Anda di halaman 1dari 144

93

ASUHAN KEPERAWATAN CORONARY ARTERY


DISEASE (CAD) DAN NON ST ELEVATION MYOCARDIAL
INFRACTION (NSTEMI) DENGAN PENURUNAN
CURAH JANTUNG

KARYA TULIS ILMIAH NERS

Disusun Oleh :
INTAN AYU SEPTI ANGGRENI
5.20.058

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


STIKES TELOGOREJO SEMARANG
2020/2021
93

ASUHAN KEPERAWATAN CORONARY ARTERY


DISEASE (CAD) DAN NON ST ELEVATION MYOCARDIAL
INFRACTION (NSTEMI) DENGAN PENURUNAN
CURAH JANTUNG

KARYA TULIS ILMIAH NERS

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar profesi Ners

Disusun Oleh :
INTAN AYU SEPTI ANGGRENI
5.20.058

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


STIKES TELOGOREJO SEMARANG
2020/2021

i
93

HALAMAN PENGESAHAN

Karya Tulis Ilmiah Ners ini diajukan oleh:

Nama : Intan Ayu Septi Anggreni

NIM : 5.20.058

Program Studi : Pendidikan Profesi Ners

Judul Karya Tulis Ilmiah Ners :AsuhanKeperawatanCoronaryArtery


Disease (CAD) dan Non ST Elevation Myocardial Infraction (NSTEMI)
dengan Penurunan Curah Jantung

Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima


sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar
Profesi Ners pada Program Studi Pendidikan Profesi Ners STIKES
Telogorejo Semarang.

Semarang, 30 Agustus 2021

DEWAN PENGUJI

Ketua Penguji: Ns. Felicia Risca Ryandini, M.Kep., Sp.Kep.MB. ( )

Anggota Penguji : Ns. Dwi Fitriyanti, M.Kep ( )

ii
93

PERNYATAAN ORISINALITAS

Karya Tulis Ilmiah Ners ini adalah hasil karya saya sendiri dan

semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan

dengan benar.

Nama : Intan Ayu Septi Anggreni

NIM : 5.20.058

Tanda Tangan :

Tanggal : 30 Agustus 2021

iii
93

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI


KARYA TULIS ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai civitas akademik STIKES Telogorejo Semarang, saya yang


bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Intan Ayu Septi Anggreni
NIM : 5.20.058
Program Studi : Pendidikan Profesi Ners

Jenis Karya : Karya Tulis Ilmiah

Ners

Demi pengenmbangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada


STIKES Telogorejo Semarang Hak bebas Royalti Non eksklusif (Non-exclusive
Royalty-Free Right) atas Karya Tulis Ilmiah Ners saya yang berjudul “Asuhan
Keperawatan Coronary Artery Disease (CAD) dan Non ST Elevation Myocardial
Infraction (NSTEMI) dengan Penurunan Curah Jantung” beserta perangkat yang
ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Non eksklusif ini STIKES
Telogorejo Semarang berhak menyimpan, mengalih media/formatkan, mengelola
dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan mempublikasikan tugas
akhir saya tanpa meminta izin dari saya selama tetap mencantumkan nama saya
sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Semarang, Agustus 2021

Yang menyatakan

Intan Ayu Septi A


93
iv
93

ASUHAN KEPERAWATAN CORONARY ARTERY DISEASE


(CAD) DAN NON ST ELEVATION MYOCARDIAL
INFRACTION (NSTEMI) DENGAN PENURUNAN
CURAH JANTUNG

Intan Ayu Septi A1, Felicia Risca Ryandini2, Dwi Fitriyanti3


1
Mahasiswa Program Pendidikan Profesi Ners STIKES Telogorejo Semarang
2
Dosen Program Pendidikan Profesi Ners STIKES Telogorejo Semarang
3
Dosen Program Pendidikan Profesi Ners STIKES Telogorejo Semarang
Email : 520058@stikestelogorejo.ac.id

ABSTRAK
Coronary Artery Disease (CAD) adalah penyakit yang disebabkan oleh
aterosklerosis pada arteri koroner yang membatasi aliran darah ke jantung Bentuk
Klinis dari CAD dibagi menjadi dua, yaitu chronic coronary syndromes yang
meliputi stable angina dan stable ischemic heart disease, dan acute coronary
syndromes. Sindrom koroner akut merupakan bagian dari penyakit jantung koroner
dimana penyakit jantung koroner (PJK) adalah istilah generik yang dipakai untuk
semua gangguan yang menyangkut obstruksi aliran darah melalui arteri koronaria
mampu berkuirang.PJK dapat asimtomatik, atau dapat menyebabkan angina pectoris
hingga kematian. NSTEMI merupakan salah satu jenis dari IMA dimana terjadi
penurunan suplai oksigen miokard yang diperberat oleh obstruksi koroner, hal ini
mampu mengakibatkan berkurangnya kemampuan ventrikel kiri sehingga
menyebabkan peningkatan tekanan pada jantung yang mengakibatkan gagal jantung.
Tujuan dari pembuatan Karya tulis ilmiah ini adalah untuk dapat analisa asuhan
keperawatan komprehensif pada pasien CAD dengan NSTEMI. Metodologi
pembuatan Karya Tulis Ilmiah ini menggunakan analisa deskriptif dengan studi
pemaparan kasus. Hasil pengkajian fokus dari kasus pasien mengatakan merasakan
sesak yang memberat disertai dengan hasil gambaran EKG dan Nilai Ejection
Fraction yang menurun. Intervensi utama yang harsu dilakukan yaitu Cardiac care,
Manajemen energi dan Terapi oksigen. Implementasi yang harus dilakukan sesuai
dengan perencanaan intervensi. Evaluasi yang harus diperhatikan adalah nilai
hemodinamika stabil, hasil gambaran EKG tidak menggambarkan adanya infark,
intoleransi terhadap aktivitas baik dan tingkat kelelahan pasien menurun. Saran untuk
pelayanan kesehatan untuk lebih memberikan asuhan keperawatan secara
komprehensif terhadap pasien dengan kasus penurunan curah jantung.

Kata Kunci : CAD, NSTEMI, ASUHAN KEPERAWATAN


Daftar Pustaka : 46 (2012 – 2019)

v
93

THE NURSING CARE FOR CORONARY ARTERY


DISEASE (CAD) AND NON ST ELEVATION
MYOCARDIAL INFRACTION (NSTEMI)
WITH LOWER HEART RATE

Intan Ayu Septi A1, Felicia Risca Ryandini2, Dwi Fitriyanti3


1
Mahasiswa Program Pendidikan Profesi Ners STIKES Telogorejo Semarang
2
Dosen Program Pendidikan Profesi Ners STIKES Telogorejo Semarang
3
Dosen Program Pendidikan Profesi Ners STIKES Telogorejo Semarang
Email : 520058@stikestelogorejo.ac.id

ABSTRACT
Coronary Artery Disease, CAD, is a disease caused by atherosclerosis on the
coronary artery. It hinders the blood flow toward heart. The clinical indications of
CAD are chronic coronary syndrome, consisting of stable angina and stable
ischemic heart disease; and coronary syndrome. The coronary acute syndrome is
the part of coronary heart disease. It is a generic term for all interruptions dealing
with blood flow obstruction via coronary artery. It can lead to asymptomatic or
pectoral angina and even death. NSTEMI is one of the IMA types that has lower
myocardium oxygen supply. It gets worst due to coronary obstruction that lowers
the capability of left ventricle so the heart pressure increases. This matter leads to
heart failure. This scientific writing aims to analyze the comprehensive nursing
care for CAD patients with NSTEMI. The applied methodology was descriptive
analysis with study case explanation. The review of the cases showed the patients
got breathlessness, proven with EKG results and lower Effect Fraction value. The
main interventions were Cardiac Care, Energy Management, and Oxygen
Therapy. The implementations were in line with the intervention plan. The
evaluation should consider the hemodynamics value stability, the EKG results
without any infarct indication, intolerance toward activity, and the lower
exhausted feeling. The results suggested the health provider to provide
comprehensive care for the patients with lower heart rate.

Keywords : CAD, NSTEMI, Nursing Care

Reference : 46 (2012 – 2019)

vi
93

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas limpahan rahmat dan

karunia- Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah Ners

yang berjudul “Asuhan Keperawatan Coronary Artery Disease (CAD) dan Non

ST Elevation Myocardial Infraction (NSTEMI) dengan Penurunan Curah

Jantung di RS Mitra Keluarga” dengan baik dan lancar. Karya Tulis Ilmiah Ners

ini disusun untuk memperoleh gelar Profesi Ners. Penulis menyadari bahwa

penyusunan Karya Tulis Ilmiah Ners ini dapat terselesaikan berkat dukungan,

bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dengan rasa tulus

penulis menyampaikan terima kasih kepada :

1. dr. Swanny Trikajanti W, M.Kes., Ph.D., selaku Ketua STIKES Telogorejo

Semarang.

2. Ns. Ismonah, M.Kep., Sp.Kep.MB., selaku Wakil Ketua I Bidang Akademik

STIKES Telogorejo Semarang.

3. Ns. Sri Puguh Kristiyawati, M.Kep., Sp. Kep. MB., selaku Ketua Program

Studi Pendidikan Profesi Ners STIKES Telogorejo Semarang.

4. Ns. Asti Nuraeni, M.Kep., Sp.Kep.Kom., selaku koordinator Progam Studi

Pendidikan Profesi Ners STIKES Telogorejo Semarang

5. Ns. Felicia Risca Ryandini, M.Kep., Sp. Kep. MB, selaku pembimbing yang

telah meluangkan waktu untuk membimbing dan memberikan arahan kepada

penulis sehingga karya tulis ilmiah ini dapat terselesaikan.

6. Ns. Dwi Fitriyanti M.Kep., selaku penguji yang telah meluangkan waktu

dan memberikan saran kepada penulis.

7. Seluruh dosen dan staf STIKES Telogorejo Semarang yang selalu

vii
93

memberikan arahan dalam penyusunan karya tulis ilmiah ners.

8. Ibu Sutarmi dan Bapak Mujiyanto atas do’a, dukungan moriil dan materiil

yang tak terhingga serta atas senyum yang selalu membuat saya kuat

menghadapi apapun.

9. Kakak saya, Ryan Adi Pratama yang selalu memberikan dukungan

Sahabat-sahabat saya; Hana, Naura, Relia, Yullyana, Ratna, Yunita,yang selalu ada saat suka
Mas kirno yang selalu memberikan dukungan dan doa selama proses penyusunan KTI
Teman-teman kelompok bimbingan peminatan anak atas bantuan selama proses pernyusunan k
Teman-teman mahasiswa Program Studi Pendidikan Profesi Ners tahun 2020 STIKES Telogor
Penulis sangat menyadari bahwa karya tulis ilmiah ners ini masih jauh dari kata sempurna. Ole
Semoga karya tulis ilmiah ners ini dapat bermanfaat.

Semarang, Agustus 2021

Penulis

viii
93

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ....................................................................................... i

HALAMAN PENGESAHAN ......................................................................... ii

PERNYATAAN ORISINALITAS ................................................................. iii

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ........................................... iv

ABSTRAK ...................................................................................................... v

PRAKATA.............................................................................................................vii

DAFTAR ISI ................................................................................................... ix

DAFTAR SKEMA .......................................................................................... xi

DAFTAR LAMPIRAN..........................................................................................xii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ............................................................................ 1

B. Tujuan ......................................................................................... 5

C. Manfaat ....................................................................................... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Teori ............................................................................... 8

B. Patofisiologi.......................................................................................31

C. Pathway..............................................................................................35

D. Konsep Keperawatan.........................................................................37

BAB III RESUME KASUS

A. Pengkajian.........................................................................................55

B. Diagnosa – Evaluasi..........................................................................61

BAB IV PEMBAHASAN
ix
93
A. Pengkajian.........................................................................................70

B. Diagnosa – Evaluasi..........................................................................90

BAB V PENUTUP

A. Simpulan...........................................................................................93

B. Saran.................................................................................................95

DAFTAR

PUSTAKA

LAMPIRAN

x
93

DAFTAR SKEMA

1. Skema 2.1 Pathway masalah

xi
93

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Lembar Konsultasi


Lampiran 2 : Lembar Terjemahan Bahasa Indonesia - Inggris

Lampiran 2 : Lampiran Kasus

xii
93

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Coronary Artery Disease (CAD) adalah penyakit yang disebabkan oleh

aterosklerosis pada arteri koroner yang membatasi aliran darah ke jantung

(Fajar, 2015). CAD merupakan suatu penyakit dimana terjadi penumpukan

lemak pada bagian dalam pembuluh darah yang akan menyebabkan

penyempitan lumen dan mengakibatkan penurunan suplai darah ke otot

jantung (Hinkle& Cheever, 2012). Bentuk Klinis dari CAD dibagi menjadi

dua, yaitu chronic coronary syndromes yang meliputi stable angina dan

stable ischemic heart disease, dan acute coronary syndromes.

Sindrom koroner akut adalah suatu terminology yang dapat dipakai untuk

menunjukkan sekumpulan gejala nyeri dada iskemik yang akut dan perlu

penangnan segera atau keadaan emergensi (Hamm, 2011). Sindrom koroner

akut merupakan bagian dari penyakit jantung koroner (PJK) dimana yang

termasuk didalamnya adalah angina pectoris tak stabil (Unstable Angina

Pectoris/UAP), infark miokard dengan ST Elevasi (ST Elevation Myocard

Infarct/STEMI) dan infark miokard tanpa ST Elevasi (Non ST Elevation

Myocard Infarct/NSTEMI) (Majid, 2018).

1
2

NSTEMI adalah penurunan suplai oksigen dan atau peningkatan kebutuhan

oksigen miokard yang diperberat oleh obstruksi koroner. NSTEMI juga

disebut sindrom koroner akut kontinum, dimana plak pecah dan berbentuk

trombositopeni koroner aliran darah ke daerah miokardium. Dalam STEMI

tidak ditemukan ST Elevasi dan gelombang Q patalogis pada pemeriksaan

EKG (Nurarif& Kusuma, 2015).

Penyakit kardiovaskular yang ini merupakan salah satu penyebab utama dan

pertama kematian di negara maju dan berkembang. Pada tahun 2010, secara

global penyakit ini menjadi penyebab kematian pertama di negara

berkembang, menggantikan kematian akibat infeksi. Penyakit jantung

merupakan salah satu penyebab kematian secara global di dunia. Data World

Heart Organization (WHO) tahun 2019, menyebutkan, lebih dari 17 juta di

dunia meninggal akibat penyakit jantung dan pembuluh darah. Pada data

tahun sebelumnya (2017) dikatakan angka kematian yang disebabkan oleh

penyakit jantung koroner ini mencapai 1,8 juta kasus di kawasan Asia

Tenggara salah satunya di Indonesia. Di Indonesia Negara yang

berpenghasilan rendah dan menengah lebih dari tiga perempat kematian

terjadi akibat penyakit jantung (WHO, 2017).

Prevalensi penyakit jantung koroner di Indonesia pada tahun 2018 meningkat

secara signifikan menjadi 1,5% dari yang sebelumya pada tahun 2013

sebanyak 0,13%, (Riskesdas, 2018). Angka kejadian penyakit jantung dan

pembuluh darah semakin meningkat dari tahun ke tahun. Sekitar 2, 784.064

individu di Indonesia menderita penyakit Jantung (Perhimpunan Dokter


3

Spesialis Kardiovaskular Indonesia, 2019). Angka kematian yang disebabkan

oleh penyakit jantung dan pembuluh darah di Indonesia cukup tinggi

mencapai 1,25 juta jiwa jika populasi penduduk di Indonesia mencapai 250

jiwa (Kemenkes, 2015).

NSTEMI dapat disebabkan oleh penurunan suplai oksigen atau peningkatan

kebutuhan oksigen miokard yang diperberat oleh obstruksi koroner. NSTEMI

terjadi karena thrombosis akut atau proses vasokontriksi koroner (Muttaqin,

2009). Thrombosis akut pada arteri koroner diawali dengan rupture plak yang

tidak stabil. Plak yang tidak stabil ini biasanya mempunyai inti lipid yang

banyak, densitas otot polos rendah, fibrous cap yang tipis, dan kosentrasi

faktor pada jaringan yang tinggi (Pramana, 2011).

Gaya hidup yang tidak sehat seperti merokok, kurang olahraga dan obesitas

juga dapat menyebabkan terjadinya NSTEMI yang mengakibatkan

penyempitan pembuluh darah karena adanya plaque

aterosklerosis).Penyempitan pembuluh darah koroner yang mengakibatkan

menurunnya suplai oksigen ke jaringan miokard sehingga mengaktifkan

siklus anaerob sehingga mengakibatkan penumpukan asam laktat dan

timbulah nyeri dada pada pasien dengan NSTEMI (Davey, 2011). Gambaran

EKG pada non stemi mungkin tidak ada kelainan tetapi ada peningkatan pada

enzim jantung (CK-MB dan Troponin T) (Pramana, 2011).

Kondisi nyeri dada yang khas biasanya disertai dengan sesak nafas,

perubahan EKG, aneurisma ventrikel, dan peningkatan enzim (Muttaqin,


4

2009). Selain manifestasi itu juga dapat ditemukan tanda klinis seperti

hipertensi dan diaphoresis yang menunjukkan adanya respon katekolamin,

edema dan peningkatan tekanan vena jugular yang menunjukkan adanya

gagal jantung (Myrtha, 2012).

Pasien NSTEMI jika tidak segera ditangani akan mengakibatkan penurunan

curah jantung. Diawali dengan penurunan curah jantung dan penurunan

tekanan darah akan merangsang pelepasan hormon epinephrine dan

norephineprin yang dalam tubuh berusaha mengimbangi peningkatan denyut

jantung, tekanan darah dan afterload yang menyebabkan kebutuhan oksigen

pada miokard akan semakin meningkat.(Nurarif, 2015). Selain itu, juga

terjadi pelepasan hormone aldosterone dan antidiuretic meningkatkan

reabsorbsi natrium dan air sehingga beban kerja miokard menjadi meningkat.

Oleh karena itu pada pasien dengan NSTEMI dan menurunnya curah jantung

akan mengakibatkan gagal jantung (Muttaqin, 2010).

Diagnosa penurunan curah jantung diangkat menjadi diagnosa utama pada

kasus ini dan diputuskan untuk dijadikan judul dikarenakan berdasarakan

dari hasil pengkajian pada pasien yang didapatkan menunjukan bahwa

penurunan curah jantung ini menjadi masalah yang aktual dan harus segera

diberi intervensi untuk mencegah perburukan kondisi pasien. Curah jantung

sendiri didefinisikan sebagai jumlah volume darah yang dipompa oleh

ventrikel kiri jantung selama semenit. Sedangkan penurunan curah jantung

adalah suatu keadaan dimana adanya penurunan jumlah volume darah yang

dipompa oleh ventrikel kiri jantung sehingga terjadi ketidakadekuatan darah


5

memompa jantung untuk memenuhi kebutuhan metabolik tubuh.yang

disebabkan oleh beberapa masalah seperti masalah perubahan frekuensi irama

jantung, perubahan preload, perubahan afterload, dan perubahan

konraktilitas.

Sindrom koroner akut dengan NSTEMI merupakan kondisi kegawatan

sehingga penatalaksanaan yang dilakukan harus secara tepat dan cepat dalam

mengurangi resiko kematian dan menyuelamatkan miokard serta mencegah

meluasnya infark. Upaya yang dilakukan adalah untuk mengurangi terjadinya

trombolitik akut dan disfungsi ventrikel kiri (Majid, 2018).

Peran perawat sangat penting dalam memberikan asuhan keperawatan bagi

pasien dengan NSTEMI. Pelayanan profesional yang didasarkan pada ilmu

dan metodologi yang berbentuk bio- psiko- sosio- kuktural- spiritual yang

komprehensif ditujukan kepada pasien yang mempunyai masalah aktual dan

potensial, mengancam kehidupan, terjadi secara mendadak atau tidak

diperkirakan (Maryuani, 2010). Berdasarkan uraian diatas perlu dilakukan

analisa kasus secara mendalam dengan judul “Asuhan Keperawatan

Coronary Artery Disease (CAD) - Non ST Elevation Myocardial Infark

(NSTEMI) dengan Penurunan Curah Jantung”.


6

B. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Diharapkan dapat menganalisa Asuhan Keperawatan Coronary Artery

Disease (CAD) - Non ST Elevation Myocardial Infark (NSTEMI)

dengan Penurunan Curah Jantung

Tujuan Khusus

Mampu menganalisa pengkajian pada kasus Asuhan Keperawatan Coronary Artery Disease
Mampu menganalisa diagnosa pada kasus Asuhan Keperawatan Coronary Artery Disease (
Mampu menganalisa intervensi pada kasus Asuhan Keperawatan Coronary Artery Disease
Mampu menganalisa evaluasi pada kasus Asuhan Keperawatan
Coronary Artery Disease (CAD) - Non ST Elevation Myocardial Infark (NSTEMI) dengan

C. Manfaat Penelitian

1. Bagi Pelayanan Kesehatan

Bagi Institusi Rumah Sakit, Karya Tulis Ilmiah ini dapat sebagai bahan

masukan dan evaluasi yang diperoleh dalam pelaksanaan praktik

keperawatan yang tepat khususnya untuk memberikan Asuhan


7

Keperawatan Coronary Artery Disease (CAD) - Non ST Elevation

Myocardial Infark (NSTEMI) dengan Penurunan Curah Jantung

2. Bagi Pendidikan Keperawatan

Hasil studi kasus ini dapat digunakan sebagai bahan acuan bagi

pengembangan keilmuan khususnya bagi Asuhan Keperawatan

Coronary Artery Disease (CAD) - Non ST Elevation Myocardial Infark

(NSTEMI) dengan Penurunan Curah Jantung

3. Bagi Perkembangan Ilmu Keperawatan

Dengan adanya hasil karya tulis ini diharapkan dapat dijadikan

referensi/sumber rujukan peneliti selanjutnya mengenai Coronary

Artery Disease (CAD) - Non ST Elevation Myocardial Infark

(NSTEMI) dengan Penurunan Curah Jantung


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Coronary Artery Disease

1. Definisi

Coronary artery disease (CAD) terjadinya penyempitan pembuluh darah

coroner, penyempitan pada arteri koroner terjadi karena proses

arterisklerosis yang dimana mengakibatkan penurunan suplai darah ke

otot jantung dan nutrisi ke otot jantung sehingga terjadi perubahan

struktur dan fungsi arteri dan penurunan aliran darah ke jantung, CAD

suatu keadaan gawat darurat jantung dengan manifestasi klinis berupa

rasa tidak enak di dada atau gejala-gejala lain sebagai akibat iskemia

miokard. Bila satu atau lebih dari arteri koroner tersumbat sama sekali,

akibatnya adalah serangan jantung dan kerusakan pada otot jantung.

Terjadinya infark dapat disebabkan beberapa faktor risiko, hal ini

tergantung dari individu (Nurhidayat, 2011; Glassman & Shapiro, 2014;

Glassman & Shapiro, 2014, PERKI, 2017).

2. Etiologi

Aterosklerosis merupakan penyebab utama dari Coronary artery disease

(CAD). Aterosklerosis adalah pengerasan dinding arteri dengan adanya

8
9

penimbunan lemak dan kolestrol. Timbunan ini disebut atheroma atau

plak. Tidak hanya faktor tunggal yang mengakibatkan arterosklerosis.

Terjadinya penyumbatan ataupun penyempitan pembuluh darah yang

dapat mengakibatkan aliran ke otot jantung (Hemingway & Marmot,

2015; Hermawatirisa, 2014).

Dari hasil beberapa penelitan faktor resiko biologis atau faktor yang tidak

diubah pada CAD, meliputi : usia, jenis kelamin dan riwayat keluarga.

Usia tua >45 tahun akan berpeluang 32 kali menderita penyakit jantung

disebabkan adanya perubahan perilaku dan pengendapan jaringan lemak

yang menebal sehingga terjadi kekauan otot. Laki-laki memliki 3 kali

resiko lebih besar terkena Penyakit jantung coroner dibandingka wanita,

ini disebabkan oleh perilaku dan gaya hidup serperti merokok pada laki-

laki. Riwayat keluarga yang ada menderita CAD, meningkatkan

kemungkinan timbulnya aterosklerosis premature (Marleni & Alhabib,

2017; Pramono, Maharani & Irawan, 2016).

Dari hasil penelitian Januzzi dkk (2014) faktor yang dapat dimodifikasi

dengan mengubah gaya hidup atau kebiasaan pribadi, yang meliputi:

hyperlipidemia, hipertensi, hiperglikemi, merokok, obesitas, infilakti

aktifitas. Terjadinya hyperlipidemia dikarenakan karena life style yang

buruk seperti merokok, obasetia, pola makan dam tingkat aktifitas.

