Anda di halaman 1dari 37

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Lansia

2.1.1 Definisi Lansia

Menurut World Health Organisation (WHO), lansia adalah

seseorang yang telah memasuki usia 60 tahun ke atas. Lansia

merupakan kelompok umur pada manusia yang telah memasuki tahapan

akhir dari fase kehidupannya. Kelompok yang dikatagorikan lansia ini

akan terjadi suatu proses yang disebut Aging Process (Proses Penuaan).

Birren dan Shroots dalam Napitupulu (2015) membedakan tiga proses

sentral dalam tahap lansia, pertama, proses biologis yang berkaitan

dengan perubahan yang terjadi dalam tubuh seseorang yang menua.

Kedua, penuaan proses dalam masyarakat (social eldering), dan yang

ketiga, penuaan psikologis subjektif (geronting) yang berkaitan dengan

pengalaman batinnya (Napitupulu, 2015).

Menurut Undan-Undang Republik Indonesia Nomor 13

Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia, yang di maksud dengan

lansia adalah seseorang yang usianya telah mencapai 60 tahun keatas

(Kementrian Kesehatan RI, 2014). Lanjut usia merupakan proses dari

tumbuh kembang yang akan dijalami setiap individu, yang ditandai

dengan penurunan kemampuan tubuh dalam beradaptasi dengan

lingkungan (Azizah, 2016).

9
Proses penuaan adalah siklus kehidupan yang ditandai

dengan tahapan-tahapan menurunnya berbagai fungsi organ tubuh yang

ditandai dengan semakin rentannya tubuh terhadap berbagai serangan

penyakit yang dapat menyebabkan kematian misalnya pada sistem

kardiovaskuler dan pembuluh darah, pernafasan, pencernaan, endokrin,

dan lain sebagainya. Hal tersebut disebabkan seiring meningkatnya usia

sehingga terjadi perubahan perubahan dalam struktur dan fungsi sel,

jaringan, serta sistem organ. Perubahan tersebut pada umumnya

mengaruh pada kemunduran kesehatan fisik dan psikis yang pada

akhirnya akan berpengaruh pada ekonomi dan sosial lansia. Sehingga

secara umum akan berpengaruh pada activity of daily living atau

aktivitas hidup sehari-hari. ( Padila, 2016).

Berdasarkan pengertian yang tertera diatas maka dapat

disimpulkan bahwa lansia merupakan seseorang yang telah berusia 60

tahun ke atas baik itu seorang pria maupun wanita, yang masih sanggup

beraktifitas dan bekerja ataupun mereka yang tidak berdaya untuk

mencari nafkah sendiri sehingga lansia terpaksa bergantung kepada

orang lain untuk menghidupi dirinya (Ineko, 2015).

2.1.2 Batasan Umur Lanjut Usia

1. Batasan umur pada usia lanjut dari waktu ke waktu berbeda. Menurut

World Health Organitation (WHO) lansia meliputi:

a. Usia pertengahan (middle age) antara usia 45 sampai 59 tahun

10
b. Lanjut usia (elderly) antara usia 60 sampai 74 tahun

c. Lanjut usia tua (old) antara 75 sampai 90 tahun

d. Usia sangat tua (very old) diatas usia 90 tahun

2. Berbeda dengan WHO, menurut Departemen Kesehatan RI batasan

lansia terbagi dalam 4 kelompok yaitu :

a. Pertengahan umur usia lanjut atau virilitas yaitu masa persiapan

usia lanjut yang menampakkan keperkasaan fisik dan kematangan

jiwa antara usia 45-54 tahun

b. Usia lanjut dini atau prasemu yaitu kelompok yang mulai

memasuki usia lanjut antara 55-64 tahun

c. Usia lanjut atau semua usia 65 tahun ke atas

d. Usia lanjut dengan resiko tinggi yaitu kelompok yang berusia

lebih dari 70 tahun

3. Menurut Dra. Jos Masdani (Psikolog UI), terdapat empat fase yaitu :

a. Fase inventus : antara usia 25 - 40 tahun

b. Fase virilities : antara 40 – 55 tahun

c. Fase Prasenium : antara 55 sampai 65 tahun

d. Fase Senium : antara 65 tahun sampai dengan tutup usia

4. Menurut Prof.Dr. Koesmanto Setyonegoro Pengelompokan lanjut

usia sebagai berikut :

a. Usia dewasa muda (elderly adulhood), yaitu usia 18 sampai 25

tahun

11
b. Usia dewasa penuh (middle years) atau maturitas, yaitu usia 25

sampai 60 atau 65 tahun ke atas

c. Lanjut usia (geriatric age), lebih dari 65 atau 75 tahun Yang dapat

dibagi menjadi:

1) Young Old : usia 70 sampai 75 tahun.

2) Old : usia 75 sampai 80 tahun

3) Very Old : usia lebih dari 80 tahun.

2.1.3 Perubaha Pada Lansia

Seiring bertambahnya usia seseorang akan menimbulkan

perubahan-perubahan pada struktur dan fisiologis dari berbagai sel,

jaringan, organ dan sistem yang ada pada tubuh manusia sehingga

menyebabkan sebagian besar lansia mengalami kemunduran atau

perubahan pada fisik, psikologis dan sosial (Mubarak dkk, 2014).

Salah satu perubahan fisik yang terjadi pada lansia yaitu

perubahan dalam memasuki usia tua, dimana lansia akan mengalami

kemunduran, misalnya kemunduran fisik yang ditandai dengan kulit

yang mengendur, rambut putih, gigi mulai ompong, pendengaran

kurang jelas, penglihatan semakin memburuk, gerakan lambat, dan

kurang lincah (Maryam dkk, 2015 ).

12
Menurut (Maryam dkk, 2015), perubahan yang terjadi pada

lansia berupa perubahan fisik, psikologis, dan juga sosial:

1. Perubahan fisik

Perubahan fisik yang terjadi pada lansia antara lain ialah

perubahan: sel, kardiovaskuler, respirasi, persarafan,

musculoskeletal, gastrointerstinal, ginjal, vesika urinaria, prostat,

vagina, pendengaran : membran timpani atrofi sehingga terjadi

gangguan pendegaran, penglihatan, endokrin dan kulit.

