Anda di halaman 1dari 17

ADMINISTRASI NEGARA DAN ETIKA

Perkembangan kehidupan masyarakat semakin hari semakin


bertambah. Hal ini sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi. Manusia sebagai salah satu anggota masyarakat
kebutuhannyapun semakin bertambah. Kebutuhan yang bertambah ini
membawa persoalan pemenuhannya. Kalau sumber-sumber tersedia,
kebutuhan itu mudah terpenuhi, tetapi jika sumber-sumber itu langka,
manusia ditantang untuk mengusahakannya. Ini persoalan hidup manusia.
Jika persoalan manusia mengakumulasi sebagai persoalan masyarakat, dan
persoalan masyarakat itu mengkristal menjadi persoalan negara, barulah
orang menyadari persolan tersebut harus segera diselesaikan.
Sebagian besar persoalan administrasi negara bersumber dari
persoalan masyarakat. Administrasi negara merupakan suatu sistem yang
menjawab persoalan masyarakat tersebut. Perkembangan masyarakat
membawa tuntutan, tuntutan masyarakatpun meningkat. Tuntutan-tuntutan ini
merupakan jawaban dari pemerintah. Jika jawaban tidak sepadan dengan
perkembangan tersebut, maka terdapat ketidakpuasan. Administrasi Negara
haruslah mampu mejawab tuntutan-tuntutan masyarakat yang senantiasa
berkembang tersebut. Sehingga ketidakpuasan masyarakat tersebut dapat
diperkecil dan dipersempit jaraknya.
Sejalan dengan perkembangan sosial-ekonomi-politik masyarakat di
berbagai negara, khususnya di negara-negara yang sedang berkembang,
peranan negara dan pemerintah yang sangat dominan dalam pembangunan
nasionalk atau cenderung bergeser ke arah peranan masyarakat dan swasta
yang lebih besar. Format interaksi antara pemerintah dengan masyarakat
telah bergeser dari paradigma klasik ”sarwa negara.”(Goverment Paradigm)
telah bergeser ke arah padigma kepemerintahan post-modern yang

1
berorientasi pada peranan masyarakat madani dalam format kepemerintahan
(Governance Paradigm).
Berkaitan dengan judul makalah ini, penulis akan memberikan
bagaimana administrasi negara dijalankan untuk mewujudkan masyarakat
melalui kepemerintahan yang baik dan bersih.

A. Arti Administrasi Negara

Apakah Administrasi Negara itu ? Perkataan bahasa Inggeris “


administer” adalah kombinasi kata-kata bahasa latin ad + ministrare,
yang berarti “to serve” melayani . Di dalam kamus dikatakan bahwa “to
administer” adalah “to manage” atau direct mengelola atau memerintah.
Bagaimana para ahli memberikan defenisi Administrasi Negara
itu ?
Pada awal pertumbuhannya, adminstrasi dibedakan dua pengertian ,
yaitu :
1. Adminstrasi dalam arti sempit : dari kata Administratie ( bahasa
Belanda) yang meliputi kegiatan : menghimpun, mencatat,
mengolah menggandakan mengirim dan menyimpan pelbagai
keterangan . Administrasi dalam arti sempit merupakan teknik
ketatausahaan pada tata usaha merupakan proses atau kegiatan
kecil dari administrasi sebagai proses penyelenggaraan kerja sama
manusia.
2. Administrasi dalam arti luas, dari kata : Administration, (bahasa
Inggris) yang meliputi kegiatan atau proses penyelenggaraan kerja
sama manusia dalam organisasi, manajemen, kepegawaian,
keuangan, perbekalan, komunikasi, informasi (termasuk kegiatan
ketatausahaan), dan hubungan masyarakat. Kelompok kegiatan itu
disebut sebagai unsur administrasi.

