Anda di halaman 1dari 10

Manusia diciptakan sebagai makhluk dengan penuh kekurangan.

Tapi ia juga mempunyai


potensi untuk menjadi sosok sempurna (insan kamil). Tasawwuf adalah jalan yang umumnya
ditempuh bagi mereka yang ingin mereguk nikmat ruhani. Berbagai metode pun bisa dipilih
dalan hal ini, salah satunya adalah metode takhalli, tahalli dan tajalli sebagaimana dijelaskan
Imam Al-Ghazali dalam Al-Munqidz min al-Dlalal.

Dunia Tasawuf memang merupakan jalan khusus. Tidak semua orang cocok menempuh jalan
ini. Misalnya konsep Hulul dari Al-Halaj dengan istilah alam nasut dan lahutnya. Atau
konsep Ittihad ala Syaikhul Akbar Ibnu Arabi.

Konsep kedua wali besar ini tidak cocok bahkan tidak bisa dipahami dan kerap dianggap
sesat oleh sebagian yang meniti jalan dzahir.

Jalan yang ditempuh para Sufi adalah jalan utama, yang bahkan juga dipilih para Fuqaha’.
Imam asy-Syafi’i, Pendiri Mazhab Syafi’iyah, menerangkan tiga perkara yang paling
disukainya; tidak memaksakan diri (tark al-takalluf), bergaul dengan lemah lembut
(talaththuf), dan mengikuti tarekat ahli tasawuf (Ismail bin Muhammad Al-Ajluni

Takhalli artinya mengosongkan jiwa dari sifat-sifat buruk,seperti: sombong, dengki, iri hati,
cinta kepada dunia, cinta kedudukan, riya', dan sebagainya. Tahalli berarti menghiasi jiwa
dengan sifat-sifat yang mulia, seperti: kejujuran, kasih sayang, tolong menolong,
kedermawanan, sabar, keikhlasan, tawakal, kerelaan, cinta kepada Allah SWT, dan
sebagainya, termasuk di dalahnya adalah banyak beribadah, berzikir, dan muraqabah kepada
Allah SWT.

Setelah menempuh takhalli dan tahalli, sampailah para salik pada sesuatu yang dinamakan
tajalli. Secara etimologi, tajalli berarti pernyataan atau penampakan. Tajalli adalah
terbukanya tabir yang menghalangi hamba dengan-Nya sehingga hamba menyaksikan tanda-
tanda kekuasaan dan keagungan-Nya. Istilah lain yang memiliki kedekatan arti dengan tajalli
adalah ma'rifah, mukasyafah, dan musyahadah. Semua itu menunjuk pada keadaan di mana
terbuka tabir (kasful-hijab) yang menghalangi hamba dengan Allah SWT.

Tajalli menurut Sufi

Ahli tasawuf berkata bahwa tasawuf tidak lain adalah menjalani takhalli, tahalli, dan tajalli.
Jalan yang ditempuh oleh para Sufi adalah jalan takhalli, tahalli, dan tajalli. Mengosongkan
jiwa dari sifat buruk, menghiasi jiwa dengan sifat yang baik dengan tujuan untuk
menyaksikan dengan penglihatan hati bahwa sesungguhnya tuhan itu tidak ada, hanya Allah
SWT yang Ada, "Tidak ada tuhan (lâ ilâha) selain (illâ) Allah SWT dan Muhammad bin
Abdullah adalah hamba, utusan, dan kekasih-Nya."

