Anda di halaman 1dari 40

LAPORAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

SISTEM PENCERNAAN

Oleh:
NUR MALADEWI
2214901445

PROGRAM STUDI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN FLORA
KOTA MEDAN
TAHUN 2022/2023
TINJAUAN KASUS

I. BIODATA

A. IDENTITAS PASIEN

1. Nama (Inisial Pasien) : Ny. N

2. Jenis kelamin : Perempuan

3. Umur : 25 tahun

4. Status Perkawinan : Belum menikah

5. Agama : Islam

6. Pendidikan : SMP

7. Pekerjaan : Wiraswasta

8. Alamat : Desa Paya Bujok Seuleumak, Kota Langsa

9. Tanggal Masuk Rs : -

10. No. Register : -

11. Ruangan/ Kamar : -

12. Golongan Darah : B

13. Tanggal Pengkajian : 12 November 2022

14. Tanggal Operasi :

15. Diagnosa Medis : Gastritis

B. PENANGGUNG JAWAB

1. Nama : Ny. I

2. Hubungan dengan pasien : Ibu kandung

3. Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

4. Alamat : -
II. KELUHAN UTAMA

Ny. N datang dengan keluhan nyeri pada daerah ulu hati dan perut bagian

kiri bawah, Ny. N mengatakan badan lemah dan tidak nafsu makan dan pada

setiap makan sedikit pasti muntah.

III. RIWAYAT KESEHATAN SEKARANG

A. Provocative / Palliative

1. Apa Penyebabnya

Ny. N mengatakan sering telat makan dan suka mengkonsumsi

makanan pedas salah satunya ada;ah bakso.

2. Hal-hal yang memperbaiki keadaan

Ny. N harus memperbaiki pola makan, kurangi mengkonsumsi

makanan pedas.

B. Quantity/Quality

1. Bagaimana dirasakan

Ny. N mengatakan uluh hatinya sakit sekali seperti ditusk-tusuk dan

tidak memiliki selera makan

2. Bagaimana yang dilihat

Ny. N terlihat memegangi perutnya

C. Region

1. Dimana Lokasinya

Lokasi sakitnya berada di uluh hati dan perut sebelah kiri

2. Apakah Menyebar

Menyebar dari uluh hati ke perut bagian kiri


D. Severity (Menggangu Aktivitas)

Ny. N sulit untuk beraktivitas saat sakitnya kambuh

E. Time (Kapan mulai timbul dan bagaimana terjadinya)

IV. RIWAYAT KESEHATAN SEKARANG

A. Penyakit yang pernah dialami

Tidak ada

B. Pengobatan/tindakan yang dilakukan

Tidak ada

C. Pernah dirawat/dioperasi

Tidak ada

D. Lamanya dirawat

Tidak ada

E. Alergi

Tiak ada

F. Imunisasi

Tidak ada

V. RIWAYAT KESEHATAN KELUARGA

A. Orang tua

Ayah : diabetes

Ibu : tidak ada

B. Sudara kandung

Tidak ada

C. Penyakit keturunan
Memiliki penyakit keturunan dari ayah yaitu diabetes

D. Anggota keluarga yang meninggal

Tidak ada

E. Penyebab meninggal

Tidak ada

F. Genogram

Ayah Ibu

Gambar 1. Genogram Keluarga

Keterangan :

: Laki-laki

: Perempuan

: Pasien

: Yang tinggal serumah

VI. RIWAYAT/KEADAAN PSIKOSOSIAL

A. Bahasa yang digunakan

Bahasa indonesia

B. Persepsi tetang penyakitnya


Ny. N berharap penyakitnya cepat sembuh

C. Konsep diri

Ny. N merasa dirinya cukup baik dan dapat melakukan aktivitas secara

mandiri.

D. Keadaan emosi

Emosi stabil

E. Perhatian terhadap orang lain / lawan bicara

Ny. N dapat merespon lawan bicara dengan baik

F. Hubungan dengan keluarga

Hubungan Ny. N dengan keluarga cukup baik

G. Hubungan dengan orang lain

Hubungan Ny. N dengan orang lain baik.

H. Kegemaran

Memasak dan membaca

I. Daya adaptasi : Tidak dikaji

J. Mekanisme pertahanan diri : Tidak dikaji

VII. PEMERIKSAAN FISIK

A. Keadaan Umum

Compos metis

B. Tanda-Tanda Vital

Suhu tubuh: 36,20C Nadi : 80 x/menit

Tekanan Darah: 120/70 mmHg Respirasi : 24 x/menit

Tinggi Badan: 155 cm Berat Badan : 51Kg


C. Pemeriksaan Kepala dan Leher

1. Kepala dan rambut

Kepala

a. Bentuk : simetris

b. Umun-ubun : normal

c. Kulit kepala : bersih

Rambut

a. Keadaan Rambut : bersih tidak ada ketombe

b. Bau : normal

c. Warna Kulit : bersih, tidak ada lesi

2. Mata

a. Kelengkapan Simetris : Isokor sama besar

b. Palpera : normal

c. Konjungtiva dan : Tidak Anemis

d. Sklera : Tidak Ikterik

e. Pupil : Miosis jika diberi rangsangan cahaya

f. Kornea : Baik

g. Visus : Tidak dikaji

h. Tekanan Bola Mata : Tidak dikaji

3. Hidung

a. Tulang Hidung : Simetris


b. Lubang Hidung : Tidak ada nodul, tidak ada sinusitis, tidak

ada lesi dan tidak ada pendarahan, tidak

ada secret.

