Anda di halaman 1dari 154

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN TN.

R DENGAN
PENYAKIT CORONARY ARTERY DISEASE (CAD)
MENGGUNAKAN TEKNIK OKSIGENASI DI
NORTH WING 6 RUMAH SAKIT ADVENT
BANDUNG JAWA BARAT

KARYA TULIS ILMIAH

Diajukan kepada Program Studi DIII Keperawatan Fakultas Ilmu Keperawatan


Universitas Advent Indonesia Bandung
Untuk Memperoleh Gelar Ahli Madya Keperawatan

Disusun Oleh:
STEVANUS TEDY BASRI
NIM: 1952011

PROGAM STUDI DIII KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS ADVENT INDONESIA
2022
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN TN. R DENGAN
PENYAKIT CORONARY ARTERY DISEASE (CAD)
MENGGUNAKAN TEKNIK OKSIGENASI DI
NORTH WING 6 RUMAH SAKIT ADVENT
BANDUNG JAWA BARAT

KARYA TULIS ILMIAH

Diajukan kepada Program Studi DIII Keperawatan Fakultas Ilmu Keperawatan


Universitas Advent Indonesia Bandung
Untuk Memperoleh Gelar Ahli Madya Keperawatan

Disusun Oleh:
STEVANUS TEDY BASRI
NIM: 1952011

PROGAM STUDI DIII KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS ADVENT INDONESIA
2022
LEMBARAN PENGESAHAN

Karya Tulis Ilmiah Oleh Stevanus Tedy Basri

Judul Asuhan Keperawatan Pada Pasien Tn. R Dengan Penyakit Coronary

Artery Disease (CAD) Menggunakan Teknik Oksigenasi di North

Wing 6 Rumah Sakit Advent Bandung Jawa Barat.

Telah disetujui untuk diujikan dihadapan Dewan Penguji Karya Tulis Ilmiah pada

Tanggal: 31 Maret 2022


Oleh:

Yunus Elon, S.Kep, Ns.,MSN


Pembimbing

Nurhayati Siagian, S.Kep., Ns., M.Kes, AIFO Idauli Simbolon, MSN


Ketua Penguji Anggota Penguji

Untung Sudarmono S.Kep., M.Kes, Ners Debilly Yuan Boyoh, M.Kep


Dekan Fakultas Ilmu Keperawatan Kaprodi Keperawatan DIII

i
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN TN. R DENGAN
PENYAKIT CORONARY ARTERY DISEASE (CAD)
MENGGUNAKAN TEKNIK OKSIGENASI DI
NORTH WING 6 RUMAH SAKIT ADVENT
BANDUNG JAWA BARAT

KARYA TULIS ILMIAH


Diajukan untuk melengkapi dan memenuhi persyaratan untuk memperoleh Gelar Ahli
Madya Keperawatan (AMd. Kep) dari Universitas Advent Indonesia

Disusun Oleh:
Stevanus Tedy Basri
NIM: 1952011

Yunus Elon, S.Kep, Ns.,MSN


Pembimbing

Untung Sudarmono S.Kep., M.Kes, Ners Debilly Yuan Boyoh, M.Kep


Dekan Fakultas Ilmu Keperawatan Kaprodi Keperawatan DIII

ii
HALAMAN PERNYATAAN NON-PLAGIASI

Saya yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama : Stevanus Tedy Basri


NIM : 1952011
Tahun terdaftar : 2022
Program Studi : DIII Keperawatan
Fakultas : Ilmu Keperawatan
Menyatakan bahwa dalam dokumen Karya Tulis Ilmiah ini tidak terdapat bagian

dari karya ilmiah lain yang telah diajukan untuk memperoleh gelar akademik di suatu

lembaga Pendidikan Tinggi, dan juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah

ditulis atau diterbitkan oleh orang/lembaga lain, kecuali yang secara tertulis disitasi

dalam dokumen ini dan disebutkan sumbernya secara lengkap dalam daftar pustaka.

Dengan demikian saya menyatakan bahwa dokumen Karya Tulis Ilmiah ini bebas

dari unsur-unsur plagiasi dan apabila dokumen Karya Tulis Ilmiah ini di kemudian hari

terbukti merupakan plagiasi dari hasil karya penulis lain dan atau dengan sengaja

mengajukan karya atau pendapat yang merupakan hasil karya penulis lain, maka saya

sebagai penulis bersedia menerima sanksi akademik dan sanksi hukum yang berlaku.

Bandung, 31 Maret 2022


Materai
Rp.10.000,-
Stevanus Tedy Basri
NIM: 1952011

iii
PERNYATAAN ORISINALITAS TULISAN

Yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama : Stevanus Tedy basri

NIM : 1952011

Instansi : Program Studi DIII Keperawatan Fakultas Ilmu Keperawatan

Universitas Advent Indonesia Bandung

Menyatakan bahwa Karya Tulis Ilmiah yang berjudul: “Asuhan Keperawatan Pada

Pasien Tn. R Dengan Penyakit Coronary Artery Disease (CAD) Menggunakan Teknik

Oksigenasi di North Wing 6 Rumah Sakit Advent Bandung Jawa Barat” adalah bukan

Karya Tulis Ilmiah orang lain baik sebagian maupun keseluruhan, kecuali dalam

bentuk kutipan yang telah disebutkan sumbernya.

Demikian surat pernyataan ini kami buat dengan sebenar-benarnya dan apabila

pertanyaan ini tidak benar, kami bersedia mendapatkan sanksi.

Bandung, 31 Maret 2022 Mengetahui,


Yang menyatakan, Pembimbing

Stevanus Tedy Basri Yunus Elon, S.Kep, Ns.,MSN


Mahasiswa Dosen

iv
KATA PENGANTAR

Shalom, Puji Syukur kehadirat Allah atas segala rahmat-Nya yang telah

memberikan kelancaran sehingga Karya Tulis Ilmiah ini dapat tersusun hingga selesai.

Dengan segenap hati saya mengucapkan terima kasih terhadap bantuan dari pihak-

pihak yang telah membantu dan berkontribusi dalam memberikan sumbangan inspirasi

baik dari pikiran maupun materi. Saya berharap semoga Karya Tulis Ilmiah ini dapat

menambah ilmu pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, bahkan saya

berharap lebih jauh lagi agar Karya Tulis Ilmiah ini bisa pembaca praktekkan dalam

asuhan keperawatan dan tindakan keperawatan lainnya. Saya mengucapkan terima

kasih kepada Dosen Pembimbing, Dosen-Dosen Penguji, Dekan Fakultas Ilmu

Keperawatan, Kajur DIII Keperawatan Universitas Advent Indonesia, beserta

jajarannya yang telah menuntun dan mendidik saya selama berkuliah dengan baik

hingga saya mampu menjalankan Pendidikan sebagai seorang Mahasiswa

Keperawatan yang Profesional dalam bidang Teori maupun Praktek di Universitas

Advent Indonesia. Saya mengucapkan terima kasih kepada sahabat maupun teman-

teman saya, Gamaliel, dan yang lainnya, juga kakak kandung saya yang telah

membantu dan mendukung dalam pengerjaan serta penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini.

Saya juga mengucapkan terima kasih banyak sebesar-besarnya kepada seluruh Dosen

maupun Rektorat beserta jajarannya yang selalu mendukung Mahasiswa maupun

Mahasiswi nya dalam menempuh perkuliahan walaupun dalam masa pandemic covid-

19 yang tidak diketahui kapan usai dan dapat kembali berkuliah secara normal.

v
ABSTRAK

Latar Belakang: Penyakit Jantung Koroner (PJK) adalah penyakit mematikan dan

sudah banyak kasus kematian diakibatkan penyakit tersebut. Diperkirakan diseluruh

negara, PJK pada tahun 2020 menjadi pembunuh pertama paling sering yaitu sebesar

36% dari seluruh kematian, angkat ini dua kali lebih tinggi dari angka kematian akibat

kanker. Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018 menunjukkan bahwa

prevalensi Coronary Artery Disease (CAD) di Indonesia berdasarkan diagnosis pada

ahli medis dan dokter sebesar 1,5% atau 1.017.290 jiwa. Karya Tulis Ilmiah yang telah

dibuat sedemikian rupa ini bertujuan untuk mengetahui dan memahami perawatan dan

penanganan pasien dengan Penyakit Jantung Koroner beserta Asuhan Keperawatan

yang diberikan selama dirawat di rumah sakit. Karya Tulis Ilmiah ini merupakan studi

kasus deskriptif dengan subjek tunggal atau 1 variabel menggunakan solusi

penanganan masalah yakni proses Asuhan Keperawatan. Teknik pengumpulan data

pasien menggunakan wawancara, observasi, serta pemeriksaan fisik. Asuhan

keperawatan diberikan pada tanggal 22 - 26 November 2021. Hasil pengkajian yang

telah dilakukan yakni didapati pasien mengalami nyeri dada skala 4 dan tumbuh

melemah. Diagnosa yang muncul pada Tn. R yakni Nyeri akut b.d , Penurunan Curah

Jantung b.d perubahan kontraktilitas, perubahan structural (kelainan katup, aneurisme

ventricular) dan Intoleransi aktivitas b.d kelelahan dan dispneu akibat turunnya curah

jantung yang ditandai dengan lemah.

Kata Kunci: Penyakit Jantung Koroner, Nyeri Dada, Dispneu.

vi
ABSTRACT

Background: Coronary Artery Disease (CAD) is a deadly disease and many cases of

death have been caused by this disease. It is estimated that in all countries, CAD in

2020 will be the most frequent first killer, accounting for 36% of all deaths, this number

is twice as high as the number of deaths from cancer. Basic Health Research Data

(Riskesdas) in 2018 shows that the prevalence of Coronary Artery Disease (CAD) in

Indonesia based on diagnoses by medical experts and doctors is 1.5% or 1,017,290

people. This scientific paper that has been made in such a way aims to identify and

understand the care and management of patients with coronary heart disease and the

nursing care provided during hospitalization. This Scientific Paper is a descriptive

case study with a single subject or 1 variable using a problem-solving solution, namely

the Nursing Care process. Patient data collection techniques using interviews,

observation, and physical examination. Nursing care will be provided on November

22-26, 2021. The results of the assessment that have been carried out are that the

patient has chest pain on a scale of 4 and is growing weaker. The diagnosis that

appeared on Mr. R, namely decreased cardiac output related to changes in

contractility, structural changes (valve abnormalities, ventricular aneurysms) and

activity intolerance related to fatigue and dyspnea due to decreased cardiac output

which is characterized by weakness.

Keywords: Coronary Artery Disease, Chest Pain, Dyspnea.

vii
DAFTAR ISI

LEMBARAN PENGESAHAN ................................................................................ i

HALAMAN PERNYATAAN NON-PLAGIASI ................................................... iii

PERNYATAAN ORISINALITAS TULISAN ...................................................... iv

KATA PENGANTAR ............................................................................................. v

ABSTRAK ............................................................................................................... vi

ABSTRACT............................................................................................................ vii

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................ 1

1.1 Latar Belakang Masalah .......................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah ........................................................................................ 3

1.3 Tujuan Studi Kasus .................................................................................. 3

1.3.1 Tujuan Umum.................................................................................... 3

1.3.2 Tujuan Khusus................................................................................... 4

1.4 Manfaat Studi Kasus ................................................................................ 4

1.4.1 Manfaat Teoritis ................................................................................ 5

1.4.2 Manfaat Praktis ................................................................................. 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................. 6

2.1 Konsep Coronary Artery Disease ....................................................................... 6

viii
2.1.1 Definisi Coronary Artery Disease ....................................................... 6

2.1.2 Etiologi Coronary Artery Disease ....................................................... 8

2.1.3 Klasifikasi Coronary Artery Disease .................................................... 12

2.1.4 Patofisiologi Coronary Artery Disease ................................................. 12

2.1.5 Patway Coronary Artery Disease ......................................................... 14

2.1.9 Komplikasi ................................................................................................ 65

2.1.10 Pemeriksaan Diagnostik/Penunjang ...................................................... 66

2.1.11 Konsep Asuhan Keperawatan Coronary Artery Disease ........................ 69

BAB III METODE KASUS .................................................................................. 85

3.2 Subyek Studi Kasus ..................................................................................... 85

3.3 Fokus Studi .................................................................................................. 85

3.4 Definisi Operasional Fokus Studi................................................................ 86

3.5 Instrument Studi Kasus............................................................................... 86

3.6 Metode Pengumpulan Data ......................................................................... 87

3.7 Lokasi dan Waktu Studi Kasus .............................................................. 88

3.8 Analisis Data dan Penyajian Data .......................................................... 88

3.9 Etika Studi Kasus ................................................................................... 88

BAB IV HASIL STUDI KASUS DAN PEMBAHASAN ..................................... 90

ix
1.1 Hasil Studi Kasus .................................................................................... 90

4.2 Pembahasan .......................................................................................... 129

4.3 Keterbatasan Studi Kasus .................................................................... 129

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................... 132

5.1 Kesimpulan ................................................................................................ 132

5.2 Saran .......................................................................................................... 134

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 136

x
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Patway CAD .............................................................................................. 16

Tabel 2 Ukuran Pembuluh Darah............................................................................ 28

Tabel 3 Indikasi Terapi O2 Jangka Pendek ............................................................. 52

Tabel 4 Indikasi Terapi Oksigen (O2) Jangka Panjang ............................................ 53

Tabel 5 Fraksi Oksigen (O2) (FiO2) pada Alat Terapi Oksigen (O2) Arus Rendah

dan Arus Tinggi ...................................................................................................... 63

Tabel 6 Asuhan Keperawatan pada Pasien CAD ..................................................... 82

Tabel 7 Head to Toe ............................................................................................... 94

Tabel 8 Hasil Pemeriksaan Laboratorium ............................................................... 97

Tabel 9 Obat-obatan yang digunakan...................................................................... 99

Tabel 10 Data Subjektif dan Objektif ................................................................... 103

Tabel 11 Catatan Perkembangan........................................................................... 123

xi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Pembuluh darah jantung (Koroner).......................................................... 7

Gambar 2 Jantung Normal dan abnormal .............................................................. 13

Gambar 3 Jalur suplai darah karbon dioksida dan oksigen .................................... 16

Gambar 4 Terjadinya CAD ................................................................................... 45

Gambar 5 Letak nyeri penyakit jantung ................................................................ 46

Gambar 6 Nasal Kanul ......................................................................................... 56

Gambar 7 Nasal Kateter........................................................................................ 56

Gambar 8 Sungkup Muka Tanpa Kantong ............................................................ 57

Gambar 9 Partial Rebreathing Mask dan Rebreathing Mask ................................. 59

Gambar 10 Oksigenasi (O2) Transtrakeal ............................................................. 60

Gambar 11 Mask Venturi ..................................................................................... 61

xii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Menurut American Heart Association Penyakit Jantung Koroner (PJK)

merupakan serangan jantung yang terjadi akibat adanya penumpukan plak di arteri

jantung (Rihlatul, 2020). Penyakit Jantung Koroner (PJK) ialah penyakit yang

disebabkan oleh kurangnya suplai darah ke otot jantung mengakibatkan tersumbat

(obstruksi) pembuluh darah arteri koronaria. Data World Health Organization (WHO)

tahun 2012 menunjukkan 17,5% juta orang di dunia meninggal karena penyakit

kardiovaskular atau 31% dari 56,5 juta kematian di seluruh dunia (Alamsyah, 2019).

Penyakit Jantung Koroner (PJK) adalah penyakit kardiovaskular yakni salah satu

penyebab utama dan pertama kematian di negara maju dan berkembang, bahkan

termasuk negara Indonesia. Pada tahun 2010, secara global penyakit ini adalah

penyakit kematian pertama di negara berkembang, menggantikan kematian akibat

infeksi.

Diperkirakan diseluruh negara, PJK pada tahun 2020 menjadi pembunuh pertama

paling sering yaitu sebesar 36% dari seluruh kematian, angkat ini dua kali lebih tinggi

dari angka kematian akibat kanker (Beatriz, 2019). Menurut Awi, Tiara, Darliana, Devi

& Ahyana (2021) penyakit Jantung Koroner (PJK) ialah penyakit yang menyebabkan

morbiditas dan mortalitas tinggi di seluruh negara. Data Riset Kesehatan Dasar

(Riskesdas) tahun 2018 menunjukkan bahwa prevalensi Coronary Artery Disease

1
2

(CAD) di Indonesia berdasarkan diagnosis pada ahli medis dan dokter sebesar 1,5%

atau 1.017.290 jiwa.

Kasus Coronary Artery Disease (CAD) saat ini masih sangat tinggi di Indonesia,

ada 8 provinsi dengan prevalensi yang tinggi dibandingkan dengan prevalensi nasional.

Salah satunya adalah jawa barat yakni 1, 6%. Menurut Riskesdas (2019), prevelensi

penyakit jantung di Jawa barat 73.285 jiwa, dengan kompok usia 55-64 tahun mencapai

5.744 jiwa, usia 65-74 tahun mencapai 2.819 jiwa dan usia >75 tahun 1.253 jiwa

termasuk di Bandung.

Menurut penelitian Karlin (2019), menyatakan bahwa terjadinya penyakit

jantung koroner sangat dipengaruhi oleh faktor usia, jenis kelamin, adanya riwayat

hipertensi, kadar kolestrol tinggi, prilaku kurangnya berolahraga dan kebiasaan

merokok sehingga gaya hidup yang kurang sehat haruslah diperbaiki untuk mengurangi

progresivitas penyakit jantung koroner. Menurut Citra et al, (2019) berdasarkan

penelitiannya menyatakan bahwa hipertensi, diabetes mellitus, dan aktivitas fisik

memiliki hubungan dengan kejadian penyakit jantung coroner, sedangkan perilaku

merokok tidak menunjukkan hubungan yang signifikan dengan kejadian penyakit

jantung koroner. Menurut Sari (2018) penelitiannya menyatakan bahwa usia terbanyak

50-59 tahun, jenis kelamin terbanyak yakni perempuan, paling banyak mengalami

hipertensi, kurang dari separuh mengalami obesitas, paling banyak diabetes mellitus

dan kurang dari separuh mengalami hyperlipidemia.

Karena adanya perbedaan hasil penelitian mengenai penyakit jantung koroner,

oleh sebab itu penulis ingin melakukan penelitian tentang asuhan keperawatan pada
3

pasien Tn. R di Rumah Sakit Advent Bandung lantai 6 Gedung Cipaganti ruangan 619

dengan judul penelitian Asuhan Keperawatan Pada Pasien Tn. R Dengan Coronary

Artery Disease di North Wing 6 Rumah Sakit Advent Bandung Jawa Barat. Oleh

karena itu penulisan penelitian ini akan mendalami lebih lanjut bagaimana

merumuskan masalah dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan

gangguan Cardiovascular System: Coronary Artery Disease.

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimana terapan asuhan keperawatan pada pasien Tn. R dengan Penyakit

Jantung Coroner sesuai dengan judul Asuhan Keperawatan Pada Pasien Tn. R Dengan

Coronary Artery Disease di North Wing 6 Rumah Sakit Advent Bandung Jawa Barat?

1.3 Tujuan Studi Kasus

Tujuan penulisan studi kasus ini adalah untuk memberikan informasi tentang

penyakit dari sistem kardiovaskular yakni adalah penyakit jantung koroner atau

biasanya dikenal dengan Coronary Artery Disease (CAD). Tujuan studi kasus dibagi

menjadi dua yakni, tujuan umum dan tujuan khusus.

1.3.1 Tujuan Umum

Tujuan umum Karya Tulis Ilmiah ialah untuk mampu memahami konsep dari

Penyakit Jantung Koroner, mempelajari Asuhan Keperawatan pada pasien Coronary


4

Artery Disease dan memberikan pengertian kepada penulis dalam berfikir secara

rasional dan ilmiah sesuai dengan realita saat praktek di Rumah Sakit Advent Bandung.

1.3.2 Tujuan Khusus

Tujuan khusus dari karya tulis ilmiah yakni penulis mampu memahami:

a. Definisi Coronary Artery Disease (CAD).

b. Etiologi Coronary Artery Disease (CAD).

c. Klasifikasi Coronary Artery Disease (CAD).

d. Patofisiologi Coronary Artery Disease (CAD).

e. Tanda dan gejala Coronary Artery Disease (CAD).

f. Pemeriksaan Diagnostik/Penunjang Coronary Artery Disease (CAD).

g. Pengkajian Asuhan Keperawatan Coronary Artery Disease (CAD).

h. Diagnosa Asuhan Keperawatan Coronary Artery Disease (CAD).

i. Intervensi Asuhan Keperawatan Coronary Artery Disease (CAD).

j. Implementasi Asuhan Keperawatan Coronary Artery Disease (CAD).

k. Evaluasi Asuhan Keperawatan Coronary Artery Disease (CAD).

1.4 Manfaat Studi Kasus

Manfaat dalam studi kasus adalah untuk meningkatkan ilmu pengetahuan dalam

bidang ilmu keperawatan bagi mahasiswa/i Fakultas Ilmu Keperawatan. Manfaat studi

kasus dibagi menjadi dua yakni, manfaat teoritis dan manfaat praktis.
5

1.4.1 Manfaat Teoritis

Untuk memperluas ilmu pengetahuan bagi mahasiswa dan pembaca sebagai

pedoman yaitu dapat mengetahui dan memahami penanganan Coronary Artery Disease

(CAD) yakni penyakit ini dapat menyerang secara tidak terduga baik dikalangan usia

lanjut (60-90 tahun) maupun usia dibawah usia lanjut (45-59 tahun), bahkan tidak

menutup kemungkinan untuk usia muda menderita penyakit tersebut. Penulisan karya

tulis ilmiah ini dapat berfungsi juga untuk penulis dalam menyelesaikan tuntuan

Perkuliahan, yakni Mata Kuliah Jurusan D3 Keperawatan tingkat akhir yaitu Karya

Tulis Ilmiah di semester 6.

1.4.2 Manfaat Praktis

Manfaat praktis bagi perawat dalam penulisan karya tulis ilmiah ini adalah

perawat mampu memberikan dan menentukan asuhan keperawatan yang sesuai dengan

penyakit pasien yakni gangguan System Cardiovascular: Coronary Artery Disease

(CAD). Selain itu, Manfaat praktis bagi institusi akademik juga adalah sebagai

referensi bagi institusi pendidikan dalam pengembangan ilmu pengetahuan tentang

asuhan keperawatan pada penyakit jantung coroner.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Coronary Artery Disease

Konsep dasar dari teori penyakit jantung koroner adalah untuk mengetahui

tentang apa itu penyakit jantung koroner, gejala yang ditimbulkannya, penyebab

terjadinya hingga metode dan asuhan keperawatan yang diberikan kepada klien dengan

penyakit jantung koroner yang diderita.

2.1.1 Definisi Coronary Artery Disease

Penyakit Jantung Koroner adalah penyakit yang berasal karena adanya

penyumbatan dan penyempitan atau kelainan pada pembuluh darah coroner, hal ini

terjadi akibat aliran darah ke otot jantung berhenti yang ditandai oleh rasa nyeri pada

dada saat beraktivitas. Ketika jantung tidak dapat memompa darah, dan kontrol irama

jantung akan terganggu maka hal tersebut dapat menimbulkan kematian secara tiba

tiba. (Yahya, 2017 yang dikutip Diana, 2021)

6
7

Gambar 1 Pembuluh darah jantung (Koroner)

(Sumber: rspermata.co.id)

Penyakit Jantung Koroner atau dikenal sebagai Coronary Artery Disease (CAD)

adalah gangguan fungsi jantung yakni otot jantung kekurangan suplai darah yang

menyebabkan terjadinya penyempitan pembuluh darah coroner. Biasanya CAD

ditandai dengan nyeri dada atau atau dada terasa seperti tertekan pada saat beraktivitas

seperti berjalan dan bekerja (Riskesdas, 2013 yang dikutip oleh Firda, 2021).

