Anda di halaman 1dari 4

A.

Biografi Al-Tahtawi

Rifa’ah Badawi al-Tahtawi adalah pembawa pemikiran pembaharuan berpengaruh besar di


pertengahan pertama dari abad ke-19 di Mesir. Al-Tahtawi merupakan tokoh Yang berpengaruh
penting pada masa pembaharuan Muhammad Ali Pasha. Ia lahir pada tahun 15 Oktober 1801/7
Jumadil Tsani 1216 H di Tahta,suatu kota yang terletak di Provinsi Suhag, dan meninggal di Kairo
pada tahun 1873,Beliau dilahirkan dari keluarga besar ulama di tempat tersebut, bahkan turunan
dari ayahnya sambung sampai imam besar seperti Ja’far Shadiq. Imam al-Baqir, Zainal Abidin. Husein
dan Sayyidina Ali bin Abi Thalib,

Ketika Muhammad Ali Mengambil alih seluruh kekayaan di Mesir, harta orang tua al-Tahtawi di
kuasai dan merupakan tokoh yang terpandang dan di hormati di kalangan masyarakat sAat itu. Pada
masa pemerintahan Muhammad Ali, semua fasilitas yang didapatkan oleh para pembesar daerah
ulama dan penguasa tanah ditarik kembali pada masa itu. Kemudian beliau dan keluarganya
memutuskan untuk berpindah di daerah Jurja pada tahun 1813. Di masa kecilnya, Ibunya wafat dan
terpaksa belajar dengan bantuan dari keluarga ibunya (Pamannya). Ketika berumur 16 tahun, ia
pergi ke Kairo pada tahun 1817 M untuk belajar di Al-Azhar. Setelah lima tahun menuntut ilmu ia
selesai dari studinya di Al-Azhar pada tahun 1822 M.

Al- Tahtawi merupakan sosok yang mengagumi Syaikh Hasan al-Attar yang mempunyai hubungan
dengan ahli-ahli ilmu pengetahuan Prancis yang datang dengan Napoleon ke Mesir.Syaikh al-Attar
melihat bahwa al-Tahtawi adalah seorang pelajar yang sungguh- sungguh dan mempunyai pikiran
yang tajam, oleh karena itu ia selalu memberi dorongan kepadanya untuk senantiasa menambah
ilmu pengetahuan. Setelah selesai dari studi di Al-Azhar, al- Tahtawi mengajar disana selama dua
tahun, dan di angkat menjadi imam tentara ditahun 1824. Dua tahun kemudian, beliau di angkat
menjadi imam mahasiswa yang dikirim Muhammad Ali ke Paris. Di Paris ia membiayai guru khusus
untuk mengajarinya dalam bahasa Prancis. Dalam waktu singkat ia menguasai bahasa itu, dan
selama lima tahun di Paris ia menerjemahkan 12 buku dan risalah. Waktu di Paris ia menghabiskan
untuk membaca buku-buku Prancis dengan bantuan gurunya antara lain buku sejarah, teknik, ilmu
bumi, politik dan lain-lain.

Sekembalinya di Kairo ia di angkat sebagai guru bahasa Prancis dan penerjemah di Sekolah
Kedokteran. Beliau membimbing penerjemahan buku-buku ilmu kedokteran. Dua tahun kemudian
ia pindah ke Sekolah Artileri untuk mengkepalai penerjemahan buku- buku ilmu teknik dan
kemiliteran. Di tahun 1836 didirikan “Sekolah Penerjemahan” dan diubah namanya menjadi
“Sekolah Bahasa-bahasa Asing”, Bahasa-bahasa yang di ajarkan yaitu jalah Arab, Prancis, Turki, Persi,
Itali, ilmu teknik, sejarah dan ilmu bumi. Pimpinan sekolah ini di serahkan kepadanya.

Setelah Muhammad Ali meninggal di tahun 1848. karena hal-hal yang kurang jelas, tidak senang
dengan al-Tahtawi dan beliau di pindahkan ke Sudan untuk mengkepalai sebuah sekolah dasar
disana. Setelah Abbas wafat di tahun 1854, ia di panggil kembali ke Kairo oleh Said. Ia di angkat
menjadi “Kepala Sekolah Militer”. Disana ia mementingkan pelajaran bahasa asing dan mengadakan
satu bagian khusus untuk penerjemahan. Di tahun 1863, Khedewi Ismail mengadakan “Badan
Penerjemahan Undang-Undang Prancis” dan pimpinannya di serahkan kepada al-Tahtawi.Selain
lapangan penerjemahan ia juga mempunyai aktivitas dalam lapangan karang-mengarang. Di tahun
1828, tentunya setelah mendengar pentingnya arti surat kabar resmi yang di terbitkan Napoleon
sewaktu berada di Mesir, Muhammad Ali menerbitkan satu surat kabar resmi yang diberi nama Al
Waga i’ul Misriyah. Salah satu karangannya ia terangkan teori-teori politik tentang pemerintahan
demokrasi, aristokrasi, monarki dan sebagainya, di samping penjelasan tentang pemerintahan dan
konstitusi Prancis yang berdasarkan pada “keadilan dan kerakyatan”. Selanjutnya ia menjelaskan
bahwa peraturan-peraturan dan teori-teori Barat itu tidak berdasarkan pada Al-Qur’an dan Hadits.

