Anda di halaman 1dari 72

PENERAPAN ROLE PLAY UNTUK MENINGKATKAN

KETERAMPILAN BERBICARA SISWA DALAM PEMBELAJARAN

BAHASA INGGRIS DI KELAS IX B MTs. NEGERI KALABAHI

TAHUN AJARAN 2010 / 2011

OLEH

IBNU RUSDI DJADI

NIM. 231709020368

PROGRAM DUAL MODE SYSTEM

FAKULTAS TARBIYAH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI ( IAIN )

MATARAM

2011
ii

PENERAPAN ROLE PLAY UNTUK MENINGKATKAN

KETERAMPILAN BERBICARA SISWA DALAM PEMBELAJARAN

BAHASA INGGRIS DI KELAS IX B MTs. NEGERI KALABAHI

TAHUN AJARAN 2010 / 2011

Skripsi
Diajukan kepada Institut Agama Islam Negeri Mataram untuk melengkapi
persyaratan mencapai gelar Sarjana Pendidikan Islam

Oleh

IBNU RUSDI DJADI

NIM. 231709020368

PROGRAM DUAL MODE SYSTEM

FAKULTAS TARBIYAH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI ( IAIN )

MATARAM

2011
vii
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah yang telah memberikan kesempatan kepada peneliti,
sehingga peneliti dapat menyelesaikan laporan Penelitian Tindakan Kelas (PTK)
dengan judul “Penerapan Role Play Untuk Meningkatkan Ketrampilan
Berbicara Siswa Dalam Pembelajaran Bahasa Inggris Di Kelas IX B MTs.
Negeri Kalabahi Tahun Ajaran 2010 / 2011 “ dapat terselesaikan.
Peneliti menyadari bahwa Laporan Penelitian Tindakan Kelas ini masih jauh
dari sempurna, dimana masih terdapat banyak kekurangan dan kesalahan. Oleh
karena itu melalui kata pengantar ini peneliti mengharap kritik dan saran dari para
pembaca sekalian.
Dalam Penelitian ini, peneliti ingin mengucapkan terima kasih yang tak
terhingga kepada :
1. Bapak Drs. Nurdin, M. Pd selaku Dosen Pembimbing I yang telah banyak
meluangkan waktunya dalam membimbing dan mengoreksi peneliti dalam
menyusun skripsi ini.
2. Bapak Hasan Manuk, M. Pd selaku Dosen Pembimbing II yang telah banyak
meluangkan waktunya dalam membimbing dan mengoreksi peneliti dalam
menyusun skripsi ini.
3. Bapak DR. Muhammad, M.Pd selaku Dekan Fakultas Tarbiyah Institut Agama
Islam Negeri Mataram
4. Dr. H. Nashuddin, M. Pd selaku Rektor IAIN Mataram, bapak-bapak pembantu
Rektor dan bapak-bapak/ibu dosen Fakultas Tarbiyah IAIN Mataram yang
telah mengajarkan berbagai disiplin ilmu pengetahuan semoga dengan ilmu
yang pernah diajarkan dapat penulis amalkan demi agama, negara dan bangsa
sehingga dapat menjadi manusia yang selamat di dunia dan akhirat.
5. Bapak Kepala MTs. Negeri Kalabahi yang telah membantu memudahkan
peneliti untuk melakukan penelitian.
6. Bapak Kepala tata usaha beserta teman-teman guru yang telah membantu
memberikan data dan informasi kepada peneliti dalam penulisan skripsi ini.
7. Penghargaan yang tak terhingga penulis sampaikan kepada ayahanda Kawali
Djadi dan ibunda tercinta Masita Djadi. Do’a dan usaha keras keduanya dengan
keringat dan cucuran airmata, maka penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
viii

Semoga Allah SWT menjagaku untuk selalu berbakti pada keduanya sampai
akhir hayat penulis.
8. Penghargaan penulis sampaikan kepada saudara-saudaraku yang berjerih
payah membantu menyelesaikan studi di IAIN Mataram, diantaranya Nuria
Djadi, Sumardi Djadi, Abdul Hamid Djadi, Muhammad Akbar Jadi, Siti
Marwa Jadi, Ade Irma Jadi. Semoga jerih payah mereka akan dibalas yang
setimpal oleh Allah SWT.
9. Buat Isteriku tercinta, Siti Nuriyati, dan anak-anakku, Intan Muliyati Rusdi
Djadi, Umi Rosiyati Rusdi Djadi, Fadil Maulana Rusdi Djadi, dan Cahaya
Safitri Rusdi Djadi, yang telah memberi waktu untuk melanjutkan studi dan
tentunya skripsi ini adalah kado buat mereka.
10. Buat semua sahabat Dual Mode System, terima kasih atas kebersamaannya.
11. Bapak Amin Nira, SE dan Ibu Fatimah Koko yang telah banyak membantu
penulis dalam pengetikan skripsi ini.

Dalam skripsi ini, tentu saja masih banyak kekurangan dan hanya sebagian
yang akan menerimanya. Oleh karena itu penulis mengharap dengan kerendahan
hati kepada semua pembaca atas kritikan dan masukan untuk kesempurnaannya.
Akhirnya hanya kepada Allah jualah kita berserah diri, semoga penelitian
ilmiah ini ada manfaatnya bagi kita semua, khususnya bagi peneliti sendiri. Amin.

Kupang, Nopember 2011

Penulis
ix

ABSTRAK

Djadi Ibnu Rusdi : Penerapan Role Play Untuk Meningkatkan


Keterampilan Berbicara Siswa Dalam Pembelajaran Bahasa Inggris Di Kelas IX
B MTs. Negeri Kalabahi Tahun Ajaran 2010 / 2011. Penelitian Tindakan Kelas
( Classroom Action Research ).

Kata kunci : model, penerapan, ketrampilan, berbicara

Salah satu kendala guru dalam mengajar pelajaran Bahasa Inggris adalah
siswa lebih banyak menggunakan bahasa Indonesia sebagai alat komunikasi baik
di sekolah maupun di rumah daripada menggunakan bahasa Inggris. Di lain
sisi, pembelajaran bahasa Inggris di kelas lebih menjelaskan pada
ketrampilan membaca. Sementara itu, ketrampilan lain, utamanya ketrampilan
berbicara ( speaking ) tidak banyak mendapat perhatian. Apalagi adanya
kenyataan bahwa ketrampilan berbicara tidak diujikan dalam ulangan semester,
try out atau dalam ujian nasional. Kondisi seperti ini mengakibatkan
kreatifitas siswa tidak dapat berkembang dan tidak menarik serta berdampak
pada kurang tumbuh kembangnya ketrampilan berbicara bagi siswa. Hal ini juga
terjadi di MTs. Negeri Kalabahi.
Permasalahannya adalah bagaimana cara menanamkan dan mengajarkan
ketrampilan berbicara yang menarik di kelas IX MTs. Negeri Kalabahi ? Salah
satu alternatif pemecahannya adalah penerapan pembelajaran role play.
Tujuannya adalah mengkaji salah satu model pembelajaran yang efektif dalam
upaya untuk memperbaiki kualitas proses pembelajaran mata pelajaran Bahasa
Inggris yang berlangsung di MTs. Negeri Kalabahi. Secara khusus, tujuan
penelitian ini adalah untuk mengatasi masalah belajar Bahasa Inggris terutama
untuk meningkatkan pemahaman role play siswa kelas IX MTs. Negeri Kalabahi.
Metode yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah kwantitatif
dimana metode ini penulis gunakan dengan pertimbangan pembelajaran role play
di kelas membutuhkan hitungan bagaimana cara menilai siswa.
Tindakan dilaksanakan dalam 2 siklus dengan 2 kali pertemuan tiap siklus.
Setiap siklus terdiri dari : Tahap perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi,
evaluasi, refleksi dan kembali ke tahap perencanaan. Subyek penelitiannya siswa
kelas IX B MTs. Negeri Kalabahi.
Hasil penelitian menunjukan bahwa penggunaan role play dapat
merangsang siswa untuk aktif terlibat dalam proses pembelajaran di kelas.
Penerapan model pembelajaran role play dapat meningkatkan ketrampilan
berbicara Bahasa Inggris siswa hingga 20 % serta berhasil dengan ketuntasan
belajar mencapai 75 %. Dan akhirnya dapat disimpulkan bahwa penerapan model
pencapaian pembelajaran role play dapat meminimalkan kesalahan berbicara
siswa.
x

MOTTO :

ÇÊÈ t,n=y{ Ï%©!$# y7În/u ÉOó $$Î/ ù&t ø%$#

Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan,

(Al-Alaq ayat 1)
xi

PERSEMBAHAN :

Yang tercinta kedua orang tuaku Kawali Djadi dan mama Masita Ola Djadi,

terima kasih atas segala kasih sayang dan semangat perjuangan yang telah

ditanamkan padaku. Ma’afkan atas segala kesalahan karena belum mampu

membalas semua kebaikan. Hanya do’a yang dapat saya panjatkan semoga Allah

mengasihi dan menyayangi kalian seperti kalian menyayangi dan mengasihiku di

waktu kecil. Kepada Istriku Siti Nuriyati dan anak-anakku, serta seluruh keluarga

besar Kawali Djadi yang telah merelakan waktu kebersamaan selama penelitian ini

berlangsung serta kepada Bapak Amin Nira dan Ibu Fatimah Koko, terima kasih

atas dukungannya. Beribu terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya

kami ucapkan kepada bapak/ibu dosen yang telah membimbing kami selama belajar

di IAIN Mataram serta kepada seluruh civitas akademik yang telah melayani dan

membantu kami selama menempuh pendidikan di IAIN Mataram.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.


