Anda di halaman 1dari 10

BAB VI

KESELAMATAN PASIEN

A. Pengertian
Keselamatan pasien diartikan sebagai bebas bagi pasien, dari harm/ cidera
(penyakit, cidera fisik, psikologis, sosial, penderiataan, cacad, kematian,dll) yang tidak
seharusnya terjadi atau cidera yang potensial, terkait dengan pelayanan kesehatan.
Keselamatan pasien di rumah sakit merupakan proses dalam suatu rumah sakit yang
memberikan pelayanan pasien yagn lebih aman. Menurut PP No. 51/2009 tentang
Pekerjaan Kefarmasian, pelayanan kefarmasian merupakan pelayanan langsung dan
bertanggungjawab kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi dengan maksud
mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien. Apoteker di
rumah sakit tidak hanya bertanggung jawab atas obat sebagai produk dengan segala
implikasinya tetapi juga bertanggung jawab terhadap efek terapetik dan keamanan dari
suatu obat. Hal tersebut diwujudkan dalam bentuk pelayanan kefarmasian secara
paripurna dengan memperhatikan faktor keamanan pasien, antara lain dalam proses
pengelolaan sediaan farmasi, melakukan monitoring dan mengevaluasi keberhasilan
terapi, memberikan pendidikan dan konseling serta bekerja sama erat dengan pasien
dan tenaga kesehatan lain.Pada akhirnya seluruh kegiatan tersebut ditujukan untuk
mencapai keselamatan pasien.
Laporan Institute Of Medicine (1999) menyatakan bahwa paling sedikit 44.000
hingga 98.000 pasien meninggal akibat medical error di rumah sakit yang sebetulnya bisa
dicegah. Pada penelitian Bates (JAMA, 1995, 29-34) menunjukkan bahwa kesalahan
paling sering terjadi adalah medication error yang terjadi pada tahap prescribing &
ordering (49%), diikuti tahap transcribing (11%), tahap pemberian/ administering (26%)
dan pharmacy management (14%). Hal serupa juga terjadi di Rumah Sakit PKU
Muhammadiyah Karanganyar dimana jenis medical error paling sering terjadi adalah
kesalahan pemberian obat.
Berdasarkan analisis kejadian berisiko dalam proses pelayanan kefarmasian, maka
kelomopok utama yang paling berisiko mengancam keselamatan pasien adalah :
1. Kejadian obat yang merugikan (adverse drug event)
2. Kesalahan pemberian obat (medication errors)
3. Reaksi obat yang merugikan (adverse drug reaction)

106
1. Tipe Insiden
Istilah Definisi
Kondisi Potensial Suatu situasi/kondisi yang Contoh :
Cidera (KPC)/ sangat berpotensi untuk kotak emergensi yang
Repotable menimbulkan cidera, tetapi ditemukan tidak lengkap
Circumstance belum terjadi insiden sesuai daftar
yang ditetapkan
Kejadian Nyaris Terjadinya insiden yang Contoh :
Cidera (KNC) / Near belum sampai terpapar/ Kesalahan penulisan
Miss terkena pasien label aturan pakai yang
dideteksi oleh petugas lain
sebelum diberikan
Kejadian Tidak Cidera Suatu insiden yang sudah Contoh :
(KTC) / No harm terpapar ke pasien tetapi tidak pasien terima suatu
incident timbul cidera obat kontra indikasi
tetapi tidak timbul
reaksi obat
Kejadian yang Tidak Insiden yang mengakibatkan Contoh :
Diharapkan (KTD)/ cidera pada pasien Pemberian dosis yang
Adverse event melebihi dosis lazim
sehingga muncul efek
toksik.
Kejadian Sentinel Suatu KTD yang Contoh :
(Sentinel Event) mengakibatkan kematian Kesalahan pemberian
ataucidera yang serius, obat High Alert
biasanya dipakai untuk sehingga pasien
kejadian yang sangat tidak mengelami depresi
diharapkan atau tidak dapat pernafasan.
diterima

