Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH AIK 4 (ISLAM DAN ILMU PENGETAHUAN)

“HAKIKAT IPTEKS DALAM PANDANGAN ISLAM”

Dosen Pengampu : Nur Khaeriyah, M.Si

Disusun oleh :
1. Ahmad Fauzy (200111071)
2. Nanung Nur Rohmah (200111089)
3. Ismi Siti Nur Rochmah (221111011)

PROGRAM STUDI MANAJEMEN


FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH CIREBON
2023
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur ke hadirat Allah SWT. Berkat Rahmat dan hidayat-Nya,
pula kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Hakikat IPTEKS
dalam Pandangan Islam”.
Makalah disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah AIK 4 (Islam dan Ilmu
Pengetahuan). Selain itu makalah ini bertujuan untuk menambah wawasan mengenai
bagaimana hakikat iptek dalam pandangan islam dan yang diharapkan dapat
membantu para pembaca dapat memahami tentang hakikat dan pandangan tersebut.
Kami selaku penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada Ibu Nur
Kaeriyah, M.Si selaku Dosen Pengampu Mata Kuliah AIK 4 (Islam dan Ilmu
Pengetahuan). Ucapan terimakasih juga kami sampaikan kepada semua pihak yang
telah ikut berpartisipasi dalam proses penyelesaian makalah ini.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
sebab itu, kami berharap agar para pembaca dapat memberikan kritik dan saran yang
membangun demi kesempurnaan makalah ini.

Cirebon, 21 Maret 2023

Penyusun

I
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................................................i

DAFTAR ISI.................................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................................1

1.1 Latar Belakang......................................................................................................................1


1.2 Rumusan Masalah.................................................................................................................2
1.3 Tujuan...................................................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN..............................................................................................................3

2.1 Konsep IPTEKS dan Peradaban Islam.................................................................................3


2.2 Integritas Iman, Iptek dan Seni.............................................................................................4
2.3 Hukum Sunniatulloh (Kausalitas).......................................................................................10
2.4 Keutamaan Orang Beriman dan Berilmu............................................................................13
2.5 Tanggung Jawan Ilmuwan terhadap...................................................................................15
BAB III KESIMPULAN............................................................................................................17

3.1 Kesimpulan.........................................................................................................................17
3.2 Saran...................................................................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................................19

ii
BAB I
PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Dizaman modern yang canggih seperti saat ini, kemajuan akan Ilmu
Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) dan Seni, sangatlah berpengaruh terhadap
segala aspek dalam kehidupan manusia. Tidak dapat dipungkiri, keberadaan
IPTEK dan seni tidak pernah lepas dengan keberadaan manusia. Manusia sebagai
subjek dari berkembangnya ilmu pengetahuan itu sendiri. Dengan
berkembangnya ilmu pengetahuan, maka berkembanglah pula teknologi dan seni.
Keberadaan yang tidak akan pernah terpisahkan tersebut, kemudian
memunculkan beberapa dampak terhadap kehidupan manusia didunia. Dampak
tersebut berupa dampak positif dan negatif. Adanya dampak negatif terhadap
kehidupan manusia ini, akan menimbulkan beberapa yang kurang di inginkan.
Peran Islam dalam perkembangan IPTEK pada dasarnya ada 2 (dua).
Pertama, menjadikan Aqidah Islam sebagai paradigma ilmu pengetahuan.
Paradigma inilah yang sheharusnya dimiliki umat Islam, bukan paradigma
sekuler seperti yang ada sekarang. Paradigma Islam ini menyatakan bahwa
Aqidah Islam wajib dijadikan landasan pemikiran (qa’idah fikriyah) bagi seluruh
ilmu pengetahuan. Ini bukan berarti bahwa Aqidah Islam sebagai sumber segala
macam ilmu pengetahuan, melainkan menjadi standar bagi segala ilmu
pengetahuan. Maka ilmu pengetahuan yang sesuai dengan Aqidah Islam dapat
diterima dan diamalkan, sedang yang bertentangan dengannya, wajib ditolak dan
tidak boleh diamalkan. Kedua, menjadikan Syariah Islam (yang lahir dari Aqidah
Islam) sebagai standar bagi pemanfaatan IPTEK dalam kehidupan sehari-
hari.Standar atau kriteria inilah yang seharusnya yang digunakan umat Islam,
bukan standar manfaat (pragmatisme/utilitarianisme) seperti yang ada sekarang.
Standar syariah ini mengatur, bahwa boleh tidaknya pemanfaatan IPTEK,
didasarkan pada ketentuan halal-haram (hukum-hukum syariah Islam). Umat
Islam boleh memanfaatkan IPTEK jika telah dihalalkan oleh Syariah Islam.

1
Sebaliknya jika suatu aspek IPTEK dan telah diharamkan oleh Syariah, maka
tidak boleh umat Islam memanfaatkannya, walau pun ia menghasilkan manfaat
sesaat untuk memenuhi kebutuhan manusia.

I.2 Rumusan Masalah

1. Apa Pengertian IPTEKS ?


2. Bagaimana konsep IPTEKS dan peradaban islam ?
3. Bagaimana integasi iman ilmu dan amal ?
4. Bagaimana hukum sunniatullah (kausalitas) ?
5. Bagaimana keutamaan orang berilmu?
6. Apa keutamaan dan tanggung jawab Ilmuan terhadap alam?

I.3 Tujuan

Tujuan dalam makalah ini adalah sebagai berikut :


(1) Mengetahui pengertian IPTEKS.
(2) Mengetahui bagaimana konsep IPTEKS dan peradaban islam.
(3) Mengetahui integasi iman ilmu dan amal.
(4) Mengetahui hukum sunniatulloh (kausalitas).
(5) Mengetahui keutamaan orang berilmu.
(6) Mengetahui Keutamaan dan dan tanggung jawab Ilmuan terhadap alam.

