidak pernah bosan-
bosannya dipakai dalam pembicaraan sehari-hari. Secara intuitif mudah dipahami, tetapi tidak
mudah untuk didefinisikan dengan lengkap. Kekuasaan sering dikaitkan dengan kekuatan dan
kekerasan sehingga sering kali di benci orang karena penyalahgunaannya menimbulkan
sesuatu yang dikutuk orang. Walaupun demikian, tetap diperlukan para pemimpin karena
tanpa kekuasaan mereka menjadi tidak berdaya. Istilah kekuasaan atau power dalam bahasa
Inggris memiliki padanan dengan kata social power.
Para teoretikus telah lama menaruh perhatian terhadap kekuasaan dan mengemukakan
berbagai definisi mengenai kekuasaan. Seperti Dahl dalam International Encyclopedia of The
Social Sciences menyatakan bahwa istilah kekuasaan dalam ilmu sosial modern mengacu
pada perangkat hubungan diantara satuan sosial, seperti pada perilaku satu atau lebih satuan
sosial yang dalam keadaan tertentu tergantung pada perilaku satuan sosial yang lain. Dalam
kaitan ini, tampaknya kekuasaan menunjuk pada suatu jenis pengaruh yang dimanfaatkan
oleh individu atau kelompok terhadap yang lainnya.
B. PENGERTIAN KONFLIK
Konflik merupakan bagian dari kehidupan manusia yang tidak dapat dihindari dan tidak
pernah berhenti. Konflik hanya ada, jika dirasakan oleh pihak-pihak yang saling
berhubungan. Jika tidak ada yang merasakan adanya konflik maka konflik dianggap tidak
ada.
Istilah konflik berasal dari kata con-fligere, conflictum = saling berbenturan, yaitu semua
bentuk benturan, ketidakserasian, pertentangan, oposisi, dan interaksi yang bertentangan.
C. KONFLIK ORGANISASI
Konflik dalam organisasi atau dalam kepemimpinan ini sebenarnya terjadi katena ada
tekanan lingkungan ditambah dengan kurangnya pengalaman dan variasi gaya kepemimpinan
dapat menimbulkan konflik. Kasus seperti ini biasanya ditemukan dalam perusahaan
berukuran sedang atau besar.merupakan konflik antarpribadi dan konflik dalam pribadi yang
berlangsung dalam suatu organisasi tertentu. Konflik antarpribadi merupakan suatu dinamika
yang amat penting dalam perilaku organisasi karena konflik seperti ini akan melibatkan
beberapa peranan dari beberapa anggota organisasi yang akan mempengaruhi proses
pencapaian tujuan organisasi. Individu-individu dalam organisasi pada umumnya mempunyai
kepentingan-kepentingan yang memungkinkan terjadinya konflik.
Konflik bisa terjadi pada setiap tingkat dalam struktur organisasi Menurut Miftah Thoha
(2003) secara konseptual, ada empat sumber dari konflik organisasi, seperti berikut ini.
1. Suatu situasi yang tidak menunjukkan keseinmbangan tujuan-tujuan yang ingin dicapai.
2. Terdapatnya saran-sarana yang tidak seimbang atau timbulnya proses alokasi sumber-
sumber yang tidak seimbang.
3. Terdapatnya suatu persoalan status yang tidak selaras.
4. Timbulnya persepsi yang berbeda.