Di tahun 1870 didirikan majalah Raudatul Madaris yang bertujuan memajukan Bahasa Arab dan
menyebarkan ilmu pengetahuan modern kepada khalayak ramai. Majalah itu mengandung tulisan-
tulisan tentang sastra Arab, ilmu falak, ilmu bumi, ilmu Akhlak, ilmu tumbuh-tumbuhan, ilmu pasti
dan lain-lain. Diantara buku-buku yang terpenting ialah: a. Takhlisul-Ibriz fi Talkhisi Bariz (Intisari dari
Kesimpulan tentang Paris), mengandung Kesan-kesan al-Tahlawi tentang perjalanan ke Paris, selama
tinggal disana dan perjalanan pulang ke Mesir. Di dalamnya ia terangkan sistem pemerintahan
Prancis. Revolusi di tahun 1789, cara pemeliharaan kesehatan penduduk Paris (rumah sakit,
pengobatan dan sebagainya), b. Manahijul-albab al-Misriyyah, fi manahijil-adab al-Asriyyah (Jalan
Bagi Orang Mesir untuk Mengetahui Literatur Modern), menerangkan pentingnya kemajuan
ekonomi bagi kemajuan suatu Negara. Menurut pendapatnya masyarakat mempunyai dua tujuan:
menjalankan perintah Allah dan mencari kesejahteraan di dunia ini. Kesejahteraan akan tercapai
dengan dua jalan: berpegang pada agama serta budi pekerti baik dan kemajuan ekonomi. Dengan
memajukan ekonomi. Kesejateraan dunia akan apai. Hal ini adalah haru, karena tradisi dalam Islam
tidak mementingkan hidup di dunia.

Di tahun 1870 didirikan majalah Raudatul Madaris yang bertujuan memajukan Bahasa Arab dan
menyebarkan ilmu pengetahuan modern kepada khalayak ramai. Majalah itu mengandung tulisan-
tulisan tentang sastra Arab, ilmu falak, ilmu bumi, ilmu Akhlak, ilmu tumbuh-tumbuhan, ilmu pasti
dan lain-lain. Diantara buku-buku yang terpenting ialah: a. Takhlisul-Ibriz fi Talkhisi Bariz (Intisari dari
Kesimpulan tentang Paris), mengandung Kesan-kesan al-Tahlawi tentang perjalanan ke Paris, selama
tinggal disana dan perjalanan pulang ke Mesir. Di dalamnya ia terangkan sistem pemerintahan
Prancis. Revolusi di tahun 1789, cara pemeliharaan kesehatan penduduk Paris (rumah sakit,
pengobatan dan sebagainya), b. Manahijul-albab al-Misriyyah, fi manahijil-adab al-Asriyyah (Jalan
Bagi Orang Mesir untuk Mengetahui Literatur Modern), menerangkan pentingnya kemajuan
ekonomi bagi kemajuan suatu Negara. Menurut pendapatnya masyarakat mempunyai dua tujuan:
menjalankan perintah Allah dan mencari kesejahteraan di dunia ini. Kesejahteraan akan tercapai
dengan dua jalan: berpegang pada agama, perilaku baik dan kemajuan ekonomi. Dengan memajukan
ekonomi. Kesejateraan dunia akan tercapai. Selanjutnya ia menjelaskan bahwa pemerintahan yang
baik yaitu dapat memajukan ekonomi, Raja dan Sultan mempunyai kekuasaan eksekutif yang
mutlak, tetapi kekuasaannya itu harus di batasi oleh syariat dan sya dengan para ulama. Raja harus
menghormati ulama dan memandang mereka sebagai pembantunya dalam soal pemerintahan.