2
BAB II

PEMBAHASAN

II.1 Konsep IPTEKS dan Peradaban Islam

Pengetahuan dapat di artikan sebagai hasil tahu manusia terhadap sesuatu


objek yang dihadapi, hasil usaha manusia untuk memahami suatu objek tertentu.
Maka , pengetahuan adalah segala fenomena alam yang dapat dicapai oleh indra
manusia. Konsekwensi logis dari pengetahuan akan melahirkan berbagai
pengalaman manusia, akan tetapi pengalaman manusia ini terkadang
kebenarannya tidak mutlak dan perlu diuji lagi.
Kata sains disadur dalam bahasa Indonesia menjadi ilmu pengetahuan ,
sedangkan dalam sudut pandang filsafat ilmu, pengetahuan dengan ilmu sangat
berbeda maknanya. Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui manusia
melalui tanggapan panca indera dan instuisi, sedangkan ilmu pengetahuan adalah
pengetahuan yang telah diinterpretasi , diorganisasi dan disistematisasi sehingga
menghasilkan kebenaran obyektif , sudah diuji kebenarannya dan dapat diuji
ulang secara alamiah. Secara etimologis kata ilmu berarti kejelasan , karena
segala yang terbentuk dari akar katanya mempunyai cirri kejelasan (M. Daud Ali,
1998:69)
Istilah teknologi merupakan produk ilmu pengetahuan. Dalam sudut
pandang budaya , teknologi merupakan salah satu unsur budaya sebagai hasil
penerapan praktis dari ilmu pengetahuan. Meskipun pada dasarnya teknologi juga
memiliki karakteristik obyektif dan netral. Dalam situasi tertentu teknologi tidak
netral lagi karena memiliki potensi untuk merusak dan potensi kekuasaan.
Disinilah letak perbedaan ilmu pengetahuan dengan teknologi.
Teknologi dapat membawa dampak positif berupa kemajuan dan
kesejahteraan bagi manusia juga sebaliknya dapat membawa dampak negative
berupa ketimpangan-ketimpangan dalam kehidupan manusia dan lingkungannya
yang berakibat kehancuran alam semesta. Netralitas teknologi dapat digunakan
untuk kemanfaatan sebesar-besarnya bagi kehidupan manusia dan atau

3
digunakan untuk kehancuran manusia itu sendiri. Oleh sebab itu kebenaran ipteks
sangat relatif. Sumber ipteks dalam islam adalah wahyu allah. Ipteks yang islami
selalu mengutamakan kepentingan orang banyak dan kemaslahatan bagi
kehidupan manusia. Untuk itu ipteks dalam pandangan islam tidak bebas nilai.
Integrasi ipteks dengan agama merupakan suatu keniscayaan untuk menghindari
terjadinya proses sekularisasi yaitu pemisah antaradoktrin-doktrin agama dengan
pengembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni (Hamda Mansoer,2004:93)
Tujuh factor yang menjadi pendorong bagi kemajuan IPTEK di dunia
islam pada abad yang lalu, antara lain:
a. Kesatuan agama dan budaya agama islam.
b. Arabisasi dan peranan bahasa arab
c. Akademi, sekolah, observasi, dan perpustakaa
d. Kebijakan negara tentang pengembangan iptek
e. Perlindungan negara sangat jelas terhadap para ilmuan dan para insinyur
f. Penelitian, eksperimen dan penemuan baru
g. Perdagangan internasional
Seni adalah hasil ungkapan akal dan budi manusia dengan segala
prosesnya. Seni merupakan ekspresi jiwa seseorang. Hasil ekspresi jiwa tersebut
berkembang menjadi bagian dari budaya manusia. Seni identik dengan
keindahan. Keindahan yang hakiki identik dengan kebenaran. Keduanya
memiliki nilai yang sama yaitu keabadian. Seni yang lepas dari ketuhanan tidak
akan abadi karena ukurannya adalah hawa nafsu bukan akal dan budi. Seni
mempunyai daya tarik yang selalu bertambah bagi orang-orang yang kematangan
jiwanya terus bertambah.
Menurut Ernst Diez dalam Muhammad abdul jabbar (1998:2) cirri ciri
seni islam atau seni islamisadalah seni yang mengungkapkan sikap pengabdian
kepada Allah.

II.2 Integritas Iman, Iptek dan Seni

Iptek terdiri dari tiga kata, yaitu ilmu, pengetahuan, dan teknologi. Ilmu
merupakan pengetahuan yang jelas tentang sesuatu. Ilmu merupakan
keistimewaan manusia yang membedakan manusia dengan makhluk lain dalam

4
menjalankan tugasnya sebagai khalifah. Menurut Al-Qur’an, ilmu terdiri dari dua
macam, yaitu ilmu ladunni yakni ilmu yang diperoleh tanpa upaya manusia (QS.
Al-Kahfi:65) dan ilmu kasbi yakni ilmu yang diperoleh tanpa usaha manusia.
Objek ilmu meliputi materi dan non materi serta fenomena dan non fenomena.
Pengetahuan merupakan paham suatu subjek mengenaik objek
yang dihadapi. Subjek yang dimaksud di sini adalah manusia sebagai kesatuan
berbagai macam kesanggupan, seperti akal dan panca indra, yang digunakan
untuk mengetahui sesuatu. Objek disini adalah benda atau hal yang diselidiki
yang merupakan realitas bagi manusia yang menyelidiki. Pengetahuan
merupakan proses dari manusia untuk tahu. Pengetahuan adalah apa yang
diketahui atau pekerjaan tahu. Pekerjaan tahu tersebut adalah hasil dari kenal,
sadar, insaf, mengerti, dan pandai. Pengetahuan itu semua milik atau isi pikiran.
Dengan potensi yang ada, manusia dapat membaca, memahami,
meneliti, dan menghayati fenomena alam yang nantinya dapat menimbulkan
pengetahuan. Fenomena alam ini disebut juga ayat-ayat kauniyah. Fenomena
lainnya adalah berupa quraniyah yaitu Al-Qur’an. Al-Qur’an bukan sekedar buku
atau dokumen sejarah, tapi juga sebuah kenyataan hidup dan berlaku dalam
kehidupan manusia. Semua itu dapat menimbulkan pengetahuan bagi manusia
yang mau membaca, meneliti, dan menghayati fenomena tersebut.
Pengetahuan pada hakikatnya adalah salah satu sarana untuk
mendekatkan diri kepada Allah. Tingginya derajat pengetahuan yang dimiliki
seseorang bukan untuk kesombongan, tapi untuk memperbanyak syukur atas
nikmat pengetahuan yang diberikan. Agar pengetahuan dapat membimbing
seseorang menuju Allah, maka pengisiannya harus bersentuhan dengan unsur fitri
manusia seperti roh, qalbu, akal, dan nafsu.
Teknologi adalah ilmu tentang cara menerapkan ilmu pengetahuan
untuk memanfaatkan alam bagi kesejahteraan dan kenyamanan manusia. Dengan
demikian mesin atau alat canggih yang digunakan manusia bukanlah teknologi,
namun merupakan hasil dari teknologi. Ketersediaan lahan yang diciptakan Allah
mengantarkan manusia berpotensi memanfaatkan alam. Keberhasilan
memanfaatkan alam ini merupakan hasil dari teknologi.

