Menyetujui
Pembimbing
i
LEMBAR PENGESAHAN
Menyetujui
Penguji I Penguji II
Pembimbing
ii
PERNYATAAN TIDAK PLAGIAT
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam KARYA TULIS ILMIAH ini tidak
terdapat karya yang pernah diajukan di suatu perguruan tinggi, dan
sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang
pernah di tulis atau di terbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis
diacu dalam naskah dan disebut dalam daftar pustaka.
(P07520119102)
iii
KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
POLITEKNIK KESEHATAN MEDAN
JURUSAN KEPERAWATAN PRODI D-III
iv
MEDAN HEALTH POLYTECHNIC OF MINISTRY OF HEALTH
REPUBLIC OF INDONESIA
DEPARTMENT OF NURSING OF D-III
ABSTRACT
Behavior Bullying in adolescents is aggressive behavior that is carried out intentionally
and occurs repeatedly to attack a target or victim who is weak, humiliated and unable
to defend himself/herself can have a negative impact on individual life, social life, and
affect the stage of growth next flower. Bullying occurs repeatedly from time to time and
will continue to occur if there is someone who feels they have power (called the
perpetrator) and someone who feels weak (called the victim).Bullying will result in the
emergence of psychological health problems in adolescents. This study aims to
determine the relationship between
bullying and psychological health in adolescents at SMA Negeri 3 Pematangsiantar City
in 2022. This research method uses descriptive correlation with cross sectional design.
The number of research samples amounted to 43 respondents. Sampling technique
with Total Sampling.Test Chi Square in SPSS Statistics 17 for windows. Thehighest
number of respondents was 16 years old (58.1%), female 38 (88.4%) and Christian 35
(81.4%). The results show that victims who experience bullying Psychologically Healthy
12 (27.9%) and Psychologically Unhealthy 34 (81.9%). The conclusion is that there is
a relationship between bullying and psychological health in adolescents at SMA Negeri
3 Pematangsiantar City in 2022. It is expected that students need to increase youth
creativity and maintain behavior among fellow schoolmates so that psychological health
is not disturbed by bullying.
v
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang
telah memberikan rahmat dan berkat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
proposal ini dengan judul “ HUBUNGAN PERILAKU BULLYING DENGAN
KESEHATAN PSIKOLOGIS PADA REMAJA DI SMA NEGERI 3 KOTA
PEMATANGSIANTAR TAHUN 2022”.
Dalam penyusunan proposal ini, penulis banyak mendapatkan bimbingan,
dukungan dan arahan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini,
penulis mengucapkan terima kasih pada bapak “ Soep, S.Kp, M.Kes” selaku
pembimbing yang telah meluangkan waktu, tenaga dan pikiran untuk memberikan
bimbingan dan pengarahan dengan penuh kesabaran kepada penulis.
Ucapan terimakasih ini penulis juga sampaikan kepada :
1. Tuhan Yesus Kristus selaku suport sistem yang paling pertama bagi hidup saya.
2. Ibu Dra. Ida Nurhayati, M.Kes selaku Direktur Politeknik Kesehatan Kemenkes
Medan.
3. Ibu Johani Dewita Nasution, SKM, M.Kes selaku ketua Jurusan Keperawatan
Politeknik Kesehatan Kemenkes Medan.
4. Ibu Afniwati, S.Kep., Ns., M.Kes selaku Ketua Prodi DIII Jurusan Keperawatan
Politeknik Kesehatan Kemenkes Medan.
5. Ibu Johani Dewita Nasution, SKM, M.Kes selaku ketua penguji I
6. Ibu Dra. Indrawati, S.Kep, Ns, M.Psi selaku penguji II.
7. Para dosen dan seluruh staff pengajar Jurusan Keperawatan PoliteknikKesehatan
Kementerian RI Medan.
