Anda di halaman 1dari 43

Materi Kimia Analisis II

Analisa Kuantitatif
Secara Klasik
(Titrasi)

Oleh:
Dr. Ir. Cut Meurah Rosnelly, MT

Teknik Kimia
Fakultas Teknik – Universitas Syiah Kuala
Banda Aceh
2021
Analisis kimia pada dasarnya terbagi menjadi dua:
1. analisis kualitatif
2. analisis kuantitatif.

Ad.1. Analisis kualitatif bertujuan untuk mengetahui


senyawa-senyawa yang terkandung dalam sampel uji
berdasarkan:
a. Sifat kimia melibatkan beberapa reaksi dimana
hukum kesetimbangan massa sangat berguna
untuk menentukan ke arah mana reaksi berjalan.
Contoh : Reaksi redoks, reaksi asam-basa,
kompleks, dan reaksi pengendapan.
b. Sifat fisika (secara organoleptis): seperti bau,
warna, terbentuknya gelembung gas atau pun
endapan yang merupakan informasi awal yang
berguna untuk analisis selanjutnya.

Metode yang dipakai:


a. Klasik:
i. senyawa anorganik (kation dan anion) :
analisis warna atau reaksi warna
ii. senyawa organik : uji warna nyala
Reaksi Kering dengan Uji Warna Nyala
b. Instrumen analisis, tergantung dari spesifikasi
instrumen.
Contoh:
No. Alat Analisis
1. Spektrofotometer UV- Senyawa organik yang
Vis memiliki gugus kromofor
2. AAS Logam-logam (walau jarang
untuk kualitatif)
3. HPLC Senyawa-senyawa organik
4. Spektrofotometer IR Analisis gugus fungsi
/FTIR senyawa organik, dll.
Ad. 2.
Analisis kuantitatif bertujuan untuk mengetahui
kadar suatu senyawa dalam sampel.

Zat yang ditentukan, sering ditunjuk sebagai zat yang


diinginkan atau analit, yang terdiri dari sebagian kecil
atau besar dari contoh yang dianalisis.

Metoda analisis:
i. Klasik:
- Titrasi: metoda volumetri
dan gravimetri.
ii.Instrumen:
No. Alat Analisis
1. HPLC / Senyawa organik yang
Spektrofotometer UV- memiliki gugus kromofor
Vis
2. AAS Masih menjadi pilihan
utama untuk logam, dan
instrumen lain
tergantung dari sifat
senyawa yang akan
ditentukan.
Alat Instrumentasi FTIR
UV-VIS HPLC

GCMS
KIMIA ANALISA KUANTITATIF
Secara Klasik
Volumetrik yaitu, merupakan metode analisis kuantitatif
yang didasarkan pada prinsip pengukuran volume.

Macam-macam Analisis Volumetri


1. Gasometri
Volumetri gas dan yang diukur (kuantitatif) adalah volume
gas yang direaksikan atau hasil reaksinya.

2.Titrimetri atau Titrasi


Pengukuran volume dalam larutan yang diperlukan untuk
bereaksi sempurna dengan sevolume atau sejumlah berat
zat yang akan ditentukan
TITRIMETRI
Dalam setiap metode titrimetri selalu terjadi reaksi
kimia antara komponen analit dengan zat pendeteksi
yang disebut titran.

Reaksi dasar antara komponen analit dengan titran


dinyatakan dengan persamaan umum berikut ini:
aA + tT  produk

sejumlah a molekul analit A bereaksi dengan t


molekul reagensia T (titran). Penambahan titran
dilakukan sedikit demi sedikit melalui buret.
Level volume titran

Klem
Titik ekuivalen
Titik dimana jumlah titran
buret yang ditambahkan ekuivalen
dengan jumlah analit secara
stoikhiometri
Stopcock

erlenmeyer

Larutan
analit Pengaduk
magnet
Penentuan titik akhir titrasi

Perhatikan
perubahan
warna
Titik akhir titrasi adalah keadaan waktu
menghentikan titrasi, jika menggunakan
indikator yaitu pada saat indikator berubah
warna.