5
Seni merupakan keindahan yang mengekspresikan roh dan budaya
manusia yang mengandung dan mengungkapkan keindahan dan lahir dari sisi
terdalam manusia yang didorong oleh kecenderungan kepada yang indah.
Kemampuan berseni merupakan salah satu pembeda manusia dengan makhluk
lain. Islam mendukung kesenian selama penampilannya mendukung fitrah
manusia yang suci. Kawasan keindahan sangat luas bagi manusia, seluas
keanekaragaman dan perkembangan peradaban teknologi, sosial, dan budaya
manusia. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa keindahan merupakan bagian
dari kehidupan manusia dan tidak dapat dipisahkan dengan kehidupan manusia.
Fenomena dan kecenderungan kehidupan dunia saat ini memang sangat
dipengaruhi oleh pesatnya kemajuan iptek dengan segala dampaknya, baik yang
positif maupun yang negatif. Hal ini mendorong terjadinya arus globalisasi yang
mengalir deras dan mendatangkan berbagai implikasi di semua aspek kehidupan
manusia. Manusia berhadapan dengan kemajuan iptek yang berkembang pesat
serta berada di dalam arena percaturan hidup yang kompleks dan ditandai dengan
berkembangnya sikap dan gaya hidup global. Di sini iman berperan sebagai
pengendali sikap dan perilaku kehidupan manusia, maupun sebagai landasan
moral, etika, dan spiritual masyarakat suatu bangsa dalam melaksanakan
pembangunan di segala bidang.
Penguasaan, pengembangan, dan pendayagunaan iptek yang tidak disertai
dengan keluhuran akhlak atau budi pekerti, akan membawa manusia atau suatu
bangsa menuju kepada penderitaan dan kesengsaraan atau bahkan kehancuran.
Oleh karena itu, penguasaan, pengembangan, dan pendayagunaan iptek harus
selalu berada di jalur nilai keimanan dan kemanusiaan yang luhur.
Banyak sekali ayat-ayat Al-Qur’an yang menghendaki manusia bersikap
dan berpikir kritis terhadap fenomena alam semesta dan terhadap dirinya sendiri,
misalnya Surat Fushshilat ayat 53. Dengan bersikap dan berpikir kritis
diharapkan dapat mengantarkan seseorang kepada iman yang makin kuat melalui
pengakuan akan kebesaran Allah dan kesempurnaan nikmat-Nya.
Iptek dan segala hasilnya harus mengingatkan manusia kepada Allah dan
kepada diri sendiri bahwa manusia adalah khalifah alam semesta. Berdasarkan
petunjuk Al-Qur’an, manusia dapat menerima hasil iptek yang tidak

6
menyebabkan maksiat dan bermanfaat bagi manusia. Jika penggunaan hasil iptek
melalaikan seseorang dari dzikir dan tafakkur serta mengantarkan kepada
keruntuhan nilai kemanusiaan, manusia harus diperingatkan dan diarahkan
dalam menggunakan teknologi. Jika hasil iptek sejak awal diduga dapat
menggeserkan manusia dari jati diri dan tujuan penciptaan, sejak dini pula
kehadirannya ditolak oleh Islam karena menjadi persoalan besar bagi martabat
manusia mengenai cara memadukan mekanik demi penciptaan ipek dengan
pemeliharaan nilai fitrahnya. Oleh karena itu, diharapkan iptek dapat searah dan
sejalan dengan nilai ilahiah.
Al-Qur’an memerintahkan manusia untuk terus berupaya meningkatkan
kemampuan ipteknya, misalnya Surat Thaha ayat 114 dan Yusuf ayat 72. Nabi
Muhammad SAW juga diperintahkan agar berusaha dan berdoa agar selalu
ditambahkan ilmu pengetahuan karena di atas setiap pemilik pengetahuan ada
yang amat mengetahui, yaitu Allah. Hal ini memotivasi manusia untuk
mengembangkan ipteknya dengan memanfaatkan anugerah Allah yang
dikaruniakan kepadanya. Oleh karena itu, perkembangan iptek tidak dapat
dibendung. Manusia harus mengarahkan diri agar tidak menurutkan nafsunya
untuk mengembangkan iptekyang dapat membahayakan diri dan lingkungannya.
Mengenai seni, islam dapat menerima semua hasil karya manusia selama
sejalan dengan pandangan islam. Al-Qur’an memerintahkan manusia untuk
menegakkan kebajikan, melaksanakan perbuatan ma’ruf dan mencegah perbuatan
yang munkar. Kesenian yang ma’ruf merupakan budaya masyarakat yang sejalan
dengan nilai islam, sedangkan yang munkar adalah perbuatan yang tidak sejalan
dengan nilai islam. Setiap orang hendaknya memelihara nilai seni yang ma’ruf
dan sejalan dengan ajaran islam. Hal ini mengantarkan mereka untuk memelihara
hasil kesenian setiap manusia. Seandainya ada pengaruh yang dapat merusak
kebudayaan dan kreasi seni suatu masyarakat, seorang muslim harus tampil
mempertahankan yang ma’ruf yang telah ada dan diakui masyarakat. Dengan
demikian, pada hakikatnya islam sangat menghargai segala kreasi manusia,
termasuk kreasi manusia yang lahir dari penghayatan manusia terhadap wujud
alam semesta, selama kreasi tersebut sejalan dengan fitrah kesucian jiwa
manusia.

