Anda di halaman 1dari 15

IPTEKS DALAM ISLAM DAN PAJAK MENURUT ISLAM

MAKALAH

diajukan untuk memenuhi tugas perkuliahan Pendidikan Agama


yang dibina oleh Arsyadani Mishbahuddin, M.Pd.i

RHIMA INTAN KURNIASIH


NPM A1A022010

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SARTRA INDONESIA


JURUSAN BAHASA DAN SENI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS BENGKULU
2022
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Allah Yang Maha Esa, sebagai pencipta atas segala kehidupan
yang senantiasa memberikan rahmat sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah
yang berjudul IPTEK dalam Islam dan Pajak Menurut Islam ini.

Dalam kesempatan ini, penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada dosen
mata kuliah pendidikan Agama Islam, Bapak Arsyadani Misbahuddin, M.Pd.i, karena telah
memberikan kesempatan bagi penulis untuk mengerjakan tugas ini sehingga penulis
mengetahui sedikit banyak mengenai bahasan dari makalah ini.

Penulis menyadari bahwa penyusunan makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh
karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun guna perbaikan
di masa yang akan datang. Harapan penulis semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua
yang membacanya.

Bengkulu, 5 Desember 2022

Penulis
DAFTAR ISI
JUDUL
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
D. Manfaat
BAB II PEMBAHASAN
A. IPTEKS Dalam Islam
B. Pajak Dalam Islam
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Di era modernisasi ini, perkembangan teknologi (IPTEK) dan perpajakan memberikan
dampak yang besar pada seluruh aspek kehidupan bermasyarakat dan berbangsa.

Manusia adalah makhluk paling sempurna ciptaan Allah SWT. Akallah yang
membedakan kesempurnaan manusia dengan makhluk lainnya. Dengan akal yang diberikan
oleh Allah SWT, manusia harus mengembangkannya melalui pengajaran ilmu penetahuan.

Islam mendorong manusia untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi


(IPTEK), dan Islam menekankan pengembangan dan penguasaan teknologi sebagai sarana
beribadah kepada Allah SWT. Suprodjo Pusposutardjo dalam tulisannya, Posisi Alquran
terhadap Ilmu dan Teknologi mengatakan, bagi umat Islam yang beriman kepada Al Quran,
mempelajari perkembangan iptek merupakan salah satu bentuk keyakinannya. Juga telah
ditunjukkan dengan jelas bahwa orang-orang berpengetahuan mendapatkan imbalan yang
berharga di penghujung hari.

Oleh karena itu, sebagai umat Islam, kita harus memahami dan berpartisipasi dalam
pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk kepentingan hidup seluruh umat
manusia serta menelaah bagaimana pandangan Islam tentang IPTEK guna memperluas
pemahaman Islam secara menyeluruh, bukan hanya sebagian, dan untuk memajukan umat
Islam dalam segala bidang.

Kemudian Sebagai warga negara yang baik dan bertanggung jawab, kita harus memenuhi
hak dan kewajiban kita dengan membayar pajak wajib. Karena pajak ini merupakan
sekumpulan dana yang digunakan untuk melaksanakan pembangunan negara

Dalam pandangan Islam, pajak merupakan salah satu muamalah dalam bidang ekonomi.
Apabila sumber utama penerimaan negara seperti zakat, infak, dan sedekah tidak mampu
memenuhi kebutuhan tersebut, maka otoritas dapat menetapkan pajak sebagai tambahan
penerimaan untuk menutupi kekurangan atau kekurangan kas negara.

Di Indonesia, umat Islam diwajibkan membayar pajak kepada mereka yang memenuhi
persyaratan, sebagaimana diwajibkan oleh undang-undang. Pembayaran pajak merupakan
wujud kewajiban pemerintah dan peran wajib pajak dalam memenuhi kewajiban
perpajakannya secara langsung dan kolektif untuk pembiayaan pemerintah dan pembangunan
nasional. Menurut undang-undang perpajakan, membayar pajak bukan hanya kewajiban,
tetapi hak setiap warga negara untuk ikut serta dalam keuangan negara dan pembangunan
nasional dalam bentuk bagian. Namun, ada pro dan kontra di kalangan umat Islam karena
mereka wajib membayar zakat untuk kekayaan dan pendapatan yang memenuhi syarat. Oleh
karena itu, kita perlu memahami lebih jauh seperti apa perpajakan di Indonesia dari sudut
pandang Islam.