Manusia dilengkapi oleh Allah dua hal pokok, yaitu jasmani dan rohani. Dua hal ini memiliki
keperluan masing-masing. Jasmani membutuhkan makan, minum, pelampiasan syahwat,
keindahan, pakaian, perhiasan-perhiasan dan kemasyhuran. Rohani, pada sisi lain,
membutuhkan kedamaian, ketenteraman, kasih-sayang dan cinta.
Para sufi menegaskan bahwa hakekat sesungguhnya manusia adalah rohaninya. Ia adalah
muara segala kebajikan. Kebahagiaan badani sangat tergantung pada kebahagiaan rohani.
Sedang, kebahagiaan rohani tidak terikat pada wujud luar jasmani manusia. Sebagai inti
hidup, rohani harus ditempatkan pada posisi yang lebih tinggi. Semakin tinggi rohani
diletakkan, kedudukan manusia akan semakin agung. Jika rohani berada pada tempat rendah,
hina pulalah hidup manusia. Fitrah rohani adalah kemuliaan, jasmani pada kerendahan.
Badan yang tidak memiliki rohani tinggi, akan selalu menuntut pemenuhan kebutuhan-
kebutuhan rendah hewani. Rohani hendaknya dibebaskan dari ikatan keinginan hewani, yaitu
kecintaan pada pemenuhan syahwat dan keduniaan. Hati manusia yang terpenuhi dengan
cinta pada dunia, akan melahirkan kegelisahan dan kebimbangan yang tidak berujung. Hati
adalah cerminan ruh. Kebutuhan ruh akan cinta bukan untuk dipenuhi dengan kesibukan pada
dunia. Ia harus bersih.

Dalam rangkaian metode pembersihan hati, para sufi menetapkan dengan tiga tahap :
Takhalli, Tahalli, dan Tajalli. Takhalli, sebagai tahap pertama dalam mengurus hati, adalah
membersihkan hati dari keterikatan pada dunia. Hati, sebagai langkah pertama, harus
dikosongkan. Ia disyaratkan terbebas dari kecintaan terhadap dunia, anak, istri, harta dan
segala keinginan duniawi.

Dunia dan isinya, oleh para sufi, dipandang rendah. Ia bukan hakekat tujuan manusia.
Manakala kita meninggalkan dunia ini, harta akan sirna dan lenyap. Hati yang sibuk pada
dunia, saat ditinggalkannya, akan dihinggapi kesedihan, kekecewaan, kepedihan dan
penderitaan. Untuk melepaskan diri dari segala bentuk kesedihan, lanjut para saleh sufi,
seorang manusia harus terlebih dulu melepaskan hatinya dari kecintaan pada dunia.

Tahalli, sebagai tahap kedua berikutnya, adalah upaya pengisian hati yang telah dikosongkan
dengan isi yang lain, yaitu Allah (swt). Pada tahap ini, hati harus selalu disibukkan dengan
dzikir dan mengingat Allah. Dengan mengingat Allah, melepas selain-Nya, akan
mendatangkan kedamaian. Tidak ada yang ditakutkan selain lepasnya Allah dari dalam
hatinya. Hilangnya dunia, bagi hati yang telah tahalli, tidak akan mengecewakan. Waktunya
sibuk hanya untuk Allah, bersenandung dalam dzikir. Pada saat tahalli, lantaran kesibukan
dengan mengingat dan berdzikir kepada Allah dalam hatinya, anggota tubuh lainnya tergerak
dengan sendirinya ikut bersenandung dzikir. Lidahnya basah dengan lafadz kebesaran Allah
yang tidak henti-hentinya didengungkan setiap saat. Tangannya berdzikir untuk kebesaran
Tuhannya dalam berbuat. Begitu pula, mata, kaki, dan anggota tubuh yang lain. Pada tahap
ini, hati akan merasai ketenangan. Kegelisahannya bukan lagi pada dunia yang menipu.
Kesedihannya bukan pada anak dan istri yang tidak akan menyertai kita saat maut
menjemput. Kepedihannya bukan pada syahwat badani yang seringkali memperosokkan pada
kebinatangan. Tapi hanya kepada Allah. Hatinya sedih jika tidak mengingat Allah dalam
setiap detik.

Setelah tahap â€‫ک‬pengosongan’ dan â€‫ک‬pengisian’, sebagai tahap ketiga adalah


Tajalli. Yaitu, tahapan dimana kebahagian sejati telah datang. Ia lenyap dalam wilayah Jalla
Jalaluh, Allah subhanahu wata’ala. Ia lebur bersama Allah dalam kenikmatan yang tidak
bisa dilukiskan. Ia bahagia dalam keridho’an-Nya. Pada tahap ini, para sufi menyebutnya
sebagai ma’rifah, orang yang sempurna sebagai manusia luhur.