7
Dalam pandangan islam, antara islam, ilmu pengetahuan, teknologi, dan
seni terdapat hubungan yang harmonis dan dinamis yang terintegrasi dalam suatu
sistem yang disebut dinul islam. Di dalamnya terkandung tiga unsur pokok, yaitu
akidah, syariah, dan akhlak, dengan kata lain iman, ilmu, dan amal saleh.
Islam merupakan ajaran agama yang sempurna. Kesempurnaannya dapat
tergambar dalam keutuhan inti ajarannya. Ada tiga inti ajaran islam, yaitu iman,
islam, dan ihsan. Dalam Surat Ibrahim 24-25 dinyatakan:
۲۴﴿ ‫ت َّوفَ ۡر ُعهَا فِى ال َّس َمٓا ۙ ِء‬ٌ ِ‫صلُهَا ثَاب‬ َ ‫ب هّٰللا ُ َمثَاًل َكلِ َمةً طَيِّبَةً َك َش َج َر ٍة‬
ۡ َ‫طيِّبَ ٍة ا‬ َ ‫ض َر‬ َ َ‫﴾اَلَمۡ تَ َر َك ۡيف‬
‫هّٰللا‬ ۡ َ‫﴾تُ ۡؤتِ ۡۤى اُ ُكلَهَا ُك َّل ِح ۡي ۢ ٍن بِا ِ ۡذ ِن َربِّهَا‌ؕ َوي‬
ِ َّ‫ض ِربُ ُ ااۡل َمۡ ثَا َل ِللن‬
۲۵﴿ َ‫اس لَ َعلَّهُمۡ يَتَ َذ َّكر ُۡون‬
“Tidakkah kamu kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat
perumpamaan kalimat yang baik (Dinul Islam) seperti sebatang pohon yang baik,
akarnya kokoh (menghujam ke bumi) dan cabangnya menjulang ke langit. Pohon
itu mengeluarkan buahnya setiap musim dengan seizin Tuhannya. Allah
membuat perumpamaan-perumpamaan itu untuk manusia supaya mereka selalu
ingat”.
Ayat di atas menggambarkan keutuhan antara iman, ilmu, dan
amal dengan menganalogikan dinul islam bagaikan sebatang pohon yang baik.
Hal ini menggambarkan iman, ilmu, dan amal merupakan suatu kesatuan yang
utuh dan tidak dapat dipisahkan. Iman diidentikkan dengan akar yang menopang
tegaknya ajaran islam. Ilmu bagaikan batang pohon yang mengeluarkan dahan
dan cabang ilmu pengetahuan. Amal ibarat buah dari pohon yang
menggambarkan teknologi dan seni. Iptek yang dikembangkan di atas nilai iman
dan ilmu akan menghasilkan amal saleh, bukan kerusakan alam.
Orang yang berilmu dan mengamalkan ilmunya dengan ikhlas merupakan
orang yang dihargai. Salah satu bentuk pengamalannya adalah dengan
mengajarkan ilmunya kepada orang lain. Orang yang berilmu tapi tidak
mengamalkannya termasuk orang yang celaka.
Ada dua fungsi utama manusia di dunia yaitu sebagai abdun (hamba
Allah) dan sebagai khalifah di bumi. Esensi dari abdun adalah ketaatan,
ketundukan, dan kepatuhan kepada Allah, sedangkan esensi khalifah adalah
tanggung jawab terhadap diri sendiri dan lingkungannya, baik lingkungan sosial
maupun lingkungan alam. Dalam konteks abdun, manusia menempati posisi

8
sebagai ciptaan Allah yang memiliki konsekuensi adanya keharusan untuk taat
dan patuh kepada penciptanya. Keengganan manusia menghambakan diri kepada
Allah akan menghilangkan rasa syukur atas anugerah yang diberikan Allah
berupa potensi sempurna yang tidak diberikan kepada makhluk lain, yaitu potensi
akal. Hilangnya rasa syukur mengakibatkan manusia menghambakan dirinya
kepada selain Allah, misalnya hawa nafsu. Keikhlasan penghambaan diri kepada
Allah akan mencegah penghambaan diri kepada sesama manusia atau hawa
nafsu.
Manusia diciptakan dengan dua kecenderungan, yaitu kecenderungan
kepada ketakwaan dan kecenderungan kepada kefasikan. Allah SWT berfirman:
۸﴿ ۙ ‫﴾فَا َ ۡلهَ َمهَا فُج ُۡو َرهَا َوت َۡق ٰوٮهَا‬
“Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa manusia kefasikan dan
ketakwaan.” Asy-Syams:8
Dengan adanya dua kecenderungan tersebut, Allah memberi petunjuk
berupa agama sebagai alat bagi manusia untuk mengarahkan kepada keimanan
dan ketakwaan, bukan kepada kejahatan yang didorong oleh nafsu amarah. Untuk
itu Allah berfirman:
‌ِۚ ‫﴾ َوهَد َۡي ٰنهُ النَّ ۡجد َۡي‬
۱۰﴿ ‫ن‬
“Dan Kami telah menunjukkan kepadanya dua jalan.” Al-Balad:10
Dalam hal ini, berdasarkan petunjuk Allah SWT, maka akal memiliki
kemampuan untuk memilih salah satu yang terbaik bagi dirinya.
Fungsi manusia sebagai khalifah di muka bumi berarti manusia memiliki
tanggung jawab untuk menjaga keseimbangan alam dan lingkungan tempat
mereka tinggal. Manusia diberi kebebasan untuk mengeksplorasi, menggali
sumber daya, dan memanfaatkan dengan sebaik mungkin karena alam diciptakan
untuk kehidupan manusia. Untuk menggali sumber daya dan memanfaatkan alam
diperlukan ilmu pengetahuan yang cukup, sehingga hanya orang yang memiliki
pengetahuan cukup yang bisa melakukannya. Orang-orang tersebut harus sadar
bahwa potensi sumber daya alam dapat habis jika tidak dijaga keseimbangannya.
Oleh karena itu, tanggung jawab kekhafilahan banyak bertumpu pada
ilmuwan dan cendekiawan. Orang yang tidak mempunyai ilmu pengetahuan tidak
mungkin mengeksploitasi alam karena tidak memiliki kemampuan dan

