Anda di halaman 1dari 10

PROGRAM PENGEMBANGAN PLTP SKALA KECIL LAPANGAN PANAS BUMI TODABELU MATALOKO, NGADA, NTT

Oleh: Rina Wahyuningsih dan Kastiman Sitorus SUBDIT. PANAS BUMI

ABSTRACT Based on the data of geothermal potency, local electricity demand and the limited of non fosil alternative energy at Ngada and generally NTT, so Mataloko geothermal power plant deserved to be developed and it become a cooperation program between DJGSM, PLN Persero and Government of Ngada Regency. Mataloko geothermal power plant is planned to have energy capacity of 2x1.5 MWe by extracting steam energy especially from MT-3 and MT-4 wells, and using back pressure turbine. The location of Mataloko power house is determined on land between MT-3 and MT-4 well by concerning minimal geological hazards, close to the steam sources (efficiency of pipe installation and minimized heat loss in the pipe) and far from the civilians. SARI Berdasarkan data potensi panas bumi, kebutuhan listrik daerah dan terbatasnya sumber energi alternatif non fosil di daerah Ngada dan NTT pada umumnya, maka PLTP Mataloko layak untuk dilkembangkan dan menjadi program kerjasama antara DJGSM, PLN Persero dan Pemkab Ngada. PLTP mataloko direncanakan akan mempunyai kapsitas pembangkit 2X1,5 MWe dengan menekstrak energi uap terutama dari sumur MT-3 dan MT-4 dengan menggunakan jenis turbin back pressure. Pemilihan lokasi rumah pembangkit (power house) di antar sumur MT-3 dan MT-4 dengan memperhatikan factor resiko bahaya geologi minimal, kedekatan dengan sumber uap ((efisiensi jaringan pipa dan meminimalkan panas hilang di pipa) dan bebas dari pemukiman penduduk. sebesar 38,25% dengan jumlah pelanggan 12.454 dari 222.849 jumlah penduduk. Jumlah desa di Kabupaten Ngada sebanyak 173 dengan prosentasi desa berlistrik 51,45% (89 desa). Jaringan secara nasional tidak memungkinkan masuk ke daerah-daerah pedalaman Indonesia yang sebaran daerahnya memanjang 5100 km dari barat ke timur. Adanya pemanfaatan potensi energi panas bumi di daerah pedalaman memungkinkan tersedianya listrik untuk penduduk di daerah terpencil. Mengingat harga listrik dari PLTD dapat menjadi semakin mahal dengan meningkatnya biaya opersional yang disebabkan oleh naiknya harga bahan bakar diesel dan turunnya efisiensi mesin. Panas bumi merupakan sumber energi alternatif yang murah dan bersih yang dapat diharapkan untuk memenuhi kebutuhan listrik mengingat melimpahnya sumber energi tersebut di daerah ini.
3-1

1. PENDAHULUAN Lapangan panas bumi Mataloko terletak sekitar 15 km sebelah timur Kota Bajawa, Ibukota Kabupaten Ngada, Nusa Tenggara Timur, pada koordinat 1210000-1214830 T dan 084830-085030 S. Lapangan panas bumi Mataloko termasuk dalam lapangan panas bumi berentalpi tinggi yang telah dibuktikan dengan data sumur (MT-2), mempunyai reservoir uap kering yang superheated, dengan kualitas uap yang sangat baik. Sehingga lapangan panas bumi Mataloko adalah satu diantara lapangan panas bumi di NTT yang layak untuk dikembangkan, khususnya untuk pembangkit tenaga listrik. Pasokan listrik di Provinsi NTT hampir 100% tergantung dari bahan bakar diesel (PLTD) yang dikelola oleh PLN Persero. Data per Desember 2003, rasio elekrifikasi Kabupaten Ngada