Penyakit Jantung Koroner adalah penyakit pada organ jantung akibat

penimbunan plak berupa lipid atau jaringan fibrosa yang menghambat suplai oksigen

dan nutrisi ke bagian otot jantung sehingga hal itu menimbulkan kelelahan otot bahkan

kerusakan. (Inggar, 2020)

Penyakit Jantung Koroner ialah perubahan variable intima arteri yakni pokok

lipid, pokok kompleks karbohidrat dan produksi darah, jaringan fibrus dan defosit

kalsium yang kemudian diikuti dengan perubahan pada lapisan media, (Ismudiati, 1996

dalam Abdul Majid, 2019 yang dikutip oleh Camelia, 2020)


8

Penyakit Jantung Koroner sangatlah berbahaya. Di negara-negara berkembang

penyakit ini adalah salah satu penyakit pengancam jiwa manusia yang merajalela.

Kematian karena penyakit ini sangatlah banyak dan biaya operasi untuk penyembuhan

juga begitu mahal. Walaupun pada umumnya menyerang orang-orang yang relatif

sudah cukup tua yakni kurang lebih berumur 50 tahun keatas, tetapi kewaspadaan dan

juga pengetahuan mengenai penyakit jantung koroner harus wajib dimiliki dimulai

sedini mungkin, karena penyakit ini berawal dari kelalaian hidup saat masih muda

(Nirmolo, 2018 yang dikutip Rahlatul 2020).

Penyakit Jantung Koroner (PJK) ialah Gangguan fungsi jantung diakibatkan olot

jantung kekurangan darah dikarenakan adanya penyumbatan atau penyempitan pada

arteri koroner mengakibatkan kerusakan pada lapisan dinding pembuluh darah

(Aterosklerosis) (Direktorat Jendral Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, 2019

yang dikutip oleh Dinar, 2020).

2.1.2 Etiologi Coronary Artery Disease

Menurut Pratiwi, (2011) yang dikutip oleh Nindi, (2020) Penyebab terjadinya

penyakit jantung koroner pada prinsipnya disebabkan oleh dua factor utama yakni:

1. Aterosklerosis

Aterosklerosis paling sering ditemukan sebagai sebab terjadinya penyakit

arteri koroneria. Yang diakibatkan oleh aterosklerosis adalah penimbunan

jaringan fibrosa dan lipid di dalam arteri koroneria, sehingga mempersempit

lumen pembuluh darah secara progresif. Akan sangat membahayakan aliran


9

darah miokardium jika lumen menyempit karena resistensi terhadap aliran

darah meningkat.

2. Trombosis

Gumpalan darah pada mulanya berguna untuk pencegahan pendarahan

berlanjut pada saat terjadi luka karena merupakan bagian dari mekanisme

pertahanan tubuh. Dinding pembuluh darah perlahan akan robek akibat dari

pengerasan pembuluh darah yang terganggu dan endapan lemak.

Berkumpulnya gumpalan darah di bagian robek tersebut yang bersatu dengan

keping-keping darah menjadi trombus. Trombosis dapat menyebabkan

serangan jantung tiba-tiba dan stroke.

Menurut Pebriani (2021) penyebab terjadinya penyakit jantung koroner ada 2

yakni, faktor yang dapat dirubah dan tidak dapat dirubah.

1) Faktor yang dapat diubah:

a. Hipertensi

Komplikasi yang terjadi pada hipertensi biasanya disebabkan oleh

perubahan arteri sistemik dan struktur arteri, terutama pada hipertensi yang

tidak terkontrol diobati akan menyebabkan penyempitan pembuluh darah.

Tempat terbaik berbahaya adalah ketika mengenai arteri miokardium.

b. Hiperkolesterolemia

Masalah yang cukup penting karena mencakup faktor risiko utama

untuk PJK. Tingkat kolesterol dalam darah dipengaruhi oleh komposisi


10

makanan sehari-hari yang masuk ke dalam tubuh (diet), akan

hiperkolesterolemia menyebabkan pengendapan di arteri yang pada

akhirnya akan menyebabkan penyempitan pembuluh darah.

c. Merokok

Pada saat ini, merokok termasuk sebagai faktor risiko tinggi PJK. Orang

yang merokok > 20 batang per hari bisa mempengaruhi atau meningkatkan

efek hipertensi. Penelitian-Penelitian Framingham 10 kali lebih banyak

perokok pria menderita kematian mendadak akibat PJK lebih besar dari

pada bukan perokok dan pada wanita yang merokok 4,5 kali lebih banyak

untuk bukan perokok.

d. Obesitas

Kelebihan lemak tubuh >19% pada pria dan >21% pada wanita.

Obesitas sering dikaitkan dengan hipertensi, Diabetes melitus dan

hipertrigliseridemia. Obesitas juga bisa meningkat kolesterol dan kadar

kolesterol LDL.

e. Diabetes Millitus

Diabetes mellitus akan menyebabkan cedera pembuluh darah yaitu

aterosklerosis baik total maupun parsial sehingga mengalir berkurangnya

suplai darah ke jantung.

f. Exercise/latihan

Olahraga dapat meningkatkan kadar kolesterol HDL dan meningkatkan

kolesterol koroner sehingga risiko PJK dapat dikurangi. Berolahraga juga


11

Bermanfaat untuk fungsi paru-paru dan pengiriman O2 ke miokardium,

mengurangi berat badan tubuh sehingga kelebihan lemak tubuh berkurang

seiring dengan menurunkan kolesterol LDL. Membantu menurunkan

tekanan darah dan meningkatkan kebugaran fisik.

2) Faktor yang tidak dapat diubah:

a. Umur

Telah terbukti bahwa ada hubungan antara usia dan kematian dari PJK.

Kematian terbanyak terjadi pada pria berusia 35-44 tahun dan meningkat

seiring bertambahnya usia. Kadar kolesterol pada pria dan wanita mulai

meningkat pada usia 20 tahun. Kolesterol pada pria meningkat sampai usia

50 tahun. Pada wanita pramenopause (45 tahun) lebih rendah daripada pria

pada usia yang sama. Setelah Kadar kolesterol wanita menopause

meningkat hingga lebih dari pada pria.

b. Jenis kelamin

Di Amerika Serikat, gejala PJK sebelum usia 60 tahun ditemukan pada

1 dari 5 pria dan 1 dari 17 wanita. Itu berarti Pria memiliki risiko PJK 2-3

kali lebih besar dibandingkan wanita.


12

2.1.3 Klasifikasi Coronary Artery Disease

Klasifikasi pada penyakit jantung koroner menurut Kumrotul (2021) dibagi

menjadi empat, yakni:

1) Asimtomatik (Silent Myocardial Ischemia).

Tidak ada keluhan nyeri dada baik saat beristirahat atau beraktivitas.

2) Angina Pectoris Stabil (STEMI).

Terdapat nyeri dada hilang timbul yang berdurasi 1-5 menit dan terdapat

segmen ST pada pengukuran EKG.

3) Angina Pectoris tidak Stabil (NSTEMI).

Nyeri dada dengan durasi lebih dari 1-5 menit dan biasa terjadi pada saat

istirahat. Biasanya akan terdapat deviasi segmen ST pada saat rekaman hasil

EKG.

4) Infark Miokardium.

Nyeri dada yang terasa di tekan, berdurasi selama 30 menit atau bisa lebih.

Biasanya hasil rekaman EKG terdapat elevasi segmen ST.

2.1.4 Patofisiologi Coronary Artery Disease

Penyakit jantung koroner dan myocardial infark adalah respon iskemik dari otot

jantung dikarenakan penyempitan arteri koronaria secara permanen. Oksigen

dibutuhkan oleh sel-sel miokardial, untuk metabolism aerob dimana adenosine

triphosphate dibebaskan untuk energi jantung sesaat individu istirahat membutuhkan


13

70% oksigen. Keperluan oksigen yang dibutuhkan untuk kerja jantung disebut dengan

Myocardial Oxygen Consumption (MVO2), yang dinyatakan oleh percepatan jantung,

kontraksi miokardial dan tekanan pada dinding jantung. Jantung normal dapat dengan

mudahnya menyesuaikan terhadap peningkatan tuntunan tekanan oksigen dengan

menambah percepatan dan kontraksi untuk menekan volume darah ke sekat-sekat

jantung.

Gambar 2 Jantung Normal dan abnormal

(Sumber: alomedika.com)

Pada jantung yang mengalami obstruksi aliran darah miokardial, suplai darah

tidak dapat mencukupi terhadap tuntutan yang terjadi. Dengan keadaan adanya

obstruksi letal maupun sebagian dapat menyebabkan anoksia dan suatu kondisi

menyerupai glikolisis aerobik berupaya memenuhi kebutuhan oksigen. Penimbunan

asam laktat adalah akibat dari glikolisis aerobik yang dapat sebagai predisposisi

terjadinya disritmia dan kegagalan jantung. Hipokromia dan asidosis laktat

mengganggu fungsi ventrikel. Kekuatan kontraksi menurun, gerakan dinding segmen


14

iskemik menjadi hipokinetik, kegagalan ventrikel kiri menyebabkan penurunan stroke

volume, pengurangan cardiac output, diastol dan tekanan desakan pada arteri

pulmonalis serta tanda-tanda kegagalan jantung.

Kekurangan oksigen bergantung pada obstruksi pada arteri koronaria

(permanen atau sementara), ukuran dan lokasinya. Tiga manifestasi dari iskemik

miokardial adalah angina pectoris, penyempitan arteri koronarius sementara,

preinfarksi angina, dan miokardial infark, obstruksi permanen arteri (Gloria, 2021).

2.1.5 Patway Coronary Artery Disease

Kurang Diabetes Hiperlipidemia Riwayat Keluarga Obesitas


Aktifitas Fisik Melitus (Genetik)

Usia Jenis Hipertensi Merokok Stress


Kelamin

Lipoprotein Tertimbun di endothelium

LDL Meningkat

LDL Teroksidasi

Plak

Aterosklerosis
15

Penyempitan arteri koroner

Oksigenasi terganggu Aliran darah Resistensi aliran


terganggu darah meningkat

Suplai oksigen ke arteri koroner Penurunan Kemampuan pembuluh


menurun vaskuler untuk menyebar

Kebutuhan oksigen miokard menurun

Ketidakefektifan
perfusi jaringan
perifer Hipoksia Metabolisme anaerob

Penurunan
perfusi jaringan Asam laktat meningkat Nyeri akut

Oksigen ke Merangsang
PH sel menurun pelepasan
perifer menurun
nociceptor

Kontraksi miokard menurun Asidosis


respatorik Aktifitas serabut saraf
(A delta & C fiber)

Cardiac Output Merangsang


menurun Implus ke medulla
kemoreseptor perifer
spinalis

Penurunan Curah jantung


Merangsang Implus ke korteks
curah jantung menurun
pusat pernafasan serebri

Mekanisme
kompensasi Aktivitas pernafasan Persepsi nyeri
pertahanan curah meningkat
jantung menurun
16

Ketidakefektifan Dispnea Angina pektoris


pola nafas
Refleks simpatis
vasokontriksi
Intoleransi Stable NSTEMI
aktivitas Angina
Retensi natrium
dan air Edema Kelebihan Unstable STEMI
meningkat volume cairan Angina

Tabel 1 Patway CAD


Ansietas
Sumber: Delina, 2020.

2.1.6 Anatomy Fisiologi

Gambar 3 Jalur suplai darah karbon dioksida dan oksigen

(Sumber: Alodokter.com)

Sistem Kardiovaskuler terdiri dari darah, jantung dan pembuluh darah. Jantung

terletak di dalam mediastinum di rongga dada. 2/3 nya terletak di bagian kiri, 1/3 nya

terletak di bagian kanan dari garis tengah tubuh. Proyeksi jantung kanan secara visual

pada permukaan anterior adalah dibawah sternum dan tulang iga. Pada bagian
17

permukaan inferior (Apeks dan batas kanan jantung) diatas diafragma. Batas jantung

kanan (yang meluas kebagian inferior dan basal) bertemu dengan paru kanan. Batas

jantung kiri (yang meluas dari basal ke apeks) bertemu dengan paru kiri. Batas superior

jantung kanan terletak di intercostae ke-3 kira-kira 3 cm ke kanan dari garis tengah.

Garis yang menghubungkan kedua titik ini berkoresponden dengan basal jantung.

Batas inferior jantung kiri terletak di apeks di intercostae ke-5 kira-kira 9 cm ke kiri

dari garis tengah. Batas inferior jantung kanan terletak pada intercostae ke-6kira- kira

3 cm ke kanan dari garis tengah. Garis yang menghubungkan garis inferior kanan dan

kiri berkoresponden terhadap inferior surface jantungdan garis yang menghubungkan

inferior dan superior kanan berkoresponden ke border jantung kanan. Berat jantung

orang dewasa laki-laki 300-350gr, berat jantung orang dewasa wanita 250-350 gr.

Panjang jantung 12 cm, lebar 9 cm dan tebal 6 cm atau 4 gr/kg BB dari berat badan

ideal (Hariono, 2020).


18

Gambar 4 Struktur Anatomi Fisiologi Jantung

(Sumber: Wikipedia.com)

1. Struktur dan Fungsi Jantung

a. Struktur Pericardium dan Lapisan Jantung

Pericardium adalah memberan yang mengelilingi dan melapisi jantung.dan

memberan ini membatasi jantung pada posisi didalam mediastinum.Pericardium

terdiri dari dua bagian yaitu fibrous pericardium dan serous pericardium.Febrous

pericardium superficial adalah lapisan keras, tidak elastik dan merupakan

jaringan tebal yang tidak beraturan. Fungsi dari fibrous pericardium mencegah

peregangan berlebihan dari jantung, melindungi dan menempatkan jantung

dalam mediastinum.
19

Serous pericardium adalah lapisan dalam yang tipis, memberan yang halus

yang terdiri dari dua lapisan. Lapisan parietal adalah lapisan paling luar dari

serous pericardium yang menyatu dengan perikardium fibrosa. Bagian dalam

adalah lapisan visceral yang di sebut juga epicardium, yang menempel pada

permukaan jantung, antara lapisan parietal dan visceral terdapat cairan yang di

sebut cairan perikadial. Cairan perikardial adalah cairan yang dihasilkan oleh sell

pericardial untuk mencegah pergesekan antara memberan saat jantung

berkontraksi.

Dinding jantung terdiri dari 3 lapisan yaitu: Epikardium (lapisan terluar),

Miokardium (lapisan tengah), dan Endokardium (lapisan terdalam). Lapisan

perikardium dapat disebut juga lapisan visceral, dari serous perikardium.lapisan

luar yang transparan dari dinding jantung terdiri dari mesothelium yang

bertekstur licin pada permukaan jantung.

Myocardium adalah jaringan otot jantung yang paling tebal dari jantung

dan berfungsi sebagai pompa jantung dan bersifat involunter. Endocardium

adalah lapisan tipis dari endotelium yang melapisi lapisan tipis jaringan

penghubung yang memberikan suatu batas yang licin bagi ruang-ruang jantung

dan menutupi katup-katup jantung .Endocardium bersambung dengan

endothelial yang melapisi pembuluh besar jantung (Erlangga, 2019).


20

b. Struktur Bagian Dalam dan Luar Ruang-ruang Jantung

Jantung terdiri dari empat ruang, dua atrium dan dua ventrikel pada bagian

anterior.Setiap atrium terdapat auricle, setiap aurikel meningkatkan kapasitas

ruang atrium sehingga atrium menerima volume darah yang lebih besar. Pada

permukaan jantung terdapat lekuk yang saling berhubungan disebut sulkus yang

mengandung pembuluh darah koroner dan sejumlah lemak. Masing-masing

sulkus memberi tanda batas eksternal antar dua ruang jantung. Sulkus koroner

bagian dalam mengelilingi sebagian jantung dan memberi tanda batas antara

atrium superior dan ventrikel inferior. Sulkus interventrikuler anterior adalah

lekukan dangkal pada permukaan depan jantung yang memberi tanda batas antara

ventrikel kanan dan kiri, sulkus ini berlanjut mengelilingi permukaan posterior

jantung yang disebut sulkus interventrikuler posterior dimana memberi tanda

batas antar ventrikel di bagian belakang jantung (Hariono, 2020).

c. Atrium Kanan

Atrium kanan menerima darah dari cava superior, cava inferior dan sinus

koronarius. Pada bagian anterior superior atrium kanan terdapat lekukan ruang

yang berbentuk daun telinga yang disebut aurikel, pada bagian posterior dan

septal licin dan rata tetapi daerah lateral dan aurikel permukaannya kasar serta

tersusun dari serabut-serabut otot yang berjalan pararel yang disebut pactinatus.

Tebal dinding antrium kanan 2 cm (Sholeh, 2020).


21

d. Ventrikel Kanan

Ventrikel kanan membentuk hamper sebagian besar permukaan depan

jantung. Bagian dalam dari ventrikel kanan terdiri dari tonjolan-tonjolan yang

terbentuk dari ikatan jaringan serabut otot jantung yang disebut trabeculae

carneae. Beberapa trabeculae carneae merupakan bagian yang membawa sistem

konduksi dari jantung. Daun katup trikuspid dihubungkan dengan tali seperti

tendon yang disebut dengan chorda tendinea yang disambungkan dengan

trabekula yang berbentuk kerucut yang disebut papillary muscle. Ventrikel kanan

dipisahkan dengan ventrikel kiri oleh interventrikuler septum. Darah dari

ventrikel kanan melalui katup semilunar pulmonal ke pembuluh darah arteri

besar yang disebut pulmonary truk yang dibagi menjadi arteri pulmonal kanan

dan kiri (Romli, 2020).

e. Atrium Kiri

Atrium kiri membentuk sebagian besar dasar jantung.Atrium kiri

menerima darah dari paru-paru melalui empat vena pulmonal.Seperti pada atrium

kanan bagian dalam atrium kiri mempunyai dinding posterior yang lunak. Darah

dibawa dari atrium kiri ke ventrikel kiri melalui katup bikuspid dimana

mempunyai dua daun katup (Sholeh, 2020).


22

f. Ventrikel Kiri

Ventrikel kiri membentuk apex dari jantung seperti pada ventrikel kanan

mengandung trabecula carneae dan mempunyai chorda tendinea yang dimana

mengikat daun katup bikuspid ke papillary muscle. Darah dibawa dari ventrikel

kiri melalui katup semilunar aorta ke arteri yang paling besar keseluruh tubuh

yang disebut aorta asending.Dari sini sebagian darah mengalir ke arteri coronary,

dimana merupakan cabang dari aorta asending dan membawa darah kedinding

jantung,sebagian darah masuk ke arkus aorta dan aorta desending.Cabang dari

arkus aorta dan aorta desending membawa darah keseluruh tubuh (Hariono,

2020).

g. Struktur Katup-katup Jantung

Struktur katup jantung dibagi menjadi 2 menurut Alhikmah (2020), yakni:

1) Katup Atrioventrikel

Membuka dan menutupnya katup jantung terjadi karena perubahan

tekanan pada saat jantung kontraksi dan relaksasi.Setiap katup jantung

membantu aliran darah satu arah dengan cara membuka dan menutup katup

untuk mencegah aliran balik. Disebut katup atrioventrikuler karena letaknya

di antara atrium dan ventrikel. Katup atrioventrikuler terdiri dari dua katup

yaitu biskupid dan trikuspid, dan ketika katup atrioventrikuler terbuka daun

katup terdorong ke ventrikel. Darah bergerak dari atrium ke ventrikel melalui


23

katup atrioventrikuler yang terbuka ketika tekanan ventrikel lebih rendah

dibanding tekanan atrium.Pada saat ini papillary muscle dalam ke adaan

relaksasi dan corda tendinea kendor. Pada saat ventrikel kontraksi, tekanan

darah membuat daun katup keatas sampai tepi daun katup bertemu dan

menutup kembali. Pada saat bersamaan muskuler papilaris berkontraksi

dimana menarik dan mengencangkan chorda tendinea hal ini mencegah daun

katup terdorong ke arah atrium akibat tekanan ventrikel yang tinggi. Jika daun

katup dan chorda tendinea mengalami kerusakan maka terjadi kebocoran

darah atau aliran balik ke atrium ketika terjadi kontraksi ventrikel.

2) Katup Semilunar

Terdiri dari katup pulmonal dan katup aorta. Katup pulmonal terletak

pada arteri pulmonalis memisahkan pembuluh ini dari ventrikel kanan. Katup

aorta terletak antara aorta dan ventrikel kiri. Kedua katup semilunar terdiri

dari tiga daun katup yang berbentuk sama yang simetris disertai penonjolan

menyerupai corong yang dikaitkan dengan sebuah cincin serabut. Adanya

katup semilunar memungkinkan darah mengalir dari masing-masing ventrikel

ke arteri pulmonal atau aorta selama sistol ventrikel dan mencegah aliran balik

waktu diastolik ventrikel Pembukaan katup terjadi pada waktu masing-masing

ventrikel berkontraksi, dimana tekanan ventrikel lebih tinggi dari pada

tekanan di dalam pembuluh arteri.


24

h. Sirkulasi Darah

1) Sirkulasi Sistemik

Ventrikel kiri memompa darah ke dalam aorta dan dari aorta, darah

disalurkan dalam aliran-aliran terpisah yang secara progresif memasuki arteri

sistemik yang membawa darah ke organ-organ di seluruh tubuh, kecuali

kantung udara (alveoli). paru-paru yang disuplai. oleh ventrikel kiri. peredaran

paru-paru. Dalam jaringan sistemik, arteri bercabang menjadi arteriol

berdiameter lebih kecil yang akhirnya memasuki bagian terluas dari kapiler

sistemik.Pertukaran nutrisi dan gas terjadi melalui dinding tipis kapiler, darah

melepaskan oksigen dan mengumpulkan CO2 dalam banyak kasus. Darah itu

hanya mengalir melalui kapiler dan kemudian ke venula sistemik Venula

membawa darah miskin oksigen. Ia pergi dari jaringan dan bergabung untuk

membentuk vena sistemik yang lebih besar dan akhirnya darah mengalir

kembali ke atrium kanan.

Faktor-faktor yang mempengaruhi sikulasi sistemik:

1. Curah Jantung.

2. Aliran tekanan.

3. Tahanan sirkulasi iskemik.

4. Sirkulasi Pulmonal.

Dari jantung kanan, darah dipompa ke sirkulasi pulmonal dan jantung

kanan menerima darah miskin oksigen dari sirkulasi sistemik. Darah dipompa
25

dari ventrikel kanan ke truncus pulmonalis dimana cabang-cabang arteri

pulmonalis membawa darah ke paru-paru kanan dan kiri.Dalam kapiler

pulmonal darah melepaskan CO2 yang dihembuskan dan mengumpulkan O2.

Darah teroksigenasi kemudian mengalir ke vena pulmonalis dan kembali ke

atrium kiri Tekanan berbagai sirkulasi akibat jantung memompa darah

berulang kali ke aorta Antara sistol 120 mmHg dan diastol 80 mmHg. Saat

darah mengalir melalui sirkulasi sistemik, tekanan secara bertahap menurun

menjadi sekitar 0 mm Hg, ketika mencapai ujung vena cava di atrium kanan

jantung. Tekanan dalam kapiler sistemik bervariasi dari 35 mm Hg di dekat

ujung arteriol hingga 10 mm Hg di dekat ujung vena, tetapi tekanan fungsional

rata-rata di sebagian besar pembuluh darah adalah 17 mm Hg, yang cukup

rendah untuk menyaring sejumlah kecil plasma. melalui pori-pori rambut,

nutrisi mudah berdifusi ke dalam sel jaringan.Dalam arteri pulmonalis

tekanannya berdenyut seperti di aorta tetapi tingkat tekanannya jauh lebih

rendah, pada tekanan sistolik sekitar 25 mmHg diastolik 8 mmHg Rata-rata

tekanan arteri pulmonalis 16 mmHg Rata-rata tekanan kapiler paru 7 mmHg

(Hariono, 2020).