2. Kategori Error
Tipe Medication Errors Keterangan
Unauthorized drug Obat yang diserahkan kepada pasien padahal diresepkan
oleh bukan dokter yang berwenang
Improper dose/ quantity Dosis, strength atau jumlah obat yang tidak sesuai
dengan yang dimaksud dalam resep (kecuali berkaitan
dengan peraturan di rumah sakit dan telah
diinformasikan kepada dokter yang menuliskan resep)
Wrong dose preparation Penyiapan/ formulasi atau pencampuran obat yang tidak
method sesuai
Wrong dose form Obat yang diserahkan dalam dosis dan bentuk sediaan
yang tidak sesuai dengan yang diperintahkan di dalam
resep
Wrong patient Obat diserahkan atau diberikan pada pasien yang keliru
yang tidak sesuai dengan yang tertera di resep, termasuk
keliru dalam memberikan identitas dalam resep.
Omission error Gagal dalam memberikan dosis sesuai permintaan,
107
mengabaikan penolakan pasien atau keputusan klinik
yang mengisyaratkan untuk tidak diberikan obat yang
bersangkutan
Extra dose Memberikan duplikasi obat pada waktu yang berbeda
Prescribing error Obat diresepkan secara keliru atau perintah diberikan
secara lisan ehingga menimbulkan interpretasi yang
keliru dari penerima instruksi,
termasuk tulisan dokter yang tidak dapat terbaca.
Wrong administration Menggunakan cara pemberian yang keliru /tidak sesuai
technique literatur/tidak sesuai intruksi dokter, termasuk misalnya
menyiapkan obat dengan teknik yang tidak dibenarkan
(misalkan obat im diberikan iv)
Wrong time Obat diberikan tidak sesuai dengan jadwal pemberian
atau diluar jadwal yang ditetapkan
Peran apoteker dalam mewujudkan keselamatan pasien meliputi dua aspek yaitu
aspek manajemen dan aspek klinik. Aspek manajemen meliputi pemilihan perbekalan
farmasi, pengadaan, penerimaan, penyimpanan dan distribusi, alur pelayanan, sistem
pengendalian (misalnya: memanfaatkan IT). Sedangkan aspek klinik meliputi skrining
permintaan obat (resep atau bebas), penyiapan obat dan obat khusus, penyerahan dan
pemberian informasi obat, konseling, monitoring dan evaluasi. Kegiatan farmasi klinik
sangat diperlukan terutama pada pasien yang menerima pengobatan dengan risiko
tinggi. Keterlibatan apoteker dalam tim pelayanan kesehatan perlu didukung
mengingat keberadaannya melalui kegiatan farmasi klinik terbukti memiliki
konstribusi besar dalam menurunkan insiden/ kesalahan.
Apoteker harus berperan di semua tahapan proses yang meliputi:
1. Pemilihan
Pada tahap pemilihan perbekalan farmasi, risiko insiden/ error dapat diturunkan
dengan pengendalian jumlah item obat dan penggunaan obat-obat sesuai
formularium.
2. Pengadaan
Pengadaan harus menjamin ketersediaan obat yang aman efektif dan sesuai
peraturan yang berlaku (legalitas) dan diperoleh dari distributor resmi.
3. Penyimpanan
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penyimpanan untuk menurunkan kesalahan
pengambilan obat dan menjamin mutu obat:
a. Simpan obat dengan nama, tampilan dan ucapan mirip (look-alike, sound-alike
medication names) secara terpisah.