B. RUMUSAN MASALAH
 Rumusan Masalah IPTEK Dalam Islam
1) Bagaimana Pradigma Islam Terhadap IPTEK?
2) Bagaimana Pradigma Islam tentang Modernisasi?
3) Bagaimana Kontribusi Umat Islam terhadap Modernisasi?
 Rumusan Masalah Pajak Menurut Islam
1) Jelasakan Pengertian Pajak secara Umum dan Menurut Pandangan Islam?
2) Jelaskan Fungsi Pajak?
3) Jelaskan Sebab-Sebab Munculnya Pajak Dalam Islam?
4) Jelaskan Landasan Hukum Pajak Menurut Islam?
5) Jelaskan Hukum Membayar Pajak Dalam Islam?

C. Tujuan
1. Untuk Memenuhi Tugas Agama Islam
2. Untuk Mengetahui Pradigma Islam Tehadap IPTEK
3. Untuk Mengetahui Paradigma Islam Yentang Modernisasi.
4. Untuk Mengetahui Kontribusi Islam Terhadap Modernisasi.
5. Untuk Mengetahui Konsep Pajak Dalam Islam.
6. Untuk Mengetahui Fungsi Pajak Menurut Islam.
7. Untuk Mengetahui Penyebab Muncul Pajak Dalam Islam.
8. Untuk Mengetahui Landasan Hukum Pajak Menurut Islam.
9. Untuk Mengetahui Hukum Membayar Pajak Dalam Islam.

D. Manfaat
Manfaat dari makalah ini adalah agar pembaca dan penulis lebih memahami bagaimana
konsep IPTEK menurut islam dan mengenai konsep Pajak dalam islam.
BAB II
PEMBAHASAN

A. IPTEK Dalam Islam

1. Pradigma Islam Terhadap IPTEK


Ilmu merupakan sarana untuk membantu manusia dalam mencapai tujuan hidupnya.
Setiap ilmu pengetahuan akan menghasilkan teknologi yang kemudian akan diterapkan pada
masyarakat. Adapun tujuan manusia dalam hidup ini, banyak kemungkinan dimana segala
sesuatu ditentukan oleh niatnya, sebagaimana dikatakan, “Segala perbuatan tergantung
niatnya”. Penempatan ilmu itu sendiri sebagai ilmu dasar jelas netral. Setelah orang
menggunakannya untuk mencapai suatu tujuan, penilaian dapat dibuat, apakah
penggunaannya dapat dibenarkan secara agama.

Dalam ajaran hukum Islam, ditegaskan bahwa tidak sama antara orang yang berilmu
dengan orang yang tidak berilmu. Orang yang berilmu jelas lebih baik dan lebih utama
daripada orang yang tidak berilmu. Sebagaimana disebutkan dalam surat al-Mujadala ayat 11,
Islam menegaskan ilmu pengetahuan baik secara langsung maupun secara tersamar

"Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang
diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu
kerjakan”. Artinya adalah dari golongan orang-orang mukmin, Allah SWT akan mengangkat
derajat mereka, yaitu orang-orang yang berilmu.

Dalam Al-qur’an dan Hadist sangat banyak ayat-ayat yang menerangkan hubungan
tentang ajaran Islam dengan ilmu pengetahuan serta pemanfaatannya yang kita sebut Iptek.
Hubungan tersebut dapat berbentuk semacam perintah yang mewajibkan, menyurum
mempelajari, pernyataan-pernyataan, bahkan ada yang berbentuk sindiran. Kesemuanya itu
tidak lain adalah menggambarkan betapa eratnya hubungan antara Islam dan Iptek sebagai
hal yang tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya. Tegasnya hubungan antara Islam
dan Iptek adalah sangat erat dan menyatu.

Dari perspektif Islam, sains dan teknologi juga digambarkan sebagai alat untuk
mengubah satu sumber daya menjadi sumber daya lain yang lebih bernilai. Hal ini diatur
dalam surat Ar-Ra`d syat 11. Sesungguhnya Allah tidak merobah keadaan sesuatu kaum
sehingga mereka merobah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. Dari ayat ini kita
dapat menyimpulkan bahwa Al-Qur'an pada dasarnya telah mendorong manusia untuk
menggunakan teknologi untuk meningkatkan taraf hidup mereka. Upaya ini harusnya sebagai
bentuk rasa syukur dengan mengembangkan terus keberhasilan itu, sehingga dari waktu
kewaktu keberhasilan itu akan selalu meningkat terus.