8. Rasa terimakasih yang tak terhingga kepada kedua orangtua saya Bapa tercinta
Jomasdin Purba dan Mama tercinta Rumisten Nababan yang senantiasa
memberikan dukungan moral maupun material dan motivasi serta doa kepada
penulis selama mengikuti pendidikan dan dalam menyelesaikan karya tulis ilmiah
ini.
9. Rasa terimakasih juga saya ucapkan kepada Saudara Laki-Laki saya Welly
Makarius Purba, Kakak Tercinta saya Wenny Adelina Purba dan Adek yang saya
sayangi Wisekiel Surya Dinata Purba yang telah mendukung saya saat keadaan
apapun dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini.
vi
10. Kepada support team saya, Ekafriana Boang Manalu, Kristin Natal Gulo,Rizky
Yanti, Ruth Simanungkalit, Febiola Dita, Afriyanti Hutabarat, Gaby Juwita
Tambunan, Indah Sipayung, saya mengucapkan terimakasih sudah menemani saya
memberikan dukungan dan semangat dalam mengerjakan proposal ini.
11. Buat teman-teman mahasiswa/i Jurusan Keperawatan Politeknik Kesehatan
Kemenkes RI Medan Angkatan XXXIV terkhusus kelas III-B
Penulis menyadari sepenuhnya dalam penulisan karya tulis ilmiah
ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis sangat
mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun demi
kesempurnaan karya tulis ilmiah ini. Harapan penulis, karya tulis ilmiah ini
bermanfaat bagi peningkatan dan pengembangan profesi keperawatan di
Politeknik Kesehatan Medan ini. Akhir kata penulis mengucapkan
terimakasih atas dukungan yang penulis dapatkan serta senantiasa
memohon perlindungan kepada Tuhan Yang Maha Esa.
vii
DAFTAR ISI
viii
1. Defenisi Remaja...................................................................................... 26
2. Perubahan Fisik Pada Remaja ................................................................ 27
3. Batasan Remaja Menurut WHO .............................................................. 28
4. Remaja dalam Perkembangan Jiwa Manusia .......................................... 29
Daftar Pustaka..................................................................................................43
ix
DAFTAR GAMBAR
x
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 7 : Surat EC
xi
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pendidikan adalah kunci untuk membangun masyarakat yang damai,
namun bagi jutaan remaja di seluruh dunia, sekolah itu sendiri tidak aman. Setiap
hari, para siswa menghadapi berbagai bahaya, termasuk perkelahian, tekanan
untuk bergabung dengan geng, perundungan (bullying), baik secara langsung
maupun online, disiplin dengan kekerasan, pelecehan seksual, dan kekerasan
bersenjata. Dalam jangka pendek ini mempengaruhi pembelajaran mereka, dan
dalam jangka panjang dapat menyebabkan depresi, kecemasan dan bahkanbunuh
diri (Henrietta Fore, 2018)
Berdasarkan WHO (2017) tentang bullying menyatakan kesehatan bukan
hanya tidak adanya penyakit, tetapi juga mencakup penilaian kesejahteraan fisik,
mental dan sosial. Sejalan dengan definisi ini, sejumlah penelitian telah meneliti
dampak bullying pada ukuran hasil kesehatan yang lebih komprehensif
dibandingkan dengan gejala spesifik. Kualitas hidup terkait kesehatan adalah
konstruksi multifaset yang mengacu pada persepsi individu tentang fungsi fisik,
emosional, sosial, dan perilaku mereka. Hubungan antara kesehatan dan
intimidasi relasional telah menerima sangat sedikit penyelidikan; namun penelitian
saat ini menunjukkan hubungan antara perilaku intimidasi secara lebih luas dan
kesehatan yang lebih buruk
Kondisi lingkungan, ekonomi, dan sosial yang bagus ternyata tidak
menjamin kesehatan psikologis pada remaja. Faktanya banyak remaja di negara
maju yang mengalami depresi. Banyak dari mereka memiliki tingkat kebahagiaan
rendah dan perlu mendapatkan perhatian khusus. Banyak remaja di negara maju
