Malam menjelang hari raya Idul Fitri, umat muslim ramai mengumandangkan
takbir yang disebut takbiran.
Takbiran dilakukan pada malam 1 Syawal (Idul Fitri) dengan mengucapkan takbir
bersama-sama du masjid/mushalla ataupun berkeliling kampung.
Tradisi tersebut diisi dengan melantunkan takbir dan berzikir sebagai upaya untuk
menyambut hari kemenangan setelah menahan diri berpuasa selama sebulan.
Tradisi malam Lebaran ini tidak hanya dimiliki oleh umat Islam di indonesia, tetapi
juga muslim di beberapa penjuru dunia.
Secara hukum agama, menjalankan takbiran pada malam Idul Fitri dan Idul Adha
adalah sunnah. Hal ini berdasarkan pada dalil QS Al-Baqarah: 185 yang artinya
“hendaklah kamu mencukupkan bilangannya (puasa) dan hendaklah kamu
mengagungkan Allah (bertakbir) atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu”.
Sebagai penguat dari ayat tersebut, kita perlu mencari bukti bagaimana takbiran
di saat Nabi masih hidup.
Dari Nafi' dari Abdullah bin Umar, bahwa Rasulullah SAW berangkat pada hari
raya beserta al-Fadll bin Abbas, Abdullah, Abbas, Ali, Ja'far, Hasan, Husain,
Usamah bin Zaid, Zaid bin Haritsah, Ayman Ibn Ummu Aiman, mereka
meninggikan suaranya (mengeraskan suara) dengan membaca tahlil dan takbir,
mengambil rute satu jalan hingga tiba di mushala (tempat shalat), dan ketika
mereka selsai shalat, mereka kembali melewati rute yang lain hingga tiba di
kediamannya. (HR. Al-Baihaqi dalam As Sunanul Kubro, dan dalam Shahih Ibnu
Khuzimah).
Dua dasar tersebut, Al-Qur'an dan Sunnah Nabi, sudah menjelaskan bagaimana
hukum bertakbir, dan bahkan Nabi juga mencontohkan bagaimana cara bertakbir.
Dengan adanya dua legitimasi agama tersebut cukup kuat untuk melakukan
takbiran Idul Fitri dan Idul Adha.
Namun ada hal yang harus diperhatikan ketika melakukan takbiran yaitu dengan
menyebut nama Allah. Sebab, jika kita hanya melakukan keliling tanpa tau
maksudnya, yakni mengagungkan kebesaran Allah dengan menyebut nama-Nya,
hal itu tidak sesuai apa yang sudah dianjurkan oleh Nabi.
Selanjutnya mengenai bentuk atau variasi lainnya dalam takbiran tentu hal ini
akan menyesuaikan kondisi masyarakat. Di Indonesia, seperti yang disebutkan di
atas, memiliki tradisi semacam itu. Tidak ada yang berlawanan antara apa yang
sudah dianjurkan dalam agama dengan praktek takbiran masyarakat Indonesia.
Jadi, tradisi takbiran memang sebagai bentuk tradisi juga ritual dari agama Islam.
Oleh karena itu bagi masyarakat yang ingin mengumandangkan takbir secara
berjamaah dengan cara berkeliling atau berdiam diri di masjid sah-sah saja
hukumnya, karena hal ini adalah sunnah Nabi.
Hanya saja yang perlu digaris bawahi ketika bertakbir ialah harus dengan
mengagungkan nama Allah, Wallahu a'lam .
Selain takbir keliling ada juga tradisi takbir di masjid/mushalla terdekat, biasanya
dengan melantunkan takbir di mic masjid. Tradisi ini dapat dilakukan oleh semua
orang, mulai dari anak-anak,remaja,maupun orang dewasa.
Selain takbir keliling, muslim di Indonesia juga memmpunyai tradisi malam takbir
lainnya. Sebagai contoh, tradisi meriam karbit di Pontianak.
Meriam karbit merupakan meriam yang terbuat dari sebatang kayu bulat
berukuran besar. Meriam tersebut akan dinyalakan bersamaan pada malam
takbir.meriam karbit semula berawal pada masa Kesultanan Kadriah Pontianak di
tahun 1771 sampai 1808. Saat itu, raja memerintahkan rakyatnya untuk mengusir
hantu kuntilanak dengan membunyikan meriam. Namun, seiring berjalannya
waktu, tradisi tersebut berkembang sebagai daya tarik wisata dan dilakukan pada
malam takbir hingga hari ketiga Hari Raya.
9F/27