Di dalam Al-Qur’an disebutkan juga secara garis besar, tentang teknologi. Yaitu tentang
kejadian alam semesta dan berbagai proses kealaman lainnya seperti penciptaan makhluk
hidup, termasuk manusia, didorong oleh keinginan untuk mengetahui tentang munculnya
alam semesta dan berbagai proses alam lainnya, didorong oleh akal untuk menelaah segala
sesuatu yang ada di sekitarnya. Al-Qur'an bukanlah buku tentang kosmologi, biologi, atau
ilmu pengetahuan secara umum, tetapi ketika membahas teknologi, Al-Qur'an sangat
membantu.

Kemudian peran Islam dalam perkembangan iptek pada dasarnya ada dua. Pertama,
menjadikan Aqidah Islam sebagai paradigma ilmu pengetahuan. . Paradigma Islam ini
menyatakan bahwa Aqidah Islam wajib dijadikan landasan pemikiran (qa’idah fikriyah) bagi
seluruh ilmu pengetahuan (Ilmi, 2012). Ini berarti menjadi standar bagi segala ilmu
pengetahuan. Maka ilmu pengetahuan yang sesuai dengan Aqidah Islam dapat diterima dan
diamalkan, sedang yang bertentangan dengannya, wajib ditolak dan tidak boleh diamalkan.
Kedua, menjadikan Syariah Islam (yang lahir dari Aqidah Islam) sebagai standar bagi
pemanfaatan iptek dalam kehidupan sehari-hari (Ainiyah, 2013), artinya bahwa Syariah Islam
harus dijadikan standar pemanfaatan iptek (Hasibuan, 2014). Ketentuan halal-haram (hukum-
hukum syariah Islam) wajib dijadikan tolok ukur dalam pemanfaatan iptek, bagaimana pun
juga bentuknya. Iptek yang boleh dimanfaatkan, adalah yang telah dihalalkan oleh syariah
Islam. Sedangkan iptek yang tidak boleh dimanfaatkan, adalah yang telah diharamkan syariah
Islam.

Dari berbagai penjelasan di atas, kita dapat melihat bagaimana Islam memandang
IPTEK. Melalui pedoman utamanya (Al-Quran) menyebutkan banyak hal yang berkaitan
dengan iptek, menunjukkan bahwa Islam sangat berkaitan dengan iptek. Oleh karena itu,
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan manifestasi dari makna Al-Qur'an
yang sebenarnya. Isinya banyak menganjurkan manusia untul merefleksi dan
mengembangkan potensi pengetahuan. Namun sayangnya, umat Islam sangat rendah dalam
bidang iptek dan tertinggal dalam pembangunan dengan non-Muslim. Mudah-mudahan
dengan ini umat Islam mau dengan sadar memperdalam ilmunya dalam berbagai hal agar
menjadi orang yang bertakwa, berilmu tinggi dan baik.
2. Pradigma Islam tentang Modernisasi

Modernisasi adalah proses perubahan dari keadaan tradisional menuju masyarakat yang
lebih maju (modern) atau kontemporer. Proses ini merupakan perubahan sikap dan pola pikir
masyarakat agar mampu memenuhi tuntutannya saat ini.

Dalam menyikapi derasnya arus modernisasi yang datang, Islam mempunyai cara
tersendiri untuk tetap mempertahankan eksistensinya, ditengah-tengah pesatnya modernisasi.
Yaitu dengan cara tetap mempertahankan tradisi yang sudah ada, namun dengan sedikit
mengkolaborasikannya dengan budaya modern.

Islam adalah agama yang sangat menghargai semua perbedaan dalam cara pandang
orang, cara melakukan sesuatu, dan cara berpikir. Oleh karena itu, pandangan, pemikiran, dan
sikap manusia terhadap modernisasi bernilai tinggi dalam Islam selama masih sejalan dengan
nilai-nilai syariat Islam. Oleh karena itu, Islam tidak melarang manusia untuk tidak mengikuti
perkembangan zaman yang semakin modern. Malahan Islam sangat menganjurkan, akan
tetapi tetap dalam naungan nilai-nilai syari'at Islam serta tidak menyalahi norma-norma Islam
itu sendiri.

