FAMILY BUSINESS
Dosen Pengampu: Ananda Sabil Hussein, Ph.D
Oleh: Alivia Naila Izzah (19502090111106)
Keluarga Pak Hassan dalam perjalanan menjalankan bisnis Rumah Makan Nasi Lele
Berkah mengalami berbagai rintangan permasalahan. Dari berbagai masalah yang ada, salah
satu permasalahan menjadi titik awal penurunan bisnis pecel lele dan merambat hingga pada
permasalahan-permasalahan runyam lainnya adalah berawal dari Anton yang menolak usulan
dari Budi. Di tahun 2010, saat Budi mulai ikut menjalankan bisnis keluarga, ia memberikan
usulan pada Anton untuk melakukan promosi usaha pecel lele menggunakan internet, namun
usulan itu ditolak mentah-mentah karena menurut Anton hal tersebut hanya
membuang-buang waktu dan biaya. Alhasil di tahun 2015 bisnis Rumah Makan Nasi Lele
Berkah mengalami penurunan dan disaat yang bersamaan Anton meninggal dunia karena
kecelakaan sehingga Tina, anaknya meneruskan jabatan Anton. Sayangnya sifat Tina sangat
tidak cocok untuk dijadikan pemimpin bisnis ini, selain ia tidak siap untuk menjalankan
bisnis ia juga merasa paling berwenang atas segalanya karena ia memiliki 80% kepemilikan
saham. Besarnya angka kepemilikan itulah yang menjadikan Tina dengan semaunya
mendirikan cabang lain tanpa memikirkan hak Ibu Dewi untuk berpendapat. Keputusannya
juga terbilang ceroboh karena ia sama sekali tidak memperhatikan aspek-aspek lain seperti
pemilihan lokasi, kondisi keuangan, dan proyek pengembangan. Akibatnya bisnis pecel lele
terlilit hutang dengan bank dan tidak sanggup melunasinya, sehingga setelah 27 tahun berdiri
pada akhirnya Rumah Makan Nasi Lele Berkah mengalami kebangkrutan dan harus ditutup
selamanya.
Dari permasalahan bisnis keluarga Rumah Makan Nasi Lele Berkah yang sudah terjadi,
tentunya dapat dilihat jika tidak adanya suksesi yang benar didalamnya. Padahal ada baiknya
jika sejak Pak Hassan mendirikan usahanya sudah merencanakan suksesi, terlebih bisnisnya
sudah berjalan lebih dari 5 tahun. Tentu saja melakukan suksesi tidak serta merta langsung
menunjuk seseorang untuk menjadi calon suksesor, banyak hal yang harus dipertimbangkan
untuk menghindari kekacauan karena kesalahan strategi suksesi.
Dalam suatu bisnis keluarga, perpindahan warisan keluarga bukan hanya masalah bisnis,
tetapi juga kepemimpinannya, yaitu bagaimana mereka menyiapkan generasi selanjutnya.
Dalam proses transisi kepemimpinan, diperlukan pemimpin yang sangat sentral. Ia bertugas
mulai dari mencari calon hingga nantinya turun jabatan. Pemimpin sebelumnya harus
menetapkan standar untuk kandidat calon suksesor selanjutnya. Ini tentunya sangat penting
untuk keberlangsungan bisnis, karena pemimpin selanjutnya harus dapat mengelola bisnis
dengan baik juga membawa nilai-nilai keluarga. Anggota keluarga memiliki peran dan
pengaruh yang dapat dirasakan oleh perusahaan, ini dapat dilihat dari keaktifan dalam
manajemen dan penciptaan budaya.
Menjalankan bisnis keluarga haruslah berkomitmen, karena nilai-nilai keluarga harus
dibentuk sejak awal untuk penerus berikutnya. Selama menjalankan bisnis harus ada
keterlibatan dari generasi penerus terhadap bisnis agar mereka ada rasa memiliki. Para calon
suksesor seharusnya diberikan pengalaman kerja di bisnis yang dijalankan dengan berbagai
macam jabatan yang bisa dimulai dari jabatan terendah seperti karyawan biasa atau anggota
tim, baru kemudian perlahan naik ke jabatan yang lebih tinggi seperti menjadi ketua divisi.
Pemimpin sebelumnya juga bisa memberikan sebuah tantangan guna menguji kemampuan
dan kelayakan calon suksesor sebagai calon penerus pemimpin perusahaan, juga untuk
mengembangkan diri dan memperkaya pengalaman calon suksesor.
Apabila sudah melakukan suksesi, tentu tidak hanya dibiarkan begitu saja. Sebagai
pemimpin sebelumnya mereka berhak untuk mengawasi dan memberi masukan kepada
pemimpin saat ini. Pemimpin saat ini juga harus mempertegas sejauh mana pemimpin
sebelumnya dapat bertindak, karena jika tidak begitu makan akan ada kemungkinan
pemimpin saat ini menjadi “boneka” dari pemimpin sebelumnya.
Adapun tolak ukur berhasil atau tidaknya suksesi yang dilakukan adalah sebagai berikut:
a. Pertumbuhan bisnis berjalan dengan baik. Pertumbuhannya masih terbilang naik
bukan turun.
b. Kinerja keuangan meningkat, ditandai dengan jumlah aset yang bertambah bukan
berkurang, seperti banyak hutang.
c. Terjaganya keharmonisan keluarga, hubungan keluarga tetap terjalin dengan baik
bukan terjadi perpecahan keluarga.
Sehingga walaupun calon suksesor berhasil menjadi penerus perusahaan tidak akan ada
artinya atau disebut gagal apabila tolak ukur suksesi tadi mengalami kemunduran atau bahkan
kehancuran.
Perlu diketahui bahwa dalam bisnis keluarga setiap anggota keluarga memiliki
kesempatan yang sama untuk menjadi pemimpin selanjutnya. Jika kepemilikan bisnis
keluarga berdasarkan saham, bisa saja yang menjadi pemimpin adalah yang dengan
kepemilikan saham tertinggi, misalnya saja 60%. Atau seseorang dengan kepemilikan saham
yang rendah, misalnya saja 15% tetapi memiliki andil untuk memegang kendali tetap secara
utuh. Kasus yang seperti ini biasanya dilakukan oleh bisnis keluarga yang menjual sahamnya
pada perusahaan lain, tetapi seperti yang dikatakan sebelumnya kepemimpinan tetap
dipegang oleh anggota keluarga pendiri. Sehingga pada bisnis Lele Berkah dapat dilihat jika
suksesi hanya berdasarkan kepemilikan saham tertinggi yang mana kebetulan dimiliki oleh
anaknya sendiri, padahal anggota keluarga lain memiliki kesempatan yang sama untuk
menjadi pemimpin walaupun saham yang dimiliki lebih kecil.