2. Perubahan psikologis

Perubahan psikologis pada lansia meliputi short term

memory (ingatan jangka pendek), frustasi, kesepian, takut

kehilangan kebebasan, takut menghadapi kematian, perubahan

keinginan, depresi dan kecemasan.

3. Perubahan sosial

Perubahan sosial meliputi peran, keluarga, teman, masalah

hukum, pensiun, ekonomi, rekreasi, keamanan, transportasi, politik,

pendidikan, agama, dan panti jompo.

Masalah kesehatan lansia sangat bervariasi, selain erat

kaitannya dengan degeneratif (menua) juga secara progresif tubuh

akan kehilangan daya tahan tubuh terhadap infeksi, disamping itu

juga sesuai individu seperti dampak: fisik, sosial, intelektual,

psikologis, dan spiritual (Mardiana & Zelvino, 2014). Salah satu

insiden tertinggi yang terjadi pada lansia adalah hipertensi.

13
Diperkirakan 2 dari 3 lansia menderita hipertensi (Pusat Data dan

Informasi Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2014).

2.2 Konsep Hipertensi

2.2.1 Definisi Hipertensi

Hipertensi adalah peningkatn tekanan darah arteri sistemik yang

menetap dimana tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg atau tekanan darah

diastolik ≥ 90 mmHg (American Heart Association, 2017).

Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik lebih dari

140 mmHg dan tekanan diastoliknya lebih dari 90 mmHg pada dua kali

pengukuran dengan selang waktu lima menit dalam keadaan cukup

istirahat atau tenang (Kemenkes RI, 2014).

Hipertensi adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami

peningkatan tekanan darah di atas normal, baik tekanan systolic dan atau

diastolic (Triyanto, 2014).

2.2.2 Klasifikasi Hipertensi

Menurut Kemenkes RI 2014, terdapat beberapa klasifikasi

hipertensi yaitu:

1. Berdasarkan penyebab

a. Hipertensi primer atau hipertensi esensial

Hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya (idiopatik) walaupun

dikaitkan dengan kombinasi faktor gaya hidup seperti kurang

14
bergerak dan pola makan. Terjadi sekitar 90 % pada penderita

hipertensi.

b. Hipertensi sekunder atau hipertensi non esensial

Hipertensi yang diketahui penyebabnya. Pada sekita 5-10 %

penderita hipertensi, penyebabnya adalah penyakit ginjal. Pada

sekitar 1-2 % penyebabnya adalah kelainan hormonal atau

pemakaian obat tertentu (pil kb). (Dr. Taufan Nugroho. 2015).

2. Berdasarkan bentuk hipertensi

Hipertensi diastolik (diastolic hypertension), hipertensi

campuran (sistol dan diastole yang meninggi), hipertensi sistolik

(isolated systolic hypertension)

Tabel 2.2.2.1. Klasifikasi WHO

Tingkat Sistolik ( mmHg ) Diastolik ( mmHg )


I 140 – 159 90 – 99
II 160 – 179 100 – 109
III 180 – 209 110 – 119
IV > 210 > 120
Sumber: WHO Hipertension Clasification ( 2011 )

Tabel 2.2.2.1 Klasifikasi Hipertensi Menurut WHO-ISH (2015)

Katagori Sistolik mmHg Diatolik mmHg


Optimal < 120 < 80
Normal < 130 < 85
Hipertensi
Grade 1 ( Ringan ) 140 – 159 90 – 99
Border Line 140 – 149 90 – 94
Grade 2 ( Sedang ) 160 – 179 100 – 109
Grade 3 ( Berat ) ≥ 180 ≥ 110
Hipertensi sistolik ≥ 140 < 90
Border line hipertensi 140 – 149 < 90
sistolik

15
2.2.3 Etiologi Hipertensi

Penyebab hipertensi yang sering kali menjadi penyebab di

antaranya adalah Atberoclerosis (penebalan dinding arteri yang

menyebabkan hilangnya elastisitas pembuluh darah) keturunan

bertambahnya jumlah darah yang di pompa kejantung, penyakit ginjal

kelenjar adrenalin dan sistem saraf simpati (Muhammadun as. 2010).

Penyebab hipertensi lainnya yang jarang terjadi adalah

feokrositoma yaitu tumor pada kelenjar adrenalion yang menghasilkan

hormon epinepbrine (adrenalin) atau norenefrin (noradrenalin)

(Muhammadun as. 2010). Sedangkan menurut Sutanto (2016),

penyebab hipertensi pada orang dengan lanjut usia adalah terjadinya

perubahan – perubahan pada :

1. Elastisitas dinding aorta menurun

2. Katub jantung menebal dan menjadi kaku

3. Kemampuan jantung memompa darah menurun 1% setiap tahun

sesudah berumur 20 tahun, kemampuan jantung memompa darah

menurun menyebabkan menurunnya kontraksi dan volumenya.

4. Kehilangan elastisitas pembuluh darah. Hal ini terjadi karena

kurangnya efektifitas pembuluh darah perifer untuk oksigenasi

5. Meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer

16
2.2.4 Patofisiologi Hipertensi

Patofisiologi hipertensi menurut (Bianti Nuraini, 2015), ialah

tekanan darah dipengaruhi oleh volume sekuncup dan total peripheral

resistance. Apabila terjadi peningkatan salah satunya yang tidak

terkompensasi maka dapat menyebabkan timbulnya hipertensi. Tubuh

memiliki sistem yang berfungsi mencegah perubahan tekanan darah

secara akut yang disebabkan oleh gangguan sirkulasi dan

mempertahankan stabilitas tekanan darah dalam jangka panjang.