Dalam Islam yang tidak dibenarkan adalah Westernisasi, yaitu total way of life
di mana faktor yang paling menonjol adalah sekularisme, sebab sekulraisme selalu
berkaitan dengan ateisme.

Inti dari modernisasi yang kemudian menjadi esensial dan sejalan dengan ajaran
agama Islam adalah rasionalisasi yakni usaha untuk menundukkan segala tingkah laku
kepada kalkulasi dan pertimbangan akal. Rasionalisasi pada selanjutnya akan mendorong
ummat Islam untuk bisa bersikap kritis dan meninggalkan taqlid yang dikecam dalam
Islam. Dengan demikian, pada dasarnya modernisasi bukanlah sebuah esensi yang
bertentangan dengan ajaran dasar agama Islam.

3. Kontribusi Umat Islam terhadap Modernisasi

Modernitas yang melanda dunia Umat Islam, dengan segala bentuk efek positif-
negatifnya, menjadi tantangan yang harus dihadapi oleh umat Islam ditengah kondisinya yang
sedang terpuruk di saat ini. Umat Islam dituntut bekerja ekstra keras untuk dapat
mengembangkan segala potensinya untuk menyelesaikan permasalahannya. Tajdid sebagai
upaya menjaga dan melestarikan ajaran Islam menjadi pilihan yang harus dimanfaatkan
secara maksimal oleh umat Islam. Upaya tajdid harus terus dilakukan, tidak boleh berhenti
meski memerlukan biaya yang besar.

Oleh karena itu masyarakat harus memilih mana yang dianggap manfaat dan mana yang
dianggap mudarat. Masyarakat Islam harus menjadi modern tetapi harus tetap berada di
dalam koridor ajaran Islam yang selalu mengagungkan terhadap penetapan norma-norma
yang selalu berguna bagi umat manusia. Berusaha bersikap selektif terhadap modernisasi.
Memperkuat iman dan takwa agar tidak salah langkah. Tidak memperburuk keadaan dengan
ikut-ikutan ke arah negatif dalam pengaruh modernisasi.

A. Pajak Dalam Islam

1. Pengertian Pajak secara Umum dan Menurut Pandangan Islam

Pajak (dari bahasa Latin taxo; "rate") adalah kontribusi wajib kepada negara yang
terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang,
dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara
bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan
yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan
secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesarbesarnya kemakmuran
rakyat. Pembayaran pajak merupakan perwujudan dari kewajiban kenegaraan dan peran serta
Wajib Pajak untuk secara langsung dan bersama-sama melaksanakan kewajiban perpajakan
untuk pembiayaan negara dan pembangunan nasional. Sesuai falsafah undang-undang
perpajakan, membayar pajak bukan hanya merupakan kewajiban, tetapi merupakan hak dari
setiap warga Negara untuk ikut berpartisipasi dalam bentuk peran serta terhadap pembiayaan
negara dan pembangunan nasional.

Kata pajak dalam bahasa Arab disebut Adh-Dharibah yang artinya pungutan yang ditarik
dari rakyat oleh para penarik pajak. Menurut Imam Al Ghazali, pajak ialah apa yang
diwajibkan oleh penguasa (pemerintahan Muslim) kepada orang-orang kaya dengan menarik
dari mereka apa yang dipandang dapat mencukupi (kebutuhan masayarakat dan neagra secara
umum) ketika tidak ada kas di dalam baitul mal.
Abdul Qadim Zallum berpendapat, “pajak adalah harta yang diwajibkan Allah Swt.
Kepada kaum muslimin untuk membiayai berbagai kebutuhan dan pos-pos pengeluaran yang
memang diwajibkan atas mereka pada kondisi baitul mal tidak ada uang atau harta”.