Kolokium Hasil Kegiatan Inventarisasi Sumber Daya Mineral DIM, TA. 2003

Regulasi kepanasbumian di Indonesia yang paling tinggi adalah UU no 27 tahun 2003. Regulasi yang lebih operasional dan tidak bertentangan dengan undang-undang baru adalah Keppres 76/2000 yang dijabarkan dalam Kepmen 667 K/11/MEM/2002 yaitu mendukung pengusahaan sumber daya panas bumi untuk pembangkit listrik oleh Direktorat Jendral Geologi dan Sumber Daya Mineral. Mengingat perlunya percepatan pembangunan di kawasan timur Indonesia dan program kelistrikan daerah terasing (Rural Electricity Program) maka program pengembangan lapangan panas bumi Mataloko untuk pembangkit listrik (PLTP) skala kecil merupakan prioritas. PLTP Mataloko direncanakan akan mengekstrak energi dari sumur MT-3 dan MT-4, serta kemungkinan juga dari sumur MT-2 dengan kapasitas pembangkit maksimal 5 MWe. Pengembangan PLTP Todabelu yang merupakan program kerjasama DJGSM, PLN Persero dan Pemda Kabupalen Ngada ini bertujuan untuk menghasilkan energi listrik tenaga panas bumi yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat Kabupaten Ngada dan sekitarnya. Research Co-operation Project on the Exploration of small-scale Geothermal Resources in the Eastern Part of Indonesia dilakukan oleh peneliti Indonesia (Direktorat Inventarisasi Sumber Daya Mineral) dan peneliti Jepang (GSJ, West JEC, MRC dan NEDO) selama 5 tahun (1997-2002). Penyelidikan rinci meliputi penginderaan jauh, geologi, geokimia, geofisika, dan studi mengenai reservoir. Sumur eksplorasi dangkal (MTL-01) dengan target 250 m dibor pada tahun 1999, mengalami semburan liar uap dari kedalaman 103,23 m sehingga sumur harus dipadamkan dan ditutup. Mulai Oktober 2000 dua sumur eksplorasi (MT-1 dan MT-2) di bor dengan target kedalaman masingmasing 1000 m. Sumur MT-1 dengan lubang 12-1/4, pada kedalaman 207,26 m terjadi semburan liar uap, sehingga dilakukan grouting disekitar sumur MT-1 untuk menghindari semburan liar ke permukaa dan juga ditutup. Sumur MT-2 mulai dibor pada tahun 2001 dan diputuskan untuk berhenti pada total kedalaman 180,02 m karena terjadi kenaikan temperatur lumpur kembali yang drastic. Setelah itu dilakukan loging temperatur dan tekanan sumur dengan hasil masing-masing 130.4 C dan 1.08 Mpa pada kedalaman 104 m. Sumur MT-2 menyemburkan uap kering dengan tingkat

kebasahan sangat rendah.Uji alir fluida jangka pendek dan jangka panjang sumur MT-2 dilakukan dengan metode lip pressure dan lempeng orifis untuk mengetahui kestabilan sumur, tekanan dan kecepatan alir optimumnya, serta potensi dari sumur tersebut. Dengan selesainya kerja sama bilateral Indonesia-Jepang pada tahun 2002, maka pengembangan lapangan panas bumi Todabelu, Mataloko sepenuhnya dilakukan oleh Pemerintah Indonesia. Tahun anggaran 2003 melalui Proyek Pengembangan Tenaga Panas Bumi telah di bor dua buah sumur produksi (MT-3 dan MT-4) yang diharapkan dapat dikembangkan menjadi pembangkit listrik skala kecil.

2. LAPANGAN PANAS BUMI MATALOKO 2.1 Potensi Lapangan Dari survey geosain (geologi, geokimia, dan geofisika) yang telah dilakukan di lapangan panas bumi Mataloko menunjukkan bahwa terdapat potensi energi panas yang cukup besar di daerah ini. Luas daerah paling prospek yang didapatkan dari data geofisika seluas 5 km2. Air reservoir dengan pH netral diperkirakan terkandung dalam reservoir berupa batuan vulkanik tua yang terpanasi oleh sumber panas berupa dapur magma berbentuk korok di bawah lapangan panas bumi Mataloko. Batuan reservoir berupa batuan hasil aktivitas pra kaldera Bajawa berumur Kuarter bawah pada kedalaman reservoir bagian atas 600 m setebal 1 km.. Batuan yang berperan sebagai lapisan penudung (clay cap) berupa batuan vulkanik hasil letusan pembentukan kaldera Bajawa yang mempunyai tingkat ubahan sangat kuat merupakan lapisan sangat konduktif menutupi langsung lapisan reservoir. Berdasarkan data di atas dan dugaan suhu bawah permukan 287 C maka lapangan panas bumi Mataloko diperkirakan mempunyai potensi sebesar 63,5 MWe.