c. Cuping Hidung : tidak ada cuping hidung

4. Telinga

a. Bentuk Telinga : Simetris kiri dan kanan

b. Ukuran Telinga : Normal, simetris

c. Lubang Telinga : Normal

d. Ketajaman Pendengaran: Tidak ada masalah

5. Mulut dan Faring

a. Keadaan bibir : Simetris

b. Keadaan gusi dan gigi : bersih dan berwarna merah muda

c. Keadaan lidah : bersih

6. Leher

a. Posisi tracea : Normal

b. Thyroid : Tidak ada pembengkakaan kelenjar thyroid

c. Suara : Normal

d. Kelenjar Limfe : Normal

D. Pemeriksaan Integrumen

1. Kebersihan : Bersih

2. Kehangatan : Normal

3. Warna : Kuning langsat

4. Turgor Kulit : Baik


5. Kelembaban : Baik

6. Kelainan pada kulit : Tidak ada

E. Pemeriksaan payudara dan ketiak

1. Ukuran dan bentuk payudara : Simetris

2. Warna payudara dan areola : Tidak dikaji

3. Kelainan payudara dan putting : Tidak dikaji

4. Aksila dan clavicula : Tidak dikaji

F. Pemeriksaan Thoraks/dada
1. Inspeksi thoraks
a. Bentuk thorak : Simetris
b. Pernafasan : 24 x/menit
c. Frekuensi : Normal
d. Irama : Normal
e. Tanda kesulitan bernafas : Tidak ada
2. Pemeriksaan paru
a. Palpasi getaran suara : Tidak ada
b. Perkusi : Tidak dikaji
c. Auskultasi
 Suara nafas : Normal
 Suara ucapan : Normal
 Suara tambahan: Tidak Ada
G. Pemeriksaan abdomen
1. Inspeksi
a. Bentuk abdomen : Simetris
b. Benjolan/massa : Tidak ada
2. Auskultasi
a. Peristaltik usus : 28 x/mnt
b. Suara tambahan : Tidak ada
3. Palpasi
a. Tanda nyeri tekan : Terdapan nyeri tekan disekitar abdomen
b. Benjolan/Massa : Tidak ada

VIII. POLA KEBIASAAN SEHARI-HARI

A. Pola dan Kebiasaan Tidur


1. Waktu tidur : ± 8 jam
2. Waktu bangun : Pagi hari menjelang subuh
3. Masalah tidur : Tidak ada
4. Hal – hal yang mempermudah tidur : Tidak ada
5. Hal-hal yang mempermudah bangun : Tidak ada
B. Pola Eliminasi
1. B A B
a. Pola BAB : 1 kali sehari
b. Karakter feses : Lembek
c. Riwayat perdarahan : Tidak ada
2. BAK

a. Pola BAK : ± 7 kali sehari

b. Karakter Urin : Kuning


c. Nyeri/ rasa terbakar/ kesulitan BAK : Tidak ada

d. Riwayat penyakut ginjal / kandung kemih : Tidak ada

e. Penggunaan diuretika : Tidak ada

f. Upaya mengatasi masalah : Tidal ada


C. Pola makan dan minum

1. Gejala (Subyektif)

a. Diit (Type) : Tidak ada


b. Pola diit : Tidak ada

c. Kehilangan selera makan : Tidak ada

d. Nyeri ulu hati : Ada

e. Yang berhubungan dengan: Lambung

f. Disembuhkan dengan : Tidak ada

g. Alergi/intoleransi makanan : Tidak ada

h. Berat badan biasa : Tidak ada

2. Tanda (Obyektif)
Berat badan sekarang : Ideal
Tinggi badan : 155
Bentuk tubuh : 51
3. Waktu pemberian cairan :
4. Jumlah dan jenis makanan:
5. Waktu pemberian makan : pagi, siang dan sore hari
6. Masalah makan dan minum
a. Kesulitan mengunyah : tidak ada
b. Kesulitan menelan : tidak ada
c. Tidak dapat makan sendiri : dibantu keluarga
7. Upaya mengatasi masalah : perawat memberikan pengetahuan
kepada keluarga Ny. N agar terus menjaga Ny. N karna pasien dalam
keadaan lemas dan memberikan makan sedikit tapi sering.
D. Kebersihan diri / personal hygine
1. Pemeliharaan badan : badan terlihat bersih
2. Pemeliharaan gigi dan mulut : gigi dan gusi terlihat bersih terdapat
sedikit karies pada gigi bagian belakang
3. Pemeliharaan kuku : kuku pendek dan bersih
E. Pola kegiatan/aktivitas : Tidak dikaji
IX. HASIL PEMERIKSAAN PENUNJANG/DIAGNOSTIK

A. Diagnosa Medis : Gastritis

B. Pemeriksaan diagnostic/penunjang media

1. Labolatorium : Hb 11 gram/dL

2. Rontgen : Tidak dilakukan

3. ECG : Tidak dilakukan

4. USG : Tidak dilakukan

5. Lain-lain

FORMAT PENATALAKSANAAN DAN TERAPI

NO NAMA OBAT DOSIS FUNGSI EFEK


SAMPING
1 IVFD RL 20 tetes/menit Pemasukan cairan Tidak ada
dalam tubuh
2 Injeksi Ranitinin 1 ampl/12 jam Menghilangkan Tidak ada
nyeri
3 Injeksi ondansetron 1 gr/12 jam Anti mual Tidak ada
FORMAT ANALISA DATA
N
DATA ETIOLOGI MASALAH
O
1 DS Ketidakmampuan Defisit nutrisi
- Ny. N mengatakan nyeri menelan makanan, berhubungan dengan
ulu hati ketidakmampuan kurangnya asupan
- Ny. N mengatakan perut mencerna makanan, makanan
sebelah kiri sakit ketidakmampuan
- Ny. N mengatakan badan mengabsorbsi nutrien,
terasa lemah peningkatan
- Ny. N mengatakan tidak kebutuhan
nafsu makan metabolisme, adanya
- Ny. N mengatakan pada faktor ekonomi
saat makan kadang terasa misalnya finansial
mual dan muntah yang tidak mencukupi,
dan adanya faktor
DO psikologis seperti stres
Keadaan Umum : Compos dan keengganan
Metis untuk makan (PPNI, 2
Tingkat Kesadaran : V =6, 017).
M=5, E=6
Tanda-Tanda Vital
1. Tekanan Darah : 120/70
mmHg
2. Respirasi : 24
x/menit
3. Nadi : 84
x/menit
4. Temperatur : 36,70C
5. Skala nyeri : 6 Berat
badan : 51 kg
6. Tinggi badan :155 cm