DAFTAR ISI xii

HALAMAN SAMPUL .................................................................................... i

HALAMAN JUDUL ........................................................................................ ii

HALAMAN PENGESAHAN ......................................................................... iii

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ........................................................ iv

NOTA DINAS .................................................................................................. v

HALAMAN PERSETUJUAN ........................................................................ vi

KATA PENGANTAR ...................................................................................... vii

ABSTRAK ........................................................................................................ ix

MOTTO ............................................................................................................ x

PERSEMBAHAN ............................................................................................ xi

DAFTAR ISI .................................................................................................... xii

DAFTAR TABEL ............................................................................................ xiv

DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xv

DAFTAR GRAFIK .......................................................................................... xvi

DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xvii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ..................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah ................................................................................ 4

C. Tujuan Penelitian ................................................................................ 4

D. Manfaat Dan Hasil Penelitian .............................................................. 4

BAB II KAJIAN PUSTAKA

A. Pembelajaran role play ........................................................................ 5

B. Keterampilan Berbicara ....................................................................... 8


xiii

C. Pembelajaran ....................................................................................... 10

D. Kegiatan Pembelajaran ........................................................................ 14

E. Suasana Pembelajaran ......................................................................... 15

F. Pembelajaran Bahasa Inggris ............................................................... 22

BAB III METODE PENELITIAN

A. Setting Penelitian ................................................................................. 27

B. Sasaran Penelitian ................................................................................ 28

C. Rencana Tindakan Tiap Siklus ............................................................ 28

D. Jenis Instrumen Dan Cara Penggunaan ............................................... 33

E. Cara Pengamatan Dan Pelaksanaan Tes .............................................. 35

F. Analisis Data Dan Refleksi .................................................................. 36

G. Jadwal Kegiatan ................................................................................... 36

BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian .................................................... 37

B. Hasil Penelitian .................................................................................... 48

C. Pembahasan ......................................................................................... 52

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ........................................................................................... 57

B. Saran ..................................................................................................... 57

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN – LAMPIRAN
xiv

DAFTAR TABEL

NO NAMA TABEL HALAMAN


1. Kerucut Pengalaman Belajar 16

2 Daftar Keadaan Siswa MTs. Negeri Kalabahi 41

3 Daftar Nama Guru MTs. Negeri Kalabahi 42,43,44,45

4 Keadaan Sarana dan Prasarana MTs. Negeri 46,47,48


Kalabahi
5 Data hasil Observasi Siklus I dan II 53,54
xv

DAFTAR GAMBAR

NO NAMA GAMBAR HALAMAN


1. Struktur Organisasi MTs. Negeri Kalabahi 49

2 Dialog Yang Disebarkan Kepada siswa 51 dan 52


xvi

DAFTAR GRAFIK

NO NAMA GRAFIK HALAMAN


1. Hasil Observasi Siklus I dan II 57 dan 58
xvii

DAFTAR LAMPIRAN

NO NAMA LAMPIRAN
1. Data Hasil Pembelajaran Berbicara
2. Lembar Observasi Pembelajaran Guru
3. Data Observasi Pembelajaran Guru
4. Lembar Observasi Pembelajaran Siswa
5. Daftar Hadir Siswa Kelas IX B
6. Angket Siswa
7. Quisioner Pembelajaran Siswa
8. RPP
9. Foto Kegiatan Siklus I dan II
1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kurikulum bahasa Inggris SMP 1994 dan suplemennya

menekankan ketrampilan membaca ( reading ) pada pembelajaran bahasa

Inggris di SMP.1

Oleh karena itu, kegiatan pembelajaran bahasa Inggris di kelas

lebih menjelaskan pada ketrampilan membaca. Sementara itu, ketrampilan

lain, utamanya ketrampilan berbicara ( speaking ) tidak banyak

mendapatkan perhatian. Apalagi adanya kenyataan bahwa ketrampilan

berbicara tidak diujikan dalam ulangan semester, try out, atau dalam ujian

nasional.

Selanjutnya banyak guru secara berlebihan menekankan pada

ketrampilan membaca, sementara kemampuan berbicara siswa tidak

diperhatikan dengan serius. Keadaan ini menjadikan siswa enggan

berkomunikasi dalam bahasa Inggris.

Kondisi yang demikian ini terjadi di sekolah MTs.Negeri Kalabahi

khususnya kelas IX B. Pembelajaran bahasa Inggris lebih banyak

ditujukan pada membaca karena membaca banyak mendominasi soal-soal

ulangan semester, try out atau dalam ujian nasional. Di sisi lain,

ketrampilan berbicara tidak banyak mendapat perhatian yang cukup.

1 Kurikulum bahasa Inggris; 1994, (dalam Mudairin: 2003, Artikel Hasil PTK, SMP Merdeka Gresik).
2

Hal ini dikarenakan, pembelajaran keterampilan berbicara disajikan

sebatas pada penjelasan-penjelasan mengenai fungsi ungkapan-ungkapan

bahasa, tanpa memberikan kesempatan kepada siswa untuk

mempraktikkan ungkapan-ungkapan itu.

Di sisi lain, penguasan seseorang terhadap bahasa Inggris sebagai

bahasa komunikasi amat penting. Pada tahun 2012 yang akan datang

diperkirakan jumlah orang yang menggunakan bahasa Inggris sebagai

bahasa asing telah melebihi jumlah penutur aslinya. 2

Belum lagi pada tahun 2013 akan diberlakukan dua perjanjian,

yaitu : AFTA ( Asean Free Trade Area ) dan AFLA ( Asean Free Labour

Area ).

Melihat peluang-peluang itu dan memperhatikan keberadaan

sekolah peneliti ada di daerah pariwisata, maka tidak ada pilihan lain

bahwa ketrampilan berbicara siswa harus ditingkatkan. Sebab dari

keempat ketrampilan bahasa (mendengar, berbicara, membaca dan

menulis), ketrampilan berbicara dalam bahasa Inggris sangat dibutuhkan

dalam bidang pariwisata.

Untuk meningkatkan ketrampilan berbicara dalam bahasa inggris

tersebut saya mengambil judul “ Penerapan Role Play Untuk

Meningkatkan Ketrampilan Berbicara Siswa Dalam Pembelajaran Bahasa

Inggris Di Kelas IX B MTs. Negeri Kalabahi Tahun Pelajaran 2010 /

2011.

2 Melvia A. Hasman : 2000 ( dalam Mudairin : 2003, Artikel hasil PTK, SMP Merdeka Gresik ).
3

Role play adalah “ sejenis permainan gerak yang di dalamnya ada

tujuan, aturan dan sekaligus melibatkan unsur senang.3

Dalam role play siswa dikondisikan pada situasi tertentu di luar

kelas, meskipun saat itu pembelajaran terjadi di dalam kelas, dengan

menggunakan bahasa Inggris. Selain itu, role play seringkali dimaksudkan

sebagai suatu bentuk aktifitas dimana pembelajar membayangkan dirinya

seolah-olah berada di luar kelas dan memainkan peran orang lain saat

menggunakan bahasa Inggris.4

Sedangkan keterampilan berbicara pada awalnya merupakan

perbuatan meniru apa yang didengar, kemudian diucapkan kembali. Pada

tahap selanjutnya ucapan itu ditulis dalam huruf setelah seseorang terampil

membahasakan huruf – huruf tersebut melalui kegiatan membaca.5

Jadi, dalam pembelajaran siswa harus aktif. Tanpa adanya aktifitas,

maka proses pembelajaran tidak mungkin terjadi.6

Berdasarkan uraian tersebut maka penulis merasa tertarik untuk

mengambil judul “ Penerapan Role Play Untuk Meningkatkan

Ketrampilan Berbicara Siswa Dalam Pembelajaran Bahasa Inggris Di

Kelas IX B MTs. Negeri kalabahi “.

3 Jill Hadfield ; 1998, ( dalam Mudairin : 2003, Artikel Hasil PTK, SMP Merdeka Gresik ).
4 Basri Syamsu : 2000, ( dalam Mudairin : 2003, Artikel Hasil PTK, SMP Merdeka Gresik ).
5 Darmadi : 2003, ( dalam Rudi Haryanto, Artikel Hasil PTK : 2006, Guru bahasa Inggris MTs. Nurul Hakim
Kediri – Nusa Tenggara Barat, Role Play Medik Bakarcoto, hal ; 6).
6 Sardiman : 2001, ( dalam Mudairin : 2003, Artikel Hasil PTK, SMP Merdeka Gresik ).
4

B. Rumusan Masalah

Yang menjadi masalah dalam penulisan ini adalah : Bagaimana

menerapkan role play untuk meningkatkan ketrampilan berbicara siswa

dalam pembelajaran bahasa Inggris di kelas IX B MTs. Negeri Kalabahi ?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam Penelitian Tindakan Kelas (PTK )

ini adalah untuk mengetahui penerapan role play dalam upaya

meningkatkan ketrampilan berbicara siswa dalam pembelajaran bahasa

Inggris kelas IX B MTs. Negeri Kalabahi.

D. Manfaat dan Hasil Penelitian

1. Bagi Siswa

a. Dapat meningkatkan kemampuan berbicara bahasa Inggris.

b. Siswa termotivasi sehingga senang belajar bahasa Inggris.

c. Dapat memberikan hidden practice dimana siswa tanpa sadar

menggunakan ungkapan-ungkapan terhadap materi yang telah dan

sedang mereka pelajari.

2. Bagi Guru

Dapat menambah wawasan tentang strategi pembelajaran

3. Bagi Madrasah

Untuk meningkatkan mutu pendidikan pada madrasah


5

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

1. Pembelajaran Role Play

Secara sederhana kata role play berarti bermain peran.

Pembelajaran role play merupakan model pengelompokan/tim kecil, yaitu

antara tiga sampai lima orang.

Sedangkan menurut yang lain berpendapat bahwa model role play

merupakan suatu pembelajaran yang membantu siswa dalam

mengembangkan pembelajaran speaking ( berbicara ) dan sikapnya sesuai

dengan kehidupan nyata dimasyarakat sehingga dengan bermain peran

antara sesama anggota kelompok akan meningkatkan motivasi,

produktivitas dan perolehan belajar. Pembelajaran role play dapat dilihat

dalam pengertian berikut :

a. Pengertian

Role play adalah sejenis permainan gerak yang didalamnya ada

tujuan, aturan dan sekaligus melibatkan unsur senang.7

Dalam role play siswa dikondisikan pada situasi tertentu di luar

kelas, meskipun saat itu pembelajaran terjadi di dalam kelas, dengan

menggunakan bahasa Inggris. Selain itu role play seringkali

dimaksudkan sebagai suatu bentuk aktivitas dimana pembelajaran

7 Jill Hadfield : 1986, ( dalam Mudairin : 2003, Artikel Hasil PTK, SMP Merdeka Gresik ).
6

membayangkan dirinya seolah-olah berada di luar kelas dan

memainkan peran orang lain saat menggunakan bahasa Inggris.8

Dalam role play siswa diperlakukan sebagai subyek

pembelajaran, secara aktif melakukan praktik-praktik berbahasa

bersama teman-temannya pada situasi tertentu. Belajar efektif dimulai

dari lingkungan yang berpusat pada diri siswa.9

Lebih lanjut prinsip pembelajaran bahasa menjelaskan bahwa

dalam pembelajaran bahasa, siswa akan lebih berhasil jika mereka

diberi kesempatan menggunakan bahasa dengan melakukan berbagai

kegiatan bahasa. Bila mereka berpartisipasi, mereka akan lebih mudah

menguasai apa yang mereka pelajari.10

Jadi, dalam pembelajaran siswa harus aktif. Tanpa adanya

aktifitas, maka proses pembelajaran tidak mungkin terjadi.11

b. Langkah – langkah penerapan

1). Guru menyusun scenario yang akan ditampilkan

2). Menunjuk beberapa siswa untuk mempelajari scenario dua hari

sebelum KBM

3). Membentuk kelompok siswa yang anggotanya 3 sampai 5

orang

4). Memberikan penjelasan kompetensi yang ingin dicapai

8 Basri Syamsu : 2000, ( dalam Mudairin : 2003, Artikel Hasil PTK, SMP Merdeka Gresik).
9 Departemen Pendidikan Nasional Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Direktorat Pendidikan
Lanjutan Pertama : 2002, ( dalam Mudairin : 2003, Artikel Hasil PTK, SMP Merdeka Gresik).
10 Boediono: 2001, ( dalam Mudairin : 2003, Artikel hasil PTK, SMP Merdeka Gresik ).
11 Sardiman : 2001, ( dalam Mudairin : 2003, Artikel hasil PTK, SMP Merdeka Gresik ).
7

5). Menugaskan siswa melakonkan scenario yang sudah

dipersiapkan

6). Masing-masing siswa duduk dikelompoknya, sambil

mengamati scenario yang sedang diperagakan

7). Setelah selesai dipentaskan, masing-masing siswa diberikan

kertas sebagai lembar kerja untuk membahas

8). Masing-masing kelompok menyampaikan hasil kesimpulannya

9). Guru memberikan kesimpulan secara umum

10). Evaluasi dan penutup

c. Kelebihan dan kekurangannya

1). Kelebihan :

a). Siswa lebih aktif dan termotivasi karena mereka dapat

mempraktekkan bahasa Inggris secara langsung didepan kelas

b). Memupuk kepercayaan pada diri sendiri

c). Media dan teknik ini dapat diterapkan pada pelajaran lainnya

seperti : Bahasa Arab dan bahasa Indonesia

2). Kekurangan :

a). Jumlah siswa terlalu banyak yang mengakibatkan perhatian

guru terhadap proses pembelajaran relative kecil.

b). Kurangnya buku sumber sebagai media pembelajaran

c). Terbatasnya pengetahuan siswa akan system teknologi dan

informasi yang dapat mendukung proses pembelajaran

d). Kurangnya pemahaman guru mengenai penerapan role play


8

2. Keterampilan Berbicara

Berbicara pada awalnya merupakan perbuatan menirukan apa yang

didengar, kemudian diucapkan kembali. Pada tahap selanjutnya ucapan itu

ditulis dalam huruf setelah seseorang terampil membahasakan huruf-huruf

tersebut melalui kegiatan membaca.12 Ketika menulis, kita terbiasa

menggunakan simbol grafis atau ejaan yang berhubungan dengan suara

ketika kita berbicara.