Sistem pengendalian tekanan darah sangat kompleks. Pengendalian

dimulai dari sistem reaksi cepat seperti reflex kardiovaskuler melalui

sistem saraf, reflex kemoreseptor, respon iskemia, susunan saraf pusat

yang berasal dari atrium, dan arteri pulmonalis otot polos. Sedangkan

sistem pengendalian reaksi lambat melalui perpindahan cairan antara

sirkulasi kapiler dan rongga intertisial yang dikontrol oleh hormon

angiotensin dan vasopressin. Kemudian dilanjutkan sistem poten dan

berlangsung dalam jangka panjang yang dipertahankan oleh sistem

pengaturan jumlah cairan tubuh yang melibatkan berbagai organ.

Mekanisme terjadinya hipertensi adalah melalui terbentuknya

angiotensin II dari angiotensin I oleh angiotensin converting enzyme

(ACE). ACE memegang peran fisiologis penting dalam mengatur

tekanan darah. Darah mengandung angiotensinogen yang diproduksi

dihati. Selanjutnya oleh hormon renin akan diubah menjadi angiotensin

17
I. Oleh ACE yang terdapat di paru-paru, angiotensin I diubah menjadi

angiotensin II. Angiotensin II inilah yang memiliki peranan kunci

dalam menaikkan tekanan darah melalui dua aksi utama.

Aksi pertama adalah meningkatkan sekresi hormon

antidiuretik (ADH) dan rasa haus. ADH diproduksi dihipotalamus

(kelenjar pituitary) dan bekerja pada ginjal untuk mengatur osmolalitas

dan volume urin. Dengan meningkatnya ADH, sangat sedikit urin yang

disekresikan keluar tubuh (antidiuresis), sehingga menjadi pekat dan

tinggi osmolalitasnya. Untuk mengencerkannya, volume cairan

ekstraseluler akan ditingkatkan dengan cara menarik cairan dari

intraseluler. Akibatnya, volume darah meningkat yang pada akhirnya

akan meningkatkan tekanan darah.

Aksi kedua menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks

adrenal. Aldosteron merupakan hormon steroid yang memiliki peranan

penting pada ginjal. Untuk mengatur volume cairan ekstraseluler,

aldosteron akan mengurangi ekskresi NaCl dengan cara

mereabsorpsinya dari tubulus ginjal. Naiknya konsentrasi NaCl akan

diencerkan kembali dengan cara meningkatkan volume cairan

ekstraseluler yang pada akhirnya akan meningkatkan volume dan

tekanan darah.

18
2.2.5 Manifestasi Klinis Hipertensi

Hipertensi sulit disadari oleh seseorang karena hipertensi tidak

memiliki gejala khusus. Menurut anjdati soeria (2015), gejala-gejala

yang mudah diamati antara lain yaitu:

1. Kepala pusing atau sakit kepela

2. Sering gelisah

3. Wajah merah

4. Tengkuk terasa pegal

5. Mudah marah

6. Telinga berdengung

7. Sukar tidur

8. Sesak napas

9. Rasa berat ditengkuk

10. Mudah lelah

11. Mata berkunang-kunang

12. Mimisan ( keluar darah dari hidung).

13. Muka pucat

14. Suhu tubuh rendah

19
2.2.6 Komplikasi

Komplikasi akibat hipertensi menurut Palmer & Williams

(2015) antaraa lain:

1. Gagal jantung

Gagal jantung adalah istilah untuk suatu keadaan dimana

secara progresif jantung tidak dapat memompa darah keseluruh

tubuh secara efisien.

2. Angina

Angina adalah rasa tidak nyaman atau nyeri dada

3. Serangan jantung

Serangan jantung atau disebut dengan infark miokard

karena terjadi saat sebagian dari otot jantung mengalami infark

atau mati.

4. Stroke

Tekanan darah tinggi akan menyebabkan dua jenis stroke,

yaitu stroke iskemik dan stroke hemoragik.

5. Gagal ginjal

Gagal ginjal kronik biasanya berakhir pada gagal ginjal

terminal. Keadaan ini bersifat fatal kecuali jika penderitanya

menjalani dialysis atau transplantasi ginjal.

20
6. Gangguan sirkulasi

Gangguan sirkulasi akan merusak atau menyerang bagian

tungkai dan mata. Pada tungkai akan menyebabkan nyeri tungkai

dan kaki sehingga akan menjadikan sulit untuk berjalan.

Sedangkan pada mata dapat menyebabkan kebutaan atau

retinopati.

2.2.7 Pemeriksaan Diagnostik

Pemeriksaan penunjang menurut (Aspiani, 2015) antara lain:

1. Laboraterium

Albuminuria pada hipertensi karena kelainan parenkim ginjal,

kreatinin serum dan BUN meningkat pada hipertensi karena

parenkim ginjal dengan gagal ginjal akut, darah perifer lengkap,

kimia darah (kalium, natrium, kreatinin, gula darah puasa), profil

lemak (setelah puasa 9-12 jam) termasuk HDL, LDL, dan

trigliserida.

2. Elektrokardiogram

Hipertrofi ventrikel kiri, iskemia atau infark miokard, peninggian

gelombang P dan gangguan konduksi.

3. Foto Rontgen

Bentuk dan besar jantung nothing dari iga pada koarktasi aorta,

pembendungan dan melebarnya paru, hipertrofi parenkim ginjal

dan hipertrofi vascular ginjal.

21
2.2.8 Penatalaksanaan Dan Pencegahan Hipertensi

Tujuan deteksi dan penatalaksanaan hipertensi adalah

menurunkan risiko penyakit kardiovaskuler dan mortabilitas serta

morbiditas yang berkaitan. Tujuan terapi adalah mencapai dan

mempertahankan tekanan sistolik dibawah 140 mmHg dan tekanan

diastolik dibawah 90 mmHg dan mengontrol faktor risiko (Aspiani,

2015). Penatalaksanaan hipertensi dapat dilakukan dengan

menggunakan obat-obatan ataupun dengan cara modifikasi gaya hidup

(Kemenkes RI, 2014).