Idealnya, titik ekivalensi dan titik akhir


titrasi adalah sama.
Perubahan warna pada fenolftalien

Perubahan warna terjadi pada pH 8,3 - 10


Perubahan warna pada biru bromtimol

Perubahan warna terjadi pada pH 6 - 7,6


Perubahan warna pada merah metil

Perubahan warna terjadi pada pH 4,2 - 6,3


Persyaratan Titrasi
Reaksi yang dapat digunakan dalam metode volumetri
adalah reaksi-reaksi kimia yang sesuai dengan
persyaratan sebagai berikut:
1. Reaksi harus berlangsung cepat
2. Tidak terdapat reaksi samping
3. Reaksi harus stoikiometri, yaitu diketahui dengan
pasti reaktan dan produk serta perbandingan mol /
koefisien reaksinya
4. Terdapat zat yang dapat digunakan untuk mengetahui
saat titrasi harus dihentikan (titik akhir titrasi) yang
disebut zat indikator
Penggolongan analisis titrimetri ini, berdasarkan:
1. Reaksi Kimia
a. Asam basa (Netralisasi)
Berdasarkan larutan standar
(asidimetri): HCl dan H2SO4. Untuk lar.standar asam
(alkalimetri): KOH, NaOH Untuk lar.standar basa
b. Oksidasi-Reduksi (Redoks)
Berdasarkan lar.baku:
Oksidimetri : Permanganometri – KMnO4
Iodimetri : melibatkan Iodium
Reduksimetri : Iodometri: sampel yang bersifat oksidator
direduksi dengan kalium iodida (KI) berlebihan dan akan
menghasilkan iodium (I2) yang selanjutnya dititrasi
dengan larutan baku (Na2S2O3)/natrium tiosulfat.
c. Pengendapan (presipitasi):
penggabungan ion yang menghasilkan endapan.
Dilakukan secara Argentometri dengan larutan
baku AgNO3

d. Pembentukkan kompleks.
Kompleksometri digunakan untuk menetapkan
kadar ion-ion alkali dan alkali tanah/ ion-ion
logam.
Larutan baku EDTA (asam etilen diamin tetra
asetat)
2. Berdasarkan cara titrasi

a. Titrasi langsung
b. Titrasi kembali/titrasi balik (residual titration)
Digunakan bila suatu reaksi berlangsung
lambat dan tidak dapat diperoleh titik akhir
yang tegas (menggunakan 2 larutan standar)
STANDARISASI LARUTAN
Harus diingat: Titik ekivalen dari suatu titrasi, jumlah
ekivalen (ek) atau miliekivalen (mek) analit sama dengan
jumlah ekivalen (ek) atau miliekivalen (Mek) titran.
Mek (analit) = Mek (titran) Normalitas
Mol (analit) = mol (titran) Molaritas

Reaksi Asam-Basa (Titrasi langsung)

Contoh: Sebuah Na2CO3 murni seberat 0,3542 g telah


dilarutkan dalam air dan dititrasi dengan suatu larutan HCl.
Volume HCl sebanyak 30,23 mL diperlukan untuk mencapai
titik akhir metil oranye, dengan reaksi:

Na2CO3 + 2HCl 2 NaCl + H2O + CO2


N = ek / V, dimana ek = g / BE
N = (g / BE) x V, dimana g = N x V x BE BE = BM/n

Hubungan antara normalitas dan molaritas:


N = nM
n = jumlah mol ion hidrogen, elektron, atau kation univalen.

Hitung normalitas asamnya


BE Na2CO3 = BM/n = 106/2 = 53 mg/mek.