9
kesanggupan untuk mengeksploitasi sumber daya alam dan mereka tidak sanggup
menjaga keseimbangan dan kelestariannya secara sistematis.
Kerusakan alam dan lingkungan lebih banyak disebabkan oleh perbuatan
manusia. Mereka berkhianat terhadap perjanjiannya kepada Allah sebagai
khalifah yang menjaga kelestarian alam, sebagaimana firman Allah SWT:
ۡ ۡ ۡ
۴۱﴿ َ‫ض الَّ ِذ ۡى َع ِملُ ۡوا لَ َعلَّهُمۡ يَ ۡر ِجع ُۡون‬ ِ َّ‫﴾ظَهَ َر الفَ َسا ُد فِى البَ ِّر َوالبَ ۡح ِر بِ َما َك َسبَ ۡت اَ ۡي ِدى الن‬
َ ‫اس لِيُ ِذ ۡيقَهُمۡ بَ ۡع‬
“Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena
perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian
dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).”
Ar-Rum:41
Dua fungsi di atas merupakan satu kesatuan yang tidak boleh dipisah dan
simbol kedua fungsi itu adalah dzikir dan fikir.
Untuk menjalankan tanggung jawabnya, manusia diberi keistimewaan
berupa kebebasan untuk memilih dan berkreasi sekaligus menghadapkannya
dengan tuntutan kodratnya sebagai makhluk psiko-fisik. Namun ia harus sadar
akan keterbatasannya yang menuntut ketaatan dan ketundukan kepada aturan
Allah, baik ketaatan terhadap perintah ibadah langsung (fungsi sebagai abdun)
maupun ketaatan terhadap sunatullah di alam (fungsi sebagai khalifah).
Perpaduan antara tugas ibadah dan khalifah akan menciptakan manusia yang
ideal, yaitu manusia yang selamat dunia dan akhirat.

II.3 Hukum Sunniatulloh (Kausalitas)

Sunnatullah dalam dunia sekuler modern yang dikenal dengan law of


nature, memiliki banyak perbedaan persepsi manusia, Muslim atau non-Muslim
tentang hukum-hukum yang berlaku bagi alam dan isinya. Ilahi pedoman untuk
mengetahui pencipta ala mini dan ketentuan hukum yang berlaku padanya. Al-
Qur’an memberi pesan yang jelas, bahwa hukum yang terjadi di dunia ini diatur
oleh Allah SWT yang disebut sunnatullah dan bukan dari anggapan Sebagian
orang bahwa hukum alam tidak ada habisnya.
Hukum Sunnatullah atau sebab akibat pada dasarnya setua peradaban
manusia bahkan setua alam semesta ini dan realitas keberadaannya sendiri.

10
Sunnatullah dapat dipahami sebagai cara allah memperlakukan manusia dalam
arti luas berarti ketetapan atau hukum allah yang berlaku pada alam semsesta.
Sunnatullah adalah perintah Ilahi atau ketentuan allah, perintah hukum yang logis
dengan sebab dan akibat, yang disebut hukum alam dalam kajian ilmiah.
Berdasarkan konsep tersebut sunnatullah adalah hukum alam yang diciptakan
oleh Allah. Dengan kata lain merupakan hukum yang tetap dan otomatis untuk
mengkoordinasikan mekanisme alam semesta, dan dapat menjadi pedoman bagi
manusia untuk beribadah kepada Allah sebagai hambanya dan mengelola alam
semesta sebagai Khalifatullah. Untuk menguntungkan kehidupan manusia dan
menghindari bahaya.
Kesadaran datang dari pikiran yang dicerak dengan hukum sekuler
(duniawi) untuk memuja pikirannya sendiri. Jadi ada beberapa hal yang perlu
dicermati untuk kita renungkan Bersama, setidaknya tiga persepsi sunnatullah
terhadap sekelompok orang. Pertama mematuhi paksaan, kedua mematuhi
Sebagian dan tidak mempercayai orang lain, ketiga mematuhi secara sukarela.
Golongan pertama adalah orang-orang yang tidak beriman dan takut akan
hukum-hukum Allah dan buta hatinya terhadap hukum-hukum perkembangan
tubuh mereka dan apa yang terjadi pada mereka, mereka itulah orang-orang yang
tidak beriman kepada peraturan-peraturan Allah terhadap hukum itu, diterapkan
pada mereka dan perkembangan tubuh mereka.
Golongan kedua sara tau tidak sadar atau tidak memperhatikan hukum
pertumbuhan yang diterapkan pada tubuh mereka, maka dengan segala
kebingungan mereka melanggar hukum Allah SWT.
Golongan ketiga adalah orang-orang yang mengikuti dengan penuh
keimanan dan ketaqwaan, selalu memperhatikan apa yang terjadi di dunia ini,
mereka benar-benar percaya pada diri mereka sendiri dan hukum pertumbuhan
dan perubahan dalam hidup mereka, tubuh mereka, semuanya dari sunnatullah.
Hukum Tuhan tentang makhluk-Nya ada dua macam, tertulis dan tidak
tertulis. Hukum tertulis Allah yang diturunkan kepada para Nabi dan Rasul
dikumpulkan dalam empat kitab suci dan yang terakhir adalah Al-Qur’an.
Keistimewaan dari hukum tertulis Tuhan ini adalah waktu reaksi (reaction time)
lebih lama, bisa lebih lama dari umur manusia dan tidak bisa diketahui secara