Timbunan hyperlipid atapun kolestrol yang memungkinkan terjadinya

pembentukan plak arterosklerosis. Selain itu peningkatan tekanan darah

mengakibatkan bertambahnya beban kerja jantung. Akibatnya timbul


10

hipertrofi ventrikel dan payah jantung yang akan memperparah

aterosklerosis coroner.

3. Manifestasi klinis

Nyeri dada merupakan gejala yang biasanya terjadi pada pasien dengan

penyakit jantung koroner, hal ini dapat terjadi disebabkan karena

terjadinya penyempitan ataupun sumbatan pada pembuluh darah coroner.

Selain itu tanda gejala yang biasanya terjadi adalah sesak nafas yang di

timbulkan oleh infark anterior yang menganggu pada ventrikel kiri. Nyeri

dada dan sesak nafas ini akan disertai oleh perubahan EKG, aneurisma

ventrikel, distritmia, peningkatan enzim (Muttaqin, 2011; Rampengan,

2012).

Selain itu pada hasil penelitian oleh Pramana (2014) juga dapat

ditemukan tanda klinis seperti peningkatan tekanan darah dan diaphoresis

yang menunjukan adanya respon katekolamin, edema dan peningkatan

tekanan vena jugular yang menunjukan adanya gagal jantung.

4. Klasifikasi

Klasifikasi Coronary Artery Disease dibagi berdasarkan keparahan

stenosis lumen secara kuantitatif. Coronary Artery Disease- Reporting

and Data system (CAD-RADS) merupakan kode yang telah di sepakati

oleh perhimpunan kardiologi dan radiologi Amerika Serikat dengan

klasifikasi sebagai berikut (Cury, et al, 2016; PERKI, 2017):

a. CAD-RADS 0: stenosis 0% (tidak ada plak dan stenosis),


11

tidak terjadi PJK (Penyakit Jantung Koroner).

b. CAD-RADS 1: stenosis 1-24% (minimal stenosis atau plak

tanpa stenosis), PJK non-obstruktif minimal.

c. CAD-RADS 2: stenosis 25-49% (stenosis ringan), PJK non-

obstruktif ringan.

d. CAD-RADS 3:stenosis 50-69% (stenosis), stenosis sedang,

pertumbangkan penilaian fungsional.

e. CAD-RADS 4:

1) 4A: stenosis 70-99% (stenosis berat di pembuluh 1-2),

stenosis berat dengan melihat pertimbangan angiografi

coroner invasive atau penilaian fungsional.

2) 4B: stenosis >50% di left main atau >70% stenosis

berat di 3 pembuluh, rekomendasi tindakan angiografi

coroner invasife.

f. CAD- RADS 5: stenosis 100% (oklusi total), oklusi total

coroner dengan melihat pertimbangan angiografi coroner

invasive atau penilaian viabilitas.

g. CAD- RADS N: hasil pemeriksaan non-diagnostik, PJK

yang tidak dapat disingkirkan, diperlukan pemeriksaan

tambahan atau alternative lainnya

5. Komplikasi

Komplikasi menurut Karikaturijo (2010) yang menyebabkan artery

coronary disease (CAD) sebagai berikut:


12

a. Aritmia

Komplikasi yang paling sering ditemukan. Aritmia yaitu

gangguan dalam irama jantung yang bisa menimbulkan

perubahan elektrofisiologi otot-otot jantung. Perubahan

elektrofisologi ini bermanisfestasi sebagai perubahan bentuk

potensial aksi yaitu rekaman grafik aktivitas listrik sel.

Misalnya perangsangan simpatis akan meningkatkan

kecepatan denyut jantung.

b. Gagal jantung kongestif

Kongesti sirkulasi akibat disfungsi miokard. Disfungsi

ventrikel kiri atau gagal jantung kiri akan menimbulkan

kongesti pada vena pulmonalis sedangkan pada disfungsi

ventrikel kanan akan menimbulkan kongesti pada vena

sistemik.

c. Syok kardiogenik

Syok kardiogenik yang diakibatkan dengan adanya disfungsi

nyata ventrikel kiri sesudah mengalami infark yang massif.

Timbulnya lingkaran perubahan hemodinamik progresif

hebat yang irreversible yaitu penurunan perfusi perifer,

penurunan perfusi koroner, peningkatan kongesti paru yang

bisa berakhir
d. Disfungsi otot papilaris

Disfungsi iskemik atau rupture nekrotik otot papilaris akan

mengganggu fungsi katup mitralis. Inkompetensi katup

mengakibatkan aliran balik dari ventrikel kiri ke atrium kiri


13

sebagai akibat pengurangan aliran ke aorta dan peningkatan

kongesti pada atrium dan vena pulmonalis.

e. Ventrikuler aneurisme

Biasanya terjadi pada permukaan atrium atau apek jantung.

Aneurisma ventrikel akan mengembang bagaikan balon pada

setpa sistolik, teregang secara pasif oleh sebagian curah sekuncup. Aneurisma vent
Perikarditis

Perikarditis infark transmural membuat lapisan epikardium yang langsung berontak


Emboli paru
Emboli paru bisa menyebabkan episode dipsnea, aritmia atau kematian mendadak.

6. Pemeriksaan Penunjang

Untuk menilai derajat keparahan CAD yaitu dengan tindakan angiografi

koroner yang menilai pembuluh darah jantung berupa jenis, jumlah,

derajat dan lokasi lesi arteri coroner. Pemeriksaan angiografi coroner

secara kuantitatif atau intravascular ultrasound (IVUS) yang dapat

menginduksi takikardi sehingga menyebabkan peningkatan aliran darah


14

dan shear stress pada sirkulasi coroner. Pemeriksaan flow mediated

dilation merupakan pemeriksaan fungsi endotel perifer yang umum

(Kasim, wibawa & Rauf, 2019; Kurniawan & Yanni, 2020).

Electrocardiogram (EKG) merupakan grafik hasil yang dibuat oleh

sebuah electrocardiograf, yang merekam aktivitas kelistrikan jantung

dalam waktu tertentu (Purwanti, Candra & Pujiyanto, 2013). Pemeriksaan

untuk CAD yaitu mengetahui jumlah trombosit dan aktivasi trombosit

yang meningkat memiliki peranan penting dalam pembentukan trombus

dan progresifitas aterosk-lerosis. Telah diketahui bahwa jumlah trombosit

yang normal atau meningkat sebagai respon terhadap dinding arteri yang

abnormal dapat mengakibatkan trombosis arterial (Zhou, et al, 2016).

Pemeriksaan lain pada CAD, CT Cardiac adalah rangkaian pemeriksaan

untuk menghasilkan pencitraan jantung dan bertujuan mengetahui

endapan lemak atau endapan calsium pada pembuluh darah arteri koroner,

sehingga dapat ditentukan treatment pengobatan yang lebih baik lagi bagi

pasien. Hasil yang dari CT Cardiac pada pasien CAD menunjukan

adanya elevasi yang merupakan tanda dari iskemi, gelombang T inversi

atau hilang yang merupakan tanda dari injuri dan gelombang Q yang

mencerminkan adanya nekrosis (Mayo Clinik, 2012; Utami, Kartikasari

& Wijokongko, 2017). Foto Rontgen Dada: Dari foto rontgen dada dapat

menilai ukuran jantung, ada tidaknya pembesaran (Kardiomegali).

Disamping itu dapat juga dilihat gambaran paru. Kelainan pada coroner

tidak dapat dilihat dalam foto rontgen ini. Magnetic resonance


15

angiography, prosedur ini menggunakan teknologi MRI, sering

dikombinasikan dengan penyuntikan zat pewarna kontras, yang berguna

untuk mendiagnosa adanya penyempitan atau penyumbatan, meskipun

pemeriksaan ini tidak sejelas pemeriksaan kateterisasi jantung (Mayo

Clinik, 2012).

7. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan keperawatan yang dapat dilakukan perawat dalam

mengatasi masalah coronary artery disease yang dimana ditetapkan

kriteria hasil untuk menurunkan penurunan kerja otot jantung,

mengurangi retensi cairan, pemberian oksigen dan kontrol gangguan

irama jantung (Moorhead, 2018) sebagai berikut:

a. Penurunan kerja otot jantung dilakukan dengan pemberian

diuretic, vasodilator dan betaadrenergic antagonis (beta bloker).

Pemberian vasodilator atau obat-obat vasoaktif dan menurunkan

kerja miokardial dengan menurunkan preload dan afterload

sehingga meningkatkan cardiac output. Selain itu dilakukan

pembatasan cairan yang di tujukan untuk menghilangkan edema

dan menurunkan kerja jantung (Black & Hawks, 2009).

b. Pemberian posisi high fowler bertujuan untuk mengurangi

kongesti pulmonal dan mengurangi sesak napas. Kaki pasien

sebisa mungkin tetap diposisikan dependen atau tidak dielevasi,

meski kaki pasien edema karena elevasi kaki dapat meningkatkan

venous return yang akan memperberat beban awal jantung.

Pemberian oksigen dengan nasal kanul bertujuan untuk


16

mengurangi hipoksia, sesak napas dan membantu pertukaran

oksigen dan karbondioksida. Oksigenasi yang baik dapat

meminimalkan terjadinya gangguan irama jantung, salah satunya

aritmia (Widiyanto & Yamin, 2014).

c. Penatalaksanaan medis dapat dilakukan dengan mencegah

Miokardial Remodelling dengan Angiotensin Converting Enzyme

inhibitor atau ACE inhibitor terbukti dapat memperlambat proses

remodeling pada gagal jantung ACE inhibitor menurunkan

afterload dengan memblok produksi angiotensin, yang merupakan

vasokonstriktor kuat. Selain itu, ACE inhibitor juga meningkatkan

aliran darah ke ginjal dan menurunkan tahanan vaskular ginjal

sehingga meningkatkan diuresis (Amin & Hasan, 2015). Tindakan

yang perlu dilalukan pada pasien CAD dengan stenosis berat yaitu

tindakan PCI ataupun CABG

B. Non ST Elevasi Miokard Infark (NSTEMI)

1. Definisi

NSTEMI adalah penurunan suplai oksigen atau peningkatan kebutuhan

oksigen miokard yang diperberat oleh obstruksi koroner. NSTEMI juga

disebut sindrom koroner akut kintinum, dimana plak pecah dan

berbentuk trombosis koroner aliran darah ke daerah miokardium, dalam

NSTEMI tidak ditemukan ST-elevasi dan gelombang Q patologis pada

pemeriksaan EKG, diagnosis NSTEMI ini didasarkan pada gambaran

klinis seperti nyeri dada (Loszalso, 2014).


17

Pada NSTEMI kerusakan pada yang terjadi pada plak lebih berat dan

menimbulkan oklusi yang persisten dan berlangsung sampai lebih dari

1 jam. Pada kurang lebih ¼ pasien NSTEMI, terjadi oklusi thrombus

yang berlangsung lebih dari 1 jam, tetapi distal dari penyumbatan

terdapat koleteral. Trombolisis spontan, resolusi vasokontriksi dan

koleteral memegang peranan penting dalam mencegah NSTEMI

(Binfar, 2016).

Etiologi

Menurut Basit H (2017) dikatakan penyebab NSTEMI yaitu:

Obstruksi dinamis (Spasme arteri)

Adanya berbagai sumbatan secara dinamis seperti kasus spasme arteri, spasme sendiri m
Ateroslerosis progresif berat
Aterosklerosis sendiri biasanya menjadi penyebab utama terjadinya iskemia/infark, atero

terjadinya penyakit jantung koroner.

c. Retenosis setelah tindakan PCI

Hal ini biasanya sering disebut in- Stent Restenosis (ISR), ISR

merupakan suatu penyempitan kembali lesi penyumbat erteri


18

koroner yang telah ditatalaksana dengan pemasangan stent melalui

metode Percuatnius Coronary Intervention (PCI). Adanya kondisi

ini mengurangi efektivitas penagangan penyakit PJK.

d. Peradangan arteri

Peradangan arteri merupakan peradangan pada pembuluh darah

yang menyebabkan perubahan pada dinding pembuluh darah.

Perubahan yang terjadi Pda dinding pembuluh darah ini antara lain,

penebalan, penyempitan, pelemahan dan munculnya bekas luka.

Perubahan tersebut mampu menghambat aliran darah dan

mengakibatkan kerusakan pada organ dan jaringan tubuh.

Menurut Sullivan (2017) dikatakan penyebab NSTEMI yaitu:

a. Merokok

Jenis bahan kimia merupakan hal yang menjadi perhatian besar bagi

perokok.Kandungan nikotin dan karbon monoksida merupakan

pemicu terjadinya PJK karena merupakan zat oksidan.Pada sebatang

rokok ada berbagai zat oksidan seperti nitrogen, tar dan bahan radikal

lainnya, hal ini dapat mengurangi zat antioksidan yang ada didalam

tubuh dan meningkatkan produksi LDL (Low Density Lipoprotein).

b. Tidak aktif berolahraga

Kurangnya olahraga secara teratur atau melakukan aktivitas fisik akan

mengakibatkan kelebihan kalori dalam tubuh sehingga tidak terbuang

melalui pembakaran. Hal ini akan mengakibatkan penimbunan lemak

didalam tubuh sehingga mempengaruhi gerak jantung dalam

mmemompa darah sehingga banyak anggota tubuh kurang suplai


19

oksigen. Penimbunan lemak yang tidak terbuang secara teratur ini

meningkatkan resiko terjadinya plaque yang akan menyebabkan

terjadinya aterosklerosis.

c. Hipertensi

Seseorang dengan hipertensi atau riwayat dapat memperbesar resiko

terjadinya PJK, karena saat tekanan darah terlalu tinggi, pembuluh

darah yang vasodilatasi sehingga darah dapat mengalir lancar,

seringkali peregangan ini menyebabkan luka parut dan melemahkan

pembuluh darah di seluruh tubuh. Sedangkan penumpukan kolestrol

yang tinggi ini membuat pembuluh darah yang menyempit karena

penumpukan plaque.

d. Penyakit riwayat/dengan Diabetes militus

Orang yang memiliki riwayat DM ini akan memperbesar resiko

terjadinya PJK karena hiperglikemi/glukosa yang berlebih yang

mengalir dalam darah bisa merusak pembuluh darah dan dapat

memicu terjadinya PJK. Kerusakan yang disebabkan karena

hiperglikemi pada aliran darah yaitu penumpukan lemak akibat

kolesterol atau plaque.

e. Obesitas

Kelebihan berat badan ini meningkatkan sindrom metabolik yakni

sekumpulan kondisi yang terjadi secara bersamaan seperti tekanan

darah tinggi, kadar kolestrol dan trigliserid yang tinggi dan kadar gula

darah yang tinggi.


20

Yang memperburuk keadaan adalah hipertensi yang disebabkan oleh

obesitas mampu mengiritasi plak di arteri dan menyebabkan

pembuluh darah pecah sehingga memicu serangan jantung.

3. Manifestasi Klinis

Tanda klinis utama NSTEMI adalah nyeri dada, biasanya terletak di regio substernum a
Manifestasi klinis lainnya di jelaskan oleh PERKI (2018,) yaitu:

Rasa tertekan/berat didaerah retrosternal yang menjalar ke lengan kiri, leher, area inters
Sering disertai diaforesis

Mual/muntah

Nyeri abdominal

Sesak nafas

Pemerksaan Penunjang

Enzim Jantung

Sel miokardium yang mati akan mengeluarkan kandungan selnya

kedalam aliran darah. Peningkatan kadar kreatinin kinase (CK)

dalam darah terutama isoenzim MB merupakan petunjuk kuat

adanya infark. Pemeriksaan ensim troponin I sekarang juga


21

merupakan bagian penting evaluasi pada kecurigaan adanya infark

miokardium karena enzim ini meningkat lebih awal dari pada

isoenzim CK-MB. Kadarnya dapat tetap tinggi selama beberapa hari

kadar CK biasanya dapat meningkat sampai 6 jam sesudah infark

dan kembali normal dalam 48 jam (Thaler & Malcom, 2010).

b. EKG

Hasil EKG awal dapat memperkirakan resiko awal. Pasien dengan

EKG yang normal saat tiba di RS memiliki prognosis yang lebih

baik dibandingkan dengan inversi gelombang T. Selain itu adanya

depresi segmen ST saat tiba, inversi gelombang T yang dalam pada

sadapan anterior, dengan segmen ST >0,05 Mv pada lebih dari 2

sadapan yang bersebelahan dan elevasi segmen ST >0,1 pada lebih

dari 1 sadapan Avr memberikan prognosis yang lebih buruk

(PERKI, 2018).

c. Laboratorium

Data laboratorium biomaker jantung yang harus dikumpulkan yaitu

pemeriksaan tes darah, gula darah sewaktu, status elektrolit,

koagulasi darah, tes fungsi ginjal dan panel lipid (PERKI, 2018).

d. Angiografi Koroner

Menurut Loscalzo (2014) tes diagnostik invasif dengan memasukan

kateterisasi jantung yang memungkinkan visualisasi langsung

terhadap arteri koroner besar dan pengukuran langsung terhadap

ventrikel kiri. Jika dinilai secara angiografi, aliran di dalam arteri

koroner yang terlibat (culprit) digambarkan dengan skala kualitatif

sederhana disebut thrombolysis in myocardial infarction (TIMI)


22

grading system:

- Grade 0 menunjukkan oklusi total (complete occlusion) pada

arteri yang terkena infark.

- Grade 1 menunjukkan penetrasi sebagian materi kontras

melewati titik obstruksi tetapi tanpa perfusi vascular distal.

Grade 2 menunjukkan perfusi pembuluh yang mengalami infark ke bagian distal t


Grade 3menunjukkan perfusi penuh pembuluh yang mengalami

infark dengan aliran normal.

Komplikasi

Komplikasi menurut Wijaya dan Putri (2013) dan Loscalzo (2014) antara lain:
Gagal Jantung Kongestif

Setelah terjadinya NSTEMI atau terjadi aterosklerosis, ventrikel kiri mengalami serangka
didalam zona nektorik yang mengakibatkan penipisan berlebih dan

pemanjangan zona infark. Pembesaran ruang jantung berkaitan

dengan ukuran dan lokasi infark dengan dilatasi yang lebih besar

pada ventrikel kiri dan infark dinding anterior menyebabkan

gangguan hemodinamika dan menyebabkan gagal jantung karena


23

beban kerja yang berat.

b. Syok kardiogenik

Diakibatkan oleh disfungsi ventrikel kiri sesudah mengalami infark

yang masif biasanya mengenai lebih dari 40% ventrikel kiri.

Timbulah lingkaran masalah akibat perubahan hemodinamika

progresif secara signifikan yang ireversibel dengan manifestasi

seperti penurunan perfusi perifer, penurunan perfusi koroner,

peningkatan kongesti paru, hipotensi, asidosis metabolik, dan

hipoksemia yang selanjutnya makin menekan fungsi miokardium.

c. Edema paru akut

Edema paru akut adalah timbunan cairan abnormal dalam paru, baik

rongga interstitial maupun dalam alveoli. Edema paru merupakan

tanda adanya kongesti paru tingkat lanjut pada cairan yang

mengalami kebocoran melalui dinding kapiler, merembes keluar dan

menimbulkan dispnea yang sangat berat. Kongesti paru terjadi jika

dasar vaskuler paru menerima darah yang berlebihan dari ventrikel

kanan yang tidak mampu diakomodasikan diambil oleh jantung.

Sedikit ketidakseimbangan antara aliran masuk pada sisi kanan dan

aliran keluar pada sisi jantung tersebut mengakibatkan konsekuensi

yang berat.

d. Aneurisme ventrikel

Kejadian ini adalah komplikasi lambat dari IMA yang meliputi

penipisan, penggembungan dan hipokinesia dari dinding ventrikel

kiri setelah infark transmural. Aneurisma ini sering menimbulkan

gerakan paroksimal pada dinding ventrikel, dengan penggembungan


24

keluar semen aneurisma pada kontraksi ventrikel.

e. Disfungsi otot papilaris

Disfungsi iskemik atau ruptur nekrotik otot papilaris yang

menganggu fungsi katup mitralis sehingga memungkinkan eversi

daun katup kedalam atrium. Selama sistolik inkompetensi katup

mengakibatkan aliran retrogad dari ventrikel kiri kedalam atrium

kiri dengan akibat pengurangan aliran aorta serta peningkatan

kongesti pada atrium kiri dan vena pulmonalis.

f. Tromboembolisme

Nekrosis endotel ventrikel akan membuat permukaan endotel

menjadi kasar yang menyebabkan predisposisi pembentukan

trombus. Pecahan trombus mural intrakardium dapat terlepas

sehingga terjadi embolisme sistemik. Kurangnya aktivitas serta

mobilisasi pada pasien jantung dan adanya gangguan sirkulasi, hal

ini menyebabkan sebagai peran besar terbentuknya trombus.

g. Perikarditis

Bising gesek perikardium dan/atau nyeri perikardium sering

dijumpai pada pasien dengan infark. Komplikasi ini biasanya masih

dapat diatasi dengan farmakologi. Henti jantung tiba-tiba berhenti

berdenyut. Akibatanya terjadi pengehentian sirkulasi secara efektif.

Pada aritmia semua kerja jantung berhenti terjadi kedutan otot yang

tidak seirama (fibrilasi ventrikel). Sehingga terjadi kehilangan

kesadaran mendadak, tidak ada denyutan dan bunyi jantung tida

terdengar. Beberapa faktor predisposisi tingginya insiden aritmia

pada penyakit aterosklerosis koroner menurut Muttaqin (2014) :


25

1) Iskemia jaringan

Kekurangan suplai darah ke jaringan atau organ tubuh karena

permasalahan pada pembuluh darah. Tanpa pasokan darah yang

cukup, jaringan atau organ juga tidak mendapat cukup oksigen.

2) Hipoksemia

Hipoksemia adalah kondisi di mana kadar oksigen dalam darah

rendah. Kondisi ini bisa berlanjut menjadi hipoksia dan merusak

organ-organ di dalam tubuh, seperti jantung, otak, ginjal, dan

organ penting lainnya bisa rusak dan tidak berfungsi dengan

baik.

3) Pengaruh sistem syaraf otonom

Bagian sistem saraf yang mengatur fungsi viseral tubuh disebut

sistem saraf otonom.Sistem ini membantu mengatur tekanan

arteri, motilitas dan sekresi gastro- intestinal pengosongan

kandung kemih, berkeringat suhu tubuh dan banyak aktivitas

lainnya.Ada sebagian yang diatur saraf otonom sedangkan yang

lainnya sebagian saja. Henti jantung ini akan mempengaruhi

kerja syaraf otonom ini yang akan memperburuk organ yang di

lalui oleh sistem syaraf otonom ini.

4) Gangguan metabolik, misal asidosis laktat dan gangguan

perfusi jaringan).

Gangguan metabolisme sendiri adalah kelainan dalam proses

metabolisme tubuh. Metabolisme adalah proses penguraian

nutrisi dari makanan menjadi energi yang dibutuhkan oleh

tubuh.
26

6. Penatalaksanaan

a. Penatalaksanaan

1) Alogaritma penatalaksanaan keperawatan SKA

Non Kardiak Angina stabil Kemungkinan


kronik) SKA
Tanpa elevasi Elevasi segmen
segmen ST ST (STEMI)

- EKG normal
atau Perubahan ST dan Gelombang T
nondiagnostik Angina berlanjut MarkaEvaluasi
jantung untuk
positifterapi
Hemodirep
- Marka
jantung awal
normal

Observasi 12 jam sejak awitan angina

Angina tidak berulang Angina berulang


EKG, perubahan gelombang ST dan gelombang T
EKG tidak berubah Marka jantung normal
Marka jantung positif

Definitif SKA

POSITIF
NEGATIF
Terapi NSTEMI
Diagnosis definitif atau sangat mungkin
Diagnosis bukan SKA atau resiko rendah SKA

Pemantauan Rawat Jalan

Skema 2.1
Alogaritma Penatalaksanaan Keperawatan
SKA (Sumber: PERKI, 2018)
27

2) Alogaritma penatalaksanaan keperawatan NSTEMI nyeri dada


> 3jam
Nyeri Dada

Hs-Ctn < BAN


Hs-Ctn < BAN

Nyeri > 6 jam Nyeri < 6 jam

Pemeriksaan ulang hs-cTn : 3 jam

Hs-cTn tidak ada berubahs-Cn


Hs-cTn tidak ada perubahan (nilaitidak
> BAN
ada perubahan

Diagnosis banding
Bebas nyeri, GRACE < 140
diagnosis banding

Tatalaksana invasif

Pulangkan/tes stress

Skema 2. 2
Alogaritma penatalaksanaan keperawatan NSTEMI
nyeri dada > 3jam (Sumber: PERKI, 2018)
28

3) Terapi obat-obatan yang digunakan menurut Loscalzo (2014)

dan Nunes dan Neto (2017) yaitu:

Terapi medis pada pasien dengan NSTEMI perlu dirawat

inap dengan pemantauan kontinue EKG untuk deviasi

segmen ST dan aritmia jantung.Pasien dapat dipulangkan

jika ia tidak lagi memperlihatkan kekambuhan iskemia

serta tidak memperlihatkan biomarker untuk nekrosis

selama 12- 24 jam. Terapi medis berupa terapi

antiiskemik dan terapi anti trombolitik.

a) Terapi anti

iskemik 1).