Pajak adalah harta yang diwajibkan Alloh SWT kepada kaum muslim untuk membiayai
berbagai kebutuhan dan pos-pos pengeluaran yang memang diwajibkan atas mereka. Pajak
dan zakat merupakan dua istilah yang berbeza dari segi sumber atau dasar pemungutannya,
namun sama dalam hal sifatnya sebagai upaya mengambil atau memungut kekayaan dari
masyarakat untuk kepentingan sosial, zakat untuk kepentingan yang diatur agama atau Allah
SWT sedangkan Pajak digunakan untuk kepentingan yang diatur Negara melalui proses
demokrasi yang sah. Istilah pajak lahir dari konsep negara sedangkan zakat lahir dari konsep
Islam.

2. Fungsi Pajak

Pajak mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan bernegara, khususnya
di dalam pelaksanaan pembangunan karena pajak merupakan sumber pendapatan negara
untuk membiayai semua pengeluaran termasuk pengeluaran pembangunan. Silahkan disimak
berbagai fungsi pajak pada uraian di bawah ini.

 Fungsi Anggaran (Budgetair)

Sebagai sumber pendapatan negara, pajak berfungsi untuk membiayai pengeluaran-


pengeluaran negara. Untuk menjalankan tugas-tugas rutin negara dan melaksanakan
pembangunan, negara membutuhkan biaya. Biaya ini dapat diperoleh dari penerimaan pajak.
Dewasa ini pajak digunakan untuk pembiayaan rutin seperti belanja pegawai, belanja barang,
pemeliharaan, dan lain sebagainya. Untuk pembiayaan pembangunan, uang dikeluarkan dari
tabungan pemerintah, yakni penerimaan dalam negeri dikurangi pengeluaran rutin. Tabungan
pemerintah ini dari tahun ke tahun harus ditingkatkan sesuai kebutuhan pembiayaan
pembangunan yang semakin meningkat dan ini terutama diharapkan dari sektor pajak.

 Fungsi Mengatur (Regulerend)

Pemerintah bisa mengatur pertumbuhan ekonomi melalui kebijaksanaan pajak. Dengan


fungsi mengatur, pajak bisa digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan. Contohnya dalam
rangka menggiring penanaman modal, baik dalam negeri maupun luar negeri, diberikan
berbagai macam fasilitas keringanan pajak. Dalam rangka melindungi produksi dalam negeri,
pemerintah menetapkan bea masuk yang tinggi untuk produk luar negeri.

 Fungsi Stabilitas

Dengan adanya pajak, pemerintah memiliki dana untuk menjalankan kebijakan yang
berhubungan dengan stabilitas harga sehingga inflasi dapat dikendalikan, Hal ini bisa
dilakukan antara lain dengan jalan mengatur peredaran uang di masyarakat, pemungutan
pajak, penggunaan pajak yang efektif dan efisien.

 Fungsi Redistribusi Pendapatan

Pajak yang sudah dipungut oleh negara akan digunakan untuk membiayai semua
kepentingan umum, termasuk juga untuk membiayai pembangunan sehingga dapat membuka
kesempatan kerja, yang pada akhirnya akan dapat meningkatkan pendapatan masyarakat.

3. Sebab-Sebab Munculnya Pajak Dalam Islam

Ada beberapa kondisi yang menyebabkan munculnya Pajak, Pertama disebabkan


Ghanimah(harta rampasan perang) dan Fay’i berkurang (bahkan tidak ada). Pada masa
pemerintahan Rasulullah SAW dan Shahabat, Pajak (Dharibah) belum ada, karena dari
pendapatan Ghanimah dan Fay’i sudah cukup untuk membiayai berbagai pengeluaran umum
negara. Namun setelah setelah ekspansi Islam berkurang, maka Ghanimah dan Fay’i juga
berkurang, bahkan sekarang tidak ada lagi karena kaum Muslim sudah jarang berperang.

Kedua, munculnya Pajak (Dharibah) karena terbatasnya tujuan penggunaan Zakat. Walaupun
penerimaan Zakat meningkat karena makin bertambahnya jumlah kaum Muslim, namun
Zakat tidak boleh digunakan untuk  kepentingan umum seperti menggaji tentara, membuat
jalan raya, membangun masjid, apalagi untuk non Muslim sebagaimana perintah Allah SWT
pada QS.[9]:60.