2
Pengertian Administrasi Negara sebagaimana yang
dikemukakan oleh para sarjana administrasi negara yaitu :
1. Leonard D. White dalam bukunya yang berjudul Introduction to
the study of Public Administration, memberikan pendapat sebagai
berikut : Admistrasi Negara terdiri atas semua kegiatan Negara
dengan maksud untuk menunaikan dan melaksanakan kebijaksanaan
Negara” (Public Administration consist of all those operations having
for the purpose the fullfilment and enforcement of public policy).” 1
2. Herbert A. Simon dkk dalam bukunya berjudul Public Administration,
mengemukakan bahwa Administrasi Negara (Amerika Serikat) adalah
kegiatan – kegiatan daripada bagian-bagian badan eksekutif
pemerintahan nasional, Negara bagian , pemerintah daerah, dewan-
dewan dan panitia-panitia yang dibentuk oleh Kongres; dan badan
pembuat undang Negara bagian; perusahaan-perusahaan negara; dan
badan-badan kenegaraan lain yang mempunyai cirri khusus.” Secara
khusus dikecualikan adalah badan-badan yudikatif dan legislative di
dalam Administrasi pemerintahan dan non administrasi
pemerintahan.”2
3. Dimock & Koenig memberika defenisi bahwa Administrasi Negara
mempunyai pengertian yang luas dan sempit. Dalam pengertian yang
luas Administrasi Negara didefenisikan sebagai “kegiatan daripada
Negara dalam melaksanakan kekuatan politiknya”, sedangkan dalam
pengertian sempit, “Administrasi Negara didefinisikan sebagai suatu
kegiatan dari pada badan ekskutif dalam penyelenggaraan
pemerintahan.”3
4. Prof. Prajudi Atmosudirjo memberikan tiga arti dari Administrasi
Negara yaikni (i) sebagai aparatur negara, aparatur pemerintahan,
atau sebagai intitusi politik (kenegaraan) ; (ii) administrasi negara
sebagai “fungsi” atau sebagai aktivitas melayani Pemerintah yakni
sebagai “pemerintahan operasional” dan (iii) administrasi sebagai

3
proses teknis penyelenggaraan undang-undang. 4 Pada bagian lain
Prajudi juga menjelaskan bahwa Administrasi Negara adalah tugas
dan kegiatan-kegiatan : (a) melaksanakan dan menyelenggarakan
kehendak-kehendak (strategi, policy) serta keputusan-keputusan
Pemerintah secara nyata (implementasi): (b) menyelenggarakan
undang-undang (menurut pasal-pasalnya) sesuai dengan peraturan-
peraturan pelaksanaan yang ditetapkan oleh Pemerintah. 4
Selanjutnya Felix A Nigro memberikan defenisi bahwa
Administrasi Negara adalah : suatu kerjasama kelompok dalam
lingkungan pemerintahan meliputi ketiga cabang pemerintahan –
eksekutif, legislatif dan yudikatif serta hubungan diantara mereka,
mempunyai peranan penting dalam perumusan kebijakan
umum/Negara dan oleh karenanya merupakan sebagian dari proses
politik; dalam beberapa hal berbeda dengan administrasi private dan
sangat erat berkaitan dengan berbagai macam kelompok swasta dan
perorangan dalam menyajikan pelayanan kepada masyarakat.
Berdasarkan pendapat para ahli tersebut di atas makin jelas betapa
sulitnya untuk memberikan defenisi tentang Administrasi Negara. Di
negara industri Barat yang telah mengalami perkembangan pesat,
ternyata bahwa Administrasi Negara itu meliputi demikian banyak
kegiatan pemerintah dan negara. Subyeknya telah berkembang luas
dan sangat kompleks sehingga perlu untuk membagi-baginya kedalam
lapangan, yang khusus. Misanya Administrasi Kepegawaian Negara,
Administrasi Keuangan Negara, Administrasi Perkantoran Pemerintah,
Administrasi Perbekalan, Administrasi Perpajakan dan lain
sebagainya.
Mencermati berbagai pengertian maupun defenisi administrasi
tersebut, dapat dikemukakan beberapa ciri administrasi sebagai
berikut :

4
1. Ada sekelompok manusia yang terdiri atas dua orang manusia atau
lebih,
2. Ada kerjasama dalam kelompok,
3. Ada kegiatan, proses atau usaha,
4. Ada bimbingan, kepemimpinan, dan pengawasan,
5. Ada tujuan yang ingin dicapai.