Nitrat

Nitrat sebaiknya diberikan pertama kali secara

sublingual atau semprotan bukal (0,3- 0,6 mg) jika

pasien tengah mengalami nyeri iskemik. Jika nyeri

menetap setelah 3 dosis yang diberika setiap 5 menit,

direkomendasikan nitrogliserin intravena (5-10

ug/menit dengan menggunakan selang

nonabsorsing). Lalu infus dapat ditingkatkan menjadi

10 ug/menit setiap 3-5 menit hingga gejala mereda

atau tekanan sistolik < 100mmHg. Nitrat topikal


2). Penyekat adrenergik beta dan obat lainnya

Penyekat beta adalah obat anti iskemik utama lainnya.

Penyekat reseptor beta obat per oral untuk mencapai

kecepatan jantung 50- 60 denyut/menit dianjurkan


29

sebagai terapi pertama. Dalam petunjuk AHA yang

baru dinyatakan bahwa kekhawatiran pada pemakaian

penyekat beta intravena pada pasien yang

memperlihatkan tanda- tanda gagal jantung, pada

kondisi tersebut obat golongan ini dapat meningkatkan

resiko syok kardiogenik. Penghambat kanal kalsium

yang memperlambat jantung, misal verapamil atau

diltiazem dianjurlan untuk pasien yang gejalanya

menetapatau kambuh setelah diberi nitrat dan

penyekat beta dengan dosis penuh serta pada pasien

kontraindikasi terhadap penyekat beta.

3). Terapi medis seperti angiotensin- convering enzyme

(ACE) dan inhibitor HMG-KoA reduktase (golongan

satin) untuk pencegahan jangka panjang. Pemberian

dini terapi statin intensif sebelum intervensi koroner

perkutis (PCI) terbukti mengurangi komplikasi, yang

mengisyaratkan bahwa terapi statin dosis tinggi perlu

dimulaipada saat pasien masuk rumah sakit.

b) Terapi Antitrombolitik

1) Aspirin

Aspirin ini berguna sebagai mencegah penggumpalan


darah, selain mencegah penggumpalan darah, aspirin

merupakan obat untuk mengurangi rasa sakit dan

menurunkan demam.Dosis awal 162- 325 mg formulasi


30

nonenterik diikuti oleh 75- 162 mg/hari untuk formulasi

enterik atau nonenterik.

2) Klopidogrel

Klopidogrel adalah obat golongan antiplatelet yang

bekerja dengan mencegah trombosit atau sel keping darah

saling menempel dan membentuk gumpalan darah.

Dosis awal 300- 600 mg diikuti oleh 75 mg/hari

3) Prasugrle

Prasugrel adalah obat yang digunakan untuk mencegah

penggumpalan darah. Obat ini bisa digunakan bersama

dengan aspirin untuk mengatasi penyakit jantung,

seperti serangan jantung atau unstable angina.Sebelum

PCI : Dosis awal 600 mg diikuti oleh 10 mg/hari.

4) Abciximab

Obat ini tergolong obat antitrombolitik dengan dosis

0,25 mg/kg bolus diikuti oleh infus 0, 125 mg/kg

permenit (maksimal 10 ug/menit) selama 12-24 jam

5) Eptifibatid

Obat ini umumnya digunakan untuk menjaga trombosit

dalam darah mengental untuk mencegah pembekuan

darah yang dapat terjadi pada kondisi jantung atau

pembuluh darah tertentu. Dosisnya 180 ug/kg perbolus

diikuti oleh infus 2,0 ug/kg permenit selama 72-96 jam.


31

6) Tirofiban

Tirofiban digunakan untuk mencegah pembekuan darah

atau serangan jantung pada orang dengan nyeri dada yang

parah atau kondisi lain, dan pada mereka yang menjalani

prosedur yang disebut angioplasty (untuk membuka arteri

yang tersumbat). Dosis 0,4 ug/kg permenit selama 30 menit diikuti oleh in
Heparin unfractionated (UHF)

Heparin masuk golongan obat anti koagulan atau mencegah pembekuan da


Enoksaparin
Enoksaparin dalah obat yang digunakan untuk mencegah dan mengobati p

C. Patofisiologi

Gaya hidup yang tidak sehat seperti kurang olahraga, merokok, diet tinggi

lemak dan adanya riwayat hipertensi merupakan faktor resiko terjadinya

NSTEMI yang akan menimbulkan penumpukan lemak yang berlebih

sehingga akan terbentuk kolestrol. Bila aktivitas manusia rendah kolestrol

akan menumpuk di dalam lumen arteri koronia dan terbentuk plak/plaque


32

(Ateroskeloris) (Sudoyo dkk, 2010). Aterosklerosis adalah penyebab utama

yang bertangung jawab untuk sebagian kasus syndrom koroner akut.

Aterosklerosis merupakan penyakit vaskuler yang ditandai dengan

penebalan dinding arteri yang membentuk unit lesi atau ateroma. Lesi

aterosklerosis terdiri dari lemak dilapisi dengan jaringan ikat fibrosa.

Timbulnya plak aterioma ini dapat menyebabkan penyempitan lumen arteri

dan apabila plak aterioma pecah akan mengakibatkan trombosis atau

gangguan aliran darah arteri. Gangguan aliran darah ini dapat

menyebabkan terjadinya iskemia pada arteri koroner, menimbulkan

gangguan jantung ditandai engan nyeri dada, serta kematian otot jantung

(infark miokard). Infark miokard rata- rata 9% disebabkan oleh trombus

akut yang menyumbat arteri koroner (Zefri et al, 2012).

Selain gaya hidup yang tidak sehat riwayat adanya hipertensi pada pasien

juga mampu mencetuskan penyakit miokard hingga ke gagal jantung.

Penderita hipertensi sering memiliki struktur dan fungsi jantung yang

abnormal meliputi hipertrofi ventrikel kiri, disfungsi sistolik, disfungsi

diastolik, dan akhirnya gagal jantung.Ada dua mekanisme mengenai

hubungan hipertensi dengan peningkatan resiko terjadinya gagal

jantung.Pertama, hipertensi merupakan faktor resiko terjadinya infark

miokard akut yang dapat menyebabkan gangguan fungsi sistolik ventrikel

kiri dan gagal jantung.Kedua, hipertensi menyebabkan terjadinya hipertrofi

ventrikel kiri yang dihubungkan dengan terjadinya disfungsi diastolik dan

meningkatkan resiko gagal jantung.Manifestasi klinis penderita hipertensi


33

dengan gagal jantung diastolik tidak berbeda dengan gagal jantung

sistolik.Sesak nafas, kelelahan, berkurangnya toleransi latihan, dan edema

merupakan gejala yang umumnya muncul(Craig & Mindel, 2010).

Ketika terjadi penyempitan pada arteri sehingga mengakibatkan suplai

tidak adekuat bagi miokard, maka akan terjadi iskemi miokard. Iskemi

yang bersifat sementara akan menyebabkan perubahan reversible pada

tingkat sel dan jaringan serta menekan fungsi miokard. Oksigen yang

menurun memaksa miokard untuk melakukan metabolism anaerob.

Metabolism anaerob dengan lintasan glikotik akan memghasilkan asam

laktat yang akan tertimbuhan dan menurunkan pH. Gabungan dari efek

hipoksia, berkurangnya energy akibat metabolism anaerob, serta asidosis,

dengan cepat mengganggu, fungsi ventrikel kiri. Kekuatan kontraksi

daerah miokard yang terserang menjadi berkurang, serabut- serabutnya

memendek, serta daya kecepatan berkurang. Gerakan dinding segmen

menjadi abnormal dan bagian tersebut akan menonjol setiap ventrikel

berkontraksi (Majid, 2008).

Kontraksi miokard yang menurun dan terjadi gangguan gerakan miokard

akan mengubah hemodinamik. Penurunan fungsi ventrikel kiri dapat

mengurangi curah jantung dan stroke volume menurun. Manifestasi

hemodinamik yang terjadi adalah peningkatan ringan tekanan darah

dan nadi sebelum timbulnya nyeri. Pola tersebut merupakan

respon kompensasi simpatis terhadap berkurangnya fungsi miokard.

Setelah timbul nyeri, terjadi perangsangan lebih lanjut oleh katekolamin


34

keadaan penurunan tekanan darah merupakan tanda bahwa miokard yang

terserang iskemik cukup kuat atau merupakan suatu respon vagus (Myrtha

2012, hlm. 213). Adanya soft plaque, stenosis ringan hingga sedang

perlunya dilakukan tindakan CABG (Erlinawati & Harris, 2014).

Kegagalan ventrikel kiri juga dapat mengakibatkan pompa akan

menyebabkan jantung tidak mampu mengeluarkan isinya secara adekuat

yang menyebabkan dilatasi, peninggian volume distolik akhir dan

peninggian tekanan intravskuler pada akhir diastol, hal ini mengakibatkan

ketidakmampuan atrium kiri untuk mengosongkan isinya kedalam

ventrikel secara adekuat sehingga tekanan pada atrium meningkat.

Peningkatan tekanan ini mengakibakan nainya tekanan pada vena pulmonal

yang membawa darah dari dalam paru- paru le atrium kiri. Peningkatan

tekanan pada pembuluh pulmonal mengakibatkan kongesti pulmonal.

Kemudian terjadi peningkatan tekanan kapiler pulmonal yang

mengakibakan perpindahan cairan dari saluran vaskuler ke alveoli yang

berakibat berkurangnya pertukaran oksigen. Hal inilah yang menyebabakan

berkurangnya difusi oksigen menuju ke alveoli sehingga terjadi sesak nafas

(Hudak & Gallo, 2011 ; Wowor, Kandou dan Umboh, 2014).

Gejala ini mungkin terjadi akibat penurunan cuah jantung,selain gejala-

gejala yang diakibatkan gagal ventrikel kiri dan kongesti vaskuler

pulmonal, kegagalan ventrikel kiri juga dihubungkan dengan gejala yang

berhubungan dengan penurunan curah jantung. Pasien dapat mengeluh


35

lemah, mudah lelah, apatis, letargi, kesuliatan berkonsentrasi, penurunan

intoleransi aktivitas (Muttaqin, 2010).

D. Pathway

stres, diet tinggi lemak,


tidak aktif olahraga, obesitas Riwayat hipertensi

Fatty streks normal dalam tubuh Gangguan afterload

Timbul bercak aterosklerosis Beban jantung meningkat

Timbul plak Ketidakseimbangan beban jantung dengan a

Plak pecah/ robek


Terganggunya aliran darah

Trombogenik

Terjadi sumbalan total/ partial pada rteri koroner

CAD Penurunan suplai O2 ke miokard (is

NSTEMI T/G
sesak nafas

Hipoksia
Infark

Gangguan aliran darah ke paru Perubahan hemodialisis

Peningkatan tek. Kelainan otot jantung


Hidrostatik Penurunan perfusi Metabolisme
koroner anaerob
Hipertrofi ventrikel kiri
Trandusi cairan kedalam
rongga intersisial
Pemendekan miokar T/G hipotensi, lemas T/G nyeri,
addanya dyspnea,
36

MK: resiko Penurunan Perfusi Jaringan Jantung


Peningkatan LVEDP (kerusakan miokard sebagian)
Pembesaran alveoli MK: nyeri akut & Intoleransi aktiv

Gangg. Pertukaran O2 dan CO2 Kontraktilitas turun (Gagal Jantung)

MK: Penurunan Curah Jantung


T/G sesak nafas

MK: Pola Napas Tidak Efektif


Syok kardiogenik
Persepsi/ ancaman

Kematian
Saraf otonom vasokontriksi

Nadi dan TD meningkat

MK: ANSIETAS

Skema 2.3 Pathway


Bilous & Donelly (2014), Elizabeth (2009), Hudak& Gallo (2011), Muttaqin (2009)
37

E. Konsep Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

a. Identitas pasien

Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, suku bangsa, bahasa,

pekerjaan, pendidikan, status, alamat, perkawinan, penanggung

jawab (Rohmah & Walid, 2010, hlm.58)

b. Anamnesa

Pengkajian yang sering ditemukan pada pasien dengan kasus

penyakit jantung koroner menurut Lily & Rilantono (2015) :

1) Keluhan utama

Keluhan utama adalah adalah alasan masuk pertama dirumah

sakit. Ditulis singkat dan jelas, 2/3 kata yang merupakan

keluhan yang membuat pasien meminta bantuan pelayanan

kesehatan. Ada juga format yang membagi 2 bagian yaitu

alasan masuk rumah sakit dan keluhan utama/keluhan saat

pengkajian. Keluhan yang terjadi pada pasien dengan sindrom

koroner akut ini gejala utama yang akan dirasakan adalah

berupa nyeri dan disertai sesak nafas.

2) Riwayat kesehatan sekarang

Riwayat kesehatan sekarang merupakan penjelasan dari

permulaan pasien merasakan keluhan sampai dengan


masuk rumah sakit. Untuk pembelajaran bila pengkajian

dilakukan tidak bersamaan dengan saat pasien masuk ke RS,

maka penjelasan pada riwayat penyakit sekarang dilanjutkan

pada sampai pengkajian.


38

3) Riwayat penyakit dahulu

Dapat diisi riwayat penyakit yang diderita pasien yang

berhubungan dengan penyakit saat ini atau penyakit yang

mungkin dapat dipengaruhi atau mempengaruhi penyakit yang

diderita pasien saat ini. Bila pasien pernah mengalami operasi

perlu dioperasi mengenai waktu operasi, jenis operasi, jenis

anastesi, kesimpulan akhir setelah operasi. Pada pasien kasus

yang memiliki riwayat hipertensi kurang lebih 20 tahun.

4) Riwayat kesehatan keluarga

Riwayat kesehatan keluarga adalah dihubungkan dengan

kemungkinan adanya penyakit keruturunan, kecendurungan

alergi dalam satu keluarga, penyakit menular akibat kontak

lansgung maupun tak langsung antar angota keluarga. Pada

kasus ini pasien emiliki riwayat keturunan Diabetes Militus

(DM).

5) Genogram

Genogram pada umumnya dituliskan dalam 3 generasi sesuai

dengan kebutuhan. Artinya bila pasien seorang nenek/kakek

maka genogram dibuat 2 genersi kebawah. Bila pasien anak-

anak maka dibuat 2 generasi ke atas. Dapat juga dibuat 1

generasi ke aats 1 kebawah. Untuk penyakit menular dalam

keluarga garis yang menunjukan anggota keluarga yang berasal

dalam satu rumah harus dituliskan (Loscalzo, 2014).

6) Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik menurut Udjianti (2010) sebagai berikut:


39

a) Kepala : Dilihat keabnormalan pada kepala, dan adanya

keluhan terkait dengan organ kepala dengan disertai adanya

pusing atau nyeri kepala

b) Wajah :Pemeriksaan wajah pada klien dengan kasus

kardiovaskuler biasnya ditandai dengan pucat bibir kulit

waja karena adanya anemia atau kurang adekuatnya perfusi

jaringan, adanya sianosis pada mukosa bibir dan adanya

tanda kelelahan atau tanda kesakitan karenya nyeri

c) Mata :Konjungtiva pucat merupakan manifestasi dari

penyakit anemia, Konjungtiva kebiruan adalah manifestasi

sianosis sentral, mengindikasikan kerusakan fungsi paru

atau right to left sunt pada kelainan jantung kongenital atau

ventrikuler septum defect, Ptechie dimana disebut roth’s

spot menandakan adanya emboli kapiler baru, Sklera

bewarna putih (normal) atau ikterik yang menandakan

adanya gangguan faal pada hati pada pasien dengan gagal

jantung , Gangguan fisus menandakan adanya kerusakan

pembuluh darah retina akibat komplikasi dari penyakit

hipertensi

d) Leher : lihat ada/tidak distensi vena juguralis,

Arteri karotis, Palpasi pada arteri karotis bertujuan untuk

menilai adanya karotis kiri dan kanan

e) Thoraks (paru-paru dan

jantung) Paru- paru

Inspeksi : Perkembangan dada simetri, lihat adanya


40

retraksi dada atau tidak

Palpasi: Terdapat nyeri tekan atau tidak

Perkusi : Suara normal pekak

Auskultasi : Suara normal vaskuler, kaji suara tambahan

abnormal.

Jantung

Inspeksi: Inspeksi terlihat atau tidaknya ictus cordis

Palpasi : Ictus cordis teraba padaintercostaberapa, simpulkan adanya pel


Perkusi : Suara normal sonor
Auskultasi : suara normal BJ I dan II, kaji adanya bunyi suara tambahan

f)Abdomen

Inspeksi :menilaiadanyalesi,perubahan

warna
Auskultasi : menilai peristaltik usus dan bising sistolik oleh karena ane

Perkusi : kaji suara timpani atau hipertimpani,

shifting dullness menunjukkan adanya asites (akumulasi

cairan)

Palpasi : palpasi abdomen abdomen

ditunjukan pada penemuan tanda- tanda yang mendukung

diagnosis ggal jantung seperti hepatomegali,

splenomegali, dinilai berdasrakan garis schufnerr, dan


41

asites ditandai dengan adanya undulasi di dinding

abdomen.

g) Ekstremitas, kekuatan otot dan integumen

Kaji kekuatan otot, adanya piting edama atau tidak pad

aekstremitas, keelastisan kulit dan kaji untuk Capilary

Refill Time (CRT) normalnya < 3 detik.

Pola fungsional gordon

Pengkajian pola fungsional pada pasien NSTEMI menurut (Bernida dan Sugima
Pola persepsi kesehatan

Menanyakan bagaimana menurut pasien pentingnya kesehatan dan sehat baginya, m


Pola nutrisi meatbolik

Pola makan biasa dan masukan cairan, Pola makan pasien

baik, nafsu makan pasien baik dan juga pemasukan cairan

yang dibatasi, Tipe makanan dan cairan Tipe makanan

yang dianjurkan dan diit yang dianjurkan untuk pasien

adalah makanan lunak, Peningkatan/ penurunan berat


42

badan Dalam penghitungan indeks massa tubuh (IMT)

didapatkan hasil kesimpulan BB pasien berlebih Nafsu

makan dan pilihan makanan Nafsu makan pasien baik

dalam kasus ini

c) Pola eliminasi

Defekasi, berkemih Pada kasus pasien tidak mengalami masalah pada BAK ma
untuk berkemih

d) Pola aktivitas dan latihan

Pola aktivitas latihan , Pembatasan aktivitas padapasien jantung selalu dilaku


pasien dibantu oleh orang lain

Kemampuan untuk mengusahakan aktivitas sehari-hari Pada kasus saat diruma


Pola istirahat dan tidur

Pola tidur- istirahat dalam 24 jam , Pada kasus pasien

tidak memiliki gangguan dalam pola tidur seperti

insomnia, waktu tidur malam 7-8 jam. Kualitas dan

kuantitas tidur, Kualitas dan kuatitas tidur pada pasien


43

baik dalam kasus ini.

g) Pola kognitif – persepsi

Kemampuan perasa, pembau, Pada kasus ini panca indra

pasien masih berfungsi dengan normal, Kemampuan

bahasa, belajar ingatan dan pembuatan keputusan Pada

kasus ini pengungkapan pasien terhadap sesuatu

keadaan atau kecemasan baik, dan keputusan dibantu

oleh keluarganya

h) Pola persepsi- konsep diri

Sikap klien mengenai dirinya, Pada kasus

pasien mengetahui bahwa dirinya kini

memiliki penyakit yang bersifat kronis. Persepsi klien

tentang kemampuannya Pada kasus presepsi terhadap

kemampuan menghadapi masalahnya kurang baik

karena pada masa dulu pasien kurang mampu

memanfaatkan kondisi seperti fasilitas kesehatan untuk

berobat sehingga saat ini kondisinya memburuk.

i) Pola emosional

Pada kasus emosional pasien mampu terkontrol

pasien mampu mengkondisikan dirinya

untuk berusaha

j) Citra diri, identitas diri, harga diri dan peran

Pada kasus pasien menyadari dirinya kini mengalami

penyakit yang bersifat kronis yang membutuhkan

perjuangan bersama keluarganya untuk sembuh


44

2. Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan penunjang pada klien dengan Congestive Heart Failure

(CHF) adalah:

a. Pemeriksaan laboratorium:

1) Enzym hepar: meningkat dalam gagal jantung kongestif.

2) Elektrolit: berubah karena perpindahan cairan, penurunan

fungsi ginjal.

3) AGD (Analisa Gas Darah): gagal ventrikel kiri ditandai

dengan alkalosis respiratorik ringan atau hipoksemia

dengan peningkatan p (partial pressure of carbon dioxide).

4) Albumin: menurun sebagai akibat penurunan masukan

protein.

b. Radiologi

1) Rongent Thorax: Bayangan hulu paru yang tebal dan melebar,

kepadatan makin ke pinggir berkurang, lapang paru bercak-

bercak karena edema paru, distensi vena paru, hidrotoraks,

pembesaran jantung, rasio kardio-toraks meningkat.

c. EKG

Dapat ditemukan kelainan primer jantung (iskemik, hipertrofi

ventrikel, gangguan irama) dan tanda-tanda faktor pencetus akut


(infark miokard, emboli paru).

d. Ekokardiografi

Untuk deteksi gangguan fungsional serta anatomis yang menjadi

penyebab gagal jantung.


45

3. Diagnosa Keperawatan

Menurut PPNI (2017) diagnosa yang dapat ditegakkan adalah sebagai

berikut:

a. Penurunan curah jantung (D.0008)

Definisi : ketidakadekuatan jangtung memompa darah untuk memenuhi kebutuha


Etiologi :

Perubahan irama jantung

Perubahan frekuensi jantung

Perubahan kontraktilitas

Perubahan preload
Perubahan afterload Gejala dan tanda mayor

Subjektif :perubahanIrmajantung(palpitasi), perubahan

preload (lelah), perubahan afterload (dyspnea), perubahan kontraktilitas (paroxysmal, n


Objektif : perubahan irama jantung (bradikardi/takikardi, gambaran EKG aritmia), per
afterload (tekanan darah meningkat/menurun, nadi perifer teraba

lemah, capillary refill time >3detik, oliguria), perubahan kontraktilitas

(terdengar suara jantung S3, EF menurun).


46

b. Nyeri akut (D.0077)

Definisi : pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan

dengan kerusakan jaringan actual atau fungsional dengan onset

mendadak atau lambat dan berintensitas ringan hingga berat yang

berlangsung kurang dari 3bulan.

Penyebab :

Agenspencederafisiologis(misnflamasi,iskemia, neoplasma)
Agens pencedera kimiawi (mis. terbakar, bahan kimia iritan)
Agens pencedera fisik (mis. abses, amputasi terbakar, terpotong, mengangka
Gejala dan tanda mayor Subjektif : mengeluh nyeri
Objektif : tampak meringis, bersikap protektif (mis. waspada, posisi menghinda
tidur

c.Hipervolemia (D.0022)
Definisi : peningkatan volume cairan intravascular, interstitial, dan/atau intraseluler

Penyebab

1) Gangguan mekanisme regulasi

2) Kelebihan asupan cairan

3) Kelebihan asupan natrium


47

4) Gangguan aliran balik vena

5) Efek agen farmakologis (mis. kortikosteroid,

chlorpropamide)

Gejala dan tanda mayor

Subjektif : ortopnea, dyspnea, paroxysmal nocturnal dyspnea

Objektif : edema anasarka/ edema perifer, berat badan meningkat dalam waktu s
refleks hepatojugular positif

Intoleransi aktivitas (D.0056).