Berpendapat bahwa berbicara dan menulis adalah kemampuan

menghasilkan sedangkan menyimak dan membaca adalah kemampuan

menerima.13 Pengertian ketrampilan berbicara dapat dilihat sebagai

berikut:

a. Pengertian

Berbicara adalah salah satu ketrampilan berbahasa yang harus

dikuasai siswa. Kurikulum bahasa Inggris dirumuskan sebagai

Communicative Competence.14 mengemukakan bahwa bahasa adalah

komunikasi. Implikasi dari model pembelajaran bahasa adalah untuk

berpartisipasi dalam masyarakat pengguna bahasa. Berarti siswa

dituntut harus mampu berbicara bahasa Inggris dengan penggunaan

bahasa tersebut.

12 Darmadi, 2003, ( dalam Rudi Haryanto, Artikel Hasil PTK, Guru bahasa Inggris MTs Nurul Hakim Kediri –
Nusa Tenggara Barat , Role Play Medik Bakarcoto : 2006, hal : 6 ).
13 McCrimmon : 1999, ( dalam Rudi Haryanto, Artikel Hasil PTK, Guru bahasa Inggris MTs Nurul Hakim Kediri
– Nusa Tenggara Barat , Role Play Medik Bakarcoto : 2006, hal : 6 ).
14 Celce – Murcia, Dornyei dan Thurrell : 1995, ( dalam Nur Hasanah Rahmawati, Artikel Hasil PTK, Guru
MTsN Maguwoharjo, Depok, Sleman Yogyakarta : 2005, Teknik Bermain Peran Untuk Meningkatkan Ketrampilan
Berbahasa ; hal : 16 )
9

Oleh karena itu.15 pembelajaran diarahkan pada pencapaian

kompetensi yang terlihat dalam keseriusan siswa melakukan langkah-

langkah komunikasi.

Sebagai contoh berbicara diarahkan kepada ketrampilan

melakukan dan merealisasikan tindak tutur yang sering disebut “

Speech Act, Speech Function, atau Language Function “.

Hal ini dimaksudkan agar fokus pembelajaran berbicara tidak

hanya diarahkan ke tema, namun siswa harus dapat mengembangkan

ketrampilan berbicara pada tindak tutur, seperti membuka percakapan,

menutup percakapan, meminta tolong, mengatakan ma’af dan

sebagainya.

Singkatnya, pendekatan yang biasanya bermakna “ Lets talk

something “ menjadi pendekatan “ Lets do something with language

“.Sesuai dengan pendekatan inilah, penulis mencoba melaksanakan

pembelajaran dengan tidak hanya sebatas teori berbahasa, tapi siswa

benar-benar melakukan berbahasa dengan mengimplementasikan teori

belajar aktif dengan teknik role play.

b. Karakteristik Keterampilan Berbicara

1). Penguasaan masalah

2). Penguasan lafal dan intonasi

3). Pengenalan situasi

4). Keberanian berbicara

15 . (Kurikulum bahasa Inggris : 2004 hal. 8 ).


10

5). Penguasan bahasa dan gaya penyampaian

6). Latihan dan kebiasaan.16

c. Fungsi Ketrampilan Berbicara

1). Memberitahukan

2). Menghibur

3). Mengajak.17

3. Pembelajaran

Bagne dalam bukunya Margaret E. Bell Bliedier tentang Belajar

Membelajarkan pada halaman 205 mengungkapkan bahwa : “

Pembelajaran diartikan sebagai acara dari peristiwa eksternal yang

dirancang oleh guru guna mendukung terjadinya kegiatan belajar yang

dilakukan siswa. “ Dengan demikian, pembelajaran dilukiskan sebagai

upaya guru yang tujuannya membantu siswa untuk belajar. Pembelajaran

lebih menekankan kepada semua peristiwa yang dapat berpengaruh secara

langsung kepada efektivitas belajar siswa, dengan kata lain pembelajaran

adalah upaya guru agar terjadi peristiwa belajar yang dilakukan oleh siswa.

Peristiwa guru mengajar dan siswa belajar sebagai peristiwa proses

pembelajaran senantiasa dipengaruhi oleh beberapa hal, antara lain :

1. Kompetensi dasar, meliputi bukan hanya domain kognitif saja

melainkan juga domain efektif, dan psikomotorik, yang ingin dicapai

16 Darmadi : 2003, ( dalam Rudi Haryanto, Artikel Hasil PTK, Guru bahasa Inggris MTs Nurul Hakim Kediri –
Nusa Tenggara Barat , Role Play Medik Bakarcoto : 2006, hal : 6 ).
17 Tarigan : 1993, ( dalam Rudi Haryanto, Artikel Hasil PTK, Guru bahasa Inggris MTs Nurul Hakim Kediri –
Nusa Tenggara Barat , Role Play Medik Bakarcoto : 2006, hal : 7 ).
11

adalah hasil belajar, yaitu perubahan pada diri anak, dari tidak tahu

menjadi tahu, dari tidak bersikap menjadi dapat bernilai atau dapat

membedakan dari tidak dapat melakukan menjadi dapat

mempraktikkan dan dapat mengerjakannya.

2. Materi/bahan ajar, yaitu terstruktur dalam kajian rumpun mata

pelajaran, baik meliputi ruang lingkup sekuensial maupun tingkat

kesulitannya.

3. Sumber belajar, untuk menjadikan peristiwa pembelajaran yang

kontekstual artihnya yang relevan, terpilih dan tepat guna sesuai

dengan pencapaian kompetensi dasar yang ditetapkan.

4. Media dan fasilitas belajar, termasuk ruang kelas dan penciptaan

lingkungan kondusif yang menjadikan peristiwa belajar menjadi

dinamis dan menyenangkan. Disini perlunya dipertimbangkan jumlah

siswa, alokasi waktu dan tersedianya alat peraga dan pemilihan

metode yang akan dipergunakan.

5. Siswa yang belajar, perlu diperhatikan kemampuan, usia

perkembangan, latar belakang, motivasi dan kebutuhan siswa.

6. Guru yang mengelola pembelajaran, yaitu dilihat dari kompetensinya

dalam teknik mengajar kebiasaannya, pandangan hidup, latar

belakang pendidikan, dan kerjasama dengan teman sejawat sesame

guru.

Mengajar adalah kompetensi guru. Setiap guru harus

menguasai dan terampil melaksanakan tugas mengajar.


12

Pengertian mengajar mengalami perkembangan, sesuai dengan

kemajuan teknik yang menyertainya.

Ada beberapa teori tentang mengajar :

a). Mengajar adalah menyerahkan kebudayaan berupa

pengalaman-pengalaman kecakapan kepada anak didik,

mengajar adalah usaha mewariskan kebudayaan

masyarakat pada generasi berikut sebagai generasi

penerus. Aktivitas itu terletak pada guru. Siswa hanya

mendengarkan dan menerima saja apa yang diberikan

oleh guru. Siswa yang baik adalah yang duduk diam,

mendengarkan ceramah guru dengan penuh perhatian,

tidak bertanya, tidak mengemukakan masalah. Semua

bahan pelajaran yang diberikan guru tanpa diolah, dan

tanpa diragukan kebenarannya. Siswa tidak ikut aktif

menetapkan apa yang akan diterimanya.

b). Mengajar adalah menanamkan pengetahuan melalui

proses hubungan antara guru dan siswa. Dalam hal ini

guru masih kurang memperhatikan bahwa diantara

siswa ada perbedaan individual, sehingga memerlukan

pelayanan yang berbeda-beda. Semua siswa dianggap

sama kemampuan dan kemajuannya, bahan pelajaran

yang diberikan sama pula.


13

c). Mengajar adalah bimbingan kepada siswa untuk belajar.

Dalam devinisi ini menunjukan bahwa yang aktif

adalah siswa yang mengalami kegiatan belajar.

Sedangkan guru hanya membimbing menunjukkan

jalan dengan memperhitungkan kepribadian siswa.

Kesempatan untuk berbuat dan aktif berpikir lebih

banyak diberikan kepada siswa. Dalam belajar siswa

menghendaki hasil belajar yang efektif dan

menyenangkan. Untuk itu guru harus membantu siswa

untuk belajar dan guru mengajar harus efektif.

Mengajar yang efektif dan menyenagkan ialah mengajar

yang dapat membawa siswa aktif belajar dan

berlangsung secara efektif dalam lingkungan kondusif

untuk belajar. Belajar disini adalah suatu aktifitas

mencari, menemukan, dan melihat pokok masalah.

Siswa berusaha memecahkan masalah termasuk

pendapat bahwa bila seseorang memiliki kemampuan

dapat menciptakan, maka dia telah menghasilkan

masalah dan menemukan kesimpulan, dia telah

menjalani belajar yang bermakna bagi dirinya.


14

4. Kegiatan Pembelajaran

Kegiatan pembelajaran adalah satu usaha yang bersifat sadar

tujuan, yang dengan sistematik terarah pada perubahan tingkah laku.

Perubahan yang dimaksud menunjuk pada suatu proses yang harus dilalui.

Tanpa proses perubahan, tidak mungkin terjadi dan tujuan tak dapat

dicapai. Dan proses yang dimaksud di sini adalah kegiatan pembelajaran

sebagai proses interaksi edukatif.

Proses pendidikan berlangsung tidak tanpa alasan atau tujuan.

