Anda di halaman 1dari 3

Wali Jadzab dan Ciri-cirinya M Ali Zainal Abidin Ahad, 3 Januari 2021 | 00:00 WIB Jadzab

terjadi saat wali Allah "lepas" dalam kapasitasnya sebagai manusia karena tampak
secara jelas padanya sifat-sifat Allah (tajalli). Meyakini adanya manusia pilihan yang
menjadi kekasih Allah adalah salah satu ajaran dalam agama Islam. Kekasih Allah atau
yang biasa dikenal dengan waliyullah adalah orang-orang terpilih yang memiliki
kedekatan secara khusus dengan Allah subhanahu wata’ala. Mengenai waliyullah ini, Al-
Qur’an menjelaskan:   ‫ون‬ َ ‫ َأٓاَل ِإنَّ َأ ْولِ َيٓا َء ٱهَّلل ِ اَل َخ ْوفٌ َعلَي ِْه ْم َواَل ُه ْم َيحْ َز ُن‬  “Ingatlah, sesungguhnya wali-
wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka
bersedih hati” (QS. Yunus: 62).   Waliyullah secara umum terdiri dari berbagai macam
kategori. Mulai dari wali abdal, wali autad, wali nuqaba’, wali nujaba’, sampai wali qutb
al-aqthab. Para waliyullah ini mengemban berbagai macam tugas masing-masing serta
diberi keistimewaan oleh Allah dengan memiliki karamah yang berbeda-beda (Syekh
Dliya’uddin Ahmad bin Mushthafa, Jami’ al-Ushul fi al-Auliya, hal. 168).   Jalan yang
ditempuh mereka tak lain adalah menggapai ma‘rifatullah. Dalam ilmu tasawwuf,
terdapat dua jalan untuk menggapai makrifat ini. Pertama, suluk. Jalan ini adalah pilihan
jalan yang ditempuh secara normal. Seseorang yang mengamalkan laku tasawuf secara
tidak langsung juga disebut sebagai salik. Kedua, jadzab. Jalan ini adalah jalan khusus
yang tidak sembarang orang bisa mengamalkan, hanya orang-orang khusus yang
memang terpilih yang dapat menempuh jalan ini.   Dua jalan menuju ma‘rifatullah di
atas, secara sederhana diilustrasikan dalam kitab Nasihah al-Murid fi Thariq ahli as-
Suluk wa at-Tajrid berikut:   ‫ وكذلك شجرة‬،‫ شجرة الجذب لها عروق وفروع‬،‫اعلم أن الجذب والسلوك مثلهما كاألشجار‬
‫ وأثمار فروع الجذب هي أن‬،‫ عروق الجذب هي العلوم اللدنية الغيبية‬.‫السلوك لها عروق وفروع وك ّل عرق وفرع منهما له أثمار‬
‫ وفروعه تثمر‬،‫يكون صاحبها بأمر هللا تعالى يقول للشيء كن فيكون والك ّل مواهب وكذلك عروق شجر السلوك تثمر بالعلم الظاهر‬
‫ وأهل الجذب ما بينهم وبين‬C،‫ وإن تفاوت أهل السلوك مع أهل الجذب إاّل أنَّ أهل السلوك عبادتهم من وراء حجاب‬،‫بالعمل الظاهري‬
‫ ومنهم إليه‬،‫ هللا حجاب منه إليهم‬  “Ketahuilah bahwa jadzab dan suluk itu seperti pepohonan.
Pohon jadzab memiliki akar dan tangkai, begitu pula pohon suluk juga memiliki akar
dan tangkai. Setiap akar dan tangkai dari kedua pohon tersebut memiliki buah. Akar
dari pohon jadzab adalah ilmu laduni yang bersifat ghaib, dan buah dari tangkai pohon
jadzab adalah saat orang yang jadzab mendapat perintah Allah agar mengatakan pada
sesuatu kun fa yakun, segalanya murni pemberian dari Allah. Sedangkan akar dari
pohon suluk dapat membuat pohon berbuah dengan Ilmu yang dzahir (tampak) dan
tangkainya berbuah dengan amal yang bersifat dzahir, meski orang yang mengamalkan
laku suluk dan orang jadzab berbeda, orang yang mengamalkan laku suluk beribadah di
belakang tirai penghalang dari Allah, sedangkan orang jadzab tidak ada di antara
mereka dan Allah penghalang apa pun. (Pesan) dari Allah langsung pada mereka, dan
(ibadah) dari mereka langsung tertuju pada Allah” (Syekh ‘Ali bin Abdurrahman bin
Muhammad al-Imrani, Nasihah al-Murid fi Thariq ahli as-Suluk wa at-Tajrid, Hal. 17)  
Berdasarkan referensi di atas, orang yang mengamalkan laku suluk masih berada di
bawah orang yang sudah sampai pada fase jadzab. Jadzab sendiri oleh para ulama
didefinisikan dengan pengertian berikut:   ،‫ اإللهية‬C‫ وفيها يحصل التحقيق باألسماء‬،‫الجذبة هي التجلي اإللهي‬
‫ واالستشعار باالسم الصمد‬  “Jadzab adalah tampaknya sifat-sifat ilahi. Ketika dalam kondisi
jadzab, akan betul-betul tampak secara nyata sifat-sifat Allah dan (seseorang) mampu
merasakannya” (Syekh Mahmud Abdur Rauf al-Qasim, al-Kasyf an Haqiqah as-