Definisi : ketidakcukupan energy untuk melakukan aktivitas sehari-hari


Penyebab

Ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen

Tirah baring

Kelemahan

Imobilitas

Gejala dan tanda mayor Subjektif : mengeluh lelah


Objektif : frekuensi jantung meningkat >20% dari kondisi

istirahat
48

4. Intervensi Keperawatan

Menurut PPNI (2019) luaran yang dapat diambil berdasarkan diagnosa

adalah sebagai berikut:

Diagnosa 1 : Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan

afterload ditandai dengan lelah, tekanan darah meningkat, nadi perifer

teraba lemah, capillary refill time >3 detik, warna kulit pucat, edema

(D.0008)

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan curah ja
Luaran Utama : Curah jantung (L.02008)

Kriteria Hasil :

Kekuatan nadi perifer meningkat (dari 3 menjadi 5)

Lelah menurun (dari 3 menjadi 5)

Edema menurun (dari 3 menjadi 5)

Pucat menurun (dari 3 menjadi 5)

Tekanan darah membaik (dari 3 menjadi 5)

Capillary refill time (CRT) membaik (dari 3 menjadi 5)

Intervensi Utama : Perawatan jantung (I.02075)


Tindakan : Observasi

a. Identifikasi tanda/gejala primer penurunan curah jantung (meliputi

dispnea, kelelahan, edema, ortopnea, paroxysmal nocyurnal dysnea,

peningkatan CVP)
49

b. Identifikasi tanda/gejala sekunder penurunan curah jantung

(meliputi peningkatan berat badan, hepatomegali, distensi vena

jugularis, palpitasi, ronkhi basah, oliguria, batuk, kulit pucat)

c. Monitor tekanan darah

d. Monitor saturasi oksigen

e. Monitor keluhan nyeri dada (mis. intensitas, lokasi, radiasi,

durasi, presivitasi yang mengurangi nyeri)

f. Monitor EKG 12 sadapan

g. Periksa tekanan darah dan frekuensi nadi sebelum dan sesudah

aktivitas

Terapeutik

a. Posisikan pasien semifowler atau fowler dengan kaki ke bawah

atau posisi nyaman

b. Berikan diet jantung yang sesuai (mis. batasi asupan kafein,

natrium, kolesterol, dan makanan tinggi lemak)

c. Fasilitasi pasien dan keluarga untuk modifikasi gaya hidup

d. Berikan terapi relaksasi untuk mengurangi stres, jika perlu

e. Berikan oksigen untuk mempertahankan saturasi oksigen >94%

Edukasi

a. Anjurkan beraktivitas fisik sesuai toleransi

b. Anjurkan beraktivitas fisik secara bertahap


c. ajarkan pasien dan keluarga untuk mengukur intake dan output

cairan harian

Kolaborasi

a. Kolaborasi pemberian antiaritmia, jika perlu


50

b. Rujuk ke program rehabilitasi jantung.

Diagnosa 2 : Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis

ditandai dengan mengeluh nyeri, tampak meringis, gelisah, sulit tidur,

tekanan darah meningkat, nafsu makan berubah (D.0077)

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x60 menit

diharapkan tingkat nyeri menurun

Luaran Utama : Tingkat nyeri (L.08066)

Kriteria Hasil :

a. Keluhan nyeri menurun (dari 3 menjadi 5)

b. Meringis menurun (dari 3 menjadi 5)

c. Gelisah menurun (dari 3 menjadi 5)

d. Kesulitan tidur menurun (dari 3 menjadi 5)

e. Mual menurun (dari 3 menjadi 5)

f. Tekanan darah membaik (dari 3 menjadi 5)

g. Nafsu makan membaik (dari 3 menjadi 5)

h. Pola tidur membaik (dari 3 menjadi 5)

Intervensi Utama : Manajemen nyeri

(I.08238) Tindakan :

Observasi

a. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas


nyeri

b. Identifikasi skala nyeri

c. Identifikasi respons nyeri non verbal

d. Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri


51

Terapeutik

a. Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi nyeri (mis. TENS,

hipnosis, akupresur, terapi musik, biofeedback, terapi pijat,

aromaterapi, teknik imajinasi terbimbing, kompres hangat/dingin,

terapi bermain)

Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis. suhu ruangan, pencahayaan, ke
Fasilitasi istirahat dan tidur Edukasi
Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri

Jelaskan strategi meredakan nyeri

Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri

Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri Kolaborasi


a. Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu.

Diagnosa 3 : Hipervolemia berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi (D.0


Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x60 menit diharapkan keseim
Luaran Utama : Keseimbangan (L.03020)

Kriteria Hasil :

a. Haluan urin meningkat (dari 3 menjadi 5)

b. Kelembaban membran mukosa meningkat (dari 3 menjadi 5)

c. Asupan makanan meningkat (dari 3 menjadi 5)


52

d. Edema menurun (dari 3 menjadi 5)

e. Tekanan darah membaik (dari 3 menjadi 5)

f. Membran mukosa membaik

g. Turgor kulit membaik (dari 3 menjadi 5)

Intervensi Utama : Manajemen hipervolemia (I.03114)

Tindakan :

Observasi

a. Periksa tanda dan gejala hipervolemia (mis. ortopnea, dispnea,

JVP/CVP meningkat, suara napas tambahan)

b. Identifikasi penyebab hipervolemia

c. Monitor status dinamik (mis. frekuensi jantung, tekanna farah,

MAP, CVP)

d. Monitor intake dan output cairan

e. Monitor kecepatan infus secara ketat

f. Nonitor efek samping diuretik (mis. hipotensi,

hipovolemia, hipokalemia, hiponatremia)

Terapeutik

a. Batasi asupan cairan dan garam

b. Tinggikan kepala tempat tidur

30o Edukasi

a. Ajarkan cara mencatat asupan dan haluan cairan


b. Ajarkan cara membatasi cairan

Kolaborasi

a. Kolaborasi pemberian diuretik

b. Kolaborasi penggantian kehilangan kalium akibat diuretik.


53

Diagnosa 4: Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan

antara suplai dan kebutuhan oksigen ditandai dengan mengeluh lelah,

merasa tidak nyaman setelah beraktivitas, merasa lemah, gambaran EKG

menunjukkan iskemia (D.0056)

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam

diharapkan toleransi aktivitas meningkat

Luaran Utama : Toleransi aktivitas (L.05047)

Kriteria Hasil :

a. Saturasi okesigen meningkat (dari 3 menjadi 5)

b. Kemudahan dalam melakukan aktivitas sehari-hari meningkat (dari

3 menjadi 5)

c. Keluhan lelah menurun (dari 3 menjadi 5)

d. Perasaan lemah menurun (dari 3 menjadi 5)

e. Warna kulit membaik membaik (dari 3 menjadi 5)

f. Tekanan darah membaik (dari 3 menjadi 5)

g. EKG iskemia membaik (dari 3 menjadi

5) Intervensi utama : Manajemen energi

(I.05178) Tindakan :

Observasi

a. Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang mengakibatkan kelelahan


b. Monitor kelelahan fisik dan emosional

c. Monitor pola dan jam tidur

d. Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama melakukan aktivitas

Terapeutik
54

a. Sediakan lingkungan yang nyaman dan rendah stimulus (mis. cahaya,

suara, kunjungan)

b. Berikan aktivitas distraksi yang

menyenangkan Edukasi

a. Anjurkan tirah baring

b. Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap

c. Anjurkan menghubungi perawat jika tanda dan gejala kelelahan

tidak berkurang

Kolaborasi

a. Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara meningkatkan asupan

makanan
BAB III

RESUME KASUS

A. Pengkajian

Penulis melakukan studi kasus pada asuhan keperawatan yang dilakukan pada pengkajian hari Se
1. Identitas

Didalam kasus didapatkan npengkajian, Nama klien Tn. W dengan usia 59 tahun, jenis kelami
3VD.

2. Riwayat Kesehatan
Pasien datang ke IGD RS Jakarta dengan keluhan sesak nafas dan nyeri di ulu hati dengan s

nyeri yang dirasakan menjalar sampai dada sebelah kiri dan hilang timbul.

Didapatkan data seperti tanda-tanda vital seperti tekanan darah 122/77

mmHg, nadi 80x/menit, RR 23x/menit, SaO2 97%. Saat di IGD

didapatkan

55
56

hasil dari pemeriksaan foto thorax kesan kardiomegali dengan edema paru

minimal, hasil dari pemeriksaan EKG didapatkan hasil sinus ritme dengan

old infark inferior dan infark area septal. Kondisi pasien saat datang

dengan kondisi kesadaran sadar penuh dengan GCS E4V5M6 dan saat di

IGD sudah diberikan terapi oral Arixtra 1x2,5 mg, Aspilet loading bolus

160mg, clopidogrel tablet oral 1x75 mg, laxadin tablet oral 1x1 cup,

Candesartan tablet oral 1x8mg, dan diazepam 1x2,5mg. Pada saat

dilakukan pengkajian didapatkan data riwayat kesehatan pasien

mengalami penyakit hipertensi saat umur 30 tahun dan sering merasakan

gejala seperti mudah merasakan lelah, terkadang seperti orang mau

pingsan dan aktivitasnya menurun. Pada saat sebelum masuk RS Jakarta

pasien sudah melakukan pemeriksaan ekokardiografi dengan hasil temuan

EF 35%, dan pada H- 4 perawatan pasien dilakukan tindakan angiografi

dengan kesimpulan hasil CAD 3V. Pada saat mengkaji riwayat terdahulu

pasien mengatakan tidak memiliki penyakit menular, hanya saja memiliki

riwayat penyakit keturunan hipertensi.

3. Tanda – Tanda Vital dan Antropometri

Saat dilakukan pengkajian tingkat kesadaran pasien adalah composmentis

dengan GCS (E6V5M4) saat pertama kali masuk RS. Dengan hasil

pemeriksaan TTV didapatkan TD 108/71 mmHg MAP 84 mmHg, Nadi

53x/menit, dan frekuensi pernafasan 24 x/menit. Data antropometri BB

pasien 75 kg, TB 165 cm, IMT 27 Kg/m2 dimana disimpulkan dari

hasilnya adalah pasien mengalami obestias (BB berlebih).


57

4. Pemeriksaan Fisik

Pada saat dilakukan pengkajian pemeriksaan fisik head to toe didapatkan

data sebagai berikut, pada pemeriksaan leher ditemukan hasil JVP 5

+2cmH2O, tidak terdapat pembesaran kelenjar tiroid. Pemeriksaan fisik

selanjutnya yaitu pemeriksaan dada yang dibagi menjadi dua pemeriksaan

fisik paru dan jantung. Pemeriksaan paru-paru didapatkan hasil untuk

auskultasi nafas vaskuler dikedua lapang paru-paru dan ditemukan suara

tambahan ronkhi di ICS 4-5 kanan kiri (1/3 basal). Selanjutnya

pemeriksaan jantung dari hasil inspeksi didapatkan hasil ictus cordis

nampak di ICS 5 midklavikula sinistra, Palpasi didapatkan ictus cordis

denyutan teratur, perkusi didapatkan hasil batas jantung kanan melebar

ICS anterior axilla dan terakhir auskultasi didapatkan hasil BJ I dan BJ II

regular, tidak terdapat gallop/mur-mur.

Pada pemeriksaan ekstremitas juga didapatkan data tidak terdapat pitting

oedema, CRT < 3 detik, pulsasi dorsalis pedis kanan kiri adekuat, turgor

kulit elastis, dan kekuatan otot baik tidak terdapat kelemahan pada

ekstremitas kanan maupun kiri.

5. Pola Fungsi Gordon

Pengkajian yang dilakukan selanjutnya adalah mengkaji pola kesehatan

gordon pada pola presepsi kesehatan didapatkan data subjektif dirumah

yaitu pasien mengatakan rutin untuk minum obat jantung tetapi tidak bisa

menjaga pola makan, pasien masih suka makan seperti goring-gorengan

maupun makanan asin. Di rumah sakit data subjektifnya pasien


58

mengatakan pasien merasakan sedikit cemas akan apa yang telah

dirasakannya sekarang.

Pola nutrisi didapatkan saat dirumah data subjektifnya pasien mengatakan

kurang bisa menjaga pola hidup sehat seperti sering makan- makanan

yang berlemak seperti gorengan dan makan jeroan, di rumah sakit dengan

diit 2100 kalori makanan lunak, antropometri BB pasien 75kg, TB 165

cm dan IMT 27 kg/m2 disimpulkan dengan BB berlebih (obesitas).

Pola aktivitas dan latihan pasien selama dirumah pasien saat

beraktivitas terlalu berat akan merasakan mudah lelah, dan disertai

sesak nafas sedangkan saat dirumah sakit selama perawatan pasien

melakukan ADL mandiri dalam melakukan hal seperti ambulasi,

makan, minum dan berpakaian. Untuk keperluan BAK-BAB dan mandi

pasien membutuhkan bantuan oleh keluarga ataupun perawat, hanya

saja saat setelah beraktivitas kecil saja di ruangan seperti berbicara

berjalan ataupun berpakaian pasien sering merasakan cepat lelah dan

pusing, tingkat kebutuhan partial care (skor 50).

Selanjutnya pengkajian pada pola istirahat dan tidur di rumah sakit

pasien mengatakan tidak terdapat gangguan tidur hanya saja terkadang

pasien terbangun karena mearsakan cemas dengan lingkungan dan

terkadang nyeri sering muncul.Pola persepsi kognitif didapatkan pasien

masih merasakan nyeri di ulu hati dengan skala nyeri 5 rasanya seperti

ditusuk- tusuk, durasi < 20 menit, menjalar sampai dada kiri dan hilang
59

timbul. Pola eliminasi saat dirumah pasien tidak memiliki gangguan

saat BAB ataupun BAK, saat di rumah sakit BAK warna urin kuning

jernih, produksi urine 2200 cc/24 jam (pada hari sebelum pengkajian).

6. Pemeriksaan Penunjang

Data penunjang untuk menegakkan diagnose didapatkan:

a. Pemeriksaan Laboratorium

Pada pemeriksaan laboratorium yang dilakukan pada tanggal 17

Desember didapatkan hasil data abnormal yaitu Ureum 115,9;

Creatinin 2,73; Natrium 134; CKMB 20; dan troponin T 29.

Kemudian pada tanggal 19 Desember 2016 didapatkan data yang

abnormal yaitu nilai APTT 35,1.

b. Pemeriksaan EKG

Pada tanggal pengkajian 19 Desember didapatkan hasil

pemerikasaan EKG dengan kesimpulan masih sama yaitu sinus

ritme dan didapatkan adanya old infark inferior.

c. Pemeriksaan Rontgen

Pada pemeriksaan rontgen yang dilakukan pada tanggal 19

Desember 2016 didapatkan kesimpulan kardiomegali dengan edema

paru minimal.

d. Pemeriksaan Angiography
Hasil pemeriksaan dari angiographi yang dilakukan pasien pada

tanggal 13 Desember 2016 didapatkan kesimpulan yaitu CAD

3VD, dimana terdapat sumbatan dengan presentase lebih dari 90%


60

pada 3 arteri utama jantung yaitu Right Coronary Artery (RCA),

Left Anterior Descendent (LAD) dan Left Circumflex (LCx).

e. Pemeriksaan Ekokardiography

Pasien melakukan pemeriksaan ekokardiografi yang dilakukan pada

tanggal 9 September 2016 dan didapatkan hasil dengan nilai LVEF

35%..

7. Terapi Obat

No. Nama obat Kategori Dosis indikasi

obat & Rute

1. Aspilets Antiplatelet 1x80 Mengencerkan

mg darah dan

peroral mencegah

penggumpalan

di pembuluh

darah

2. Clopidogrel Antiplatelet 1x 75 Mencegah

mg stroke dan

Peroral serangan

jantung atau

gangguan

pembekuan

darah
61

3. Candesartan Angiotensin 1x8mg Menurunkan

receptor peroral tekanan darah

blocker

(ARB)

4. ISDN vasodilator 3x Mencegah dan

10mg meredakan

angina (nyeri

dada) akibat

penyakit

jantung koroner

B. Diagnosa Keperawatan - Evaluasi

Berdasarkan hasil pengkajian yang dilakukan penulis kepada Tn. W

penulis menegakkan diagnosa keperawatan sebagai berikut:

1. Diagnosa utama didapatkan Penurunan curah jantung berhubungan

dengan perubahan kontraktilitas, dengan data yang didapatkan dari

pasien yaitu pasien mengatakan saat masuk IGD terdapat sesak nafas

namun tidak memberat, dispnea on effort, orthopnea position,

porixysmal nocturnal dispnea, dirumah tidur menggunkan 2 bantal

dan
karena nafas akan memberat. Pada data obyektif didapatkan pasien

nampak kelelahan dan sesak nafas setelah beraktivitas, hemodinamika

pasien saat istirahat TD 108/ 71 mmHg dan setelah aktivitas 116/79

mmHg, nadi 80x/menit, frekuensi pernafasan 24x/menit sebelum

aktivitas dan setelah aktivitas nadi menjadi 53x/menit, data lainnya


62

ditemukan pada pemeriksaan fisik paru auskultasi suara nafas vaskuler

di kedua lapang paru dan bunyi tambahan ronkhi di ICS 4-5 kanan- kiri

(1/3 basal) dan pemeriksaan fisik jantung didapat dari hasil perkusi

yaitu batas jantung dikatakan melebar ICS 5 anterior axilla. Untuk data

pemeriksan foto thorak disimpulkan hasil adanya kardiomegali dengan

edema paru minimal. Hasil echocardiografi ditemukan hasil LVEF

35%, hasil pemeriksaan EKG didapatkan gambaran Axis deviasi ke kiri

(LAD), hipertrofi ventrikel kiri dan untuk pemeriksaan hasil

laboratorium didapatkan nilai natrium 134, CKMB 20 dan Troponin T

29.

Tujuan dari intervensi keperawatan ini adalah setelah dilakukan

tindakan keperawatan selama 3x 24 jam diharapkan curah jantung

meningkat, dengan kriteria hasil yang dicapai: kekuatan nadi perifer

meningkat (dari sedang 3 menjadi meningkat 5), lelah menurun (dari

sedang 3 menjadi menurun 5), edema menurun (dari sedang 3 menjadi

menurun 5), pucat menurun (dari sedang 3 menjadi menurun 5),

Tekanan darah membaik (dari sedang 3 menjadi membaik 5), Capillary

refill time (CRT) membaik (dari sedang 3 menjadi membaik 5).

Dengan intervensi keperawatan yaitu Perawatan Jantung (I. 02075)

dengan tindakan keperawatan yang dapat dilakukan: observasi:

Identifikasi tanda/gejala primer penurunan curah jantung (meliputi

dispnea, kelelahan, edema, ortopnea, paroxysmal nocyurnal dysnea,

peningkatan CVP); Identifikasi tanda/gejala sekunder penurunan curah

jantung (meliputi peningkatan berat badan, hepatomegali, distensi vena


63

jugularis, palpitasi, ronkhi basah, oliguria, batuk, kulit pucat); Monitor

tekanan darah; Monitor saturasi oksigen; Monitor keluhan nyeri dada

(mis. intensitas, lokasi, radiasi, durasi, presivitasi yang mengurangi

nyeri); Monitor EKG 12 sadapan; Periksa tekanan darah dan frekuensi

nadi sebelum dan sesudah aktivitas. Tindakan keperawatan kedua

terapeutik: Posisikan pasien semifowler atau fowler dengan kaki ke

bawah atau posisi nyaman; Berikan diet jantung yang sesuai (mis.

batasi asupan kafein, natrium, kolesterol, dan makanan tinggi lemak);

Fasilitasi pasien dan keluarga untuk modifikasi gaya hidup; Berikan

terapi relaksasi untuk mengurangi stres, jika perlu; Berikan oksigen

untuk mempertahankan saturasi oksigen >94%. Tindakan keperawatan

yang ketiga edukasi : Anjurkan beraktivitas fisik sesuai toleransi;

Anjurkan beraktivitas fisik secara bertahap; Ajarkan pasien dan

keluarga untuk mengukur intake dan output cairan harian.

Implementasi yang dilakukan pada diagnosa pertama sudah sesuai

dengan intervensi yang telah direncanakan seperti monitor tekanan

darah, monitor saturasi oksigen hasilnya didapatkan data subjektif:

pasien mengatakan merasakan sesak nafas saat istirahat, data objektif:

tekanan darah 108/90 mmHg, saturasi oksigen 97%. Pasien terpasang

nasal 3liter/menit.

Evaluasi yang diharapkan pada diagnosa pertama tercapai. Data

subjektif yang didapatkan pada hari ketiga perawatan pasien

mengatakan keluhan sesak berkurang tetapi jika setelah melakukan


64

aktivitas seperti ke kamar mandi masih merasa sesak nafas, data

objektif:pasien lebih rileks, masalah teratasi, pasien pulang dan

hentikan intervensi.

2. Diagnosa kedua yaitu Nyeri akut berhubungan dengan agens pencedera

fisiologis yang ditandai dengan hasil analisa subyektif didapatkan dari

pasien mengatakan masih mersakan nyeri di ulu hati dengan skal nyer

5, rasanya seperti ditusuk- tusuk, durasi < 20 menit menjalar sampai ke

dada kiri, hilang timbul. Selanjutnya dilihat dari data obyektif pasien

yaitu dari pemeriksaan EKG dengan kesimpulan sinus ritme dengan old

infark inferior. Dari hasil angiografi didapatkan kesimpulan CAD 3VD.

Hasil CAD 3VD ini dapat diartikan adanya sumbatan total di 3

pembuluh koroner utama jantung yaitu yaitu Right Coronary Artery

(RCA), Left Anterior Descendent (LAD) dan Left Circumflex (LCx).

Tujuan dari intervensi keperawatan ini adalah setelah dilakukan

tindakan keperawatan 3x 24 jam diharapkan tingkat nyeri pasien

menurun dengan kriteria hasil yang dicapai: keluhan nyeri menurun

(dari sedang 3 menjadi menurun 5), meringis menurun (dari sedang 3

menjadi menurun 5), sikap protektif menurun (dari sedang 3 menjadi

menurun 5), gelisah menurun (dari sedang 3 menjadi menurun 5).

Dengan intervensi keperawatannya adalah Manajemen nyeri (I.08238)

dengan tindakan yang dapat dilakukan pertama obsevarsi: monitor

(lokasi, karakteristik, durasi frekuensi, kualitas, dan intensitas nyeri),

identifikasi skala nyeri, identifikasi respon nyeri non verbal,


65

identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri.

Tindakan keperawatan kedua terapeutik: berikan teknik normalakologis

untuk mengurangi rasa nyeri (teknik relaksasi napas dalam, imajinasi

terbimbing) Tindakan keperawatan selanjutnya edukasi: (penyebab,

periode, dan pemicu nyeri), jelaskan strategi untuk menurunkan nyeri,

ajarkan teknik non farmakologi untuk menurunkan nyeri. Tindakan

keperawatan selanjutnya kolaborasi: kolaborasi pemberian obat

vasodilator

Implementasi yang dilakukan pada diagnose kedua telah sesuai dengan

intervensi keperawatan yang ditetapkan seperti memberikan teknik

relaksasi non farmakologi seperti imajinasi terbimbing, relaksasi napas

dalam. Respon pasien yang didapatkan data subjektif pasien

mengatakan setelah melakukan teknik relaksasi nyeri berkurang dari

skala nyeri 5 menjadi 4. Data objektif: pasien tampak lebih rileks,

pasien mampu mengikuti yang diajarkan perawat, pasien mampu

melakukan secara mandiri.

Evaluasi yang didapatkan pada hari ketiga perawatan, didapatkan data

subjektif: pasien mengatakan nyeri berkurang dari skala 5 menjadi

skala 3, data objektif: pasien tampak lebih rileks nyaman, pasien

mampu melakukan teknik relaksasi napas dalam secara mendiri.

Assesment: masalah teratasi, hentikan intervensi.


66

3. Diagnosa ketiga yaitu Intoleransi aktivitas berhubungan dengan

ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen yang ditandai

dengan hasil analisa subjektif dari pasien mengatakan merasa lelah

stelah beraktivitas, pasien mengatakan belum kuat berjalan untuk ke

kemar mandi karena nafas akan memberat. Selanjutnya dilihat dari data

objektif pasien yaitu pasien nampak kelelahan setelah beraktivitas.

Hemodinamika saat setelah aktivitas 116/79 mmHg, nadi 53x/menit,

frekuensi pernapasan 23x/menit, yang sebelumnya saat istirahat

tekanan darah 108/71 mmHg dan nadi 80x/menit, pasien nampak ngos-

ngosan jika diajak untuk berbicara lama.

Tujuan dari intervensi keperawatan ini adalah setelah dilakukan

tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan toleransi aktivitas

meningkat, dengan kriteria hasil yang dapat dicapai sebagai berikut:

saturasi oksigen meningkat (dari sedang 3 menjadi meningkat 5),

kemudahan dalam melakukan aktivitas sehari-hari meningkat (dari

sedang 3 menjadi meningkat 5), keluhan lelah menurun (dari sedang 3

menjadi menurun 5), perasaan lemah menurun (dari sedang 3 menjadi

menurun 5), tekanan darah membaik (dari sedang 3 menjadi membaik

5), EKG iskemia membaik (dari sedang 3 menjadi membaik 5).

