Anda di halaman 1dari 6

Kehidupan dan Pemikiran KI Hajar Dewantara

Judul : KI Hajar Dewantara


Biografi Singkat 1889 – 1939
Penulis : Suparto Rahardjo
Kota Terbit : Yogyakarta
Tahun Terbit : 2009
Penerbit : Garasi, Yogyakarta
Jumlah Halaman : 152 halaman

A. Sinopsis
Ki Hadjar Dewantara dilahirkan pada tanggal 2 Mei 1889. Meskipun orang tua Raden Mas
Soewardi masih keturunan langsung dari Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Harjo Surjo
Soesroningrat atau Sri Paduka Paku Alam III, mereka tidak diperbolehkan tinggal di dalam
istana Puro Pakualam.
Hal tersebut dikarenakan ayahnya menentang pemerintah Belanda, sehingga Gubernur
Jenderal Belanda menyingkirkan keluarganya keluar dari istana Puro Pakualam dan
ditempatkan di salah satu puri yang terletak persis di timur istana. Itu sebabnya Raden Mas
Soewardi memiliki kesempatan untuk bergaul dengan teman-teman dari berbagai kalangan.
Ayah Raden Mas Soewardi merupakan sosok yang sangat taat menjalankan ajaran agama
Islam, itu sebabnya Raden Mas Soewardi diutus mengenyam pendidikan di pondok
pesantren. Saat sedang giat-giatnya belajar ilmu agama, ayah Raden Mas Soewardi justru
menjemput beliau pulang ke istana Puro Pakualam, karena ingin memasukkan Raden Mas
Soewardi ke sekolah.
Singkat cerita, Raden Mas Soewardi masuk di sekolah Europeesche Lagere School (ELS).
Sejak masuk sekolah di ELS, Raden Mas Soewardi merasa jika hidupnya semakin bermakna
dan berwarna. Dengan bersekolah ia mendapatkan banyak sekali ilmu pengetahuan.
Mengingat pentingnya pendidikan untuk masa depan, membuat Raden Mas Soewardi
memikirkan nasib teman-temannya yang berasal dari kalangan jelata. Namun peraturan
Pemerintah Hindia Belanda tidak mengizinkan kalangan rakyat biasa untuk sekolah sebab
mereka disiapkan untuk menjadi tenaga buruh kasar di kongsi-kongsi perdagangan milik
pemerintah penjajah itu. Oleh sebab itu, setiap sore hari Raden Mas Soewardi menceritakan
pelajaran-pelajaran yang ia dapatkan di ELS. Dengan begitu, secara tidak langsung Raden
Mas Soewardi sudah menularkan ilmu-ilmu yang dimiliki kepada teman-teman sebayanya.
Setelah tujuh tahun menempuh pendidikan di ELS, Raden Mas Soewardi melanjutkan
sekolah di Kweekschool yang mana sekolah tersebut menyiapkan murid-muridnya menjadi
guru.
Raden Mas Soewardi memang memiliki impian dan cita-cita menjadi seorang guru. Tak
berselang lama, Raden Mas Soewardi pindah sekolah ke STOVIA, yaitu sekolah kedokteran
satu-satunya milik Governemen Hindia Belanda. Di STOVIA, Raden Mas Soewardi
berteman dengan Tjipto Mangoenkoesoemo, Soetomo, dan Goenawan Mangoenkoesoemo,
yang sama-sama membenci tindakan Governemen Hindia Belanda yang berlaku sewenang-
wenang terhadap rakyat jelata.
Sebagai sesama pelajar STOVIA yang merasa peduli dengan kepentingan rakyat, maka
mereka belajar pada seorang Indo yang sangat peduli juga dengan kesengsaraan rakyat kecil
bernama dr. Ernest Francois Eugene Douwes Dekker, atau lebih dikenal dengan Douwes
Dekker. Mereka sering berdiskusi di rumah Douwes Dekker terkait dengan tujuan mendirikan
organisasi kebangsaan. Hingga pada 20 Mei 1908, Soetomo mendeklarasi berdirinya
organisasi yang diberi nama Boedi Oetomo.
Keaktifan Soewardi dan Kangmasnya Soerjopranoto dalam organisasi Boedi Oetomo
membuat ayahnya bangga melihat putra-putranya bergabung dalam perkumpulan yang peduli