11
eksperimen sebagaimana disyaratkan oleh ilmu pengetahuan. Misalnya, mereka
yang beriman, beribadah, dan beragama dijanjikan kehidupan yang baik, damai,
dan Bahagia, sedangkan mereka yang kejam, munafik, fisik, dan ingkar (kafir)
diancam dengan hinaan dan kehancuran (hukuman dan hukuman yang berat).
Hukum Tuhan secara inheren tidak tertulis, ciri khasnya adalah waktu
tanggap (reaction time) di bawah umur manusia, dapat dipelajari dan dialami,
selain itu tidak ada hubungannya dengan Manusia. Contoh air mendidih pada
100˚C. Jika satu liter air matang membutuhkan waktu 10 menit untuk mendidih,
maka 10 menit ini disebut waktu reaksi yang jauh lebih pendek dari waktu hidup
manusia, sehingga titik didih air dapat diketahui dengan mengukur suhu air
mendidih, serta hukum gravitasi, dan semua ini tidak diungkapkan oleh Allah
dalam Al-Qur’an. Kebijaksanaannya adalah agar manusia dapat menggunakan
karunia Tuhan yang sangat istimewa yang disebut akal, harus ada eksperimen
atau pengembangan pengetahuan dan teknologi. Jika Tuhan telah
mengungkapkan semua hukum-Nya, maka tentu saja manusia diciptakan sebagai
robot dan tidak aktif lagi.
Sunnatullah ini memiliki beberapa spesifikasi atau sifat yaitu :
a. Sunnatullah mengatur gerak alam semesta dan segala isinya, termasuk
manusia. Allah SWT menciptakan dan mengatur alam semesta, langit
dan bumi, dan isinya. Langit tanpa pilar memiliki bintang, matahari,
bulan, planet, dan benda langit lainnya. Di Bumi, Allah SWT
menciptakan tanah, laut, gunung, hewan, manusia dll. Semua ciptaan
Tuhan hidup dalam keteraturan, keselarasan dan keharmonisasian. Di
langit, matahari, bulan, bintang, dan planet lain terus berotasi secara
teratur pada sumbunya masing-masing, sehingga tidak pernah saling
bertabrakan. Jika ini tidak beraturan, itu pasti akan bertabrakan dan
hancur.
b. Sunnatullah memiliki sifat fitrah yaitu tetap dan otomatis. Setelah
menghadirkan bukti keesaan dan kekuasaan Allah meminta Rasul dan
umat-Nya untuk berdakwah dengan sabar, Allah melalui ayat ini
memerintahkan mereka untuk selalu mengikuti agama Islam, agama
yang sesuai dengan fitrahnya. Maka arahkan wajah, jiwa, dan tubuhmu

12
kea rah agama Islam. Sepetri itulah fitrah Allah yang telah
menciptakan manusia menurut fitrah itu. Manusia diciptakan Tuhan
dengan sifat-sifat fitrah berupa agama murni, kecenderungan menganut
agama monoteistik atau tauhid. Ciptaan manusia tanduk pada fitrah
Allah yang telah menciptakan manusia melalui proses hukum alam,
yang berfungsi sesuai dengan kodratnya yang bersifat permanen dan
otomatis dan fitrah ciptaan manusia ini tidak berubah.
c. Sunnatullah adalah objektif. Objek hukum sunnatullah adalah alam
semesta. Peristiwa yang terjadi karena kekuatan hukum alam disebut
peristiwa alam. Alam semesta bukan merupakan subjek hukum
sunnatullah yang memiliki pilihan dan tanggung jawab, tetapi
merupakan obyek hukum yang secara otomatis tunduk pada hukum
sunnatullah. Alam semesta sebagai objek hukum Sunnatullah dapat
berubah atau berkembang. Perubahan alam ini terjadi karena adanya
ketentuan hukum alam. Dengan kata lain, perubahan alam terjadi
karena diatur oleh hukum alam. Ini adalah hukum alam yang membawa
perbahan di alam. Namun, alam semesta dapat berubah, tetapi hukum
alam tidak, dan perubahan alam selalu mengikuti hukum alam.
Mekanisme kerja hukum alam bebas dari campur tangan akal dan
kehendak manusia. Allah dibebaskan dari campur tangan pikiran dan
keinginan manusia dalam menetapkan Hukum Sunnatullah. Pikiran dan
kehendak manusia terhadap alam semesta dan aturan hukum juga
tercakup dalam Sunnatullah. Tidak ada tempat bagi campur tangan
manusia untuk menetapkan hukum-hukum Tuhan yang mengatur alam
semesta.

II.4 Keutamaan Orang Beriman dan Berilmu

Perbuatan baik seseorang tidak akan bernilai amal shaleh apabila


perbuatan tersebut tidak di bangun diatas nilai-nilai iman dan ilmu yang benar.
Sama halnya pengembangan ipteks yang lepas dari keimanan dan ketakwaan
tidak akan bernilai ibadah serta tidak akan menghasilkan kemaslahatan bagi umat