108
b. Obat-obat dengan peringatan khusus (high alert drugs) yang dapat menimbulkan
cedera jika terjadi kesalahan pengambilan, simpan di tempat khusus. Misalnya :
1) Menyimpan cairan elektrolit pekat seperti kcl inj, heparin, warfarin, insulin,
kemoterapi, narkotik opiat, neuromuscular blocking agents, thrombolitik,
dan agonis adrenergik. (Daftar lengkapnya dapat dilihat di www.ismp.org)
2) Kelompok obat antidiabet jangan disimpan tercampur dengan obat lain
secara alfabetis, tetapi tempatkan secara terpisah
3) Simpan obat sesuai dengan persyaratan penyimpanan.
4. Skrining Resep
Apoteker dapat berperan nyata dalam pencegahan terjadinya medication error
melalui kolaborasi dengan dokter dan pasien.
a. Identifikasi pasien minimal dengan dua identitas, misalnya nama, tanggal lahir
pasien dan nomor rekam medik
b. Apoteker tidak boleh membuat asumsi pada saat melakukan interpretasi resep
dokter. Untuk mengklarifikasi ketidaktepatan atau ketidakjelasan resep,
singkatan, hubungi dokter penulis resep.
c. Dapatkan informasi mengenai pasien sebagai petunjuk penting dalam
pengambilan keputusan pemberian obat, seperti :
1) Data demografi (umur, berat badan, jenis kelamin) dan data klinis
(alergi, diagnosis dan hamil/ menyusui). Contohnya, Apoteker perlu
mengetahui tinggi dan berat badan pasien yang menerima obat-obat dengan
indeks terapi sempit untuk keperluan perhitungan dosis.
2) Hasil pemeriksaan pasien (fungsi organ, hasil laboratorium, tanda-tanda vital
dan parameter lainnya). Contohnya, Apoteker harus mengetahui data
laboratorium yang penting, terutama untuk obat-obat yang memerlukan
penyesuaian dosis dosis (seperti pada penurunan fungsi ginjal).
d. Apoteker harus membuat riwayat/catatan pengobatan pasien.
e. Strategi lain untuk mencegah kesalahan obat dapat dilakukan dengan penggunaan
otomatisasi (automatic stop order), sistem komputerisasi (e-prescribing) dan
pencatatan pengobatan pasien. Permintaan obat secara lisan hanya dapat dilayani
dalam keadaan emergensi dan itupun harus dilakukan konfirmasi ulang untuk
memastikan obat yang diminta benar, dengan mengeja nama obat serta
memastikan dosisnya. Informasi obat yang penting harus diberikan kepada

109
petugas yang meminta/ menerima obat tersebut. Petugas yang menerima
permintaan harus menulis dengan jelas instruksi lisan setelah mendapat
konfirmasi (read back).
5. Dispensing
a. Penyiapan obat dilakukan dengan tepat sesuai dengan SPO
b. Pemberian label/ etiket yang tepat. Label/ Etiket harus dibaca minimum 3 (tiga)
kali
1) Pada Saat Pengambilan Obat Dari Rak,
2) Pada Saat Mengambil Obat Dari Wadah,
3) Pada Saat Mengembalikan Obat Ke Rak.
c. Dilakukan pemeriksaan ulang oleh orang berbeda.
d. Pemeriksaan meliputi kelengkapan permintaan, ketepatan label/ etiket, aturan
pakai, pemeriksaan kesesuaian resep terhadap obat, kesesuaian resep terhadap isi
etiket/label.
6. Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE)
Edukasi dan konseling kepada pasien harus diberikan mengenai hal-hal yang
penting tentang obat dan pengobatannya. Hal-hal yang harus
diinformasikan dan didiskusikan pada pasien adalah :
a. Pemahaman yang jelas mengenai indikasi penggunaan dan bagaimana
menggunakan obat dengan benar, harapan setelah menggunakan obat, lama
pengobatan, kapan harus kembali ke dokter
b. Peringatan yang berkaitan dengan proses pengobatan
c. Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) yang potensial, interaksi obat dengan obat
lain dan makanan harus dijelaskan kepada pasien
d. Reaksi obat yang tidak diinginkan (Adverse Drug Reaction – ADR) yang
mengakibatkan cedera pasien, pasien harus mendapat edukasi
mengenai bagaimana cara mengatasi kemungkinan terjadinya ADR tersebut
e. Penyimpanan dan penanganan obat di rumah termasuk mengenali obat yang
sudah rusak atau kadaluarsa.
7. Ketika melakukan konseling kepada pasien, apoteker mempunyai kesempatan untuk
menemukan potensi
8. Penggunaan Obat
Apoteker harus berperan dalam proses penggunaan obat oleh pasien rawat inap di

110
rumah sakit dan sarana pelayanaan kesehatan lainnya, bekerja sama dengan petugas
kesehatan lain. Hal yang perlu diperhatikan adalah prinsip 5 Benar:
1) BENAR Pasien
2) BENAR Obat
3) BENAR Dosis
4) BENAR Rute
5) BENAR Waktu
9. Monitoring dan Evaluasi
Apoteker harus melakukan monitoring dan evaluasi untuk mengetahui efek terapi,
mewaspadai efek samping obat, memastikan kepatuhan pasien. Hasil monitoring
dan evaluasi didokumentasikan dan ditindaklanjuti dengan melakukan perbaikan
dan mencegah pengulangan kesalahan.
Seluruh personal yang ada di tempat pelayanan kefarmasian harus terlibat didalam
program keselamatan pasien khususnya medication safety dan harus secara terus
menerus mengidentifikasi masalah dan mengimplementasikan strategi untuk
meningkatkan keselamatan pasien.