2.2 Potensi Terbukti Dari uji alir fluida sumur jangka pendek dan jangka panjang ((Sitorus, K., 2003), diperoleh potensi sumur sebesar 1,48 MWe yang merupakan potensi cadangan terbukti dari sumur MT-2. Kualitas uap yang dihasilkan sangat baik berupa uap kering (tingkat kebasahan <2%) dan
3-2

Kolokium Hasil Kegiatan Inventarisasi Sumber Daya Mineral DIM, TA. 2003

superheated 20,28-21,28 C. Laju alir yang paling stabil pada sumur MT-2 sebesar 10,011,40 ton/jam setara dengan 1 MWe dan mampu bertahan minimal 25 tahun selama tidak terjadi kerusakan pada konstruksi sumur. Hasil logging 5 kali pada kondisi bleeding, flowing dan statik menunjukkan kedalaman sumur saat ini 178,0 m. Perkiraan feed zone sumur MT-2 pada interval kedalaman 130,0-175,0 m dengan temperatur 182,4-192,3 C yang merupakan teservoir dominasi uap (steam dominated reservoir). 2.3 Kelayakan Untuk Di Kembangkan Studi mengenai kelayakan pengembangan lapangan panas bumi mataloko sebagai PLTP belum dilakukan secara menyeluruh dari semua aspek termasuk aspek ekonomi dan enginiringnya. Kelayakan realisasi PLTP Mataloko di sini didasarkan pada aspek potensi, kebutuhan daerah dan minimnya energi alternatif non fosil di daerah ini. Dari satu sumur (MT-2) sudah terbukti berpotensi 1,5 MWe, diperkirakan dari sumur MT-3 dan MT-4 yang mempunyai diameter lubang dan kedalaman lebih besar akan diperoleh potensi sumur yang lebih besar. Dari sumur MT-3 dan MT-4 diperkirakan dapat diperoleh potensi minimal masing-masing 2MWe. Pemenuhan kebutuhan listrik di daerah Ngada dan NTT pada umumnya sudah sangat mendesak dilihat dari rasio kelistrikan di Kab Ngada 38,25% dan di NTT sebesar 36,10%. Alternatif sumber energi selain energi fosil (misal PLTA) sangat tidak mungkin karena faktor kondisi alamnya, sehingga PLTP merupakan alternatif yang layak untuk dikembangkan mengingat melimpahnya sumber energi ini. 3 EVALUASI POTENSI SUMUR 3.1 Konstruksi Sumur MT-2 dan MT-3 Sumur MT-2 merupakan sumur eksplorasi yang diharapkan menjadi sumur produksi sehingga dibuat konstruksi seperti Gambar 2. Pengeboran dimulai dengan lubang 12-1/4 hingga pada kedalaman 31,9 m, kemudian selubung 10 dipasang sampai kedalaman 17,6 m dan disemen. Pemboran dengan 9-5/8 dilanjutkan hingga pada kedalaman 104.56 m dan selubung produksi 8 berhasil dipasangkan pada kedalaman 100.12m dan disemen. Lubang 75/8 dibuat sampai 162,35 m dan selubung 6