Diagnosa Keperawatan

Defisit nutrisi kurang berhubungan dengan kurangnya asupan makanan


FORMAT ASUHAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
PROSES KEPERAWATAN
DIAGNOSA
NO TUJUAN (NOC) INTERVENSI
KEPERAWATAN RASIONAL
(NIC)
(1) (2) (3) (4) (5)
1 Defisit nutrisi Diberikan asuhan Observasi 1. Kebutuhan
kurang berhubungan keperawatan 3x24 1. Identifikasi nutrisi terpenuhi
dengan kurangnya jam diharapkan status nutrisi 2. Untuk
asupan makanan proses penyembuhan 2. Identifikasi memberikan
penyakit dapat alergi dan tindakan
segera terjadi dengan intoleransi keperawatan
kriteria hasil : makanan mengatasi mual
- TTV dalam batas 3. Identifikasi muntah
normal makanan yang 3. Makanan
- Nyeri ulu hati disukai kesukaan yang
hilang 4. Identifikasi tersaji dalam
- Nafsu makan kebutuhan keadaan hangat
bertambah kalori dan akan
- Mual muntah jenis nutrien meningkatkan
hilang 5. Identifikasi keinginan untuk
Kenyamanan pasien perlunya makan.
meningkat penggunaan 4. Makanan
selang kesukaan yang
nasogastrik tersaji dalam
6. Monitor keadaan hangat
asupan akan
makanan meningkatkan
7. Monitor berat keinginan untuk
badan makan.
8. Monitor hasil
pemeriksaan
labolatorium
Terapeutik
1. Lakukan oral
hygiene
sebelum
makan, jika
perlu
2. Fasilitas
menentukan
pedoman diet
(mis.
Piramida
makanan)
3. Sajikan
makanan
secara
menarik dan
suhu yang
sesuai
4. Berikan
makanan
tinggi serat
untuk
mencegah
konstipasi
5. Berikan
makanan
tinggi kalori
dan protein
6. Berikan
suplemen
makanan, jika
perlu,
7. Hentikan
pemberian
makanan
melalui selang
nasogatrik
jika asupan
oral dapat
ditoleransi.
Edukasi
1. Anjurkan
posisi duduk
jika mampu
2. Ajarkan diet
yang
diprogramkan
Kolaborasi
1. Kolaborasi
pemberian
medikasi
sebelum
makan (mis.
Pereda nyeri,
entiemetik),
jika perlu.
2. Kolaborasi
dengan ahli
gizi untuk
menentukan
jumlah kalori
dan jenis
nutrien yang
diperlukan
FORMAT CATATAN PERKEMBANGAN
No Dx Implementasi Evaluasi
1 Defisit Observasi S : - Ny. N
nutrisi 9. Mengidentifikasi status nutrisi mengatakan
kurang 10. Mematau TTV setiap makan
berhubungan 11. Mengidentifikasi alergi dan sedikit pasti
dengan intoleransi makanan muntah
kurangnya 12. Mengidentifikasi makanan yang - Ny. N
asupan disukai mengatakan
makanan 13. Mengidentifikasi kebutuhan kalori Badanya
dan jenis nutrien - Ny. N
14. Mengidentifikasi perlunya mengatakan
penggunaan selang nasogastrik nyeri dibagian
15. Memonitor asupan makanan uluh hati dan
Edukasi perut sebelah
3. Menganjurkan posisi duduk jika kiri terasa
mampu sakit”
4. Mengajarkan diet yang O :- Ny. N makan
diprogramkan dengan porsi
5. Menganjurkan pasien untuk sedikit 3-2
mengkonsumsi makanan dengan sendok.
porsi sedikit tapi sering - Ny. N tampak
lemah
Kolaborasi - Ny. N tampak
3. Melakukan kolaborasi pemberian pucat
medikasi sebelum makan (mis. - Ny. N tampak
Pereda nyeri, entiemetik) memegangi
perutnya yang
sakit
- Tekanan
Darah :
120/70 mmHg
- Respirasi
: 24 x/menit
- Nadi
: 84 x/menit
- Temperatur
: 36,20C
- Skala nyeri
:6
- Porsi makan
Ny. K hanya
menghabiskan
¼ porsi
makannya
A : Masalah belum
teratasi
P : Intervensi
dilanjutkan

Observasi
1. Identifikasi
status nutrisi
2. Identifikasi
alergi dan
intoleransi
makanan
3. Identifikasi
makanan yang
disukai
4. Identifikasi
kebutuhan kalori
dan jenis nutrien
5. Identifikasi
perlunya
penggunaan
selang
nasogastrik
6. Monitor asupan
makanan

Edukasi
1. Anjurkan posisi
duduk jika
mampu
2. Ajarkan diet
yang
diprogramkan
Kolaborasi
1. Kolaborasi
pemberian
medikasi
sebelum makan
(mis. Pereda
nyeri,
entiemetik).
2 Defisit Observasi S : - Ny. N sudah
nutrisi 1. Mengidentifikasi status nutrisi mulai nafsu
kurang 2. Mengidentifikasi alergi dan makan
berhubungan intoleransi makanan - Ny. N sudah
dengan 3. Mengidentifikasi makanan yang mual muntah
kurangnya disukai sudah
asupan 4. Mengidentifikasi kebutuhan kalori berkurang
makanan dan jenis nutrien O :- Ny. N sudah
5. Mengidentifikasi perlunya mulai
penggunaan selang nasogastrik menghabiskan
6. Memonitor asupan makanan ½ porsi makan.
- Skala nyeri 2
Edukasi
1. Menganjurkan posisi duduk jika A : Masalah
mampu sebagian
2. Mengajarkan diet yang teratasi
diprogramkan
3. Menganjurkan pasien untuk P : Intervensi
mengkonsumsi makanan dengan dilanjutkan
porsi sedikit tapi sering Observasi
1. Identifikasi
Kolaborasi status nutrisi
1. Melakukan kolaborasi pemberian 2. Identifikasi
medikasi sebelum makan (mis. alergi dan
Pereda nyeri, entiemetik) intoleransi
makanan
3. Identifikasi
makanan yang
disukai
4. Identifikasi
kebutuhan kalori
dan jenis nutrien
5. Identifikasi
perlunya
penggunaan
selang
nasogastrik
6. Monitor asupan
makanan
Edukasi
1. Anjurkan posisi
duduk jika
mampu
2. Ajarkan diet
yang
diprogramkan
3. Anjurkan pasien
untuk
mengkonsumsi
makanan dengan
porsi sedikit tapi
sering

Kolaborasi
1. Kolaborasi
pemberian
medikasi
sebelum makan
(mis. Pereda
nyeri,
entiemetik).