Analit Na2CO3 = 0,3542 g = 354,2 mg


Titran HCl = 30,23 mL
Hitung normalitas asamnya
Diketahui : Prinsip Mek (analit) = Mek (titran)
Maka: mek HCl = mek Na2CO3
VHCl x NHCl = mg Na2CO3 / BE Na2CO3
(30,23) mL x (NHCl ) mek/mL = (354,2) mg / (53) mg/mek
NHCl = 0,2211 mek/mL
Catatan:
Bila penambahan titran terlalu banyak dan titik akhir
terlewati, maka dilakukan titrasi kembali dengan larutan
kedua. Syarat harus diketahui normalitas larutan ke dua
atau hubungan volum antar larutan ke dua dengan titran
(Titrasi balik).
Contoh titrasi balik:
Sebuah contoh natrium oksalat murni Na2C2O4 seberat
0,2856 g dilarutkan dalam air, asam sulfat ditambahkan, dan
larutan dititrasi , memerlukan 45,12 mL larutan KMnO4. Titik
akhir dilampaui dan titrasi kembali dengan 1,74 ml larutan
asam oksalat dari 0,1032 N. Hitung normalitas larutan
KMnO4 (reaksi redoks)
DIK:
Analit Na2C2O4 = 0,2856 g = 285,6 mg
Titran I : KMnO4 = 45,12 mL
Titran II : asam oksalat 0,1032 N = 1,74 mL

DIT: N KMnO4
Reaksi:
5C2O42- + 2MnO4 + 16H+ 2Mn2++10CO2+8H2O + 2e-
Diketahui:
mek titran = mek analit
mek permanganat – mek H2C2O4 = mek oksalat
Atau : mek KMnO = mek Na2C2O4 + mek H2C2O4
VKMnO4 x NKMnO4 = mg N2C2O4/BE Na2C2O4 +VH2C2O4 x NH2C2O4
Karena ion oksalat kehilangan dua elektron dalam reaksi di
atas, maka BE N2C2O4 = ½ x BM = 134 / 2 = 67 mg/mek
Jadi:
(45,12) mL x (NKMnO4) mek/mL = (285,6) mg/(67 ) mg/mek +
(1,74) mL x (0,1032) mek/mL
NKMnO4 = 0,0985 mek/mL
Contoh:
Sebuah contoh natrium klorida murni (BM = BE = 58,44)
seberat 0,2286 g dilarutkan dalam air dan tepat 50 ml
larutan perak nitrat ditambahkan untuk mengendapkan
AgCl. Kelebihan Ag + dititrasi dengan 12,56 ml larutan
KSCN dari 0,0986 N. Hitung normalitas larutan AgNO3

Catatan:
Pada contoh soal diatas, terdapat 2 larutan standar, yaitu
perak nitrat berlebih 50 mL dan KSCN 12, 56 mL
(0,0986). Sehingga mek titran yang dipakai sebenarnya
adalah:
mek AgNO3 – mek KSCN =
50,00 mL x NAgNO3 mek/mL - 12,56 mL x 0,0986 mek/mL
Maka penyelesaian akhir:
mek titran = mek analit
mek AgNO3 – mek KSCN = mek NaCl
mek AgNO3 - mek KSCN = mek NaCl
(50,00 ml x NAgNO3 mek/mL) – (12,56 mL x 0,0986 mek/mL)
= 228,6 mg / 58,44 (mg/mek)
NAgNO3 = 0,1030 mek/mL
Dalam tehnik ini sejumlah pereaksi (titran)
ditambahkan ke dalam sampel dalam jumlah yang
berlebih. Setelah pereaksi dan analit bereaksi
sempurna, kelebihan pereaksi (pereaksi yang tidak
bereaksi) ditentukan dengan cara titrasi dengan
larutan baku lain.
Dengan mengetahui jumlah mmol sisa, kita dapat
menghitung mmol analit dalam sampel yang telah
bereaksi dengan pereaksi, sehingga jumlah analit
dapat dihitung dengan cara:

T (mmol titran yang bereaksi) =


mmol titran berlebih - mmol titrasi balik
Sehingga:
mg analit =
T x faktor (mmol analit/mmol titran yang bereaksi)
x BM analit
Contoh
Suatu sampel 0,500 g yang mengandung Na2CO3
dianalisa dengan menambahkan 50 mL 0,100 M HCl
berlebih, dididihkan untuk menghilangkan CO2,
kemudian dititrasi balik dengan 0,100 M NaOH. Jika 5,6
mL NaOH diperlukan untuk titrasi balik, berapa persen
Na2CO3 dalam sampel
CO32- + 2H+ → H2CO3
tiap Na2CO3 bereaksi dengan 2H+
mmol titrasi balik
= (0,1 mmol/mL) x (5,6 mL)
= 0,56 mmol HCl (HCl yang tdk bereaksi)
T = mmol titran berlebih - mmol titrasi balik
={(0,100 mmol/mL )x50 mL} HCl-0,56 mmol HCl
= 5 - 0,56 mmol = 4,44 mmol HCl

mg Na2CO3
=(4,44 mmol HCl) x (1 mmol Na2CO3 / 2 mmol
HCl) x (106 mg/mmol Na2CO3)
=235,32 mg
Persen Na2CO3 = 235,32 mg / 500 mg x 100% =47,064%
atau:
mmol analit = mmol titran
mmol Na2 CO 3 = mmol titran HCl – mmol titran NaOH
= 5 - 0,56
= 4.4 mmol x 106 mg / mmol Na2CO3
= 235,23 mg

Persen Na2 CO 3 = 235,32 mg / 500 mg x 100%


=47,064%
Larutan Baku atau Larutan Standar
Larutan standar adalah larutan yang diketahui
konsentrasinya, yang akan digunakan pada analisis
titrimetri

Zat baku ( zat standar) harus memenuhi syarat-syarat


sebagai berikut:
1. Mudah didapat dalam keadaan murni dengan kadar
pengotor tidak melebihi 0,01 % sampai 0,02 %.
2. Mempunyai rumus molekul yang pasti.
3. Harus stabil secara kimiawi, mudah dikeringkan dan
tidak bersifat higroskopis.
4. berat ekivalennya harus besar sehingga mudah
ditimbang dan meminimalkan kesalahan akibat
penimbangan, dan
5. Harus stabil secara kimiawi, mudah dikeringkan dan
tidak bersifat higroskopis.
6. Reaksinya harus sempurna

Macam larutan baku:


1.Larutan baku primer
2.Larutan baku sekunder
1. Zat baku primer :
zat baku yang langsung dapat digunakan dalam titrasi
sehingga dapat menentukan jumlah zat yang dianalisis.

Contoh:
H2C2O4, Na2C2O4, KBrO3, KIO3, NaCl, boraks, dan Na2CO3.

2. Zat baku sekunder adalah zat baku yang konsentrasinya


harus dibakukan dengan zat baku primer.

Contoh: NaOH, KOH, KMnO4, HCl, H2SO4

Apabila titran tidak cukup murni, maka perlu


distandardisasi dengan standar primer
Berat Ekivalen (BE) - tinjau kembali ke Kimia Dasar:
1. Asam-Basa.
BE: berat dalam gram dari zat yang diperlukan untuk
menyediakan / bereaksi dengan satu mol (1,008 g ) H+
Contoh:
Hitung BE SO3 yang digunakan sbg suatu asam dalam
larutan dalam air. SO3 adalah anhidrida asam sulfat H2SO4.
Apabila asam ini dititrasi dengan basa kuat ia menyediakan
dua proton:
SO3 + H2O H2SO4 2H+ + SO42-
Jadi 1 mol SO3 bereaksi dengan 2 mol H+ , dan
BE SO3 = BM / 2 = 80,06 / 2 = 40,03 g/ek
BE H2SO4 = BM/2 = 98,07/2 = 49,04 g/ek
2. Hitung berapa gram Na2CO3 murni diperlukan untuk
membuat 250 mL larutan 0,150 N.
Natrium karbonat itu dititrasi dengan HCl menurut
persamaan
CO32- + 2H+ → H2CO3
tiap Na2CO3 bereaksi dengan 2H+ , oleh itu berat
ekuivalennya setengah BMnya, 106/2 = 53 g/ek
jadi, banyaknya Na2CO3 yang diperlukan:
ek = g/BE
g = (0,15 ek/L) x (0,25 L) x (53 g/ek) = 1,99 g
2. Redoks.
BE: berat dalam gram dari zat yang diperlukan untuk
menyediakan atau bereaksi dengan 1 mol elektron.