B. Tujuan
Keselamatan pasien bagi apoteker bertujuan untuk terlaksananya pencatatatan
kejadian yang tidak didinginkan akibat penggunaan obat (adverse drug event) di rumah
sakit dan komunitas.

C. Tata Laksana Keselamatan Pasien


1. Risiko Keselamatan Pasien.
Risiko keselamatan pasien adalah risiko yang dapat diderita oleh pasien atas tindakan
atau pelayanan yang didapat di rumah sakit, risiko ini dapat berupa
a. Salah pasien, salah dosis obat, salah frekuensi, salah bentuk sediaan obat, salah
teknik penyiapan/peracikan obat, salah obat.
b. Adanya polifarmasi, Duplikasi obat,
c. Interaksi antar obat, overdose dan risiko reaksi obat (alergi, anafilaksis)
d. Pemberian obat expired, obat rusak

111
2. Identifikasi Risiko
Untuk meminimalkan risiko-risiko yang bisa diderita oleh pasien, maka perlu
dilakukan identifikasi terhadap risiko yang mungkin terjadi pada setiap titik pelayanan
dan juga harus dibuat strategi untuk mengurangi atau meniadakan risiko tersebut.
Beberapa titik risiko keselamatan pasien dan strategi mengurangi risikonya adalah:
a. Titik Risiko: Order Obat Melalui Telepon
Kecuali order obat melalui telepon, order obat secara verbal tidak dapat diterima,
kecuali dalam keadaan darurat.
Strategi Mengurangi Risiko:
1) Staf perawat memberitahukan dokter terkait informasi:
a) Nama lengkap pasien, umur, jenis kelamin dan berat badan (dosis pediatrik)
b) Diagnosis
c) Alergi obat dan makanan
d) Seluruh obat yang diresepkan saat ini
e) Gejala dan keluhan saat ini
f) Data laboratorium saat ini
2) Read Back: nurse (perawat) yang menerima mendengarkan order dari dokter
dan menuliskannya pada dokumen dan membacakan kembali nama pasien
serta order yang diberikan sesuai yang telah ditulis. Dokter akan secara verbal
memverifikasi read back dari perawat.
3) Mendidik staf untuk berhati hati dengan obat obatan yang mirip (sound-alike
medications). Daftar contoh obat sound alike diletakkan pada pada seluruh pos
perawat/depo obat
b. Titik Risiko: Penulisan Resep
Resep tertulis mencakup resep yang telah ditanda-tangani (dapat berupa resep yang
ditulis tangan, resep dicetak computer atau difax).
Strategi Mengurangi Risiko:
1) Resep dimasukkan ke dalam dokumen dengan mengecek nama lengkap pasien
& nomor Medical record
2) Resep diberi tanggal & jam seperti yang tertulis.
3) Resep mencakup nama lengkap obat, dosis, rute administrasi, waktu
administrasi, diagnosis/ indikasi, dan lama penggunaan.
4) Menghindari adanya singkatan.

112
5) Mengkaji dan membandingkan order/ resep dengan daftar interaksi obat yang
berbahaya dan obat berisiko tinggi.
6) Mengimplementasikan protokol yang telah disetujui oleh organisasi terkait
pemantauan obat menggunakan tes laboratorium.
7) Mengimplementasikan protokol yang telah disetujui organisasi untuk
memastikan keakuratan review order bulanan.
8) Perawat dan/atau apoteker akan mencatat seluruh order yang tidak terbaca,
tidak lengkap, atau diragukan dan dengan segera mengklarifikasikannya
kepada dokter sebelum proses transkirpsi/dispensing.
9) Mendidik staf untuk berhati hati dengan nama obat yang mirip
10) Fax dokumen asli, jangan fotokopinya
c. Titik Risiko: Pemberian Obat ( 5 B)
1) BENAR Pasien
2) BENAR Obat
3) BENAR Dosis
4) BENAR Rute
5) BENAR Waktu
Strategi untuk Mengurangi Risiko
1) Kepatuhan terhadap protokol yang telah ditetapkan termasuk: Terapi pengob-
atan baru — dosis pertama
2) Cek resep untuk memastikan keakuratan daftar pemberian obat sebelum
memberikan dosis pertama.
3) Membaca dan membandingkan daftar pemberian obat dan label obat pada tiga
(3) tahap:
a) Saat melihat pertama.
b) Saat membuka kemasan
c) Setelah menyiapkan, sebelum memberikan.
4) Gunakan minimal 3 (tiga) cara identifikasi pasien :
a) Identifikasi positif
(1) Nama Pasien
(2) Tanggal Lahir
(3) No RM
b) Cek kembali menggunakan