B. Tujuan Administrasi Negara

Segala sesuatu yang dibuat oleh Administrasi Negara harus


mencerminkan dasar negara. Sesuatu keputusan yang dibuat untuk
dilaksanakan oleh administrasi Negara yang bertentangan dengan
dasar Negara yang bertentangan yang menjadi pedomannya, maka
sebenarnya tindakan yang demikian merupakan suatu
penyalahgunaan kekuasaan. Kegiatan Administrasi Negara harus
diarahkan agar sejalan dengan tujuan Negara Republik Indonesia
yaitu melindungi segenap tumpah darah Indonesia, memajukan
kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa.
Tujuan Adminstrasi Negara di Negara Republik Indonesia
sejalan dengan tujuan Negara. Dan tujuan dari pada suatu Negara
tergantung kepada falsafah negaranya.
Tujuan administrasi Negara di dalam Negara demokrasi adalah
untuk mencapai tujuan Negara yang telah ditetapkan oleh rakyat,
sebagaimana dikemukakan di atas.
Jadi tugas administrasi Negara adalah untuk memberikan
service yang sebaik-baiknya terhadap kepentingan rakyat atau untuk
mengabdi kepada kehendak rakyat. Bukan sebaliknya rakyat
mengabdi kepada kepentingan administrator, baik tingkat tinggi,
menengah ataupun tingkat rendah.

5
Agar supaya penyelenggaraan administrasi Negara itu betul-
betul untuk kepentingan rakyat, maka dalam administrasi Negara
diperlukan adanya “
1. Social participation, yaitu ikut sertanya rakyat dalam Administrasi
Negara.
2. Social responsibility, yaitu pertanggung jawaban dari
administrator Negara terhadap rakyat.
3. Social support, yaitu dukungan dari pada rakyat terhadap
Administrasi Negara.
4. Social control, yaitu pengawasan dari rakyat terhadap kegiatan
dan tindakan Administrasi Negara

C. Etika Administrasi Negara

Dunia etika adalah dunia filsafat, nilai dan moral. Dunia


administrasi adalah dunia keputusan dan tindakan. Lebih lanjut,
Kartasasmita (1997) menjelaskan bahwa etika bersifat abstrak dan
berkenaan dengan persoalan baik dan buruk, sedangkan administrasi
adalah konkrit dan harus mewujudkan apa yang diinginkan (get the job
done). Berbicara tentang etika dalam administrasi adalah bagaimana
mengaitkan keduanya, bagaimana gagasan-gagasan administrasi
seperti keterikaan, efesiensi, kemanfaatan, produktivitas dapat
menjelaskan etika dalam praktiknya, dan bagaimana gagasan-
gagasan dasar etika mewujudkan yang baik dan menghindari yang
buruk dapat menjelaskan hakikat administrasi.
Etika berasal dari bahasa Yunani Ethos yang artinya kebiasaan
atau watak, sedangkan moral berasal dari bahasa latin : mos
(jamak/moris) yang artinya cara hidup atau kebiasaan . Dari istilah ini
muncul pula istilah moral atau moril, tetapi artinya sudah jauh sekali