dipasang. Pemboran dilanjutkan dengan 55/8 sampai total kedalaman dan dipasang liner 4. Konstruksi sumur delineasi MT-3 (Gambar 3) adalah sebagai berikut: lubang 17 di kedalaman 056 m dengan selubung 133/8 dipasang dari permukaan sampai 44.37 m, lubang 12 di kedalaman 5612.10 m dan selubung produksi 10 diset dari permukaan hingga 209 m. Lubang 95/8 di kedalaman 212.10-490 m dengan selubung liner 8 5/8 dipasang di kedalaman 192.54490 m. Selubung liner 85/8 terdiri dari 85/8 blind liner di kedalaman 192.54225.83 m dan 472.65 490 m, sedangkan 85/8-slotted liner menempati kedalaman 225.83 472.65 m. Lubang terbuka 77/8 (77/8-open hole) terdapat di kedalaman 490558.25 m dan dilanjut lubang terbuka 55/8 (55/8-open hole) di kedalaman 558.25613 m. (lihat Gambar x) 3.2 Perkiraan Potensi Output Sumur Litologi sumur delineasi MT-3 terdiri dari perselingan andesit terubah (AT) dengan breksi tufa terubah (BTT). Seluruh batuan telah terubah hidrotermal ke tipe ubahan argilik. Intensitas ubahan bervariasi dari lemahsangat kuat (SM/TM=10-85%), dicirikan oleh argilitisasi, karbonatisasi dengan/tanpa silisifikasi/devitrifikasi, oksidasi, piritisasi anhidritisasi dan zeolitisasi. Penempatan selubung produksi 10 dan 8 5/8 slottedliner di masing-masing interval kedalaman 0 209 m dan 225.83 472.65 m adalah sesuai target (program) sumur delineasi MT-3. Feed zone yang berpotensi memproduksi uap terletak di masing-masing kedalaman 278 290 m dan 314 410 m (zona paleosoil 410 490 m), 490 558.25 dan 558.25 613 m. Zona PLC/TLC tidak dijumpai pada pemboran sumur MT-3 di kedalaman 212 613 m dan permeabilitas batuan relatif kecil. Penurunan fluid level menyebabkan semburan uap (TKS saat sumur ditutup = 3.0 barg). Sumur delineasi MT-3 masih berpeluang baik untuk memproduksikan uap. Perkiraan potensi sumur MT-3 dengan melihat faktor konstruksi sumur MT-3, adanya lonjakan temperatur sirkulasi yang tinggi (7 12C) terdapat di kedalaman 221558.25 m, lonjakan temperatur paling tinggi (1012.9 C) menempati zona lebih dalam (558.25 613 m),
3-3

Kolokium Hasil Kegiatan Inventarisasi Sumber Daya Mineral DIM, TA. 2003

Inisial temperatur formasi hasil T-logging meningkat dengan bertambahnya kedalaman, yakni 175C (kedalaman 150 m) dan 185C (kedalaman 210 m). Sumur MT-3 dan MT-4 dirancang dengan diameter dan kedalaman yang lebih besar dari sumur MT-2. Dari data di atas, sumur MT-3 diperkirakan mempunyai potensi minimal 2 MWe. Untuk sumur MT-4 yang direncanakan akan mencapai kedalaman 750 m dengan konstruksi yang tidak berbeda dengan sumur MT-3 diperkirakan akan mempunyai potensi yang kurang lebih sama. 3.3 Karakteristik Uap Potensi sumur sebesar 1,48 MWe dari sumur MT-2 dihasilkan oleh fluida sumur berupa uap yang berasal dari zona clay cap. Kualitas uap yang dihasilkan sangat baik berupa uap kering (tingkat kebasahan <2%) dan superheated 20,28-21,28 C, berentalpi tinggi (2784,0-2785,3 kJ/kg) pada suhu uap 163,0 C. Kandungan NCG dalam uap sangat rendah (<0,59 vol%) dengan komposisi gas H2S, CO2 dan gas sisa masing-masing <0,89 ppm, <15,5 ppm dan <0,07 ppm sehingga merupakan uap yang tidak korosif. Fluida yang akan dihasilkan oleh sumur MT-3 diperkirakan juga akan berupa uap yang mempunyai karakteristik dan kualitas yang tidak jauh berbeda dengan uap dari sumur MT-2. 3.4 Peluang Untuk Pengembangan PLTP Cadangan panas bumi Mataloko didukung oleh data potensi lapangan yang cukup besar yaitu 63,5 Mwe, dan adanya potensi uap di kepala sumur yang sudah dibuktikan yaitu dari MT-2 sebesar 1,5 mWe dengan kualitas uap yang baik (uap kering, superheated, entalpi tinggi dan kandungan NCG rendah). Kenyataan bahwa adanya kebutuhan kelistrikan di daerah ini yang tidak mungkin dapat dipenuhi dengan sumber energi non fosil lain dan juga telah terbukti tersedianya sumber energi panas bumi yang besar. Data-data tersebut di atas merupakan pendukung adanya peluang untuk merealisasikan pengembangan PLTP Mataloko. Proyek pengembagan PLTP ini sekaligus merupakan tantangan untuk mewujudkan program pemenuhan kebutuhan listrik di daerah terpencil (rural area).