rentan mengalami stres. Hanya 12 dari 41 negara maju yang memiliki lingkungan
bagus. Sebesar 75% remaja di negara mengaku puas, sedangkan kebanyakan
remaja di 29 negara mengaku mengalami depresi. Sejauh ini tidak ada data
lengkap yang dapat digunakan untuk melakukan komparasi dalam menentukan
kesehatan mental pada remaja di negara maju (UNICEF, 2020)
Pendidikan di Indonesia terdapat banyak peristiwa bullying yang sering
terjadi tanpa diketahui oleh pihak sekolah ataupun orang tua dari korban. Remaja
1
yang menjadi korban bullying cenderung tidak melaporkan tindakan bullying
karena takut dengan ancaman pelaku, yang dapat berbuat lebih parah kepada
korban (Susanto, 2015)
Perkembangan psikososial remaja perlu mendapat perhatian, hal ini
didasari oleh masalah yang banyak dialami oleh remaja disebakan oleh hubungan
sosialnya disekolah yaitu bullying. Kemampuan sosial (social skill) merupakan
kemampuan seseorang dalam menjalin hubungan dengan orang lain dan
kemampuan memecahkan masalah, sehingga dapat beradaptasi secaraharmonis
dengan lingkungan sekitarnya. Salah satu tugas perkembangan yang harus
dikuasai remaja yang berada dalam fase perkembangan masa remaja madya dan
remaja akhir adalah memiliki kemampuan sosial (social skill) untuk menyesuaikan
diri dengan kehidupan sehari hari. Apabila kemampuan sosial dapat dikuasai oleh
remaja pada fase tersebut, ia akan mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan
sosia lnya. Hal ini berarti pula bahwa ia mampu mengembangkan aspek
psikososial dengan maksimal (Fatimah, 2006)
Perilaku bullying dapat disebabkan oleh berbagai faktor, yaitu faktor
internal dan faktor eksternal. Faktor internal meliputi karakteristik kepribadian,
seperti lemahnya pertahanan diri dan adanya sifat pengganggu yang dimiliki anak
(predisposing factor) sejak lahir, sedangkan faktor eksternal adalah faktor
keluarga, seperti kurang perhatian dan kasih sayang orang tua, keadaan ekonomi
keluarga dan faktor teman sebaya di lingkungan masyarakat maupun sekolah
(Willis, 2010)
Berdasarkan Komisi Perlindungan Anak Indonesia KPAI (2019) mencatat
dalam kurun waktu 9 tahun, ada 37.381 pengaduan kekerasan terhadap anak.
Untuk Bullying baik di pendidikan maupun sosial media, angkanya mencapai
2.473 laporan dan trennya terus meningkat. Sulit untuk memutus mata rantai kasus
bully pada anak yang menjadi permasalahan sampai saat ini. Sebab,korban bisa
menjadi pelaku dan pelaku dapat pula menjadi korban. Kasusbullying di sekolah
menduduki peringkat teratas yang diadukan oleh masyarakat kepada Komisi
Perlindungan Anak Indonesia (KPAI).
Berdasarkan Data Riskesdas (Riset Kesehatan Dasar 2018) menunjukkan
prevalensi gangguan mental emosional yang ditunjukkan dengangejalagejala
depresi dan kecemasan untuk usia 15 tahun ke atas
2
mencapai sekitar 6,1% dari jumlah penduduk Indonesia atau setara dengan11 juta
orang.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Litbangkes Sumatera
Utara (2019) memberikan layanan penanganan korban kasus kekerasanterhadap
perempuan dan anak mencapai 942 korban. Layanan diberikan dalam bentuk
pengaduan masyarakat, penjangkauan korban, pengelolaan kasus, penampungan
sementara, mediasi dan pendampingan hukum. Banyak manusia yang
beranggapan bahwa bullying menjadi masalah yang alamiah dalam kehidupan
sehari-hari karena dianggap sebagai bagian dalam proses sosialisasi anak dengan
teman. Bullying bisa terjadi begitu lama, dari satu generasi ke generasi berikutnya,
dan sudah sangat mendasar karena kebanyakan orangmengganggap bullying
merupakan hal sepele dan tidak penting untuk dipersoalkan. Akan tetapi hal ini
tidak diharapkan terjadi karena bullying berakibat pada pelaku dan korban bullying
(Yayasan Sejiwa, 2008).