3 Defisit Observasi S : - Ny. N


nutrisi 1. Mengidentifikasi status nutrisi mengatakan
kurang 2. Mengidentifikasi alergi dan selera makan
berhubungan intoleransi makanan - Ny. N
dengan 3. Mengidentifikasi makanan yang mengatakan
kurangnya disukai Nyeri sudah
asupan 4. Mengidentifikasi kebutuhan hilang
makanan kalori dan jenis nutrien O :- Ny. N sudah
5. Memonitor asupan makanan menghabiskan
porsi makan
Edukasi A : Masalah teratasi
1. Menganjurkan posisi duduk jika
mampu P : Intervensi
2. Mengajarkan diet yang dihentikan
diprogramkan
3. Menganjurkan pasien untuk
mengkonsumsi makanan dengan
porsi sedikit tapi sering

Kolaborasi
1. Melakukan kolaborasi pemberian
medikasi sebelum makan (mis.
Pereda nyeri, entiemetik)
FORMAT LAPORAN PENDAHULUAN
Nama Pasien : Ny. N
Diagnosa Medis : Gastritis

A. Konsep Gastritis

Gastritis merupakan masalah saluran pencernaan yang paling

sering ditemukan. Gastritis dapat bersifat akut yang datang mendadak

dalam beberapa jam atau beberapa hari dan dapat juga bersifat kronis

sampai berbulan-bulan atau bertahun-tahun (Diyono, 2012).

Gastritis merupakan suatu keadaan peradangan atau perdarahan

mukosa lambung yang dapat bersifat akut, kronis, difus atau lokal. Dua

jenis gastritis yang sering terjadi adalah gastritis superfisial akut dan

gastritis atrofik kronis kronis (Nurarif & Kusuma, 2016).

Menurut Nurarif & Kusuma (2016), gastritis dapat dibedakan

menjadi dua yaitu gastritis kronis dan gastritis akut :

a. Gastritis akut

Merupakan peradangan pada mukosa lambung yang

menyebabkan erosi dan perdarahan mukosa lambung akibat terpapar

pada zat iritan. Erosi tidak mengenai lapisan otot lambung. Gastritis

akut suatu penyakit yang sering ditemukan dan biasanya bersifat jinak

dan sembuh sempurna. Inflamasi akut mukosa lambung pada sebagian

besar kasus merupakan penyakit yang ringan. Penyebab terberat dari

gastritis akut adalah makanan yang bersifat asam atau alkali kuat, yang
dapat menyebabkan mukosa menjadi ganggren atau perforasi.

Pembentukan jaringan parut dapat terjadi akibat obstruksi pylorus.

Salah satu bentuk gastritis akut yang manifestasi klinisnya

dapat berbentuk penyakit yang berat adalah gastritis erosif atau

gastritis hemoragik. Disebut gastritis hemoragik karena pada penyakit

ini akan dijumpai perdarahan mukosa lambung dalam berbagai derajat

dan terjadi erosi yang berarti hilangnya kontinuitas mukosa lambung

pada beberapa tempat, menyertai inflamasi pada mukosa lambung

tersebut :

1) Gastritis Akut Erosif

Gastritis akut erosif adalah suatu peradangan permukaan

mukosa lambung yang akut dengan kerusakan-kerusakan erosi.

Disebut erosi apabila kerusakan yang terjadi tidak lebih dalam dari

pada mukosa muskularis. Penyakit ini dijumpai di klinik, sebagai

akibat efek samping dari pemakaian obat, sebagai penyulit

penyakit-penyakit lain atau karena sebab yang tidak diketahui.

Perjalanan penyakit ini biasanya ringan, walaupun demikian

kadang-kadang dapat menyebabkan kedaruratan medis, yakni

perdarahan saluran cerna bagian atas. Penderita gastritis akut erosif

yang tidak mengalami pendarahan sering diagnosisnya tidak

tercapai.

Untuk menegakkan diagnosis diperlukan pemeriksaan

khusus yang sering dirasakan tidak sesuai dengan keluhan


penderita yang ringan saja. Diagnosis gastritis akut erosif,

ditegakkan dengan pemeriksaan endoskopi dan dilanjutkan dengan

pemeriksaan histopatologi biopsi mukosa lambung.

Penderita gastritis erosif yang disebabkan oleh bahan toksik

atau korosif dengan etiologi yang dilakukan pada bahan kimia dan

bahan korosif antara lain HCL, H2SO4, HNO3, Alkali, NaOH,

KOH dan pemeriksaan klinis dapat ditemukan antara lain mulut,

lidah nampak edema, dyspagia dan nyeri epigastrium, juga

ditemukan tanda yaitu mual, muntah, hipersalivasi, hiperhidrosis

dan diare sampai dehidrasi. Penatalaksanaan secara umum

perhatiakan tanda-tanda vital, respirasi, turgor dan produksi urine

serta tentukan jenis racun untuk mencari anekdote.