Dengan intervensi keperawatan yang ditetapkan adalah manajemen

energy (I. 05178), dengan tindakan keperawatan yang dapat dilakukan

pertama obsevarsi: identifikasi gangguan fungsi tubuh yang

mengakibatkan kelelahan, monitor kelelahan fisik dan emosional,

monitor pola dan jam tidur, monitor lokasi dan ketidaknyaman selama
67

melakukan aktivitas. Tindakan keperawatan kedua yang dapat

dilakukan yaitu tindakan terapeutik sebagai berikut: sediakan

lingkungan yang nyamx an dan rendah stimulus (mis. cahaya, suara,

kunjungan), berikan aktivitas distraksi yang menyenangkan. Tindakan

keperawatan selanjutnya edukasi: anjurkan tirah baring, ,anjurkan

menghubungi perawat jika tanda dan gejala kelelahan tidak berkurang.

Tindakan keperawatan selanjutnya adalah kolaborasi: kolaborasi

dengan ahli gizi tentang cara untuk meningkatkan asupan makanan.

Implementasi yang sudah dilakukan terhadap pasien yang dilakukan

penulis sudah sesuai dengan yang direncanakan antara lain: memonitor

tanda-tanda vital saat istirahat, saat aktivitas maupun setelah aktivitas,

mengajarkan ROM, mengajarkan aktivitas secara bertahap dan

mengkolaborasikan dengan dokter tentang pemberian oksigen.

Hasilnya didapatkan data subjektif pasien mengatakan akan melakukan

aktivitas ROM secara mandiri jika dirumah, karena gerakannya mudah.

Data objektif pasien tampak lebih rileks.

Evaluasi pada pasien hari ketiga telah didapatkan data subjektif pasien

mengatakan sudah dapat melakukan aktivitas seperti makan, tetapi

masih sesak napas jika ke kamar mandi. Data objektif yang didapatkan

kesadaran pasien composmentis, tekanan darah sebelum beraktivitas

110/70 mmHg, setelah aktivitas 120/80 mmHg, pasien tampak lebih

rileks. Berdasarkan evaluasi yang didapatkan penulis menyimpulkan

bahwa masalah intoleransi aktivitas teratasi, hentikan intervensi karena


68

pasien pulang.

4. Diagnosa keempat yaitu defisit pengetahuan berhubungan dengan

kurang terpapar informasi yang ditandai dengan hasil analisa subjektif

pasien yang mengatakan jarang untuk minum obat-obatan jantung, jika

merasakan nyeri saat dirumah pasien hanya dibuat untuk beristirahat

saja, pada saat muda dulu pasien jarang untuk memeriksakan

hipertensinya karena menurut pasien penyakit yang ada pada dirinya

akan menghilang dengan berjalannya waktu sehingga pasien jarang

untuk memeriksakkan dirinya ke fasilitas kesehatan. Sedangkan dari

hasil analisa data objektif pasien nampak bingung saat ditanya

mengenai apa itu hipertensi, pasien memiliki riwayat hipertensi.

Tujuan keperawatan dari intervensi ini adalah setelah dilakukan

tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan tingkat pengetahuan

membaik, dengan kriteria hasil yang dapat dicapai sebagai berikut:

perilaku sesuai anjuran meningkat (dari sedang 3 menjadi meningkat

5), kemampuan menjelaskan pengetahuan tentang cara diit pasien

hipertensi meningkat (dari sedang 3 menjadi meningkat 5), persepsi

yang keliru terhadap masalah menurun (dari sedang 3 menjadi menurun

5). Dengan intervensi keperawatan edukasi kesehatan (I. 12383).

Selanjutnya untuk tindakan keperawatan yang dapat dilakukan adalah

obsevarsi: identifikasi faktor-faktor yang dapat meningkatkan dan

menurunkan motivasi perilaku hidup bersih dan sehat, identifikasi

kesiapan dan kemampuan menerima informasi. Tindakan keperawatan

terapeutik sebagai berikut: sediakan materi dan media pendidikan


69

kesehatan, jadwalkan pendidikan kesehatan yang sesuai, berikan

kesempatan untuk bertanya. Tindakan keperawatan selanjutnya

edukasi: jelaskan faktor resiko yang dapat mempengaruhi kesehatan,

ajarkan perilaku hidup bersih dan sehat, ajarkan strategi yang dapat

digunakan untuk meningkatkan perilaku hidup bersih dan sehat.

Setelah perawatan selama 3 hari di rumah sakit dan setelah

implementasi pertama yang sudah dilakukan didapatkan hasi evaluasi

pada tannga 20 Desember 2016 yaitu pasien mengatakan bahwa yang

ikut serta dalam perawatan pasien adalah istrinya, serta selalu bersedia

dilibatkan dalam proses perawatan selama di RS, dari pasien Tn. W

sendiri mengatakan bersedia membatasi cairan selama perawatan

dirumah, rutin minum obat dan bila muncul gejala seperti sesak nafas

ataupun keringat dingin disertai nyeri dada dan lainnya pasien akan

langsung memeriksakan keadanya ke fasilitas ke sehatan. Dari hasil

data diatas disimpulkan bahwa masalah teratasi dan hentikan intervensi

seperti monitor selalu kesiapan pasien untuk melakukan gaya hidup

sehat, mengurangi kecemasan pada pasien dengan memberikan

informasi yang akurat terkait penyakitnya dan monitor terhadap

toleransi aktivitasnya. Hal ini dilakukan karena pasien pulang.


70
BAB IV

PEMBAHASAN

Dalam menganalisa kasus asuhan keperawatan ini penulis sering menemukan

kesenjangan dan hal baru yang ditemukan oleh penulis sejak pengkajian hingga

evaluasi. Hal tersebut menjadi fokus utama penulisan dalam pembahasan ini untuk

menjawab tujuan penulis. Dalam pembahasan ini, penulis akan membahas asuhan

keperawatan pada pasien CAD-NTEMI dengan penurunan curah jantung.

A. Pengkajian

Pengkajian merupakan kumpulan data yang sistematik untuk

menentukan status kesehatan pasien dan untuk mengidentifikasi semua

masalah kesehatan yang aktual dan potensial (Smeltzer & Bare, 2013).

Berdasarkan hasil pengkajian kasus ditemukan keluhan nyeri di ulu hati

terasa aseperti tertusuk-tusuk, skala 8, durasi < 20 menit, menjalar

sampai dada kiri, hilang timbul didapatkan TTV Tekanan darah 122/

71mmHg, badi 80x/menit, RR 20x/menit suhu 36, 5C, SaO2 100%.

Hasil dari pemeriksaan thorax didapatkan kesan kardiomegali dengan

edema paru minimal, hasil EKG didapatkan hasil sinus ritme dengan old

infark interior dan infark area septal, kesadaran pasien penuh dengan

GCS E4, V5, M6 (Composmentis) dengan diagnosa medis NSTEMI,

CHF Fc II, Hipertensi, CAD.

70
71

NSTEMI adalah penurunan suplai oksigen atau penimgkatan kebutuhan

oksigen miokard yang diperberat oleh obstruksi koroner.NSTEMI juga

disebut sindrom koroner akut kontinum, dimana plak pecah dan

berbentuk trombosis koroner aliran darah kedaerah miokardium (Amin

& Hardhi, 2015).Pasien dibawa ke IGD karena alasan nyeri dada di ulu

hati seperti tertusuk- tusuk, durasi < 20 menit menjalar sampai ke dada

kiri dan hilang timbul.Pada infark miokard dengana non ST Elevasi

terjadi oklusi di arteri koroner yang mendadak akibat trombus.Akibatnya

daerah- daerah miokard yang diperdarahi oleh pembuluh darah

mengalami iskemia, sehingga menimbulkan nyeri dada dan perubahan

EKG (Retno, 2016).

Selain keluhan nyeri dada, penulis juga menemukan keluhan Paroxysmal

Noctural Dispnea (PND) dan ortopnea. Hal ini sesuai dengan penelitian

yang dilakukan oleh Fachrunnisa, Sofiana & Arneliwati (2015) bahwa

dari 32 responden, sebagian besar responden mengalami PND. PND

merupakan serangan akut berupa sesak napas dan batuk yang sampai

membangunkan pasien dari tidur malamnya. PND terjadi akibat

peningkatan tekanan pada arteri bronkus, sehingga resistensi bronkus

meningkat dan udara sulit untuk lewat (Lindenfeld & Albert, 2010).

Pada pemeriksaan EKG menggambarkan adanya depresi segmen ST.

Pemeriksaan EKG dilakukan 10 menit setelah kontak dengan medis.

Karakteristik abnormalitas pada gambaran EKG yang ditemui pada

NSTEMI adalah depresi dengan segmen ST dan derajat depresi segmen


72

T mengidentifikasi luas dan keparahan iskemia (PERKI, 2015) Pada

hasil pemeriksaan EKG pada pasien didapatkan hasil ST depresi I, AVL

V5, V6 artinya terdapat kematian otot jantung yang lokasinya berada

sebelah sisi lateral jantung. ST depresi dapat dilihat di lead I dan AVL,

dan adanya Q patologis dilead III, AVf, V1 dan gambaran old infark.

Sesuai dengan namanya yaitu Old myocard infark berarti adanya infark

yang lama, jika bersifat akut masih bersifat reversibel dengan tindakan

reperfusi (< 3 jam) atau PCI (< 6 Jam). Menurut (Retno, 2016) pasien

jika sudah didiagnosa gambaran old miokard infark artinya sel otot

jantung ini sudah nekrosis, sel yang nekrosis artinya sudah tidak ada lagi

aktivitas listrik yang bisa direkam.Gambaran Q patologis yang masih

muncul pada EKG dikarenakan EKG tidak hanya merekam aktivitas

listrik sel tunggal, namun sekumpulan otot jantung.Gelombang Q yang

timbul terjadi karena aktivitas listrik otot jantung disekitar lokasi yang

masi viable.

Manifestasi klinis dari pasien NSTEMI adalah nyeri yang berlangsung

15- 30 menit dan tidak mereda dengan nitrogliserin (Udjianti, 2010),

sesak nafas, nyeri dada, jantung berdebar sebagai bentuk kompensasi

dari sitem pernafasan dan kardiovaskuler untuk memenuhi kebutuhan

oksigenasi/perfusi jaringan tubuh. Nyeri dada pada infark miokard

terjadi akibat peningkatan asam laktat yang dihasilkan dari metabolisme

anaerob karena terjadi iskemik pembuluh darah (Amin & Hardhi, 2013).

Sedangkan sesak nafas yang timbul menurut Retno, dkk (2016) pada

pasien gagal jantung sering kesulitan mempertahankan oksigenasi


73

sehingga mereka cenderung sesak nafas. Penyebab adanya dispnea

secara umum adalah gagal jantung kongestif karena perubahan posisi

pada pasien akan menyebabkan perubahan ventilasi dan perfusi. Djamil

(2019) menyebutkan bahwa penyebab adanya sesak nafas pada pasien

jantung biasanya karena hiperventiasi. Hiperventilasi ini terjadi karena

metabolism tubuh yang terlalu tinggi sehingga mendesak alveoulus

melakukan ventilasi secara berlebihan (Rilantono, 2013).

Dari riwayat kesehatan lalu pasien mengatakan pasien sudah memiliki

riwayat Hipertensi kurang lebih 20 tahun. Menurut Abdul (2010),

penderita hipertensi sering memiliki struktur dan fungsi jantung yang

abnormal meliputi hipertrofi ventrikel kiri, disfungsi sistolik, disfungsi

diastolik, dan akhirnya gagal jantung.Ada dua mekanisme mengenai

hubungan hipertensi dengan peningkatan resiko terjadinya gagal jantung.

Pertama, hipertensi merupakan faktor resiko terjadinya infark miokard

akut yang dapat menyebabkan gangguan fungsi sistolik ventrikel kiri dan

gagal jantung. Kedua, hipertensi menyebabkan terjadinya hipertrofi

ventrikel kiri yang dihubungkan dengan terjadinya disfungsi diastolik

dan meningkatkan resiko gagal jantung.

Pada hasil pemeriksaan fisik paru untuk inspeksi didapatkan dan

ditemukan bunyi tambahan ronkhi di ICS 4-5 kanan kiri (1/3 basal). Hal

ini diakibatkan karena penumpukan cairan yang terjadi akibat

kompensasi dari peningkatan hidrostatik pada pulmonary vascular yang

berdampak terhadap transudasi cairan ke dalam alveoli. Bila hal ini


74

berlangsung lama maka akan terjadi edema paru (Morton, 2011).

Selanjutnya hasil pemeriksaan fisik jantung, dari hasil abnormal

didapatkan perkusi batas jantung kanan melebar ke ICS 5 anterior

axilla.Adanya batas jantung yang melebar menunjukan adanya

pembesaran jantung, dimana data didukung dengan hasil pemeriksaan

foto thorax dimana terdapat gambaran kardiomegali dan Cor membesar

ke kanan kiri.Hal ini terjadi karena penurunan kekuatan pompa jantung

yang menyebabkan darah tidak dapat dipompa ke seluruh tubuh dan

terakumulasi di jantung sehingga terjadi pembesaran jantung (Muttaqin,

2010).

Pada pengkajian pola gordon yang abnormal, dari pengkajian pola

persepsi pemeliharaan kesehatan didapatkan hasil, pasien sebelum di

diagnosa jantung. Pasien seorang perokok berat dalm sehari bisa

menghabiskan 2 bungkus rokok, pasien suka makan-makanan dari luar

seperti nasi padang dang gorengan sejak muda. Terjadinya CAD karena

life style yang buruk seperti merokok, obesitas, pola makan dan tingkat

aktiofitas. Timbunan hiperlipid atau kolestrol yang memungkinkan

terjadinya pembentukan plak aterosklerosis (Asturi&Maulani, 2018).

Pola aktivitas dan latihan pasien mengatakan pasien saat dirumah biasa

melakukan aktivats secara mandiri tetapi mengeluh mudah lelah dan

merasa mudah sesak nafas. Di rumah sakit aktifitas pasien dibantu

perawat dan keluarga. Pada pasien NSTEMI kelemahan terjadi karena

adanya penurunan aliran darah ke jantung karena jantung tidak adekuat


75

dalam mencukupi kebutuhan energi dan oksigen saat beraktivitas fisik

yang mengakibatkan iskemia kemudian daya pompa jantung melemah

sehingga darah beredar tidak sempurna ke seluruh tubuh dan akan sulit

bernafas kelelahan, kelelahan disini berkaitan dengan pompa jantung

yang tidak maksimal dalam memompa darah keseluruh tbuh hingga

jaringan sedangkan darah mengangkut oksigen yang harus di

distribusikan ke seluruh organ hingga ke jaringan, hal ini mengakibatkan

oksigen di jaringan menurun sehingga aktivitas yang dilakukan

memerlukan energi yang besar dengan ketidakcukupan metabolisme

sendiri didalam tubuh hingga memunculkan keluhan dan gejala

kelelahan (Nuraini, 2019).

Pada pemeriksaan pola nutrisi juga didapatkan data abnormal pasien

mengatakan suka makanan gorengan bersantan dan berlemak. BB pasien

didapatkan 75 kg, dengan IMT: 27kg/m2. Pasien mendapatkan diet DJ II

dengan kalori 2100ml. Diet jantung II diberikan dalam bentuk makanan

saring atau lunak. Diit ini diberikan sebagai perpindahan dari diit jantung

I. Jika disertai hipertensi dan/atau edema diberikan diet jantung II

rendam garam. Penderita penyakit jantung yang disertai hipertensi dan

oedema ringan dianjurkana untuk menambahakan garam dapur 2-

3gram/hari (sekitar ½ sendok teh) dalam hidangan sehari-harinya.

Sedangkan menurut teori Alhabib (2017) kalori yang dibutuhkan untuk

pasien diit jantung II yaitu dibutuhkan sekitar 1355-2100.

Pada hasil pemeriksaan echocardiografi sebelum pasien dirawat di RS


76

didapatkan hasil EF mengalami penurunan nilainya menjadi 35%.

Pemeriksaan echokardiografi ini dapat menggambarkan ruang jantug dan

dapat mendeteksi kelainan seperti penebalan dinding jantung, aliran

darah yang tidak normal dan kekuatan kontraksi jantung dalam

memompa darah. Nilai normal dari EF sendiri yaitu 55-70%, dimana

artinya tidak ada penebalan otot pada ruang dinding ventrikel

kiri.Ventrikel kiri ini bertugas memompa darah ke seluruh tubuh,

ruangan ini memiliki beban yang paling berat. Bila ventrikel ini

memiliki beban kerja yang lebih maka lambat laun ototnya akan menebal

sehingga jantung sendiri butuh suplai O2 dalam darah lebih banyak

(untuk energi), hipertrofi ventrikel kiri ini biasanya disebabkan karena

hipertensi, ataupun adanya penyakit jantung koroner. Pada kasus tertera

hasil function mild-moderate with EF 35%. Sehingga gangguan pada

gerakan yang terjadi masih tergolong mild (ringan). Penurunan gerakan

pada bagian tertentu jantung bisa disebabkan karena hal seperti serangan

jantung (iskemia/infark yang menyebabkan otot jantung kurang/tidak

mendapatkan supali O2) inilah yang disebut penyakit jantung koroner

(Adriyanti, 2018).

Sedangkan pada hasil pemeriksaan angiographi disimpulkan adanya

CAD 3VD.CAD (Coronary Artery Disease) merupakan penyempitan

atau penyumbatan pembuluh darah arteri. CAD 3VD menggambarkan

adanya penyempitan pada ke 3 pembuluh darah utama jantung yaitu

RCA (Right Coronary Artery), LAD (Left Anterior Descendence) dan

LCX (Left Circimflex) pada kasus dijelaskan pada RCA adanya oklusi
77

total dan LAD, LCX menggambarkan adanya penyempitan lebih dari >

90%.

B. Diagnosa Keperawatan- Evaluasi

1. Diagnosa pertama

Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan kontraktilitas.

Diagnosa ini dijadikan diagnosa utama untuk kasus NSTEMI. Menurut

PPNI (2017) Penurunan curah jantung merupakan kondisi

ketidakadekuatan jantung untuk memompa darah memenuhi kebutuhan

metabolisme tubuh. Penyebab dari penurunan curah jantung yaitu

adanya perubahan irama jantung, perubahan kontraktilitas maupun

perubahan afterload. Berdasarkan kasus, diagnosa tersebut didukung

oleh data obyektif meliputi adanya palpitasi, Nadi 53x/menit, TD

108/71mmHG, nilai EF 35%, pasien mengalami dipnea, PND dan

orthopnea. Foto thorax kardiomegali dan oedema paru minimal.

Pada kasus dengan diagnosa utama penurunan curah jantung ini

memunculkan etiologi perubahan irama jantung yang ditunjukan

adanya bradikardi dan adanya gambaran aritmia, hal ini disebabkan

karena adanya perubahan kelemahan impuls listrik nodus sinotrial yang

bertuga mengontrol irama detak jantung dengan memproduksi impuls

ini mengalami kelemahan, hal ini mengakibatkan aliran impuls

bermasalah atau terhambat sehingga menyebabkan bradikardi karena

jantung tidak mengintruksikan untuk berdenyut dalam kecepatan

normal (60-100 x/menit). Kondisi ini dapat dikaitkan dengan kasus dari
78

pasien dimana pasien mengalami kerusakan jaringan jantung dari

penyakit jantung atau setelah mendapatkan serangan jantung (Gustini,

2017). Pada etiologi berikutnya yaitu perubahan afterload ditandai

dengan adanya dsipnea dan tekanan darah yang menurun, tekanan

darah yang menurun ini masih terkait dengan terjadinya bradikardi

karena kelistrikan jantung yang bermasalah sehingga jantung tidak

mampu memompa darah keluar dari jantung menuju keseluruh tubuh

sehingga tekanan sistolik maupun diastoliknya berkurang (Gustini,

2017).

Sedangkan pada kasus juga terjadi kejadian dispnea kondisi ini terkait

karena jantung yang tidak mampu memompa darah keseluruh tubuh

secara optimal sehingga sel- sel tubu tidak memperoleh pasokan

oksigen dan nutrisi yang cukup sehingga munculah dispnea yang

disertai mudah merasakan kelelahan (Khasanah, Yudoyono &

Surtiningsih, 2019). Etiologi yang muncul berikutnya yaitu perubahan

kontraktilitas jantung, penurunan kontraktilitas terjadi akibat fungsi

miokard yang tidak adekuat atau terkondisi sehingga ventrikel kiri tidak

dapat melakukan ejeksi lebih dari 60% dari volume akhir diastoliknya

(LVEDV), ditandai dengan menurunnya nilai Ejection Fraction (EF),

menurunnya nilai EF ini menunjukan adanya penurunan fungsi jantung

dalam memompa darah menurun, karena adanya gangguan pada

ventrikel kiri jantung dimana adanaya pembesaran pada otot jantung

sehingga fungsi jantung untuk memompa bermasalah.


79

Pada kasus tujuan yang ditetapkan 3x24 jam setelah dilakukan

intervensi keperawatan diharapkan penurunan cardiac output klien

dapat teratasi dengan kriteria hasil tanda- tanda vital dan hemodinamika

dalam batas normal, gambaran EKG tidak muncul gambaran aritmia

dan dispnea menurun, hal tersebut sudah sesuai dengan Standar Luaran

Keperawatan Indonesia. Sedangkan intevensi yang dilakukan untuk

mengatasi masalah tersebut adalah periksa hemodinamika sebelum dan

setelah aktivitas, monitor tekanan darah, intake output, BB tiap hari,

saturasi oksigen, keluhan nyeri dada, EKG, adanya aritmia atau tidak,

identifikasi gejala/tanda primer penurunan curah jantung, Beri oksigen

untuk mempertahankan saturasi oksigen .

Hal tersebut sesuai dengan Standar Intervensi Keperawatan Indonesia

(SLKI). Dilihat dari hari perawatan yang hanya dilakukan selama 2 hari

hal ini perlu diperhatikan kembali dimana menurut Djaya, Nasution &

Antono (2015) menjelaskan bahwa lama rawat pasien dengan gagal

jantung ini perlu mendapatkan perhatian khusus di rumah sakit

(average length of stay in hospital / ALOS) seringkali digunakan

sebagai standar indikator efisiensi tata laksana. Lama rawat rata- rata

didefinisikan sebagai rerata jumlah hari pasien menjalani perawatan

dirumah sakit. Lama rawat pasien gagal jantung sangat bervariasi

antara penelitian satu dengan yang lainnya. Lama rawat berkisar 4

sampai 21 hari. Lama hari rawat pasien dengan gagal jantung

tergantung kondisi penderita seperti jenis kelamin, usia, pendidikan

terakhir, pekerjaan, kelas fungsional jantung dan kejadian rawat inap


80

berulang selama setahun. Berdasarkan Sagala et al (2012) lama hari

rawat inap rata- rata pasien gagal jantung adalah 6 hari.

Pemantauan tanda- tanda vital harus dievaluasi berdasarkan status

kesehatan pasien saat ini dan sebelumnya dan dibandingan dengan

standar normal yang ada. Tanda- tanda vital ini harus dilihat secara

kolektif untuk memantau fungsi tubuh (Berman, 2009). Pemantauan

tanda- tanda vital pada pasien CHF sangat penting jika terjadi

perubahan tekanan darah.Perubahan peningkatan tekanan darah pada

pasien CHF ditentukan oleh curah jantung dan resistensi perifer. Ketika

curah jantung meningkat maka frekuensi denyut jantung dan beban

kerja jantung akan meningkat, hal tersebut mengakibatkan

kontraktilitas otot jantung tidak berfungsi dengan normal, sehingga hal

tersebut dapat menyebabkan gagal jantung (Khasanah, Yudono &

Surtiningsih, 2019).

Evaluasi yang didapatlan selama hari perawatan bahwa pasien

mengatakan bernafas sudah lebih nyaman, tetapi masih terasa

memberta saat melakukan aktivitas, hemodinamika masih tidak stabil

saat istirahat ataupun setelah aktivitas, TD 97/65 mmHg, nadi 58

x/menit dan RR 20 sebelum aktivitas sedangkan sesudah aktivitas TD

105/82 mmHg, nadi 62x/menit dan RR 24 x/menit serta ADL masih

dibantu keluarga tetapi tingkat kebutuhan partial score meningkat dari

40 menjadi 45. Dari hasil evaluasi disimpulkan bahwa masalah

penurunan curah jantung ini belum teratasi masih harus


81

mempertahankan intervensi keperawatan antara lain mempertahankan

monitor TTV dan monitor terhadap intoleransi aktivitas. Evaluasi yang

belum tercapai kmeungkinan karena hari perawatanb yang hanya

dilakuakn selama 2 hari sehingga hari perawatan kuranag

maksimal.Menurut Standar Luaran Keperawatan Indonesia hasil yang

diharapkan seharusnya Kekuatan Nadi perifer meningkat, Nilai EF

meningkat, Gambaran EKG aritmia menurun sedangkan pada kasus

masih tedapat gambaran infark dan masih terdapat bradikardi

(ketidakstabilan hemodinamika setelah atau sebelum aktivitas).