Ahli-ahli yang mempunyai ilmu pengetahuan modern seperti dokter dam insinyur harus diajak
bermusyawarah dalam menentukan siasat Negara. Masyarakat suatu negara, menurut pendapatnya
tersusun dari empat golongan: raja, kaum ulama, ahli-ahli, tentara dan kaum produsen. Raja
bertanggung jawab hanya pada Allah , raja tak boleh melupakan kepentingan rakyat. Perasaan takut
pada Allah akan membuat raja bertindak baik bagi rakyatnya. Selain dari takut kepada Tuhan, tindak
tanduk seorang raja di kontrol pula oleh “pendapat umum”, Oleh sebab itu antara yang memerintah
dan yang diperintah harus ada hubungan yang baik. Dijelaskan dalam buku Al-Mursyidul Amin il
Banati wal Banin (Petunjuk bagi Pendidikan Putra dan Putri). Pendidikan dasar mesti bersifat
universal dan sama bentuknya untuk segala golongan. Orang yang mengatakan menyekolahkan anak
wanita adalah makruh, demikian al-Tahtawi lupa bahwa istri Nabi, Hafsah dan Aisyah, pandai
membaca dan menulis. Sebelum Qasim Amin muncul, al-Tahtawi telah menganjurkan: tahrir al-
mar’ah (emansipasi wanita).

Al-Tahtawi adalah orang Mesir yang pertama sekali menganjurkan patriotisme. Paham bahwa
seluruh dunia Islam adalah tanah air tiap orang muslim. Ada dua persaudaraan, persaudaraan Islam
dan persaudaraan setanah air. Dalam kewajiban seseorang terhadap tanah airnya termasuk
mengadakan persatuan, tunduk kepada undang-undang dan sedia mengorbankan harta dan diri.
Diantara hak-hak yang terpenting bagi seorang warga negara ialah kemerdekaan, karena
kemerdekaanlah yang dapat mewujudkan masyarakat yang sejati dan patriotisme yang kokoh.

Dalam buku lain, Amvaru Taufiq al-Jalil fi Akhbari Misra, wa Tausiqi Bani Ismail (Cahaya Taufiq yang
Agung pada Berita-berita Mesir dan Pengukuhan Anak Keturunan Khedewi Ismail), yang
mengandung sejarah Mesir dari mulai zaman Fir’aun, ia memperlihatkan kebanggaannya akan
peradaban dan kemajuan ekonomi Mesir di zaman Fir’aun. Mesir Modern adalah lanjutan dari Mesir
zaman Fir’aun, dan karena itu ia tak enggan menulis syair-syair yang memuji Fir’aun. Mesir modern
betul Islam, tetapi bukan semua putra Mesir beragama Islam. Orang-orang yang bukan beragama
Islam harus diberi kemerdekaan beragama, dan Mesir Islam dan Mesir bukan Islam adalah saudara.

Semua ini adalah konsep baru bagi dunia Islam di zaman al-Tahtawi. Persaudaraan yang dikenal
orang adalah persaudaraan keislaman dan tanah air adalah seluruh negara Islam dan sejarah adalah
sejarah Islam. Dalam konsep baru ini terdapat benih nasionalisme.

Tadi telah disebutkan bahwa al-Tahtawi berpendapat bahwa kaum ulama harus mengetahui ilmu-
ilmu modern agar mereka dapat menyesuaikan syariat dengan kebutuhan kebutuhan modern. Ini
mengandung arti bahwa ijtihad yang telah tertutup pintunya semenjak abad ke-11 Maschi, bagi al-
Tahtawi adalah terbuka tetapi ia kelihatannya belum berani menyatakan pendapat ini dengan jelas
dan terang-terangan. Dalam bukunya tentang ijtihad dan taklid, Al-Qaul as-Sadid fil jihadi wat Taglid
(Perkataan yang Benar tentang Ijtihad dan Taklid), al-Tahtawi hanya menerangkan syarat- syarat dan
rupa-rupa ijtihad yang ada dalam Islam. Ijtihad mutlak, ijtihad dalam mazhab. Ijtihad dalam fatwa.
Tetapi bagaimanapun penjelasan-penjelasan al-Tahtawi ini menarik perhatian orang pada ijtihad.
Dan akhirnya membawa pada pendapat bahwa pintu ijtihad adalah terbuka dan bukan tertutup.

Mengenai soul fatalisme ia mencela orang Paris karena mereka tak percaya padu Qadhu’ dan Qadar,
sedang pendapat yang semestinya menurut al-Tahtawi ialah orang harus percaya pada Qadha” dan
Qadar Tuhan, tetapi d samping itu harus berusaha. Orang tak boleh berserah kepada Qadha dan
Qadar tetapi harus dalam segala hal berusaha terlebih dahulu dan kemudian baru berserah kepada
kehendak Tuhan. Orang Eropa berkepercayaan bahwa manusia dapat memperoleh apa yang di
kehendakinya dengan kemauan dan usahanya sendiri dan bila ia gagal dalam usahanya, itu bukan
karena Qadha’ dan Qadar Tuhan tetapi karena salah perkiraan atau kurang dalam berfikir atau
kurang kuat berusaha.

Anda mungkin juga menyukai