2) Gastritis Akut Hemoragik

Ada dua penyebab utama gastritis akut hemoragik. Pertama

diperkirakan karena minum alkohol atau obat lain yang

menimbulkan iritasi pada mukosa gastrik secara berlebihan (aspirin

atau NSAID lainnya). Meskipun pendarahan mungkin cukup berat,

tapi pendarahan pada kebanyakan pasien akan berhenti sendiri

secara spontan dan mortalitas cukup rendah. Kedua adalah stress

gastritis yang dialami pasien di Rumah Sakit, stress gastritis

dialami pasien yang mengalami trauma berat berkepanjangan,

sepsis terus menerus atau penyakit berat lainnya.


Erosi stress merupakan lesi hemoragik majemuk pada

lambung proksimal yang timbul dalam keadaan stress fisiologi

parah dan tidak berkurang. Berbeda dengan ulserasi menahun yang

biasa pada traktus gastrointestinalis atas, jarang menembus

profunda kedalam mukosa dan tak disertai dengan infiltrasi sel

radang menahun. Tanpa profilaksis efektif, erosi stress akan

berlanjut dan bersatu dalam 20% kasus untuk membentuk beberapa

ulserasi yang menyebabkan perdarahan gastrointestinalis atas, yang

bisa menyebabkan keparahan dan mengancam nyawa.

b. Gastritis Kronik

Gastritis Kronik merupakan peradangan bagian mukosa

lambung yang menahun. Gastritis kronik sering dihubungkan dengan

ulkus peptik dan karsinoma lambung tetapi hubungan sebab akibat

antara keduanya belum diketahui. Penyakit gastritis kronik menimpa

kepada orang yang mempunyai penyakit gastritis yang tidak

disembuhkan. Awalnya sudah mempunyai penyakit gastritis dan tidak

disembuhkan, maka penyakit gastritis menjadi kronik dan susah untuk

disembuhkan. Gastritis kronik terjadi infiltrasi sel-sel radang pada

lamina propria dan daerah intra epiteil terutama terdiri dari sel-sel

radang kronik, yaitu limfosit dan sel plasma. Gastritis kronis

didefenisikan secara histologis sebagai peningkatan jumlah limfosit

dan sel plasma pada mukosa lambung. Derajat ringan pada gastritis

kronis adalah gastritis superfisial kronis, yang mengenai bagian sub


epitel di sekitar cekungan lambung. Kasus yang lebih parah juga

mengenai kelenjar-kelenjar pada mukosa yang lebih dalam, hal ini

biasanya berhubungan dengan atrofi kelenjar (gastritis atrofi kronis)

dan metaplasia intestinal.

Sebagian besar kasus gastritis kronis merupakan salah satu dari

dua tipe, yaitu: tipe A yang merupakan gastritis autoimun adanya

antibody terhadap sel parietal yang pada akhirnya dapat menimbulkan

atropi mukasa lambung, 95% pasien dengan anemia pernisiosa dan

60% pasien dengan gastritis atropik kronik. Biasanya kondisi ini

merupakan tendensi terjadinya Ca Lambung pada fundus atau korpus

dan tipe B merupakan gastritis yang terjadi akibat helicobacter pylory

terdapat inflamasi yang difusi pada lapisan mukosa sampai muskularis,

sehingga sering menyebabkan perdarahan dan erosi. Klasifikasi

histologi yang sering digunakan pada gastritis kronik yaitu:

1) Gastritis kronik superficial

Gastritis kronik superfisial suatu inflamasi yang kronis

pada permukaan mukosa lambung. Pada pemeriksaan hispatologis

terlihat gambaran adanya penebalan mukosa sehingga terjadi

perubahan yang timbul yaitu infiltrasi limfosit dan sel plasma

dilamina propia juga ditemukan leukosit nukleir polimorf dilamina

profia. Gastritis kronik superfisialis ini merupakan permulaan

terjadinya gastritis kronik.


Seseorang diketahui menderita gastritis superficial setelah

diketahui melalui PA antara lain: hiperemia, eksudasi, edema,

penebalan mukosa, sel-sel limfosit, eosinofil dan sel plasma.

Pemeriksaan klinis tidak jelas tetapi pasien mengalami mual,

muntah, pain-foof-pain dan nafsu makan berkurang. Pasien gastritis

superficial disarankan untuk istirahat total, mengkonsumsi

makanan lunak dan simptomatis.

2) Gastritis kronik atrofik.

Gastritik kronik atrofik yaitu sel-sel radang kronik yang

menyebar lebih dalam disertai dengan distorsi dan destruksi sel

kelenjar mukosa lebih nyata. Gastritis atrofik dianggap sebagai

kelanjutan gastritis kronik superfisialis. Seseorang menderita atropi

gastritis setelah menjalani PA dan diketahui, antara lain: mukosa

tipis, muskularis atropi, kelanjar-kelenjar menurun dan adanya sel-

sel limfosit.

Pemeriksaan klinis, penderita mengalami epigastrik

diskomfort, dyspepsia, lambung rasanya penuh, nafsu makan

menurun, mual, muntah, anemia peniciosa, defisiensi Fe dan

pellagra. Pengobatan yang harus dijalani adalah istirahat total,

mengkonsumsi makan lunak dan mengkonsumsi vitamin B12, Fe,

dan liver ekstrak.

B. Etiologi
Menurut Suratum (2016), beberapa penyebab terjadinya gastritis

adalah sebagai berikut :

a. Makan tidak teratur atau terlambat makan. Biasanya menunggu lapar

dulu, baru makan dan saat makan langsung makan terlalu banyak.

b. Bisa juga disebabkan oleh bakteri bernama Helicobacter pylori.

Bakteri tersebut hidup di bawah lapisan selaput lendir dinding bagian

dalam lamung. Fungsi lapisan lendir sendiri adalah untuk melinudngi

kerusakan dinding lambung akibat produksi asam lambung. Infeksi

yangt diakibatkan bakteri Helicobacter menyebabkan peradangan pada

dinding lambung yang disebut gastritis.

c. Merokok akan merusak lapisan pelindung lambung. Oleh karena itu,

orang yang merokok lebih sensitive terhadap gastritis maupun ulser.