Pengajaran merupakan proses yang berfungsi membimbing siswa di dalam

kehidupan, yakni membimbing memperkembangkan diri sesuaidengan

tugas-tugas perkembangan yang mencakup kebutuhan hidup baik sebagai

individu maupun sebagai anggota masyarakat. Bilamana ditinjau secara

luas akan jelas tampak bahwa proses kedewasaan manusia yang hidup dan

berkembang adalah manusia yang selalu berubah dan perubahan itu

merupakan hasil belajar. Dalam kegiatan pembelajaran guru harus dapat

menciptakan situasi kondusif. Guru harus menciptakan situasi dan

interaksi edukatif, dengan tidak memakai pendekatan searah yang hanya

dating dari guru.

Tidak cukup bagi seorang guru untuk hanya memperhatikan bahan

atau materi yang akan diajarkan; juga tidak cukup bagi seorang guru untuk

hanya mengutamakan teknik dan klasifikasi interaksi. Tidak banyak

gunanya mengetahui ciri-ciri sebuah metode diskusi yang baik, atau teknik
15

bermain peran ( role Play ) atau syarat-syarat ceramah, apabila dia tidak

mengetahui apa yang akan diajarkan.

5. Suasana Pembelajaran

Kegiatan pembelajaran adalah kegiatan yang terjadi dalam situasi,

dan suatu suasana kegiatan guru dan siswa yang disebut interaksi edukatif.

Belajar berlangsung sebagai aktivitas siswa dan mengajar dikhususkan

pada aktivitas guru. Demikianlah kegiatan pembelajaran berlangsung

secara formal.

Di dalam kegiatan pembelajaran diperlukan komunikasi yang tepat,

kompetensi dasar yang ditetapkan dapat dijadikan acuan dan kegiatan

belajar siswa itu berhasil secara efektif. Dalam interaksi dan komunikasi

itu diperlukan adanya jalinan simpati antara guru dan siswa. Guru dapat

menciptakan berbagai ragam pengalaman. Guru dapat memberikan tugas

atau mendiskusikan sesuatu. Siswa dapat membuat sesuatu percobaan,

dapat mendemonstrasikan sesuatu proses, dan lain-lain.

Dalam menciptakan situasi agar kegiatan pembelajaran

berlangsung secara efektif dan efesien guru perlu mempertimbangkan

secara strategis agar dapat diwujudkan situasi yang kondusif, yang

memungkinkan proses interaksi berlangsung dengan baik. Dalam situasi

demikian senantiasa perlu diupayakan agar :

1. Siswa senantiasa menaruh minat dan perhatian.

2. Siswa turut serta efektif dalam pengalaman belajar.

3. Guru memberikan pengalaman yang terpadu dalam proses belajar.


16

4. Timbulnya dorongan yang positif pada diri siswa untuk belajar.

Pengalaman belajar siswa dengan mempergunakan sebanyak

mungkin alat indra dapat digambarkan sebagai berikut :

Tabel 2.1 : Kerucut Pengalaman Belajar

NO KERUCUT PENGALAMAN BELAJAR %

1 Dengar 10-20

2 Lihat 30

3 Lihat dan dengar 50

4 Katakan 70

5 Katakan dan lakukan 90

Kita belajar 20 % dari apa yang kita dengar, 30 % dari apa yang

kita lihat, 50 % dari apa yang kita lihat dan dengar, 70 % dari apa yang

kita katakana, dan 90 % dari apa yang kita katakana dan lakukan.

Hal ini menunjukan bahwa jika kita mengajar dengan banyak

ceramah, maka siswa akan mengingat hanya 20 % karena siswa hanya

mendengarkan. Sebaliknya, jika guru meminta siswa untuk melakukan

sesuatu dan melaporkannya, maka mereka akan mengingat sebanyak 90 %.

Adapun prinsip dan modal pembelajaran yang ditawarkan adalah :

1. Empat Pilar Pendidikan

Dalam proses pembelajaran tidak seharusnya siswa sebagai

pendengar ceramah guru dan menganggap siswa laksana botol kosong

yang diisi dengan ilmu pengetahuan. Siswa harus diberdayakan agar


17

mau dan mampu berbuat untuk memperkaya pengalaman belajarnya

(learning to do) dengan meningkatkan interaksi dengan lingkungannya

baik lingkungan fisik, social, maupun budaya sehingga mampu

membangun pengetahuan ( learning to know ) dan kepercayaan dirinya

(learning to be). Kesempatan berinteraksi dengan berbagai individu

atau kelompok yang bervariasi (learning to live together) akan

membentuk kepribadiannya untuk memahami kemajemukan dan

melahirkan sikap-sikap positif dan toleran terhadap keanekaragaman

dan perbedaan hidup.

Secara singkat empat pilar dalam pembelajaran itu dapat

dijelaskan sebagai berikut :

1) Learning to do - Siswa diberdayakan untuk berbuat dan

memperoleh pengalaman.

2) Learning to know - Meningkatkan interaksi sosial untuk

membangun pengalaman dan pengetahuan.

3) Learning to be - Diharapkan dengan interaksi dapat membangun

pengetahuan dan percaya diri.

4) Learning to live together - Kesempatan interaksi individu dan

kelompok dapat membangun kepribadian untuk memahami

kemajemukan dan melahirkan sikap positif.

2. Pandangan Konstruktivisme.

Pandangan konstruktivisme sebagai filosofis pendidikan

mutahir menganggap semua peserta didik mulai dari usia taman


18

kanak-kanak sampai dengan perguruan tinggi memiliki

gagasan/pengetahuan tentang lingkungan dan peristiwa/gejalah

lingkungan di sekitarnya, meskipun gagasan/pengetahuan ini

seringkali naïf dan miskonsepsi. Mereka senantiasa mempertahankan

gagasan/pengetahuan naïf ini secara kokoh. Ini dipertahankan karena

gagasan/pengetahuan ini terkait dengan gagasan/pengetahuan awal

lainnya yang sudah dibangun dalam wujud schemata (struktur

kognitif).

Para ahli pendidikan berpendapat bahwa inti kegiatan

pendidikan adalah memulai pelajaran dari apa yang diketahui peserta

didik. Guru tidak dapat mengindoktrinasi gagasan ilmiah supaya

peserta didik mau mengganti dan memodifikasi gagasannya yang non

ilmiah menjadi gagasan/pengetahuan ilmiah. Dengan demikian,

arsitek pengubah gagasan peserta didik adalah peserta didik sendiri

dan guru hanya berperan sebagai fasilitator dan penyedia kondisi

supaya proses pembelajaran bisa berlangsung. Beberapa bentuk

kondisi belajar yang sesuai dengan filosofis konstuksivisme antara

lain : diskusi yang menyediakan kesempatan agar semua peserta didik

mau mengungkapkan gagasan, pengujian, hasil penelitian sederhana,

demonstrasi, peragaan prosedur ilmiah, dan kegiatan praktis lain yang

memberi peluang peserta didik untuk mempertajam gagasannya.


19

3. Pembelajaran Kontekstual

Pengajaran kontekstual adalah suatu pendekatan pembelajaran

yang mengaitkan antara materi ( bahan ajar ) yang diajarkan dengan

situasi dunia nyata dari lingkungannya diharapkan dengan pendekatan

demikian akan dapat mendorong siswa untuk membuat hubungan

antara pengetahuan yang dimilikinya dan lingkungannya dengan

penerapannya dalam kehidupan siswa sebagai individu, sebagai

anggota masyarakat dan bangsanya.

Dengan demikian, kegiatan pembelajaran akan lebih kongkret,

lebih realistic, lebih actual, lebih nyata, lebih menyenangkan, dan

lebih bermakna. Kegiatan pembelajaran dengan pendekatan

kontekstual diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar yang lebih

berkualitas, lebih mendorong timbulnya kreativitas dan produktivitas

serta efisiensi dan efektivitasnya yang lebih menjanjikan. Mengapa

hasil belajar meningkat, karena dalam pembelajaran yang kontekstual

dipergunakan semua alat indra secara serentak sehingga kegiatan

pembelajaran lebih aktual, kongkret, realistik, nyata, menyenangkan

dan bermakna.

Pembelajaran kontekstual diharapkan juga untuk memberikan

sikap keterbukaan, menimbulkan demokrasi dan toleransi mengingat

pembelajaran kontekstual mampu mengembangkan daya kreasi, daya

nalar, rasa keingintahuan dan eksperimentasi-eksperimentasi yang

dimungkinkan terjadinya penemuan-penemuan baru.


20

4. Democratic Teaching

Democratic teaching adalah suatu bentuk upaya menjadikan

sekolah sebagai pusat kehidupan melalui proses pembelajaran yang

demokratis. Democratic teaching adalah proses pembelajaran yang

dilandasi oleh nilai-nilai demokrasi, yaitu penghargaan terhadap

kemampuan, menjunjung keadilan, menerapkan persamaan

kesempatan, dan memperhatikan keragaman peserta didik. Dalam

praktiknya, para pendidik hendak memposisikan peserta didik sebagai

insane yang harus dihargai kemampuannya dan diberi kesempatan

untuk mengembangkan potensinya. Oleh karena itu, dalam proses

pembelajaran perlua adanya suasana yang terbuka, akrab dan saling

menghargai. Sebaliknya perlu menghindari suasana belajar yang

kaku, penuh dengan ketegangan, dan sarat dengan perintah dan

instruksi yang membuat peserta didik menjadi pasif, tidak bergairah,

cepat bosan, dan mengalami kelelahan.

Dengan demikian, kegiatan pembelajaran merupakan kegiatan

aktif siswa dalam membangun makna atau pemahaman. Guru perlu

memberikan dorongan kepada siswa untuk menggunakan otoritasnya

dalam membangun gagasan. Tanggung jawab belajar ada pada diri

siswa, tetapi guru bertanggung jawab untuk menciptakan situasi yang

mendorong prakarsa, motivasi, dan tanggung jawab siswa untuk

belajar sepanjang hayat.


21

Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam mendesain

pembelajaran yaitu :

1. Mengelola kelas

Kursi dan meja siswa dan guru perlu ditata untuk menunjang

kegiatan pembelajaran yang mengaktifkan siswa, yaitu

memungkinkan hal-hal sebagai berikut :

a) Aksesibilitas : siswa mudah menjangkau alat dan sumber

belajar.

b) Mobilitas : siswa dan guru mudah bergerak dari satu bagian ke

bagian lain dalam kelas.

c) Interaksi : Memudahkan terjadi interaksi antara guru dan

siswa maupun antar siswa.

d) Variasi kerja siswa : Memungkinkan siswa bekerja secara

perorangan, berpasangan, atau kelompok.

2. Mengelola siswa

Siswa dalam satu kelas biasanya memiliki kemampuan

yang beragam : pandai, sedang, dan kurang. Guru perlu mengatur

kapan siswa bekerja secara perorangan, berpasangan atau

kelompok. Jika berkelompok, kapan siswa dikelompokkan

berdasarkan kemampuan sehingga ia dapat berkonsentrasi

membantu yang kurang, dan kapan siswa dikelompokkan secara

campuran berbagai kemampuan sehingga terjadi tutor sebaya.


22

3. Mengelola kegiatan pembelajaran

Kegiatan belajar siswa perlu dirancang sedemikian rupa

sehingga cocok dengan tingkat kemampuan siswa. Idealnya,

kegiatan untuk siswa pandai harus berbeda dengan kegiatan untuk

siswa sedang atau kurang, walaupun untuk memahami satu jenis

konsep yang sama. Penggunaan lembar kerja yang berbeda akan

sangat membantu guru dalam kegiatan pembelajaran.