Selain penjelasan dari hari perawatan yang kurang maksimal, hasil

evaluasi yang belum tercapai juga dilihat dari standar kriteria hasil.

Pada kasus intervensi yang dilakukan membantu pasien memberikan

posisi semifowler 60 derajat untuk mengurangi dispnea tidak cukup

efektif, dikarenakan rasa sesak yang memberat pada pasien gagal

jantung ini berbeda dengan keadaan sesak pada pasien dengan penyakit

lainnya yang akan memnurun dengan posisi semifowler 60 derajat

karena hal ini adanya ventilasi yang maksimal. Keadaan sesak ini

dikarenakan adanya ronchi pada 1/3 basal, hal ini diakibatkan karena

akibat penumpukan cairan yang terjadi akibat kompensasi dari

peningkatan hidrostatik pada pulmonary vascular yang berdampak

terhadap transudasi cairan ke dalam alveoli. Bila hal ini berlangsung

lama maka akan terjadi edema paru (Morton, 2011).

Rencana tindak lanjut pada Tn.W dengan diagnosa penurunan curah


82

jantung yaitu intervensi perawatan jantung dengan tindakan yang dapat

dilakukan identifikasi tanda/gejala primer penurunan curah jantung

(meliputi dispnea, edema, ortopnea, PND, peningkatan CVP), monitor

tekanan darah, posisikan pasien fowler atau semi-fowler dengan kaki

ke bawah atau posisi nyaman, anjurkan beraktivitas fisik sesuai

toleransi, kolaborasi pemberian antiaritmia, jika perlu (Tim Pokja SIKI,

2018).

2. Diagnosa kedua

Nyeri akut berhubungan dengan agens pencedera fisiologis (mis. Iskemia). Penulis menega
berintesitas ringan hingga berat yang berlangsung kurang dari 3bulan.

Berdasarkan teori masalah nyeri muncul pada pasien NSTEMI

diakibatkan karena ruptur plak aterosklerosis yang diikuti pembentukan

trombus pada lesi. Trombus yang terbentuk kemudian kembali ditutupi

oleh plak aterosklerosis sehingga pembuluh darah semakin menyempit.

Plak yang ruptur akan menyumbat pembuluh darah dan menyebabkan

perubahan pada gambaran pemeriksaan EKG, yang menunjukan


83

gambaran adanya iskemia. Bila iskemik berlanjut, nekrosis dapat

terjadi pada otot miokardium yang ditandai dengan peningkatan level

enzym jantung.

Kondisi iskemia jaringan otot jantung inilah yang biasanya muncul

symptom nyeri (Isriani, 2018). Batasan yang menegakkan diagnosa ini

adalah pasien mengekspresiken meringis kesakitan (Herdman, 2017).

Data yang mendukung dari kasus yaitu saat nyeri datang pasien

nampak memegangi perut dan menutup mata.

Tujuan setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3x24 jam

diharapkan keluhan nyeri menurun, menahan nyeri menurun, gelisah

menurun dan frekuensi nadi normal. Rencana keperawatan yang

akan dilakukan adalah manajemen nyeri dengan mengkaji karakteristik

nyeri, memberikan terapi non farmakologi untuk mengurangi nyeri dan

kolaborasi pemberian analgesik. Untuk manajemen mandiri, lakukan

diskusi tentang nyeri yang dirasakan pasien dan ajarkan pasien untuk

mengkaji karakteristik serta cara mengkompensasi nyeri secara

mandiri.

Tindakan keperawatan yang sudah dilakukan adalah mengkaji

karateristik nyeri, mengajarkan tekhnik nafas dalam untuk mengatasi

nyeri saat muncul, dan memberikan posisi nyaman. Dalam teori

dijelaskan bahwa saat dilakukan teknik relaksasi napas dalam , pasien

merelaksasikan otot-otot skelet yang mengalami spasme yang


84

disebabkan oleh peningkatan prostalgadin sehingga terjadi vasodilator

pembuluh darah dan akan meningkatkan aliran darah ke daerah yang

mengalami spasme dan iskemik. Kemudian mampu merangsang tubuh

untuk melepaskan opoiod endogen yaitu endorphin dan enkefalin, yang

mana opoid ini befungsi sebagai (analgesik alami) untuk memblokir

reseptor pada sel-sel saraf sehingga menganggu transmisi sinyal rasa

sakit (Priyanto, Idea, 2019). Maka dapat menyebabkan frekuensi rasa

nyeri berkurang, periode relaksasi yang teratur dapat membantu

mengatasi keletihan dan ketegangan otot yang terjadi dengan nyeri

kronis yang meningkatkan nyeri (Achmad, 2018).

Tindakan keperawatan selanjutnya kolaborasi dengan dilakukan

kolaborasi pemberian analgesik, pada kasus ini nyeri yang dialami

pasien adalah nyeri yang dikarenakan iskemia, sehingga terapi obat

yang diberikan disini adalah terapi ISDN 1x 10mg, dimana ISDN

merupakan golongan obat vasodilator untuk mengatasi angina atau

nyeri dada, obat ini bekerja untuk melemaskan dan melebarkan

pembuluh darah sehingga darah mengalir lebih lancar (Rahayu &

Amrin, 2012). Menurut Gustia (2017), mengatasi nyeri dengan non

farmakologi seperti tekhnik nafas dalam, dan relaksasi progresif untuk

menurunkan nyeri dada.

Evaluasi hari terakhir setelah perawatan didapatkan data subyektif dari

pasien yaitu nyeri yang dirasakan di ulu hati masih dirasakan tetapi

skala nyeri sudah menurun dari 8 menjadi 3, frekuensinya pun


85

berkurang.Tetapi gambaran EKG masih didapatkan adanya gambaran

infark. Keberhasilan menurunkan nyeri kemungkinan berasal dari

pasien secara mandiri dimana pasien mampu mengkaji karakteristik

nyerinya dan mampu mengurangi nyerinya secara mandiri seperti

melakukan relaksasi nafas dalam saat nyeri datang dan pemberian obat

anti nyeri yang sudah diberikan.

Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan pada Achmad, Dewi & Mila (2018) bah
2015).

Rencana tindak lanjut pada Tn.W dengan diagnosa nyeri akut dan

intervensi manajemen nyeri tindakan yang dapat dilakukan yaitu

mengkaji karakteristik nyeri, memberikan terapi non farmakologi untuk

mengurangi nyeri dan kolaborasi pemberian analgesik (Tim Pokja

SIKI, 2018).
86

3. Diagnosa ketiga

Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara

suplai O2 dan kebutuhan oksigen. Dignosa intoleransi aktivitas adalah

ketidakcukupan energi psikologis atau fisiologis untuk melanjutkan

atau menyelesaikan aktifitas kehidupan sehari-hari yang harus atau

yang ingin dilakukan (PPNI, 2017). Diagnosa intoleransi aktivitas

didukung oleh data subjektif: pasien mengatakan kelelahan setelah

melakukan aktivitas, data objektif: pasien jika diajak berbicara lama

tidak kuat, aktivitas pasien dibantu. Hal ini sesuai dengan gejala dan

tanda mayor (PPNI, 2017) bahwa gejala dan tanda mayor intoleransi

aktivitas yaitu mengeluh lelah, merasa tidak nyaman setelah

beraktivitas, merasa lemah, dan tekanan darah berubah.

Masalah intoleransi aktivitas muncul karena pasien mengalami

penurunan curah jantung sehingga menyebabkan suplai O2 ke jaringan

menjadi tidak adekuat. Hal ini ditandai adanya keluhan seperti

kelelahan atau mudah lelah setelah beraktivitas (Mutaqqin, 2009).

Tujuan yang diharapkan setelah melakukan tindakan keperawatan

selama 3x 24 jam diharapkan pasien tidak mengalami intoleransi

aktivitas sesuai dengan kriteria hasil TTV dalam rentang normal 120/80

mmHg, nadi 60-100x/menit, RR 16-20x/menit, mampu melakukan

aktivitas secara mandiri (makan, minum maupun mandi).


87

Nursing Intervention Clasification (NIC) yang ditetapkan oleh penulis

adalah memonitor tanda-tanda vital pasien saat istirahat, saat

beraktivitas dan setelah melakukan aktivitas untuk mengetahui apakah

adanya peningkatan atau penurunan tanda-tanda vital pada pasien,

jelaskan pentingnya beraktivitas secara bertahap, bantu pasien untuk

mengidentifikasi apa saja aktivitas yang dapat dilakukan secara mandiri

oleh pasien, ajarkan mobilisasi/beraktivitas sesuai kemampuan pasien,

ajarkan range of motion yang bertujuan untuk mencegah penggunaan

oksigen yang berlebihan, dan kolaborasi dengan dokter tentang

pemberian oksigen (Wilkison, 2011).

Implementasi yang sudah dilakukan terhadap pasien yang dilakukan

penulis sudah sesuai dengan yang direncanakan antara lain: memonitor

tanda-tanda vital saat istirahat, saat aktivitas maupun setelah aktivitas,

mengajarkan ROM, mengajarkan aktivitas secara bertahap dan

mengkolaborasikan dengan dokter tentang pemberian oksigen.

Aktivitas secara bertahap sangat berpengaruh untuk pasien dengan

gagal jantung. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh

Kuswardani, Amanawati & Abidin (2017) bahwa terapi latihan dapat

mengurangi derajat sesak napas, spasme otot pernapasan pada pasien

NSTEMI dengan nilai sig (<0,05). Latihan ini juga bertujuan untuk

meningkatkan kekuatan otot, memelihara lingkup gerak sendi, dan

mencegah perlengkatan jaringan lunak (Apley, 2015).


88

Evaluasi pada pasien hari ketiga telah didapatkan data subjektif pasien

mengatakan sudah dapat melakukan aktivitas seperti makan, tetapi

masih sesak napas jika ke kamar mandi. Data objektif yang didapatkan

kesadaran pasien composmentis, tekanan darah sebelum beraktivitas

110/70 mmHg, setelah aktivitas 120/80 mmHg, pasien tampak lebih

rileks. Berdasarkan evaluasi yang didapatkan penulis menyimpulkan

bahwa masalah intoleransi aktivitas teratasi, hentikan intervensi karena

pasien pulang. Hal ini sesuai dengan penelitian Budiyanti (2013) bahwa

tindakan keperawatan untuk mengatasi intoleransi aktivitas diperoleh

hasil bahwa level toleransi aktivitas pasien dari hari ke hari mengalami

peningkatan. Keluhan sesak napas dan kelelahan berkurang selama

maupun sesudah melakukan aktivitas, dan pasien mampu melakukan

latihan aktivitas secara bertahap sesuain dengan kondisi pasien

(Wijayanti, 2012).

Rencana tindak lanjut pada Tn.W dengan diagnosa intoleransi aktivitas

tindakan yang dapat dilakukan yaitu identifikasi gangguan fungsi tubuh

yang menmgakibatkan kelelahan, monitor lokasi dan ketidaknyamanan

selama melakukan aktivitas, ajarkan latihan gerak pasif atau aktif,

anjurkan melakukan aktifitas secara bertahap (Tim Pokja SIKI, 2018).

4. Diagnosa keempat

Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar informasi.

Menurut PPNI (2017) defisit pengetahuan adalah ketiadaan atau

kurangnya informmasi kognitif yang berkaitan dengan topik tertentu.


89

Dalam diagnosa ini terdapat kondisi terkait yang disebutkan seperti

penyakit jantung kongestif, yang berhubungan dengan kasus Tn.W. dari

kasus didapatkan tanda gejala mayor dari pasien dimana

mengeskpresikan/ menunjukkan perilaku yang tidak sesuai anjuran,

menunjukkan persepsi yang kekliru terhadap masalah. Dalam kasus

didapatkan data subjektif pasien mengatakan suka makan-makanan

yang asin, bersantan dan gorengan. Pasien tidak mau minum obat jika

tidak muncul tanda gejala sakit pada dada.

Upaya- upaya pencegahan yang harus dilakukan oleh pasien dengan

penyakit jantung justru sangat penting dilakukan demi mencegah

komplikasi yang memburuk (Udjianti, 2013). Dari segi upaya medis,

pasien dapat menjalani intervensi untuk mengatasi permasalahan PJK

yaitu dengan intervensi koroner perkutan (IKP) atau oprasi bedah

pintas koroner, sehingga plaque / aterosklerosis mampu memecah dan

dapat melancarkan kembali aliran darah ke jantung (AHA, 2020).

Sedangkan upaya yang dapat dilakukan dari individu itu senddiri

adalah patuh menjalankan pola hidup sehat. Pola hidup adalah nilai dan

perilaku yang diambil seseorang dalam kehidupan sehari- hari

(Engelbrecht, Nel & Jacobs, 2009). Pola hidup yang sehat akan

meningkatkan kualitas hidup pasien itu sendiri, sehingga mampu

menurunkan faktor resiko terjadinya PJK berulang. Pola hidup sehat ini

meliputi berhenti merokok, diet rendah lemak, menurunkan kadar

kolestrol darah, latihan secara teratur, kontrol tekanan darah bagi

penderita hioertensi dan kontrol gula darah bagi penderita DM serta


90

patuh dalam pengobatan dan manajemen stres (Harun, Ibrahim &

Rafiyah, 2016).

Pengetahuan tentang perilaku hidup sehat inilah yang harus

ditingkatkan dan dipatuhi, karena kepatuhan pasien untuk menjalankan

pola hidup sehat adalah penting untuk keberhasilan intervensi yang

sudah diberikan sebelumnya. Namun resiko terjadinya PJK akan selalu

mengalami resiko kekambuhan karena adanya faktor resiko lain seperti

karena adanya riwayat keluarga dengan PJK, usia, adanya hipertensi ,

diabetes militus dan stress (Widyastuti, 2011).

Dalam mengoptimalakan hal yang ingin dicapai dari intervensi yaitu

pasien bersedia mengatakan kemaunnya mematuhi program perawatan

dan pengobatan dan mau mengikuti anjuran yang sudah disampaikan,

maka intervensi yang dilakukan adalah memantau faktor resiko yang

mempengaruhi fungsi jantung pasien seperti lifestyle, hipertensi,

riwayat keluarga dengan jantung, diit yang harus diterapkan untuk

pasien gagal jantung dan berikan pendidikan kesehatan mengenai

persiapan pulang dan kepatuhan- kepatuhan apa saja yang harus

dilakukan dirumah dan ajarkan pasien dan keluarga untuk

mengidentifikasi adanya tanda gejala terjadinya PJK berulang.

Implementasi yang dilakukan perawat selama perawatan di Rumah

Sakit salah satunya yaitu memberikan edukasi. Pengetahuan mengenai

kondisi terkait dari pasien lebih dalam. Seperti pengetahuan mengenai


91

kepatuhan minum obat, pengetahuan kepatuhan kontrol dan

pengetahuan mengenai penyakitnya sendiri, menurut penelitian yang

dilakukan oleh Harun & Ibrahim (2016) dengan judul “Hubungan

Pengetahuan Terhadap Kepatuhan Menjalankan Pola Hidup Sehat Pada

Pasien Pasca Intervensi Koroner Perkutan Di RSUP DR. Hasan Sadikin

Bandung” menyimpulkan bahwa adanya hubungan yang signifikan

mengenai pengetahuan dengan kepatuhan menjalankan pola hidup

sehat, dan saran dari penelitian ini adalah perawat sebaiknya

memperhatikan pengetahuan pasien saat memberikan intervensi dalam

meningkatkan kepatuhan menjalankan pola hidup sehat pada pasien

saat perawatan dirumah

Setelah dilakukan implementasi selama 2 hari perawatan, didapatkan

hasil evaluasi akhir pada tanggal 20 Desember 2016 yaitu, pasien dan

keluarga mengatakan bahwa yang ikut serta selama perawatan pasien

adalah istrinya karena tahu kebiasaaan sehar- harinya. Serta bersedia

dalam proses perawatan selama di RS dan nanti saat dirumah. Dari

pasien juga sudah mematuhi mau untuk membatasi cairan rutin minum

obat dan bila muncul gejala seperti sesak nafas, keringat dingin, nyeri

dada dan lainnya maka akan segera pergi ke fasilitas kesehatan. Dari

evaluasi tersebut disimpulkan pasien sudah mampu mematuhi anjuran-

anjuran dari pihak keperawatan dan harus terus ditingkatkan. Dari

keperawatan RS juga harus terus melanjutkan intervensi yang sudah

dilakukan sebelumnya.
92

Rencana tindak lanjut pada Tn. W dengan diagnosa defisit pengetahuan

dan intervensi keperawatan edukasi kesehatan tindakan yang dapat

dilakukan yaitu identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima

informasi, sediakan materi dan media pendidikan kesehatan, berikan

kesempatan untuk bertanya, jelaskan faktor resiko yang dapat

mempengaruhi kesehatan, ajarkan perilaku hidup persih dan sehat (Tim

Pokja SIKI,2018).

C. Diagnosa yang tidak muncul

1. Hipervolemia

Hipervolemia adalah peningkatan volume intravaskuar, interstisial, dan/atau intraseluler. Disert


bawah.

Kondisi ini sesuai dengan teori Herman (2010) yang menjelaskan

bahwa fungsi utama jantung adalah mendorong darah agar dapat

mengalir dengan lancar didalam pembuluh pada sitem sirkulasi pada


93

seluruh tubuh. Darah membawa kebutuhan pokok jaringan berupa

oksigen dan nutrisi serta bahan buangan dari sisa metabolisme sel

dan jaringan. Dengan berkontraksinya otot jantung darah dapat

mengalir keseluruh pembuluh darah yang ada didalm tubuh. Bila

jantung tidak lagi berkontraksi maka aliran darah akan terhenti dan

sisa metabolisme akan menumpuk menjadi toksik. Akibatnya retensi

cairan menjadi sangat banyak dan volume darah menjadi sangat

meningkat sehinggan tekanan filtrasi kapiler menjadi tinggi yang

akhirnya menimbulkan edema.

2. Ansietas

Sesuai teori terdapat adanya diagnosa ansietas. Diagnosa Ansietas

menurut PPNI (2017) adalah kondisi emosi dan pengalaman

sebjektif individu terhadap objek yang tidak jelas dan spesifik akibat

antisipasi bahaya yang memungkinkan individu melakukan tindakan

untuk menghadapi ancaman.

Diagnosa ini terkaitan berhubungan dengan kurangya terpapar

informasi dan ditandai dengan adanya kebingungan khawatir gelisah

tegang serta kesulitan tidur, sedangkan tanda obyektif yaitu nadi

meningkat, RR meningkat, dan TD meningkat. Pada kasus tidak

didapatkan banyak data seperti datas dari pasien.


94

Pasien tidak mengungkapkan kekhwatiran serta kecemasan berlebih.

Sedangkan hemodinamika yang tidak stabil kemungkinan

dikarenakan bukan karena kecemasan melainkan merupakan tanda

dari diagnosa lainnya. Sehingga penulis tidak menambahkan

diagnosa ansietas ini ke dalam diagnosa yang ditegakkkan.


BAB V

PENUTUP

A. Simpulan

1. Pengkajian fokus yang harus dilakukan pada kasus ini gambaran hasil

EKG didapatkan hasil sinus ritme dengan old infark interior dan

infark area septal disertai ST depresi di Avl, T inverted di lead I, Avl,

V5, V6 dan adanya peningkatan enzym jantung disertai rasa nyeri di

ulu hati yang menyebar, hal ini sudah sesuai dengan teori sehingga

dapat disimpulkan kasus yang didapat adalah NSTEMI.

2. Diagnosa utama penurunan curah jantung berhubungan dengan

perubahan irama jantung, perubahan afterload dan perubahan

kontraktilitas yang didukung oleh data mayor didapatkan adalah dari

data subyektif : pasien mengeluh sesak nafas tidak memberat data

obyektif didapatkan hasil pasien berbaring lemah di tempat tidur dan

mudah sesak saat diajak banyak bicara, posisi semifowler dengan

hasil laboratorium enzym jantung nilai EF 35% sehingga ditegakkan.

3. Intervensi yang akan dilakukan pada Tn. W yang berpedoman pada

Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI). Dari diagnosa

pertama yaitu penurunan curah jantung b.d perubahan irama jantung,

perubahan afterload dan gangguan kontraktilitas akan dilakukan

93
94

intervensi perawatan jantung dan perawatan jantung akut, pada

diagnosa kedua yaitu nyeri akut b.d agen cidera fisiologis (iskemia)

akan dilakukan intervensi manajemen nyeri, edukasi manajemen

nyeri, pemantauan nyeri dan pemberian obat. Sedangkan diagnosa ke

tiga yaitu intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan antara suplai O2

dan kebutuhan oksigen akan dilakukan intervensi toleransi aktivitas,

manajemen latihan. Dan diagnosa keempat yaitu deficit pengetahuan

yang akan dilakukan intervensi , edukasi keesehatan, bimbingan

antisipatif, manajemen kesehatan dan manajemen perilaku.

4. Implementasi yang dilakukan hanya dilakukan selama 3 hari, tetapi

sudah menyeluruh dari rencana intervensi. Pada setiap harinya

implementasi dilakukan sesuai dengan kondisi pasien.

5. Evaluasi yang dilakukan setelah dilakukan tindakan perawatan selama

3x 24 jam. Dari hasil evaluasi dapat dilihat bahwa diagnosa pertama

dengan penurunan curah jantung teratasi sehingga harus

menghentikan intervensi karena pasien pulang, untuk diagnosa ke

dua dilihat dari hasil subyektif pasien adanya penurunan skala nyeri

dan berkurangnya frekuensi nyeri dapat dikatakan intervensi terpenuhi

sebagian dan masih mempertahankan intervensi, sedangkan pada

evaluasi diagnosa ketiga intoleransi aktivitas teratasi sehingga harus

menghentikan intervensi karena pasien pulang, dan untuk diagnosa

akhir defisit pengetahuan pasien mengatakan akan berupaya

mengubah pola hidupnya menjadi lebih baik sehingga intervensi tetap

dipertahankan. Tidak maskimalnya hasil kriteria yang di


95

ekspektasikan kemungkinan terjadi karena hari perawatannya yang

hanya 3 hari saja.

B. Saran

1. Bagi Pelayanan Kesehatan

Hendaknya lebih meningkatkan ilmu pengetahuan (knowledge) dan

keterampilan (skill) cara merawat pasien dengan diagnosa medis

CAD- NSTEMI dan mengevaluasi dengan menggunakan standar

asuhan keperawatan pada pasien CAD yang telah dirumah sakit,

sehingga dalam memberikan pelayanan tidak hanya mengatasi

masalah biologis dan fisiknya saja, tetapi mencakup aspek kehidupan

manusia secara biopsikososial dan spiritual yang komprehensif guna

meningkatkan proses penyembuhan

2. Bagi Mahasiswa agar selalu terus mengasah dan memperdalam ilmu

yang telah di peroleh sehingga dapat bermanfaat di masyarakat dalam

pemberian asuhan keperawatan yang komprehensif dan profesional.

3. Bagi perkembangan ilmu keperawatan agar selalu memperbaruhi

referensi dalam memberikan intervensi keperawatan


DAFTAR PUSTAKA

Aaronson, Phillip I., and Ward, Jeremy PT. (2010). At a Glance Sistem
Kardiovaskular 3th ed. Jakarta: Erlangga

Adriyanti Anisa R, Fithra E & Hardisman. (2018). Gambaran Fungsi Ginjal


pada Pasien Gagal Jantung Dengan Fraksi Ejeksi Menurun dan
Fraksi Ejeksi Normal di RSUP Dr. M.Djamil
Padang.
http://jurnal.fk.unand.ac.id/index.php/jka/article/view/749 diakses
pada 17 Juli 2020

Brashers. (2010). Buku Ajar Praktek Keperawatan Klinis Alih bahasa Eny
Meilliya & Esti Wahyuningsih. Jakarta: EGC

Francika Bosnjak. (2012). The Influence of Health Education on Life


Quality of Patients with Hypertension. Original article 1 diakses
pada 17 Juli 2020

Hajira Basit & Malik Ahmad. (2020). Non ST Sement Elevation (NSTEMI)
Myocardial Infarction https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books
/NBK513228/ diakses pada 15 Juli 2020

Herdman, T Heather. (2018). NANDA-1 Diagnosis Keperawatan Definisi


dan Klasifikasi 2018- 2020. Jakarta: EGC

Hidayat, A Alimul. (2011). Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia Aplikasi


Konsep Keperawatan. Jakarta: EGC

Hudak, C.M & Gallo, B, M. (2011). Keperawatan Kritis: Pendekatan


Holistik Edisi 6 Diterjemahkan oleh Asih. Jakarta: EGC

Ida Bernida & Tantani Sugiman. (2016). Asuhan Respirasi dan Kegawat
daruratan.nJakarta: Fakultas kedokteran Universitas Indonesia.