1. Terapi Farmakologis menurut JNC 8

ACE inhibitors (captopril, enalapril, lisinopril), angiotensin receptor

blokers (eprosartan, candesartan, losartan, valsartan, irbesartan).

2. Terapi Non Farmakologis

Berikut hal-hal yang dapat dilakukan untuk mencegah faktor risiko

dengan cara modifikasi gaya hidup menurut JNC 8 dalam (Muhadi,

2016), antara lain:

a. Penurunan berat badan

Pada beberapa studi menunjukkan bahwa obesitas

berhubungan dengan kejadian hipertensi dan LVH. Jadi

penurunan berat badan adalah hal yang sangat efektif untuk

menurunkan tekanan darah.

22
b. Pengaturan diet

Berbagai studi menunjukkan bahwa diet dan pola hidup

sehat dan atau dengan obat-obatan yang menurunkan gejala gagal

jantung dan bisa memperbaiki keadaan LVH.

Beberapa diet yang dianjurkan:

1) Rendah garam, beberapa studi menunjukan bahwa diet rendah

garam dapat menurunkan tekanan darah pada pasien

hipertensi. Dengan pengurangan konsumsi garam dapat

mengurangi stimulasi system renin-angiotensin sehingga

sangat berpotensi sebagai anti hipertensi. Jumlah intake

sodium yang dianjurkan 50–100 ml atau setara dengan 3-6

gram garam per hari.

2) Diet tinggi potassium, dapat menurunkan tekanan darah tapi

mekanismenya belum jelas. Pemberian Potassium secara

intravena dapat menyebabkan vasodilatasi, yang dipercaya

dimediasi oleh nitric oxide pada dinding vascular.

3) Diet kaya buah dan sayur

4) Diet rendah kolesterol sebagai pencegah terjadinya jantung

koroner.

5) Tidak mengkomsumsi Alkohol.

c. Olahraga teratur

23
Olahraga teratur seperti berjalan, lari, berenang,

bersepeda bermanfaat untuk menurunkan tekanan darah dan dapat

memperbaiki keadaan jantung. Olaharaga isotonik dapat juga bisa

meningkatkan fungsi endotel, vasodilatasi perifer, dan mengurangi

katekolamin plasma.

Olahraga teratur selama 30 menit sebanyak 3-4 kali dalam

satu minggu sangat dinjurkan untuk menurunkan tekanan darah.

2.2.9 Faktor- Faktor Yang Dapat Menimbulkan Penyakit Hipertensi

Menurut Muhammadun as, 2010. Ada beberapa macam yang

dapat menyebabkan penyakit hipertensi. Berikut ini ada beberapa

faktor yang dapat menimbulkan tekanan darah tinggi atau hipertensi

antara lain:

1. Genetik

Para pakar juga menemukan hubungan antara riwayat

keluarga penderita hipertensi (genetik) dengan resiko bagi orang

yang menderita penyakit ini.

2. Umur

Penyebaran hipertensi menurut golongan umur telah

terdapat kesepakatan dari para peneliti di indonesia. Disimpulkan

bahwa prevalansi hipertensi akan meningkat dengan

bertambahnya umur. Sebagai gambaran salah satu hasil penelitian

tentang penyebaran menurut umur.

24
Frekuensi hipertensi menurut golongan umur

No Golongan Umur (tahun) Prevalensi (%)


1 20-29 6,10
2 30-39 6,70
3 40-49 10,10
4 50-59 10,20
5 Di atas 60 13,00
6 Seluruh Umur 8,60
Adapun Menurut Elsanti (2016), faktor resiko yang

mempengaruhi hipertensi yang dapat atau tidak dapat dikontrol, antara

lain:

a. Faktor Resiko Yang Tidak Dapat Dikontrol:

1) Jenis kelamin

Jenis kelamin pria mempunyai risiko sekitar 2,3 kali

lebih banyak mengalami hipertensi dibandingkan perempuan

(Siringoringo, Hiswani & Jemadi, 2015)

Prevalensi terjadinya hipertensi pada pria sama

dengan wanita. Namun wanita terlindung dari penyakit

kardiovaskuler sebelum menopause. Wanita yang belum

mengalami menapouse dilindungi oleh hormon estrogen yang

berperan dalam meningkatkan kadar High Density Lipoprotein

( HDL). Kadar kolesterol HDL yang tinggi merupakan faktor

pelindung dalam mencegah terjadinya proses aterosklerosis.

Efek perlindungan estrogen dianggap sebagai penjelasan

25
adanya imunitas wanita pada usia premenopause. Pada

premenopause wanita mulai kehilangan sedikit demi sedikit

hormon estrogen yang selama ini melindungi pembuluh darah

dari kerusakan. Proses ini terus berlanjut dimana hormon

estrogen tersebut berubah kuantitasnya sesuai dengan umur

wanita secara alami, yang umumnya mulai terjadi pada wanita

umur 45-55 tahun. Dari hasil penelitian didapatkan hasil lebih

dari setengah penderita hipertensi berjenis kelamin wanita

sekitar 56,5%. (Anggraini dkk, 2016).

Hipertensi lebih banyak terjadi pada pria bila terjadi

pada usia dewasa muda. Tetapi lebih banyak menyerang wanita

setelah umur 55 tahun, sekitar 60% penderita hipertensi adalah

wanita. Hal ini sering dikaitkan dengan perubahan hormon

setelah menopause (Marliani, 2017).

2) Umur

Semakin tinggi umur seseorang semakin tinggi

tekanan darahnya, jadi orang yang lebih tua cenderung

mempunyai tekanan darah yang tinggi dari orang yang berusia

lebih muda. Hipertensi pada usia lanjut harus ditangani secara

khusus. Hal ini disebabkan pada usia tersebut ginjal dan hati

mulai menurun, karena itu dosis obat yang diberikan harus

benar-benar tepat. Tetapi pada kebanyakan kasus, hipertensi

banyak terjadi pada usia lanjut. Pada wanita, hipertensi sering

26
terjadi pada usia diatas 50 tahun. Hal ini disebabkan terjadinya

perubahan hormon sesudah menopause.