2) Sirkulasi Koroner

Ketika jantung berkontraksi, darah yang sedikit mengandung oksigen

mengalir dari arteri koroner, cabang dari aorta asendens. Selama relaksasi,

dimana tekanan darah tinggi di aorta, darah akan mengalir ke arteri koroner,
26

kemudian ke kapiler dan kemudian ke vena koroner utama, yaitu arteri

koroner kanan dan arteri koroner kiri. Kedua arteri meninggalkan payudara

Valsava Arteri koroner Arteri ini berjalan di belakang arteri pulmonalis

sebagai arteri koroner utama (LMCA: Left Main Coronary Artery) sepanjang

1-2 cm. Arteri ini bercabang menjadi arteri sirkumfleksa (LCX: left

sirkumplek kiri) dan arteri desendens anterior kiri (LAD: Left Anterior

Desenden Artery). LCX berjalan di alur atrioventrikular di sekitar permukaan

posterior jantung sedangkan LAD berjalan di alur interventrikular ke apex,

kedua pembuluh darah ini akan bercabang untuk mensuplai area di antara

kedua alur tersebut. Arteri koroner kanan pergi ke sisi kanan jantung, ke alur

atrioventrikular jantung kanan, pada dasarnya arteri koroner kanan mengairi

atrium kanan, ventrikel kanan dan dinding bagian dalam ventrikel kiri.

Cabang sirkumfleksa memberi makan atrium kiri dan dinding lateral dan

inferior ventrikel kiri. Cabang desendens anterior memberi nutrisi pada

dinding frontal masif ventrikel kiri. Meskipun SA node terletak di atrium

kanan, hanya 55% kebutuhan nutrisinya yang disediakan oleh arteri koroner

kanan, sedangkan 45% lainnya disediakan oleh cabang arteri sirkumfleksa

kiri. Nutrisi untuk nodus AV dan paketnya disuplai oleh arteri yang melewati

kruk, yaitu 90% dari arteri koroner kanan dan 10% dari arteri sirkumfleksa.

Setelah darah mengalir melalui arteri dari sirkulasi koroner dan mengangkut

oksigen dan nutrisi ke otot jantung, itu mengalir ke pembuluh darah di mana

CO2 dan bahan limbah dikumpulkan (Alamsyah, 2019).


27

i. Struktur Pembuluh Darah

Menurut Hariono (2020) Sifat-sifat struktural dari setiap bagian system

pembuluh darah sistemik menentukan peran fisiologisnya dalam integrasi fungsi

kardiovaskuler. Dinding pembuluh darah arteri terdiri dari tiga lapis yakni:

1. Tunika Advensia (Lapisan Luar): tersusun dari jaringan ikat dan mengandung

serabut syaraf, pembuluh darah yang mempengaruhi dinding arteri

(vasavasorum).

2. Tunika Media (Lapisan Tengah): terdiri dari kolagen, serat otot polos dan

elastis dengan mempertahankan elastisitas dan ketegangan arteri juga

berfungsi sebagai penyokong primer dari arteri.

3. Tunika Intima (Lapisan Dalam): lapisan mulus sel-sel endotel yang

menyediakan permukaan non trombogenik untuk aliran darah.

Dinding pembuluh darah vena juga terdiri dari tiga lapisan yang sama

dengan arteri tapi lebih tipis. Sirkulasi sistemik terdiri dari:

1. Arteri; Ini digunakan untuk mengangkut darah bertekanan tinggi ke jaringan.

Akibatnya, sistem arteri memiliki dinding yang kuat dan darah mengalir

dengan cepat ke jaringan. Dinding aorta dan arteri mengandung jaringan

elastis dalam jumlah yang relatif besar. Dinding meregang selama sistol dan

menyusut selama diastol.

2. Arteriol; Adalah cabang terminal dari sistem arteri dan berfungsi sebagai katup

kontrol untuk mengatur aliran ke kapiler. Arteriol adalah tempat utama

resistensi aliran darah dan perubahan kecil pada diameternya menyebabkan


28

perubahan besar pada resistensi perifer. Kapiler berfungsi sebagai tempat

pertukaran cairan dan nutrisi antara darah dan ruang interstisial.

3. Venula; Dinding venula hanya sedikit lebih tebal daripada dinding kapiler. Ini

digunakan untuk mengumpulkan darah dari kapiler dan secara bertahap

menempel pada vena yang lebih besar.

4. Vena; Ini berfungsi sebagai jalur transformasi dari jaringan ke jantung. Karena

tekanan vena sangat rendah, dinding vena tipis, meskipun dinding vena

berotot dan ini memungkinkan vena berkontraksi sehingga memiliki

kemampuan untuk menyimpan atau menampung sejumlah kecil darah

kebutuhan tubuh.

Pembuluh Tebal Diameter Luas

Darah Dinding Lumen Penampang

Aorta 2mm 2,5 mm 4,5 mm

Arteri 1mm 0,4 cm 20 cm

Arteriol 20 mikron 30 mikron 400 cm

Kapiler 1 mikron 5 mikron 4.500 cm

Venul 1 mikron 20 mikron 4.000 cm

Vein 0,5 mm 5 mm 40 cm

Vena Cava 3,5 mm 3 cm 18 cm

Tabel 2 Ukuran Pembuluh Darah


29

j. Otot Jantung

Otot jantung lebih pendek dan diameternya lebih besar daripada otot

rangka yang penampang melintangnya kurang membulat. Otot jantung biasanya

bercabang memberikan penampilan berbentuk Y. Jenis serabut otot jantung

dengan panjang 50-100 m, diameter 14 m Sarcolemma merupakan membran sel

serabut otot. Serabut otot jantung terdiri dari miofibril yang berdekatan, dengan

sekitar 1500 filamen miosin tebal dan 3000 filamen aktin tipis. Filamen miosin

dan filamen aktin saling terkait, memberikan miofibril pita terang dan pita gelap

yang berselang-seling. Pita cahaya mengandung filamen aktin, yang disebut pita

I, yang isotropik. Pita gelap yang mengandung filamen miosin, disebut pita A,

bersifat anisotropik. Miofibril terjalin untuk membentuk serat otot. Ujung serabut

otot jantung berhubungan dengan jaringan ikat yang tidak rata di tengah

sarkolema yang disebut cakram interkalatek. Diskus interkalasi terdiri dari

desmosom yang menghubungkan satu serat otot ke serat otot lainnya. Filamen

aktin melekat pada cakram Z dan filamen aktin memanjang sepanjang satu sisi

cakram Z untuk mengikat filamen miosin. Bagian miofibril (serat otot utuh) di

antara cakram-Z yang berurutan disebut sarkomer. Ketika serat otot normal,

panjang sarkomer yang teregang penuh adalah sekitar 2,0 mikron. Pada panjang

ini, filamen aktin tumpang tindih dengan filamen miosin dan mulai tumpang

tindih satu sama lain. Ketika serat otot membentang melampaui panjang

istirahatnya, ujung filamen aktin bergerak lebih jauh, menyebabkan area terang

di pita A yang disebut zona H. Sarkoplasma adalah miofibril miofibril yang


30

terkubur dalam serat otot dalam matriks tunggal. Cairan sarkoplasma

mengandung sejumlah besar enzim K, Mg, fosfat dan protein, ada sejumlah besar

mitokondria sejajar dengan miofibril. Retikulum sarkoplasma adalah retikulum

endoplasma yang terdapat banyak pada sarkoplasma. Otot jantung merupakan

suatu sensisium, sel-sel otot jantung terikat dengan sangat kuat sehingga bila

salah satu sel otot dirangsang akan menyebar dari satu sel ke sel yang lain

(Maharini, 2020).

2. Mekanisme Kontraksi dan Relaksasi Otot Jantung

a. Sel otot jantung bersifat autoritmik yaitu sebagai otot yang mempunyai daya

rangsang untuk dirinya sendiri, sehingga menyebabkan aksi potensial yang

spontan yang menyebabkan proses kontraksi.

b. Adanya aksi potensial akan menimbulkan depolarisasi membrane serat otot

dan berjalan lebih dalam kedalam serat otot pada tempat dimana potensial aksi

dapat mendepolarisasi sarkolema dan sitem tubulus T, sehingga ion kalsium

dari cairan ekstrasel masuk. Potensial aksi juga menyebabkan reticulum

sarkoplasma melepaskan sejumlah besar ion kalsium kedalam myofibril.

c. Adanya ion kalsium dalam jumlah besar, efek penghambatan

troponin/tropomiosin terhadap filament yang akan dihambat. Dengan

meningkatnya ion kalsium maka akan meningkatkan gabungan kalsium

troponin C. Komplek troponin akan mengalami perubahan bentuk yang


31

menarik molekul tropomiosin dan memindahkannya lebih dalam kelekukan

antara dua untai aktin. Sehingga bagian aktif dari aktin tidak tertutupi.

d. Setelah filamin aktin menjadi teraktivasi oleh ion-ion kalsium, kepala

jembatan penyebrangan dari filamen myosin menjadi tertarik ke bagian aktif

filament aktin.

e. Setelah kepala jembatan penyebrangan melekat pada bagian aktif

menimbulkan kekuatan intramolekuler yang akan menyebabkan kepala

miring ke arah lengan dan menarik filament aktin (power stroke) segera

setelah kepala miring secara otomatis terlepas dari bagian aktif kembali ke

arah normal. Kemudian kepala akan berkombinasi bagian aktif yang baru

sepanjang filament aktin, kemudian kepala miring lagi untuk menimbulkan

power stroke baru, sehingga kepala jembatan penyebrangan membelok ke

depan dan ke belakang berjalan sepanjang filament aktin, menarik ujung

filament aktin ketengah filament myosin sehingga terjadi kontraksi.

f. Proses tersebut akan berlangsung terus sampai filament aktin menarik

membrane Z menyentuh ujung akhir filament myosin. Kontraksi akan terus

berlangsung sehingga lebih memendekkan panjang sarkomer ujung-ujung

filament myosin menjadi kusut dan kekuatan kontraksi menurun dengan cepat

(Maia, 2019).
32

3. Mekanisme Relaksasi Otot Jantung

a. Ion Ca yang kembali ke reticulum sarkoplasma meningkat.

b. Ca keluar dari sel lewat sarkoplasma, fasilitas pemasukan Ca dalam

sarkoplasma menurun.

c. Menurunnya Ion Ca yang berikatan denga troponin C.

d. Meningkatnya komplek troponin/ tropomyosin akan menutupi bagian aktif

dari filament aktin sehingga menghambat aktin dan myosin berkontraksi.

e. Menyebabkan aktin myosin relaksasi (Gusti, 2020).

4. Sistem Konduksi dan Sistem Kelistrikan Jantung

Menurut Delina (2020) Didalam otot jantung terdapat jaringan khusus yang

menghantarkan aliran listrik dan memiliki sifat-sifat khusus yaitu:

a. Otomatisasi: kemampuan untuk menimbulkan listrik secara spontan.

b. Ritmisasi: pembentukan impuls yang teratur.

c. Daya Konduksi: kemampuan untuk menyalurkan impuls.

d. Daya Rangsang: kemampuan untuk bereaksi terhadap rangsangan.

Berdasarkan sifat tersebut maka secara spontan dan teratur jantung

menghasilkan impuls-impuls yang disalurkan melalui system hantar untuk

merangsang otot jantung dan bias menimbulkan konduksi. Bila system konduksi

berfungsi normal, maka atrium berkontraksi kira-kira1/6 dtk lebih dulu dari

kontraksi ventrikel sehingga memungkinkan pengisian ekstra pada ventrikel

sebelum ventrikel ini memompa darah ke sirkulasi sistemik.


33

5. SA Node

Menurut Hariono (2020) Merupakan kepingan otot khusus tipis dan

berbentuk elip dengan lebar kira-kira 3 mm,panjang 15mm dan tebalnya

1mm,terletak dalam dinding lateral superior dari atrium kanan tepat disebelah

bawah dan sedikit lateral dari lubang vena cava superior.Ukuran diameter tiap-

tiap serabut dari nodus ini adalah 3-5 mikron.Serabut otot atrium 15-20

mikron.Serabut SA melanjutkan diri bersamasama serabut atrial sehingga tiap

potensial aksi yang dimulai di dalam nodus SA akan segera menyebar kedalam

atrium.Nodus SA berfungsi sebagai pemacu jantung normal karena mempunyai

kecepatan otomatis yang tercepat yaitu 60-100x/mnt. Dipengaruhi oleh saraf

sympatis dan parasimpatis. Diperdarahi 55% dari RCA dan 45% dari LCX.

Disebut pemacu alami karena secara teratur mengeluarkan aliran listrik /impuls

yang kemudian menggerakan jantung secara otomatis.Impuls yang dihasilkan

melalui kedua atrium.

6. Traktus Internodus

Menurut Karyatin (2019) Ujung serat-serat nodus SA bersatu dengan serat-

serat otot atrium disekelilingnya, dan potensial aksi yang berasal dari nodus SA

akan menjalar keluar dan masuk kedalam serat-serat ini.Dengan cara inilah

potensial aksi akan menyebar keseluruh masa otot atrium dan akhirnya ke nodus

AV.
34

Traktus Internodal terdiri dari:

a. Anterior Intermodal Track (Bachman).

Meninggalkan SA node secara langsung kearah depan dan melingkar

sekitar VCS dan anterior wall dari RA. Terdiri dari 2 berkas fiber, satu masuk

ke LA dan satu lagi masuk ke bagian anterior dari septum interatrium dan

turun menyilang disamping pangkal aorta masuk ke anterior superior sisi AV

node.

b. Middle Internodal Track (Tengah).

Meninggalkan SA node di bagian posterior mengitari bagian posterior

dari VCS dan sepanjang posterior dari septum interatrium dam masuk ke

bagian posterior dari sisi AV node.

c. Posterior Internodal Track.

Meninggalkan SA node di bagian posterior menyelusuri atau maengitari

bagian crista terminalis dan area eustachman dam masuk ke bagian posterior

sisi AV node. Ketiga cabang tersebut bertemu hingga menjadi satu fiber yang

sering disebut dengan AV Node.

7. AV Node

Menurut Hariono (2020) AV node terletak pada dinding posterior septum

atrium kanan tepat di belakang katup trikuspidalis dan berdekatan dengan

pembukaan sinus coronarius lebar 3 mm. Sistem konduksi diatur sedemikian

rupa sehingga impuls jantung tdak akan menjalar terlalu cepat dari atrium menuju
35

ke ventrikel, dengan demikian penundaan ini akan memberikan waktu yang

cukup bagi atrium untuk mengosongkan isinya kedalam ventrikel sebelum

kontraksi dimulai.

8. Bundle His

Sekelompok serabut yang pendek terletak dibagian dasar AV node dengan

cabang berkas HIS, mempunyai diameter 2 mm dan panjang 10 mm. Sistem

bundle branch merupakan lanjutan dari bundle his yang bercabang menjadi dua

yaitu:

1) Right Bundle Branch (RBB).

Berkas serabut ini menyusuri bagian sebelah kanan dari septum

intraventrikel dan di bagian distalnya terbagi tiga (anterior, lateral, posterior).

Lokasinya ada di bagian RV dan bagian tengah distal dari septum inter-

ventrikel.

2) Left Bundle Branch.

Left Bundle Branch terbagi Menjadi tiga vesiculer:

a. Paling proksimal adalah left posterior vesiculer, berkas serabutnya menyusuri

dan mengkonduksi impuls dari bagian posterior dan inferior permukaan

endocard dari LV, panjang 20mm dan tebal 6 mm.

b. Left anterior vesiculer, berkas serabutnya menyusuri bagian dan

mengkonduksi impuls dari anterior dan superior permukaan endocard dari

LV. Panjang 25mm dan tebal 3 mm.


36

c. Left septal vesiculer, merupakan beberapa serabut muncul dari serabut LAF,

lokasinya menyusuri bagian kiri septum interventrikel dimana mengkonduksi

bagian anteriorsuperior dari septum interventrikel.RBB dan LBB panjang 45

– 50 mm, lebar 1 mm (Lutfiandini, 2021).

9. Serabut Purkinje

Menurut Awi (2021) Saraf purkinje berjalan dari nodus AV melalui berkas

AV dan masuk ke dalam ventrikel kecuali pada bagian awal serat dimana serat

ini menembus jaringan fibrosa AV, mengeluarkan impuls 20 – 40 x/ menit. Serat

purkinje merupakan serat yang sangat besar, bahkan lebih besar daripada serat

otot ventrikel normal. Dan serat ini menjalarkan potensial aksi dengan kecepatan

1,5 sampai 4 m/detik, yang kira-kira 6x kecepatan dalam otot jantung yang

umum. Dan 150 x kecepatan dalam serat transisional AV. Keadaan ini

memungkinkan penjalaran yang cepat impuls jantung ke seluruh system

ventrikel.

Penjalaran potensial aksi yang sangat cepat oleh serabut purkinje mungkin

disebabkan oleh makin banyaknya jumlah hubungan antara sel-sel jantung saling

berderet yang akan menyusun serabutserabut purkinje. Melalui hubungan-

hubungan ini, ion-ion dijalarkan dengan mudah dari satu sel ke sel yang lain

sehingga meningkatkan kecepatan penjalaran. Pengaturan irama dan konduksi

dalam jantung oleh saraf-saraf jantung (saraf simpatis dan parasimpatis)

Penyebaran saraf simpatis terutama menuju ke nodus SA dan AV sebagian kecil


37

akan menyebar kedua otot atrium dan bahkan sangat sedikit sekali menuju ke

otot ventrikel.

1) Pengaruh rangsangan parasimpatik (N. Vagus).

Pada irama dan konduksi jantung untuk memperlambat atau bahkan

menghambat irama jantung. Perangsangan saraf-saraf parasimpatis yang

menuju ke jantung (N. Vagus) akan menyebabkan pelepasan hormone

asetilkolin pada ujung saraf vagus. Hormon ini mempunyai dua pengaruh

utama pada jantung. Hormon ini akan menurunkan frekuensi irama nodus SA

dan menurunkan eksatibilitas serabut-serabut penghubung AV yang terletak

diantar otot-otot atrium dan nodus AV, sehingga akan menghambat penjalaran

impuls jantung yang menuju ke ventrikel.

2) Pengaruh rangsangan simpatis (hormone norepineprin.)

Saraf simpatis pada jantung akan menimbulkan pengaruh yang

berlawanan terhadap rangsangan yang ditimbulkan oleh saraf parasimpatis

(vagus) yaitu meningkatkan kecepatan lepasan nodus sinus dan meningkatkan

kecepatan konduksi, tingkat eksitabilitas dan meningkatkan kekuatan

kontraksi semua otot-otot jantung baik atrium maupun ventrikel.

10. Elektrofisiologi Sel Otot Jantung

Menurut Sutarti (2021) Aktivitas listrik jantung merupakan aktivitas dari

perubahan permiabilitas membrane sel yang memungkinkan pergerakan ion-ion

melalui membran. Dengan masuknya ion-ion ini maka muatan listrik sepanjang
38

membrane mengalami perubahan relatif. Sel otot jantung dalam keadaan istirahat

permukaan luarnya bermuatan positif dan bagian dalamnya bermuatan negative.

Perbedaan potensial muatan melalui membrane sel kira-kira -90 mv.

Ada tiga macam saluran ion membran yang menyebabkan perubahan

voltage potensial aksi yaitu:

a. Saluran cepat natrium

b. Saluran lambat natrium kalsium

c. Saluran kalium

Rangsangan listrik dapat secara tiba-tiba menyebabkan masuknya ion-ion

natrium dengan cepat dari cairan luar sel ke dalam sel. Sehingga menyebabkan

muatan dalam sel menjadi lebih positif disbanding di luar sel. Proses terjadinya

perubahan muatan akibat rangsangan disebut Depolarisasi. Proses terjadinya

pengembalian muatan ke keadaan semula disebut Repolarisasi. Seluruh aksi

tersebut disebut dengan Aksi Potensial. Aksi Potensial terdiri dari 5 fase, yakni:

a. Fase Istirahat (Fase 4)

Pada keadaan istirahat sel jantung memperlihatkan suatu perbedaan

potensial listrik atau voltage membrane sel. Bagian dalam sel relative

negative sedangkan di luar sel relative positif, dengan demikian sel tersebut

mengalami polarisasi. Perbedaan ini timbul akibat permeabilitas relative dari

membrane sel terhadap ion-ion disekitarnya, terutama ion natrium dan

kalium yang bermuatan positif. Dalam keadaan istirahat membrane sel lebih

permeable terhadap kalium dibandingkan natrium. Karena itu sejumlah kecil


39

ion kalium merembes ke luar sel dari daerah yang mempunyai kadar kalium

tinggi menuju cairan ekstrasel dimana keadaan kalium lebih rendah. Dengan

hilangnya ion kalium yang bermuatan positif dari dalam sel maka muatan

listrik bagian dalam sel tersebut relative negative.

b. Depolarisasi Cepat (Fase 0)

Depolarisasi sel adalah akibat permeabilitas membrane terhadap

natrium sangat meningkat. Natrium yang terdapat di luar sel mengalir cepat

masuk ke dalam sel melalui saluran cepat didorong oleh perbedaan kadar

natrium itu sendiri. Masuknya ion natrium yang bermuatan positif mengubah

muatan negative disepanjang membrane sel. Bagian luar sel menjadi

negative sedangkan bagian dalam menjadi positif.

c. Repolarisasi Parsial (Fase 1)

Sesudah depolarisasi maka terjadi sedikit perubahan mendadak dari

kadar ion dan timbul suatu muatan listrik relative. Tambahan muatan

negative di dalam sel itu menyebabkan muatan positif berkurang.

Menyebabkan sebagian dari sel itu mengalami repolarisasi. Fase ini diduga

mencerminkan inaktivasi mendadak saluran cepat dari ion natrium yang

memungkinkan terjadinya influks cepat ion natrium positif.

d. Plateu (Fase 4)

Plateu yang sesuai dengan periode refrakter absolute miokardium.

Selama fase ini tidak terjadi perubahan muatan listrik melalui membrane sel.

Jumlah ion positif yang masuk dan yang keluar berada dalam keadaan
40

seimbang. Plateu disebabkan oleh aliran ion kalsium ke dalam sel secara

perlahan-lahan dan dibantu oleh gerakan natrium ke dalam sel melalui

saluran lambat. Sedikit demi sedikit gerakan muatan positif ke dalam sel

diimbangi oleh gerakan ion kalium keluar.

e. Repolarisasi Cepat (Fase 3)

Selama repolarisasi cepat maka aliran muatan kalsium dan natrium ke

dalam sel secara lambat di inaktifkan dan permeabilitas membrane terhadap

kalium sangat meningkat. Kalium keluar dari sel, dengan demikian

mengurang muatan positif di dalam sel. Bagian dalam sel akhirnya kembali

ke keadaan yang relative positif. Distribusi ion pada keadaan istirahat

dipulihkan melalui kegiatan kontinyu pada pompa natrium kalium yang

dengan aktif memindahkan kalium ke dalam sel dan natrium keluar sel.

11. Siklus Jantung

Menurut Haryono (2018) Satu siklus jantung terdiri dari peristiwa-

peristiwa yang berhubungan dengan satu denyut jantung.Dalam setiap siklus

jantung atrium dan ventrikel mengalami kontraksi dan relaksasi.Dimana darah

mengalir dari daerah yang bertekanan tinggi ke daerah yang bertekanan rendah.