Perilaku Bullying juga sering terjadi di Kota Pematangsiantar seperti
bullying verbal seperti ejekan, hinaan karena para siswa menganggap hal
demikian adalah hal yang wajar dilakukan karena mereka tidak tahu dampak dari
bullying tersebut. Ada beberapa laporan mengenai bullying fisik tetapi tidak
sebanyak kasus yang lain. Hal ini dikarenakan bullying fisik masih lebih mudah
dikontrol oleh lingkungan sekolah. Bullying relasi lebih tidak disadari oleh siswa
karena kurangnya informasi yang diperoleh oleh mereka. Akan tetapi, bullying
relasi sudah terjadi di SMA Pematangsiantar. Para siswa mengakui bahwa mereka
tidak diizinkan bergabung dalam kelompok teman sebayanya tanpa alasan yang
jelas mengapa teman-teman mereka mengucilkannya. Pengucilan dalam hal
pertemanan termasuk dalam bullying relasi (Komunikasi Personal, 2015).
Dalam hal ini bullying juga terjadi pada pelajar remaja di SMA Kota
Pematangsiantar, Sumatera Utara. Berdasarkan informasi yang dikumpulkan,ada
beberapa indikator yang mengarah pada perilaku bullying pada siswa, seperti
perkelahian sesama pelajar Sekolah Taman Siswa (Tamsis) Pematangsiantar,
para pelajar melakukan aksi tawuran dua kali dalam sehari di lokasi berbeda,
tawuran tersebut melibatkan pelajar SMA Persiapan, SMK GKPSdan SMA Negeri
4 Pematangsiantar. Tawuran dipicu oleh makian para siswa
3
melalui jejaring sosial (Kompas, 2013), pengeroyokan siswa kelas III SMA di salah
satu sekolah di Pematangsiantar
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Davis, dkk. (2016) tentang perilaku
bullying menunjukkan bahwa perilaku bullying dapat menyangga risiko keterikatan
tidak aman pada gejala depresi, kecemasan, dan stres. Oleh karena itu, dapat
disimpulkan bahwa sebagai sifat kepribadian yang positif, perhatian juga dapat
memainkan peran penyangga risiko dalam hubungan antara korban bullying dan
konsekuensi yang tidak diinginkan. Secara khusus, baik hubungan antara korban
bullying dan depresi dan hubungan antara korban bullying dan depresi dan
hubungan antara korban bullying dan ketahanan dapat dimoderasi oleh perhatian
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Sameer Hinduja, et. al, (2019) tentang
perilaku bullying terhadap siswa sekolah menengah atas antara usia 12-
17 di Amerika Serikat. Pada penelitian ini, mengontrak dua perusahaan riset survei
online yang berbeda untuk mendistribusikan kuesioner ke sampel siswa sekolah
menengah atas yang respresentatif secara nasional. Penelitian memiliki dua versi
berbeda dari instrumen survei yang memungkinkan mengajukan berbagai
pertanyaan kepada subsampel dari setiap kelompok. Semua siswa di tanyai
tentang pengalaman dengan bullying. Secara keseluruhan penelitian ini
memperoleh tingkat respons 15% yang tidak ideal, tetapi lebih tinggi daripada
kebanyakan survei internet umum.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Helena, dkk. (2019) tentang hubungan
perkembangan psikososial remaja dengan perilaku bullyingmenunjukan bahwa
perkembangan psikososial remaja dalam kategori normal dengan perilaku bullying
atau melakukan bullying. Remaja dengan perkembangan psikososial normal
memiliki distribusi melakukan bullying yang tinggi namun remaja dengan
perkembangan psikososial yang tidak normal distribusi melakukan perilaku
bullying lebih tinggi lagi. Remaja pertengahan usia 15- 18 tahun merupakan masa
dimana remaja dengan emosi dan kepribadian masih labil karena masih mencari
jati diri sehingga rentan terhadap lingkungan pergaulannya. Perilaku bullying di
SMAN 1 Tolitoli disebabkan karena faktorinternal dan eksternal. Perkembangan
psikososial yang terjadi dipengaruhi oleh kontrol diri yang positif, faktor keluarga
dan lingkungan teman sebaya. Hal yang
4
paling utama yang mempengaruhi remaja untuk melakukan bullying adalah konsep
diri yang positif.