6
dari pengertian aslinya. Moril biasa diartikan sebagai semangat atau
dorongan hati.
Etika merujuk kepada dua hal. Pertama: Etika berhubungan
dengan disiplin ilmu yang mempelajari nilai-nilai yang dianut oleh
manusia beserta pembenarannya dan dalam hal ini etika merupakan
salah satu cabang filsafat. Kedua : Etika merupakan pokok
permasalahan didalam disiplin ilmu dan hukum itu sendiri, yaitu nilai-
nilai hidup dan hukum yang mengatur tingkah laku manusia. Moral
dalam pengertiannya yang umum menaruh kemauan karakter dan
sifat-sifat individu yang khusus, diluar ketaatan kepada peraturan.
Oleh karena itu, moral merujuk kepada tingkah laku yang bersifat
spontan seperti rasa kasih, kemurahan hati, kebesaran jiwa, dan
sebagainya. Di samping itu etika lebih banyak dikaitkan dengan
prinsip-prinsip moral yang mejadi landasan bertindak yang mempunyai
profesi tertentu. Landasan seperti Etika Kedokteran, Jurnalistik, Etika
hukum kesemuanya menunjukkan pengertian adanya asas moral
dalam suatu profesi. Sebaiknya mempersoalkan moral lebih tentunya
perbuatan orang secara individu, moral kewajiban manusia sebagai
manusia.
Ada berbagai pengertian nilai, namun nilai yang sangat erat
hubungannya dengan etika, diartikan sebagai sesuatu yang
menyempurnakan manusia sesuai dengan hakikatnya. Moral
merupakan daya dorong internal dalam hati nurani manusia untuk
mengarah kepada perbuatan-perbuatan yang baik dan menghindari
perbuatan-perbuatan yang buruk. Oleh karena itu, unsur filosofi yang
menentukan rangsangan psikologis yang banyak kaitannya dengan
nilai (value) yang dianut oleh seseorang. Secara sederhana, nilai
dapat dirumuskan sebagai objek dari keinginan manusia. Nilai menjadi
pendorong utama bagi tindakan manusia manusia dari pelbagai
macam nilai yang mempengaruhi kompleksitas tindakan manusia.

7
Setiap tindakan manusia ditentukan oleh nilai-nilai yang dianut serta
prinsip-prinsip moral yang dipegangnya. Dengan demikian, moral itu
sendiri merupakan suatu sistem nilai yang menjadi dasar bagi
dorongan atau kecenderungan bertindak.
Etika bukan hanya masalah administrasi negara saja. Etika
adalah masalah manusia dan kemanusiaan . Karena ituetika sejak
lama sudah menjadi bidang studi dari ilmu filsafat dan dipelajari dalam
berbagai bidang ilmu. Pada bidang administrasi negara, keprihatinan
menurut Kartasasmita (1997), masalah etika dalam birokrasi menjadi
keprihatinan (concern) yang sangat besar, karena perilaku birokrasi
mempengaruhi bukan hanya dirinya, tetapi masyarakat banyak. Selain
itu birokrasi juga bekerja untuk negara dan berarti juga untuk rakyat.
Wajarlah apabilah rakyat mengharapkan adanya jaminan bahwa para
birokrat banyak dibiayai harus mengabdi kepada kepentingan umum
menurut standar etika yang selaras dengan kedudukannya. Bahwa
PNS sebagai aparatur negara juga sebagai abdi masyarakat.
Pandangan etika kebajikan bertumpu pada karakter individu.
Pandangan ini, seperti juga pandangan administrasi negara baru,
yang ingin memperbaharui dan merevitalisasi bidang studi administrasi
negara. Nilai-nilai kebajikan inilah yang diharapkan dapat
mengendalikan seseorang di dalam organisasi sehingga pencapaian
tujuan organisasi senantiasa berlandaskan nilai-nilai moral yang
sesuai martabat kemanusiaan.
Masalah etika dan moral dalam proses Administrasi Negara,
memiliki posisi yang sangat penting dalam proses Administrasi
Negara. Pertimbangan etika sama sekali bukan merupakan langkah
mundur. Tetapi justru merupakan upaya untuk menemukan pranata-
pranata pembangunan yang berwatak dan bermoral.
Dalam kaitan dengan pengambilan keputusan, para pimpinan,
terutama pucuk pimpinan (Manajemen Eksekutif Puncak atau Chief

8
Executive Officer yang lazim disingkat MEP merupakan tugas
(kewajiban), untuk dilaksanakan oleh karena lain dalam lingkup
organisasi yang dipimpinnya. Karena itu, pimpinan harus mengetahui
dampak dari keputusannya itu dan bertanggung jawab atas akibat
yang ditimbulkan keputusannya itu. Atas dasar itu, lahirlah Etika
Kewajiban, Etika Tanggung Jawab, dan Etika Akibat. Ini berarti bahwa
setiap keputusan yang diambil adalah merupakan tugas dan
kewajiban, dapat dipertanggungjawabkan dan memahami akibat yang
ditimbulkan keputusan tersebut.

