Anda di halaman 1dari 15

ANALISIS HAZID DAN HAZOP DENGAN INHERENTLY

SAFER DESIGN

Mata kuliah : Keamanan, Keselamatan Kerja dan Lingkungan


Disusun Oleh:
Kelompok 2

Sakinah Tika Sari Saragih 2004103010015


Cut Rayyan Khawari 2004103010020
Fathul Bashair 2004103010026

Dosen pembimbing
T. Mukhriza, ST, M.Sc. 1980100320006041003

JURUSAN TEKNIK KIMIA


FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SYIAH KUALA
DARUSSALAM, BANDA ACEH
2022
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Aspek keselamatan dan kesehatan kerja menjadi hal yang yang paling perlu
untuk diperhatikan bagi suatu instansi atau badan usaha yang menjalankan usaha
terutama proses produksi atau jasa. Aspek ini menjadi amat esensial karena akan
menentukan produktivitas dari suatu pabrik.

Aspek keselamatan kerja yang perlu diamati meliputi kesehatan dan keamanan
kerja para pekerja dan dampak lingkungan yang ditimbulkan. Dengan mengetahui
persis bagaimana proses operasi kimia yang terjadi dalam suatu pabrik, seorang
sarjana teknik kimia bertanggung jawab dengan segala risiko bagi para pekerja,
konsumen, dan masyarakat sekitar. Dampak terhadap lingkungan juga patut untuk
diperhatikan karena limbah dan proses dalam pabrik secara langsung maupun tidak
langsung sangat berbahaya bagi kelangsungan lingkungan.

Selain itu, untuk mencegah terjadinya kecelakaan, melakukan penanggulangan


terhadap kecelakaan yang terjadi, mencegah terjadinya gangguan kesehatan yang
terjadi bagi seluruh masyarakat yang terlibat pada proses di dalam pabrik, mencegah
terjadinya kebakaran, mencegah perluasan terhadap dampak kecelakaan, maka aspek
keselamatan dan kesehatan kerja perlu dibahas. Analisis aspek keselamatan ini terdiri
dari analisis bahan/material yang dapat menimbulkan bahaya dan analisis bahaya.
Analisis bahaya meliputi HIRA (Hazard Identification and Risk Assessment),
HAZOP (Hazard Analysis and Operational Study), dan HAZID (Hazard
Identification).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Aspek Keamanan dari Floating LNG: Penerapan Inherently Safer Design
Proses Likuefaksi

Kinerja keselamatan instalasi minyak dan gas lepas pantai berasal dari
keputusan yang diambil dalam berbagai tahapan siklus hidup proyek (yaitu desain
konseptual, rekayasa front-end dan desain FEED, desain detail, konstruksi,
komisioning, operasi, manajemen perubahan, penonaktifan). Di antara kemungkinan
strategi manajemen risiko, penerapan pendekatan keselamatan inheren dalam desain
konseptual dan FEED, di mana tingkat kebebasan yang tersedia untuk modifikasi
sistem lebih tinggi, dapat mengurangi biaya desain dan manajemen, dan dapat
menyederhanakan persyaratan untuk perangkat keselamatan yang direkayasa dan
yang terkait. prosedur (Khan dan Amyotte, 2002).

Pendekatan keselamatan yang melekat sebelumnya ditunjukkan sebagai strategi


hemat biaya untuk mengatasi bahaya yang mendasarinya pada tahap awal proyek
dalam proses dan industri kimia dan disarankan juga untuk aplikasi instalasi migas
lepas pantai. Prinsip utama keselamatan inherent (yaitu: meminimalkan jumlah bahan
kimia, mengganti bahan/reaksi dengan yang kurang berbahaya, memoderasi kondisi
proses untuk mengurangi dampak jika terjadi pelepasan, dan menyederhanakan tata
letak peralatan) sangat penting dalam konteks Migas lepas pantai karena fitur khusus
fasilitas lepas pantai misalnya kemacetan tinggi, kondisi operasi proses tinggi
(Daklen dan Eades, 2008).