• Kepemimpinan Pemerintahan
Kepemimpinan adalah gejala universal dalam setiap kelompok makhluk hidup. termasuk
manusia. Apalagi manusia pada dasarnya adalah makhluk sosial (homo socious) yang senang
berkelompok, bukan makhluk solitaire atau makhluk yang senang menyendiri. Dalam
perkembangannya, kelompok manusia menjadi semakin besar dan rumit sehingga
berkembang menjadi organisasi formal yang kompleks. Semakin maju peradaban manusia,
semakin banyak jenis organisasi yang muncul. Oleh karena itu, tidaklah berlebihan apabila
manusia modern disebut pula sebagai makhluk berorganisasi (homo organismus).
Dalam konteks organisasi, kepemimpinan merupakan inti dari suatu organisasi. Begitu
juga kepemimpinan pemerintahan merupakan sesuatu yang melekat pada keberadaan
pemerintahan, bahkan dapat dianggap sebagai inti dari pemerintahan itu sendiri. Sistem
pemerintahan yang secara teoritik baik, hanya akan berjalan baik apabila dikendalikan oleh
pemimpin yang memiliki komitmen untuk mengoptimalkan fungsi, peranan, dan tanggung
jawabnya.
Kepemimpinan pemerintahan berkaitan dengan bagaimana seharusnya kekuasaan
dikelola, bagaimana kehandalan pemimpin dalam melayani masyarakat demi tegaknya
keadilan, memberdayakan masyarakat agar kemandiriannya terus menguat di dalam mengejar
kemajuan bersama serta membangun untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dari
waktu ke waktu.
A. LINGKUP KEPEMIMPINAN PEMERINTAHAN
Secara sederhana, kepemimpinan pemerintahan atau kepemimpinan dalam urusan publik
selama ini hanya dikaitkan dengan kegiatan kerja sehari-hari dalam bentuk pelayanan publik.
Kepemimpinan pemerintahan berkaitan dengan bagaimana seharusnya kekuasaan dikelola,
bagaimana kehandalan pemimpin dalam melayani masyarakat demi tegaknya keadilan,
memberdayakan masyarakat agar kemandiriannya terus menguat di dalam mengejar
kemajuan bersama serta membangun untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dari
waktu ke waktu. Menurut Sadu Wasistiono (2009), dalam konteks organisasi pemerintah,
dikenal dua jenis kepemimpinan yakni kepemimpinan organisasional dan kepemimpinan
kelembagaan atau kepemimpinan sosial.
Pemimpin merupakan pemegang peranan yang sangat strategis dalam setiap organisasi
termasuk dalam birokrasi pemerintahan. Keberhasilan suatu birokrasi pemerintahan di dalam
menjalankan tugas-tugasnya sangat ditentukan kualitas dari pemimpinnya sehingga
kedudukan pemimpin sangat mendominasi setiap aktivitas yang dilakukan. Menurut Ryas
Rasyid (2002),kualitas kepemimpinan pemerintahan dalam kaitan ini merujuk pada dari
kapasitas seseorang untuk membangun kesadaran kolektif dari suatu komunitas atas
keperluan mewujudkan cita-cita tertentu. Ia berkenaan dengan kemampuan menggerakkan
seluruh potensi dan energi yang dimiliki oleh komunitas itu agar dapat secara konsisten
mendukung pencapaian tujuan.

6.ETIKA ADMINISTRASI PEMERINTAHAN


BMP ADPU4533 Edisi 3
• Etika Jabatan
Sebagaimana diketahui etika jabatan atau kode etik merupakan ketentuan-ketentuan atau
standar-standar yang mengatur perilaku moral para aparatur. Etika jabatan atau kode etik
berisi ajaran-ajaran moral dan asas-asas kelakuan yang baik bagi aparatur dalam menunaikan
tugas dan melakukan tindakan jabatannya.
Etika administrasi pemerintahan dan etika jabatan terkadangs tumpang tindih. Hal itu
karena yang melaksanakan perbuatan pemerintah dalam kenyataannya adalah para pejabat,
yang mempunyai kedudukan sebagai individu tertentu dengan segala sifat fisik dan psikisnya
sendiri, dan sekaligus sebagai warga masyarakat yang justru tidak terpisah dari anggota
masyarakat lainnya.
Etika jabatan itu sendiri adalah pedoman perbuatan atau tingkah laku pribadi dan
kewajiban moral pejabat dalam hubungannya dengan bawahan, sejawat (sesama pegawai dan
atau pejabat lainnya), atasan, dan masyarakat dengan tekanan pada sifat baik dan buruk, patut
dan tidak patut. Pejabat berbuat etis berarti bahwa ia berbuat seperti yang telah diucapkannya
pada saat ia diangkat menjadi pejabat.