D. Kepemerintahan yang Baik dan yang Bersih

Semangat reformasi di penghujung abad ke 20 telah mewarnai


pendayagunaan aparatur negara dengan tuntutan untuk mewujudkan
administrasi negara yang mampu mendukung kelancaran dan
keterpaduan pelaksanaan tugas dan fungsi penyelenggaraan
pemerintahan negara dan penbangunan, dengan memperaktekkan
prinsip-prinsip good governance.
Proses Administrasi dimaknai sebagai rangkaian kegiatan untuk
pencapaian hasil tertentu dengan profesionalisme sesuai tuntutan
kegiatan yang harus dilakukan, sehingga hasil yang diinginkan
terwujud
Secara konsreptual pengertian kata baik (good) dalam istilah
kepemerintahan yang baik (good governance) mengandung dua
pemahaman: (Pertama, nilai-nilai yang menjunjung tinggi
keinginan/kehendak rakyat dalam pencapaian tujuan (nasional)
kemandirian, pembangunan berkelanjutan dan keadilan sosial. Kedua
aspek-aspek fungsional dari pemerintahan yang efektif dan efesien
dalam pelaksanaan tugasnya untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut.

9
Oleh karena itu berdasarkan pengertian ini kepemerintahan yang baik
berorientasi pada dua hal yaitu :
1. Orientasi ideal negara yang diarahkan pada pencapaian tujuan
nasional ; dan
2. Pemerintahan yang berfungsi secara ideal, yaitu secara efektif dan
efesien melakukan upaya pencapaian tujuan nasional.
Orientasi pertama mengacu pada demokratisasi dalam kehidupan
bernegara dengan elemen-elemen konstituen atau pemilihnya seperti :
legitimacy atau legitimasi, apakah pemerintah dipilih dan mendapat
kepercayaan dari rakyatnya, accutability atau akuntabilitas, yaitu seberapa
jauh perlindungan hak-hak azasi manusia terjamin, adanya otonomi dan
devolusi kekuasaan kepada daerah, serta adanya jaminan berjalannya
mekanisme kontrol oleh masyarakat. Sedangkan orientasi kedua, tergantung
pada sejauh mana pemerintah mempunyai kompotensi, dan sejauh mana
struktur serta mekanisme politik serta administrasi berfungsi secara efektif
dan efesien.
Dokumen yang diterbitkan oleh UNDP dan pemerintah Vietnam
memberikan defenisi good governance sebagai proses yang meningkatkan
interaksi konstruktif diantara domain-domainnya dengan tujuan untuk
menciptakan dan memelihara kebebasan, keamanan dan kesempatan bagi
adanya aktivitas swasta yang produktif. Oleh karena itu good governance
sebagai “hubungan yang sinergis dan konstruktif diantara negara, sektor
swasta dan masyarakat (society)”.
Berdasarkan defenisi itu, kemudian UNDP mengajukan karakteristik
good governance, seperti: partisipasi, supremasi hukum, transparansi, cepat
tanggap, membangun konsensus, kesetaraan efektif dan efesien,
bertanggung jawab dan visi yang strategik. Kesembilan karakteristik tersebut
saling memperkuat dan tidak dapat berdiri sendiri.
Dalam kaitan dengan karakteristik dari good governance tersebut,
dalam Peraturan Pemerintah No.101 Tahun 2000, dirumuskan pengertian