4 PERENCANAAN DAN PERANCANGAN TEKNIS PLTP. 4.1 Pengadaan Turbin Salah satu pekerjaan dalam pembangunan pembangkit listrik adalah pengadaan turbin pembangkit. Dalam pemilihan turbin untuk PLTP Mataloko sangat diperhatikan faktorfaktor pendukungnya. Turbin dengan tipe back pressure merupakan pilihan tepat dibandingkan dengan turbin dengan kondensor (condensing turbine). Alasan ini mengingat biaya konstruksi termasuk peralatan lebih murah karena tidak memerlukan fasilitas kondensasi yang rumit seperti condenser, cooling tower, pengekstraksi gas, pemipaan air pendingin dll. Pada turbin back pressure, perangkat utama adalah turbin itu sendiri dan fasilitas listrik seperti generator dan transformer, sehingga tidak memerlukan area luas untuk penempatan rumah pembangkitnya. Selain itu jenis turbin ini sangat mudah dipindah-pindahkan. Kelemahan dari jenis turbin ini adalah memerlukan jumlah uap yang lebih besar dari condesing turbine untuk menghasilkan daya yang sama di generator (efisiensi turbin 30%). Selain itu karena uap setelah memutar turbin langsung dibuang ke udara maka masalah yang mungkin timbul adalah kebisingan, asap putih dan konsentrasi gas-gas tak terkondensasi atau non condesable gas (NCG seperti CO2, H2S) di udara. Faktor kelemahan yang paling serius adalah masalah NCG, akan tetapi dari data kimia, gas yang di ambil baik dari sumur dan manifestasi di Mataloko mempunyai kandungan NCG dalam uap sangat rendah (<0,59 vol%). Jika menggunakan data sumur MT-2 yang mempunyai laju alir optimum 16 ton/jam dengan TKS 5,5 , maka tekanan inlet turbin akan 5,5 barg dengan outlet turbin 1 bar abs. (1 Atm). Dengan potensi sumur MT-2 dan perkiraan potensi sumur MT-3 dan MT-4 maka turbin yang dipersiapkan 2X1,5 MWe. 4.2 Lokasi Turbin atau Rumah Pembangkit Seperti dijelaskan di atas, bahwa ruang untuk turbin back pressure tidak memerlukan lahan yang terlalu luas. Faktor penting dalam pemilihan lokasi rumah pembangkit antara lain faktor bahaya geologi seperti longsor, dan letusan hidrotermal dengan memperhatikan kemiringan topografi, letak manifestasi panas
3-4

Kolokium Hasil Kegiatan Inventarisasi Sumber Daya Mineral DIM, TA. 2003

bumi sekarang dan daerah lemah yang memungkikan munculnya manifestasi baru paska produksi. Faktor lain yang penting adalah jarak dengan sumur-sumur yang diharapkan mensuplay uap tidak terlalu jauh sehingga tidak menimbulkan penurunan panas yang berarti dalam pipa. Kemudahan pembebasan lahan, dan terbebas lokasi dari pemukiman penduduk merupakan faktor sosial ekonomi yang paling penting.. Dengan melihat faktor-faktor tersebut, maka letak PLTP mataloko direncanakan berada diatas lahan antara sumur MT-3 dan MT-4 (lihat Gambar XX), dengan harapan kedua sumur tersebut yang akan menjadi sumber utama penyedia uap, walaupun tidak tertutup kemungkinan pemanfaatan uap juga dari MT-2. 4.3 Rencana Pemipaan Sumur Pengembangan Dengan pemilihan lokasi rumah pembangkit yang tepat akan menjadi pertimbangan dalam efesiensi rencana pemipaan yang merupakan jalur uap dari sumur ke pembangkit. Rencana pemipaan dan termasuk rumah pembangkit diperkirakan memerlukan lahan 2 hektar (20.000 m2) yang akan disediakan oleh Pemda Kabupaten Ngada. Program pemipaan yang meliputi persiapan dan pemasangan direncanakan memakan waktu 5 bulan selah selesai persiapan lahan dengan panjang pipa 1000 m.