Pada saat ruang jantung berkontraksi tekanan daerah ruang ini meningkat.Pada

siklus jantung yang normal ke dua atrium berkontraksi sementara ke dua

ventrikel relaksasi dan begitu juga sebaliknya.Pada saat kontraksi disebut sistolik
41

dan saat relaksasi disebut diastolik sehingga satu siklus meliputi sistolik dan

diastolikdari keempat ruang jantung.

Fase-fase pada Siklus Jantung, terdiri dari:

1) Isovolumetrik Relaksasi

Saat ventrikel relaksasi tekanan didalam ruang turun dan darah mulai

masuk ke pulmonary trunk dan aorta kembali ke ventrikel.aliran balik tertahan di

daun katup semilunar dan akhirnya katup semilunar tertutup yang menghasilkan

dicrotic wave pada kurva tekanan aorta.Setiap penutupan katup semilunaris ada

fase singkat ketika volume darah ventrikel tidak berubah karena kedua katup

semilunar dan atrio ventrikel tertutup.Periode ini disebut isovolumetrik

relaksasi.Saat ventrikel relaksasi,ruang dalam ventrikel mengembang dan

tekanannya menjadi turun,lebih rendah dari tekanan atrium,katup atrioventrikel

terbuka dan terjadilah periode ventrikel filling.

2) Ventrikular Filling

Sebagian besar ventricular filling terjadi setelah katup aorta terbuka.Darah

yang sudah terkumpul diatrium masuk ke ventrikel secara cepat.1/3 waktu

pengisian ventrikel disebut rapid ventricular filling.2/3 nya disebut diastasis,

sebagian kecil volume darah mengalir ke ventrikel.Selama isovolumetrik

relaksasi, vengisian ventrikel cepat dan diastasis,ke empat ruang jantung dalam

keadaan diastole.periode ini dinamakan sebagai periode relaksasi dan berakhir

0,4 detik. Depolarisasi SA Node menghasilkan depolarisasi atrium di tandai

dengan gelombang P pada EKG.Sistole atrium mengikuti gelombang P dan


42

berakhir sekitar 0,1 detik.Hal ini terjadi pada 1/3 akhir periode ventrikel filling

dan mengalirkan 20-25 ml ke dalam ventrikel.pada akhir ventrikel diastole

masing-masing ventrikel mengandung darah 130 ml,volume darah ini dinamakan

End Diastolik Volume (EDV).Karena sistolik atrium kontraksi 20-30 % dari

volume darah kontraksi atrium tidak terlalu penting untuk sirkulasi darah yang

ada kuat.Selama periode ventrikuler filling,katup atrioventrikul terbuka dan

katup semilunar tertutup.

3) Ventrikular Systole

Untuk 0,3 detik berikutnya atrium relaksasi dan ventrikel

berkontraksi.mendekati akhir atrial systole, aksi potensial dari SA Node telah

melewati AV Node dan masuk ke ventrikel,menyebabkan ventrikel

berdepolarisasi.Permulaan depolarisasi ventrikel di tandai dengan QRS Komplek

pada EKG,kemudian mulailah ventrikel systole dan darah mendorong katup

atrioventikel sehingga menjadi tertutup.Sekitar 0,05 detik ke empat kartup

tertutup lagi.Periode ini dinamakan Isovolumeventrik kontraksi.Selama fase ini

serabut-serabut otot jantung berkontraksi,tapi tidak memendek sehingga

kontraksi otot isometric (sama panjang).Karena ke empat katup menutup,volume

ventrikel tetap sama (isovolumik) saat kontraksi ventrikel berlangsung tekanan

didalam ruangan meningkat dengan cepat.Ketika tekanan kiri melebihi tekanan

aorta sekitar 80 mmHg dan tekanan ventrikel kanan melebihi tekanan pulmonary

trunk,sekitar 20 mmHg kedua katup semilunar terbuka dan mulailah ejeksi darah

dari jantung.tekanan di ventrikel kiri terus meningkat sampai dengan 120 mmHg
43

dan tekanan diventrikel kanan terus meningkat sampai dengan 30 mmHg.Priode

terbukanya katup semilunar disebut ventrikur ejection dan berakhir sekitar 0,25

detik ketika ventrikel mulai relaksasi. Ketika ventrikel mulai relaksasi tekanan

diventrikel turun, dan katup semilunar tertutup, mulailah periode relaksasi yang

lain. Jumlah darah yang tertinggal di ventrikel pada akhir sistolik disebut End

Sistolic Volume (ESV). Pada saat istirahat ESV sekitar 60 ml. Stroke volume

adalah jumlah darah yang dipompakan perdenyut dari setiap ventrikel sama

dengan EDV-ESV. Pada saat istirahat stroke volume berkisar 130 ml- 60 ml =

70 ml.

12. Bunyi Jantung

Menurut Octavia (2019) Bunyi jantung ditimbulkan dari turbulensi darah

yang disebabkan menutupnya katup jantung. Selama masing- masing siklus

jantung, keempat bunyi jantung timbul tetapi pada jantung yang normal hanya

BJ1 dan BJ2 yang cukup keras terdengar dengan stetoskop.

a. Bunyi Jantung I.

BJ I dapat digambarkan dengan suara LUBB, lebih keras dan sedikit lebih

panjang dari BJ II. LUBB adalah bunyi yang dihasilkan oleh turbulensi darah

dengan penutupan katup atrioventrikel segera setelah ventricular sistol

mulai.Tempat untuk mendengarkan BJ I di apex dan di sternum dekat iga kelima

kanan.
44

b. Bunyi Jantung II.

BJ II dimana lebih pendek dan tidak sekeras BJ I, dapat digambarkan

dengan bunyi DUPP. BJ II disebabkan oleh turbulensi darah yang berhubungan

dengan menutupnya katup semilunar pada permulaan ventricular diastole.

Tempat untuk mendengar BJ II pada sendi antara sternum iga ke dua kanan dan

sela iga kiri dekat tepi sternum.

c. Bunyi Jantung III.

BJ III disebabkan turbulensi darah selama fase rapid ventricular filling.

d. Bunyi Jantung IV.

BJ IV disebabkan turbulensi darah selama kontaksi atrium.

13. Curah Jantung

Curah jantung adalah jumlah darah yang dipompakan dari ventrikel

kiri/ventrikel kanan ke aorta/ke pulmonal setiap menit.Curah jantung sama

dengan stroke volume dikalikan dengan heart rate.

CO = SV X HR

Keterangan:

SV = Jumlah darah yang di pompakan oleh ventrikel setiap kontraksi.

HR = Jumlah denyut jantung permenit.


45

2.1.7 Tanda dan Gejala Coronary Artery Disease

Menurut Yasuki (2021) Pasien yang telah mengalami Penyakit Jantung

Koroner bisa saja tidak timbul gejala apapun. Semakin besar subatan dalam

pembuluh darah, maka aliran darah yang mampu melewatinya semakin sedikit,

dan kemungkinan untuk timbulnya gejala semakin besar.

Gambar 4 Terjadinya CAD

(Sumber: mountelizabeth.com.sg)

Pasien biasanya baru mengetahui adanya penyakit jantung koroner setelah

timbul gejala. Tanda dan gejala yang dapat timbul akibat penyakit jantung

koroner yakni:
46

1. Nyeri dada

Gambar 5 Letak nyeri penyakit jantung

(Sumber: KabarDunia.com)

Nyeri dada adalah gejala yang sering terjadi dan biasanya disebut dengan

angina pektoris. Nyeri dada sering dirasakan sebagai rasa tidak nyaman atau

tertekan di daerah dada, sesuai dengan lokasi otot jantung yang tidak mendapat

pemasukan oksigen. Nyeri dada tersebut dapat menjalar ke daerah bahu, lengan,

leher, rahang, atau punggung. Keluhan akan dirasakan semakin memberat saat

beraktivitas.

2. Sesak

Saat jantung tidak mampu memompa darah ke seluruh tubuh yang

diakibatkan karena adanya gangguan pada kontraktilitas jantung, hal tersebut

dapat mengakibatkan penumpukan darah di jantung sehingga terjadinya aliran

balik ke paru-paru. Hal ini menyebabkan timbulnya penumpukan cairan di dalam

paru-paru maka seorang akan mengalami sesak nafas.


47

3. Aritmia

Ialah gangguan irama jantung yang dapat menimbulkan perubahan

elektrofisiologi otot-otot jantung. Perubahan elektrofisiologi ini bermanifestasi

sebagai bentuk potensial aksi yakni rekaman grafik aktivitas listrik sel misalnya

perangsangan simpatis akan meningkatkan kecepatan denyut jantung.

4. Mual muntah

Nyeri di daerah perut khususnya ulu hati tergantung bagian jantung mana

yang bermasalah. Nyeri ini bisa merangsang gejala muntah. Area infark

merangsang reflex vasofagal.

5. Keringat dingin

Saat fase awal infark miokard terjadi pelepasan ketekolamin yang

meningkatkan stimulasi simpatis sehingga terjadi casokontriksi pembulu darah

perifer menyebabkan kulit akan menjadi berkeringat, dingin dan lembab.

6. Lemah dan tidak bertenaga

Disebabkan karena jantung tidak mampu memompakan darahnya ke

seluruh tubuh menyebabkan suplai oksigen ke jaringan berkurang sehingga dapat

merasakan kelemahan.
48

2.1.8 Tatalaksana Medis

Menurut Ningsih (2018) penatalaksanaan medis untuk penyakit jantung

koroner dibagi menjadi:

a. Farmakologi

1) Analgesik yang diberikan biasanya narkotik (morfin) yang diberikan secara

intravena dalam pengenceran dan diberikan secara perlahan. Dosis awal 2,0 -

2,5 mg dapat diulang jika perlu.

2) Nitrat dengan efek vasodilatasi (terutama venodilatasi) akan menurunkan

aliran balik vena, yang akan menurunkan preload yang berarti penurunan

oksigen pada demam. Selain itu, nitrat juga memiliki efek melebarkan arteri

koroner untuk meningkatkan suplai oksigen. Nitrat dapat diberikan sebagai

semprotan atau sublingual, diikuti dengan rute oral atau intravena.

3) Aspirin sebagai antitrombotik sangat penting. Direkomendasikan untuk

diberikan sesegera mungkin (di ruang gawat darurat) karena telah terbukti

menurunkan angka kematian.

4) Terapi Rhombolitik Prinsip penatalaksanaan pasien dengan infark miokard

akut adalah memperbaiki aliran koroner secepat mungkin

(revaskularisasi/reperfusi). Hal ini didasarkan pada proses patogenesis,

dimana terjadi penyumbatan atau trombosis pada arteri koroner.

Revaskularisasi dapat dicapai (umumnya) dengan obat trombolitik seperti

streptokinase, r-TPA (kompleks aktivator plasminogen jaringan rekombinan),


49

urokinase, ASPAC (aktivator plasminogen streptokinase anisolate) atau Scu-

PA (penggerak plasminogen tipe urokinase). Terapi trombolitik terapeutik

sangat berguna jika diberikan pada jam pertama henti jantung. Namun, terapi

ini berguna jika diberikan 12 jam setelah serangan jantung.

5) Beta blocker diberikan untuk menurunkan kontraktilitas jantung untuk

mengurangi kebutuhan oksigen miokard. Selain itu, betaclocker juga memiliki

efek antiaritmia.

b. Non Farmakologi

1) Merubah pola kebiasaan dan hidup sehari hari, memberhentikan kebiasaan

merokok.

2) Olahraga dapat meningkatkan kadar HDL kolestrol dan memperbaiki

kolaleral koroner sehingga penyakit jantung koroner dikurangi, olahraga

bermanfaat karena:

a) Meningkatkan fungsi paru-paru dan memasok O2 ke miokardium

b) Menurunkan berat badan untuk mengurangi kelebihan lemak tubuh dan

menurunkan kolesterol LDL

c) Menurunkan tekanan darah

d) Meningkatkan kebugaran jasmani

e) Diet merupakan langkah awal dalam mengatasi hiperkolesterolemia.

Tujuannya untuk menjaga pola makan seimbang, mengonsumsi makanan

yang bisa menurunkan kadar kolesterol dengan menerapkan pola makan

rendah lemak.
50

f) Dietary therapy untuk PJK, yang merupakan pedoman untuk masalah

kesehatan kardiovaskular yang telah banyak diikuti, berasal dari AHA dan

NCEP. Terapi diet ini secara khusus bertujuan untuk memperbaiki profil

lipid darah dalam batas normal. Terapi diet dasar atau level 1 dapat

mengurangi total kalori asam lemak tak jenuh ganda sebesar 10%. Jika

kadar kolesterol total darah turun 10% atau lebih dan mencapai batas target,

diet dianggap berhasil dan harus dipertahankan. Namun, jika penurunannya

<10%, diet dilanjutkan pada level 2 selama 8-10 minggu dan tes darah

akhirnya dilakukan. Jika hasilnya belum memenuhi tujuan, kemungkinan

tubuh tidak cukup responsif terhadap diet dan individu perlu berkonsultasi

dengan dokter tentang kemungkinan penggunaan obat.

2.1.8.1 Metode Teknik Oksigenasi (Terapi O2)

1) Definisi Teknik Oksigenasi (Terapi O2)

Menurut American College of Chest Physicians, the National Heart, Lung

and Blood Institute yang dikutip oleh Haryono (2018) Teknik Oksigenasi atau

biasanya dikenal dengan Terapi oksigen (O2) adalah intervensi medis berupa

terapi oksigen (O2) untuk mencegah atau memperbaiki hipoksia jaringan dan

mempertahankan kecukupan oksigenasi jaringan dengan cara meningkatkan

pengambilan oksigen (O2) ke dalam sistem pernapasan dan meningkatkan

kekuatan sistem pernapasan. Sistem pernapasan membawa oksigen (O2) ke

dalam aliran darah dan meningkatkan pelepasan atau ekstraksi oksigen (O2) ke
51

dalam jaringan. Dalam penggunaannya sebagai metode terapi, oksigen (O2)

dikemas dalam tabung bertekanan tinggi dalam bentuk gas, tidak berwarna, tidak

berbau, tidak berasa dan tidak mudah terbakar. Oksigen (O2) sebagai metode

pengobatan dilengkapi dengan beberapa aksesoris agar oksigen (O2) dapat

dilakukan secara efektif, antara lain pengatur tekanan, sistem perpipaan oksigen

(O2), flowmeter, perangkat Aerosol Therapy. Perangkat dan tabung, kanula,

kateter atau perangkat resep lainnya.

2) Indikasi Teknik Oksigenasi (Terapi O2)

Terapi oksigen (O2) direkomendasikan untuk orang dewasa, anak-anak,

dan bayi (di atas usia satu bulan) ketika tekanan parsial oksigen (O2) kurang dari

60 mm Hg atau saturasi oksigen (O2) kurang dari 90%. Istirahat dan hirup udara

ruangan. Pada bayi, terapi oksigen (O2) dianjurkan jika tekanan parsial oksigen

(O2) kurang dari 50 mm Hg atau saturasi oksigen (O2) kurang dari 88%. Terapi

oksigen (O2) direkomendasikan pada pasien dengan dugaan klinis hipoksia

berdasarkan riwayat medis dan pemeriksaan fisik. Pasien dengan infark miokard,

edema paru, cedera paru akut, sindrom gangguan pernapasan akut (ARDS),

fibrosis paru, keracunan sianida, atau inhalasi karbon monoksida (CO) semuanya

membutuhkan oksigen (O2). Terapi oksigen (O2) harus mempertimbangkan

apakah pasien benar-benar membutuhkan oksigen (O2), oksigen jangka pendek

(O2), atau terapi oksigen jangka panjang. Oksigen (O2) yang ditentukan harus
52

disesuaikan dengan tepat dan harus dievaluasi untuk manfaat terapeutik dan

pencegahan toksisitas (Pebriani, 2021).

3) Teknik Oksigenasi (Terapi O2) Jangka Pendek.

Terapi oksigen (O2) jangka pendek merupakan terapi yang dibutuhkan

pada pasien dengan hipoksemia akut, antara lain pneumonia, penyakit paru

obstruktif kronik (PPOK) dengan eksaserbasi akut, asma bronkial, gangguan

kardiovaskular dan emboli paru. Dalam keadaan ini, oksigen (O2) yang memadai

harus segera diberikan, karena pemberian oksigen (O2) yang tidak memadai

dapat mengakibatkan kecacatan permanen atau kematian. Pada kondisi ini,

oksigen (O2) diberikan dengan fraksi oksigen (O2) (FiO2) berkisar antara 60

hingga 100% dalam waktu singkat sampai kondisi klinis membaik dan diberikan

pengobatan khusus (Sari, 2021).

Indikasi yang sudah direkomendasikan:

Hipoksemia akut (Pao 2 <60 mmHg; Sao2 < 90%)

Henti jantung dan henti napas

Hipotensi (tekanan darah sistolik < 100 mmHg)

Curah jantung yang rendah dan asidosis metabolik (bikarbonat <18 mmol/L)

Distress pernafasan (frekuensi pernapasan > 24 kali/menit)

Tabel 3 Indikasi Terapi O2 Jangka Pendek


53

4) Teknik Oksigenasi (Terapi O2) Jangka Panjang.

Teknik oksigenasi (terapi O2) jangka panjang biasanya sering digunakan

oleh pasien dengan penyakit paru obstruktif kronis (PPOK), tapi tidak menutup

kemungkinan pasien dengan gangguan penyakit jantung koroner dapat

menggunakan terapi tersebut. Pasien yang menerima terapi oksigen (O2) jangka

panjang harus dievaluasi ulang dalam dua bulan untuk menilai apakah ada

perbaikan atau apakah masih dibutuhkan terapi oksigen (O2) jangka panjang

untuk diteruskan. Sekitar 40% pasien yang mendapat terapi oksigen (O2) akan

membaik setelah satu bulan dan tidak perlu lagi melanjutkan terapi oksigen (O2)

(Krismaya, 2020).

Pemberian Oksigen (O2) secara continue:

Pao2 istirahat ≤ 55 mmHg atau Sao 2 ≤ 88%

Pao2 istirahat 56-59 mmHg atau Sao2 89% pada salah satu keadaan:

Edema yang disebabkan karena CHF/CAD

P pulmonal pada pemeriksaan EKG (gelombang P> 3 mm pada lead II, III, dan aVF)

Polisitemia (hematocrit > 56%)

Pemberian Oksigen (O2) secara tidak continue:

Selama latihan: Pao2 ≤ 55 mmHg atau Sao2 ≤ 88%

Selama tidur: Pao2 ≤ 55 mmHg atau Sao2 ≤ 88% dengan komplikasi seperti

hipertensi pulmoner, somnolen dan aritmia.

Tabel 4 Indikasi Terapi Oksigen (O2) Jangka Panjang


54

5) Kontraindikasi Teknik Oksigenasi (Terapi O2)

Menurut Citra (2019) Teknik Oksigenasi (Terapi O2) tidak

direkomendasikan bila:

1) Pasien dengan obstruksi jalan napas dan keluhan sesak yang paling besar

tetapi memiliki PaO2 lebih besar atau sama dengan 60 mmHg dan tidak ada

hipoksia permanen.

2) Pasien yang tetap merokok karena memungkinkan prognosis yang buruk.

6) Cara Pemberikan Teknik Oksigenasi (Terapi O2)

Menurut Oktavia (2021) Ada banyak metode dan model mekanik yang

dapat digunakan dalam pengolahan oksigen (O2) yang masing-masing memiliki

kelebihan dan kekurangan. Pemilihan metode dan peralatan yang akan digunakan

sangat bergantung pada kondisi pasien yang akan diberikan pengobatan oksigen

(O2).

Teknik dan alat yang akan digunakan dalam pemberian terapi oksigen (O2)

hendaknya memenuhi kriteria sebagai berikut:

a. Mampu mengatur konsentrasi atau fraksi oksigen (O2) (FiO2) udara inspirasi.

b. Tidak menyebabkan akumulasi karbon dioksida (CO2).

c. Tahanan terhadap pernapasan minimal.

d. Irit dan efisien dalam penggunaan oksigen (O2).

e. Diterima dan nyaman digunakan oleh pasien.


55

Sistem pengolahan oksigen (O2) dibagi menjadi dua jenis, yaitu (1) sistem

rendah dan (2) sistem tinggi. Pada sistem aliran rendah, sebagian air laut berasal

dari udara ruangan. Alat ini menghasilkan kandungan oksigen (O2) (FiO2) sebesar

21%-90%, tergantung dari aliran gas oksigen (O2) dan bahan lain seperti kantong

pengumpul. Perangkat yang biasa digunakan dalam prosedur ini adalah: kanula

hidung, kateter hidung, masker tanpa kantong pengumpul dan oksigen

transtrakeal (O2). Alat ini digunakan pada pasien dengan kondisi stabil, volume

cairan 300-700 ml pada orang dewasa dengan pernapasan normal. Pada sistem

aliran tinggi, perangkat yang digunakan adalah venturi hood yang memiliki

kemampuan untuk menarik udara ruangan dengan kecepatan aliran oksigen

untuk mencapai aliran gas tingkat tinggi dan sebagian kecil dari oksigen tetap

(O2) (FiO2). Kelebihan alat ini adalah komponen oksigen (O2) (FiO2) yang

disediakan stabil dan mampu mengontrol suhu dan kelembaban udara inspirasi,

namun kelemahan alat ini adalah mahal, untuk mengganti semua alat saat Anda

mau mengganti kandungan oksigen (O2) (FiO2) dan ketidakstabilan untuk pasien.
56

7) Alat Teknik Oksigenasi (Terapi O2) Arus Rendah

a) Nasal Kanul dan Nasal Kateter

Gambar 6 Nasal Kanul

Gambar 7 Nasal Kateter

(Sumber: alomedika.com) (Sumber: simdos.unud.ac.id)

Nasal Kanul dan Nasal Kateter adalah perangkat perawatan rendah oksigen

(O2). Nasal kanul terdiri dari sepasang tabung panjang ± 2 cm yang dipasang di

lubang hidung pasien yang terhubung langsung ke pengukur aliran oksigen.