10
Kepemerintahan Yang Baik (good governance) yaitu : ”Kepemerintahan
yang mengembangkan dan menerapkan prinsip-prinsip profesionalitas,
akuntabilitas, transparansi, pelayanan prima, demokrasi, efesiensi, efektifitas,
supremasi hukum dan dapat diterima oleh seluruh masyarakat.”
Jika dilihat dari ketiga domain dalam governance menjadi domaian
yang paling memegang peranan penting dalam mewujudkan good
governance, karena fungsi pengaturan yang menfasilitasi domain sektor
swasta dan masyarakat (society), serta fungsi administrasi penyelenggaraan
pemerintahan melekat pada domain ini.
UNDP (1977) mengemukakan bahwa karakteristik atau prinsip-prinsip yang
harus dianut dan dikembangkan dalam praktek penyelenggaraan
kepemerintahan yang baik adalah meliputi :
1. Partisipasi (participation) : Setiap orang atau setiap warga
masyarakat, baik laki-laki maupun perempuan harus memiliki hak suara
yang sama dalam proses pengambilan keputusan, baik secara langsung
melalui lembaga perwakilan, sesuai dengan kepentingan dan
aspirasinya masing-masing. Partisipasi yang luas ini perlu dibangun
dalam suatu tatanan kebebasan berserikat dan bependapat, serta
kebebasan untuk berpartisipasi secara konstruktif.
2. Aturan Hukum (Rule of Law) : Kerangka aturan hukum dan
perundang-undangan haruslah berkeadilan, ditegakkan dan dipatuhi
secara utuh (impatially), terutama aturan hukum tentang hak asasi
manusia.
3. Transparansi (Transperancy) : Transparansi harus dibangun
dalam kerangka kebebasan aliran informasi. Berbagai proses,
kelembagaan, dan informasi harus dapat diakses secara bebas oleh
mereka yang membutuhkannya, dan informasinya harus dapat
disediakan secara memadai dan mudah dimengerti sehingga dapat
digunakan sebagai alat monitoring dan evaluasi.

11
4. Daya Tanggap (Responsiveness) : Setiap intitusi dan
prosesnya harus diarahkan pada upaya untuk melayani berbagai pihak
yang berkepentingan (Stakeholders).
5. Berorientasi Konsensus (Consensus Orientation) :
Pemerintahan yang baik (good governance) akan bertindak sebagai
penengah (mediator) bagi berbagai kepentingan yang berbeda untuk
mencapai konsensus atau kesepakatan yang terbaik bagi kepentingan
masing-masing pihak, dan jika dimungkinkan juga dapat diberlakukan
terhadap berbagai kebijakan dan prosedur yang akan ditetapkan
pemerintah.
6. Berkeadilan (Equity) : Pemerintahan yang baik akan
memberikan kesempatan yang sama baik terhadap laki-laki maupun
perempuan dalam upaya mereka untuk meningkatkan dan memelihara
kualitas hidupnya.
7. Efektifitas dan Efesiensi (Effectiveness and Efficiency) :
Setiap proses kegiatan dan kelembagaan diarahkan untuk
menghasilkan sesuatu yang benar-benar sesuai dengan kebutuhan
melalui pemanfaatan yang sebaik-baiknya berbagai sumber yang
tersedia.
8. Akuntabilitas (Accuntability) : Para pengambil keputusan
(decision makers) dalam organisasi sektor publik (pemerintah), swasta,
dan masyarakat madani memiliki pertanggungjawaban (akuntabilitas)
kepada publik (masyarakat umum), sebagaimana halnya kepada para
pemilik (stakeholders). Pertanggungjawaban tersebut berbeda-beda,
bergantung apakah jenis keputusan organisasi itu bersifat internal atau
bersifat eksternal.
9. Bervisi strategis : Para pimpinan dan masyarakat memiliki
perspektif yang luas dan jangka panjang tentang penyelenggaraan
pemerintahan yang baik (good governance) dan pembangunan manusia