Merokok juga akan meningkatkan asam lambung, melambatkan

kesembuhan dan meningkatkan resiko kanker lambung.

d. Stress. Hal ini dimungkinkan karena karena system persarafan di otak

berhubungan dengan lambung, sehingga jika seseorang mengalami

stress, bisa muncul kelainan dalam lambungnya. Stress bisa

menyebabkan terjadi perubahan hormonal di dalam tubuh. Perubahan

itu akan merangsang sel-sel dalam lambung yang kemudian

memproduksi asam secara berlebihan. Asam yang berlebihan ini

membuat lambung terasa nyeri, perih dan kembung. Lama-kelamaan

hali ini dapat menimbulkan luka di dinding lambung.


e. Efek samping obat-obatan tertentu. Konsumsi obat penghilangan rasa

nyeri, seperti obat antiinflamasi nonsteroid (OAINS) misalnya aspirin,

ibuproven (Advil, Motrin dll), juga naproxen (aleve), yang terlalu

sering dapat menyebabkan penyakit gastritis, baik itu gastritis akut

maupun kronis.

f. Mengkonsumsi makanan terlalu pedas dan asam. Minum minuman

yang mengandung alkohol dan cafein seperti kopi. Hal itu dapat

meningkatkan produksi asam lambung berlebihan hingga akhirnya

terjadi iritasi dan menurunkan kemampuan fungsi dinding lambung.

g. Alkohol, mengkonsumsi olkohol dapat mengiritasi (merangsang) dan

mengikis permukaan lambung.

h. Terapi radiasi, refluk empedu, zat-zat korosif (cuka, lada)

menyebabkan kerusakan mukosa gaster dan menimbulkan edema dan

pendarahan.

i. Kondisi yang stressful (trauma, luka bakar, kemoterapi dan kerusakan

susunan syaraf pusat) merangsang peningkatan produksi HCl lambung.

j. Asam empedu adalah cairan yang membantu pencernaan lemak.

Cairan ini diproduksi di hati dan dialirkan ke kantong empedu. Ketika

keluar dari kantong empedu akan dialirkan ke usus kecil (duodenum).

Secara normal, cincin pylorus (pada bagian bawah lambung) akan

mencegah aliran asam empedu ke dalam lambung setelah dilepaskan

ke duodenum.
k. Serangan terhadap lambung. Sel yang dihasilkan oleh tubuh dapat

menyerang lambung. Kejadian ini dinamakan autoimun gastritis.

Kejadian ini memang jarang terjadi, tetapi bisa terjadi. Autoimun

gastritis sering terjadi pada orang yang terserang penyakit

Hashimoto’s disease, Addison’s disease dan diabetes tipe I.

C. Patofisiologi
Obat-obatan (NISAD, H. phylori Kafein
aspirin, sulfanomida,
steroid, digitalis.
Melekat pada Me↓ produksi
Membantu epitel lambung bikabornat
pembentukan sawat (HCO3)
mukosa lambung Menghancurkan
lapisan mukosa Me↓kemampuan
lambung protektif
terhadap asam

Me↓ barrier lambung Menyebabkan


terhadap asam dan disfusi kembali
pepsin asam lambung &
pepsin
Kekurangan
volume cairan
Inflamasi Erosi mukosa
lambung
Perdarahan

Me↓ tonus dan


Mukosa lambung
Nyeri epigastrium peristaltic
kehilangan
lambung
integritas jaringan

Refluk isi
me↓ sensor untuk
duodenum
makan
kelambung
Anoreksia

Mual Dorongan ekspulsi


isi lambung
kemulut
Nyeri akut Ketidakseimbang
an nutrisi kurang
Muntah
dari kebutuhan
tubuh
Kekurangan
Sumber : (Nurarif & Kusuma, 2016).
volume cairan
D. Manifestasi Klinis

Menurut Nurarif & Kusuma (2016), tanda dan gejala gastritis

adalah sebagai berikut :

a. Gastritis akut : nyeri epigastrium, mual, muntah dan perdarahan

terselubung maupun nyata. Dengan endoskopi terlihat mukoa lambung

hyperemia dan ude, munkin juga ditenkan erosi dan perdarahan aktif.

b. Gastritis kronis : kebanyakan gastritis asimptomatik, keluhan lebih

berkaitan dengan kompliksi gastritis atrofik, seperti tukak lambung,

defisiensi zat besi, anemia pernisiosa dan karsinoma labung.

E. Penatalaksanaan Medis

Menurut Nurarif & Kusuma (2016), penatalaksanaan medis untuk

gastritis adalah sebagai berikut :

a. Gastritis akut

Faktor utama adalah dengan menghilangkan etiologinya, diet

lambung dengan porsi kecil dan sering. Obat-obatan ditujukan untuk

mengatur sekresi asam lambung berupa antagonis reseptor H2,

inhibitor pompa proton, antikolinergik dan antasid juga ditujukan


sebagai sifoprotektor berupa sukralfat dan prostaglandin.

Penatalaksanaan sebaiknya meliputi pencegahan tehadap setiap

pasien dengan resiko tinggi, pengobatan terhadap penyakit yang

mendasari dan menghentikan obat yang dapat menjadi penyebab, seta

dengan pengobatan suportif.

Pecegahn dapat dilakukan dengan pemberian antasida dan

antagonis H2 sehingga mencapai PH lambung 4. Meskipun hasilnya

masih jadi perdebatan, tetapi pada umumnya tetap dianjurkan.

Pencegahan ini terutama bagi pasien yang menderita penyakit dengan

keadaan klinis yang berat. Untuk pengguna aspirin atau anti inflamas

nonsteroid pencegahan yang terbaik adalah dengan Misaprostol, atau

Derivat Prostaglandin.

Penatalaksanaan medikal untk gastritis akut dilakukan dengan

menghindari alkohol dan makanan sampai gejala berkurang. Bila

gejala menetap, diperlukan cairan intravena. Bila terdapat perdarahan,

penatalaksanaan serupa dengan pada hemoragi saluran gastrointestinal

atas. Bila gastritis karena alkali kuat, gunakan jus karena adanya

bahaya perforasi.

b. Gastritis kronis

Faktor utama ditandai oleh kondisi progresif epitel kelenjar

disertai sel parietal dan chief cell. Dinding lambung menjadi tipis da

mukosa mempunyai permukaan yang rata, gastritis kronis ini


digolongkan menjadi dua kategori tipe A (Altrofik atau Fundal) dan

tipe B (Antral).