Karena sederhana, murah, dan mudah digunakan, mungkin bisa menjadi

alternatif tanpa masker wajah, terutama bagi pasien yang membutuhkan oksigen

konsentrasi rendah (O2). Nasal kanul aliran rendah mengantarkan oksigen ke

nasofaring dengan aliran 1-6 liter/menit dengan fraksi oksigen 24-44%. Aliran

yang berlebihan tidak meningkatkan fraksi oksigen lebih dari 44% dan

menyebabkan dehidrasi mukosa. Kelebihan dari nasal kanul adalah penggunaan

oksigen (O2) yang stabil, kemudahan pemasangan dan kenyamanan, sehingga

pasien tetap dapat makan, minum, bergerak dan berbicara. Meskipun nyaman

digunakan, implan hidung mudah teriritasi dan dikeluarkan dari mukosa hidung,
57

tidak memungkinkan konsentrasi oksigen (O2) melebihi 44%, dan tidak dapat

digunakan pada pasien dengan hidung tersumbat (obstruksi nasal). Nasal kateter

hampir sama dengan nasal kanul. Keduanya sederhana, murah, dan mudah

digunakan, dan tersedia dalam berbagai ukuran tergantung pada usia dan jenis

kelamin pasien. Kateter nomor 8-10 F digunakan untuk pasien anak, nomor

kateter 10-12 F untuk wanita, dan nomor kateter 12-14 F untuk pria. Fraksi

oksigen (O2) (FiO2) yang dihasilkan mirip dengan bagian hidung (Maya, 2018).

b) Sungkup muka tanpa kantong penampung

Gambar 8 Sungkup Muka Tanpa Kantong

Penampung (Non Rebreathing Mask)


(Sumber: simdos.unud.ac.id)

Masker wajah tanpa kantong penampung adalah alat perawatan oksigen

(O2) yang terbuat dari bahan plastik yang penggunaannya dengan cara

ditempelkan pada wajah pasien dengan ikat kepala elastis yang berfungsi untuk

menutup hidung dan mulut. Tubuh topeng bertindak sebagai reservoir untuk

menghembuskan oksigen (O2) dan karbon dioksida (CO2). Alat ini mampu

memberikan fraksi oksigen (O2) (FiO2) sekitar 40-60% dengan aliran kira-kira

5-10 liter/menit. Saat menggunakan unit ini, disarankan agar aliran oksigen (O2)
58

dipertahankan pada kira-kira 5 liter/menit atau lebih untuk mencegah karbon

dioksida (CO2) yang telah dikeluarkan dan tertahan di dalam kap mesin agar

tidak terhirup kembali. Keuntungan menggunakan masker wajah tanpa kantong

penampung adalah alat ini mampu memberikan fraksi oksigen (O2) (FiO2) yang

lebih tinggi dibandingkan kanula hidung atau kateter hidung, dan sistem

kelembapan dapat ditingkatkan dengan memilih masker dengan lubang yang

besar, sedangkan kekurangan dari alat ini adalah tidak dapat memberikan fraksi

oksigen (O2) (FiO2) kurang dari 40%, dapat menyebabkan penumpukan

karbondioksida (CO2) jika aliran oksigen (O2) rendah dan karena digunakan

untuk menutup mulut, pasien sering mengalami kesulitan makan dan minum dan

suara pasien akan teredam. Masker wajah tanpa kantong penampung paling

cocok untuk pasien yang membutuhkan fraksi oksigen (O2) (FiO2) yang lebih

tinggi daripada kanula hidung atau kateter hidung untuk waktu yang singkat,

seperti perawatan oksigen (O2) pasca anestesi unit perawatan. Masker wajah

tanpa kantong penampung juga tidak boleh digunakan pada pasien yang tidak

mampu melindungi saluran napasnya dari risiko aspirasi (Maya, 2018).


59

c) Sungkup muka dengan kantong penampung

Gambar 9 Partial Rebreathing Mask dan Rebreathing Mask

(Sumber: docplayer.com)

Ada dua jenis masker wajah dengan kantong pengumpul yang sering

digunakan pada saat pemberian perawatan oksigen (O2), yaitu masker wajah

dengan masker wajah Partial Rebreathing dan masker wajah nonrebreathing.

Keduanya sama-sama terbuat dari bahan plastik, namun perbedaan kedua jenis

masker wajah ini terletak pada keberadaan katup pada badan masker dan antara

masker dengan kantong penampung. Masker wajah Partial Rebreathing tidak

memiliki katup satu arah antara masker dan kantong penampung sehingga udara

ekspirasi dapat dihirup kembali selama fase inspirasi, sedangkan pada masker

wajah nonrebreathing terdapat katup satu arah antara masker dan kantong

penampung sehingga pasien hanya dapat menghirup udara di dalam tas koleksi

dan menghembuskannya melalui katup terpisah yang terletak di sisi tubuh


60

masker. Masker wajah dengan kantong penampung dapat menghantarkan

oksigen (O2) sebanyak 10-15 liter/menit dengan fraksi oksigen (O2) (FiO2)

sebesar 80-85% pada masker wajah yang dapat bernafas sebagian bahkan hingga

100% pada masker wajah yang tidak bernapas. Kedua jenis masker wajah

tersebut sangat dianjurkan untuk digunakan pada pasien yang membutuhkan

terapi oksigen (O2) akibat serangan jantung dan keracunan karbon monoksida

(CO) (Maya, 2018).

d) Oksigen (O2) transtrakeal

Gambar 10 Oksigenasi (O2) Transtrakeal

(Sumber: docplayer.info.com)

Oksigen transtrakeal (O2) dapat mengantarkan oksigen (O2) langsung

melalui kateter ke dalam trakea. Oksigen transtrakeal (O2) dapat meningkatkan

kepatuhan pasien terhadap terapi oksigen terus menerus (O2) selama 24 jam dan
61

seringkali berhasil dalam pengobatan hipoksemia refrakter. Oksigen transtrakeal

(O2) dapat menghemat penggunaan oksigen (O2) sekitar. 30–60%. Keuntungan

pemberian oksigen (O2) secara transstraceal adalah tidak terjadi iritasi pada

wajah atau hidung dengan rata-rata oksigen (O2) yang dapat diterima pasien

mencapai 80-96%. Kerugian menggunakan alat ini adalah biaya yang relatif

tinggi dan risiko infeksi lokal. Selain itu, terdapat berbagai komplikasi lain yang

sering terjadi dengan pemberian oksigen transtraceal (O2), antara lain emfisema

subkutan, bronkospasme, batuk paroksismal, dan infeksi ostomi (Yasuki, 2021).

8) Alat Teknik Oksigenasi (Terapi O2) Arus Tinggi

Menurut Lutfiandini (2021) Terdapat dua indikasi klinis penggunaan terapi

oksigen aliran tinggi (O2), yaitu pasien hipoksia yang memerlukan kontrol fraksi

oksigen (O2) (FiO2) dan pasien hipoksia dengan ventilasi abnormal. Dalam hal

peralatan pengolahan oksigen berdensitas tinggi (O2) yang sering digunakan

salah satunya adalah masker venturi.

Gambar 11 Mask Venturi

(Sumber: amazon.in.com)
62

Masker venturi merupakan alat pengolah oksigen (O2) dengan prinsip jet

mixing yang dapat memberikan fraksi oksigen (O2) (FiO2) yang diinginkan. Alat

ini sangat berguna untuk dapat secara akurat mentransmisikan oksigen

konsentrasi rendah (O2) sekitar 24-35% dengan arus tinggi, terutama pada pasien

penyakit paru obstruktif kronik (PPOK), gangguan kardiovaskular dan gagal

napas tipe II yang dapat mengurangi risiko berkembangnya penyakit. Penyakit

paru-paru retensi karbon dioksida (CO2) sambil mengoreksi hipoksemia. Ini juga

lebih nyaman digunakan dan karena daya arus tinggi, masalah pernapasan dapat

diselesaikan.

Aliran Oksigen (O2) 100% Fraksi Oksigen (O2) (FiO2)

Sistem Arus Rendah

Nasal Kanul

1 Liter/menit 24

2 Liter/menit 28

3 Liter/menit 32

4 Liter/menit 36

5 Liter/menit 40

6 Liter/menit 44

Transtrakeal

0,5-4 Liter/menit 24-40


63

Sungkup Oksigen (O2)

5-6 Liter/menit 40

6-7 Liter/menit 50

7-8 Liter/menit 60

Sungkup dengan Reservoir

6 Liter/menit 60

7 Liter/menit 70

8 Liter/menit 80

9 Liter/menit 90

10 Liter/menit >99

Nonrebreathing

4-10 Liter/menit 60-100

Sistem Arus Tinggi

Sungkup Venturi

3 Liter/menit 24

6 Liter/menit 28

9 Liter/menit 40

12 Liter/menit 40

15 Liter/menit 50

Tabel 5 Fraksi Oksigen (O2) (FiO2) pada Alat Terapi Oksigen (O2) Arus Rendah dan Arus
Tinggi
64

9) Pedoman Pemberian Teknik Oksigenasi (Terapi O2)

Menurut Haryono (2018) Pemberian terapi oksigen (O2) harus mengikuti

langkah-langkah berikut agar tetap dalam batas aman dan efektif, antara lain:

a. Tentukan status oksigenasi pasien dengan pemeriksaan klinis, analisa gas

darah dan oksimetri.

b. Pilih sistem yang akan digunakan untuk memberikan terapi oksigen (O2).

c. Tentukan konsentrasi oksigen (O2) yang dikehendaki: rendah (di bawah

35%), sedang (35 sampai dengan 60%) atau tinggi (di atas 60%).

d. Pantau keberhasilan terapi oksigen (O2) dengan pemeriksaan fisik pada

sistem respirasi dan kardiovaskuler.

e. Lakukan pemeriksaan analisa gas darah secara periodik dengan selang

waktu minimal 30 menit.

f. Apabila dianggap perlu maka dapat dilakukan perubahan terhadap cara

pemberian terapi oksigen (O2).

g. Selalu perhatikan terjadinya efek samping dari terapi oksigen (O2) yang

diberikan.

10) Efek samping Teknik Oksigenasi (Terapi O2)

Seperti halnya terapi obat, terapi oksigen (O2) juga dapat menimbulkan

efek samping terutama pada saluran napas dan sistem kardiovaskular. Efek

samping terapi jalan napas oksigen (O2), termasuk depresi pernapasan,

keracunan oksigen (O2) dan nyeri substernal. Keracunan oksigen (O2) terjadi

ketika oksigen (O2) diberikan dalam konsentrasi tinggi (di atas 60%) dalam
65

jangka waktu yang lama. Hal ini akan menyebabkan perubahan pada paru berupa

densitas paru, penebalan membran alveolus, edema, konsolidasi dan atelektasis.

Pada hipoksia berat, terapi oksigen lanjutan dengan fraksi oksigen (O2) (FiO2)

masih dianjurkan, yang mencapai 100% dalam 6-12 jam penyelamatan jiwa,

seperti saat resusitasi, tetapi jika kondisi kritis teratasi, fraksi oksigen ( O2)

(FiO2) harus segera direduksi. Nyeri substernal mungkin karena iritasi pada

trakea yang menyebabkan trakeitis. Hal ini terjadi dengan pemberian oksigen

(O2) konsentrasi tinggi dan penyakit biasanya akan bertambah parah bila oksigen

(O2) yang diberikan kering atau tanpa kelembaban. Jika sistem saraf pusat

diberikan dalam konsentrasi tinggi dapat menyebabkan parestesia dan nyeri

sendi, sedangkan efek samping dari pemberian oksigen (O2) pada mata terutama

pada bayi baru lahir yang tergolong prematur, hiperoksia dapat menyebabkan

kerusakan pada retina karena proliferasi pembuluh darah disertai perdarahan dan

fibrosis atau sering disebut dengan retrolental fibroplasia (Yasuki, 2021).

2.1.9 Komplikasi

Menurut Tajudin at.al (2019) Komplikasi jantung koroner terbagi bagi

menjadi:

1) Komplikasi jantung koroner dengan hipertensi.

Tekanan darah tinggi akan terus menerus menyebabkan kerusakan pada

sistem arteri perlahan-lahan. Arteri akan mengalami pengerasan disebabkan

oleh penimbunan lemak pada dinding arteri sehingga dapat mempersempit


66

lumen yang terkandung dalam dalam pembuluh darah menyebabkan penyakit

jantung koroner.

2) Komplikasi jantung koroner dengan diabetes mellitus.

Diabetes mellitus berhubungan dengan proliferasi sel otot polos di arteri

koroner, sintesis kolesterol, trigliserida dan fosfolipid. Peningkatan Kadar

LDL dan penurunan Kadar HDL juga disebabkan oleh diabetes mellitus.

3) Komplikasi jantung koroner dengan hiperkolestrol.

Kadar LDL yang tinggi dalam penyebab darah aterosklerosis. Semakin

tinggi levelnya kolesterol darah, terlebih lagi tingginya insiden aterosklerosis.

2.1.10 Pemeriksaan Diagnostik/Penunjang

Menurut Octavia (2019) pemeriksaan penunjang penyakit jantung

koroner ialah:

1) EKG (Electrocardiography)

EKG adalah alat untuk penilaian yang berguna untuk merekam data

aktivitas listrik jantung, detak jantung dan integritas konduksi listrik jantung.

Fungsi pemeriksaan EKG adalah untuk menentukan aritmia jantung,

hipertrofi atrium dan ventrikel, iskemia dan infark miokard, efek obat,

terutama digitalis, dan antiaritmia, ketidakseimbangan elektrolit, terutama

kalium, dan evaluasi fungsi alat pacu jantung.


67

2) ECG (Echocardiography)

Echokardiografi adalah tes ultrasound non-invasif yang digunakan

untuk memeriksa ukuran, bentuk dan pergerakan struktur jantung. Fungsi dari

ECG adalah untuk mengetahui adanya sinus takikardia, iskemia,

infark/fibrilasi atrium, hipertrofi ventrikel, untuk mengetahui ukuran dan

bentuk dari ruang jantung, kekuatan pompa jantung, abnormalitas katup

jantung, beserta untuk mendeteksi adanya defect antara ruang jantung, ECG

juga bisa digunakan untuk membedakan berbagai murmur jantung.

ECG juga merupakan sebuah grafik yang menunjukan aktivitas listrik

dari otot jantung saat kontraksi dan relaksasi. Saat ECG muncul begitu

seseorang diberikan beban lebih ketika berolahraga maka disebut dengan

stress test. Test ini guna untuk mendeteksi adanya masalah yang mungkin

tidak muncul saat jantung istirahat, termasuk mendeteksi penyakit jantung

koroner. Ketika arteri koroner menyumbat, otot jantung tidak dapat menyuplai

darah yang cukup saat melakukan latihan, sehingga mengakibatkan gejala

angina seperti nyeri dada dan terjadi perubahan ECG. Peristiwa paling sering

yakni adanya ST segmen elevasi atau gelombang Q patologis.

Kombinasi dari echocardiogram dan exersite test ialah test tersebut guna

membantu mengetahui fungsi jantung saat jantung bekerja lebih berat.

Exercise echocardiogram dilakukan untuk mendiagnosa penyakit jantung

koroner dan adanya blok di dalam arteri koroner.


68

3) Rontgen Dada

Rontgen dada diambil untuk menunjukkan adanya pembesaran jantung,

bayangan mencerminkan pelebaran atau hipertrofi ventrikel atau perubahan

pembuluh darah atau peningkatan tekanan paru-paru.

4) Sean Jantung

Tindakan injeksi fraksi dan estimasi pergerakan jantung.

5) Kateterisasi Jantung

Prosedur diagnostik dengan memasukan selang kateter (jenis selang

yang panjang, tipis dan fleksibel) ke dalam jantung, dilakukan dengan bantuan

sinar X-ray untuk memantau pergerakan kateter. Saat kateter sudah berada di

dalam jantung, dilakukan pemberian kontras untuk menggambar pembuluh

darah. Bentuk lain untuk mengambarkan kateterisasi jantung pada arteri

koroner yang digunakan disebut corangiography. Hasil penemuan dari

corangiography dapat berupa tindakan lanjutan ke tahap pemasang ring (PCI)

atau bisa berlanjut hingga operasi bypass. Tekanan abnormal menunjukkan

dan membantu membedakan antara gagal jantung sisi kiri dan kanan, stenosis

katup atau insufisiensi dan menilai potensi arteri koroner.

6) Elektrolit.

Ini dapat berubah karena perubahan cairan atau penurunan fungsi ginjal,

terapi diuretik.
69

7) AGD.

Gagal ventrikel kiri ditandai dengan alkalosis respiratorik ringan atau

hipoksemia dengan peningkatan supresi karbohidrat.

8) Enzim Jantung.

Meningkat bila ada kerusakan jaringan jantung, misalnya infark

miokard.

9) Thallium Scan.

Merupakan pemeriksaan yang menggunakan substansi radioaktif untuk

menghasilkan gambaran dari otot jantung. Saat dikombinasikan dengan

exercise test, thallium scan dapat memberikan gambaran area jantung yang

tidak mendapatkan suplai darah yang cukup. Radiasi saat test berlangsung

relative rendah dan dalam dosis aman. Kendati demikian komplikasi dari test

ini jarang terjadi seperti irama jantung abnormal dan serangan jantung.

2.1.11 Konsep Asuhan Keperawatan Coronary Artery Disease

Konsep dari asuhan keperawatan biasanya terdiri dari 5 tahap pemberian

asuhan keperawatan yakni, pengkajian keperawatan, diagnosa keperawatan,

intervensi keperawatan, implementasi keperawatan dan evaluasi keperawatan.

Disetiap tahapan, asuhan keperawatan tersebut memiliki point penting yang

harus di mengerti dan dilaksanakan.


70

2.1.11.1 Pengkajian Keperawatan

Menurut Wardana (2018) data pengkajian yang perlu dikaji dari

penyakit jantung koroner yakni:

1) Anamnesa

a. Biodata.

Data yang diperlukan yakni nama, nomor rekam medis (bila pernah

dirawat di rumah sakit sebelumnya), jenis kelamin, pendidikan, tanggal masuk

rumah sakit, tanggal pengkajian, status, agama, alamat tempat tinggal,

pekerjaan, serta umur klien.

b. Keluhan utama.

Keluhan yang dikeluhkan oleh pasien saat pertama kali masuk dan

datang sesuai kondisi pasien. Menanyakan tentang gangguan terpenting yang

dirasakan klien sehingga ia perlu pertolongan. Keluhan tersebut antara lain :

sesak nafas, batuk lendir atau darah, nyeri dada, pingsan, berdebar-debar,

cepat lelah dll.

c. Riwayat penyakit sekarang.

Ialah informasi tentang keadaan dan keluhan klien saat penyakit

tersebut timbul dan gejalanya dirasakan oleh klien. Menanyakan tentang

perjalanan tentang timbul keluhan sehingga klien meminta pertolongan.

Misalnya, sejak kapan keluhan dirasakan, berapa lama dan berapa kali

keluhan tersebut terjadi, bagaimana sifat dan hebatnya keluhan, dimana


71

pertama kali keluhan timbul, apa yang sedang dilakukan ketika keluhan ini

terjadi, keadan apa yang memperberat atau memperingan keluhan, adakah

usaha untuk mengatasi keluhan ini sebelum meminta pertolongan, berhasil

atau tidakkah usaha tersebut, dan sebagainya.

d. Riwayat penyakit dahulu.

Dimana klien pernah diderita dan dirawat di rumah sakit dengan

penyakit yang sama ataupun berbeda dengan keluhan penyakit sekarang saat

klien datang kembali ke rumah sakit. Menanyakan tentang penyakit-penyakit

yang pernah dialami sebelumnya. Misalnya, apakah klien pernah dirawat

sebelumnya, dengan penyakit apa, apakah pernah mengalami sakit yang berat,

dan sebagainya.

e. Riwayat penyakit keluarga.

Informasi didapat dari pihak keluarga klien maupun klien itu sendiri,

dengan menanyakan status kesehatan anggota keluarga yang bertali darah,

meliputi riwayat penyakit yang pernah diderita keluarga. Menanyakan tentang

penyakit yang pernah dialami oleh keluarga, serta bila ada anggota keluarga

yang meninggal, maka penyebab kematian juga ditanyakan.

f. Riwayat psikososial.

Berhubungan dengan kondisi penyakit yang diderita pasien serta

dampak terhadap kehidupan social klien, adanya situasi menakutkan terhadap

penyakit yang diderita klien yang dapat menimbulkan stress berlebih maupun

sebagainya.
72

g. Riwayat Pekerjaan.

Menanyakan situasi tempat bekerja dan lingkungannya.

h. Riwayat Geografi.

Menanyakan lingkungan tempat tinggalnya.

i. Riwayat Alergi.

Menanyakan kemungkinan adanya alergi terhadap cuaca, makanan,

debu dan obat.

j. Kebiasaan sosial.

Menanyakan kebiasaan dalam pola hidup, misalnya minum alcohol atau

obat tertentu.

k. Kebiasaan merokok.

Menanyakan tentang kebiasaan merokok, sudah berapa lama, berapa

batang perhari dan jenis rokok.

Menurut Octavia (2019) Pengkajian yang sering di kaji antara lain;

1) Data objektif

a) Menilai derajat ketergantungan: Level 0.1,2,3,4.

Level 0: Mandiri.

Level 1: Memerlukan penggunaan sumber daya.

Level 2: Membutuhkan pengawasan/pengawasan orang lain.

Level 3: Membutuhkan bantuan orang lain.

Level 4: ketergantungan / non partisipasi.


73

b) Tes ROM sendi.

c) Uji kekuatan, tonus dan massa otot.

d) Tes keseimbangan.

e) Palpasi nadi: teraba/tidak, kecepatan, irama dan kualitas.

f) Catat nada jantung dan adanya murmur.

g) Catat tekanan darah, catat setiap perubahan posisi atau aktivitas,

h) Auskultasi suara nafas, catat adanya suara nafas tambahan.

i) Catat kecepatan dan karakter pernafasan, adanya kesulitan/kelainan

(penarikan, batuk, sputum, penggunaan otot bantu, faring) dan kebutuhan

penggunaan O2.

j) Kaji status vaskular, misalnya: nadi perifer, varises, pengisian kapiler,

tanda-tanda perubahan kulit atrofi, warna kulit dan kuku, edema, kulit

kering/edema.

k) Observasi kebersihan umum, penampilan pakaian dan dekorasi.

l) Hasil laboratorium, rontgen, EKG, AGD, enzim jantung, oksimetri nadi,

kultur sputum.

m) Observasi istirahat/pola tidur.

n) Observasi istirahat/gangguan tidur.

o) Observasi kesadaran dan status mental.


74

2.1.11.2 Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinis terhadap respon pasien terhadap

suatu masalah kesehatan atau proses kehidupan yang dialaminya, baik yang sedang

berlangsung maupun yang potensial. Diagnosa keperawatan bertujuan untuk

mengidentifikasi respon individu, keluarga, atau komunitas terhadap situasi yang

berhubungan dengan kesehatan (Pokja SDKI DPP PPNI, 2017).

Diagnosa keperawatan yang dapat timbul pada klien dengan penyakit jantung

koroner ada 5 diagnosa, yaitu:

1) Nyeri akut b.d ketidakseimbangan suplai darah dan oksigen akibat

penurunan suplai darah ke miokardium dan peningkatan produksi asam

laktat.

2) Penurunan curah jantung b.d perubahan kontraktilitas, irama dan konduksi

elektrik jantung.

3) Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan suplai nutrisi dan kebutuhan

oksigen.

4) Ansietas b.d rasa takut akan kematian, ancaman kesehatan, dan perubahan

kesehatan.

5) Defisit pengetahuan b.d kurang terpaparnya informasi tentang penyakit.