Dalam industri proses dan petrokimia, penggunaan Key Performance


Indicators (KPI) secara khusus dikembangkan untuk mendukung desain yang secara
inheren lebih aman muncul dalam dua dekade terakhir sebagai hasil dari upaya untuk
mengatasi kesulitan dalam memilih alternatif yang secara inheren lebih aman hanya
dengan prinsip konseptual. Namun, Tang dkk, (2018) melaporkan bahwa sejauh ini
tidak ada indeks keselamatan melekat khusus untuk sektor lepas pantai yang
diusulkan, meskipun instalasi 0&G lepas pantai menghadirkan fitur khusus dalam hal
tata letak dan interaksi dengan lingkungan yang tidak diperhitungkan dalam indeks
yang dikembangkan untuk aplikasi darat.

Sebagai akibat dari keterbatasan yang tercantum di atas, contoh penerapan


indeks keselamatan melekat pada desain fasilitas Migas lepas pantai saat ini terbatas:
studi oleh (Xin dkk, (2016)) menerapkan 12S1 dan DHI untuk optimalisasi tata letak
dek atas fasilitas FLNG, sementara Crivellari dkk, (2017), menerapkan versi IS-KPI
yang disesuaikan untuk pemilihan proses produksi Migas lepas pantai. Dalam semua
studi ini, metode yang diterapkan kurang memiliki validitas umum dan kerangka
metodologi yang terperinci untuk mendukung aplikasi umum mereka untuk analisis
multi-target proyek lepas pantai.

Studi saat ini membahas pengembangan metodologi untuk mendukung


identifikasi dan pemilihan alternatif yang secara inheren lebih aman dalam desain
awal fasilitas produksi lepas pantai. Alat ini didasarkan pada penerapan prinsip
keselamatan yang melekat untuk pengurangan risiko, mengatasi penghapusan atau
pengurangan bahaya proses (Kletz dan Amyotte, 2010). Metodologi ini didasarkan
pada serangkaian KPI keselamatan inheren tertentu, yang ditentukan berdasarkan
konsekuensi skenario kecelakaan potensial sehubungan dengan target perhatian yang
berbeda: manusia, aset, dan lingkungan. Metodologi multi-target yang diusulkan
cocok untuk mengarahkan solusi yang lebih aman secara inheren. Secara khusus,
metode ini mengidentifikasi dan mengurutkan bahaya yang berbeda, juga
mempertimbangkan fitur khusus fasilitas lepas pantai (tata letak berlapis, kemacetan
tinggi, dll).
2.1.1 Minimasi
Salah satu perkembangan desain terbaru adalah untuk menggunakan daya yang
disuplai dari garis pantai, mengurangi kebutuhan plant akan turbin gas pada platform.
Tak hanya mengurangi keberadaan perlengkapan berbahaya, metode ini juga dapat
mengurangi personel maintenance pada platform, dan secara langsung mengurangi
hazard keseluruhan.

Platform LNG operatif memerlukan adanya beragam jenis suplai yang


diantarkan oleh kapal khusus suplai dan perlengkapan maintenance di atas kapal.
Kadang, perlengkapan berat harus diangkat di atas peralatan proses selama proses
operasi sedang berlangsung. Digunakan barrier penahan untuk berjaga-jaga apabila
ada objek yang jatuh, tetapi dengan kekurangan: peningkatan potensial ledakan dan
meningkatkan berat beban. Pada suatu fasilitas produksi, dieliminasi seluruh crane
angkat berat kecuali satu yang terletak pada akomodasi pengangkatan delivery.
Pergerakan alat berat dilaksanakan pada dek fasilitas.

2.1.2 Substitusi
Selama proses konstruksi dan instalasi fasilitas, digunakan crane angkat berat
untuk mengangkat struktur-struktur besar. Dibandingkan dengan crane angkat berat,
penggunaan tongkang marupakan opsi instalasi yang lebih aman. Muatan diletakkan
secara perlahan di atas jacket dengan menyesuaikan pemberat pada tongkang. Model
konstruksi ini memungkinkan prosedur yang lebih stabil ketimbang dengan
penggunaan crane angkat berat.