6. Pembelajaran Bahasa Inggris

a. Pengertian

1) Pembelajaran menurut undang-undang Nomor 20 Tahun 2003

Tentang Sistem Pendidikan Nasional adalah : bahwa pembelajaran

adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber

belajar pada suatu lingkungan belajar.

Dalam pembelajaran, guru harus memahami hakikat

materi pembelajaran yang diajarkannya dan memahami berbagai

model pembelajaran yang dapat merangsang kemampuan siswa

untuk belajar dengan perencanaan pengajaran yang matang oleh

guru.

2). Pembelajaran menurut bahasa adalah :

Alat komunikasi. Bahasa hadir dengan dua fungsinya,

yaitu: Fungsi transaksional dan fungsi interaksional. Fungsi


23

transaksional merupakan fungsi bahasa untuk mengekspresikan isi

fakta atau proses.

Fungsi interaksional merupakan fungsi untuk

mengekspresikan hubungan-hubungan social, sikap dan opini

pribadi.

Fungsi transaksional biasanya disampaikan melalui bahasa

tulis, sedangkan fungsi interaksional biasanya disampaikan melalui

bahasa lisan, meski tidak menutup kemungkinan adanya kombinasi

dari keduanya.

b. Tujuan

1). Pengajaran bahasa Inggris di MTs adalah :

a). Mengajarkan dan mengembangkan kemampuan berkomunikasi

dalam bahasa Inggris, baik secara lisan maupun tertulis, dengan

menguasai ketrampilan berbahasa baik yang bersifat

productive; berbicara dan menulis ( Speaking dan Writing )

maupun yang bersifat receptive ; mendengar dan membaca (

listening dan reading );

b). Menumbuhkan kesadaran akan pentingnya bahasa Inggris

sebagai sarana yang vital dalam transfer of knowledge yang

berperan dalam memperluas cakrawala ilmu pengetahuan;

c). Menumbuhkan sikap positif terhadap masyarakat bahasa lain

beserta latar belakang budaya mereka dan memperluas


24

cakrawala budaya yang dapat membantu peserta didik dalam

kegiatan-kegiatan lintas budaya.

d). Mengembangkan sikap positif terhadap budaya islam dan

menumbuhkan kesadaran akan pentingnya bahasa Inggris

dalam transfer of information tentang hal-hal yang

berhubungan dengan materi keislaman;

e). Memberikan kedudukan yang sama dalam lintas pendidikan

antara muatan materi umum dan keagamaan.

f). Memberikan kecakapan, dalam tindak laku berbahasa sehingga

dapat mempengaruhi informasi pengetahuan yang diwujudkan.

2). Pembelajaran bahasa Inggris di MTs adalah :

Pembelajaran yang diarahkan pada pencapaian kompetensi

yang terlihat dalam kemampuan peserta didik dalam

mengaplikasikan bahasa untuk berkomunikasi.

Pengembangan pembelajaran diarahkan pada ketrampilan

peserta didik dalam melakukan tindak tutur (speech act) seperti

membuka, melibatkan diri, dan menutup percakapan, meminta

tolong, maaf, informasi secara lisan, mengungkapkan pendapat,

pengalaman dan sebagainya baik secara lisan maupun tertulis.

Semuanya diekspresikan dalam tata bahasa dan kosa kata dengan

spesifikasi tertentu sesuai dengan tema-tema yang dijabarkan.


25

c. Ruang lingkup

Ruang lingkup mata pelajaran bahasa Inggris MTs meliputi:

1). Ketrampilan berbahasa, Yaitu berbicara, menulis, mendengar, dan

membaca;

2). Pemahaman konteks cultural pemakai dan konteks situasi

pemakaian;

3). Pemahaman dan pengembangan sikap positif terhadap bahasa

Inggris sebagai alat komunikasi;

4). Pengembangan sikap positif terhadap budaya Islam.

d. Materi

Materi yang berkaitan dengan mata pelajaran bahasa Inggris

mencakup empat aspek yaitu : Mendengar, berbicara, membaca dan

menulis.

Dalam penulisan PTK yang ingin diangkat adalah aspek

berbicara. Materi yang berkaitan dengan aspek berbicara adalah:

1). Memberi berita yang menarik perhatian

2). Memberi latar belakang sebuah berita(apa, siapa, dimana, dsb ).

3). Memberi komentar terhadap berita

4). Meminta informasi dan pendapat dalam konteks wawancara

5). Meminta kepastian

6). Memberi kepastian

7). Menyatakan keraguan


26

8). Menanggapi keraguan

9). Meminta pengulangan

10). Menyatakan persetujuan

11). Menyatakan ketidak setujuan

12). Memberi respon yang kurang disenangi

13). Melakukan berbagai tindak tutur

14). Narrative

15). Procedure

16). Laporan
27

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Penelitian

Tindakan Kelas ( PTK ). Penelitian Tindakan Kelas merupakan suatu

pencermatan terhadap kegiatan belajar berupa sebuah kegiatan, yang sengaja

dimunculkan dan terjadi dalam sebuah kelas secara bersama. Tindakan

tersebut diberikan oleh guru atau dengan arahan dari guru yang dilakukan oleh

siswa. Dimana siswa dijadikan sasaran tindakan dalam penelitian ini.

1. Setting Penelitian

Subyek dalam penelitian ini adalah kelas IX B MTs. Negeri

Kalabahi Kab. Alor. yang jumlah siswanya 24 orang.

Penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas ( PTK ) yang

dikembangkan dalam 2 siklus, dengan langkah tiap siklus meliputi :

1. Perencanaan

2. Pelaksanaan

3. Observasi

4. Evaluasi

5. Refleks

Adapun kegiatan tiap tahapan siklus akan digambarkan pada

bagian rencana tindakan tiap siklus.


28

2. Sasaran Penelitian

Pembelajaran role play bertujuan Meningkatkan ketrampilan

berbicara ( speaking ) siswa. Disamping meningkatkan pengembangan

diri yang akan sangat bermanfaat bagi kehidupan diluar sekolah.

3. Rencana Tindakan Tiap Siklus

a. Tahap Perencanaan

Keberhasilan peningkatan belajar siswa dalam

pembelajaran bahasa Inggris pada PTK ini ditentukan oleh

peningkatan minat belajar siswa.

Hasil diagnosis akan penyebab kurang meningkatnya hasil

belajar siswa adalah kurang menarik model pembelajaran yang

digunakan oleh guru. Hal ini dapat dilihat dari kurangnya antusias

siswa mengikuti pelajaran, hubungan guru dengan siswa kurang

optimal.

Kesepakatan guru mitra dengan peneliti, kelemahan

tersebut harus segera diatasi melalui pendekatan model role play

dengan tingkatan pada masing-masing tahap pembelajaran sebagai

berikut :

1) Tindakan pada awal pembelajaran

a) Memberikan motivasi untuk meningkatkan minat belajar

siswa
29

b) Memberikan tinjauan yang jelas tentang materi yang akan

disampaikan sehingga siswa mempunyai arah yang jelas saat

belajar

c) Membagi siswa menjadi beberapa kelompok belajar

d) Membuka pelajaran sesuai dengan pendekatan untuk

meningkatkan minat belajar siswa

2) Tindakan penyampaian dan pengembangan

a). Penyampaian konsep dasar materi

b). Penyampaian disesuaikan dengan gaya bahasa siswa

sehingga siswa

dapat menerima pelajaran dengan mudah

c). Belajar kelompok dan belajar melakoni role play

3) Tindakan pada tahap penerapan

a). Mengusahakan umpan balik

b). Memberikan kesempatan kepada kelompok untuk melakoni

role play di depan kelas

c). Membahas role play bersama-sama

d). Refleksi tentang pencapaian materi yang sudah didapat

selama proses belajar mengajar

e) Review materi pelajaran yang belum dipahami siswa

4) Tindakan pada akhir pembelajaran

a). Penarikan kesimpulan bersama


30

b). Penguatan materi yang telah didapat siswa dengan

memberikan waktu kepada siswa untuk bertanya

c). Evaluasi kinerja siswa oleh peneliti dan member motivasi

kepada seluruh siswa

d). Eksplorasi kesulitan belajar siswa, hal-hal menarik yang

telah didapat siswa dan hal-hal yang tidak disukai siswa

b. Tahap Pelaksanaan Tindakan

Dalam pelaksanaan tindakan, akan dibahas materi bahasa

Inggris dengan menggunakan model role play dan dalam proses

pembelajaran peneliti menggunakan dua siklus dalam menentukan

tingkat hasil belajar yang diperoleh berdasarkan tindakan. Berikut ini

beberapa tahap pelaksanaan tindakan yang dilakukan setiap siklus

secara berbeda-beda dengan menggunakan model yang sama yaitu :

Siklus I

Adapun kegiatan yang dilakukan pada siklus I ini adalah

melaksanakan scenario pembelajaran yang telah direncanakan

sebelumnya oleh guru bidang studi. Hal ini dapat dilihat pada

rencana tindakan.

c. Tahap Observasi

Merupakan suatu cara yang tepat untuk menilai perilaku.

Untuk menilai perilaku itu diperlukan lembaran pengamatan yang


31

berisi hal-hal yang menjabarkan tingkah laku siswa yang dapat

ditempatkan dalam tindakan dan dapat diamati oleh guru. Observasi

dapat dilaksanakan secara sistematik, yaitu dengan menggunakan

pedoman observasi dan bisa pula tidak atau tanpa pedoman.

d. Tahap Evaluasi

Kegiatan tahap evaluasi ini sebagai proses pengumpulan data,

mengolah data dan menyajikan informasi sehingga bermanfaat untuk

pengambilan keputusan tindakan. Evaluasi diarahkan pada penemuan

bukti-bukti dari peningkatan hasil belajar siswa mata pelajaran

bahasa Inggris yang terjadi setelah suatu tindakan.

e. Tahap Refleksi

Refleksi yaitu merenungkan apa yang telah terjadi dan tidak

terjadi. Dalam hal ini, peneliti mengulas kembali atau melihat

kembali perbedaan dari beberapa siklus yang akan dilaksanakan pada

penelitian tindakan kelas tersebut. Sehingga peneliti bias mengetahui

perubahan yang terjadi terhadap 2 siklus tersebut, baik dilihat dari

segi siswa, pembelajaran yang dilakukan peneliti, maupun suasana

kelas yang terjadi apabila menggunakan model role play. Hasil

refleksi itu digunakan untuk menetapkan tindakan lebih lanjut dalam

upaya pencapaian tujuan penelitian. Kegiatan refleksi ini dilakukan

setiap akhir siklus bahasa Inggris.


32

Refleksi merupakan kegiatan untuk mengemukakan kembali

apa yang sudah dilakukan. Kegiatan refleksi ini sangat tepat

dilakukan ketika peneliti sudah melakukan tindakan, kemudian

berhadapan dengan observer untuk mendiskusikan implementasi

rancangan tindakan.