75

2.1.11.3 Intervensi Keperawatan


NO Diagnosa Keperawatan SLKI SIKI
Kode Diagnosis Kode Luaran Kode Intervensi

1. Nyeri Akut Luaran Utama: Intervensi Utama:


D.0077 Tanda dan gejala: L.08066 Tingkat Nyeri I. 08238 Manajemen nyeri
1. Mengeluh nyeri, Setelah dilakukan intervensi Observasi :
2. Tampak meringis, keperawatan, diharapkan 1. Identifikasi lokasi, karakteristik,
3. Bersikap protektif keluarga mampu merawat durasi, frekuensi, kualitas, intensitas
(mis. waspada, posisi keluarga yang sakit dengan nyeri.
menghindari nyeri), kriteria hasil: 2. Identifikasi skala nyeri.
4. Frekuensi nadi meningkat, 3. Identifikasi respon nyeri non verbal.
5. Sulit tidur, 1. Keluhan nyeri menurun,
6. Tekanan darah meningkat, 4. Identifikasi faktor yang
2. Meringis menurun, memperberat dan memperingan
7. Pola napas berubah 3. Sikap protektif menurun,
8. Nafsu makan berubah, nyeri.
4. Gelisah menurun, 5. Identifikasi pengetahuan dan
9. Proses berpikir terganggu, 5. Kesulitan tidur menurun,
10. Menarik diri, keyakinan tentang nyeri.
6. Diaforesis menurun,
11. Berfokus pada diri sendiri, 7. Frekuensi nadi membaik,
12. Diaforesis. 8. Pola napas membaik, Terapeutik :
9. Tekanan darah membaik. 1. Berikan teknik non farmakologis
untuk mengurangi rasa nyeri (mis.
TENS, hypnosis, akupresur, terapi
musik, bio feedback, terapi pijat,
aroma terapi, teknik imajinasi
terbimbing)
2. Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri (mis. Suhu
ruangan, pencahayaan, kebisingan).
3. Fasilitas istirahat dan tidur.
76

2. Penurunan Curah Jantung Luaran Utama: Intervensi Utama:


D. 0008 Tanda dan gejala: L.02008 Curah Jantung I.02075 Perawatan Jantung

1. Bradikardi / takikardi Setelah dilakukan intervensi Observasi :


1. Gambaran EKG aritmia, keperawatan, diharapkan
2. Edema keluarga mampu merawat 1. Identifikasi tanda/gejala primer
3. Central venous pressure keluarga yang sakit dengan penurunan curah jantung
meningkat/menurun, kriteria hasil: 2. Identifikasitanda/gejala
4. Tekanan darah meningkat / sekunder penurunan curah
menurun, 1. Bradikardi / takikardi hilan jantung
5. Nadi perifer lemah, 1. Aritmia hilang 3. Monitor tekanan darah
6. Sianosis, 2. Edema hilang 4. Monitor intake dan output cairan
7. Ejection Fraction menurun, 3. Sianosis hilang 5. Monitor saturasi oksigen
8. Berat badan bertambah, 4. Lelah hilang 6. Monitor keluhan nyeri dada
9. Pulmonary vascular resistance 5. Dispnea hilang 7. Monitr EKG 12 sandapan
meningkat/menurun 6. Ortopnea hilang
10. Lelah 7. Batuk hilang Terapeutik :
11. Dispnea 8. Central venous pressure
12. Ortopnea membaik 1. Posisikan pasien semi fowler
13. Batuk 9. Tekanan darah membaik atau fowler dengan kaki ke bawah
10. Nadi perifer membaik atau posisi nyaman
11. Ejection Fraction
2. Berikan diet jantung yan sesuai
membaik
3. Fasilitasi pasien dan keluarga
12. Berat badan membaik
untuk memotivasi gaya hidup sehat
13. Pulmonary
4. Berikan terapi relaksasi untuk
vascular resistance
mengurani stres, jika perlu
membaik
5. Berikan dukungan emosional
77

dan spiritual
6. Berikan oksigen untuk
mempertahankan saturasi oksigen
>94%
Edukasi :
1. Anjurkan beraktivitas fisik sesuai
toleransi.
2.
3.
4.
78
5. Anjurkan beraktvitas fisik secara
bertahap
6. Anjurkan berhenti merokok
7. Anjurkan pasien dan keluarga
mengukur berat badan
8. Anjurkan pasien dan keluarga
mengukur intake dan output cairan
harian

Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian antihistamin,
jika perlu

3. Intoleransi Aktivitas Luaran Utama: Intervensi Utama:


D.0056 Tanda dan gejala: L.05047 Toleransi Aktivitas I.05178 Manajemen Energi Observasi :

1. Mengeluh lelah Setelah dilakukan intervensi 1. Identifikasi gangguan fungsi tubuh


2. Dispnea saat/setelah beraktivitas keperawatan, didapatkan data yang mengakibatkan kelelahan,
3. Merasa tidak nyaman dengan kriteria hasil: 2. Monitor kelelahan fisik dan
setelah beraktivitas emosional,
4. Merasa lemah 1. Lelah hilang 3. Monitor pola tidur dan jam tidur,
5. Sianosis 2. Dispnea hilang 4. Monitor lokasi dan
3. Rasa tidak nyaman hilang ketidaknyamanan
4. Lemah hilang selama melakukan aktivitas.
5. Sianosis hilang
79

Terapeutik :

1. Sediakan lingkungan nyaman dan


rendah stimulus (mis. cahaya, suara,
kunjungan),
2. Lakukan latihan rentang gerak pasif
dan/atau aktif,
3. Berikan aktivitas distraksi yang
menenangkan,
4. Fasilitasi duduk di sisi tempat tidur,
jika tidak dapat berpindah atau
berjalan.

Edukasi :

1. Anjurkan tirah baring,


2. Anjurkan melakukan aktivitas secara
bertahap,
3. Ajarkan strategi koping untuk
mengurangi kelelahan.

Kolaborasi :

1. Kolaborasi dengan ahli gizi tentang


cara meningkatkan asupan makanan.
80

4. D.0080 Ansietas Luaran Utama: Intervensi Utama:


Tanda dan gejala: L.09093 Tingkat Ansietas I.09314 Reduksi Ansietas Observasi:
1. Merasa bingung
2. Merasa khawatir dengan Setelah dilakukan intervensi 1. Identifikasi saat tingkat ansietas
akibat dari kondisi yang dihadapi keperawatan, diharapkan berubah,
3. Sulit berkonsentrasi keluarga mampu merawat 2. Identifikasi
4. Mengeluh pusing keluarga yang sakit dengan kemampuan mengambil
5. Anoreksia keputusan,
6. Frekuensi napas meningkat
kriteria hasil:
3. Monitor tanda tanda
7. Tremor
1. Bingung hilang ansietas (verbal dan nonverbal)
8. Kontak mata buruk
2. Rasa khawatir hilang
3. Pusing hilang Terapeutik:
4. Anoreksia hilang
5. Tremor hilang 1. Ciptakan suasana terapeutik untuk
6. Kontak mata membaik menumbuhkan kepercayaan,
7. Frekuensi napas membaik 2. Temani pasien untuk mengurangi
8. Konsentrasi membaik kecemasan,
3. Pahami situasi yang
membuat ansietas,
4. Gunakan pendekatan yang tenang
dan meyakinkan,
5. Motivasi mengidentifikasi situasi
yang memicu kecemasan.

Edukasi:
1. Jelaskan prosedur, termasuk sensasi
yang mungkin dialami,
81

2. Informasikan secara faktual


mengenai diagnosis, pengobatan,
dan prognosis.
3. Anjurkan mengungkapkan perasaan
dan persepsi.
4. Latih kegiatan pengalihan.

Kolaborasi:

1. Kolaborasi pemberian obat anti


ansietas

5. D.0111 Defisit pengetahuan Luaran Utama: Intervensi Utama:


Tanda dan gejala : L.12111 Tingkat Pengetahuan I.12383 Edukasi kesehatan Observasi:
1. Kebingungan
2. Menunjukkan perilaku tidak Setelah dilakukan intervensi 1. Identifikasi kesiapan dan
sesuai anjuran keperawatan, diharapkan kemampuan menerima informasi
3. Menunjukkan persepsi yang keluarga mampu merawat 2. Identifikasi faktor-faktor yang
keliru terhadap masalah keluarga yang sakit dengan dapat meningkatkan dan
4. Menunjukkan kriteria hasil: menurunkan motivasi perilaku hidup
perilaku berlebihan (mis. bersih dan sehat
Apatis, bermusuhan, agitasi, 1. Perilaku sesuai anjuran
histeria) meningkat Terapeutik:
2. Kemampuan
menjelaskan pengetahuan suatu 1. Sediakan materi dan media
topik meningkat pendidikan kesehatan
3. Persepsi yang keliru 2. Jadwalkan pendidikan
terhadap masalah kesehatan sesuai dengan kesepakatan
4. Perilaku
kesehatan meningkat.
82

3. Berikan kesempatan untuk

bertanya Edukasi:

1. Jelaskan faktor risiko yang


dapat mempengaruhi kesehatan
2. Ajarkan perilaku hidup bersih
dan sehat
3. Ajarkan strategi yang dapat
digunakan untuk meningkatkan
perilaku hidup bersih dan sehat

Tabel 6 Asuhan Keperawatan pada Pasien CAD


83

2.1.11.4 Implementasi Keperawatan

Kegiatan keperawatan adalah perilaku atau kegiatan tertentu yang

dilakukan oleh perawat untuk melaksanakan intervensi keperawatan.

Pelaksanaan proses keperawatan merupakan rangkaian kegiatan keperawatan

sehari-hari yang harus dilakukan dan didokumentasikan secara cermat. Perawat

mengawasi efektivitas intervensi yang dilakukan, bersama dengan menilai

kemajuan pasien dalam mencapai tujuan atau hasil yang diharapkan. Pada tahap

ini perawat harus melakukan tindakan keperawatan yang tertuang dalam rencana

keperawatan dan segera mencatatnya dalam format tindakan keperawatan (Tim

Pokja SIKI DPP PPNI, 2018).

Penerapan keperawatan membutuhkan fleksibilitas dan kreativitas

perawat. Sebelum melakukan operasi, perawat harus mengetahui alasan mengapa

operasi dilakukan. Perawat harus yakin bahwa tindakan keperawatan dilakukan

sesuai rencana, dilakukan dengan tepat, aman dan sesuai dengan kondisi pasien,

selalu dievaluasi jika efektif, dan selalu didokumentasikan dalam urutan

kronologis (Octavia, 2019).

2.1.11.5 Evaluasi Keperawatan

Ketika melakukan evaluasi keperawatan, perawat perlu memahami

bagaimana cara mengevaluasi sesuatu tindakan keperawatan yang telah

dilaksanakan hingga perawat dapat mengetahui perubahan status kesehatan

83
84

secara progresif pasien. Evaluasi keperawatan tersebut dirumuskan dengan

sebuah rumus yakni dikenal dengan istilah SOAP (Subjective, Objective,

Assesment, Planning). S (subjektif) adalah data informasi berupa ungkapan

keluhan pasien, O (objektif) adalah data yang berupa observasi, penilaian dan tes,

A (analisis/evaluasi) adalah makna data subjektif dan objektif. Mengevaluasi

derajat pencapaian tujuan yang ditetapkan dalam rencana keperawatan. P

(planning) merupakan rencana tindak lanjut keperawatan yang akan dilakukan

berdasarkan hasil analisis data. Jika tujuan tercapai maka perawat akan

menghentikan rencana tersebut dan jika tidak tercapai perawat akan mengubah

rencana tersebut ke rencana asuhan pasien selanjutnya (Octavia, 2019).


85

BAB III
METODE KASUS

3.1 Jenis/Desain/Rancangan Studi Kasus

Desain penulisan karya tulis ilmiah yang dibuat ini adalah deskriptif

menggunakan pendekatan studi kasus. Studi kasus ini menggambarkan tentang asuhan

keperawatan yang lebih detail dan jelas secara rasional bagaimana asuhan keperawatan

pada pasien gangguan penyakit jantung koroner dan hal tersebut meliputi pengkajian,

diagnose, intervensi, implementasi serta evaluasi.

3.2 Subyek Studi Kasus

Subyek dalam studi kasus ini adalah pasien beserta keluarga yakni istri pasien.

3.3 Fokus Studi

Fokus studi karya tulis ilmiah ini yakni pelaksanaan asuhan keperawatan

gangguan jantung: penyakit jantung koroner.

85
86

3.4 Definisi Operasional Fokus Studi

Definisi operasional pada studi kasus ini adalah:

1. Pelaksanaan asuhan keperawatan gangguan jantung: Penyakit jantung koroner

ialah pemberian intervensi keperawatan yang terdiri dari pola persepsi, pola

nutrisi, pola eliminasi, pola tidur dan istirahat, persepsi dan konsep diri, bahkan

nilai kepercayaan.

2. Pasien jantung koroner yakni pasien kelolaan penulis dengan insial Tn. S yang

dirawat di Ruang North Wing 6 gedung Cipaganti, Rumah Sakit Advent

Bandung.

3.5 Instrument Studi Kasus

1. Wawancara

Instrumen yang digunakan pada penelitian ini ialah lembaran pengkajian

keperawatan medical, SAP dan Leaflet yang sudah dipersiapkan oleh peneliti

didampingi oleh CI rumah sakit, CI mahasiswa keperawatan, dan perawat kepala

ruangan.
87

2. Observasi

Observasi dapat dilakukan dengan tatap muka. Bertemu dengan pasien saat

praktek ke kamar pasien, melihat perubahan kondisi status pasien selama

perawatan dan terapi dilakukan.

3.6 Metode Pengumpulan Data

Prosedur pengumpulan data pada studi kasus ini ialah sebagai berikut.

1. Menjelaskan kepada pasien dan pihak keluarga yakni istri pasien tujuan

pengumpulan data.

2. Meminta persetujuan secara lisan kepada pasien dan pihak keluarga yakni istri

pasien untuk pengumpulan data.

3. Melakukan pengumpulan data dengan cara:

(1) Wawancara, menggunakan lembaran pengkajian studi kasus yang

disediakan fakultas ilmu keperawatan.

(2) Observasi, proses pengumpulan data dan pelaksanaan asuhan keperawatan

penyakit jantung koroner selama perawatan berlangsung.

(3) Studi dokumentasi, membaca catatan keperawatan dan medis pasien.


88

3.7 Lokasi dan Waktu Studi Kasus

Studi kasus ini dilaksanakan di North Wing 6 No. Kamar 605, Rumah Sakit

Advent Bandung pada tanggal 22-26 November 2021.

3.8 Analisis Data dan Penyajian Data

Analisa data dilakukan saat melakukan pengkajian hingga semua data

didapatkan. Data yang telah didapatkan selanjutnya dikelompokkan dan dibandingkan

dengan teori untuk menghasilkan masalah keperawatan yang timbul pada pasien

jantung koroner.

3.9 Etika Studi Kasus

Etika yang mendasar dalam penyusunan studi kasus, yakni terdiri:

1. Informed Consent (persetujuan menjadi pasien perawat meminta persetujuan

pada pasien jantung koroner secara lisan sebelum melakukan pengumpulan

data dan pengkajian).

2. Anonimity (tanpa nama): Perawat menggunakan inisial nama pasien agar

keprivasian pasien tetap terjaga dengan aman.

3. Nonmaleficience: Pasien tidak mendapatkan bahaya atau ancaman karena

dalam pengumpulan data dan pengkajian menggunakan metode wawancara

dan observasi serta implementasi yang diberikan aman bagi pasien.


89

4. Autonomy: Pasien setuju dan mau berpartisipasi dalam studi kasus setelah

dijelaskan tujuan dilakukannya studi kasus ini dengan cara meminta

persetujuan lisan dari pasien.

5. Beneficence: Pasien mendapatkan manfaat dan mengetahui cara menangani

dan membatasi aktivitas kegiatan yang berat bagi pasien dengan gangguan

jantung koroner.
90

BAB IV

HASIL STUDI KASUS DAN PEMBAHASAN

Pada BAB ini berisi tentang hasil penerapan Asuhan Keperawatan pada Tn. R

dengan Penyakit Jantung Koroner selama 5 hari mulai dari tanggal 22 November

hingga 26 November 2021 di Ruang Rawat Inap (North Wing 6) Rumah Sakit Advent

Bandung. Laporan kasus yang akan dijelaskan pada Bab ini ialah proses keperawatan

meliputi pengkajian keperawatan, diagnosa keperawatan, intervensi keperawatan,

implementasi keperawatan, dan evaluasi keperawatan.

1.1 Hasil Studi Kasus

Dalam Bab ini, peneliti akan membahas hasil studi kasus melalui proses

keperawatan yang terdiri dari pengkajian, diagnose, intervensi, implementasi, dan

evaluasi.

1.1.1 Pengkajian

A. Health Story

(1) Identitas pasien

Nama Lengkap : Tn. R

No. Catatan Medis/Registrasi : 00-06-22-34

Tempat tanggal lahir : Bogor, 09 April 1940

90
91

Jenis kelamin : Laki-laki

Status perkawinan : Kawin

Agama : Islam

Suku : Sunda

Pendidikan terakhir : S2

Keluarga yang dapat dihubungi : Ny. S

Hubungan dengan klien : Istri

Penanggung jawab biaya perawatan : Pihak Keluarga dan klien.

Perawat yang bertugas : Ns. Freda

Tanggal pengkajian : 22 November 2021

Sumber data : Primer & Sekunder

No. Kamar : 605

Tanggal merawat : 22 – 26 November 2021

Diagnosa medis : Coronary Artery Disease (CAD)

(2) Keluhan Utama

Nyeri dada (nyeri skala 4 dari 0-10) dan lemah, letih, lesu, tak mampu

beraktivitas.

(3) Riwayat kesehatan sekarang (PQRST)

Pasien datang ke Instalasi Gawat Darurat (IGD) dengan menggunakan

kendaraan pribadi hari minggu 21 November 2021 pukul 05.21 WIB. Pasien

datang dengan keluhan mengeluh nyeri dada dan lemah kurang lebih 2 hari,

nyeri dada terasa seperti ditusuk benda tajam, dan menyebar hingga kedua
92

dada sampai ke ulu hati. Nyeri dada skala 4 dari 0-10, tubuh terasa lemah

dan tidak mampu beraktivitas sehingga pasien diantarkan pihak keluarga ke

Rumah Sakit Advent Bandung North Wing 6 No. Kamar 605 dengan

diberikan perawatan intensif.

(4) Riwayat kesehatan masa lalu

Pasien tidak memiliki penyakit bawaan yang pernah di derita nya selain

penyakit jantung koroner, tidak memiliki alergi obat, makanan, debu,

binatang, dan sebagainya.

(5) Riwayat kesehatan keluarga

Pasien tidak memiliki penyakit keturunan.

Struktur Genogram Klien:


93

Keterangan Genogram:
: Laki-laki : Perempuan meninggal dunia
: Perempuan : Klien
: Keluarga klien : Garis pernikahan
: Laki-laki meninggal dunia : Garis keturunan

(6) Life Style


Before Admitted During Admitted
a. Diet Pattern Makan 3x/hari, 1 Makan 3x/hari, ½
porsi habis, minum 8 porsi habis, minum 6
gelas (2.500 cc)/hari. gelas (1.400 cc)/hari.
b. Sleep and Rest Tidur pukul 21.00 – Tidur pukul 21.00 –
Pattern 05.00 WIB (9 jam), 05.00 WIB (9 jam),
tidak ada gangguan ada gangguan tidur,
tidur, tidak terbangun terbangun pada
pada malam hari, malam hari, tidur
tidur nyenyak. tidak nyenyak, sulit
kembali tidur.
c. Elimination BAB: 2x/hari, BAB: 1x/hari,
Pattern (Bowel konsistensi padat, konsistensi cair, feses
and Urination) feses berbau, tidak berbau, feses
ada gangguan saat berwarna hitam, feses
BAB, feses berwarna keras dan susah
kuning. keluar.

BAK: 2x/hari, air BAK: 1x/hari, air


mani jernih, tidak adamani berwarna
gangguan saat BAK, kuning, tidak ada
tidak ada pendarahan. gangguan saat BAK,
tidak ada pendarahan.
d. Activities Daily Pensiunan, lebih suka Bed Rest Total.
Living (ADL) berjalan-jalan di
halaman, bermain
bersama cucu di
rumah.
e. Hobbies & Rekreasi ke luar kota Bed Rest Total.
Recreation (Traveling).
94

B. Physical Examination
(1) Vital Sign
Temperature : 36,90C.
Pulse : 100x/menit.
Respiration : 29x/menit.
Blood Pressure : 167/110 mmHg
SPO2 : 95%.
Berat Badan : 56 Kg.
Tinggi Badan : 169 cm.
Glass Coma Scale : 15.
Eyes : 4.
Verbal : 5.
Motoric : 6.

(2) Head/neck
Tabel 7 Head to Toe

a. Head Bentuk kepada simetris, tidak


ada benjolan, tidak ada luka,
rambut berwarna hitam, ada
sedikit uban.
b. Eye Kedua bola mata simetris, pupil
mata berwarna hitam.

Penglihatan: mampu melihat


dengan baik, membaca koran
dan brosur, tidak menggunakan
kacamata, mampu menonton
televisi.
c. Ear Bentuk kedua telinga simetris,
ada kotoran telinga,

Pendengaran: mampu
mendengar dan merespon suara
saat berkomunikasi dengan
perawat dan keluarga.
d. Nose Bentuk hidung simetris, terdapat
bulu hidung dan kotoran hidung,
95

Penciuman: mampu mencium


aroma makanan saat sarapan.
e. Throat Bentuk leher simetris, tidak ada
lesi dan benjolan.

Tenggorokan: mampu menelan


makanan dan minum, tidak ada
kesulitan saat menelan.

(3) Chest
a. Inspection Bentuk kedua dada simetris,
posterior, anterior dan
transversal posisi dada 1:2.
b. Palpation Tidak ada nyeri tekan,
c. Percussion Terdengar bunyi resonan
dikedua dada,
d. Auscultation Terdengar bunyi nafas
vesikuler,

(4) Cardiovaskuler System


a. Inspection Iktus teraba di RIC V
b. Palpation Iktus kordis normal,
c. Percussion Terdengar pekak,
d. Auscultation Irama reguler,

(5) Upper Extremities


a. Inspection Kedua tangan simetris kiri dan
kanan, ada bitnik-bintik hitam,
turgor kulit baik, kulit keriput
karena penuaan.
b. Palpation Tidak ada nyeri tekan, CRT <2
detik.

(6) Abdomen
a. Inspection Perut tidak ada kembung, tidak
ada lesi.
b. Palpation Tidak ada nyeri tekan di
keempat kuadran.
96

c. Percussion Terdengar bunyi timpani di


keempat kuadran.
d. Auscultation Bising usus: 32x/menit.

(7) Lower Extremities


a. Inspection Tidak ada lesi, bitnik-bintik
hitam di kulit, kedua kaki
simetris kiri dan kanan, tidak
ada kontruksi.
b. Palpation Tidak ada nyeri tekan, CRT <2
detik.

(8) Genitalia
a. Inspection Tidak ada lesi maupun
benjolan, turgor kulit baik.

C. Social Data

Klien menggunakan Bahasa Indonesia dan Bahasa daerah (sunda)

dalam berkomunikasi dengan perawat, dokter dan keluarga. Klien lebih

sering berinteraksi dengan istri dan keluarga.

D. Spiritual Data

Klien menganut kepercayaan Islam, sebagai seorang Muslim, klien

selalu melakukan sholat 5 waktu, selalu berdoa sebelum makan dan minum.

E. Psychology Data

Klien sangat yakin akan segera sembuh dari penyakit yang saat ini di

deritanya. Klien percaya bahwa ALLAH akan membantu perawat dan


97

dokter untuk menyembuhkan penyakitnya saat ini. Keluarga terutama istri

klien selalu menemani dan memberikan semangat kepada klien untuk

kesembuhannya.