Kasron. (2012). Kelainan dan Penyakit Jantung: Pencegahan serta


Pengobatannya. Yogyakarta: Nuha Medika

Kaul P, Ezekowitz JA, Armstrong PW, et al. (2013). Incidence of heart


failure and mortality after acute coronary syndromes. Am Heart
J.diakses pada 11 Juli 2020
Kimberly A.J. (2012). Kapita Selekta Penyakit dengan Implikasi
Keperawatan.Jakarta: EGC

Kusuma, H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnose


Medis dan NANDA NIC NOC Edisi Revisi. Jogjakarta:
Medication Publishing

Lemone, Priscillia., Karen Burke, dan Gerene Bauldoff alih bahasa Nike
Budhi Subekti. (2016). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah:
Gangguan Kardiovaskuler. Jakarta: EGC

Loscalzo Joseph. (2014). Pulmonologi dan penyakit kritis edisi 2. Jakarta:

EGC Morton, Patricia gonce, et al. (2011). Keperawatan Kritis:

Pendekatan Asuhan Holistik Volume 1. Jakarta: EGC

Murti Kurnia A. (2019). Gambaran Lama Hari Rawat Inap Pasien Dengan
Gagal Jantung di RSUD DR. MOEWARDI Kota Surakarta.
www.indonesiajournslchest.com diakses pada 16 Juli 2020

Muttaqin, Arif. (2014). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan


Gannguan Sistem Kardiovaskuler dan Sistem Hematologi. Jakarta:
Salemba Medika

Nurarif A.H dan Hardi Kusuma. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan


Berdasarkan Diagnosa Medis. Yogjakarta: Medication

Padila. (2012).Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.Yogjakarta: Nuha

Medika Perki. (2015). Pedoman Tatalaksana Gagal Jantung Edisi 1.

www.inheart.org diakses 10 Juli 2020

Rahayu Sunarsih, Amrin. (2012). Pengaruh Intervensi Nonfarmakologi dan


Farmakologi Terhadap Penurunan Intensitas Nyeri Pasa Pasien
Penyakit Jantung Koroner Di ruang ICCU RSU Kota Langsa
Tahun 2012
http://jurnalkeperawatanglobal.com/index.php/jkg/article/view/9
diakses pada 11 Juli 2020

Rempengan, Starny Homenta. (2014). Buku Praktis Kardiologi.


Jakarta:Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Riskesdas. (2018). Riset Kesehatan Dasar, Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI. Jakarta.

Rohmah N & Walid S. (2010). Proses Keperawatan Teori dan Aplikasi.


Yogjakarta: AR- RUZZ MEDIA

Rukman, Kiswari. (2014). Hematologi & Tranfusi. Jakarta: Erlangga

Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia Edisi 1 Cetakan III (Revisi).


(2017).
Penerbit: Dewan Pengurus Pusat PPNI

Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Edisi 1 Cetakan II. (2018).


Penerbit: Dewan Pengurus Pusat PPNI

Standar Luaran Keperawatan Indonesia Edisi 1 Cetakan II. (2019). Penerbit:


Dewan Pengurus Pusat PPNI

Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, dkk. (2010). Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam jilid II Edisi V. Jakarta :Interna Publishing

Thaler, S Malcom. (2011). Satu- satunya Buku EKG. Jakarta:FKUI

Udjianti, Wajan Juni. (2010). Keperawatan Kardiovaskuler. Jakarta:


Salemba Medika

Yancy, CW.(2013).Guideline for The Managemenbt of Heart Failure.


American Heart Accosiation

Yuniadi, Yoga., Dony Y Hermanto & Bambang B Siswanto. (2017). Buku


Ajar Kardiovaskuler jilid 2. Jakarta: Sagung Seto
LAMPIRAN
LAMPIRAN 1

LEMBAR KONSULTASI

Nama : Intan Ayu Septi Anggreni

NIM 520058

JUDUL KTIN : Asuhan Keperawatan Coronary Artery Disease (CAD) dan

Non ST Elevation Myocardial Infraction (NSTEMI) dengan Penurunan

Curah Jantung

NO. HARI/ POKOK BAHASAN TANDA TANGAN

TANGGAL DAN KOREKSI PEMBIMBING

1. Sabtu, 14 Konsul Judul

Agustus Konsul bab 1-3

2021 Koreksi :

- Bab 1 tambahkan

untuk prevalensi

pasien CAD- Ns.Felicia Risca

NSTEMI R.,M.Kep.Sp.Kep.MB

- Bab 2, teori

penyakit dimulai

dari penyakit CAD

- Bab 3, Resume

kasus hanya data

abnormal
2. Senin, 23 Konsul bab 1-5

Agustus Koreksi :

2021 Bab 4, tambahkan sumber

pustaka

Ns.Felicia Risca

R.,M.Kep.Sp.Kep.MB

3. Minggu, 29 Konsul bab 1-5

Agustus

2021

Ns.Felicia Risca

R.,M.Kep.Sp.Kep.MB

4. Minggu, 29 ACC sidang

Agutus

2021

Ns.Felicia Risca

R.,M.Kep.Sp.Kep.MB

5. Rabu, 8 Konsul KTIN lengkap

September Koreksi :

2021 - Perbaiki penulisan

- Cek penulisan

masih ada yang Ns.Dwi Fitriyanti, M.Kep

Calibri
6. Sabtu, 11 Revisi KTIN

September Koreksi :

2021 - Tambahkan

rencana tindak

lanjut di per Ns.Dwi Fitriyanti, M.Kep

diagnosa

- Perbaiki penulisan

7. Kamis, 23 Revisi KTIN lengkap

September Koreksi :

2021 Bab 5, perbaikan untuk

bagian saran Ns.Dwi Fitriyanti, M.Kep

8. Kamis, 23 Konsul KTIN lengkap

September Koreksi :

2021 - Bagian judul tidak

memakai kata RS

- Tambahkan abstrak Ns.Felicia Risca

bahasa inggris R.,M.Kep.Sp.Kep.MB

9. Jumat, 24 ACC KTIN

September

2021

Ns.Dwi Fitriyanti, M.Kep

10. Jumat, 24 ACC KTIN

September

2021 Ns.Felicia Risca

R.,M.Kep.Sp.Kep.MB
LAMPIRAN 2
LAMPIRAN 3
LAMPIRAN 4

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN KONSEP TEORI DOROTHEA OREM


PADA Tn. W dengan NSTEMI TIMI 4/7, GRACE 148, CRUSADE 37, CONGESTIF
HEART
FAILURE Fc II PADA OLD INFERIOR MCI, HIPERTENSI, CORONARI
ARTERY DISEASES 3 VESSEL DISEASE DAN INSUFISIENSI RENAL

DI INTERMEDIATE WARD MEDICAL RSJPDHK

PENGKAJIAN
Identitas Pasien
Nama : Tn. W No RM : 2016-417439
Jenis Kelamin : laki-laki Tanggal masuk RS : 17 Desember 2016
Usia : 59 tahun Tanggal pengkajian : 19 Desember
2016 Alamat : Jagakarsa, Jakarta Dx awal: NSTEMI, CHF Fc II pada old
inferior MCI Suku : Jawa hipertensi, CAD 3 VD,
insufisiensi renal Agama : Islam
Pekerjaan : swasta
Status : menikah

BASICS CONDITIONING FACTORS


1 Usia Pasien berada pada kelompok usia > 55 tahun (59 tahun) yaitu termasuk
dalam kelompok usia resiko tinggi pada kondisi penyakit yang kronis

2 Jenis Kelamin Pasien seorang ayah dengan 2 orang anak, saat ini pasien tinggal dengan istrinya
saja.

3 Status Pasien merupakan seorang ayah sebaga tulang punggung keluarga yang berpenghasilan
perkembangan menetap yang dapatmencukupi kebutuhan keluarganya. Selama proses asuhan pasien
kooperatif dan mempunyai respon yang baik
terhadap perawat dan petugas kesehatan lainnya.
4 Status kesehatan Riwayat kesehatan dahulu:
dan keadaan Pasien memiliki riwayat hipertensi saat berumur 30an (± 20 tahun yang lalu), saat itu
fisik gejala dirasakan seperti pusing dan tengkuk terasa berat, pasien hanya ke puskesmas
untuk cek tekanan darah, mendapatkan obat tapi tidak dikonsumsi karena memiliki
keyakinan usia masih muda penyakit akan sembuh dengan sendirinya.
Gejala yang dirasakan selanjutnya sekitar 2 tahun terakhir ini pasien mengatakan
mudah merasa lelah, terkadang seperti orang mau pingsan. Yang dilakukan saat
itu hanya beristirahat dan tidak memeriksakan diri ke fasilkes. Pasien mengatakan
sejak saat itu aktivitas menurun, dan produktifitas kerja berkurang karena cepat
lelah.

Riwayat kesehatan sekarang :


Pasien sebelumnya pada awal Desember pernah dirawat di RS Jairah dengan keluhan
nyeri di epigastrik hilang timbul dengan durasi yang lama, setelah dilakukan
pemeriksaan di sana, didapatkan adanya kardiomegali dari
hasil rontgen sehingga dokter menyarankan untuk melanjutkan perawatan di RS
Mitra Keluarga untuk tindakan selanjutnya.
Di RS Mitra Keluarga masih dengan keluhan sama yaitu nyeri di epigastric
dengan frekuensi yang bertambah dan skala nyeri mencapai 8. Di sana dilakukan
beberapa pemeriksaan seperti angiography, rontgen thoraks, dan echocardiography
(hasil terlampir). Hasil angio didapatkan CAD 3VD sehingga pasien diminta untuk
mengkonsultasikan hasil pemeriksaan di RS Harapan Kita terkait perlu tidaknya
tindakan CABG.

Sesampainya di rumah pada hari Jumat (16 Des), pasien merasakan nyeri berulang
dan lebih berat dari sebelumnya, sehingga memutuskan langsung ke RS Harapan
Kita. Pasien datang ke IGD RS Harapan Kita (17 Des) dengan keluhan nyeri di ulu
hati, dengan skala 8, rasanya seperti ditusuk- tusuk, durasi <20 menit, menjalar
sampai ke dada kiri, hilang timbul.
Tekanan darah : 122/71mmHg, nadi 80 x/mnt, RR
20x/mnt, Suhu 36.50C, SaO2 100%

Selain itu, gejala yang dirasakan pasien antara lain nyeri dada berulang yang semakin
sering dirasakan sejak 1 bulan terakhir dan 1 hari SMRS yang paling berat dirasakan,
tidak ada keringat dingin, tidak ada muntah, ada keluhan mual. Terdapat sesak napas
namun tidak memberat, dipsnea on effort, paroxysmal nocturnal dyspnea, orthopnea
position, tidur menggunakan 2 bantal, tidak ada edema.
Penatalaksanaan di IGD:
Pemeriksaan EKG, foto thoraks, dan laboratorium (hasil terlampir)
Terapi:
Arixtra 1x2.5 mg
(setelah diberikan nampak adanya tanda alergi yaitu bintik-bintik merah di area
wajah, kemudian dihentikan dan diberikan injeksi Dexamethason extra 1 ampul dan
pemberian Arixtra dihentikan)
Aspilet loading 160 mg, maintenance 1x80 mg
Clopidogrel 1x75 mg
ISDN 3x5 mg Candesartan
1x8 mg Laxadine 1x1 cup
Diazepam 1x5 mg
Atorvastatin 1x20 mg
Bisoprolol 1x2.5 mg Lasix
1x40 mg (per oral)

Setelah kondisi pasien stabil, dipindahkan ke ruang IWB.

5 Pola hidup Pasien hidup bersama dengan istrinya, anaknya sudah pisah dengan orang tuanya
setelah menikah. Kesehariannya pasien masih bekerja dan mengendarai kendaraan
bermotor sendiri. Namun 1 bulan terakhir pasien sering tidak masuk kerja karena
mudah merasa lelah, pernah dalam suatu kondisi berjalan 10 langkah napas terasa
berat. Yang dilakukan pasien hanya
beristirahat. Dulu pasien mempunyai kepercayaan jika sakit tidak perlu
berobat, karena lama kelamaan penyakit akan hilang sendrinya, sehingga setelah
didiagnosa hipertensi asien tidak pernah mengkonsumsi obat, sampai akhirnya dirawat
di RS sekarang ini. Pasien mengatakan saat muda tidak pernah mengontrol pola dan
jenis makanan, sehingga suka sekali makan di luar rumah. Makanan yang disukai
seperti nasi padang, dan makanan berlemak lainnya, waktu muda pasien sangat
menyukai minuman bersoda.
Selain itu sejak berumur 20 tahunan pasien merokok dan sampai sekarang
masih dengan jumalh 1 bungkus/ hari.

6 Sistem Pasien menggunakan fasilitas kesehatan yaitu BPJS, sehingga semua biaya pengobatan
pelayanan dan tindakan dicover oleh BPJS.
kesehatan
7 Faktor keluarga Kebersamaan dalam perawatan:
Selama ini, pasien selalu diantar oleh keluarga yaitu istri dan anaknya untuk
memeriksakan diri ke RS sehingga pasien selalu ada yang menemani.
Selama perawatan di RS, setiap hari istrinya selalu berkunjung ke RS.

Dukungan keluarga:
Pasien mengatakan bahwa istrinya dan anak-anaknya sangat memperhatikan kondisi
nya, selalu ada komunikasi walaupun tidak tinggal di tempat yang sama.

Riwayat kesehatan keluarga:


Pasien mengatakan tidak ada riwayat penyakit jantung dari orang tuanya. Hanya
ada riwayat darah tinggi dan diabetes mellitus.

8 Sosial budaya dan Kebiasaan tertentu yang diyakini:


spiritual Pasien memiliki kepercayaan bahwa jika sakit tidak perlu berobat, karena penyakit
akan sembuh dengan sendirinya. Namun setelah dirawat di RS awal desember pasien
mulai menyadari bahwa pengobatan dan perawatan itu penting mengingat usianya
sudah tidak muda lagi.

9 Ketersediaan Sumber yang mendukung untuk proses penyembuhan:


sumber Pasien mengatakan anak-anaknya merupakan support yang paling besar untuk
kesehatannya. Pasien memperoleh fasilitas kesehatan dari BPJS dan bantuan dana
dari anak-anaknya.

10 Faktor Pasien tinggal di daerah Depok, di sana terdapat rumah sakit daerah dan beberapa
lingkungan luar puskesmas yang dapat digunakan sebagai tujuan pertama untuk memeriksakan
kesehatannya.
UNIVERSAL SELF CARE REQUISITES
1 Udara dan - Saluran pernapasan pasien adekuat
Sirkulasi - Terkadang napas terasa berat, terutama setelah aktivitas,
tidak menggunakan otot bantu napas
- Posisi tidur semifowler 600
- Tekanan darah 108/71 mmHg, MAP 84 mmHg
- Nadi 53 x/mnt, irama regular
- Pulsasi arteri radialis kanan-kiri, dorsalis pedis kanan-kiri adekuat
- Capillary refill < 3 detik, akral hangat
- Konjungtiva tidak anemis
- PF paru:
- I : pengembangan paru simetris kanan-kiri, tidak ada retraksi otot
sensoris, RR 20x/menit
- Pa : vocal fremitus kanan-kiri seimbang
- Pe : sonor
- A : Bunyi napas vesikuler, ditemukan bunyi ronkhi di ICS 4-5 kanan- kiri
(1/3 basal)

- PF jantung:
- I : ictus cordis nampak di ICS 5 midklavikula sinistra
- Pa : ictus kuat angkat, denyutan teratur
- Pe : batas jantung kanan melebar ICS 5 anterior axilla
- A : BJ I dan BJ II regular, tidak terdapat gallop/mur-mur

- Pasien masih merasakan nyeri di ulu hati, dengan skala 5, rasanya seperti ditusuk-
tusuk, durasi <20 menit, menjalar sampai ke dada kiri, hilang timbul, dengan
frekuensi berkurang dari hari sebelumnya.

2 Cairan dan - Pasien mengatakan selama di rumah BAK 2-3x/hari dan berwarna pekat
elektrolit - Mukosa bibir lembab, turgor kulit elastis
- Tidak terdapat pitting edema di ekstremitas
- JVP 5 +2 cmH2O
- PF abdomen:
- I : supel, tidak terdapat asites
- A : bising usus +
- Pa : tidak ada nyeri tekan
- Pe : timpani di seluruh area
- Balance cairan -985 cc/ 24 jam (hari sebelumya)

3 Nutrisi - Pasien mengatakan kebiasaan makan 3x/ hari, pasien mengatakan selama di rumah
nafsu makan baik. Makanan pasien selama di rumah disiapkan oleh istrinya,
garam dan micin sudah dikurangi, namun terkadang masih menggunakan
penyedap rasa. Pasien mengatakan suka makan goreng- gorengan, makanan
bersantan, berlemak dan makanan asin sebelum sakit.
- Pasien makan 1 porsi habis
- Tidak terdapat keluhan mual-muntah
- BB= 75kg, TB=165 cm, IMT=27 kg/m2 (BB berlebih)
- Pasien mendapatkan diet DJ II 2100 kalori dalam 2100 ml
4 Eliminasi - Di RS, produksi urin +, warna urin kuning jernih
- Produksi urine 2200cc/ 24 jam (hari sebelumnya)
- BAB rutin 1x/hari, tidak ada keluhan dalam BAB

5 Aktivitas dan - Di RS pasien berbaring lemas di tempat tidur, jika diajak berbincang cukup lama
istirahat napas terasa berat
- Pasien mengatakan belum kuat untuk berjalan ke kamar mandi karena napas
akan memberat, seperti ditimpa beban berat
- Barthel index
Faktor ketergantungan Faktor ketergantungan
Personal hygiene Memakai pakaian
Mandi BAB
Makan BAK
Toileting Ambulasi
Menaiki tangga Transfer kursi-TT
- Tingkat kebutuhan: partial care (skor 50)
- Perubahan hemodinamik:
Saat istirahat TD 108/71 mmHg, nadi 63 x/mnt, RR 20 x/mnt Setelah
aktivitas TD 116/79 mmHg, nadi 82 x/mnt, RR 24 x/mnt

6 Interaksi sosial Selama perawatan interaksi pasien dengan perawat dan petugas kesehatan lainnya
baik. Pasien mengikuti semua arahan yang diberikan demi kesehatannya.

7 Pencegahan - Pasien mengetahui memiliki hipertensi sejak usia 20an, dengan riwayat tidak
bahaya terkontrol
- Saat ini keluhan seperti cepat lelah, sesak napas dan nyeri epigastric tidak
dihiraukan lagi oleh pasien setelah tahu bahwa tanda tersebut merupakan
gangguan di jantungnya
- Pasien mengatakan selama di rumah satu bulan terakhir sudah banyak
membatasi aktivitas, disamping karena kondisi pasien yang cepat lelah, pasien
juga tidak mau penyakitnya bertambah buruk.

8 Promosi ke Pasien mengatakan ingin cepat sembuh dan bisa kembali beraktivitas seperti semula,
arah normal sehingga akan mengikuti semua program peningkatan kesehatan yang akan diberikan

DEVELOPMENTAL SELF CARE REQUISITES


1 Ketentuan dari Pasien menyadari bahwa kondisi yang dialami saat ini karena penyakitnya
kondisi yg yang sudah bersifat kronis, dikarenakan pencegahan di awal tidak
mendukung dilaksanakan. Pasien mengatakan selama perawatan di RS kondisinya makin
perkembangan membaik, dan berharap jika nanti kembali ke rumah, pasien dapat kembali
seperti semula.
2 Keterlibatan - Selama perawatan pasien mandiri dalam melakukan aktivitas seperti
dalam ambulasi, makan, minum, berdandan.
pengembangan diri - Untuk BAK, BAB, dan mandi butuh bantuan orang lain karena dilakukan
di tempat tidur.
- Pasien mengikuti semua program yang direncanakan oleh dokter maupun
perawat.

3 Pencegahan atau - Pasien mengatakan sudah paham dengan penyakit yang dialaminya, namun belum
penanggulangan tahu bagaimana perawatan setelah dirawat di RS.
dampak dari
kondisi yang
dialami

HEALTH DEVIATION SELF-CARE REQUISITES


1 Kepatuhan Selama di rumah, sebelum masuk ke RS pada awal bulan Desember pasien
terhadap terapi cenderung tidak memperhatikan penyakitnya, nampak dengan sudah
dan menyadari adanya kondisi hipertensi namun tidak minum obat dan tidak mau
pencegahan memeriksakan dirinya secara rutin.
Tindakan pencegahan yang sudah dilakukan hanya dengan mengurangi
aktivitas yang berlebih dan beristirahat.
Setelah dirasakan gejala yang dialami makin berat baru pasien memeriksakan
diri ke RS di awal desember. Sejak saat itu pasien mulai memperhatikan
kondisi nya dan mulai mengikuti upaya perawatan di RS.