Contoh: Hitung BE Na2C2O4 sebagai pereduksi dan


K2Cr2O7 sebagai pengoksidasinya dalam reaksi berikut:
3C2O42- + Cr2O72- + 14H+ 2Cr3+ + 6CO2 + 7H2O
Jumlah elektron yang didapat atau yang hilang dapat
ditentukan dari perubahan dalam bilangan oksidasi
atau reaksi-setengah.
Reaksi2 setengahnya:
C2O42- 2CO2 + 2e
Cr2O72- + 14H+ + 6e 2Cr3+ + 7H2O
Ion oksalat menyediakan dua elektron dan ion dikhromat
memperoleh enam elektron. Jadi BE :
Na2C2O4 = BM / 2 = 134,0 / 2 = 67,00 g/ek
K2Cr2O7 = BM / 6 = 294,2 / 6 = 49,03 g/ek
3. Pengendapan atau pembentukan kompleks.
BE: berat dalam gram dari zat yang diperlukan
untuk menyediakan atau bereaksi dengan 1 mol
kation univalen, ½ mol kation divalen, 1/3 mol kation
trivalen dst
PERHITUNGAN VOLUMETRI
Molaritas dan Normalitas
M =mol A / Liter larutan = mmol A / mL larutan
N = ek A / Liter larutan = mek A / mL larutan

Contoh:Hitung molaritas suatu larutan H2SO4 yang


mempunyai densitas 1,30 g/mL dan mengandung
32,6% bobot SO3. BM SO3 =80,06
Jawab: 1 liter larutan mengandung
1,3 0 g/mL x 1000mL/L x 0,326 = 424 g SO3
M = (424g) / (80,06 g/mol) 1 liter = 5,3 mol/L
Karena 1 mol SO3 menghasilkan 1 mol H2SO4 dalam air
maka ada 5,3 mol/L H2SO4 dalam
larutan itu
Persen Berat

Persen Berat gram zat terlarut dalam 100 g larutan

g zat terlarut x 100%


%=
g zat terlarut + g pelarut

HCl pekat (BM 36,5) mempunyai densitas 1,19 g/ml


dan mengandung 37% berat HCl. Berapa ml asam
pekat ini harus diambil dan diencerkan menjadi 1 liter
untuk membuat larutan 0,100 M

Berapa M HCl pekat?


M = mol/L = g/(BM x V)
gram HCl =
(1,19 g/ml) x (1000ml/L) x 0,37 M2 x V2 0,1 x 1
= 440 g/L V1= =
M1 12,055
M = 440 g / {(36,5 g/mol) x 1 L }=
12,055 M = 0,0083 L = 8,3 ml
Atau cara lain:

g = M x V x BM
= (0,100 mol/L) x (1 L) x (36,5g/mol)
= 3,65 gram

dalam 1 ml HCl pekat terdapat:


= 1,19 g/ml HCl x 0,37 = 0,44 g/ml
3,65 g
mL = = 8,3 ml
0,44 g/ml
Perhitungan Molaritas Larutan Standar

SOAL :
Jelaskan pembuatan 5,0 L larutan 0,1 M Na2CO3 (105,99
g/mol) dari padatan standar primer

Jawab:
mol Na2CO3
= volume larutan (L) x Konsentrasi Na2CO3 (mol/L)
mol Na2CO3 = 5 L x = 0,5 mol Na2CO3

Anda mungkin juga menyukai