F. Diagnostic Test (Interpretation)

Tabel 8 Hasil Pemeriksaan Laboratorium

Tangg Jenis Hasil Satuan Nilai interpret


al pemeriksaa rujukkan asi
n
21/11/ Random 117 mg/dL Konsensus Belum
21 Glucose jam18. Perkeni Post DM
10 2011 (Normal)
<100:
bukan DM
100-199:
belum post
DM
>=200:
DM
HEMATOLOGY Speciment: Blood
CBC *3,990 /µL 5.000- Rendah
11.000
WBC *3,990 /µL 5.000- Rendah
11.000
Hemoglobi *9,4 g/dL 13,5-17,5 Rendah
n
Hematokri *27,0 % 42-52 Rendah
t
Platelet *148.0 /µL 150.000- Rendah
00 440.000
Natrium *122,4
mmol/L 135.0- Rendah
(Na) 148.0
Kalium *3,13 mmol/L 3.30-3.50 Rendah
DIFFERENTIAL WBC Count:
Basophyl 0 % 0-1 Normal
Gosinopyl *5 % 2-4 Tinggi
Neutrophyl 68 % 52-74 Normal
98

Lymphocyt *14 % 25-40 Rendah


e
Lymphocyt 559 /µL 500-600 Normal
e Absolute
Monocyte *13 % 2-8 Tinggi
IMUNOSEROLOGY Speciment: Swab Nasopharynx
Sars Cov-2 Negati Negative( Negative Normal
Antigen ve (Non Non (Non
(Rapid) Reactiv Reactive) Reactive)
e)
eGFR 162.11 mL/menit/ 1.K/DOQI Tinggi
73 m2 Classificat
ion
>=90:
Normal
60-89:
Mildly
Impaired
30-59:
Moderate
Impaired
15-29:
Severe
Impaired
<15
Lordyalisi
s: Renal
Failure
22/11/ Faeces Analysis Speciment: Faeces
21 Total Stool lengkap
Color Gray
Consisterc Solf
y
Mucus Negati Negative Normal
ve
Pug Negati Negative Normal
ve
Gross Negati Negative Normal
Blood ve
Occult Positiv Negative Abnorm
Blood e al
99

Amoeba Negati Negative Normal


ve
Parasite& Negati Negative Normal
Ova ve
*Helmints Negati Negative Normal
ve
*Ova Negati Negative Normal
ve
PH 7,0
Other Spora without budding: +
RBC 1-2 Cell/HPF <=1 Normal
WBC 0 Cell/HPF <6 Normal
Pemeriksaan Kardiovaskular
EKG 12 ST
Lead Elevasi
, T
Depres
i,
Aritmi
a.

G. Medication and Treatment (effect and side effect)

Tabel 9 Obat-obatan yang digunakan

Nama Obat Effect Side Effect

Crestor Menurunkan kadar Diabetes, sakit kepala,

Resulvatin 10 mg kolestrol jahat dalam pusing, sembelit, mual,

darah. nyeri perut, pegal-

pegal.

Cardio aspirine Mencegah pembekuan Mual, muntah, vertigo,

100 mg darah selama pemulihan anemia, asma, ruam

pasca serangan jantung, kulit.


100

meminimalkan rasa

nyeri, serta menurunkan

demam.

Angiatris MR Mengobati angina Pusing, mual, muntah,

pectoris (nyeri dada lemas, darah rendah.

yang disebabkan

penyakit Cardiac Artery

Deases).

Tranjenta Duo 2,5 Sebagai tambahan diet Ruam dan mulut

mg/250 mg dan olahraga untuk ulserasi, peningkatan

meningkatkan control lipase.

glikemik.

NHCL 4 tab/PSN Kekurangan natrium Mual, muntah, pusing.

dan pengganti elektrolit

bagi tubuh.

Harmal Ocas Mengobati gangguan Sakit kepala, gatal,

miksi (proses ruam kulit, kelelahan.

pengeluaran urine).

Mucosta 2x1 tab Mengobati tukak Pusing, mual, muntah,

lambung dan diare, odema.


101

peradangan pada

mukosa lambung.

Sucrafat syr. 3x15 Mengobati tukak Sakit kepala, pusing,

cc lambung dan gastritis vertigo, sembelit, diare,

kronis. ruam kulit, mulut

kering.

Pantoprazole 2x1 Meredakan nyeri, gejala Mual, muntah, diare,

vial pada GERD dan tukak sakit perut, lemas,

lambung. mulut kering.

New Diatabs 2 Mengatasi gejala diare Pusing, mual, muntah,

tab akibat keracunan kepala sakit.

makanan atau yang

disebabkan

virus/bakteri.

Crestor 10 mg Menurunkan kadar Diabetes, sakit kepala,

1x1 tab kolestrol jahat dalam pusing, mual, muntah.

darah.

NaCl 3x4 tab Untuk kondisi Dapat menyebabkan

kekurangan Natrium hipertermia.

dan klorida, pengganti

cairan isotonic plasma.


102

Alpentin Mengobati epilepsi, Mual, muntah, mulut

nyeri neuropatik, dan kering, demam,

penyakit wilis-ekbom. kelelahan.

Sumagesic Menurunkan demam Mual, muntah, nyeri

dan mengobati sakit perut.

kepala, gigi, nyeri otot

dan sendi,

osteoarthritis.

KSR 3x1 Untuk perawatan dan Mual, muntah, perut

pencegahan kembung, sakit perut,

hypokalemia. diare.

Methylcobalt 1x1 Untuk menangani Mual, muntah, diare,

tab penyakit anemia serta ruam kulit, sakit kepala,

neuropati perifer. demam.

Rebamipide 100 Mengobati lapisan Mulut kering, mual,

mg 1x1 tab lambung mengalami muntah, pusing, edema,

iritasi. ruam kulit.

Xepazim 2x1/2 tab Mengatasi perut Reaksi alergi, diare,

kembung serta sembelit, iritasi bukal,

gangguan lambung dan iritasi perianal.

usus.
103

H. Data Analysis

Tabel 10 Data Subjektif dan Objektif

Data “S” and “O” Etiology Problem

Ds:”…nyeri dada, tidak Aterosklerosis Nyeri akut.

bisa tidur…”

Do: Nyeri dada skala 4. Penyempitan arteri koroner.

Oksigenasi terganggu.

Suplai oksigen ke arteri

koroner menurun.

Kebutuhan oksigen miokard

menurun.

Hipoksia.

Metabolisme anaerob.

Asam laktat meningkat.


104

Nyeri akut.

Ds: “…Lelah…” Factor pencetus seperti usia, Penurunan

Do: Dispnea, jenis kelamin, merokok, curah

takikardia, kolestrol tinggi, diabetes. jantung.

Arterisklerosis.

Penyempitan arteri koroner.

Penurunan perfusi jaringan

jantung.

Suplai oksigen dan nutrisi

terganggu.

Kerja otot jantung menurun.

Cardiac output menurun.

Penurunan curah jatung.


105

Ds: “…lemah…” Cardiac Artery Deases. Intoleransi

Do: adanya keletihan aktivitas.

dan sulit beraktivitas Gagal pompa ventrikel kiri.

lama.

Forward failure.

Suplai darah ke jantung

menurun.

Metabolism anaerob menurun.

Asidosis metabolic menurun.

ATP menurun.

Fatigue.

Intoleransi aktivitas.

Ds: “…takut dan Aterosklerosis (penyumbatan Ansietas.

khawatir tidak pembuluh darah koroner

sembuh…” karena plak lipid).


106

Do: Merasa bingung

dan khawatir, tremor, Akumulasi penimbunan plak di

pusing, wajah pucat. intima arteri.

Penurunan aliran darah

koroner.

Tidak adekuatnya suplai

oksigen dan nutrisi ke otot

jantung.

Fatique.

PH sel menurun

Merangsang pelepasan

nociceptor.

Aktifitas serabut saraf (A delta

& C fiber).
107

Implus ke medulla spinalis.

Implus ke korteks serebri.

Persepsi nyeri.

Ansietas.

4.1.2 Diagnosa Keperawatan


1. Nyeri akut b.d ketidakseimbangan suplai darah dan oksigen akibat

penurunan suplai darah ke miokardium dan peningkatan produksi asam

laktat yang ditandai dengan nyeri dada skala.

2. Penurunan curah jantung b.d perubahan kontraktilitas, perubahan structural

(kelainan katup, aneurisme ventricular) yang ditandai dengan lelah dan

terdapat dipsnea beserta takikardia.

3. Intoleransi aktivitas b.d kelelahan dan dispneu akibat turunnya curah jantung

yang ditandai dengan lemah (fatigue).

4. Ansietas b.d rasa takut akan kematian, ancaman kesehatan, dan perubahan

kesehatan ditandai dengan rasa bingung, khawatir dan wajah terlihat pucat.
108

4.1.3 Intervensi Keperawatan


Pt. Name: Tn. R Age: 81 Tahun Room: 605 Dx: CAD Physician: Dr. Pintoko
Date/Time No. NURSING PLANNING IMPLEMENTATION EVALUATION
DIAGNOSIS(*) GOAL(*) INTERVENTION(*) RATIONALE(*)
22/11/21 1. Nyeri akut b.d Nyeri akut 1. Monitor skala 1. Mengetahui 14.30 Mengganti S: “…nyeri
ketidakseimbangan teratasi nyeri dan respon tingkat nyeri cairan infusan masih ada
suplai darah dan setelah nyeri baik verbal yang dirasakan pasien, memonitor sedikit…”
oksigen akibat dilakukan maupun non pasien selama tingkat nyeri O: Nyeri masih
penurunan suplai asuhan verbal. tindakan pasien. ada, Respirasi
darah ke keperawatan 2. Monitor perawatan yang 14.35 Monitor 23x/menit,
miokardium dan 1x4 jam frekuensi nafas. diberikan dan frekuensi nafas dan Tekanan darah
peningkatan dengan 3. Monitor respon nyeri tekanan darah 123/78 mmHg,
produksi asam kriteria hasil: tekanan darah. yang dirasakan pasien. wajah sudah
laktat yang 1. Nyeri 4. kolaborasi pasien baik 15.00 Kolaborasi tampak
ditandai dengan: berkurang. pemberian obat verbal (pasien pemberian obat membaik, tidak
Ds:”…Nyeri 2. Frekuensi nyeri: Cardio mengatakan nyeri: Cardio meringis, tidak
dada…” nafas aspirin 100 mg. yang aspirin 100 mg. sulit tidur.
Do: nyeri dada membaik. dirasakannya) 15.30 memberikan A: Masalah
skala 4, sulit tidur, 3. Tekanan maupun non makan pasien. teratasi
R: 29x/menit, darah verbal 15.45 memberikan sebagian.
BP: 167/110 membaik. (memberikan pendidikan P: Lanjutkan
mmHg, 4. wajah rangsangan kesehatan tentang Intervensi.
Wajah tampak tidak nyeri kepada penyakit yang
meringis kesakitan. meringis. pasien). diderita pasien dan St. Tedy
2. Mengetahui cara menangani
tingkat respirasi nyeri yang
selama berkelanjutan.
perawatan
109

kembali dalam
batas normal.
3. Mengetahui
tekanan darah
tetap dalam
batas normal
(120/80 mmHg
dengan sistolik:
100-120 mmHg,
dan diastolik
60-90 mmHg).
4. Kolaborasi
pemberian obat
nyeri: Cardio
aspirin 100 mg.
110

23/11/21 1. Nyeri akut b.d Nyeri akut 1. Monitor skala 1. Mengetahui 14.30 Mengganti S: “…nyeri
ketidakseimbangan teratasi nyeri dan respon tingkat nyeri cairan infusan berkurang…”
suplai darah dan setelah nyeri baik verbal yang dirasakan pasien, memonitor O: Nyeri
oksigen akibat dilakukan maupun non pasien selama tingkat nyeri berkurang,
penurunan suplai asuhan verbal. tindakan pasien. Respirasi
darah ke keperawatan 2. Monitor perawatan yang 14.35 Monitor 20x/menit,
miokardium dan 1x4 jam frekuensi nafas. diberikan dan frekuensi nafas dan Tekanan darah
peningkatan dengan 3. Monitor respon nyeri tekanan darah 119/71 mmHg,
produksi asam kriteria hasil: tekanan darah. yang dirasakan pasien. wajah sudah
laktat yang 1. Nyeri 4. kolaborasi pasien baik 15.00 Kolaborasi tampak
ditandai dengan: berkurang. pemberian obat verbal (pasien pemberian obat membaik, tidak
Ds: “…nyeri 2. Frekuensi nyeri: Cardio mengatakan nyeri: Cardio meringis, tidak
masih ada nafas aspirin 100 mg. yang aspirin 100 mg. sulit tidur.
sedikit…” membaik. dirasakannya) 15.30 memberikan A: Masalah
Do: Nyeri masih 3. Tekanan maupun non makan pasien. teratasi.
ada, Respirasi darah verbal 15.45 memberikan P: Intervensi
23x/menit, membaik. (memberikan pendidikan Selesai.
Tekanan darah 4. wajah rangsangan kesehatan tentang
123/78 mmHg, tidak nyeri kepada penyakit yang St. Tedy
wajah sudah meringis. pasien). diderita pasien dan
tampak membaik, 2. Mengetahui cara menangani
tidak meringis, tingkat respirasi nyeri yang
tidak sulit tidur. selama berkelanjutan.
perawatan
kembali dalam
batas normal.
3. Mengetahui
tekanan darah
tetap dalam
111

batas normal
(120/80 mmHg
dengan sistolik:
100-120 mmHg,
dan diastolik
60-90 mmHg).
4. Kolaborasi
pemberian obat
nyeri: Cardio
aspirin 100 mg.
112

22/11/21 2. Penurunan curah Curah 1. Monitor tanda- 1. Tanda-tanda 14.30 Monitor S: “…lelah
jantung b.d jantung tanda vital pasien. vital dalam tanda-tanda vital, mulai
perubahan adekuat 2. Auskultasi nadi batas normal: membersihkan bed berkurang…”
kontraktilitas, setelah apikal, kaji T: 36, 5-37oC. pasien, kaji
perubahan dilakukan frekuensi, irama P: 60-100x/m frekuensi irama O: Dispnea
structural asuhan jantung. R: 15-20x/m jantung. berkurang,
(kelainan katup, keperawatan 3. Pantau keluaran BP: 15.00 Mengganti akral hangat
aneurisme selama 1x4 urine, catat 120/80mmHg cairan infusan, dan tanda tanda
ventricular) yang jam dengan penurunan SPO2: 95-100% memantau urine, vital:
ditandai dengan: kriteria hasil: keluaran, dan 2. Biasanya dan intake-output. T: 36,5oC
Ds: “…Lelah…” 1. Frekuensi kesepakatan atau terjadi 15.30 Memberikan P: 95x/m
Do: Dispnea dan jantung konsentrasi urine. takikardia, posisi semi fowler, BP: 123/78
takikardia. meningkat. 4. Berikan untuk memberikan makan mmHg
BP: 167/110 2. Status istirahat dan posisi mengompensasi pasien. SPO2: 95%
mmHg. hemodinamik semi fowler penurunan 16.00 Melakukan
stabil. pasien. kontraktilitas EKG 12 lead. A: Masalah
3. Haluaran 5. Kolaborasi jantung. 16.25 Kolaborasi teratasi
urine pemberian obat: 3. Dengan pemberian obat: sebagian
adekuat. Angiatris MR menurunnya CO Angiatris MR
4. Tidak mempengaruhi P: Lanjutkan
terjadi suplai darah ke intervensi.
dispneu. ginjal yang juga
5. Akral mempengaruhi St. Tedy
hangat. pengeluaran
hormon
aldosterone
yang berfungsi
pada proses
113

pengeluaran
urine.
4. Memperbaiki
insufisiensi
kontraksi
jantung dan
menurunkan
kebutuhan
oksigen dan
penurunan
venous return.
5. Membantu
proses kimia
dalam tubuh.
114

23/11/21 2. Penurunan curah Curah 1. Monitor tanda- 1. Tanda-tanda 14.30 Monitor S: “…Nyeri
jantung b.d jantung tanda vital pasien. vital dalam tanda-tanda vital, sudah
perubahan adekuat 2. Auskultasi nadi batas normal: membersihkan bed berkurang…”
kontraktilitas, setelah apikal, kaji T: 36, 5-37oC. pasien, kaji
perubahan dilakukan frekuensi, irama P: 60-100x/m frekuensi irama O: Nyeri dada
structural asuhan jantung. R: 15-20x/m jantung. skala 2, tidak
(kelainan katup, keperawatan 3. Pantau keluaran BP: 15.00 Mengganti ada dispneu,
aneurisme selama 1x4 urine, catat 120/80mmHg cairan infusan, akral hangat,
ventricular) yang jam dengan penurunan SPO2: 95-100% memantau urine, tanda-tanda
ditandai dengan: kriteria hasil: keluaran, dan 2. Biasanya dan intake-output. vital:
Ds: “…lelah mulai 1. Frekuensi kesepakatan atau terjadi 15.30 Memberikan T: 36,7oC
berkurang…” jantung konsentrasi urine. takikardia, posisi semi fowler, P: 90x/m
meningkat. 4. Berikan untuk memberikan makan BP: 119/71
Do: Dispnea 2. Status istirahat dan posisi mengompensasi pasien. mmHg
berkurang, akral hemodinamik semi fowler penurunan 16.00 Kolaborasi SPO2: 95%
hangat dan tanda stabil. pasien. kontraktilitas pemberian obat: Urine: 600,
tanda vital: 3. Haluaran 5. Kolaborasi jantung. Angiatris MR warna bening,
T: 36,5oC urine pemberian obat: 3. Dengan 16.25 Pemberian tidak ada
P: 95x/m adekuat. Angiatris MR menurunnya CO pendidikan pendarahan,
BP: 123/78 mmHg 4. Tidak mempengaruhi kesehatan tentang tidak pekat.
SPO2: 95% terjadi suplai darah ke penyakit CAD dan
dispneu. ginjal yang juga perawatan mandiri A: Masalah
5. Akral mempengaruhi dengan pihak teratasi.
hangat. pengeluaran keluarga, seperti
hormon membatasi P: Intervensi
aldosterone aktivitas-aktivitas selesai.
yang berfungsi berat yang dapat
pada proses menimbulkan St. Tedy
115

pengeluaran penyakit CAD


urine. kembali.
4. Memperbaiki
insufisiensi
kontraksi
jantung dan
menurunkan
kebutuhan
oksigen dan
penurunan
venous return.
5. Membantu
proses kimia
dalam tubuh.
116

24/11/21 3. Intoleransi Intoleransi 1. Monitor tanda- 1. Tanda-tanda 14.30 Monitor S: “…masih


aktivitas b.d aktivitas tanda vital. vital dalam tanda-tanda vital, sedikit
kelelahan dan teratasi 2. Beri bantuan batas normal: merapikan bed lemas…”
dispneu akibat setelah dalam aktivitas T: 36, 5-37oC. pasien.
turunnya curah dilakukan perawatan diri. P: 60-100x/m 14.35 Membantu O: Masih ada
jantung yang asuhan 3. Menganjurkan R: 15-20x/m pasien buang air keletihan dan
ditandai dengan: keperawatan pasien untuk BP: besar ke toilet, kelemahan,
Ds: “…lemah…” 1x4 jam melakukan 120/80mmHg memandikan beraktivitas
Do: adanya dengan aktivitas ditemani SPO2: 95-100% pasien, mengganti dibantu
keletihan dan sulit kriteria hasil: oleh keluarga. 2. Mengetahui pempers pasien, perawat dan
beraktivitas lama. 1. Dapat 4. Memberikan kebutuhan yang perawatan mulut keluarga
Makan ½ porsi beraktivitas makan pasien. diperlukan dan gigi. pasien, makan
tidak habis. normal. 5. Kaji penyebab pasien, dan 15.00 Mengganti ½ porsi tidak
2. Mencapai terjadinya kemampuan cairan infusan, habis, tanda-
peningkatan kelemahan. pasien dalam memantau urine, tanda vital:
toleransi beraktivitas dan dan intake-output. T: 36,5oC
aktivitas perawatan diri. 15.30 Memberikan P: 95x/m
yang dapat 3. Memenuhi makan pasien, BP: 123/78
diukur, kebutuhan memberikan posisi mmHg
dibuktikan aktivitas pasien semi fowler. SPO2: 95%
oleh yang tidak dapat 15.45 Intake: 2200
penurunan dilakukan secara Menganjurkan Output: 1200
kelemahan mandiri. pasien saat
dan 4. Memenuhi beraktivitas untuk A: Masalah
keletihan. kebutuhan selalu ditemani teratasi
nutrisi bagi oleh keluarga sebagian.
tubuh selama (istri).
perawatan. P: Lanjutan
intervensi.
117

5. Mengetahui 16.00 Mengkaji


faktor-faktor adanya kelemahan St. Tedy
yang dapat pasien.
menyebabkan
terjadinya
kelemahan.
118

25/11/21 3. Intoleransi Intoleransi 1. Monitor tanda- 1. Tanda-tanda 14.30 Monitor S: “…sudah


aktivitas b.d aktivitas tanda vital. vital dalam tanda-tanda vital, tidak lemas…”
kelelahan dan teratasi 2. Beri bantuan batas normal: merapikan bed O: Keletihan
dispneu akibat setelah dalam aktivitas T: 36, 5-37oC. pasien. sudah tidak
turunnya curah dilakukan perawatan diri. P: 60-100x/m 14.35 Membantu ada,
jantung yang asuhan 3. Menganjurkan R: 15-20x/m pasien buang air beraktivitas
ditandai dengan: keperawatan pasien untuk BP: besar ke toilet, sudah mampu
Ds: “…masih 1x4 jam melakukan 120/80mmHg memandikan mandiri
sedikit lemas…” dengan aktivitas ditemani SPO2: 95-100% pasien, mengganti durasi2-3
Do: Masih ada kriteria hasil: oleh keluarga. 2. Mengetahui pempers pasien, menit, tetapi
keletihan dan 1. Dapat 4. Memberikan kebutuhan yang perawatan mulut beberapa
kelemahan, beraktivitas makan pasien. diperlukan dan gigi. aktivitas tetap
beraktivitas normal. 5. Kaji penyebab pasien, dan 15.00 Mengganti dibantu
dibantu perawat 2. Mencapai terjadinya kemampuan cairan infusan, perawat dan
dan keluarga peningkatan kelemahan. pasien dalam memantau urine, keluarga
pasien, makan ½ toleransi beraktivitas dan dan intake-output. pasien, makan
porsi tidak habis, aktivitas perawatan diri. 15.30 Memberikan 1 porsi habis,
tanda-tanda vital: yang dapat 3. Memenuhi makan pasien, tanda-tanda
T: 36,5oC diukur, kebutuhan memberikan posisi vital:
P: 95x/m dibuktikan aktivitas pasien semi fowler. T: 36,7oC
BP: 123/78 mmHg oleh yang tidak dapat 15.45 P: 90x/m
SPO2: 95% penurunan dilakukan secara Menganjurkan BP: 119/71
Intake: 2200 kelemahan mandiri. pasien saat mmHg
Output: 1200 dan 4. Memenuhi beraktivitas untuk SPO2: 95%
keletihan. kebutuhan selalu ditemani Intake: 1200
nutrisi bagi oleh keluarga Output: 600
tubuh selama (istri).
perawatan. A: Masalah
teratasi.
119

5. Mengetahui 16.00 Mengkaji


faktor-faktor adanya kelemahan P: Intervensi
yang dapat pasien. selesai.
menyebabkan
terjadinya St. Tedy
kelemahan.
120

24/11/21 4. Ansietas b.d rasa Ansietas 1. 1. Mengetahui 14.30 Monitor S: “…cemas


takut akan teratasi Mengidentifikasi tingkat Respirasi secara mulai
kematian, ancaman setelah perubahan tingkat perubahan berkala. berkurang…”
kesehatan, dan dilakukan ansietas. ansietas yang 14.35 Memonitor O: Wajah
perubahan asuhan 2. Monitor tanda- terjadi selama tingkat kecemasan masih terlihat
kesehatan ditandai keperawatan tanda ansietas. tindakan dan tanda-tanda pucat dan
dengan: 1x4 jam 3. Ciptakan perawatan. penyebab belum dapat
Ds: “…rasa dengan suasana 2. Mengetahui kecemasan pasien tersenyum,
bingung, kriteria hasil: lingkungan yang tanda-tanda selama perawatan. Respirasi
khawatir…” 1. Rasa nyaman dan yang dapat 15.00 memberikan 23x/menit, rasa
Do: Wajah terlihat bingung dan aman. menyebabkan Lingkungan yang bingung da
pucat, tangan khawatir 4. Memotivasi dan ansietas dapat aman dan nyaman, khawatir sudah
tremor, Respirasi hilang. mengidentifikasi terjadi kembali. merapikan bed hilang, tidak
29x/menit. 2. situasi yang 3. Lingkungan pasien, tremor.
Kecemasan memicu yang nyaman memberikan posisi A: Masalah
teratasi. kecemasan dan aman semi fowler. Teratasi
3. Tremor menggunakan memberikan 15.30 Sebagian.
teratasi. pendekatan ketenangan Mendengarkan P: Lanjutkan
4. Frekuensi terapeutik. yang dapat pasien memberikan Intervensi.
nafas 5. Monitor membantu pendapat tentang
membaik. respirasi. pasien dalam penyakit yang St. Tedy
proses dideritanya.
penyembuhan. 15.45 Memotivasi
4. pendekatan dan memberikan
terapeutik dapat penkes kepada
memberikan pasien berupa
suatu efek penanggulangan
kepada pasien mengatasi
dalam kecemasan berlebih
121

memotivasi dan dengan teknik


mengidentifikasi nafas dalam dan
pemicu mendengarkan
terjadinya musik.
penyakit
tersebut.
5. mengetahui
tingkat respirasi
selama
perawatan
kembali dalam
batas normal.
122

25/11/21 4. Ansietas b.d rasa Ansietas 1. 1. Mengetahui 14.30 Monitor S: “…cemas


takut akan teratasi Mengidentifikasi tingkat Respirasi secara berkurang…”
kematian, ancaman setelah perubahan tingkat perubahan berkala. O: Wajah tidak
kesehatan, dan dilakukan ansietas. ansietas yang 14.35 Memonitor terlihat pucat
perubahan asuhan 2. Monitor tanda- terjadi selama tingkat kecemasan dan dapat
kesehatan ditandai keperawatan tanda ansietas. tindakan dan tanda-tanda tersenyum,
dengan: 1x4 jam 3. Ciptakan perawatan. penyebab Respirasi
Ds: “…cemas dengan suasana 2. Mengetahui kecemasan pasien 20x/menit, rasa
mulai kriteria hasil: lingkungan yang tanda-tanda selama perawatan. bingung da
berkurang…” 1. Rasa nyaman dan yang dapat 15.00 memberikan khawatir sudah
Do: Wajah masih bingung dan aman. menyebabkan Lingkungan yang hilang, tidak
terlihat pucat dan khawatir 4. Memotivasi dan ansietas dapat aman dan nyaman, tremor.
belum dapat hilang. mengidentifikasi terjadi kembali. merapikan bed A: Masalah
tersenyum, 2. situasi yang 3. Lingkungan pasien, Teratasi.
Respirasi Kecemasan memicu yang nyaman memberikan posisi P: Intervensi
23x/menit, rasa teratasi. kecemasan dan aman semi fowler. Selesai.
bingung da 3. Tremor menggunakan memberikan 15.30
khawatir sudah teratasi. pendekatan ketenangan Mendengarkan St. Tedy
hilang, tidak 4. Frekuensi terapeutik. yang dapat pasien memberikan
tremor. nafas 5. Monitor membantu pendapat tentang
membaik. respirasi. pasien dalam penyakit yang
proses dideritanya.
penyembuhan. 15.45 Memotivasi
4. pendekatan dan memberikan
terapeutik dapat penkes kepada
memberikan pasien berupa
suatu efek penanggulangan
kepada pasien mengatasi
dalam kecemasan berlebih
123

memotivasi dan dengan teknik


mengidentifikasi nafas dalam dan
pemicu mendengarkan
terjadinya musik.
penyakit
tersebut.
5. mengetahui
tingkat respirasi
selama
perawatan
kembali dalam
batas normal.