13
manusia dan dan alam lingkungannya bahkan akan menjadi malapetaka bagi
kehidupannya sendiri.
Manusia sebagai makhluk ciptaan tuhan yang paling sempurna.
Kesempurnaannya karena dibekali seperangkat potensi. Potensi yang paling
utama adalah akal. Akal berfungsi untuk berfikir hasil pemikirannya adalah ilmu
pengetahuan, teknologi dan seni.
Ilmu yang dikembangkan atas dasar keimanan dan ketakwaan kepada
allah Swt, akan memberikan jaminan kemaslahatan bagi kehidupan umat manusia
termasuk bagi lingkungannya. Allah berjanji dalam QS 58(al-Mujadalah) :11
yang artinya “allah akan meninggikan orang-orang yang beriman diantara kamu
dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat”
Disamping itu Rasullulah SAW banyak memberikan perumpamaan
tentang keutamaan orang yang berilmu dengan sabdanya : “carilah ilmu
walaupun di negeri china, mencari ilmu itu wajib bagi kaum muslim laki-laki dan
perempuan sejak dari ayunan sampai ke liang lahat”.
Berikut ini adalah beberapa ayat al-Qur’an dan hadist yang dapat
dijadikan sebagai dalil orang yang beriman dan berilmu memiliki keutamaan dan
derajat yang istimewa.
1. Surat az-Zumar ayat : 9 yang artinya “katakanlah : “adakah sama orang-
orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?”
2. Surat father ayat : 28 yang artinya : “sesungguhnya yang takut kepada
allah diantara hamba-hambNya adalah ulama.
3. Hadits riwayat bukhori yang artinya : “barang siapa melalui sesuata jalan
untuk mencari ilmu, maka allah memudahkan jalan baginya kesurga.
4. Hadist riwayat tirmidzi (sunan tirmidzi juz 4) yang artinya : “dunia
dilaknat, dilaknat apa yang ada di dalamnya kecuali zikir kepada allah
Taa’ala dan orang alim (berilmu)atau penuntut ilmu”
5. Hadits riwayat tirmidzi yang artinya :”keutamaan orang pandai terhadap
orang yang beribadah adalah sebagai mana keutamaanku atas orang yang
paling rendah diantara kalian.”dilanjutkan :”sesungguhnya allah ,
malaikatNya, penghuni langit dan bumi sampai semut didalam

14
lubangnya dan juga ikan , mendoakan kepada orang yang mengajarkan
kebaikan kepada manusia (ulama).
Ilmu pada prinsipnya merupakan usaha untuk mengorganisasikan dan
mensistematisasikan usaha untuk mengorganisasikan yang berasal dari
pengalaman dan pengamatan dalam kehidupan sehai-hari. Namun, dilanjutkan
dengan suatu pemikiran secara cermat dan teliti dengan menggunakan berbagai
metode.
Ilmu dapat merupakan suatu metode berfikir secara objektif, tujuannya
untuk menggambarkan dan member makna terhadap dunia faktual. Analisis ilmu
itu objektif dan menyampingkan unsure pribadi, pemikiran logika diutamakan,
netral dalam arti tidak dipengaruhi oleh sesuatu yang bersifat kedirian, karena
dimulai dengan fakta. Ilmu merupakan lukisan dan keterangan yang lengkap dan
konsisten mengenai hal-hal yang dipelajarinya dalam ruang dan waktu yang jauh
dan dapat diamati panca indera manusia.
Dari sejumlah pengertian yang ada , sering ditemukan kerancuan antar
pengertian Menjelaskan keutamaan-keutamaan orang yang berilmu , Al-Gazali
mengatakan “barang siapa berilmu , membimbing manusia dan memanfaatkan
ilmunya bagi orang lain, bagaikan matahari, selain menerangi dirinya uga
menerangi orang lain. Dia bagaikan minyak kesturi yang harum dan
menyebarkan keharumannya kepada orang yang berpapasan dengannya.
Dan menurut al-Gazali mengatakan juga “seluruh manusia akan binasa,
kecuali orang yang berilmu. Orang-orang berilmu pun akan celaka jika tidak
mengamalkan ilmunya. Dan orang yang mengamalkan ilmunya pun akan binasa
kecuali orang-orang yang ikhlas”

II.5 Tanggung Jawan Ilmuwan terhadap

Ada dua fungsi utama manusia di dunia, yaitu sebagai Abdun(hamba


Allah) dan sebagai Khalifah Allah (wakil Allah) di bumi. Esensi dari Abdun
adalah ketaatan, ketundukan dan kepatuhan kepada kebenaran dan keadilan
Allah, sedangkan esensi dari Khalifah adalah tanggung jawab terhadap dirinya
dan lingkungannya, baik lingkungan sosial maupun lingkungan alam.

15
Dalam konteks Abdun, manusia menempati posisi sebagai ciptaan Allah
yang memiliki konsekwensi adanya keharusan manusia untuk taat dan patuh
kepada penciptanya. Keengganan manusia menghambakan diri kepada Allah
sebagai pencipta dirinya akan menghilangkan rasa syukur atas anugerah yang
diberikan Sang pencipta kepadanya. Dengan hilangnya rasa syukur
mengakibatkan manusia menghamba kepada selain Allah, termasuk
menghambakan diri kepada hawa nafsunya. Keikhlasan manusia menghambakan
dirinya kepada Allah akan mencegah penghambaan manusia kepada sesama
manusia termasuk kepada dirinya.
Fungsi kedua adalah sebagai Khalifah (wakil Allah) di muka bumi. Dalam
posisi ini manusia mempunyai tanggung jawab untuk menjaga keseimbangan
alam dan lingkungannya tempat mereka tinggal. Manusia diberikan kebebasan
untuk mengeksploitasi, menggali sumber-sumber alam, serta memanfaatkannya
dengan sebesar-besarnya untuk kemanfaatan umat manusia, asalkan tidak
berlebih-lebihan dan melampaui batas. Karena pada dasarnya, alam beserta isinya
ini diciptakan oleh Allah untuk kehidupan dan kemaslahatan manusia.
Untuk menggali potensi alam dan pemanfaatannya diperlukan ilmu
pengetahuan yang memadai. Hanya orang yang memiliki ilmu pengetahuan yang
cukup (para ilmuwan atau para cendekiawan) yang sanggup menggali dan
memberdayakan sumber-sumber alam ini. Akan tetapi, para ilmuwan juga harus
sadar bahwa potensi sumber daya alam ini terbatas dan akan habis terkuras
apabila tidak dijaga keseimbangannya. Oleh karena itu, tanggung jawab
memakmurkan, melestarikan, memberdayakan dan menjaga keseimbangan alam
semesta banyak bertumpu pada para ilmuwan dan cendekiawan. Mereka
mempunyai amanat atau tanggung jawab yang lebih besar dibandingkan dengan
orang yang tidak mempunyai ilmu pengetahuan.
Kerusakan alam dan lingkungan ini lebih banyak disebabkan karena ulah
tangan manusia sendiri (Qs. Ar Rum : 41). Mereka banyak yang menghianati
perjanjiannya sendiri kepada Allah. Mereka tidak menjaga amanat sebagai
khalifah yang bertugas untuk menjaga, melestarikan alam ini. Justru
mengeksploitir alam ini untuk kepentingan pribadi dan kelompoknya.