Jika penelitian tindakan dilakukan melalui beberapa siklus

maka dalam refleksi terakhir, peneliti menyampaikan rencana yang

disarankan kepada peneliti lain apabila dia menghentikan

kegiatannya, atau kepada diri sendiri apabila akan melanjutkan

dalam kesempatan lain. Catatan penting yang dibuat sebaiknya rinci

sehingga siapapun yang akan melaksanakan dalam kesempatan lain

tidak akan menjumpai kesulitan.

Dilihat dari model role play, peneliti menggunakan 2 siklus

dalam penelitian. Dimana siklus I sebagai awal penggunaan model

role play. Kemudian pada siklus II, menggunakan model yang sama

untuk melihat perubahan peningkatan hasil belajar yang terjadi pada

siklus I dan II.

Siklus II.

Pada siklus II ini dapat dilakukan apabila dalam siklus I

dinilai belum berhasil mencapai ketuntasan belajar dan proses belajar

mengajar belum sesuai dengan apa yang diinginkan. Sedangkan

langkah – langkah yang dilakukan dalam siklus II pada dasarnya

sama dengan langkah-langkah pada siklus I, hanya saja pada siklus II


33

dilakukan perbaikan terhadap kekurangan pada siklus I. Jika pada

Siklus II ini hasil observasi dan refleksi menunjukan peningkatan

pada pelaksanaan pembelajaran yang tercermin dari hasil ketuntasan

belajar siswa mencapai hasil maksimal maka penelitian ini

dihentikan sampai pada siklus II dan tidak dilanjutkan pada siklus

berikutnya.

4. Jenis instrument dan Cara Penggunaan

Instrumen penelitian adalah “alat pada waktu peneliti

menggunakan suatu metode”18. Untuk memperlancar peneliti dalam

melakukan penelitian, ada beberapa instrumen yang digunakan, sehingga

memperlancar peneliti dalam melakukan penelitian.

Untuk mengumpulkan data di dalam penelitian, instrumen yang

akan di gunakan adalah sebagai berikut:

1. Angket / Kuesioner

Angket atau kuesioner adalah “sejumlah pertanyaan-pertanyaan

tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden

dalam arti laporan tentang pribadinya atau hal-hal lain yang diketahui”
19
. Angket adalah suatu alat pengumpulan data yang berupa

serangkaian pertanyaan yang diajukan kepada responden untuk

mendapatkan jawaban ( Depdikbud : 1975 ). Angket adalah suatu

18
Suharsimi, Metodologi Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta : Aneka Cipta,
1998), hal. 137
19
Ibid., hal. 14
34

daftar atau kumpulan pertanyaan tertulis yang harus dijawab secara

tertulis juga ( WS. Winkel : 1987 ). Angket merupakan teknik

pengumpulan data yang dilakukan dengan mengadakan komunikasi

dengan sumber data ( I Djumur : 1985 ). Dari beberapa pengertian di

atas dapat disimpulkan bahwa Instrumen angket digunakan untuk

mendapatkan data yang kongkret yang bersumber dari subyek secara

langsung terhadap hasil belajar. Angket akan disusun dalam bentuk

pertanyaan-pertanyaan yang akan diisi oleh siswa dengan

menggunakan 3 (tiga) option yaitu a, b, dan c. Masing-masing option

diberi skor, jawaban a diberi skor 4, jawaban b diberi skor 3, dan

jawaban c diberi skor 2 .

2. Observasi

Metode observasi adalah usaha sadar untuk mengumpulkan

data yang dilakukan secara sistimatis dengan prosedur yang

terstandar. Tujuan pokok dari observasi adalah mengadakan

pengukuran terhadap variabel”.

Sedangkan pendapat lain mengatakan bahwa observasi

merupakan suatu pengamatan atau pencatatan dengan sistematik

fenomena-fenomena yang diselidiki.

3. Dokumentasi

Digunakan untuk mengumpulkan data tentang :

a. Gambaran Umum MTs. Negeri Kalabahi


35

b. Keadaan guru dan staf MTs. Negeri Kalabahi

c. Keadaan sarana dan prasarana MTs. Negeri Kalabahi

d. Keadaan siswa MTs. Negeri Kalabahi

e. Keadaan struktur organisasi MTs. Negeri Kalabahi

4. Tes Hasil Belajar Siswa

Tes adalah suatu cara mengadakan penelitian yang berbentuk

suatu tugas atau serangkaian tugas yang harus dikerjakan oleh siswa

atau kelompok siswa sehingga menghasilkan suatu nilai tentang

tingkah laku atau prestasi siswa tersebut, yang dapat dibandingkan

dengan nilai yang dicapai oleh siswa-siswa lain atau dengan nilai

standar yang telah ditetapkan.

Tes terutama digunakan untuk menilai kemampuan siswa yang

mencakup pengetahuan dan ketrampilan berbicara sebagai hasil

kegiatan belajar mengajar.

5. Cara Pengamatan dan Pelaksanaan Tes

Penelitian ini menggunakan cara pengamatan tentang hasil

belajar mata pelajaran bahasa Inggris dengan pemberian lembar

observasi dan angket siswa tentang penggunaan model yang

diterapkan oleh peneliti pada lokasi penelitian, sehingga peneliti bisa

merefleksi penerapan model yang digunakan.


36

Untuk melihat peningkatan hasil belajar siswa dengan

menggunakan model role play, peneliti memberikan tes lisan pada

setiap akhir pembelajaran disetiap siklus. Hasil tes disetiap siklus

merupakan data yang digunakan sebagai penilaian kelayakan

penerapan model role play dalam meningkatkan hasil belajar siswa

pada mata pelajaran bahasa Inggris.

6. Analisis Data dan Refleksi

a. Analisa Data Hasil Belajar Siswa

Untuk mengetahui ketuntasan hasil belajar siswa digunakan

rumus :

S = Q : P X 100 %
Dimana S = Nilai
Q = Jumlah skor yang diperoleh
P = Jumlah skor maksimal

JADWAL KEGIATAN PENELITIAN

BULAN
NO KEGIATAN
Juni Juli Agust. Sept.
1 Menyusun dan
merevisi proposal
2 Penelitian dan
pengumpulan data
3 Pelaksanaan penelitian
4 Penyusunan laporan
penelitian
5 Dan lain-lain
37

BAB IV

LAPORAN HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Untuk mengetahui dan memperoleh data tentang gambaran umum

lokasi penelitian, pada bagian ini penulis membahas tentang hal-hal yang

berkaitan dengan keberadaan lokasi penelitian tersebut. Hal-hal yang

dimaksud antara lain sebagai berikut :

1. Sejarah Berdirinya Madrasah Tsanawiyah Negeri Kalabahi Kabupaten

Alor

Berdasarkan hasil wawancara dengan Zufri, S.Pd menjelaskan

bahwa MTs Negeri Kalabahi berdiri pada tanggal 13 Juli 1976 dan telah

terdaftar pada Kantor Departemen Agama Pripinsi Nusa Tenggara Timur.

Sebelum berdirinya MTs Negeri Kalabahi terlebih dahulu berdiri

Sekolah Pendidikan Guru Agama (PGA) sebagai tempat belajar mengajar

tahun 1969 dan tak lama sekitar tahun 1976 barulah berubah PGA menjadi

MTs Swasta Kalabahi Filial Kupang (Djanggo Bela) selaku kepala MTs

Swasta Kalabahi. Berkat kerjasama yang baik dari Djanggo Bela dan

Departemen Agama yang dipimpin oleh Burhanuddin Kia, BA maka MTs

Swasta Kalabahi berubah status menjadi negeri tahun 1990. Pada tahun

1996 Djanggo Bela diganti oleh Srikandi H.S. Abdullah, BA sampai tahun

2005,karena kondisi kesehatan Srikandi H.S. Abdullah, BA yang tidak

bisa memimpin MTs. Negeri Kalabahi, maka tampuk pimpinan dijabat


38

oleh Mukshin Maleng, S. Ag sebagai Plt. Kepala MTs. Negeri Kalabahi

sampai tahun 2006. Dari Mukshin Maleng itulah MTs. Negeri Kalabahi

mulai berbenah diri dari hal administrasi maupun kedisiplinan guru dan

pegawai. Pada tahun 2007 MTs. Negeri Kalabahi dipimpin oleh Drs.

Pahlawan Pakro, M. Ag. Tahun demi tahun, dari pimpinan Drs. Pahlawan

Pakro, M. Ag, beliau mendapat penghargaan sebagai peletak adiwiyata

pertama MTs. Negeri Kalabahi. Masa kepemimpinan beliau berakhir tahun

2009. Selanjutnya pada tahun 2010, kepala MTs. Negeri Kalabahi di

pimpin oleh Zufri, S. Pd. Dari Zufri, S. Pd inilah MTs. Negeri Kalabahi

mulai di tata sehingga mengalami perubahan besar dibidang akademik dan

non akademik 20. Latar belakang berdirinya MTs. Negeri Kalabahi adalah

karena banyaknya anak-anak yang menamatkan sekolahnya, baik di SDN

maupun MI yang ada di wilayah kecamatan Teluk Mutiara Kabupaten

Alor yang tidak mampu ditampung di sekolah-sekolah yang ada serta

untuk memudahkan bagi siswa yang akan melanjutkan studinya, terutama

yang kurang mampu untuk melanjutkan ke sekolah yang agak jauh dari

desanya.

2. Letak Geografis Madrasah Tsanawiyah Negeri Kalabahi

Letak geografis MTs Negeri Kalabahi termasuk cukup strategis

dekat dengan jalan raya, suasananya aman serta mudah dijangkau oleh

para guru dan siswa, baik dengan memakai kendaraan umum maupun jalan

kaki.

20 Wawancara ( Zufri, S. Pd ) tanggal 7 Juni 2011


39

Adapun MTs Negeri Kalabahi di dirikan di atas tanah seluas 1 Ha,

dengan batas-batas sebagai berikut :

a. Sebelah Timur : Rumah penduduk

b. Sebelah Barat : Jalan raya

c. Sebelah Utara : Jalan raya

d. Sebelah Selatan : Rumah penduduk

Melihat letak geografis tersebut, dapat dikatakan bahwa MTs

Negeri Kalabahi Kec. Teluk Mutiara memiliki posisi yang sangat strategis

sebagai sebuah lembaga pendidikan sehingga memungkinkan siswa

termotivasi guna mendapatkan prestasi yang lebih baik (Observasi,

tanggal 7 Juni 2011).

3. Keadaan Siswa MTs Negeri Kalabahi

Dalam proses belajar mengajar siswa menduduki peranan penting,

karena siswa yang akan menjadi tolak ukur keberhasilan proses belajar

mengajar. Oleh karena itu keberadaan dan peran aktif siswa mutlak

diperlukan dalam proses belajar mengajar.

Untuk mengetahui keadaan siswa-siswi MTs Negeri Kalabahi

Kabupaten Alor dapat dilihat pada tabel dibawah ini :\


40

Tabel 4.1 : Daftar keadaan siswa MTs Negeri Kalabahi Kab. Alor Tahun
2010/2011

Kelas Laki Perempuan Jumlah


VII 67 80 147
VIII 63 69 132
IX 42 66 108
Jumlah 172 215 387
Sumber : Dokumentasi, Data Personalia MTs Negeri Kalabahi, di kutip
tanggal, 8 Juni 2011

4. Keadaan Guru MTs Negeri Kalabahi Kabupaten Alor

Guru merupakan orang yang bertanggung jawab dalam

pelaksanaan proses belajar mengajar, guru berkewajiban menyajikan dan

menjelaskan materi pelajaran, membimbing dan mengarahkan siswa

kearah pencapaian tujuan pembelajaran yang telah dicanangkan.