Hanns Peter (2009) mengemukakan bahwa kondisi

yang berkaitan dengan usia ini adalah produk samping dari

keausan arteriosklerosis dari arteri-arteri utama, terutama aorta,

dan akibat dari berkurangnya kelenturan. Dengan mengerasnya

arteri-arteri ini dan menjadi semakin kaku, arteri dan aorta itu

kehilangan daya penyesuaian diri.

Dengan bertambahnya umur, risiko terkena hipertensi

lebih besar sehingga prevalensi dikalangan usia lanjut cukup

tinggi yaitu sekitar 40 % dengan kematian sekitar 50 % diatas

umur 60 tahun. Arteri kehilangan elastisitas atau kelenturan

serta tekanan darah meningkat seiring dengan bertambahnya

usia. Peningkatan kasus hipertensi akan berkembang pada umur

50 dan 60. Dengan bertambahnya umur, dapat meningkatkan

risiko hipertensi.

3) Keturunan (Genetik)

Adanya faktor genetik pada keluarga tertentu akan

menyebabkan keluarga itu mempunyai risiko menderita

hipertensi. Hal ini berhubungan dengan peningkatan kadar

sodium intraseluler dan rendahnya rasio antara potassium

terhadap sodium individu dengan orang tua dengan hipertensi

mempunya risiko dua kali lebih besar untuk menderita

27
hipertensi dari pada orang yang tidak mempunyai keluarga

dengan riwayat hipertensi. Selain itu didapatkan 70-80% kasus

hipertensi esensial dengan riwayat hipertensi dalam keluarga

(Anggraini, dkk, 2016)

b. Faktor resiko yang dapat dikontrol:

1) Obesitas

Pada usia pertengahan (+ 50 tahun) dan dewasa lanjut

asupan kalori sehingga mengimbangi penurunan kebutuhan

energi karena kurangnya aktivitas. Itu sebabnya berat badan

meningkat. Obesitas dapat memperburuk kondisi lansia.

Kelompok lansia karena dapat memicu timbulnya berbagai

penyakit seperti artritis, jantung dan pembuluh darah,

hipertensi (Rohendi, 2017).

Untuk mengetahui seseorang mengalami obesitas atau

tidak, dapat dilakukan dengan mengukur berat badan dengan

tinggi badan, yang kemudian disebut dengan Indeks Massa

Tubuh (IMT).

Rumus perhitungan IMT adalah sebagai berikut:

Berat Badan (kg)

IMT = ------------------------------------------------

Tinggi Badan (m) x Tinggi Badan (m)

Nilai IMT Artinya


18,4 kebawah Berat Badan Kurang

28
18,5-24,9 Berat Badan Ideal
25-29,9 Berat Badan Lebih
30-39,9 Gemuk
40 Ke atas Sangat Gemuk
Contoh:

Diketahui seorang pria dengan tinggi 165 cm mempunyai berat

badan 67 kg. Jika ingin menghitung IMT orang tersebut, Maka

proses menghitungnya adalah:

Jawab:

Berat Badan: 67 kg

Tinggi Badan: 165 cm: 1,65 m

IMT: Berat Badan

Tinggi Badan x Tinggi Badan

IMT: 67

1,65 x 1,65

IMT: 67

2,7225

IMT: 24,6

IMT berkorelasi langsung dengan tekanan darah, terutama

tekanan darah sistolik. Risiko relatif untuk menderita hipertensi

pada orang obesitas 5 kali lebih tinggi dibandingkan dengan

seorang yang berat badannya normal. Pada penderita hipertensi

ditemukan sekitar 20-30% memiliki berat badan lebih.

2) Kurang olahraga atau aktivitas

29
Olahraga banyak dihubungkan dengan pengelolaan

penyakit tidak menular, karena olahraga isotonik dan teratur

dapat menurunkan tahanan perifer yang akan menurunkan

tekanan darah (untuk hipertensi) dan melatih otot jantung

sehingga menjadi terbiasa apabila jantung harus melakukan

pekerjaan yang lebih berat karena adanya kondisi tertentu.

Kurangnya aktivitas fisik menaikan risiko tekanan

darah tinggi karena bertambahnya risiko untuk menjadi gemuk.

Orang-orang yang tidak aktif cenderung mempunyai detak

jantung lebih cepat dan otot jantung mereka harus bekerja lebih

keras pada setiap kontraksi, semakin keras dan sering jantung

harus memompa semakin besar pula kekuatan yang mendesak

arteri. Latihan fisik berupa berjalan kaki selama 30-60 menit

setiap hari sangat bermanfaat untuk menjaga jantung dan

peredaran darah. Bagi penderita tekanan darah tinggi, jantung

atau masalah pada peredaran darah, sebaiknya tidak

menggunakan beban waktu jalan. Riset di Oregon Health

Science kelompok laki-laki dengan wanita yang kurang

aktivitas fisik dengan kelompok yang beraktifitas fisik dapat

menurunkan sekitar 6,5% kolesterol LDL (Low Density

Lipoprotein) faktor penting penyebab pergeseran arteri

(Rohaendi, 2017).

3) Kebiasaan Merokok

30
Merokok menyebabkan peninggian tekanan darah.

Perokok berat dapat dihubungkan dengan peningkatan insiden

hipertensi maligna dan risiko terjadinya stenosis arteri renal

yang mengalami ateriosklerosis. Dalam penelitian kohort

prospektif oleh Dr. Thomas S Bowman dari Brigmans and

Women’s Hospital, Massachussetts terhadap 28.236 subyek

yang awalnya tidak ada riwayat hipertensi, 51% subyek tidak

merokok, 36% merupakan perokok pemula, 5% subyek

merokok 1-14 batang rokok perhari dan 8% subyek yang

merokok lebih dari 15 batang perhari. Subyek terus diteliti dan

dalam median waktu 9,8 tahun. Kesimpulan dalam penelitian

ini yaitu kejadian hipertensi terbanyak pada kelompok subyek

dengan kebiasaan merokok lebih dari 15 batang perhari (Bianti

Nuraini, 2015).