Ketiga, munculnya Pajak (Dharibah) karena mencari jalan pintas untuk pertumbuhan
ekonomi. Banyak negara-negara Muslim memiliki kekayaan sumber daya alam (SDA) yang
melimpah. Namun mereka kekurangan modal untuk mengeksploitasinya, Jika SDA tidak
diolah, maka negara-negara Muslim tetap saja menjadi negara miskin. Atas kondisi ini, para
ekonom Muslim mengambil langkah baru, berupa pinjaman (utang) luar negeri untuk
membiayai proyek-proyek tersebut, dengan konsekuensi membayar utang tersebut dengan
Pajak.

Keempat, sebab munculnya Pajak (Dharibah) adalah karena Imam (Khalifah) berkewajiban
memenuhi kebutuhan rakyatnya. Khalifah diperbolehkan berutang atau memungut Pajak
(Dharibah). Jika terjadi kondisi Baitul Mal kekurangan atau kosong (karena tidak ada
Ghanimah dan Fay’i atau Zakat), karena seorang Imam (khalifah) tetap wajib mengadakan
tiga kebutuhan pokok rakyatnya yaitu Keamanan, Kesehatan dan Pendidikan.

4. Landasan Hukum Pajak Menurut Islam

Pajak merupakan hasil ijtihad dan pemikiran dari sahabat Umar bin Khattab yang
mengacu pada kemaslahatan umat. Para ulama menyatakan kebolehan mengambil pajak dari
kaum muslimin, jika memang negara sangat membutuhkan dana, dan untuk menerapkan
kebijaksanaan inipun harus terpenuhi dahulu beberapa syarat. Diantara ulama yang
membolehkan pemerintahan Islam mengambil pajak dari kaum muslimin adalah Imam
Ghazali, Imam Syatibi dan Imam Ibnu Hazm. Dan ini sesuai dengan Hadis yang diriwayatkan
dari Fatimah binti Qais, bahwa dia mendengar Rasulullah saw bersabda:

ِ َّ‫س ًّ َ ِل َل ا َ ن يف ْالم َّ ِ إ‬
ِ ‫كاة َى الَز و قا‬

"Sesungguhnya pada harta ada kewajiban/hak (untuk dikeluarkan) selain zakat.” (HR
Tirmidzi, No: 595 dan Darimi, No : 1581, di dalamnya ada rawi Abu Hamzah (Maimun).
Menurut Ahmad bin Hanbal dia adalah dho’if hadist dan menurut Imam Bukhari dia tidak
cerdas).

Yang selanjutnya pemikiran tersebut diteruskan dan dikembangkan oleh para ulama dan
umara dalam rangka menciptakan kondisi masyarakat sejahtera dan adil dan makmur.
Misalnya praktek Umar bin Khattab ketika menarik pungutan dengan berlandaskan surat al-
Baqarah ayat 267.
5. Hukum Membayar Pajak Dalam Islam
Terdapat dua pendapat ulama yang berbeda mengenai hal ini, pendapat pertama adalah
tidak boleh membebankan pajak kepada kaum Muslim karena umat Islam telah dibebankan
dengan zakat. Hal ini diperkuat dengan hadist Rasulullah SAW :
“Janganlah kalian berbuat zhalim (beliau mengucapkannya tiga kali). Sesungguhnya
tidak halal harta seseorang muslim kecuali dengan kerelaan dari pemiliknya.” (HR. Imam
Ahmad V/72 no.20714, dan di-shahih-kan oleh Al-Albani dalam Shahih wa Dha’if Jami’ush
Shagir no.7662, dan dalam Irwa’al Ghalil no.1761 dan 1459).
Dari hadist di atas, jelas terlihat bahwa pajak yang saat ini dikenakan kepada umat
Muslim tidak seharusnya dipungut karena pemungutan pajak tidak dilandasi dari musyawarah
dengan umat Muslim atas kerelaan hartanya ditarik oleh negara.