12
(human development), bersamaan dengan dirasakannya kebutuhan
pembangunan tersebut.
10. Saling keterkaitan (interrelated) : bahwa keseluruhan ciri
good governance tersebut di atas adalah saling memperkuat dan saling
terkait (mutually reinforcing) dan tidak bisa berdiri sendiri.
Dalam tulisan bertajuk ” Format Bernegara Menuju Masyarakat Madani”.
Mustopadidjaja (1999 : 10-11) mengungkapkan bahwa: ” untuk
mengaktualisasikan potensi masyarakat dan untuk mengatasi berbagai
permasalahan dan kendala yang dihadapi bangsa perlu dijamin
berkembangnya kreativitas dan oto-aktivitas masyarakat bangsa yang terarah
pada peningkatan kesejahteraan masyarakat serta ketahanan dan daya
saing perekonomian bangsa.”
Meskipun tidak secara tegas menyatakannya sebagai prinsip-prinsip
kepemerintahan yang baik, namun Mustopadidjaja (1999 : 11-14)
merekomendasikan agar ”format bernegara Masyarakat Madani” sebagai
penyelenggara negara baik di pusat maupun di daerah-daerah, perlu
memperhatikan antara lain prinsip-prinsip sebagai berikut :
1. Prinsip Demokrasi dan Pemberdayaan. Penyelenggaraan negara
yang demokratis adalah adanya pengakuan dan penghormatan
negara atas hak dan kewajiban warga negara, termasuk kebebasan
untuk menentukan pilihan dan mengekspresikan diri secara rasional
sebagai wujud rasa tanggung jawab dalam penyelenggaraan negara
dan pembangunan bangsa
2. Prinsip Pelayanan. Upaya pemberdayaan memerlukan semangat
untuk melayani masyarakat ( a spirit of public service), dan menjadi
mitra masyarakat (partner of society); atau melakukan kerja sama
dengan masyarakat (co-production) . Agar hal ini bisa terwujud
diperlukan perubahan perilaku melalui pembudayaan kode etik (code
of conduct) yang didasarkan pada dukungan lingkungan (enabling
strategy) yang diterjemahkan ke dalam standar tingkah laku yang di

13
terima umum, dan dijadikan acuan perilaku aparatur pemerintah baik
di pusat maupun di daerah-daerah. Dalam hubungan ini para aparatur
perlu mengahayati benar makna administrasi publik sebagai wahana
penyelenggaraan pemerintahan negara yang esensinya adalah
”melayani publik.”
3. Prinsip Transparansi dan Akuntabilitas. Aparatur dan sistem
manajemen pemerintahan harus mengembangkan keterbukaan dan
sistem akuntabilitas, harus bersikap terbuka untuk mendorong para
pimpinan dan seluruh sumberdaya manusia di dalamnya berperan
dalam mengamalkan dan melembagakan kode etik, serta dapat
menjadikan diri mereka sebagai panutan masyarakat dalam rangka
pelaksanaan pertanggungjawaban kepada masyarakat dan negara.
4. Prinsip Partisipasi. Dalam hubungan ini, masyarakat harus
mendapatkan kesempatan yang luas dalam berperan serta
menghasilkan barang-barang dan jasa-jasa publik (public goods and
service) melalui proses kemitraan dan kebersamaan. Prinsip ini
sejalan dengan salah satu prinsip Reinventing Goverment (osborne
and Gaebler, 1992) yaitu “empowering rather thand serving.” Dengan
pola desentralisasi fungsi-fungsi pelayanan publik kepada masyarakat,
diharapkan peningkatan efesiensi dan evektifitas pelaksanaan
pembangunan akan dapat tercapai, sehingga tingkat kepercayaan
masyarakat kepada pemerintah akan semakin meningkat sejalan
dengan peningkatan peran serta mereka dalam berbagai aspek
penyelenggaraan pemerintah Negara, pembangunan dan pelayanan
publik. Semua itu merupakan bagian dari proses peningkatan
kapasitas masyarakat bangsa (capacity building) baik secara individu
maupun kelembagaan.
5. Prinsip Kemitraan. Dalam lingkungan masyarakat modern, bahkan
post modern dewasa ini, peranan dunia usaha sangat strategis bagi
kemajuan pembangunan nasional untuk mewujudkan peningkatan