Syekh Abdul Qadir Jaelani menyebutnya sebagai insan kamil, manusia sempurna. Ia bukan
lagi hewan, tapi seorang malaikat yang berbadan manusia. Rohaninya telah mencapai
ketinggian kebahagiaan. Tradisi sufi menyebut orang yang telah masuk pada tahap ketiga ini
sebagai waliyullah, kekasih Allah. Orang-orang yang telah memasuki tahapan Tajalli ini, ia
telah mencapai derajat tertinggi kerohanian manusia. Derajat ini pernah dilalui oleh Hasan
Basri, Imam Junaidi al-Baghdadi, Sirri Singkiti, Imam Ghazali, Rabiah al-Adawiyyah,
Ma’ruf al-Karkhi, Imam Qusyairi, Ibrahim Ad-ham, Abu Nasr Sarraj, Abu Bakar
Kalabadhi, Abu Talib Makki, Sayyid Ali Hujweri, Syekh Abdul Qadir Jaelani, dan lain
sebagainya. Tahap inilah hakekat hidup dapat ditemui, yaitu kebahagiaan sejati.
 Meregangkan jari tangan sendiri saja bayi yang baru lahir tidak mampu. Jerit tangis adalah
satu-satunya modal yang bisa dilakukan bayi agar orang lain yang mendengar tangisnya
tergerak dan bersikap iba. Bayi tidak punya kuasa membuat orang lain mengerti bahwa
dirinya sedang lapar atau membutuhkan pelukan kasih-sayang kecuali dengan jerit dan tangis.
Artinya, manusia sedari awal terlahir sebagai mahkluk yang lemah tanpa daya tapi bukan
mustahil untuk menjadi pribadi yang sempurna (Insan al-Kamil).

Oleh sebab itu, amat tercela apabila manusia hanya dapat meratapi dan menetapi ketidak-
berdayaan mengingat sakralnya tanggungjawab manusia yang diembankan Tuhan, khalifah
fil ardh atau wakil Tuhan di bumi. Ikhtiyar atau usaha merupakan keterdesakan yang harus
dikerahkan dan dibina oleh seluruh manusia untuk merampungkan tugas dan tanggung
jawabnya dengan prima. Manusia mengandalkan pada ketentuan Tuhan sejak
zaman azali (baca: takdir) semata jelas tengah melenceng dari kodrat.

Manusia dikodrati oleh Tuhan kecenderungan untuk berubah. Itulah mengapa Tuhan tidak
akan mengubah suatu keadaan selama perubahan itu tidak dimulai oleh manusianya (QS. ar-
Ra’ad: 11). Akidah Islam menegaskan bahwa qudrat (kuasa) dan iradat (kehendak) Tuhan
bertautan erat dengan hal-hal yang mungkin. Adapun kemungkinan-kemungkinan bisa
terrealisasi tentu memerlukan hukum kausalitas atau yang lumrah disebut dengan sebab dan
akibat. Singkatnya, perubahan akan terjadi apabila disertai perbuatan nyata.

Dua tahun terakhir ini masyarakat Indonesia sangat menggandrungi gerakan hijrah. Sebuah
gerakan yang mengajak manusia untuk kembali ke jalan yang diridhai Tuhan. Hingga kini
animo hijrah tetap menyala dan semoga tidak pernah menemui keredupan. Lewat gerakan
tersebut banyak kalangan aktris perempuan mengenakan hijab bahkan tidak sedikit artis
papan atas yang memilih menjadi mualaf, Dedy Corbuzer salah satunya.

Lain dari pada itu, di antara pemuda-pemudi kita saat ini ada yang semakin menunjukkan
penyimpangan dengan tindak-tanduk yang amoral. Bisa dibilang, hampir setiap hari kita
melihat, mendengar, dan membaca informasi tentang penggerebekan muda-mudi yang
bermesraan tanpa ada ikatan yang sah secara Agama. Hasrat primitif lebih dilayani oleh
sebagian mereka sehingga yang mengemuka adalah sifat-sifat kebinatangan. Na’udzubillah.