Tabel 11 Catatan Perkembangan


No Tanggal Diagnosa Keperawatan Implementasi Keperawatan Evaluasi Keperawatan
1 24/11/21 Nyeri akut b.d 14.30 Mengganti cairan infusan pasien, S: “…nyeri berkurang…”

ketidakseimbangan memonitor tingkat nyeri pasien. O: Nyeri berkurang, Respirasi

suplai darah dan oksigen 14.35 Monitor frekuensi nafas dan 20x/menit, Tekanan darah 119/71

akibat penurunan suplai tekanan darah pasien. mmHg, wajah sudah tampak
124

darah ke miokardium 15.00 Kolaborasi pemberian obat nyeri: membaik, tidak meringis, tidak

dan peningkatan Cardio aspirin 100 mg. sulit tidur.

produksi asam laktat 15.30 memberikan makan pasien. A: Masalah teratasi.

yang ditandai dengan: 15.45 memberikan pendidikan P: Intervensi Selesai.

Ds: “…nyeri masih ada kesehatan tentang penyakit yang

sedikit…” diderita pasien dan cara menangani St. Tedy

Do: Nyeri masih ada, nyeri yang berkelanjutan.

Respirasi 23x/menit,

Tekanan darah 123/78

mmHg, wajah sudah

tampak membaik, tidak

meringis, tidak sulit

tidur.
125

2 24/11/21 Penurunan curah jantung 14.30 Monitor tanda-tanda vital, S: “…Nyeri sudah berkurang…”

b.d perubahan membersihkan bed pasien, kaji O: Nyeri dada skala 2, tidak ada

kontraktilitas, perubahan frekuensi irama jantung. dispneu, akral hangat, tanda-tanda

structural (kelainan 15.00 Mengganti cairan infusan, vital:

katup, aneurisme memantau urine, dan intake-output. T: 36,7oC

ventricular) yang 15.30 Memberikan posisi semi fowler, P: 90x/m

ditandai dengan: memberikan makan pasien. BP: 119/71 mmHg

Ds: “…lelah mulai 16.00 Kolaborasi pemberian obat: SPO2: 95%

berkurang…” Angiatris MR Urine: 600, warna bening, tidak

16.25 Pemberian pendidikan kesehatan ada pendarahan, tidak pekat.

Do: Dispnea berkurang, tentang penyakit CAD dan perawatan

akral hangat dan tanda mandiri dengan pihak keluarga, seperti A: Masalah teratasi.

tanda vital: membatasi aktivitas-aktivitas berat

T: 36,5oC P: Intervensi selesai.


126

P: 95x/m yang dapat menimbulkan penyakit

BP: 123/78 mmHg CAD kembali. St. Tedy

SPO2: 95%

3 25/11/21 Intoleransi aktivitas b.d 14.30 Monitor tanda-tanda vital, S: “…sudah tidak lemas…”

kelelahan dan dispneu merapikan bed pasien. O: Keletihan sudah tidak ada,

akibat turunnya curah 14.35 Membantu pasien buang air besar beraktivitas sudah mampu

jantung yang ditandai ke toilet, memandikan pasien, mandiri durasi2-3 menit, tetapi

dengan: mengganti pempers pasien, perawatan beberapa aktivitas tetap dibantu

Ds: “…masih sedikit mulut dan gigi. perawat dan keluarga pasien,

lemas…” 15.00 Mengganti cairan infusan, makan 1 porsi habis, tanda-tanda

Do: Masih ada keletihan memantau urine, dan intake-output. vital:

dan kelemahan, 15.30 Memberikan makan pasien, T: 36,7oC

beraktivitas dibantu memberikan posisi semi fowler. P: 90x/m

perawat dan keluarga BP: 119/71 mmHg


127

pasien, makan ½ porsi 15.45 Menganjurkan pasien saat SPO2: 95%

tidak habis, tanda-tanda beraktivitas untuk selalu ditemani oleh Intake: 1200

vital: keluarga (istri). Output: 600

T: 36,5oC 16.00 Mengkaji adanya kelemahan A: Masalah teratasi.

P: 95x/m pasien. P: Intervensi selesai.

BP: 123/78 mmHg

SPO2: 95% St. Tedy

Intake: 2200

Output: 1200

4 26/11/21 Ansietas b.d rasa takut 14.30 Monitor Respirasi secara berkala. S: “…cemas berkurang…”

akan kematian, ancaman 14.35 Memonitor tingkat kecemasan O: Wajah tidak terlihat pucat dan

kesehatan, dan perubahan dan tanda-tanda penyebab kecemasan dapat tersenyum, Respirasi

pasien selama perawatan. 20x/menit, rasa bingung da


128

kesehatan ditandai 15.00 memberikan Lingkungan yang khawatir sudah hilang, tidak

dengan: aman dan nyaman, merapikan bed tremor.

Ds: “…cemas mulai pasien, memberikan posisi semi fowler. A: Masalah Teratasi.

berkurang…” 15.30 Mendengarkan pasien P: Intervensi Selesai.

Do: Wajah masih terlihat memberikan pendapat tentang penyakit

pucat dan belum dapat yang dideritanya. St. Tedy

tersenyum, Respirasi 15.45 Memotivasi dan memberikan

23x/menit, rasa bingung penkes kepada pasien berupa

da khawatir sudah penanggulangan mengatasi kecemasan

hilang, tidak tremor. berlebih dengan teknik nafas dalam dan

mendengarkan musik.
129

4.2 Pembahasan

Pembahasan pada Bab ini adalah bagaimana peneliti menganalisa studi kasus

dalam asuhan keperawatan pada Tn. R dengan pemberian asuhan keperawatan dengan

penyakit Coronary Artery Disease (CAD) atau dikenal dengan penyakit jantung

koroner di Rawat Inap North Wing 6 Rumah Sakit Advent Bandung. Pembahasan ini

berdasarkan teori dan praktik, asuhan keperawatan yang diberikan pada Tn. R

didasarkan oleh proses keperawatan yang terdiri yakni pengkajian keperawatan,

diagnose keperawatan, intervensi keperawatan, implementasi keperawatan, dan

evaluasi keperawatan.

4.3 Keterbatasan Studi Kasus

Keterbatasan yang dialami peneliti dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah (KTI)

ini ialah mulai dari pengambilan data dan perawatan yang diberikan kepada pasien dan

keluarga, seperti pengkajian, diagnosa, intervensi, implementasi, hingga evaluasi tidak

ada hambatan dan saat diberikan asuhan keperawatan pasien maupun keluarga sangat

kooperatif hingga membuat hubungan perawat dan pasien menjadi lebih dekat dan

saling percaya (trust).

1. Pengkajian Keperawatan

Saat melakukan pengkajian, peneliti tidak mendapat ataupun

menemukan keterbatasan saat mengkaji, bahkan saat keluarga diberikan

129
130

pertanyaan dan pernyataan, pasien dan keluarga memberikan informasi

yang jelas dan lugas.

2. Diagnosa Keperawatan

Ditahap diagnosa, peneliti tidak mendapatkan keterbatasan dikarenakan

pasien sangat terbuka dan tertarik untuk menceritakan masalah dan keluhan

yang diderita pasien.

3. Intervensi Keperawatan

Tahap intervensi adalah tahap yang dimana peneliti cukup memiliki

keterbatasan dalam mencari sumber teori yang tepat dan terbaru dengan

kasus penyakit jantung koroner.

4. Implementasi Keperawatan

Saat implementasi keperawatan dilakukan, pasien dapat mengikuti dan

memahami tindakan tersebut tanpa ada penolakan sehingga membuat

peneliti tidak mengalami keterbatasan.

5. Evaluasi Keperawatan

Pada tahap evaluasi keperawatan, sedikit sulit mendapatkan sumber-

sumber teori yang tepat, sehingga pada tahap ini memiliki keterbatasan.

Demikian pembuatan keterbatasan yang peneliti temui saat membuat

Karya Tulis Ilmiah dan pelaksanaan proses asuhan keperawatan dari

pengkajian hingga evaluasi saat melaksanakan praktik.


131

4.4 Discharge Planning

Pencegahan dan penanggulangan yang ditujukan untuk meminimalkan resiko

kembali terjadinya penyakit jantung koroner dengan cara:

1) Hindari stress yang berlebihan.

2) Hidup teratur (pola makan dan minum) hindari gaya hidup yang beresiko

(merokok, miras, kopi).

3) Olahraga teratur.

4) Hindari konsumsi makanan tinggi kolesterol, gula, garam.

5) Diet sesuai aturan.

6) Check up rutin bila terdapat factor-faktor resiko.

7) Makan makanan yang bergizi dan seimbang.


132

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

Pada Bab ini, peneliti akan memberikan kesimpulan dari hasil pembahasan yang

telah dibahas dan memberikan saran kepada pihak-pihak yang telah membaca agar

dapat menjadikan sebuah acuan untuk perkembangan pengetahuan dan keilmuan

khususnya dibidang keperawatan.

5.1 Kesimpulan

Kasus yang di kelola pada Tn. R dengan diagnosa medis Coronary Artery Disease

(CAD) atau yang biasa dikenal sebagai penyakit jantung koroner telah didapatkan hasil

sebagai berikut:

1) Keluhan utama dari hasil pengkajian yang telah dikaji kepada pasien yakni

nyeri dada. Pasien mengatakan nyeri dada di kedua dada hingga ulu hati dengan

skala nyeri 4 (nyeri ringan), nyeri yang dirasakan seperti ditusuk benda tajam,

hingga membuat pasien lemah, letih, lesu dan tak mampu beraktivitas secara

normal.

2) Diagnosa Keperawatan yang muncul pada Tn. R ialah penurunan curah jantung

b.d perubahan kontraktilitas miokard, nyeri akut b.d agen cidera biologis,

ketidakefektifan pola nafas b.d ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan

oksigen.

132
133

3) Intervensi Keperawatan dan metode perawatan khusus yang diberikan kepada

pasien adalah teknik oksigenasi, yakni pemberian O2 yang cukup sesuai

kebutuhan yang diperlukan jantung dan kadar oksigen dalam darah, untuk

membantu mengobati penyakit yang diderita pasien agar lebih cepat dalam

pemulihan.

4) Implementasi Keperawatan yang diberikan dan diterapkan kepada pasien tidak

semata-mata ditolak, baik pasien maupun pihak keluarga. Pasien menerima

segala sesuatu tindakan keperawatan yang diberikan dan membina hubungan

saling percaya antara perawat dan pasien itu sendiri hingga hingga asuhan

keperawatan yang diberikan berjalan dengan semestinya.

5) Evaluasi keperawatan dari implementasi selama tindakan keperawatan yang

diberikan mengalami banyak perubahan menuju lebih baik. Penurunan curah

jantung yang merupakan diagnose keperawatan yang pertama menjadi titik

fokus khusus oleh sebab peneliti melakukan tindakan menggunakan metode

khusus untuk menangani masalah keperawatan tersebut.

6) Hasil analisa penerapan teknik oksigenasi menggunakan O2 therapy,

Peningkatan energi otot jantung, adanya perubahan pola nafas yang lebih

efektif dan tekanan darah pada pasien kembali dalam batas normal. Dengan

demikian hal tersebut membuat pasien merasa lebih nyaman selama perawatan

dan pemulihan.
134

5.2 Saran

Karya Tulis Ilmiah ini masih banyak kekurangannya dan jauh dari kata sempurna,

bilamana ada ditemukan kesalahan baik dalam penulisan atau apapun yang berkaitan

dengan Karya Tulis Ilmiah ini, pembaca boleh memberikan kritik dan saran yang dapat

membangun insan muda dimasa depan yakni perawat-perawat professional

terkhususnya DIII Keperawatan dalam menjalani pendidikannya. Jika berkenan boleh

diberikan banyak motivasi dan inspirasi tentang bagaimana menjalankan asuhan

keperawatan kepada klien dengan penyakit jantung koroner terkhususnya. Bila

mungkin ada kata atau hal-hal yang kurang berkenan pada penulisan Karya Tulis

Ilmiah ini, dengan hormat penulis memohon maaf sebesar-besarnya, terima kasih

banyak, Tuhan memberkati.

a. Saran bagi pasien

Pasien harus lebih sering berlatih dan mengunakan teknik oksigenasi yakni bila

telah pulih jika tidak menggunakan O2 Therapy, bisa menggunakan Teknik

nafas dalam baik saat beraktivitas maupun sedang beristirahat seperti duduk dan

lain sebagainya.

b. Saran bagi perawat dan tenaga kesehatan lainnya

Sebagai salah seorang penatalaksanaan asuhan keperawatan dan tindakan non

farmakologi, diharapkan perawat mampu mengimplementasikan secara

mandiri untuk membantu pasien dalam perawatan dan pemulihan sehingga


135

dapat menurunkan gejala dan stress pasien saat menghadapi masalah dan

penyakit yang diderita.

c. Saran bagi penulis

Mengoptimalkan dan memberikan pemahaman lebih tentang asuhan

keperawatan pada pasien CAD hingga dapat menjadi ilmu pengetahuan yang

dapat meningkatkan keilmuan dan perspektif tentang penyakit sistem

kardiovaskular.

d. Saran bagi dunia keperawatan

Mengeksplorasikan intervensi dengan inovasi sebagai tindakan perawat secara

mandiri yang dapat diunggulkan, oleh karena itu seluruh tenaga keperawatan

dapat sering mengamplikasikan teknik oksigenasi, O2 therapy, hingga teknik

nafas dalam, agar dapat mengurangi sesak pada dada pasien.


136

DAFTAR PUSTAKA

Alamsyah. (2019). Penderita Jantung Koroner (PJK) dengan Gangguan Kebutuhan

Oksigenasi. Healthy Tadulako Journal, Volume 5, 38-44.

Alhikmah, R. T. (2020). Gambaran Karakteristik Pasien Penyakit Jantung Koroner di

RS UNHAS Kota Makassar. Jurnal Kesehatan Masyarakat.

Awi, T. D. (2021). Pengetahuan Tentang Faktor Risiko Pada Pasien Penyakit Jantung

Koroner. Jurnal Ilmiah Mahasiswa.

Citra. (2019). Analisis Faktor Risiko Modifikasi Penyakit Jantung Koroner di RSU

Haji Surabaya Tahun 2019. Media Gizi Kesehatan Masyarakat, 47-55.

Delina, N. N. (2020). Asuhan Keperawatan Pada Pasien Penyakit Jantung Koroner

(PJK) Dengan Masalah Nyeri Akut. Studi Literatur.

Gusti, C. M. (2020). Asuhan Keperawatan Pada Klien Penyakit Jantung Koroner

Dengan Masalah Keperawatan Ansietas. Studi Literatur.

Haryono. (2020). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Sistem Cardiovaskular untuk

Profesi Ners. (L. Y. Romli, Ed.) Jombang: ICME PRESS.

Karyatin. (2019). Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Penyakit Jantung

Koroner. Jurnal Ilmiah Kesehatan, 37-43.


137

Krismaya, D. L. (2020). Gambaran Kadar Kolestrol Pasien Penyakit Jantung Koroner

Di Rumah Sakit Umum Daerah Klungkung Periode Januari Sampai Desember

2020. Karya Tulis Ilmiah.

Lutfiandini, F. A. (2021). Asuhan Keperawatan Keluarga Pada Pasien Penyakit

Jantung Koroner (PJK) dengan Masalah Keperawatan Intoleransi Aktivitas di

Desa Pakijangan Wonorejo Pasuruan. Karya Tulis Ilmiah.

Maharani, I. (2020). Asuhan Keperawatan Pada Pasien Penderita Penyakit Jantung

Koroner (PJK) Dengan Masalah Intoleransi Aktivitas. Studi Literatur.

Maia, B. (2019). Asuhan Keperawatan Kebutuhan Rasa Aman Nyaman Pada Ny. I. F.

L. Dengan Diagnosa Coronary Artery Disease (CAD) di Ruang ICCU RSUD

Prof. Dr. W. Z. Johannes Kupang. Karya Tulis Ilmiah.

Maya, I. P. (2018). Terapi O2. (S. dr. I Gusti Agung Gede Utara Hartawan, Ed.)

Denpasar.

Octavia, V. (2019). Hubungan Tingkat Pengetahuan Pasien Terhadap Kecemasan

Pasien Yang Akan Dilakukan Corangiography Standby PCI di RS. Jantung

Jakarta. Skripsi.

Oktavia, K. A. (2021). Asuhan Keperawatan pada Penderita Jantung Koroner Dengan

Masalah Intoleransi Aktivitas di Desa Pohgedang, Pasrepan. Karya Tulis

Ilmiah.
138

Pebriani, K. M. (2021). Gambaran Tekanan Darah Pada Pasien Penyakit Jantung

Koroner Di RSUD Klungkung Tahun 2021. Karya Tulis Ilmiah.

Riskesdas. (2019). Laporan Provinsi Jawa Barat Riskesdas 2018. Lembaga Penerbit

BALITBANGKES, 1-530.

Sari. (2021). Gambaran Faktor Risiko Kejadian Penyakit Jantung Koroner di

Poliklinik Jantung RSI Siti Rahmah Padang Tahun 2017-2018. Health &

Medical Journal, Volume III, 20-28.

Sihombing, G. K. (2021). Literature Review: Faktor-faktor Resiko Penyakit Jantung

Koroner (PJK). Karya Tulis Ilmiah.

Sutarti, D. (2021). Asuhan Keperawatan Pada Pasien Penyakit Jantung Coroner (PJK)

Dengan Masalah Keperawatan Intoleransi Aktivitas. Karya Tulis Ilmiah.

Yasuki, M. (2021). Asuhan Keperawatan Kardiovaskular Pada Pasien Tn. A Post-


Percutaneous Coronary Intervention (PCI) dengan Diagnosa Medis Angina
Pectoris Stabil CCS II dan Coroner Artery Disease (CAD) 3VD. Laporan Akhir
Profesi Ners Peminatan Kardiovaskular.
(PPNI), P. P. (2018). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (Definisi dan
Tindakan Keperawatan). Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI).
(PPNI), P. P. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (Definisi dan
Tindakan Keperawatan). Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI).
(PPNI), P. P. (n.d.). Standar Luaran Keperawatan Indonesia (Definisi dan Tindakan
Keperawatan). Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI).
139

DATA PRIBADI PENELITI

Nama : Stevanus Tedy Basri

Tempat/Tanggal Lahir : Benggeris, 12 Maret 2001

Agama : Kristen Advent.

Status : Belum Kawin.

Alamat : Desa Lambing, Kec. Muara Lawa Kab. Kutai Barat,

Provinsi Kalimantan Timur, Indonesia.

RIWAYAT PENDIDIKAN

2006-2012 : SDN 002 Lambing, Kecamatan Muara Lawa,

Kabupaten Kutai Barat, Kalimantan Timur, Indonesia.

2012-2015 : SMP Advent Sendawar, Kabupaten Kutai Barat,

Kalimantan Timur, Indonesia.

2015-2019 : SMA Pasundan 8 Bandung, Jawa Barat, Indonesia.

2019-2022 : Universitas Advent Indonesia, Jawa Barat, Indonesia.


140

RIWAYAT PENGALAMAN BEKERJA

2019-2020 : Mahasiswa Kantor Kajur D3 Keperawatan Fakultas

Ilmu Keperawatan Universitas Advent Indonesia.

2022 : Mahasiswa Labor Kajur S1 Keperawatan Fakultas

Ilmu Keperawatan Universitas Advent Indonesia.

PENGALAMAN BERORGANISASI

2019-2020 : Member Witnessing Sound Choir.

2021-2022 : Member Paduan Suara Mahasiswa Universitas Advent

Indonesia.

LEMBAR KONSULTASI BIMBINGAN KARYA TULIS ILMIAH

NAMA MAHASISWA : Stevanus Tedy Basri

NIM : 1952011

NAMA PEMBIMBING : Yunus Elon, S.Kep, Ns.,MSN


No Tanggal Keterangan Bimbingan Paraf
Bimbingan Pembimbing
1. 23 November Pengajuan Studi Kasus Karya Tulis Ilmiah.
2021
2. 18 Maret 2022 Pengajuan Judul Karya Tulis Ilmiah.
3. 23 Maret 2022 Revisi dan Bimbingan Bab 1, 2 dan 3.
4. 29 Maret 2022 Revisi dan Bimbingan Bab 1, 2, 3, 4 dan 5.
5. 28 April 2022 Revisi terakhir
6.

Anda mungkin juga menyukai