4) Mengkonsumsi garam berlebih

Badan kesehatan dunia yaitu World Health

Organization (WHO) merekomendasikan pola konsumsi garam

yang dapat mengurangi risiko terjadinya hipertensi. Kadar

yodium yang direkomendasikan adalah tidak lebih dari 100

mmol (sekitar 2,4 gram yodium atau 6 gram garam) perhari.

Konsumsi natrium yang berlebih menyebabkan konsentrasi

natrium didalam cairan ekstraseluler meningkat. Untuk

menormalkannya cairan intraseluler ditarik keluar, sehingga

31
volume cairan ekstraseluler tersebut menyebabkan

meningkatnya volume darah, sehingga berdampak kepada

timbulnya hipertensi (Wolff, 2008).

5) Stres

Stres dapat meningkatkan tekanan darah sewaktu-

waktu. Hormon adrenalin akan meningkat sewaktu stres, dan

dapat mengakibatkan jantung memompa darah lebih cepat

sehingga tekanan darah pun meningkat. Penelitian yang

dilakukan oleh (Islami, 2015), terdapat hubungan yang sangat

bermakna antara stres dan hipertensi pada pasien rawat jalan di

Puskesmas Rapak Mahang Kabupaten Kutai Kartanegara

Provinsi Kalimantan Timur.

2.3 Konsep Senam Ergonomik

2.3.1 Definisi Senam Ergonomik

Senam ergonomik adalah satu metode yang praktis dan efektif

dalam memelihara kecerdasan tubuh yaitu dengan melakukan latihan

senam ergonomis secara rutin (Wratsongko, 2014). Senam ergonomik

atau senam inti prima raga adalah tekhnik senam untuk mengembalikan

atau membetulkan posisi dan kelenturan sistem saraf dan aliran darah,

memaksimalkan supply oksigen ke otak, membuka sistem kecerdasan,

sistem keringat, sistem pemanas tubuh, sistem pembakaran asam urat,

kolesterol, gula darah, asam laktat, christal oxalate, sistem konversi

32
karbohidrat, sistem pembuatan elektrolit atau ozon dalam darah, sistem

kesegaran tubuh, dan sistem kekebalan tubuh dari energi negative atau

virus, serta sistem pembuangan energi negative dari dalam tubuh

(Wratsongko, 2008). Gerakan-gerakam senam ergonomis sesuai dengan

kaidah-kaidah penciptaan tubuh yang diilhami dari gerakan shalat

(Sagiran, 2015).

2.3.2 Tekhnik dan Manfaat Senam Ergonomik

Nama- nama gerakan senam ergonomik itu diilhami oleh ayat

Al-Qur`an. Allah SWT berfirman dalam surat Ali Imran ayat 190-191:

“sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih

bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang

yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri

atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan

tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “ Ya Tuhan

Kami, Tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha suci

Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka” (QS, Surat Ali

Imran 03: 190-191).

Adapun nama-nama gerakam senam ergonomik juga diambil

melaui ilham dari dua ayat diatas dan inilah adalah ciri ulul albad “ciri

orang yang berakal” yang oleh Allah digambarkan orang yang selalu

ingat dalam keadaan berdiri, duduk, maupun berbaring. Oleh karena itu

gerakan pembuka dalam senam ergonomik diberi nama gerakan berdiri

sempurna. Kemudian gerakan pertama diberi nama gerakan lapang dada

33
dimana dalam gerakan itu membuat rongga dada menjadi terbuka lebar

bahkan paling lebar pada saat melakukan gerakan tersebut.

Gerakan kedua adalah gerakan tunduk syukur dimana kita

melakukan gerakan seperti tunduknya orang yang sedang rukuk.

Gerakan pembuka dan dua gerakan pertama dilakukan dengan posisi

berdiri, sedangkan gerakan ketiga yaitu gerakan duduk perkasa, gerakan

itu menggunakan posisi duduk. Sedangkan gerakan keempat adalah

gerakan duduk pembakaran. Duduk ini berfungsi untuk mengaktifkan

titik-titik kesehatan yang ada dikaki. Disamping itu, duduk ini juga

merupakan latihan intensif terhadap pertumbuhan pembuluh darah

kolateral ditungkai bawah.

Dua gerakan diatas, yaitu gerakan ketiga dan keempat

dilakukan dalam posisi duduk. Sedangkan gerakan kelima dilakukan

dalam posisi berbaring sehingga dinamakan gerakan berbaring pasrah.

Gerakan pembuka dan lima gerakan senam ergonomik ini merupakan

gerakan dasar dari senam ergonomik. Gerakan-gerakan tersebut

dilakukan berangkai sebagai latihan senam rutin setiap hari, atau

sekurang-kurangnya 2 kali dalam seminggu. Masing-masing gerakan

juga dapat dilakukan secara terpisah, disela-sela kegiatan atau bekerja

sehari-hari.

Selama melakukan senam ergonomik terjadi kontraksi otot

skeletal (rangka) yang akan menyebabkan respons mekanik dan

kimiawi. Menurut Roni ( 2013). Respons mekanik pada saat otot

34
berkontraksi dan berelaksasi menyebabkan kerja katup vena menjadi

optimal sehingga darah yang mengalir ke ventrikel kanan menjadi

meningkat.

Pengukuran tekanan darah dilakukan 30 menit sebelum dan

sesudah senam ergonomik. Tekanan darah dikendalikan secara refleks

oleh sistem otonom, yang disebut refleks baroreseptor (kidney dalam

syahrani, 2017). Fungsi Baroreseptor adalah sebagai pengontrol pada

perubahan akut tekanan darah (Brown dalam Syahrani, 2017). Setelah

senam akan terjadi penurunan aktivitas kardiovaskuler. Baroreseptor

akan merespon dan memberikan penurunan denyut jantung dan

kontraktilasi jantung serta penurunan tekanan darah. Baroreseptor

bertugas untuk mengembalikan keadaan tubuh menjadi seimbang.