Dalam hal ini, dibutuhkan kemampuan dan profesionalisme guru

dalam menjalankan tugasnya. Oleh karena itu, kapasitas dan kualitas guru

merupakan faktor yang tidak dapat diabaikan.

Sampai tahun 2010/2011 jumlah tenaga pengajar yang tercatat

pada MTs Negeri Kalabahi Kabupaten Alor adalah sebanyak 30 orang dan

9 orang pegawai tata usaha yang termasuk di dalamnya 1 orang KTU.

Adapun guru MTs Negeri Kalabahi Kab. Alor dapat dilihat pada tabel di

bawah ini :
41

Tabel 4.2 : Daftar Nama Guru MTs Negeri Kalabahi Kab. Alor Tahun
Ajaran 2010/2011

Pend.
No Nama Jabatan Mata Pel.
Terakhir
Kepala
1 Zufri, S. Pd IPA/Biologi S1
Madrasah
Bahasa
2 Ibnu Rusdi Djadi, A. Md Wakamad D3
Inggris
Kaur
3 Drs. Alimuhdin Tupong Pkn S1
Kurikulum
Kaur Al-Qur’an- S1
4 Rahmatia R. Djae, S. Ag
Kesiswaan Hadits
Kaur Bahasa S1
5 Drs. Ishaka
Humas Indonesia
Bahasa S1
6 Hamid Prasong, S. Pd Kaur sapra
Indonesia
Bahasa D2
7 Fatimah Koko Guru tetap
Indonesia
Hj. Rasimah Dusu, A. Guru D3
8. Fiqih
Md Tetap
Bahasa S1
9 Isman Zainun, S. Ag Guru tetap
Inggris
Guru tetap Bahasa S1
10 Nurmayang, S. Ag
Arab
11 Siti Hajar Pakro, S. Pd. I Guru tetap Fiqih S1
Aqidah - S1
12 Rahmatia Dusu, S. Ag Guru tetap
Pkn
13 Abubakar W., S. Sos. I Guru tetap BP/BK S1
14 Fatahuddin, S. Pd Guru tetap IPS S1
15 Mukhtar F. Likur, SE Guru tetap IPS-Pend. S1
42

Seni
16 Fairus Magang, S. Pd Guru tetap IPA/Biologi S1
Guru tetap Al-Qur’an- S1
17 Elok Humairah, S. Ag
Hadits/Fiqih
18 Elok Kristiani, S. Ag Guru tetap SKI S1
Guru tetap Bahasa S1
19 Ulil Abshar Likur, S. Pd
Inggris
Guru tidak S1
20 Abdul Syukur Ali, S. Pd Matematika
tetap
Guru tidak Bahasa S1
21 Afriana Aziza, S. Pd. I
tetap Arab / SKI
Guru tidak S1
22 Esty Novita Rini, S. Pd Matematika
tetap
Guru tidak Mulok Bhs. S1
23 Ade Irma jadi, S. Pd
tetap Inggris
Guru tidak S1
24 Irwanto, S. Pd Penjaskes
tetap
Guru tidak IPA / Pend. S1
25 Nasrudin karma, S. Pd
tetap Seni
Guru tidak S1
26 Muh. J. Pakro, S. Pd. I TIK
tetap
Guru tidak S1
27 Miftahul Jannah, S. Pd Matematika
tetap
Guru tidak S1
28 Nur H. Pehang, S. Pd Pend. Seni
tetap
Guru tidak S1
29 Eka R. Isnawati, S. Pd IPA Fisika
tetap
Guru tidak Mulok S1
30 Raspa Laa, S. Ag
tetap Agama
31 Iskandar Bay KTU - SMA
43

Pegawai
32 Alwi Usman - D3
Tetap
33 Muslimat Patingka PTT - SMA
34 Trisnawati Sy. Lelang PTT - SMA
35 Zainal Nira, S. Pd. PTT - S1
36 Fauzia Djae PTT - SMA
37 Karim Ismail kawaka PTT - SMA
38 Nobel Djahamo PTT - SMA
39 Eriyanto Duli PTT - SMA
Sumber data : Menurut keadaan yang tertera pada daftar guru statistik guru
MTs Negeri kalabahi Kab. Alor, di kutip tanggal, 8 Juni 2011

Berdasarkan data di atas, maka dapat diketahui bahwa jumlah guru

MTs Negeri Kalabahi Kab. Alor sebanyak 30 tenaga guru. Sebagian besar

guru di MTs Negeri kalabahi Kabupaten Alor adalah Sarjana Pendidikan

dan pembagian tugas mengajarpun sesuai dengan spesifikasi keilmuan

masing-masing guru, seperti guru IPS ekonomi diajarkan oleh guru lulusan

S1 Pendidikan Ekonomi. Ini berarti bahwa guru mendapatkan tugas sesuai

dengan keahlian dan disiplin ilmu yang diperolehnya sehingga proses

belajar mengajar dapat berlangsung efektif dan efisien. Dan apabila salah

seorang guru tidak masuk atau tidak dapat melaksanakan tugasnya karena

suatu alasan tertentu, maka tugasnya dilimpahkan kepada Kaur Kurikulum

Madrasah yang bekerjasama dengan guru BP dalam melaksanakan tugas

tersebut.
44

5. Sarana dan Prasarana

Sarana dan prasarana merupakan penunjang keberhasilan kegiatan

belajar mengajar di sekolah, tentunya sarana dan prasrana beserta alat

lainnya perlu untuk diketahui untuk melengkapi gambaran mengenai MTs

Negeri kalabahi Kab. Alor. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel di

bawah ini :

Tabel 4.3 : Keadaan Sarana dan Prasarana MTs Negeri kalabahi Kab.
Alor Tahun 2010/2011

No Sarana dan Prasarana Jumlah Kondisi

1 Ruang :

Ruang Kepala Sekolah 1 Ruang

Ruang Wakamad 1 Ruang

Ruang guru 1 Ruang

Ruang Tata Usaha 1 Ruang

Ruang Belajar 15 Ruang

Ruang KTU 1 Ruang

Ruang perpustakaan 1 Ruang

Ruang koperasi 1 Ruang

Gudang -

Musholla 1 Ruang

Kamar mandi/WC

- Guru 2 Ruang Baik

2 - Siswa 4 Ruang
45

Meubeler :

Kursi Kepala Sekolah 1 stel

Kursi/meja guru 38 stel

Kursi tamu/Sofa 2 stel

Kursi KTU 1 stel

Kursi / meja siswa 387 stel

Papan tulis/blackboard 15 buah

Papan apsen 15 buah

Papan statistik 7 buah

Papan pengumuman 1 buah

Jan dinding 22 buah

3 Alamari 9 buah

Alat peraga : 5 buah

Mikroskop 12 buah

Globe 6 buah

Peta dunia 5 buah

Peta indonesia 7 buah

Rangka manusia 4 buah

Computer 9 buah

4 laptop 2 buah

Mesin TIK 3 buah

Atlas 100 buah

Alat olahraga 34 buah


46

Bola kaki 16

Bola volly 8 buah

Bola basket 2

Lembing 17

Tenis meja 1 buah

Sumber data : Arsip bagian TU, MTs Negeri kalabahi, dikutip tanggal,
9 Juni 2011

Dari keadaan yang tertera di atas, dapat dilihat bahwa jumlah

ruang/lokal sudah cukup memadai, demikian pula alat-alat peraga lainnya

sudah dapat menunjang pelaksanaan proses belajar mengajar di sekolah

negeri.

6. Struktur Organisasi

Sebagai suatu lembaga yang terorganisir, maka struktur organisasi

MTs Negeri Kalabahi Kabupaten Alor sangat dibutuhkan untuk

mengetahui terkoordinirnya tanggung jawab yang diemban oleh

komponen-komponen yang ada di bawahnya, untuk lebih jelasnya struktur

organisasi MTs Negeri Kalabahi Kabupaten Alor akan dijelaskan pada

struktur dibawah ini :


47

Gambar 4.1 : Struktur organisasi MTs Negeri Kalabahi Kabupaten Alor


Tahun Pelajaran 2010/2011

Kepala Madrasah Ketua Komite

Zufri H.I.K. Nampira

WakaMad Kep. Tata Usaha


Ibnu Rusdi Djadi YUSI, S.Pd
Iskandar Bay

Kaur Kurikulum Kaur Kaur Sarana Kaur Humas


Kesiswaan
Alimuhdin Hamid Prasong Ishaka
Tupong Rahmatia Djae
QH
Pustakawati Laboran Lab. Bahasa

Fatimah Koko Fairus Magang Nurmayang

Guru-guru dan pegawai

Keterangan :
_________ : Garis Koordinasi
: Garis Komando
Dokumentasi : Papan struktur organisasi MTs Negeri Kalabahi, dikutip
Tanggal, 12 Juni 2011
48

B. Hasil Penelitian

Pelaksanaan model pembelajaran role play dilaksanakan dalam 2

siklus dimana tiap siklus terdiri dari 2 kali pertemuan. Pelaksanaan tindakan

dilaksanakan pada siswa kelas IX B yang berjumlah 24 orang 13 siswa laki-

laki dan 11 perempuan. Materi pelajaran yang menjadi topik pembahasan

dalam kegiatan ini adalah role play. Pelaksanaan tindakan dibantu oleh 7 (

tujuh ) observer, dimana data ketujuh observer itu akan dijadikan sebagai

data observasi proses pembelajaran guru.

Siklus I

Pelaksanaan tindakan dimulai dari siklus I dengan materi belajar

mengatakan ma’af, dan memberi kepastian. Pada siklus pertama ini, upaya

penerapan role play untuk meningkatkan ketrampilan berbicara siswa mulai

diterapkan. Guru mulai membentuk kelompok siswa yang akan di tampilkan.

Ketika guru memberikan penjelasan tentang bagaimana melakonkan skenario

yang sudah disiapkan, maka kelompok yang ditunjuk harus mampu

memainkan peran yang mereka terima dalam potongan kertas yang berisi

tentang dialog atau tanya-jawab.

Dialog yang disebarkan kepada kelompok siswa pada siklus I

meliputi :

√ Mengatakan ma’af

√ Memberi kepastian
49

Gambar 4.2 : Mengatakan ma’af, memberi kepastian yang disebarkan ke


siswa pada siklus I

Namun pada siklus I ini, kelas tidak berjalan sesuai dengan skenario

pembelajaran yang telah di rancang. Hal ini terjadi karena siswa masih

belum terbiasa dengan model belajar role play yang lebih menekankan pada

aktivitas kelas yang menuntut keaktifan individu dalam kelompok.

Gambaran umum yang terjadi pada siklus I ini antara lain :

a. Siswa tidak dapat mengikuti alur kegiatan role play dengan baik.

b. Guru hanya membimbing beberapa kelompok saja sedangkan kelompok

yang lain mengganggu teman.

c. Diskusi kelompok bermain peran di kelas hanya dikuasai siswa tertentu.