2.1.3 Simplifikasi
Ledakan gas merupakan risiko besar pada platform offshore. Parah atau
tidaknya ledakan gas bergantung pada densitas dan penyusunan dari peralatan dan
perpipaan. Pada area dengan densitas dan penyusunan peralatan serta perpipaan yang
ruwet, risiko ledakan dan kebakaran juga semakin tinggi. Penurunan densitas
peralatan serta perpipaan akan menurunkan tingkat severitas dari ledakan gas.

Penurunan risiko bahaya pada plant LNG offshore juga dapat dicapai melalui
layout plant tersebut. Inventori dan operasi LNG yang melibatkan tekanan tinggi
ditempatkan di kedua ujung fasilitas, masing-masing di ujung lokasi ruang kontrol
tempat para personil plant berada. Pemisahan antara ruang operasi dan ruang kontrol
mengurangi risiko hazard yang dapat terjadi pada pada karyawan di atas kapal.
Menggunakan desain ini, keselamatan personil dalam ruang akomodasi dan ruang
kontrol dapat dicapai, melalui insiden besar sekalipun

2.1.4 Intensifikasi
Contoh aplikasi prinsip intensifikasi pada plant LNG merupakan penggunaan
heat exchanger printed circuit alih-alih penggunaan heat exchanger jenis shell dan
tube. DIbandingkan dengan HE shell and tube, HE printed circuit memakan lebih
sedikit tempat dan memuat inventori yang lebih kecil, otomatis memotong biaya
produksi.

Perolehan hidrokarbon dalam reservoir bermil-mil di dasar laut dilakukan


dengan proses drilling. Secara konvensional, teknik yang banyak digunakan adalah
teknik drilling secara vertikal; teknik ini memerlukan adanya beberapa lokasi drilling
untuk mengekstrak migas dari reservoirnya, yang acap kali cukup ekstensif.
Intensifikasi operasi drilling dengan menggunakan teknik extended drilling alih-alih
teknik drilling vertikal dapat memungkinkan terjadinya operasi drilling yang dapat
meraih area lebih besar di reservoir dalam sekali jalan saja. Teknik ini telah
digunakan dan dapat mengurangi jumlah hazard pada proses drilling, terutama karena
proses drilling dapat diselesaikan dalam satu kali jalan

Pada plant LNG, terdapat adanya hidrokarbon dalam volume besar yang
mengalir melalui perlengkapan proses pada platform. Perpipaan dan perlengkapan
dihubungkan dengan flens, yang acap kali merupakan sumber kebocoran
hidrokarbon. Jumlah sambungan flens meningkatkan risiko terjadinya kebakaran
dan/atau ledakan; dibutuhkan sedikit saja jumlah hidrokarbon untuk memicu
terjadinya suatu insiden. Jumlah sambungan flens dapat dikurangi secara drastis
dengan penggunaan sambungan welded, yang membutuhkan adanya desain dan
perencanaan konstruksi yang memadai

2.2 Rangkuman Insiden Offshore

Dalam usahanya mencari kesempatan produksi migas, perusahaan


memperbesar kapabilitasnya untuk produksi offshore dengan operasi drilling
sederhana. Kemajuan teknologi tentu berperan besar dalam memungkinkan dan
mempermudah terjadinya operasi offshore, tetapi risiko pun semakin beragam seiring
dengan perkembangan teknologi. Dari titik awal perkembangannya, operasi offshore
rentan insiden yang dapat menyebabkan terjadinya bencana kecelakaan, seperti yang
terjadi pada bencana Piper Alpha dan ledakan BP Deepwater Horizon. Untuk
memahami perumusan protokol keamanan, insiden-insiden keamanan besar yang
telah terjadi dalam industri migas merupakan sumber informasi yang sangat
diperlukan. Dalam Tabel di bawah ini, dirangkum beberapa insiden besar dalam
industri migas beserta penyebab dan konsekuensinya sebagai berikut