Terapi farmakologi (19 Desember):

 Aspilet 1x80 mg
 Clopidogrel 1x75 mg
 Candesartan 1x8 mg
 Laxadin syrup 1x1 cup
 Diazepam 1x5 mg
 Atorvastatin 1x20 mg
 Bisoprolol 1x2.5 mg
 Lasix 1x40 mg
 Cetrizine 2x10 mg
 ISDN 3x10 mg
 UFH (unfractionated heparin) 700unit/jam (dimulai sejak 18 Desember)
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hasil pemeriksaan foto thorax

(17 Desember 2016):

Kesan:
- Aorta dan mediastinum tidak melebar
- Cor kesan membesar ke kiri dan kanan
- Kedua hilus normal
- Corakan bronkovaskular meningkat
- Tampak infiltrate tersebar di kedua paru terutama di kanan
- Sinus dan diafragma baik
- Tulang dan jaringan thorak baik
Kesimpulan: kardiomegali dengan edema paru minimal

Hasil pemeriksaan echokardiografi


(9 Desember 2016):
2D Doppler
- LVEDV 113 ml - E/A ratio 145.29
- LVESV 69 ml
- LVEF 35%
- SV 44 ml
- CO 3500 ml/min

M-mode
- EDV 279 ml - TAPSE 2.8 cm
- ESV 144 ml
- LVPW 1.3 cm
- Ao diameter 4 cm
- LA diameter 4.9 cm
Temuan:
- Left ventricle: dilated, left ventricular systolic function mild-moderate with EF 35%, impared
relaxation in diastolic filling
- Left atrium: Normal
- Right ventricle: normal
- Right atrium: normal
- Aortic valve: aortic regurgitation
- Mitral valve: mitral regurgitation
- Tricuspid valve: not well visualized
- Pulmonic valve: normal

Hasil EKG

(17 Desember 2016):


Interpretasi:
- Irama teratur
- HR 95x/menit
- Axis deviasi ke kiri (LAD)
- Gelombang P dalam batas normal
- Interval PR 0.16-0.2 msec (normal)
- Q patologis di lead III,aVF
- ST elevasi di lead III, V1, V2
- ST depresi di aVL
- T inverted di lead I, aVL, V5, V6
- Hipertrofi ventrikel kiri ( T inverted di V5, V6; Gelomb R di aVL > 11 mm) dengan strain
- Kesimpulan: sinus ritme dengan old infark inferior, dan infak di area septal
18 Desember 2016

Interpretasi:
- Irama teratur
- HR 60x/menit
- Axis deviasi ke kiri (LAD)
- Gelombang P dalam batas normal
- Interval PR 0.16-0.2 msec (normal)
- Q patologis di lead III, aVF
- ST elevasi di lead IIInbv
- T inverted di lead I, aVL, V4, V5, V6
- Hipertrofi ventrikel kiri ( T inverted di V5, V6; Gelomb R di aVL > 11 mm)
- Kesimpulan: sinus ritme dengan gambaran old infark inferior

19 Desember 2016:
Interpretasi:
- Irama teratur
- HR 60x/menit
- Axis deviasi ke kiri (LAD)
- Gelombang P dalam batas normal
- Interval PR 0.16-0.2 msec (normal)
- Q patologis di lead III, aVF, V1
- ST elevasi di V1, V2, V3
- T inverted di lead I, aVL, V4, V5, V6
- Hipertrofi ventrikel kiri ( T inverted di V5, V6; Gelomb R di aVL > 11 mm)
- Kesimpulan: sinus ritme dengan gambaran old infark inferior

Hasil angiography
13 Desemeber
RCA : total oklusi on proximal part
(CTO), distal was collateral by
LAD
LM : normal
LAD : stenosis on proximal 90-
95% LCx : stenosis on proximal
80-90% Kesimpulan: CAD 3
VD

Pemeriksaan Laboratorium:
17 Desemb 19 Desemb
Hemoglobin 16.7
Leukosit 12350
Hematokrit 47.1
Eritrosit 5.82
Trombosit 241
CKMB 20
Trop T 29
Ureum 115.9 ↑
BUN 54
Creatinine 2.73 ↑
Natrium 134 ↓
Kalium 5
Clorida 100
APTT 35.1 (↑)
Cholesterol total 115
HDL 33
LDL 73
Trigliserid 99
Ratio 3.48
Asam urat 11.7
GD puasa 93
GD 2jamPP 100
ANALISA DATA
WAKTU DATA PROBLEM ETIOLOGI
Therapeutic self care demand
Senin, 19 DS: Penurunan curah Perubahan
Desemb - Pasien mengatakan saat masuk IGD jantung kontraktilitas
terdapat sesak napas namun tidak
memberat, dipsnea on effort, paroxysmal
nocturnal dyspnea, orthopnea position, di
rumah tidur menggunakan 2 bantal
Gejala yang dirasakan selanjutnya sekitar 2 tahun
terakhir ini pasien mengatakan mudah merasa
lelah, terkadang seperti orang mau pingsan
- Di RS Pasien mengatakan belum kuat untuk
berjalan ke kamar mandi karena napas akan
memberat, seperti ditimpa beban berat

DO:
- Terkadang napas terasa berat, terutama
setelah aktivitas, tidak menggunakan
otot bantu napas
- Hemodinamik:
Saat istirahat: Tekanan darah 108/71
mmHg, MAP 84 mmHg
Setelah aktivitas: TD 116/79 mmHg, nadi 82
x/mnt, RR 24 x/mnt
- Nadi 53 x/mnt, irama regular
- Pulsasi arteri radialis kanan-kiri, dorsalis
pedis kanan-kiri adekuat
- Pasien berbaring lemas di tempat tidur dg
posisi semifowler 600 , jika diajak berbincang
cukup lama napas terasa berat
- Tingkat kebutuhan: partial care (skor 50)
- PF paru:
- I : pengembangan paru simetris kanan-
kiri, tidak ada retraksi otot sensoris, RR
20x/menit
- Pa : vocal fremitus kanan-kiri seimbang
- Pe : sonor
- A : Bunyi napas vesikuler, ditemukan
bunyi ronkhi di ICS 4-5 kanan-kiri (1/3
basal)

- PF jantung:
- I : ictus cordis nampak di ICS 5
midklavikula sinistra
- Pa : ictus kuat angkat, denyutan teratur
- Pe : batas jantung kanan melebar ICS 5
anterior axilla
- A : BJ I dan BJ II regular, tidak
terdapat gallop/mur-mur
- Foto thoraks: kardiomegali dengan
edema paru minimal
- Echocardiography:
- LVEF 35%
- SV 44 ml
- CO 3500 ml/min
- LVPW 1.3 cm
- TAPSE 2.8 cm
- E/A ratio 145.29
- Left ventricle: dilated, left ventricular
systolic function mild-moderate with EF
35%, impared relaxation in diastolic
filling
- Aortic valve: aortic regurgitation
- Mitral valve: mitral regurgitation
- Cardiac index:
CI= SV x HR / BSA
CI= 1.26 (↓)
- EKG: Axis deviasi ke kiri (LAD),
hipertrofi ventrikel kiri
- Laboratorium:
Natrium 134 ↓
CKMB 20
Trop T 29

Senin, 19 DS: Nyeri akut Penurunan suplai O2 ke


Desemb - Pasien masih merasakan nyeri di ulu hati, miokard
dengan skala 5, rasanya seperti ditusuk- tusuk,
durasi <20 menit, menjalar sampai ke dada
kiri, hilang timbul, dengan frekuensi berkurang
dari hari sebelumnya.

DO:
EKG (19 Desemb)
- Irama teratur
- HR 60x/menit
- Axis deviasi ke kiri (LAD)
- Q patologis di lead III, aVF, V1
- ST elevasi di V1, V2, V3
- T inverted di lead I, aVL, V4, V5, V6
- Kesimpulan: sinus ritme
dengan gambaran old infark
inferior

Hasil angiography
13 Desemeber
RCA : total oklusi on proximal part (CTO),
distal was collateral by LAD
LM : normal
LAD : stenosis on proximal 90-95%
LCx : stenosis on proximal 80-90%
Kesimpulan: CAD 3 VD
Senin, 19 DS: Kesiapan dalam
Desemb - 1 bulan terakhir pasien sering tidak masuk meningkatkan
kerja karena mudah merasa lelah, pernah manajemen
dalam suatu kondisi berjalan 10 langkah kesehatan diri
napas terasa berat. Yang dilakukan pasien
hanya beristirahat.
- Dulu pasien mempunyai kepercayaan jika
Pasien mengatakan saat muda tidak pernah
mengontrol pola dan jenis makanan, sehingga
suka sekali makan di luar rumah. Makanan yang
disukai seperti nasi padang, dan makanan
berlemak lainnya, waktu muda pasien sangat
menyukai minuman bersoda. Selain itu sejak
berumur 20 tahunan pasien merokok dan sampai
sekarang masih dengan jumalh 1 bungkus/ hari.
- Pasien memiliki kepercayaan bahwa jika sakit
tidak perlu berobat, karena penyakit akan
sembuh dengan sendirinya. Namun setelah
dirawat di RS awal desember pasien mulai
menyadari bahwa pengobatan dan perawatan
itu penting mengingat usianya sudah tidak
muda lagi.
- Pasien mengetahui memiliki hipertensi sejak usia
20an, dengan riwayat tidak terkontrol
- Selama di rumah, sebelum masuk ke RS
pada awal bulan Desember pasien cenderung
tidak memperhatikan penyakitnya, nampak
dengan sudah menyadari adanya kondisi
hipertensi namun tidak minum obat dan tidak
mau memeriksakan dirinya secara rutin.
- Tindakan pencegahan yang sudah dilakukan saat
di rumah hanya dengan mengurangi aktivitas
yang berlebih dan beristirahat.
- Setelah dirasakan gejala yang dialami makin
berat baru pasien memeriksakan diri ke
RS
di awal desember. Sejak saat itu pasien mulai
memperhatikan kondisi nya dan mulai
mengikuti upaya perawatan di RS.
- Pasien mengatakan ingin cepat sembuh dan
bisa kembali beraktivitas seperti semula,
sehingga akan mengikuti semua program
peningkatan kesehatan yang akan diberikan
- Pasien menyadari bahwa kondisi yang dialami
saat ini karena penyakitnya yang sudah bersifat
kronis, dikarenakan pencegahan di awal tidak
dilaksanakan. Pasien mengatakan selama
perawatan di RS kondisinya makin membaik,
dan berharap jika nanti kembali ke rumah, pasien
dapat kembali seperti semula
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

DIAGNOSA OUTCOME, INDICATORS, DESIGN OF THE INTERVENSI


NURSING SYSTEM AND METHOD OF (NIC)
HELPING
Universal self care requisites
Penurunan curah NOC : TERAPI OKSIGEN
jantung berhubungan ● Cardiac Pump effectiveness Guidance:
dengan perubahan ● Circulation Status  Pantau kepatenan jalan napas
● Vital Sign Status  Berikan posisi yang nyaman
kontraktilitas jantung
● Self Care : ADLs  Monitor efektivitas terapi oksigen
● Toleransi aktivitas  Observasi tanda-tanda hipoventilasi, keracunan oksigen, dan
atelectasis
Setelah dilakukan asuhan selama selama perawatan  Monitor adanya kecemasan
penurunan cardiac output klien teratasi dengan Support:
kriteria hasil:  Berikan posisi yang nyaman
❖ Tanda vital dalam rentang Teaching:
normal (Tekanan darah, nadi,
respirasi)  Jelaskan pentingnya pemberian terapi oksigen untuk pasien
❖ Tidak ada edema paru, perifer, dan tidak Provider the developmental environment:
ada asites  Berikan oksigen sesuai kebutuhan, nasal 3 liter/mnt
❖ Tidak ada penurunan kesadaran
❖ Tidak ada distensi vena leher CARDIAC CARE
❖ Tidak terdapat penurunan cardiac output Guidance:
dari sebelumnya  Monitor secara rutin kondisi fisik dan psikologis pasien
❖ Berpartisipasi dalam aktivitas fisik
tanpa disertai peningkatan tekanan  Pastikan aktivitas pasien tidak mempengaruhi cardiac output
darah, nadi dan RR maupun yang dapat mencetuskan serangan ulang
❖ Mampu melakukan aktivitas sehari  Anjurkan pasien untuk melapor ketika timbul nyeri dada/ tidak
hari (ADLs) secara mandiri nyaman di dada
 Monitor EKG: irama jantung
 Monitor TTV secara teratur
 Monitor status cardiovascular: adanya penurunan curah jantung
 Monitor status respirasi untuk mengetahui tanda dan gejala gagal
jantung
 Monitor abdomen akan adanya penurunan perfusi
 Monitor balance cairan
 Monitor toleransi pasien terhadap aktivitasnya
 Monitor adanya dyspnea, tachypnea dan orthopnea
Support:
 Atur latihan dan periode istirahat untuk menghindari kelelahan
 Tingkatkan dukungan orang terdekat dan keluarga
 Tingkatkan dukungan spiritual terhadap pasien dan keluarga
Teaching:
 Ajarkan tanda dan gejala perburukan kondisi (dada berdebar,
keringat dingin, nyeri dada, lelah yang tidak berkurang dengan
istirahat)
Provider the developmental environment:
 Anjurkan untuk melakukan terapi relaksasi
 Anjurkan pasien untuk tidak melakukan aktivitas berlebihan yang
dapat mengurangi fungsi jantung
 Cek elektrolit setiap 3 hari
 Cek fungsi ginjal (ureum, creatinine, BUN setiap 3 hari)
 Kolaborasi pemberian
 Candesartan 1x8 mg
 Laxadin syrup 1x1 cup
 Diazepam 1x5 mg
 Atorvastatin 1x20 mg
 Bisoprolol 1x2.5 mg
 Lasix 1x40 mg

MANAJEMEN ENERGI
Guidance:
 Monitor status fisiologis pasien yang menyebabkan keletihan
 Koreksi deficit status fisiologis
 Monitor intake nutrisi untuk menghasilkan energy yang adekuat
 Monitor cardiorespirasi dalam merespon aktifitas
 Monitor kelelapan tidur pasien dan jumlah jam tidur
Support:
 Atur pembatasan aktifitas
 Tentukam bersama pasien mengenai pembatasan aktifitas
 Monitor respon oksigen pasien untuk melakukan ADL
 Bantu pasien dalam melakukan ADL sesuai kebutuhan
Teaching:
 Ajarkan tanda dan gejala perburukan kondisi (lelah yang tidak
berkurang dengan istirahat)
 Ajarkan untuk menghentikan aktivitas bila lelah tidak dapat ditoleransi
Nyeri akut NOC : PAIN MANAGEMENT
berhubungan dengan ❖ Pain Level,
penurunan suplai O2 ❖ pain control, Guidance:
❖ comfort level  Lakukan monitor nyeri secara komprehensif termasuk lokasi,
ke miokard
karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi
Setelah dilakukan tindakan keperawatan  Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
selama perawatan Pasien bertoleransi  Diskusikan pengalaman nyeri masa lampau dan ketidakefektifan
terhadap aktivitas dengan Kriteria Hasil : kontrol nyeri masa lampau
❖ Mampu mengontrol nyeri (tahu Support:
penyebab nyeri, mampu menggunakan  Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri
tehnik nonfarmakologi untuk mengurangi pasien
nyeri, mencari bantuan)  Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan dukungan
❖ Melaporkan bahwa nyeri berkurang  Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu
dengan menggunakan manajemen nyeri
ruangan, pencahayaan dan kebisingan
❖ Mampu mengenali nyeri (skala,
intensitas, frekuensi dan tanda nyeri)  Kurangi faktor presipitasi nyeri
❖ Menyatakan rasa nyaman setelah Teaching:
nyeri berkurang  Ajarkan tentang teknik non farmakologi: relaksasi, distraksi
❖ Tanda vital dalam rentang normal  Anjurkan untuk meningkatkan istirahat
Provider the developmental environment:
 Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
 Kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan dan tindakan nyeri tidak
berhasil

ANALGESIC ADMINISTRATION
Guidance:
 Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas, dan derajat nyeri sebelum
pemberian obat
 Cek instruksi dokter tentang jenis obat, dosis, dan frekuensi
 Cek riwayat alergi
 Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesik pertama kali
Support:
 Pilih analgesik yang diperlukan atau kombinasi dari analgesik ketika
pemberian lebih dari satu
 Tentukan pilihan analgesik tergantung tipe dan beratnya nyeri
 Tentukan analgesik pilihan, rute pemberian, dan dosis optimal
 Pilih rute pemberian secara IV, IM untuk pengobatan nyeri secara
teratur
Teaching:
 Ajarkan untuk melakukan evaluasi efektivitas analgesik, tanda dan gejala
(efek samping)
Provider the developmental environment:
 Cek APTT 6 jam setelah pemberian UFH pertama kali, dilanjutkan tiap 12
jam
 Kolaborasi pemberian terapi:
 Aspilet 1x80 mg
 Clopidogrel 1x75 mg
 ISDN 3x10 mg
 UFH (unfractionated heparin) 700unit/jam

Developmental self care requisites

Health deviation self care requisites


Kesiapan dalam NOC : CARDIAC RISK MANAGEMENT
meningkatkan ● Perilaku promosi kesehatan Guidance:
manajemen kesehatan ● Pengetahuan: manajemen penyakit  Pantau factor resiko yang mempengaruhi fungsi jantung pasien
jantung (lifestyle, hipertensi,riwayat penyakit jantung sebelumnya, riwayat
diri
● Manajemen diri: penyakit jantung penyakit jantung dari keluarga)
 Monitor kesiapan pasien untuk melakukan modifikasi gaya hidupnya ( diet,
Setelah dilakukan asuhan selama selama perawatan latihan, dan tingkat kolesterol)
pasien siap dalam meningkatkan manajemen  Identifikasi stress dan beri teknik efektif untuk mengurangi stress nya
kesehatan dirinya.  Monitor peningkatan kondisi pasien
Kriteria hasil: Support:
 Instruksikan pasien dan keluarga untuk mengidentifikasi tanda dan gejala
❖ Pengetahuan terkait penyakit bertambah yang menunjukkan adanya penyakit jantung, kondisi jantung yang
❖ Ungkapan siap secaraa vebal memburuk
❖ Keluarga menyatakan kesiapakan untuk Teaching:
mensupport pasien selama perawatan di
 Anjurkan pasien dan keluarga untuk memantau tekanan darah dan nadi
rumah
secara rutin dan laporkan hasilnya
 Tingkatkan latihan yang sesuai dengan kondisi pasien
Provider the developmental environment:
 Kurangi kecemasan pada pasien dan berikan informasi yang akurat terkait
penyakitnya
CARDIAC CARE : REHABILITASI
Guidance:
 Monitor aktivitas toleransi pasien
Support:
 Berikan jadwal ambulasi jika dapat ditoleransi
 Dukung harapan yang realistis pada pasien dan keluarga
Teaching:
 Berikan pendkes tentang modifikasi risiko jantung (merokok,
diet, latihan)
 Berikan pendkes tentang perawatan jika nyeri dada (terapi nitrogliserin
sublingual)
 Berikan pendkes tentang latihan: pemanasan, latihan
dan pendinginan.
 Berikan pendkes tentang pembatasan mengangkat/ mendorong sesuatu
 Berikan pendkes tentang perhatian khusus terhadap aktivitas
 Berikan informasi tentang perawatan lanjutan
 Berikan pendkes tentang pelayanan darurat yang dapat
dicapai dengan segera
Provider the developmental environment:
 Koordinasikan pasien dengan ahli diet, dan rehabilitasi medis
IMPLEMENTASI DAN EVALUASI

WAKTU IMPLEMENTASI EVALUASI


Senin, 19 Memonitor hemodinamik, gambaran EKG tiap 2 Diagnosa 1:
Desemb jam S: pasien mengatakan napas masih berat, badan terasa lemas

Memantau output urin dan mengevaluasi O: pasien berbaring lemas di TT, tidur 60 derajat, dipsnea
edema ekstremitas on effort
Pemantauan hemodinamik:
Mengevaluasi kelelahan yang dirasakan pasien
Jam TD HR RR
9.00 105/80 65 24
Membantu pasien untuk mengidentifikasi aktivitas 11.00 93/56 71 22
yang mampu dilakukan dan harus dibatasi 13.00 91/62 58 22
-
- Barthel index
Membatu aktivitas harian pasein sesuai
dengan kebutuhan Faktor Faktor
ketergantungan ketergantungan
Melanjutkan terapi Heparin 700 unit/jam
Personal hygiene Memakai pakaian
Memonitor resiko perdarahan menggunakan
skoring HAS BLED Mandi BAB
Makan BAK
Toileting Ambulasi
Membantu memberikan posisi semifowler 60 Menaiki tangga Transfer kursi-TT
derajat

Melakukan diskusi dengan keluarga terkait: - Tingkat kebutuhan: partial care (skor 40)
 Faktor resiko yang mempengaruhi fungsi - Perbandingan hemodinamik :
jantung pasien ( merokok, obesitas, Saat istirahat TD 91/62 mmHg, nadi 58 x/mnt, RR 22
lifestyle, hipertensi,riwayat penyakit jantung x/mnt
sebelumnya, riwayat penyakit jantung dari Setelah aktivitas TD 103/79 mmHg, nadi 72 x/mnt, RR
keluarga) 26 x/mnt
 Kesiapan pasien untuk melakukan - ronchi di 1/3 basal paru kanan-kiri
modifikasi gaya hidupnya ( diet,
- EKG: sinus ritme dengan gambaran old infark inferior
hindari merokok, hindari minuman
beralkohol, latihan, dan tingkat - Skoring NEWSS: 2
kolesterol) - Intake: 650 cc, output 900 cc,
 Cara mengidentifikasi stress dan beri - Balace cairan -250cc/7 jam
teknik efektif untuk mengurangi - Masih menggunakan nasal kanul 3 liter/mnt
stress nya - Skor resiko perdarahan HAS BLED low risk (1.1%
Melakukan kolaborasi untuk dilakukan konferensi beresiko terjadi perdarahan)
bedah coroner (berdasarkan hasil angiography)
A: masalah belum teratasi P:
lanjutkan intervensi
Mengajarkan teknik napas dalam untuk mengatasi
kelelahan dan bila sesak dirasakan lagi Diagnosa 2:
S: Pasien masih merasakan nyeri di ulu hati, dengan skala 5,
Mengajarkan dan lindungi pasien dari trauma rasanya seperti ditusuk-tusuk, durasi <20 menit, menjalar
yang dapat menyebabkan perdarahan sampai ke dada kiri, hilang timbul, sejak pagi dirasakan
sebanyak 3x.
O: TD 91/62 mmHg, nadi 58 x/mnt, RR 22 x/mnt
Melakukan evaluasi nyeri yang dirasakan pasien Jika nyeri muncul pasien sambil memegangi perut
dan enggan untuk membuka mata.
A: masalah belum teratasi P:
Memberikan nutrisi dengan Diet jantung II 2100kal pertahankan intervensi
berupa nasi lembek
Diagnosa 3:
Melanjutkan terapi
S: pasien mengatakan setelah pulang ke rumah akan terus
Bisoprolol 1x 2.5 mg
Lasix 1x40 mg ISDN meningkatkan kesehatannya dengan mencegah faktor resiko
1x10 mg Cetrizine seperti merokok, stress, aktivitas berat yang akan memperberat
2x10 mg kondisinya.
Keluarga mengatakan akan terus memberikan dukungan demi
Mengevaluasi kebutuhan oksigenasi pasien kesehatan pasien.
Pasien dan keluarga bersedia untuk mendapatkan pendidikan
Menghitung balance cairan
kesehatan selanjutnya.
O:-
A: masalah belum teratasi P:
lanjutkan intervensi

Selasa, 20 Melakukan perekaman EKG Mengevaluasi Diagnosa 1:


Desemb S: pasien mengatakan bernapas lebih nyaman dari hari
nyeri yang dirasakan pasien sebelumnya, terasa berat jika setelah banyak beraktivitas saja,
badan terasa lemas
Mengevaluasi kebutuhan oksigenasi pasien O: pasien berbaring lemas di TT, tidur 45 derajat, dipsnea on
effort
Memonitor hemodinamik, gambaran EKG tiap 2 Pemantauan hemodinamik:
jam Jam TD HR RR
9.00 89/60 58 20
Mengevaluasi kelelahan yang dirasakan pasien 11.00 101/79 68 18
13.00 97/65 54 20
Memberikan posisi semi fowler 450, evaluasi - Barthel index
kemampuan pasien Faktor Faktor
ketergantungan ketergantungan
Membatu aktivitas harian pasein sesuai dengan Personal hygiene Memakai pakaian
kebutuhan Mandi BAB
Makan BAK
Toileting Ambulasi
Mendiskusikan terkait:
Menaiki tangga Transfer kursi-TT
 perhatian khusus terhadap aktivitas saat di
rumah - Tingkat kebutuhan: partial care (skor 45)
 identifikasi tanda gejala yang - Perbandingan Hemodinamik :
perlu penanganan khusus di RS Saat istirahat TD 97/65 mmHg, nadi 58 x/mnt, RR 20
 perawatan lanjutan setelah pulang di RS x/mnt
 cara membatasi cairan Setelah aktivitas TD 105/82 mmHg, nadi 62 x/mnt, RR
 menetapkan siapa keluarga yang natinya 24 x/mnt
selalu ikut terlibat dalam perawatan pasien - ronchi di 1/3 basal paru kanan-kiri minimal
di rumah, sehingga selalu ada pada saat - EKG: Q patologis di lead III, aVF, V1
pemberian discharge planning - ST elevasi di V1, V2, V3
 pentingnya obat-obatan yang dikonsumsi - T inverted di lead I, aVL, V4, V5, V6
- sinus ritme dengan gambaran old infark inferior
- Skoring NEWSS: 2
Melanjutkan terapi Heparin 600 unit/jam - Intake: 700 cc, output 1100 cc,
Memonitor resiko perdarahan - Balace cairan -400cc/7 jam
menggunakan skoring HAS BLED - Skor resiko perdarahan HAS BLED low risk (1.1%
beresiko terjadi perdarahan)
Memberikan nutrisi dengan Diet jantung II
2100kal berupa nasi lembek A: masalah belum teratasi
P: lanjutkan intervensi
Melanjutkan
terapi Diagnosa 2:
Bisoprolol 1x S: Pasien masih merasakan nyeri di ulu hati, dengan skala 3,
2.5 mg Lasix rasanya seperti ditusuk, durasi <20 menit, tidak
1x40 mg ISDN menjalar, hilang timbul, sejak pagi hanya dirasakan
1x10 mg sebanyak 1x.
Cetrizine 2x10 O: TD 97/65 mmHg, nadi 58 x/mnt, RR 20 x/mnt
mg Tidak ada ekspresi yang menunjukkan gambaran nyeri saat
muncul
Menghitung balance cairan - EKG: Q patologis di lead III, aVF, V1
- ST elevasi di V1, V2, V3
- T inverted di lead I, aVL, V4, V5, V6
- sinus ritme dengan gambaran old infark inferior

A: masalah belum teratasi


P: pertahankan intervensi

Diagnosa 3:
S: keluarga mengatakan bahwa yang ikut serta dalam
perawatan pasien adalah istrinya, karena yang tinggal
serumah dan tahu kebiasaan pasien. Serta bersedia untuk
dilibatkan dalam proses perawatan selama di RS dan nnti
saat di rumah.
Pasien bersedia untuk berupaya membatasi cairan selama
perawatan di rumah, rutin minum obat dan bila muncul
tanda gejala seperti sesak napas, keringat dingin, nyeri dada
dan lainnya maka akan segera memeriksakan diri ke fasilitas
kesehatan terdekat.
O:-
A: masalah belum teratasi
P: lanjutkan intervensi

Anda mungkin juga menyukai