113
(1) Daftar pemberian obat
(2) Gelang Identitas
(3) Patuhi kebijakan identifikasi pasien terutama "like names alert"/ nama
yang mirip/sama untuk mencegah kesalahan akibat kemiripan nama
pasien.
Catatan: Jangan gunakan nomor kamar/ nomor tempatan. Perhatikan efek
terapetik yang diharapkan, efek samping, dan konsekuensi reaksi obat
merugikan. Komunikasikan efek samping dan reaksi obat yang tidak diinginkan
pada dokter.
Bila terjadi efek samping yang tidak diinginkan dapat dilakukan penundaan
pengobatan sesuai dengan standard profesi.
5) Perhatikan hal hal penting (precautions), kaji dan catat parameter klinis.
a) Memberikan dan mengamati setelah pasien mengkonsumsi obat
b) Dokumentasikan prosesnya
6) Pengaturan waktu pemberian obat berdasarkan waktu pagi, siang dan malam
sesuai dengan resep dokter penulis resep.
d. Titik Risiko: Mengawasi Manfaat Terapetik dan Konsekuensi Reaksi Obat
yang Merugikan
Strategi Mengurangi Risiko
1) Mengecek referensi informasi obat yang men-
cakup:
a) Reference Obat terkini di Indonesia (mis : MIMS, ISO )
b) Buku Pedoman Obat-Obatan terkini
c) Sistem informasi Komputer
d) Lembar informasi yang disediakan Farmasi
e) Referensi lain
2) Beritahukan dokter atas konsekuensi obat merugikan yang teridentifikasi atau
kegagalan terapi
3) Untuk Obat berisiko tinggi Ikuti protokol yang diterbitkan organisasi dan pen-
gawasan dilakukan melalui tes laboratorium.
4) Untuk mencegah interaksi antar obat dan interaksi obat & makanan perhatikan
daftar yang diterbitkan organisasi mengenai hal ini maupun brosur produk
yang bersangkutan.

114
5) Mengidentifikasi kelakuan/kebiasaan pasien (non farmakologis) yang dapat
dipertimbangkan untuk dimanfaatkan sebagai medikasi tambahan dari terapi
obat psikoterapetik.
6) Bila terjadi perubahan kondisi mental/ kondisi fisik pasien, curigai efek obat,
"Think Medications." Tim klinis akan mengevaluasi regimen pengobatan seba-
gai faktor potensial yang berkontribusi dan lakukan penyesuaian peresepan
obat secara tepat.
e. Titik Risiko: Pasien Menggunakan Obatnya Sendiri
Strategi Mengurangi Risiko
1) Secara hati – hati mengkaji kemampuan pasien untuk menyimpan obat secara
aman dan menggunakan obatnya sendiri.
2) Mendidik pasien terkait:
a) Indikasi, efek dan manfaat yang diharapkan
b) Metode pemberian obat
c) Efek samping dan konsekuensi reaksi obat yang merugikan
3) Menyimpan obat dengan tepat
4) Staf mengawasi dan mencatat indikasi dari manfaat terapi, efek samping, dan
reaksi obat merugikan, dan informasikan hal ini kepada dokter
f. Titik Risiko: Pasien / Keluarga Pasien Membawa Obat dari Rumah
Strategi Mengurangi Risiko:
1) Batasi obat-obatan yang dibawa dari rumah
2) Mendidik pasien dan keluarganya tentang kebijakan rumah sakit terkait obat-
obatan yang dibawa dari rumah
3) Mencakup kebijakan persetujuan saat admission
4) Obat yang dibawa dari rumah harus di beri label dan dikemas dengan benar.

115

Anda mungkin juga menyukai