Anda di halaman 1dari 4

Pinky Nur Azizah

018171421057
Laporan Reflektif Proyek
Produksi Program Non Drama TV

Like an Anime Character, Trying to Unleash


Hidden Potential at a Crisis Time

Proyek ini merupakan dokumenter berjudul Pendidikan & Realita; tentang


kesulitan di bidang pendidikan selama pandemi COVID-19, jika dilihat dari sudut
pandang guru. Bertujuan supaya masyarakat mengetahui dampak pandemi COVID-
19 di bidang pendidikan, terutama dari sudut pandang guru. Karena, selama ini
kebanyakan orang melihatnya dari sudut pandang murid.

Menuliskan transkrip pertanyaan wawancara, berdiskusi bersama Dzikri,


menambahkan subtitle, dan memastikan bahwa fokus utama dokumenter ini tidak
melenceng adalah usaha-usaha yang saya lakukan guna mencapai tujuan.

Sebagai seorang Produser, saya yang bertanggung jawab atas produksi ini.
Saya sudah menyusun desain produksi dan proposal dengan baik, akan tetapi, untuk
eksekusi dana dan jadwal sendiri, saya tidak melakukannya dengan maksimal.
Jujur, mendekati tanggal 3 Desember, justru saya menjadi lengang terhadap jadwal;
tidak memantau kinerja Dzikri sama sekali, sebelum akhirnya masuk tanggal 30
November.
Saya merasa kurang maksimal sebagai Produser. Sebelum memulaipun, sebenarnya
saya sudah terbawa pikiran negatif dari diri sendiri, bahwa saya tidak cocok menjadi
Produser (melihat dari kinerja sebelum-sebelumnya). Saya bukan tipe orang yang
terpaku dengan jadwal yang saya ciptakan sendiri, dan saya juga kurang mahir
berurusan dengan dana. Dengan hanya dua orang dalam tim, kami tidak bisa
menentukan seseorang khusus sebagai Bendahara. Sayapun kewalahan sebagai
Produser.
Tapi, di samping kekurangan tersebut, saya sekarang paham bagaimana rasanya
menjadi seorang Produser yang mementingkan kelebihan rekan di atas segala
kekurangan. Saya tidak akan memungkiri bahwa hal pertama dari orang lain yang
saya lihat adalah kekurangannya, sekecil apapun itu. Dengan menjadi Produser di
proyek ini, saya belajar cara untuk lebih menilai dan memahami kelebihan orang
lain, walau sebelumnya sudah menilai kekurangannya lebih dulu.
Seperti karakter Kaneki Ken dalam anime Tokyo Ghoul; merasa kewalahan dalam
menangani berbagai masalahnya sebagai makhluk separuh manusia dan separuh
ghoul, namun tetap berusaha menyelesaikannya dengan logikanya sendiri.
Sebagai seorang Penulis Naskah sendiri, saya telah menulis Sinopsis,
Treatment, dan Full Script hingga selesai. Tapi, diri saya sebagai Produser tidak
mengambil inisiatif untuk membentuk folder khusus file-file yang sudah selesai—
apapun itu. Ditambah, sempat terjadi masalah pada Laptop, yaitu terserang virus.
Banyak file-file kampus yang terhapus, termasuk file untuk mata kuliah ini. Tanpa
sadar, saya tidak tahu kalau ternyata belum mengirimkan ketiga file tersebut kepada
Dzikri.
Saya merasa gagal menjadi Penulis Naskah—jika dibandingkan dengan pekerjaan-
pekerjaan sebelumnya. Hampir tidak ada kontribusi terkait penulisan naskah;
Dzikri tidak berkesempatan membaca apapun dan berakhir meng-edit sesuai
kehendaknya sebagai Sutradara. Hal ini sebenarnya tidak salah, namun karena
sudah disepakati bahwa ada jobdesc Penulis Naskah, maka hal ini menjadi tidak
benar. Mungkin, ini karena saya sudah merasa terbebani lebih dulu sebagai
Produser. Sulit memang memfokuskan diri untuk mengambil dua pekerjaan dalam
satu proyek.
Menambahkan subtitle dan menuliskan transkrip pertanyaan wawancara adalah
pekerjaan sebagai Penulis Naskah yang benar-benar ada hasilnya (dan dilihat oleh
Dzikri juga). Walau pada akhirnya, tetap ada saja kendalanya (di penambahan
subtitle).
Rekan saya—Dzikri—bertugas sebagai Sutradara dan Editor. Ia melakukan