dengan nasib wong cilik. Ayah juga berpesan kepada mereka untuk mendidik jiwa dengan
ilmu agama dan ilmu pengetahuan. Jadikan waktu sebagai momentum belajar, jangan
membiarkan kemalasan menghancurkan impian dan cita-cita. Jika merasa malas, ingatlah
bahwa punya tujuan besar, bukan hanya untuk diri sendiri tetapi tujuan untuk membuat
karya-karya besar merubah jalan sejarah bangsa.
Terlalu aktif di organisasi dan diamanahi menjadi seorang propaganda ternyata tidak
berjalan mulus dengan pencapaian akademiknya. Karena nilai Raden Mas Soewardi terlalu
jelek maka terpaksa Hooft Inspektuur tidak menaikkan ke kelas lima dan mencabut beasiswa
beliau. Akhirnya beliau kembali ke Yogyakarta dalam keadaan sedih menggelayuti.
Singkat cerita, kemudian Raden Mas Soewardi bekerja menjadi tenaga ahli kimia di
Sebuah Laboratorium Pabrik Gula Kalibogor. Tidak berselang lama, Soewardi menyatakan
keluar dari pekerjaan tersebut karena sudah tidak kuat menyaksikan tindakan orang-orang
Belanda yang memperlakukan buruh dengan sewenang-wenang.
Sudah tak sejalan dengan awal tujuan didirikannya Boedi Oetomo, Raden Mas Soewardi
dan kakaknya Soerjopranoto bergabung dengan perkumpulan Sarekat Islam. Sarekat Islam
merupakan perkumpulan satu-satunya yang bersikap non-kooperatif dengan Governemen
Hindia Belanda dan menjadikan ajaran-ajaran Islam sebagai landasan perjuangannya.
Selang beberapa bulan bergabung, Raden Mas Tjokroaminoto mengangkat Soewardi
menjadi ketua Sarekat Islam cabang Bandung. Tidak hanya itu, Raden Mas Soewardi
bersama Tjipto Mangoenkoesoemo dan Douwes Dekker mendirikan sebuah organisasi politik
yang diberi nama Indische Partij. Sayangnya, Indische Partij termasuk perkumpulan atau
organisasi yang keberadaannya dilarang oleh Governemen Hindia Belanda. Sehingga baru
enam bulan didirikan, organisasi tersebut dibubarkan.
Pembubaran Indische Partij sebenarnya dimaksudkan untuk menyelamatkan anggota-
anggotanya dengan cara dimasukkan ke dalam perkumpulan lain yang bernama Indulinde.
Dengan strategi tersebut, maka visi dan misi Indische Partij tetap dapat dijalankan seperti
tujuan awalnya.
Pada 15 Juli 1913, Soewardi dan Tjipto Mangoenkoesoemo mendirikan sebuah komite
yang bernama ”Komite Boemi Poetra” yang bertujuan untuk menampung isi hati rakyat
Inlander yang mengajukan protes dan menolak rencana Pemerintah Belanda memperingati
100 tahun kemerdekaannya.
Soewardi, Tjipto Mangoenkoesoemo, serta Douwes Dekker menulis artikel-artikel di surat
kabar harian De Expres yang isinya sindiran kepada Pemerintah Belanda. Hal tersebut
membuat Governemen Hindia Belanda murka dan menetapkan hukuman terhadap Soewardi,
Tjipto Mangoenkoesoemo, dan Douwes Dekker.
Pada akhir bulan Agustus 1913, Raden Mas Soewardi diberi izin untuk pulang ke
Yogyakarta untuk melangsungkan pernikahan dengan Raden Ayu Soetartinah. Beberapa hari
kemudian, Soewardi kembali dijemput untuk dibawa ke tahanan.
Tersiar kabar bahwa pemerintah penjajah memberikan kebebasan kepada Soewardi, Tjipto
Mangoenkoesoemo, dan Douwes Dekker, untuk memilih tempat pengasingan. Mereka pun
memilih negara Belanda sebagai tempat pengasingan dan membawa serta keluarga mereka.
Di sana, Raden Mas Soewardi dan istrinya hidup serba kekurangan, tetapi beliau tidak
berputus asa. Di negeri tersebut juga Soewardi tekun mendalami masalah pendidikan dan