Pemilihan turbin back pressure untuk PLTP Mataloko lebih didasarkan pada biaya rendah, instalasi jaringan yang sederhana dan daya mobilisasi yang besar. Lokasi rumah pembangkit diletakkan di antara sumur MT-3 dan MT-4 didasarkan pada faktor keamanan (bahaya geologi), kedekatan dengan sumber fluida (efisiensi jaringan pipa dan meminimalkan panas hilang di pipa) dan bebas dari pemukiman penduduk. Kelayakan pengembangna PLTP Mataloko masih didasarkan pada data potensi, kebutuhan listrik daerah dan minimnya energi alternatif non fosil di daerah ini. Studi kelayakan secara komprehensif lebih baik segera dilakukan untuk mendapatkan rencana kerja dan pembiayaan yang akurat.

DAFTAR PUSTAKA Sitorus, K. 2003, Potensi Energi Panas Bumi Propinsi Nusa tenggara Timur dan Evaluasi Lapangan Panas Bumi Mataloko. Kumpulan Makalah Kolokium Hasil-Hasil Kegiatan Lapangan Direktorat Inventarisasi Sumber Daya Mineral Tahun Anggaran 2002. Sueyoshi, Y. dkk. 2002, Exploratory Well Drilling and Discharge Test of MT-1 and MT-2 in The Mataloko Geothermal Field, Flores Indonesia. Special Publication: Indonesia-Japan Geothermal Exploration Project in Flores Island. Saito, S., Fujikawa, T. 2003, How to Design Geothermal Power Plant (Flash Cycle Basis). Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Asosiasi Panasbumi Indonesia. Sitorus, K. 2004, Laporan Sementara Pemboran Sumur MT-3. Direktorat Inventarisasi Sumber Daya Mineral PT. PLN (Persero). 2003, Data Kelistrikan Propinsi Nusa Tenggara Timur

5. KESIMPULAN DAN SARAN Hasil dari 5 tahun riset di lapangan pans bumi Mataloko oleh peneliti Indonesia dan Jepang membuktikan adanya potensi energi yang cukup besar di daerah ini. Potensi ini diperkuat dengan data dari sumur pemboran yang menghasilkan uap kering berentalpi tinggi dari reservoir dominasi uap. Hasil ini merupakan acuan untuk merealisasikan PLTP Mataloko yang merupakan kerjasama DJGSM, PLN dan Pemkab Ngada. Mengingat konversi kelistrikan sebesar 30% dengan sumber uap direncanakan dari dua sumur (MT-3 dan MT-4) yang diharapkan berpotensi minimal 2 MW, maka PLTP Mataloko akan mempunyai kapasitas pembangkit 2X1,5 MWe.

Kolokium Hasil Kegiatan Inventarisasi Sumber Daya Mineral DIM, TA. 2003 3-5

Gb.1 Peta Lokasi Lapangan Panas Bumi Mataloko, NTT

Kolokium Hasil Kegiatan Inventarisasi Sumber Daya Mineral DIM, TA. 2003 3-6

Kolokium Hasil Kegiatan Inventarisasi Sumber Daya Mineral DIM, TA. 2003 3-7

Gb. 3 Konstruksi Sumur MT-3 Lapangan Panas Bumi Mataloko, NTT

Kolokium Hasil Kegiatan Inventarisasi Sumber Daya Mineral DIM, TA. 2003 3-8

Gb.4. Rekontruksi Sesar Waeluja terhadap Sumur Elineasi MT-3 dan Isoterm Perangkap Uap Berdasarkan Korelasi Sumur MTL-1 dan MTL-2, Lapangan Panas Bumi Mataloko, Flores, Nusa Tenggara Timur
Kolokium Hasil Kegiatan Inventarisasi Sumber Daya Mineral DIM, TA. 2003 3-9

Gb. 5 Peta Situasi Sumur dan PLTP Mataloko, NTT

Kolokium Hasil Kegiatan Inventarisasi Sumber Daya Mineral DIM, TA. 2003 3-10

Anda mungkin juga menyukai