semua pekerjaannya dengan sangat baik. Karena lokasi berada di Jakarta—di mana
Dzikri tinggal—jadi Dzikri bisa turun langsung ke lokasi. Dalam artian langsung,
semua pekerjaan “berat” dilakukan oleh Dzikri.
Jika itu menyangkut kekurangan, kekurangan Dzikri terjadi saat tahap praproduksi.
Sedikit, tapi bagi saya cukup mengganggu. Dzikri merupakan seorang yang harus
dijelaskan berulang-kali, baru bisa mengerti. Beberapa kali pula, Dzikri
mengerjakan hal-hal yang berada di luar tanggung jawabnya, seperti menuliskan
bagian di Storyline yang seharusnya menjadi bagian saya.
Di samping ketidak sempurnaan saya sebagai Produser dan Penulis Naskah, Dzikri
tetap mengucapkan kata “maaf”. Selalu dia yang lebih dulu mengucapkannya. Dan,
saya rasa Dzikri bukanlah seorang yang terlalu memusingkan suatu masalah. Jika
alasannya kuat dan masuk akal, ia akan menerimanya begitu saja dan tidak terlalu
memusingkannya.
Jika bisa membandingkan, Dzikri ini hampir serupa dengan karakter Main dalam
anime Ascendance of a Bookworm. Main tidak pernah menyerah untuk
menciptakan buku—karena di dunia yang ia tinggali, buku sangat sulit untuk
didapatkan—dan juga tabah dan cerdas dalam menghadapi situasi apapun.
Saya sekarang tahu, saya bukan seorang yang bisa mengambil dua pekerjaan
dalam satu proyek (lain halnya apabila proyek itu benar-benar dikerjakan seorang
diri). Sebelumnya, memang saya tidak pernah seperti ini. Sebanyak apapun proyek
yang saya lakukan, tetap hanya akan memegang satu pekerjaan.
Saya juga akhirnya tahu bagaimana rasanya menulis subtitle langsung di video.
Sebelumnya, saya sudah sering menerjemahkan video, entah itu dari Bahasa Inggris
ke Bahasa Indonesia atau sebaliknya. Tapi, kali ini berbeda karena dituliskan
langsung ke video. Saya mendapatkan beberapa ilmu baru, seperti menentukan
ukuran, font, warna, dan penggunaan spasi yang cocok untuk subtitle.
Melalui proyek ini pula, saya semakin paham bahwa sebagai seorang Produser,
terkesan memaksa dan memastikan progres hampir/tiap hari adalah hal yang wajar.
Justru, hal semacam itulah yang menjadikan sebuah proyek bisa berjalan dengan
lancar dan sesuai jadwal. Karakter Levi Ackerman dalam anime Attack on Titan
bisa menjadi contoh jika terkait dengan masalah ini, dengan sikap serba teratur,
sempurna, dan ketat, namun juga tetap memperhatikan rekan-rekannya, hanya saja
minus sikap dingin dan kasarnya.
Proyek ini menghasilkan sebuah video dokumenter dan sebuah poster. Di
balik itu, ada pula Storyline, Proposal (Ms Word dan Ms PowerPoint), Sinopsis,
Treatment, Full Script, dan transkrip pertanyaan wawancara.
Kekuatan dan kelemahan pun tidak luput dari pandangan saya. Kekuatan
pribadi yang terungkap yaitu kemampuan problem solving yang cukup memadai,
sehingga bisa mengatasi masalah dalam kondisi dan situasi apapun, serta mampu
merancang sebuah proyek dengan baik.
Sedangkan untuk kelemahan sendiri, saya akhirnya paham bahwa video editing
bukanlah bidang saya. Saya cukup menguasainya, tapi tidak menyukainya. Serta,
saya tidak bisa melakukan lebih dari satu pekerjaan dalam satu proyek.
Ke depannya, saya akan memastikan untuk tidak mengambil lebih dari satu
pekerjaan dalam satu proyek, apabila itu merupakan proyek bersama. Saya juga
akan lebih ketat dalam urusan jadwal, apabila berkesempatan menjadi Produser
lagi. Layaknya seorang karakter anime yang mengeluarkan jurus tersembunyinya
di saat krisis, proyek ini membuka pemahaman saya mengenai beberapa hal baru.
Baik dari segi materi, kerjasama tim, maupun perasaan pribadi. Walau menerjang
di saat-saat yang tidak tepat, namun di sanalah letak pembelajarannya.

Anda mungkin juga menyukai