PENERAPAN PENAFSIRAN HUKUM

Interpretasi hukum merupakan upaya menerangkan, menjelaskan ataupun

menegaskan makna atau arti sesungguhnya dari hukum atau undang-undang yang
ada tetapi masih tetap berpegang pada bunyi teks tersebut dan penggunaannya
untuk memecahkan masalah atau persoalan yang sedang dihadapi. Beberapa
penafsiran yang dikenal dalam pelaksanaan hukum sehari-hari antara lain :

 Interpretasi Historis

Setiap ketentuan undang-undang memiliki sejarah tersendiri. Penafsiran historis

adalah cara menafsiran isi dan maksud suatu ketentuan hukum dengan cara melihat
sejarah terjadinya suatu undang-undang itu saat dibuat atau didasarkan pada
jalannya sejarah pembentukan hukum tersebut. 1 Undang-undang selalu merupakan
reaksi terhadap kepentingan atau kebutuhan sosial untuk mengatur kegiatan
kehidupan manusia yang dapat dijelaskan secara historis. Penafsiran ini ada dua
macam , yaitu :

a. Sejarah hukumnya (rechts historische interpretatie), yang diselidiki maksud

berdasar sejarah hukum tersebut. Sejarah terjadinya hukum dapat diselidiki dari
memori penjelasan, laporan-laporan perdebatan dalam DPR dan surat-menyurat
antara Menteri dengan Komisi DPR yang bersangkutan.

b. Sejarah undang-undangnya (wet historische interpretatie), yang diselidiki maksud

sesungguhnya dari pembentuk undang-undang pada waktu membuat undang-
undang.

Contoh :

 Menafsirkan ketentuan dalam KUHPerdata dengan cara meneliti sejarah

lahirnya Burgerlijke Wetboek Belanda yang merupakan kodifikasi hukum
Perancis yaitu Code Napoleon yang terdiri dari Code Civil dan Corpus Juris
Civilis (hukum Romawi).
 Untuk memaknai Undang-undang Nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan
Dasar Pokok-Pokok Agraria yaitu dengan cara mempelajari Pancasila dan
Pasal 33 ayat 3 UUD 1945 yang berbunyi, “Bumi dan air dan kekayaan alam

1
C.S.T. Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 1989, hal. 67

[Type here]
 yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk
sebesar-besar kemakmuran rakyat”.

 Interpretasi sosiologis

Merupakan cara penafsiran yang disesuaikan dengan keadaan sosial

masyarakat supaya hukum sesuai dengan tujuannya yaitu memberi kepastian
hukum,2 karena sejatinya hukum tanpa kepastian hukum adalah tidak berarti dan
tidak memiliki wibawa di mata masyarakat. Perundang-undangan disesuaikan
dengan keadaan sekarang. Ketentuan undang-undang yang sudah usang digunakan
sebagai sarana untuk memecahkan atau menyelesaikan sengketa yang terjadi
sekarang.

Contoh:

 Undang-Undang Nomor 1 tahun 1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan

dan atau Penodaan Agama ditambahkan dalam KUHP Pasal 156a yang
berbunyi : “Dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya lima tahun
barang siapa dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau
melakukan perbuatan”.
Pasal ini ditambahkan karena mulai munculnya penistaan terhadap Agama
yang menciptakan keraguan masyarakat terhadap pemerintah.
 Didaerah suku Dayak Kalimantan, terdapat hukum adat yaitu tanah dapat
dimiliki oleh setiap orang dan harus dijaga atau dirawat layaknya menjaga
atau merawat seorang ibu. Maka hakim harus menyerasikan pandangan
sosial kemasyarakatan yang ada dengan Undang-Undang No. 5 tahun 1960
tentang Pokok-pokok Agraria.

 Interpretasi Analogis

Merupakan suatu cara penafsiran yang memberi tafsiran pada suatu ketentuan
hukum dengan memberi ibarat (kias) sesuai dengan asas hukumnya atau

2
Arming, “Pentingnya Penafsiran Hukum oleh Hakim dalam Mencari Keadilan di Negara Hukum”, diakses dari
http://armingsh.blogspot.co.id/2010/11/penafsiran-hakim.html?m=1, pada tanggal 30 Oktober 2016 pukul
19.32

[Type here]
menyerupakan sesuatu yang tidak ada di dalam pasal sehingga suatu peristiwa
yang tidak cocok dengan peraturan dianggap sesuai dengan bunyi pasal tersebut.

Contoh:

 Menganalogikan listrik sebagai benda sehingga tindak pencurian listrik dapat

dipidanakan dengan pasal pencurian dalam KUHP. Tindakan “menyambung”
aliran listrik di artikan sebagai tindakan “mengambil” sehingga erat kaitannya
dengan Pasal 362 KUHP tentang pencurian.

[Type here]