Shufiyyah, juz 1, hal. 244)   Orang yang dalam kondisi jadzab seringkali melakukan
perbuatan di luar nalar manusia biasa. Sebab apa yang dilakukan oleh mereka dalam
keadaan jadzab sudah di luar kapasitasnya sebagai manusia.   Meski demikian, patut
dibedakan antara orang yang melakukan hal-hal aneh (khâriq al-âdah) karena memang
betul-betul jadzab dengan orang yang hanya pura-pura jadzab. Untuk menandai
perbedaan dua orang ini cukup sederhana, yakni dengan cara melihat tingkah laku
orang tersebut setelah kondisi terjaga. Jika saat kondisi normal, ia senantiasa berdzikir
dan  beribadah serta menjauhi hal-hal duniawi yang bersifat profan, maka bisa
dipastikan keanehan yang ia lakukan adalah berangkat dari maqam jadzab.  
Sebaliknya, jika seseorang setelah dalam kondisi normal justru lebih mendekatkan diri
pada hal-hal yang bersifat duniawi dan senang mendekat dengan orang-orang yang
memiliki ambisi duniawi, maka bisa dipastikan keanehan yang ia lakukan bukanlah
bermula dari keadaan jadzab, tapi hanya sebatas tipu daya yang dilakukannya untuk
menarik perhatian orang lain. Perbedaan dua karakteristik ini seperti yang digambarkan
dalam pembahasan menari saat berdzikir yang dijelaskan dalam kitab Zad al-Muslim fi
ma Ittafaqa ‘alaihi al-Bukhari wa Muslim:   ‫واعلم أن الرقص فى حال الذكر ليس من الشرع وال من المروءة ولم‬
‫يعذر فيه ااّل الفرد النادر من أهل األحوال والجذب وله عند القوم عالمة يميزون بها بين ما كان منه عن جذب حقيقي وبين ما كان عن‬
‫تالعب وتلبيس على الناس فقد قالوا إنّ المجذوب إذا كان بعد الصحو يوجد معرضا عن الدنيا وأهلها مقبال على ذكر هللا وعبادته فهذا‬
‫جذبه حقيقي ويعذر فى رقصه وإذا كان بعد الصحو من تجاذبه ورقصه يوجد مقبال على الدنيا متأنسا بأهلها ال فرق بينه وبينهم فى‬
‫ األحوال واللهو فهو متالعب كاذب فى دعوى جذبه صاحب رقص ولعب فهو ممن ا ّتخذ دينه هزوا ولعبا‬  “Ketahuilah
bahwa menari pada saat berdzikir bukan bagian dari ajaran syariat dan bukan bagian
dari budi pekerti yang baik. Tindakan tersebut tidak dapat dijadikan alasan untuk
dibenarkan oleh siapa pun kecuali bagi orang khusus dari kalangan orang jadzab.
Menurut sebagian kalangan (ulama sufi) jadzab memiliki tanda-tanda tertentu yang
membedakan antara tindakan jadzab yang hakiki dan tindakan yang berangkat dari
main-main dan tipu daya di hadapan manusia.   Mereka berkata bahwa orang yang
jadzab ketika setelah sadar ia berpaling dari dunia dan menghadap untuk berdzikir
pada Allah dan beribadah kepada-Nya, maka sikap jadzabnya adalah sikap jadzab yang
sungguhan, tindakannya menari saat berdzikir dianggap udzur. Sedangkan ketika
setelah sadar dari jadzab dan selesai menari saat dzikir, seseorang lantas menghadap
pada dunia dan merasa senang berjumpa dengan orang yang tergiur dengan dunia,
hingga tidak ada perbedaan antara dirinya dan orang yang tergiur dengan dunia dalam
perbuatan dan sikap main-mainnya, maka ia adalah orang yang main-main dan bohong
atas klaim kejadzabannya saat menari dan bersenda gurau, ia adalah bagian dari orang
yang menjadikan agamanya sebagai permainan dan senda gurau” (Syekh Muhammad
Habibullah bin Abdullah as-Syinqithi, Zad al-Muslim fi ma Ittafaqa ‘alaihi al-Bukhari wa
Muslim, juz 3, hal. 155)   Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa jadzab adalah
sebuah keadaan saat seseorang sudah lepas dalam kapasitasnya sebagai manusia
karena tampak secara jelas padanya sifat-sifat Allah (tajalli), segala keanehan perbuatan
yang dilakukan dalam kondisi jadzab bermula dari petunjuk Allah. Orang yang sudah
sampai pada maqam jadzab ini biasa dikenal dengan sebutan majdzub. Sedangkan
masyarakat mengenal orang yang sudah sampai pada maqam ini dengan sebutan wali
jadzab atau wali majdzub. Wallahu a’lam.   Ustadz M. Ali Zainal Abidin, pengajar di
Pondok Pesantren Annuriyyah, Kaliwining, Rambipuji, Jember

Sumber: https://islam.nu.or.id/tasawuf-akhlak/wali-jadzab-dan-ciri-cirinya-y153H

Anda mungkin juga menyukai