Nama dan Jenis Penyebab


Tahun Konsekuensi
Lokasi Fasilitas Kecelakaan Kecelakaan

Qatar I, Arabian
1956 Tenggelam Human error 20 korban jiwa
Gulf

Gagalnya
C.P. Baker Kebakaran dan 21 korban jiwa
1964 Blowout
Drilling Barge ledakan dan 22 luka-luka
preventer (BOP)

1965 Sea Gem JU, UK Tenggelam Fatigue failure 13 korban jiwa


Nama dan Jenis Penyebab
Tahun Konsekuensi
Lokasi Fasilitas Kecelakaan Kecelakaan

Ubit Platform,
1966 Kebakaran Ledakan 18 korban jiwa
Nigeria

1968 Little Bob, US Kebakaran Gagalnya BOP 7 korban jiwa

50,000–70,000
Santa Barbara Tumpahnya
1969 Gagalnya BOP barel minyak
Oil Spill minyak
tumpah

4 korban jiwa
1970 Bay Marchdan Kebakaran Human error
dan 37 luka-luka

South Timbalier,
1970 Tenggelam Gagalnya BOP 4 korban jiwa
GOM

Chevron's
20,000 barel
1970 Platform MP- Kebakaran Gagalnya BOP
minyak tumpah
41C

Gemini JU,
1974 Tenggelam Fatigue failure 18 korban jiwa
Afrika Barat

Deep Sea Driller,


1976 Tenggelam Cuaca buruk 6 korban jiwa
NCS

Ocean Express
1976 Tenggelam Cuaca buruk 13 korban jiwa
JU, GOM

20,000m3 minyak
1977 Ekofisk Bravo Kebakaran Gagalnya BOP
tumpah
Nama dan Jenis Penyebab
Tahun Konsekuensi
Lokasi Fasilitas Kecelakaan Kecelakaan

Ranger I JU,
1979 Tenggelam Fatigue failure 8 korban jiwa
GOM

Bohai 2 Jack-Up
1979 Accident, Bohai Tenggelam Human error 72 korban jiwa
Bay, China

Kebakaran dan
IXTOC I, Gulf of minyak 3 juta barel
1979 Gagalnya BOP
Mexico Tumpahnya minyak tumpah
minyak

Alexdaner L.
1980 Kielldan Tenggelam Fatigue failure 123 korban jiwa
Accident

Funiwa-5
Tumpahnya 400,000 barel
1980 (Texaco) minyak Gagalnya BOP
minyak minyak tumpah
well blowout

Bohai 3 Jack-Up
1980 Kebakaran Gagalnya BOP 70 korban jiwa
Accident, China

Hasbah platform 19 korban jiwa,


Tumpahnya
1980 well 6, Persian Gagalnya BOP 100,000 barel
minyak
Gulf minyak tumpah

Ron Tappmeyer,
1980 Toxic gas release Gagalnya BOP 19 korban jiwa
JU, Saudi Arabia

1982 Ocean Ranger Tenggelam Cuaca buruk 84 korban jiwa


Nama dan Jenis Penyebab
Tahun Konsekuensi
Lokasi Fasilitas Kecelakaan Kecelakaan

Hibernia Field,
North Atlantic

Nowruz
1983 Platform, Persian Kebakaran Kolisi 20 korban jiwa
Gulf

Glomar Java Sea


1983 Drillship Tenggelam Fatigue failure 81 korban jiwa
Accident

Byford Dolphin
5 korban jiwa, 1
1983 diving accident, Ledakan Human error
luka-luka
Norwegian CS

60 years of
1983 Tenggelam Fatigue failure 5 korban jiwa
Azerbaijan

Enchova Field, Ledakan dan


1984 Human error 42 korban jiwa
Brazil Kebakaran

Ocean Odyssey
1 korban jiwa,
1988 Burning Kebakaran Gagalnya BOP
vessel rusak berat
Blowout, UK

Piper Alpha,
Ledakan dan
1988 Block 15, UK Human error 167 korban jiwa
Kebakaran
Continental Shelf

1988 Viking Explorer Ledakan dan Gagalnya BOP 4 korban jiwa


Nama dan Jenis Penyebab
Tahun Konsekuensi
Lokasi Fasilitas Kecelakaan Kecelakaan

drillship, Borneo Tenggelam

Seacrest Drillship
1989 accident, South Tenggelam Cuaca buruk 91 korban jiwa
China Sea