Ada yang alpa dalam diri kita khususnya pemuda-pemudi dewasa ini. Oleh karena nafs al-
lawwamah (nafsu pengekskusi) lebih condong dan sibuk melayani nafs al-ammarah (nafsu
tercela) dari pada nafs al-muthmainnah (nafsu terpuji). Jika kecondongan semacam ini
dibiarkan, alih-alih menjadi manusia yang perfek justru kian terpuruk dilembah kecacatan
moral. Dengan moral yang cacat jangan harap masa depan cerah di dunia dapat digapai
apalagi di singgasana akhirat kelak.

Menjadi pribadi perfek tidak bisa diukur dengan meteran apapun. Sebab perfek yang
dimaksud yaitu bagaimana agar prilaku manusia tidak memunggungi tatasusila dan tetap
selaras dengan limit-limit aturan Agama. Tidak ada sesuatu yang lebih sempurna melampaui
kepatuhan terhadap rambu-rambu Agama dan tidak menyalahi tata susila.
Maka yang harus hadir dan dilakukan manusia untuk mencapai keperfekan (insan al-kamil)
sekurang-kurangnya ada tiga hal seperti yang dicontohkan kaum sufi
terdahulu. Pertama, mengosongkan atau membersihkan jiwa (takhalli). Setiap orang
memiliki kecenderungan yang berpotensi membuat kotor jiwa atau rohaninya. Kotoran jiwa
seperti hubbub ad-dunya (cinta dunia), panjang angan-angan (thulu al-amal) dan sejenisnya
harus dibersihkan karena ia hanya hanya menjadi tabir penghalang bagi manusia untuk lebih
memesrai Tuhannya.

Kedua, memperindah diri (tahalli). Selama ini manusia hanya sibuk mempermak fisik dan
lalai pada keindahan jiwa. Tidak sedikit di antara kita yang meluangkan waktu lama bersolek
di depan cermin namun tergesa-gesa tatkala sedang berada di atas sajadah beribadah kepada
Tuhan. Padahal kecantikan jiwalah yang kelak dapat mengantarkan manusia keindahan yang
hakiki yakni perjumpaan hamba dengan sang Maha Indah kelak dalam kahyangan surgaNya.

Ketiga, menyambungkan diri dengan Tuhan (tajali). Seorang hamba yang menempuh


jalan tajali akan mengarahkan sejauh mata memandang selalu bermuara pada keindahan
Tuhan, kemuliaanNya, kasih-sayangNya, kebaikanNya, kekuasaanNya, dan seterusnya.
Manusia yang sudah nyambung dengan Tuhan mengerahkan seluruh panca indra bergerak ke
satu arah titik focus yakni, hanya dari, untuk, dan kepada Tuhanlah kehidupan yang senyata-
nyatanya.

Bergembiralah dan tautkan seluruh ikhtiyar kita pada tiada daya dan upaya kecuali dengan
Tuhan (La haula wala quwwata illa billah) sembari menanamkan dalam hati sesungguhnya
kami milik Tuhan dan kepadaNya akan berpulang (Inna lillahi wainna ilaihi rajiun).