Penurunan darah akan turun dibawah normal dan berlangsung selama

30-120 menit. Penurunan darah terjadi karena adanya pelebaran dan

relaksasi pada pembuluh darah (Syahrani, 2017).

Teknik dan manfaat senam ergonomik menurut (Sagiran, 2015)

dan (Wratsongko, 2014):

a. Gerakan Lapang Dada

1) Cara: dari posisi berdiri sempurna, kedua tangan menjuntai

kebawah, kemudian dimulai dengan gerakan memutar

kebawah, kemudian dimulai dengan gerakan memutar lengan.

Tangan diangkat lurus kedepan, lalu keatas, terus kebelakang,

terus kembali menjuntai kebawah. Satu putaran, disambung

35
dengan putaran berikutnya sehingga seperti baling-baling.

Posisi kaki dijinjitkan diturunkan, mengikuti irama gerakan

tangan.

Gambar. 2.1 Lapang dada

2) Pernafasan: pola nafas dengan sendirinya akan mengikuti

gerakan putaran lengan. Pada saat tangan diatas tulang-tulang

rusuk saling meregang, ikut terangkat bagian depannya

sehingga rongga dada akan berada dalam ukuran paling lebar,

tekanan udara nafas didalam menjadi negative, udara segar dari

luar mengalir masuk. Sedangkan pada saat tangan bergerak ke

belakang dan turun, rongga dada kembali mengecil, udara akan

keluar.

3) Frekuensi : untuk senam, gerakan ini dialakukan 40 kali

putaran, satu gerakan butuh waktu 4 detik, sebagai gerakan

aerobic. Keseluruhan 40 kali putaran akan selesai dalam waktu

4 menit. Akan tetapi, bisa juga gerakan putaran dipercepat,

36
berikutnya bahkan bisa dilakukan dengan sangat cepat seperti

gerakan baling-baling.

4) Manfaat: akan mengaktifkan fungsi organ, karena seluruh

sistem saraf menarik titik-titik kesehatan yang tersebar

diseluruh tubuh. Putaran lengan adalah sebagaimana putaran

generator listrik sehingga gerakan memutar lengan kebelakang

adalah gerakan membangkitkan biolistrik didalam tubuh

sekaligus terjadi sirkulasi oksigen yang cukup, sehingga tubuh

akan terasa segar dan adanya tambahan energi.

b. Gerakan Tunduk Syukur

1) Cara: dimulai dengan mengangkat tangan lurus keatas,

kemudian tangan membungkuk, tangan kemudian meraih mata

kaki, dipegang kuat, tarik, cengkeram seakan-akan mau

mengangkat tubuh. Posisi kaki tetap seperti semula. Pada saat

itu kepala mendongak dan pandangan diarahkan kedepan.

Setelah itu kembali ke posisi berdiri dengan lengan menjuntai.

Gambar. 2.2 Tunduk Syukur

37
2) Pernafasan: saat mulai menggerakan tangan hingga tangan

sampai keatas, tarik nafas dalam-dalam. Saat mulai

membungkuk badan, buang nafas sedikit demi sediki, tetapi

jangan habiskan hingga tangan mencengkram dan menarik ke

pergelangan kaki ketika kepala mendongak, kita masih

menyimpan kira-kira separuh nafas. Pada posisi terakhir ini

nafas ditahan didada sampai sekuatnya. Nafas dibuang saat

kembali keposisi berdiri. Segera ambil nafas baru 3-4 kali

sebelum melanjutkan gerakan.

3) Frekuensi: gerakan kedua ini dilakukan 5 kali. Umumnya I kali

gerakan selesai dalam 35 detik ditambah 10 detik untuk jeda

nafas. Keseluruhan 5 kali gerakan dalam waktu 4 menit.

4) Manfaat: gerakan ini adalah gerakan memasok oksigen ke

kepala dan mengembalikan posisi tulang punggung supaya

tegak. Gerakan ini akan melonggarkan otot-otot punggung

bagian bawah, paha, dan betis. Gerakan ini juga akan

mempermudah untuk persalinan bagi ibu-ibu hamil yang

melakukan secara rutin. Juga dapat membantu menyembuhkan

berbagai macam penyakit yang menyerang tulang belakang

meliputi ruas tulang punggung, ruas tulang leher, ruas tulang

pinggang, dan tulang ekor. Bagi mereka yang terkena penyakit

38
sinusitis dan asma, sesaat sesudah melakukan gerakan ini bisa

langsung dirasakan manfaatnya.

c. Duduk Perkasa

1) Cara: dari posisi sebelumnya, jatuhkan kedua lutut ke lantai,

posisi kedua telapak kaki tegak berdiri, jari-jari kaki tertekuk

mengarah kedepan, tangan mencengkram pergelangan kaki.

Mulai gerakan seperti mau sujud tetapi kepala mendongak,

pandangan kedepan, jadi dagu hampir menyentuh lantai.

Setelah beberapa saat (satu tahanan nafas) kemudian kembali

keposisi duduk perkasa.

Gambar. 2.3 Duduk Perkasa

39
2) Pernafasan: sesaat sebelum melakukan gerakan sujud, ambil

nafas dalam-dalam. Saat mulai membungkukan badan, buang

nafas sedikit-sedikit, hingga saat dagu menyentuh lantai, masih

menyimpan kira-kira separuh nafas. Pada posisi terakhir ini

nafas ditahan didada, selama mungkin. Jangan coba-coba

bernafas normal pada posisi ini, karena akan ada rasa nyeri

disekat rongga badan. Nafas dibuang saat kembali keposisi

duduk. Segera ambil nafas baru 3-4 kali sebelum melanjutkan

gerakan.