Sedangkan pendapat kedua, membolehkan dipungutnya pajak dari kaum Muslim dengan


beberapa syarat dan kondisi, diantaranya adalah jika negara benar-benar membutuhkan dan
dalam keadaan genting jika pajak tidak ditarik. Hal ini dilandasi oleh firman Allah SWT:

Artinya: “Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu
kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari
kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya
kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan
pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya,
mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila
ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam
peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka itulah orang-
orang yang bertakwa.”(Q.S. Al Baqarah:177)
Allah SWT menyuruh kita untuk menolong mereka yang membutuhkan, apalagi jika
negara dalam keadaan genting maka seluruh rakyat harus membantu. Jika dalam posisi
seperti ini, maka pajak diperbolehkan untuk dipungut demi keselamatan negara. Perbuatan ini
juga termasuk jihad dengan harta.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
 Islam memandang IPTEK. Melalui pedoman utamanya (Al-Quran) menyebutkan
banyak hal yang berkaitan dengan iptek, menunjukkan bahwa Islam sangat
berkaitan dengan iptek. Oleh karena itu, perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi merupakan manifestasi dari makna Al-Qur'an yang sebenarnya. Isinya
banyak menganjurkan manusia untul merefleksi dan mengembangkan potensi
pengetahuan. Namun sayangnya, umat Islam sangat rendah dalam bidang iptek
dan tertinggal dalam pembangunan dengan non-Muslim. Mudah-mudahan dengan
ini umat Islam mau dengan sadar memperdalam ilmunya dalam berbagai hal agar
menjadi orang yang bertakwa, berilmu tinggi dan baik.
 Islam tidak melarang manusia untuk tidak mengikuti perkembangan zaman yang
semakin modern. Malahan Islam sangat menganjurkan, akan tetapi tetap dalam
naungan nilai-nilai syari'at Islam serta tidak menyalahi norma-norma Islam itu
sendiri.
 Masyarakat Islam harus menjadi modern tetapi harus tetap berada di dalam
koridor ajaran Islam yang selalu mengagungkan terhadap penetapan norma-norma
yang selalu berguna bagi umat manusia.

 Pajak merupakan hasil ijtihad dan pemikiran dari sahabat Umar bin Khattab yang
mengacu pada kemaslahatan umat. Para ulama menyatakan kebolehan mengambil
pajak dari kaum muslimin, jika memang negara sangat membutuhkan dana, dan
untuk menerapkan kebijaksanaan inipun harus terpenuhi dahulu beberapa syarat.
 Fungsi pajak yaitu, fungsi anggaran, fungsi mengatur, fungsi stabilitas, fungsi
redistribusi.
 Ada beberapa kondisi yang menyebabkan munculnya pajak yang pertama karena
Ghanimah dan Fay'i(harta rampasan perang) berkurang. Kedua karena terbatasnya
penggunaan zakat. Ketika karena mencari jalan pintas untuk pertumbuhan
ekonomi. Keempat karena Imam atau khalifah berkewajiban memenuhi kebutuhan
rakyatnya
 Pajak merupakan hasil ijtihad dan pemikiran dari sahabat Umar Bin Khattab yang
mengacu pada kemaslahatan umat. Hukum membayar pajak dalam Islam terbagi
menjadi dua yaitu tidak boleh membebankan pajak kepada kaum muslimin dan
yang kedua memperbolehkan dipungutnya pajak.

B. Saran
Setelah membaca uraian berikut diharapkan baik pembaca dan penulis bisa memahami
lebih jelas bagaimana IPTEK menurut pandangan islam dan bagaimana Pajak menurut
pandangan islam. Agar ilmu yang didapat lebih maksimal maka diharapkan perlu adanya
suatu bimbingan baik dari guru ataupun dosen serta belajar mandiri melalui buku atau
membuka situs online mengenai hal tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Dwijo, A. (2014). Pengembangan IPTEK dalam tinjauan hukum Islam. Jurnal
Pendidikan Agama Islam: UIN Surabaya, 2(1),hal 145-166
Taufiqurrohman, A. (2014). Pandangan Islam Terhadap Ilmu Pengetahuan dan
Teknologi. Diakses pada 5 Desember 2022, dari
https://ldk.stmik-dci.ac.id/?post=pandangan-islam-terhadap-ilmu-pengetahuan-dan-
teknologi
Kholid. (2017). Pajak Dalam Islam. Diakses pada 5 Desember 2022, dari
http://repository.uinbanten.ac.id/1452/3/BAB%20II%20skripsi%20Kholid%202017.pdf
Gusfahmi. (2016). Pajak, Haramkah?. Kementerian Keuangan Direktorat Jenderal
Pajak. Diakses pada 5 Desember 2022, dari
https://www.pajak.go.id/artikel/pajak-haramkah

Anda mungkin juga menyukai