pengajaran. Sehingga cita-cita beliau untuk menjadi guru yang sempat hilang, berangsur-
angsur mulai tumbuh kembali.
Pada 5 September 1919, Raden Mas Soewardi dan keluarga berhasil kembali ke tanah air
setelah menjalani hukuman pengasingan selama kurang lebih enam tahun. Raden Mas
Soewardi melanjutkan perjuangannya dengan terjun ke dunia pendidikan.
Beliau memutuskan untuk bergabung dengan kakaknya Soerjopranoto menjadi pengajar di
sekolah Adhi Dharmo. Sekolah Adhi Dharmo didirikan oleh Soerjopranoto dengan visi untuk
memajukan pendidikan bagi kalangan Inlander.
Menyadari bahwa belum memiliki banyak pengalaman mengenai dunia pendidikan,
kemudian beliau juga bergabung dalam Paguyuban Seloso Kliwon. Raden Mas Soewardi
memiliki keinginan untuk memperbaiki sistem pendidikan saat itu, tetapi karena beliau
hanyalah seorang tenaga pengajar di sekolah Adhi Dharmo sehingga tidak memiliki
kewenangan untuk membuat sistem pengajaran. Oleh sebab itu, beliau berkeinginan untuk
mendirikan sekolah sendiri.
Menurut beliau, tugas seorang tenaga pengajar tidak hanya sebatas memberikan materi
pelajaran di sekolah. Tapi mengabdikan seluruh waktu yang dimilikinya untuk mendidik dan
mendampingi anak didiknya setiap saat, di mana pun, kapan pun, dan dalam keadaan apa
pun. Selain itu, seorang tenaga pendidik juga harus memiliki keikhlasan untuk menjalankan
perannya sebagai orangtua yang dapat membuat anak-anaknya merasa senang, tenang, dan
nyaman. Sehingga anak-anak itu dapat tumbuh dan berkembang menjadi manusia-manusia
yang bermartabat dan berkarakter.
Maka pada 3 Juli 1922 Raden Mas Soewardi mendirikan sekolah yang bernama “National
Onderwijs Instituut Taman Siswa”. Adapun asas dan tujuan dari sekolah tersebut adalah
sebagai berikut:
Pertama, Jika sebuah bangsa ingin tumbuh menjadi bangsa yang sehat secara lahir dan
batin, maka sistem pendidikan dan pengajaran yang diberikan kepada rakyat harus didasarkan
pada prinsip nasional, kultur dan budaya yang ada pada masyarakatnya sendiri.
Kedua, Sistem pendidikan yang diberikan oleh Governemen Hindia Belanda hanya
digunakan untuk menyiapkan kaum Inlander menjadi buruh, karena hanya dilakukan untuk
mendapatkan ijazah semata, tanpa didasarkan pada tujuan untuk memahami pendidikan dan
pengetahuan yang dapat digunakan untuk kemajuan jiwa dan raganya.
Ketiga, menempuh pendidikan dengan masuk di sekolah-sekolah milik Governemen
Hindia Belanda hanya akan membuat kaum Inlander bergantung pada bangsa penjajah.
Keadaan seperti itu tidak akan pernah hilang jika hanya dilawan dengan menggunakan
kekuatan dan pergerakan politik saja. Sebab hal itu hanya bisa dimusnahkan dengan cara
mendirikan sekolah sendiri sebagai tempat untuk menyebarkan semangat hidup merdeka di
kalangan Inlander, yang dapat dilakukan dengan jalan pendidikan dan pengajaran secara
nasional.
Keempat, kaum nasionalis harus memiliki semangat, kemauan dan keberanian untuk
membuat sistem pendidikan dan metode pengajaran baru yang didasarkan pada kultur sendiri,
dan dilakukan demi kepentingan kaum Inlander.
Kelima, menjadikan metode Among sebagai langkah yang tidak menghendaki adanya
perintah dan paksaan dalam pendidikan dan pengajaran, melainkan harus memberikan
tuntunan dan arahan, agar peserta didik dapat berkembang secara lahir dan batin.
Keenam, demi terwujudnya cita-cita kemerdekaan yang seluas luasnya, maka sistem