Gastritis kronis Tipe A disebut juga gastritis altrofik atau

fundal, karena gastritis terjadi pada bagian fundus lambung. Gastritis

kronis Tipe A merupakan suatu penyakit autoimun yang disebabkan

oleh adanya autoantibodi terhadap sel parietal kelenjar labung dan

faktor intrinsik. Tidak adanya sel parietal dan chief cel dapat

menurunkan sekresi asam dan menyebabkan tingginya kadar gastrin.

Gastritis kronis Tipe B disebut juga sebagai gastritis antral

karena umumnya mengenai daerah atrium lambung dan lebih sering

terjadi dibandingkan dengan gastitis kronis Tipe A. penyebab utama

gastritis Tipe B adalah infeksi kronis oleh Helicibacter Pylory. Faktor

etiologi gastritis kronis lainnya adalah asupan alkohol yang

berlebihan, merokok, dan refluks yang dapat mencetuskan terjadinya

ulkus peptikum dan karsinoma.

Pengobatn gastritis kronis bervariasi, tergantung pada penyakit

yang dicurigai. Bila terdapat ulkus duodenum, dapat diberikan

antibiotik untuk membatasi Helicibacter Pylory. Namun demikian lesi

tidak selalu muncul dengan gastritiskronis, alkohol dan obat yang

diketahui mengiritasi lambung harus dihindari. Bila terjadi anemia

defisiensi besi (yang disebabkan oleh perdarahan kronis), maka

penyakt ini harus diobati. Pada anemia pernisiosa harus diberikan

pengobatan vitamin B12 dan teapi yang sesuai. Gastritis kronis diatasi
degan memodifikasi diet dan meningkatkan istirahat serta memulai

farmakoterapi. Helicibacter Pylory dapat diatasi dengan antibiotik

(seperti Tetrasikin dan Amoxicillin) dan garam bismuth (pepto

bismol). Pasien dengan gastritis Tipe A biasanya mengalami

malabsorbsi vitamin B12.

F. Prosedur Diagnostik

Menurut Nurarif & Kusuma (2016), pemeriksaan penunjang dan

prosedur diagnostik untuk pasien dengan gastritis adalah sebagai berikut :

a. Sinar X abdomen menunjukkan gas dan cairan di dalam usus

b. Barium enema menunjukkan kolon yang terdistensi, berisi udara atau

lipatan sigmoid yang tertutup.

c. Penurunan kadar serum natrium, kalium dan klorida akibat muntah :

peningkatan hitung SDP dengan nekrosis, trangulasi atau peritonitis

dan peningkatan kadar serum amilase karena iritasi pankreas oleh

lipatan usus.

d. Arteri gas darah dapat mengidetifikasikan asidosis atau alkalosis

metabolik.

G. Pengkajian Data Dasar Keperawatan Kasus Penyakit

Ny. N datang dengan keluhan nyeri pada daerah ulu hati dan perut

bagian kiri bawah, Ny. N mengatakan badan lemah dan tidak nafsu makan

dan pada setiap makan sedikit pasti muntah

H. Peta Analisis Data dan Masalah Keperawatan


I. Diagnosa Keperawatan

Defisit nutrisi kurang berhubungan dengan kurangnya asupan makanan

J. Intervensi Keperawatan

Intervensi yang dilakukan penulis untuk diagnosa Defisit nutrisi

kurang berhubungan dengan kurangnya asupan makanan adalah

Identifikasi status nutrisi, Identifikasi alergi dan intoleransi makanan,

Identifikasi makanan yang disukai, Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis

nutrien, Identifikasi perlunya penggunaan selang nasogastrik, Monitor

asupan makanan, Monitor berat badan, Monitor hasil pemeriksaan

labolatorium, Lakukan oral hygiene sebelum makan, jika perlu, Fasilitas

menentukan pedoman diet (mis. Piramida makanan), Sajikan makanan

secara menarik dan suhu yang sesuai, Berikan makanan tinggi serat untuk

mencegah konstipasi, Berikan makanan tinggi kalori dan protein, Berikan

suplemen makanan, jika perlu, Hentikan pemberian makanan melalui

selang nasogatrik jika asupan oral dapat ditoleransi, Anjurkan posisi duduk

jika mampu, Ajarkan diet yang diprogramkan, Kolaborasi pemberian

medikasi sebelum makan (mis. Pereda nyeri, entiemetik), jika perlu dan

yang terakhir Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori

dan jenis nutrien yang diperlukan

K. Rasional dari Intervensi Keperawatan

Rasional yang ingin dicapai dari intervensi keperawatan adalah

Kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi,Untuk memberikan tindakan

keperawatan mengatasi mual muntah, Makanan kesukaan yang tersaji


dalam keadaan hangat akan meningkatkan keinginan untuk makan dan

makanan kesukaan yang tersaji dalam keadaan hangat akan meningkatkan

keinginan untuk makan.

L. Materi Pendidikan Kesehatan Klien dan Keluarga

Memberikan pendidikan kesehatan kepada keluarag pasien aga

meningkatkan pengetahuan dan pemahaman tentang penyebab dari

penyakit gastritis dan bagaimana cara menanganinya.


FORMAT LAPORAN KASUS
A. Identitas Pasien

B. Keluhan yang dirasakan pasien

Pasien mengeluhkan sakit pada bagian uluh hati, terasa mual, tidak

selera makan dan nyeri pada bagian perut

C. Diagnosa keperawatan

Diagnosa keperawatan pada pasien gastroenteritis akut Tim Pokja

SIKI DPP PPNI (2018), diagnosa keperawatan yang mungkin muncul

pada pasien dengan gastritis adalah defisit nutrisi berhubungan dengan

kurangnya asupan makanan.