1989 Al Baz, Nigeria Tenggelam Gagalnya BOP 5 korban jiwa

Sedco 252 JU,


1989 Kebakaran Gagalnya BOP 3 korban jiwa
Indian Coast

DB29 Barge,
1991 Tenggelam Cuaca buruk 22 korban jiwa
South China Sea

1991 Sleipner A Tenggelam Ledakan/kolisi Total loss

Ocean energy C,
1998 Falling object Human error 2 korban jiwa
GOM

Sundowner
1 korban jiwa, 3
1998 XV/D, South Falling object Human error
luka-luka
Marsh Isldan

Ocean energy, 3 korban jiwa, 11


1998 Falling object Human error
Rig B, GOM luka-luka

Mobil's Qua Tumpahnya 40,000 barel


1998 Fatigue failure
Iboe, Nigeria minyak minyak tumpah

1998 Union Pacific Kebakaran Human error 1 korban jiwa, 2


Resources luka-luka
Company Rig 3,
Nama dan Jenis Penyebab
Tahun Konsekuensi
Lokasi Fasilitas Kecelakaan Kecelakaan

GOM

Al Mariyah,
2000 Tenggelam Fatigue failure 4 korban jiwa
Persian Gulf

Ensco 51, Substruktur dan


2001 Eugene Isldan, Ledakan Human error derrick hancur
GOM total

Petrobas' P-36
minyak platform,
2001 Ledakan Fatigue failure 11 korban jiwa
Rio de Janeiro,
Brazil

Arabdrill 19,
2002 Tenggelam Gagalnya BOP 3 korban jiwa
Persian Gulf

BHN Platform—
Ledakan dan
2005 Mumbai High Kolisi 22 korban jiwa
Kebakaran
North disaster

Usumacinta Jack-
2007 up accident, Kebakaran Kolisi 22 korban jiwa
GOM

Montara Oil
Tumpahnya Minyak tumpah
2009 Spill, Seadrill's Gagalnya BOP
minyak selama 75 hari
West Atlas rig

2010 Deepwater Ledakan, Gagalnya BOP 11 korban jiwa,


Nama dan Jenis Penyebab
Tahun Konsekuensi
Lokasi Fasilitas Kecelakaan Kecelakaan

Kebakaran dan
horizon
Tumpahnya 16 luka-luka
explosion
minyak

K.S. Endeavor
2012 Kebakaran Gagalnya BOP 2 korban jiwa
(Panama) Rig

Fatigue failure
Elgin G4 Well, Tumpahnya Kebocoran fluida
2012 karena korosi
North Sea minyak besar-besaran
casing

West Delta Block 3 korban jiwa,


Kebakaran dan
2012 32 Platform E, Human error beberapa luka-
Ledakan
Black Elk, GOM luka

Cidade de São
9 korban jiwa, 21
2015 Mateus (FPSO Ledakan Human error
luka-luka
CDSM), Brazil

Abkatun Alfa Gagalnya 4 korban jiwa, 16


2015 Kebakaran
platform, GOM blowout luka-luka

Sumber: Baalisampang, Abbassi, dan Khan (2018).

Dari informasi yang tersaji pada Tabel tersebut, dapat dilihat bahwa mayoritas
insiden pada plant proses offshore terjadi karena kegagalan blowout preventer, yang
kemudian menyebabkan terjadinya ledakan, kebakaran, keluarnya minyak dan
tenggelamnya fasilitas (Baalisampang, Abbassi, dan Khan 2018).
BAB III
KESIMPULAN

Dapat diambil kesimpulan berupa:


DAFTAR PUSTAKA

Baalisampang, Til, Rouzbeh Abbassi, and Faisal Khan. 2018. Offshore Process
Safety Overview of Marine and Offshore Safety. 1st ed. Elsevier Inc.
http://dx.doi.org/10.1016/bs.mcps.2018.04.001.

Anda mungkin juga menyukai