agi umat Islam, perjalanan menuju Allah SWT merupakan proses beralihnya jiwa yang kotor
menjadi jiwa yang suci. Peralihan dari akal non syar’i menjadi akal syar’i, dari hati yang kafir
menjadi mukmin.
Perjalanan menyucikan diri menuju Allah SWT ini dapat dilakukan dengan tasawuf. Dikutip
dari buku Tasawuf Anak Muda (Yang Muda Yang Berhati Mulia), tasawuf merupakan
kegiatan memilih jalan hidup secara zuhud serta menjauhkan diri dari segala macam bentuk
perhiasan hidup.
Pada dasarnya, manusia cenderung dikendalikan oleh hawa nafsunya. Maka dari itu,
seseorang harus memasuki kehidupan tasawuf. Karena dengan tasawuf seseorang dapat
mengendalikan hawa nafsunya dan tidak akan terjerat pada kesesatan.
Tasawuf terdiri atas tiga asas, salah satunya adalah tajalli. Artikel ini akan membahas lebih
dalam tentang pengertian dan langkah-langkah menuju tajalli.
Berikut pengertian dan langkah-langkah menuju tajalli yang dapat menjadi referensi bagi
Anda untuk melakukan tasawuf.
Perbesar
llustrasi Tajalli Artinya. Foto: freepik.com
Pengertian Tajalli
Mengutip buku Dimensi-Dimensi Manusia: Perspektif Pendidikan Islam karangan Rudi
Ahmad Suryadi, tajalli artinya pencerahan atau penyingkapan. Tajalli merupakan
tersingkapnya tirai penyekap alam gaib atau proses penerangan dari nur gaib sebagai hasil
dari meditasi.
Singkatnya, arti tajalli adalah Allah SWT menyingkap diri-Nya kepada makhluk-Nya.
Penyingkapan diri Allah SWT tidak pernah terjadi berulang kali secara sama dan tidak
pernah berakhir. Penyingkapan diri Allah SWT terjadi dengan cahaya batiniah yang masuk
ke dalam hati umat.
Apabila seseorang telah melewati dua tahap tasawuf sebelumnya, yakni takhalli dan tahalli,
maka ia baru akan mencapai tahap ketiga yaitu tajalli.
Perbesar
llustrasi Tajalli Artinya. Foto: freepik.com
Langkah-Langkah Menuju Tajalli
Dikutip dari buku Mutiara Akhlak Tasawuf - Rajawali Pers karangan Dr. Sahri, MA., ada
beberapa langkah yang diajarkan oleh kaum sufi untuk menuju tajalli.
1. Puasa Sunnah
Seseorang yang secara rajin melaksanakan puasa akan terbentengi, baik secara lahir dan
batin. Secara lahir ia akan berperilaku baik, dan secara batin ia akan memiliki perasaan
lembut. Sehingga, seseorang yang berpuasa sunnah tidak akan menganiaya orang lain.
2. Sholat Sunnah
Seseorang dianjurkan untuk melaksanakan sholat malam. Waktu malam yang tenang dapat
melatih diri seseorang untuk menjadi pribadi yang khusyuk dan tuma’ninah.
3. Berdzikir
Berdzikir kepada Allah SWT pada waktu malam, karena pada saat itu malaikat turun untuk
menyebarkan rahmat kepada alam semesta. Sehingga pada saat itu doa seseorang akan
dikabulkan. Seperti tercantum dalam QS. Al Ahzab ayat 41 berikut.
۟ ُ‫ٰيََٓأيُّهَا ٱلَّ ِذينَ َءامن‬
۟ ‫وا ْٱذ ُكر‬
‫ُوا ٱهَّلل َ ِذ ْكرًا َكثِيرًا‬ َ
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, berzdikirlah (dengan menyebut nama) Allah, zikir
yang sebanyak-banyaknya.”
4. Tafakkur dan Tadabbur Atas Alam Semesta
Untuk mencapai tasawuf seseorang harus tafakkur (berpikir) dan tadabbur (merenung) atas
makhluk ciptaan Allah SWT. Seperti firman Allah SWT dalam QS Qaf ayat 37 berikut.
َ ِ‫ِإ َّن فِى ٰ َذل‬
‫ك لَ ِذ ْك َر ٰى لِ َمن َكانَ لَ ۥهُ قَ ْلبٌ َأوْ َأ ْلقَى ٱل َّس ْم َع َوه َُو َش ِهي ٌد‬
Artinya: “Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat peringatan bagi
orang-orang yang mempunyai akal atau yang menggunakan pendengarannya, sedang dia
menyaksikannya.”

(DND)

https://agil-asshofie.blogspot.com/2011/06/takhalli-tahali-dan-tajalli.html
https://tqnnews.com/apa-itu-takhalli-tahalli-dan-tajalli/
https://bincangsyariah.com/kolom/takhalli-tahalli-dan-tajalli-tiga-cara-sufi-mencapai-
kesucian-jiwa/
https://www.academia.edu/11862851/Takhalli_Tahalli_Tajalli_dan_Alam_Malakut
https://kumparan.com/berita-hari-ini/tajalli-artinya-pencerahan-hati-bagaimana-langkah-
langkah-meraihnya-1xIXvPWxD3J/full
https://pecihitam.org/takhalli-tahalli-dan-tajalli/

Anda mungkin juga menyukai