Anda di halaman 1dari 3

Biografi Tokoh Tuanku Imam Bonjol

Judul : Tuanku Imam Bonjol


Penulis : Drs. Mardjani Martamin
Kota Terbit : Jakarta
Tahun Terbit ; 1985
Penerbit : Jakarta
Jumlah halaman : 124 halaman

A. Sinopsis
Mengenai asal-usul Tuanku Imam Bonjol tidak ada keterangan yang jelas. Sumber
keterangan mengenai hal itu juga tidak banyak dijumpai. Sumber yang ada umumnya adalah
dari riwayat kuno. Pada suatu ketika datanglah dua orang bersaudara dari Maroko ke
Minagkabau. Mereka bernama Syekh Usman dan Hamatun. Hamatun menikah dengan
seorang guru agama bernama Khatib Rajamuddin dan memiliki 3 anak perempuan dan 1 anak
laki-laki bernama Muhammad Syahab yang sekarang lebih dikenal dengan Tuanku Imam
Bonjol.
Ayah Tuanku Imam Bonjol, Khatib Rajamuddin adalah seorang guru agama yang taat
menjalankan ibadah agama islam. Hal itu mengakibatkan Tuanku Imam Bonjol memiliki
pandangan yang sangat teguh terhadap ajarang islam. Sebagai pemimpin beliau memiliki
pendirian yang teguh, tegas dan tidak mudah berubah.
Khatib Rajamuddin meninggal pada tahun 1799, saat Tuanku Imam Bonjol berusia 7
tahun. PendidikanTuanku Imam Bonjol dilanjutkan oleh neneknya bernama Tuanku
Bandaharo. Nama Muhammad Syahab (TuankuImam Bonjol) ditukar menjadi Peto Syarif.
Karena kecerdasan dan kecakapannya, Peto Syarif dapat menyelesaikan pendidikannya
bersama Tuanku Bandaharo dengan cepat. Beliau yang masih haus akan ilmu islam pergi
berkeliling untuk mencari ilmu islam.
Di Aceh pada tahun 1800 Peto Syarif telah tamat belajar dengan hasil yang sangat
memuaskan dan mendapat gelar Malin Basa yang berarti Mualim Besar. Malin Basa kembali
ke Alahan Panjang (tempat asal) dan mengembangkan ajaran islam di sana. Beliau mendapat
bantuan besar dari Datuk Bandaharo. Namun, itu tidak berjalan lama karena Datuk
Bandaharo meninggal. Sejak saat itu nama Malin Basa bertukar dengan Tuanku Mudo yang
dipilih rakyat karena kepintaran, kejujuran, kealiman, dan berpengetahuan tinggi tentang
islam. Tuanku Mudo dipilih menjadi kepala pemerintahan dan mulai membangun Alahan
Panjang.
Tuanku Mudo memulai mencari lahan yang strategis untuk membangun benteng
pertahanan. Akhirnya, pilihan Tuanku Mudo jatuh pada tempat di sebelah timur Alahan
Panjang, di kaki sebuah bukit bernama Bukit Tajadi. Setelah pembangunan benteng selesai,
rakyat menamai benteng itu dengan nama Bonjol. Tuanku Mudo ditunjuk sebagai kepala dari
benteng itu dan semenjak itu Tuanku Mudo dipanggil orang dengan nama Tuanku Imam
Bonjol. Dan Tuanku Imam Bonjol ditunjuk sebagai pimpinan tertinggi kaum Paderi. Pada
tanggal 28 Oktober 1837 Belanda mengadakan perundingan dengan Tuanku Imam Bonjol.
Ternyata beliau ditipu lalu ditangkap dan dipenjarakan di Bukittinggi, lalu dipindah ke
penjara di Padang. Hingga akhirnya pada 8 November 1864 beliau meninggal setelah
mengalami masa pengasingan selama 27 tahun, beliau dimakamkan di Lutak.

B. Evaluasi
Kelebihan:
1. bahasanya mudah dipahami.
2. Buku ini dapat dijadikan sebagai sarana untuk menanamkan sikap yang sangat teguh
tentang ajaran islam.
Kekurangan:
1. Kata kata yang kurang menarik dan agak berbelit belit.

C. Kesimpulan
Buku ini layak dibaca semua orang baik anak – anak , remaja dan dewasa. Karena buku ini
menceritakan sosok Pahlawan Tuanku Imam Bonjol yang memiliki penderian teguh dan tidak
mudah berubah.

NAMA: M. Aufa Ba’azier Alghozi


NO ABSEN: 17
KELAS: 8A

Anda mungkin juga menyukai