16
Kedua fungsi manusia tersebut tidak boleh terpisah, artinya keduanya
merupakan satu kesatuan yang utuh yang seharusnya diaktualisasikan dalam
kehidupan manusia. Jika hal tersebut dapat dilakukan secara terpadu, akan dapat
mewujudkan manusia yang ideal (insan kamil) yakni manusia sempurna yang
pada akhirnya akan memperoleh keselamatan hidup dunia dan akhir.

17
BAB III

KESIMPULAN

III.1 Kesimpulan

Kemajuan IPTEK merupakan tantangan yang besar bagi kita. Apakah kita
sanggup atau tidak menghadapi tantangan ini tergantung pada kesiapan pribadi
masing-masing. Diantara penyikapan terhadap kemajuan IPTEK masa terdapat tiga
kelompok, yaitu: (1) Kelompok yang menganggap IPTEK moderen bersifat netral dan
berusaha melegitimasi hasil-hasil IPTEK moderen dengan mencari ayat-ayat Al-Quran
yang sesuai; (2) Kelompok yang bekerja dengan IPTEK moderen, tetapi berusaha juga
mempelajari sejarah dan filsafat ilmu agar dapat menyaring elemen-elemen yang tidak
islami, (3) Kelompok yang percaya adanya IPTEK Islam dan berusaha
membangunnya.
Perkembangan iptek adalah hasil dari segala langkah dan pemikiran untuk
memperluas, memperdalam, dan mengembangkan iptek. Dari uraian di atas dapat
dipahami, bahwa peran Islam yang utama dalam perkembangan iptek setidaknya ada 2
(dua). Pertama, menjadikan Aqidah Islam sebagai paradigma pemikiran dan ilmu
pengetahuan. Kedua, menjadikan syariah Islam sebagai standar penggunaan iptek.
Jadi, syariah Islam-lah, bukannya standar manfaat (utilitarianisme), yang seharusnya
dijadikan tolak ukur umat Islam dalam mengaplikasikan iptek.
Adapun dampak negatif maupun positif dalam perkembangan iptek, Kemajuan
dalam bidang iptek telah menimbulkan perubahan sangat cepat dalam 15 kehidupan
umat manusia. Perubahan ini, selain sangat cepat memiliki daya jangkau yang amat
luas. Hampir tidak ada segi-segi kehidupan yang tidak tersentuh oleh perubahan.
Perubahan ini pada kenyataannya telah menimbulkan pergeseran nilai nilai dalam
kehidupan umat manusia, termasuk di dalamnya nilai-nilai agama, moral, dan
kemanusiaan.
IPTEKS hakikatnya adalah alat yang diberikan kepada umat untuk mengetahui
dan mengetahui rahasia penciptaan Allah sebagai Khilafah Allah di Bumi dalam
rangka sebagai bagian dari pengabdian total kepada Allah SWT.

18
Manusia sebagai makhluk Tuhan yang paling sempurnaan. kesempurnaan
ini  membuat manusia diberikan potensi untuk mengembangkan, memanfaatkan dan
mengelola sumber daya alam yang telah diciptakan Allah swt untuk kita dengan ilmu
pengetahuan teknologi dan seni yang kita miliki. Oleh sebab itu marilah kita menjaga
dan melestarikan alam ini agar tidak punah dan tetap berpedoman pada al-Qur’an dan as
sunnah sebagai rasa syukur kita kepada Allah swt.
III.2 Saran
Untuk mengembangkan IPTEKS harus kita didasair dengan keimanan dan
ketakwaan kepada Allah swt agar dapat memberikan  bagi kehidupan serta lingkungan
sekitar kita.

19
DAFTAR PUSTAKA

Warsidi, Ec dkk. (2020). AIK 4 (Keilmuan Hukum). Surabaya : PPAIK (Pusat


Pengkajian Al – Islam Kemuhammadiyahan)

Mu’adz, dan Astutik Puji. (2017). Al-Islam dan Kemuhamadiyahan-4 (AIK 4), Sidoarjo:
UMSIDA PRESS

Al Faruqi, Ismail R,  2001. Atlas Budaya Islam, Menjelajah Khazanah peradaban,
Bandung; Cet. III Gemilang Mizan.

Daim, Abdullah. 1984. Tarbiyah ‘Abdru Tarikh, Min Ushuri Qadimah hatta Qarnu Isyrin.
Beirut; Darul ‘Ilmi lil Mu’allim. Cet. Ke 5.

Daud, Ali Muhammad, 1998. Pendidikan Agama Islam, Jakarta; PT Rajawali Grafindo
Persada.

Departemen Agama RI, 2001. Pendidikan Agama Islam di Perguruan Tinggi Umum,
Direktorat Perguruan Tinggi Agama Islam, Jakarta.

Nasution, Harun, 1986. Sejarah Peradaban Islam, Jakarta; Bulan Bintang.

Shihab, M, Quraish. 1996. Mermbumikan Al-Qur’an. Bandung; Cetakan ke 12. Mizan.

Wahyuddin. dkk. 2009. Pendidikan Agama Islam Untuk Perguruan Tinggi. Jakarta; PT.
Gramedia

20

Anda mungkin juga menyukai