Penulis menyimpulkan dari tanda dan gejala yang muncul pada Ny.

N dengan gastritis maka penulis menyimpulkan diagnosa yang muncul

pada Ny. N adalah defisit nutrisi berhubungan dengan kurangnya asupan

makanan. Hall ini menunjukkan bahwa masalah keperawatan yang

ditemukan pada Ny. N sama dengan teori Tim Pokja SIKI DPP PPNI

(2018). Adapun diagnosa keperawatan yang penulis temukan pada Ny. N

adalah defisit nutrisi berhubungan dengan kurangnya asupan makanan

D. Intervensi Keperawatan

Rencana keperawatan sesuai dengan perencanaan secara teoritis

yang telah dijabarkan di BAB II, dengan demikian perencanaan yang

diberikan untuk defisit nutrisi berhubungan dengan kurangnya asupan

makanan adalah sebagai berikut :


a. Observasi

1) Identifikasi status nutrisi

2) Identifikasi alergi dan intoleransi makanan

3) Identifikasi makanan yang disukai

4) Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrient

5) Identifikasi perlunya penggunaan selang nasogastrik

6) Monitor asupan makanan

7) Monitor berat badan

8) Monitor hasil pemeriksaan labolatorium

b. Terapeutik

8. Lakukan oral hygiene sebelum makan, jika perlu

9. Fasilitas menentukan pedoman diet (mis. Piramida makanan)

10. Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang sesuai

11. Berikan makanan tinggi serat untuk mencegah konstipasi

12. Berikan makanan tinggi kalori dan protein

13. Berikan suplemen makanan, jika perlu,

14. Hentikan pemberian makanan melalui selang nasogatrik jika

asupan oral dapat ditoleransi.

c. Edukasi

6. Anjurkan posisi duduk jika mampu

7. Ajarkan diet yang diprogramkan


d. Kolaborasi

4. Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan (mis. Pereda

nyeri, entiemetik), jika perlu.

5. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan

jenis nutrien yang diperlukan

Ada intervensi tambahan yang penulis ambil berdasarkan konsep

pemenuhan kebutuhan nutrisi berdasarkan evidence based nurse yang

dikutip dari penelitian Setyowati (2017), yaitu menganjurkan keluarga

untuk memberikan makanan hangat dengan porsi sedikit tapi sering

E. Impelementasi Keperawatan

Pada dasarnya rencana tindakan yang telah disusun kemudian

diaplikasikan dalam tahap implementasi atau pelaksanaan. Dalam

melaksanakan tindakan, penulis bekerjasama dengan berbagai pihak yaitu

klien, keluarga klien, dan perawat ruangan, serta tim kesehatan lainnya.

Intervensi yang talah disusun penulis dapat dilaksanakan dengan baik

secara mandiri dan kolaborasi. Namun tidak semua intervensi yang telah

disusun penulis dapat diimplementasikan atau dilaksanakan, hal ini terjadi

karena ada beberapa kendala yang penulis hadapi seperti keterbatasan

kemampuan penulis dan keterbatasan peralatan untuk merawat klien.

Tindakan keperawatan pada Ny. N adalah dengan melakukan

Observasi yaitu : mengidentifikasi status nutrisi, mengidentifikasi alergi

dan intoleransi makanan, mengidentifikasi makanan yang disukai,


mengidentifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrient, mengidentifikasi

perlunya penggunaan selang nasogastrik, memonitor asupan makanan.

Adapun pada tindakan observasi ada beberapa intervensi yang tidak

penulis lakukan yaitu memonitor berat badan dan hasil pemeriksaan

laboratorium dikarenakan keterbatasan sarana dimana tidak tersedianya

timbangan diruangan tersebut serta pemeriksaan laboratorium yang tidak

dilakukan setiap hari.

Intervensi lainnya yang tidak penulis lakukan adalah intervensi

terapeutik dimana penulis tidak dapat mendapatkan fasilitas untuk

meentukan diet, tidak dapat menyajikan makanan yang menarik, tidak

dapat menyajikan makanan yang tinggi serat, kalori dan protein dan tidak

dapat memberikan suplemen makanan karena tidak dibutuhkan.

Implementasi selanjutnya adalah Edukasi yaitu menganjurkan posisi

duduk jika mampu, mengajarkan diet yang diprogramkan dan

menganjurkan pasien untuk mengkonsumsi makanan dengan porsi sedikit

tapi sering. Serta melakukan pemberian medikasi sebelum makan (mis.

pereda nyeri, entiemetik).

F. Evaluasi

Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses

keperawatan yang menandakan seberapa jauh diagnose keperawatan,

rencana tindakan, dan pelaksanaannya sudah behasil dicapai berdasarkan

tujuan yang telah dibuat dalam perencanaan keperawatan (Perry & Potter,

2010). Evaluasi yang digunakan berbentuk S adalah ungkapan perasaan


dan keluhan yang dirasakan secara subjektif oleh keluarga setelah

diberikan implementasi keperawatan. O adalah keadaan objektif yang

dapat diidentifikasi oleh perawat menggunakan pengamatan. A merupakan

analisis perawat setelah mengetahui respons subjektif dan objektif

keluarga yang dibandingkan dengan kriteria dan standar yang telah

ditentukan mengacu pada tujuan pada rencana keperawatan keluarga. P

adalah perencanaan selanjutnya setelah perawat melakukan analisis.

Kriteria hasil yang diharapkan setelah penulis berikan intervensi

adalah kebutuhan nutrisi tepenuhi. Evaluasi keperawatan pada Ny. N yang

penulis kaji setiap hari setelah pemberian asuhan keperawatan selama 3

hari, telah menunjukan adanya perubahan yang signifikan Seperti

didapatkan porsi makan sudah dihabiskan, mual muntah hilang dan pola

makan kembali normal. Selanjutnya perawatan pada Ny. N dapat

dilanjutkan oleh keluarga dirumah dalam bentuk penerapan proses

perawatan dan evaluasi kemajuan klien setiap saat.

Anda mungkin juga menyukai