14
kesejahteraan masyarakat yang semakin baik. Oleh karena itu perlu
diciptakan iklim yang kondusif untuk terwujudnya kemitraan dunia
usaha dan pemerintah, serta keserasian dan keseimbangan kemitraan
antara dunia usaha skala besar, menengah dan kecil dalam produksi
dan pemasaran barang dan jasa, dalam berbagai kegiatan ekonomi
dan pembangunan lainnya.
6. Prinsip desentralisasi. Pembangunan pada hakekatnya dilaksanakan
di daerah-daerah, karena itu berbagai kewenangan yang selama ini
ditangani oleh pemerintah sebagian besarnya perlu diserahkan
kepada daerah.
7. Konsistensi kebijakan dan Kepastian Hukum. Peningkatan
pembangunan dan efesiensi nasional membutuhkan penyesuaian
kebijakan dan perangkat perundang-undangan, namun tidak berarti
harus mengabaikan kepastian hukum. Tegaknya hukum yang berkeadi
lan merupakan jasa pemerintah yang terasa teramat sulit diwujudkan,
namun mutlak diperlukan dalam penyelenggaraan pemerintahan dan
pembangunan.
Dengan terpenuhinya prinsip-prinip tersebut dalam penyelenggaraan
pemerintahan negara dan pembangunan nasional Indonesia dalam
dekade-dekade awal abad ke-21 ini, diharapkan upaya penataan
kehidupan sosial, ekonomi, dam politik akan terwujud secara mantap
sejalan dengan perkembangan peradaban masyarakat madani (Civil
Society). Masyarakat Madani menurut Mustopadiddjaya (1997:7) adalah
suatu masyarakat yang memiliki nilai-nilai dasar ketuhanan,
kemerdekaan, hak asasi dan martabat manusia, kebangsaan, demokrasi,
kemajemukan, kebersamaan, persatuan dan kesatuan, kesejahteraan
bersama, keadilan, supremasi hukum, keterbukaan, partisipasi,
kemitraan, rasional, etis, perbedaan pendapat, dan pertanggungjawaban
(akuntabilitas), yang seluruhnya harus melekat pada setiap individu dan
institusi yang memiliki komitmen untuk mewujudkannya.

15
E. Kesimpulan

1. Administrasi Negara adalah merupakan sekelompok manusia


yang terdiri dua orang manusia atau lebih yang bekerja sama
dalam kelompok melalui kegiatan, proses atau usaha atas
bimbingan, kepemimpinan dan pengawasan dalam rangka
mencapai tujuan.
2. Tujuan administrasi negara harus sejalan dengan tujuan negara
Republik Indonesia yaitu melindungi segenap tumpah darah
Indonesia, memajukan kesejahteraan umum dan
mencerdaskan kehidupan bangsa. Jadi tugas administrasi
negara untuk memberikan service sebaik-baiknya terhadap
kepentingan rakyat atau untuk mengabdi kepada kehendak
rakyat. Bukan sebaliknya rakyat mengabdi kepada kepentingan
administrator, baik di tingkat tinggi, menengah ataupun tingkat
rendah. Dan tujuan administrasi negara pada negara Republik
Indonesia tergantung kepada falsafah negaranya dan untuk
mencapai tujuan tersebut telah ditetapkan oleh rakyatnya.
3. Masalah etika dan moral dalam proses administrasi negara
memiliki posisi yang sangat penting dalam proses admnistrasi
negara untuk menemukan pranata-pranata pembangunan yang
berwatak dan bermoral. Karena setiap pimpinan harus
mengetahui dampak dari keputusannya dan bertanggung jawab
atas akibat yang ditimbulkan keputusannya, dan setiap
keputusan yang diambil merupakan tugas dan kewajiban yang

16
dapat dipertanggungjawabkan dan memahami akibat keputusan
yang ditimbulkan tersebut.
4. Konsepsi kepemerintahan yang baik atau good governance
mengandung arti hubungan yang sinergis dan konstruktif di
antara negara, sektor swasta dan masyarakat (society). Dalam
hal ini adalah Kepemerintahan yang mengembangkan dan
menerapkan prinsip profesionalitas, akuntabilitas, transparansi,
pelayanan prima, demokrasi, efesiensi, efektifitas, supremasi
hukum dan dapat diterima oleh seluruh masyarakat.
5. Jadi Administrasi Negara merupakan sekelompok manusia
yang saling bekerja sama yang bertujuan sesuai dengan
falsafah negara dan untuk mencapai tujuan tersebut telah
ditetapkan oleh rakyatnya yang memerlukan etika dan moral
dalam proses administrasi negara sehingga dapat membangun
kepemerintahan yang baik atau good governance dengan
menerapkan prinsip profesionalisme, akuntabilitas,
transparansi, pelayanan prima, demokrasi, efesiensi, efektifitas,
supremasi hukum dan dapat diterima oleh masyarakat.

17

Anda mungkin juga menyukai