pendidikan dan pengajaran nasional harus dibuat dengan berdasarkan pada prinsip sendiri dan
berdiri di atas kaki sendiri yang dapat dilakukan dengan cara berlemat.
Ketujuh, diperlukan sikap demokratisasi dalam menjalankan sistem pendidikan dan
pengajaran dengan tujuan agar tidak hanya lapisan atas kalangan bangsawan dan priayi-saja
yang mendapatkan pendidikan dan menjadi kaum terpelajar. Tapi pendidikan dan pengajaran
yang sebenar-benarnya harus dinikmati oleh seluruh rakyat tanpa terkecuali.
Dalam dunia pendidikan, Raden Mas Soewardi, lebih mengedepankan tiga ajaran pokok
yang kemudian disebut “Tiga Fatwa Pendidikan Taman Siswa”, yaitu:
Pertama: Tetep, Antep, Mantep. Artinya, dalam menjalankan sistem pendidikan, maka
pertama-tama yang harus dibentuk-baik untuk guru dan murid-adalah dengan membentuk
ketetapan pikiran dan jiwa, memberikan jaminan pada keyakinan diri sendiri, dan membentuk
kemantapan dalam memegang prinsip hidup yang diyakini.
Kedua: Ngandel, Kandel, dan Bandel. Dengan memiliki sifat tersebut, beliau berharap
murid-murid Taman Siswa dapat tumbuh menjadi manusia-manusia yang unggul, berani
memegang teguh kebenaran dan memiliki nyali yang besar dalam menghadapi perubahan-
perubahan hidup, seiring dan sejalan dengan perkembangan zaman.
Ketiga: Neng, Ning, Ning, Nang. Filosofi ini aku maksudkan bahwa pendidikan itu harus
dilakukan dengan tujuan untuk membentuk kepribadian yang religius. Sebab kepandaian dan
kedalaman ilmu seseorang tidak akan pernah memiliki makna, jika tanpa didasari dengan
keyakinan bahwa semua ilmu itu bersumber dari Gusti Allah.
Setelah mendirikan Taman Siswa, timbul keinginan untuk mengganti nama. Raden Mas
Soewardi ingin agara murid-muridnya menganggap beliau sebagai bapaknya sendiri.
Sehingga dalam proses belajar mengajar di Taman Siswa terjalin hubungan kekeluargaan
yang sangat erat.
Pada 23 Februari 1928, tepat di usia ke-40, beliau mengumumkan kepada masyarakat luas
bahwa Soewardi Soerjaningrat berganti nama menjadi Ki Hadjar Dewantara.
Singkat cerita, Ki Hajar Dewantara kemudian diangkat sebagai Menteri Pengajaran
Indonesia, yang saat ini dikenal sebagai menteri pendidikan, oleh Presiden Soekarno. Berkat
jasa-jasanya beliau juga dianugerahi gelar Doktor Kehormatan dari Universitas Gadjah Mada,
dan beliau juga dianugerahi gelar sebagai Bapak Pendidikan Nasional serta setiap hari
kelahiran beliau pun diperingati sebagai Hari Pendidikan Nasional.
Ki Hajar Dewantara wafat pada tanggal 26 April 1959 di Yogyakarta dan dimakamkan di
Taman Wijaya. Sebagai rasa hormat wajah beliau diabadikan pemerintah ke dalam uang
pecahan sebesar 20.000 rupiah.

B. Evaluasi
Kelebihan:
1. buku ini menceritakan tokoh tokoh besar pejuang kemerdekaan Indonesia.
2. buku ini bersifat inspiratif.
3. buku ini dapat menceritakan peristiwa secara detail.
Kekurangan:
1. buku ini terdapat begitu banyak bab yang disusun.
2. penyampaian informasi historis yang dipaparkan terlalu kental.

C. Kesimpulan
Dengan membaca buku ini, kita menjumpai sekilas jejak kehidupan dan aktivitas
pergerakan Ki Hajar. Selain merakyat dan humanis, kepribadian Ki Hajar diuraikan sebagai
sosok yang keras tapi tidak kasar, nasionalis sejati, pemimpin yang konsisten, berani dan
setia, dan bersahaja.

NAMA: M. Aufa Ba’azier Alghozi


NO ABSEN: 17
KELAS: 8A

Anda mungkin juga menyukai