50

Pada akhir siklus I, skenario bermain peran hanya bisa dilaksanakan

oleh beberapa kelompok tertentu saja. Dan setelah dilakukan observasi

ternyata tingkat kompetensi siswa pada siklus I hanya mencapai 53,1 %.

Data observasi pembelajaran guru 65,86 %. Data minat siswa 33,33 %. Dan

data quisioner dari hasil angket 10,42 %.

Siklus II

Materi pelajaran pada siklus II ini mencakup materi mengatakan

ma’af dan memberi kepastian. Konsepnya sebagaimana tertera pada

lampiran 4. Dialog yang dibagikan kepada siswa pada siklus II ini meliputi:

√ Mengatakan ma’af

√ Memberi kepastian

Gambar 4.3 : Mengatakan ma’af, memberi kepastian yang disebarkan ke


siswa pada siklus II
51

Pada siklus kedua, beberapa kendala dan kelemahan yang dialami

siswa pada siklus I mulai diperbaiki. Pada siklus I, siswa walaupun telah

dibagikan skenario dialog tentang bermain peran dua hari sebelumnya

namun sebagian besar siswa belum mampu memainkan peran dengan

benar. Namun pada siklus II, guru mulai memberikan pemahaman

bagaimana cara bermain peran, menyampaikan konsep dasar materi,

membuka pelajaran sesuai dengan langkah – langkah pembelajaran role

play. Dan ternyata dari hasil observasi kompetensi siswa mencapai 75 %,

dimana kompetensi tersebut mengalami peningkatan 20 %. Data observasi

pembelajaran guru mencapai 90,14 %, peningkatan 24,28 %. Data minat

siswa mengalami kenaikan sebesar 68,75 %, peningkatan mencapai 35,42

%. Dan data quisioner dari hasil angket siswa mencapai 59,03 %,

peningkatan 48,61 %.

Secara terinci data tentang kompetensi siswa, proses pembelajaran

guru, minat siswa dan data quisioner dalam pembelajaran sebagaimana

tertera pada tabel 4.1 berikut :

Tabel 4.4. Data hasil observasi siklus I dan II

No Komponen observasi Siklus I (%) Siklus II (%)

1. Tingkat kompetensi siswa 53,1 73

2. Prose pembelajaran guru 65,86 90,14

3. Minat Siswa: 33,33 68,75


52

a. Aktif Bertanya 33,33 100

b. Aktif menjawab 25 41,67

c. Motivasi belajar siswa 54,17 100

d. Kemapuan berbicara dalam 20,83 33,33

bahsa Inggris

4. Quesener dalam pembelajaran siswa 10,42 59,03

C. Pembahasan

Berdasarkan hasil pemberian tindakan sebagaimana terurai pada

bagian hasil penelitian di atas, ternyata penerapan model role play pada siswa

kelas IX B di MTs. Negeri Kalabahi khususnya pada mata pelajaran Bahasa

Inggris berdampak positif, baik dari aspek proses belajar maupun hasil

belajarnya

Proses Belajar Siswa

Hasil penelitian menunjukan bahwa penerapan model role play dapat

memperbaiki pola siswa dalam belajar di kelas. Jika pada awalnya siswa tidak

bersemangat untuk belajar bermain peran, namun kini siswa secara individu

maupun kelompok sudah mulai bersemangat. Hal ini diindikasikan oleh

perubahan minat siswa dari siklus I dan II yang semakin meningkat. Minat

dan motivasi belajar siswa untuk terlibat dalam proses pembelajaran di kelas

dirangsang oleh adanya salah satu tahapan dalam model pembelajaran role

play yang mengharuskan siswa terlibat langsung dalam kelompok, dan


53

bersama-sama melakoni permainan peran tersebut di depan kelas. Disini akan

terlihat terjadinya persaingan atau kompetisi yang positif antar kelompok

untuk berusaha tampil dengan baik sesuai apa yang dipelajari. Demikian pula,

kelompok siswa lainnya akan berusaha mencari kelemahan dan akan

menambahkan, jika permainan peran yang dilakonkan tidak sesuai dengan

norma berbicara (speaking).

Perubahan kompetensi, minat, proses pembelajaran guru, dan proses

pembelajaran siswa dalam belajar di kelas semakin lama semakin baik. Hasil

analisa data terlampir

Hasil Belajar Siswa

Jika proses belajar siswa sudah semakin baik, dalam artian bahwa

siswa banyak terlibat dalam proses pembelajaran di kelas, maka diharapkan

tingkat daya serap siswa terhadap materi pembelajaran di kelas akan semakin

baik. Demikian juga, jika siswa banyak terlibat dalam pelaksanaan bermain

peran di kelas, maka siswa akan memiliki dasar berbicara dan penguasaan

kosa kata yang kuat terhadap materi yang sedang dipelajari. Demikian

ditegaskan oleh Boediono : 2001 menjelaskan bahwa dalam pembelajaran

bahasa siswa akan lebih berhasil jika mereka diberi kesempatan menggunakan

bahasa dengan melakukan berbagai kegiatan bahasa. Bila mereka

berpartisipasi, mereka akan lebih mudah menguasai apa yang mereka pelajari.

Menurut model ini, belajar adalah proses keinginan berlatih dalam

menggunakan bahasa secara individu maupun kelompok. Dan dalam model

ini, pengajar melakukan pengendalian terhadap aktivitas, kemudian


54

dikembangkan menjadi kegiatan bermain peran dalam tahap-tahap tertentu.

Interaksi antara orang per orang atau kelompok per kelompok antar siswa

harus dikembangkan oleh guru. Dengan cara itu, diharapkan siswa akan lebih

memperlihatkan minatnya untuk melakukan permainan peran bersama teman-

temannya.

Hasil penelitian menunjukan bahwa minat siswa dalam proses

pembelajaran berdampak positif pada pencapaian speaking yang berhasil

dicapai oleh siswa. Rerata hasil pengamatan guru terhadap pembelajaran

bermain peran (tingkat kompetensi siswa) pada siklus I menunjukan hasil

53 %.

Pada siklus pertama ini, kelas belum dikatakan tuntas karena

prosentasenya belum mencapai nilai maksimal. Namun minat siswa, proses

pembelajaran guru dan siswa dalam tahapan model role play pada siklus II

sudah mulai meningkat. Bahkan siswa dalam menerima giliran untuk bermain

peran di depan kelas sudah banyak yang siap.

Dalam siklus II ini minat siswa sudah mencapai 68,75 %. Ditambah

lagi tingkat kompetensi siswa sudah mencapai 73 %, proses pembelajaran

guru 90,14 %, dan quisioner hasil angket siswa naik mencapai 59,03 %.
55

Secara representatif masing-masing indikator dapat dilihat pada grafik

berikut:

100

80

60

40 Siklus 1
Siklus 2
20

0
a

a
an

a
w

w
isw
ar
Sis

Sis
S
laj
i

at

n
ns

be

ra
in
te

em

aja
M
pe

l
sP

be
m

m
Ko

os

Pe
Pr
56

SIklus I

10,42

53,1
33,32
Kompetensi Siswa
Proses Pembelajaran
Minat Siswa
Pembelajaran Siswa

65,86

SIklus II

59,03 73

Kompetensi Siswa
Proses Pembelajaran
Minat Siswa
68,75
Pembelajaran Siswa
90,14

Berdasarkan hasil di atas, maka dapat dikatakan bahwa penerapan

model pembelajaran role play dapat diterapkan untuk meminimalisasi

kesalahan berbicara (speaking) siswa.


57

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Pembelajaran bahasa Inggris dengan menerapkan role play dapat

meningkatkan minat siswa, kompetensi siswa, proses pembelajaran guru

dan motivasi siswa.

B. Saran

1. Kepada guru bahasa Inggris bahwa dalam pembelajaran speaking

dapat mempergunakan role play sebagai salah satu alternatif teknik

pembelajaran yang digunakan.

2. Pembelajaran bahasa Inggris dengan menerapkan teknik role play baik

digunakan karena selain dapat meningkatkan hasil belajar siswa juga

dapat melatih siswa dalam berbicara

3. Bagi teman-teman guru yang ingin melanjutkan penelitian ini

diharapkan agar kegiatan guru dan aktivitas siswa, sebaiknya

dilaksanakan dengan lebih maksimal agar didapatkan hasil belajar

yang lebih baik lagi.


58

DAFTAR PUSTAKA

Basri Syamsu : 2000, (dalam Mudairin : 2003, Artikel Hasil PTK, SMP Merdeka
Gresik)

Boediono: 2001, (dalam Mudairin : 2003, Artikel hasil PTK, SMP Merdeka
Gresik )

Celce-Murcia, Dornyei dan Thurrell : 1995, (dalam Nur Hasanah Rahmawati,


Artikel Hasil PTK, Guru MTsN Maguwoharjo, Depok, Sleman Yogyakarta :
2005, Teknik Bermain Peran Untuk Meningkatkan Ketrampilan Berbahasa ;
hal : 16 )

Departemen Pendidikan Nasional Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan


Menengah Direktorat Pendidikan Lanjutan Pertama : 2002, (dalam Mudairin :
2003, Artikel Hasil PTK, SMP Merdeka Gresik)

Darmadi : 2003, (dalam Rudi Haryanto, Artikel Hasil PTK : 2006, Guru bahasa
Inggris MTs. Nurul Hakim Kediri – Nusa Tenggara Barat, Role Play Medik
Bakarcoto, hal ; 6)

Departemen Agama RI, Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam, Jakarta :


2004 Hal. 171-191

Jill Hadfield ; 1998, (dalam Mudairin : 2003, Artikel Hasil PTK, SMP Merdeka
Gresik)

Kurikulum bahasa Inggris ; 1994, (dalam Mudairin : 2003, Artikel Hasil PTK,
SMP Merdeka Gresik)

Kurikulum bahasa Inggris : 2004 hal. 8.

McCrimmon : 1999, (dalam Rudi Haryanto, Artikel Hasil PTK, Guru bahasa
Inggris MTs Nurul Hakim Kediri – Nusa Tenggara Barat , Role Play Medik
Bakarcoto : 2006, hal : 6 )

Melvia A. Hasman : 2000 (dalam Mudairin : 2003, Artikel Hasil PTK, SMP
Merdeka Gresik )

Muniah : 2010 Artikel Proposal PTK. Fak. Tarbiyah (PAI) IAIN Mataram

Suharsimi, Metodologi Penelitian Suatu Pendekatan Praktis, Jakarta: Aneka


Cipta, 1998, Hal. 137
59

Sardiman : 2001, (dalam Mudairin : 2003, Artikel Hasil PTK, SMP Merdeka
Gresik)

Shaleh Abdul Rachman : Madrasah dan Pendidikan Anak Bangsa, Ciputat : 2005
Hal. 217-229

Sukarjita I. Wayan : 2010 Artikel PTK. Dosen Univ. Undana Kupang

Tarigan : 1993, (dalam Rudi Haryanto, Artikel Hasil PTK, Guru bahasa Inggris
MTs Nurul Hakim Kediri-Nusa Tenggara Barat, Role Play Medik Bakarcoto :
2006, hal : 7)

Anda mungkin juga menyukai