• Masalah Pengembangan Etika Administrasi Pemerintahan


A. TRANSPARANSI
Untuk terwujudnya good governance atau Kepemerintahan yang baik maka setiap badan
publik dalam penyelenggaraan tugas dan fungsinya wajib menerapkan asas transparansi
kepada masyarakat. Asas transparansi yang dimaksud mencakup aspek transparansi
informasi, transparansi prosedur, dan transparansi proses pengambilan kebijakan dan
pelaksanaannya.
Penerapan asas transparansi tersebut dilaksanakan melalui penyebarluasan informasi
kepada masyarakat melalui berbagai media baik secara aktif maupun pasif serta disediakan
setiap saat atau disampaikan segera. Penyelenggaraan transparansi dan kebebasan
memperoleh informasi harus diarahkan guna mendorong partisipasi aktif masyarakat baik
terhadap proses pengambi lan kebijakan maupun terhadap pengawasan publik terhadap
penyelenggaraan pemerintahan yang bermuara kepada percepatan pembangunan.
Setiap badan publik dalam penyelenggaraan tugas dan fungsinya wajib menerapkan asas
transparansi kepada masyarakat/pengguna informasi publik. Asas transparansi yang
dimaksud mencakup aspek transparansi informasi, transparansi prosedur, dan transparansi
proses pengambilan kebijakan dan pelaksanaannya.Transparansi dalam penyelenggaraan
pemerintahan bertujuan untuk memberikan dan menjamin hak masyarakat pengguna/subjek
hukum untuk mendapatkan informasi publik dalam rangka meningkatkan kepercayaan
publik,akuntabilitas publik, mendorong partisipasi masyarakat, mendorong peningkatan
kualitas aspirasi masyarakat dan pengetahuan masyarakat tentang alasan pembuatan
kebijakan publik. Untuk menangani masalah sengketa antara pengguna informasi dengan
Badan Publik dibentuk Komisi Transparansi.
• Aplikasi Kepemimpinan Dalam Organisasi
•APLIKASI KEPEMIMPINAN DALAM ORGANISASIKepemimpinan, Organisasi dan
Perubahan Lingkungan
Ada tiga jenis perubahan yaitu perubahan rutin, perubahan pengembangan, dan inovasi.
Mengelola perubahan adalah hal yang sulit. Ukuran kapasitas kepemimpinan seseorang salah
satu diantaranya adalah kemampuannya dalam mengelola perubahan. Kemampuan ini
penting sebab pada masa kini pemimpin, akan selalu dihadapkan pada perubahan-perubahan,
sehingga pemimpin dituntut untuk mampu menyesuaikan dengan perubahan lingkungan.
Pemimpin yang kuat bahkan mampu mempelopori perubahan lingkungan. Ada empat tahap
yang harus dilakukan agar pemimpin dapat mengelola perubahan lingkungan. Tahap-tahap
tersebut adalah pertama, mengidentifikasi perubahan; Kedua, Menilai posisi organisasi;
Ketiga, Merencanakan dan melaksanakan perubahan; dan Keempat, Melakukan evaluasi.
Untuk memperoleh hasil yang diharapkan maka keempat langkah tersebut perlu dilakukan
secara berurutan dan berkesinambungan. Kepemimpinan dan Budaya Organisasi
Tugas utama seorang pemimpin adalah mengajak orang untuk menyumbangkan bakatnya
secara senang hati dan bersemangat untuk kepentingan organisasi. Dengan demikian
pemimpin atau manajer harus mengarahkan perilaku para anggota organisasi agar tujuan
organisasi dapat tercapai. Para pemimpin perlu membentuk, mengelola, meningkatkan, dan
mengubah budaya kerja organisasi. Untuk melaksanakan tugas tersebut, manajer perlu
menggunakan kemampuannya dalam membaca kondisi lingkungan organisasi, menetapkan
strategi organisasi, memilih teknologi yang tepat, menetapkan struktur organisasi yang
sesuai, sistem imbalan dan hukuman, sistem pengelolaan sumberdaya manusia, sistem dan
prosedur kerja, dan komunikasi serta motivasi.
Salah satu cara mengembangkan budaya adalah dengan menetapkan visi yang jelas dan
langkah yang strategis, mengembangkan alat ukur kinerja yang jelas, menindaklanjuti tujuan
yang telah dicapai, menetapkan sistem imbalan yang adil, menciptakan iklim kerja yang lebih
terbuka dan transparan, mengurangi permainan politik dalam organisasi, dan
mengembangkan semangat kerja tim melalui pengembangan nilai-nilai inti. Kepemimpinan
dan Inovasi.
Inovasi berbeda dengan kreativitas. Kreativitas lebih berfokus pada penciptaan ide sedangkan
inovasi berfokus pada bagaimana mewujudkan ide. Karena inovasi adalah proses
mewujudkan ide, maka diperlukan dukungan dari faktor-faktor organisasional dan
leaderships.

Anda mungkin juga menyukai