3) Frekuensi: gerakan ini dialakukan 5 kali. Umunya 1 kali

gerakan selesai dalam waktu 35 detik ditambah 10 detik untuk

nafas jeda. Keseluruhan 5 kali gerakan akan selesai dalam

waktu 4 menit.

4) Manfaat: gerakan duduk perkasa adalah gerakan untuk

meningkatkan daya tahan tubuh dan meningkatkan

keperkasaan. Sujud dengan posisi jari-jari ditekuk. Gerakan

40
sujud ini akan membuat otot dada dan sela iga menjadi kuat,

sehingga rongga dada menjadi lebih besar dan paru-paru akan

berkembang dengan baik dan dapat menghisap oksigen lebih

banyak. Lutut yang membentuk sudut yang tepat

memungkinkan otot perut berkembang. Menambah aliran darah

kebagian atas tubuh, terutama kepala, mata, telinga, hidung

serta paru-paru. Memungkinkan toksin-toksin dibersihkan oleh

darah, bermanfaat memanfaatkan posisi “benar” pada janin

(bagi ibu hamil) mengontrol tekanan darah tinggi, serta

menambah elastisitas tulang itu sendiri. Sujud dengan posisi

duduk perkasa jari-jari kaki ditekuk akan membantu mereka

yang menderita migrain, vertigo, pusing, mual, dan lain-lain.

Saat jari-jari ditekuk seluruh titik kesehatan aktif membuang

sampah biolistrik. Bagi yang menderita sakit seperti diatas,

akan terasa sakit sekali awalnya tapi lama-kelamaan akan

hilang. Biasanya saat duduk perkasa ada angin yang berputar

diperut dan langsung buang angin. Gerakan ini membantu juga

bagi yang sulit buang air besar karena pencernaan akan

terbantu.

d. Gerakan Duduk Membakar

1) Cara: dari posisi sebelumnya, kedua telapak kaki dihamparkan

kebelakang, sehingga kita duduk beralaskan telapak kaki

(bersimpuh, duduk sinden). Tangan berada dipinggang. Mulai

41
gerakan seperti akan sujud tetapi kepala mendongak,

pandangan kedepan, dan dagu hampir menyentuh lantai.

Setelah beberapa saat (satu tahanan nafas) kemudian kembali

keposisi duduk pembakaran.

Gambar. 2.4 Duduk membakar

2) Pernafasan: sesaat sebelum memulai gerakan akan sujud, ambil

nafas dalam-dalam. Saat mulai membungkukkan badan, buang

nafas sedikit-sedikit, hingga saat dagu hampir menyentuh lantai

kita masih menyimpan kira-kira separuh nafas. Pada posisi

terakhir ini nafas ditahan didada sekuatnya. Nafas dibuang saat

kembali keposisi duduk. Segera ambil nafas baru 3-4 kali

sebelum melanjutkan gerakan.

3) Frekuensi: gerakan ini dilakukan 5 kali. Umumnya 1 kali

gerakan selesai dalam waktu 35 detik ditambah 10 detik untuk

nafas jeda. Keseluruhan 5 kali gerakan akan selesai dalam

waktu 4 menit.

42
4) Manfaat: gerakan ini untuk memperkuat otot pinggang dan

memperkuat ginjal, sujud dengan posisi duduk pembakaran

atau dengan alas punggung kaki akan membakar lemak dan

racun dalam tubuh. Saat duduk pembakaran, titik pembakaran

dipunggung kaki diaktifkan. Bagi mereka yang menderita asam

urat, keracunan obat, keracunan makanan atau kondisi badan

yang sedang lemah akan merasakan seperti terbakar. Gerakan

ini sebaiknya dilakukan setiap saat misalnya, sambil menonton

tv.

e. Gerakan Berbaring Pasrah (Masa Pendinginan)

1) Cara: dari posisi duduk pembakaran, rebahkan tubuh

kebelakang. Ini gerakan paling berat meskipun terlihat sepele.

Berbaring pada tungkai pada posisi menekuk dilutut. Ini harus

hati-hati, mungkin harus dengan cara bertahap. Jika sudah

rebah, tangan diluruskan keatas kepala, kesamping kanan kiri

maupun kebawah menempel badan. Pada saat itu tangan

memegang betis, tarik seperti mau bangun, dengan rileks,

kepala bisa didongakkan dan digerak-gerakan kekanan-kiri.

Posisi dan gerakan ini dilakukan secara berulang-ulang sampai

mau bangun. Gerakan ini cukup satu kali tetapi dipertahankan

selama beberapa menit sekuatnya.

43
Gambel. 2.5 Gerakan Berbaring Pasrah

2) Pernafasan: nafas dibiarkan mengalir dengan sendirinya,

karena ini gerakan relaksasi terakhir, sekaligus memaksimalkan

kelenturan tubuh.

3) Frekuensi: gerakan ini sebaiknya dilakukan minimal 5 menit.

Sudah termasuk geraka kepala dan leher serta ayunan tangan

keatas, samping maupun bawah. Sekali lagi jangan terlalu

memaksakan diri,baik rebahnya maupun bangunnya.

4) Manfaat: gerakan ini bermanfaat untuk memperkuat otot-otot

bagian bawah dan bermanfaat untuk diet.

44
2.3.3 Kerangka Kerja Senam Ergonomik Terhadap Penurunan

Tekanan Darah

Hipertensi
 Usia
 Jenis Kelamin
 Stres
 Kebiasaan Merokok
Potensi Reseptor Sinus  Pola Makan
Karotis Dan Arkus Aorta
 Obesitas

Efek lepas muatan


disaraf eferen
Peran Perawat

 Pemberi asuhan
Pusat Kardiovaskuler
keperawatan

Terjadi respon
mekanik dan Terapi complementer
kimiawi
Senam Ergonomik
Saraf Simpatis

Peningkatan
produksi hormone
endofrin

Memicu terjadinya
peningkatan refleks
Baroreseptor

Penurunan tekanan
darah

45

Anda mungkin juga menyukai