Hasil penelitian dilakukan oleh Andria, dkk. (2020) tentang hubungan
bullying dengan kemampuan sosial pada remaja menunjukkan bahwa hampir
sebagian remaja korban bullying dalam kategori tinggi dan memiliki kemampuan
sosial yang tinggi yaitu sebanyak 35 remaja (42,2%), hampir sebagian remaja
korban bullying dalam kategori tinggi dan memiliki kemampuan sosial sedang yaitu
sebanyak 38 remaja (45,8%). Sebagian kecil remaja korban bullying dalam
kategori rendah yang memiliki kemampuan sosial yang tinggi yaitu sebanyak 1
remaja (1,2%) dan sebagian kecil remaja korban bullying dalam kategori rendah
yang memiliki kemampuan sosia sedang yaitu sebanyak 9 remaja (10,85)
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Fidela & Margaretha (2016) tentang
hubungan konsep diri dengan kecenderungan korban bullying menunjukkan
bahwa konsep diri memang mempengaruhi remaja untuk cenderung menjadi
korban bullying. Namun dalam penelitian menurut Fidela & Margaretha hanya
beberapa subjek yang mengakui ia pernah menjadi korban bullying dalam kurun
waktu 1 tahun terakhir.Pada penelitian ini ditemukan beberapa kelemahan yang
dapat menjadi bahan pertimbangan bagi peneliti kedepannya, yaitu:pertama,
penelitian hanya dilakukan pada satu sekolah dan melakukan pengambilan data
awal terhadap satu sekolah yang berada satu kawasan dan siswa/siswinya
cenderung menjadi korban bullying. Kedua, dalam penelitian ini hanya ditemukan
beberapa subjek yang mengaku pernah menjadi korban bullying.Hal tersebut
dikarenakan korban bullying masih takut dan bahkan menganggap tindakan
bullying yang diterimanya adalah suatu hal biasa dan wajar.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh dari Mega Lestari, dkk. (2018) tentang
hubungan tindakan bullying dengan tingkat kecemasan menunjukkan bahwa
mayoritas jenis bullying mental yang terjadi pada korban bullying seperti teman
korban yang tidak mau makan siang dengan korban. Sedangkan jenis bullying fisik,
mayoritas seperti korban yang terjatuh karena kaki korban dijegal oleh temannya.
Dan jenis bullying verbal, mayoritas seperti korban yang dipanggil oleh temannya
dengan nama yang tidak korban sukai. Penelitian ini menunjukkan bahwa korban
bullying mayoritas mengalami kecemasan, hasil ini sesuai dengan dampak buruk
yang dapat terjadi pada korban bullying.
5
Responden yang mengalami kecemasan ringan menunjukkan bahwa responden
masih mampu mengontrol rasa cemasnya dengan baik
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Kayleigh L, dkk. (2017) tentang
bullying relasional kualitas hidup kesehatan pada remaja menunjukkan bahwa
penindasan dapat merugikan kesehatan dan kesejahteraan remaja dan lingkungan
sekolah, budaya dan etos telah terbukti memainkan peran penting dalam
mengidentifikasi, mencegah, dan menangani perundungan di sekolah. Secara
keseluruhan, 16,6% (828) orang muda melaporkan mengalami intimidasi relasional
dalam dua bulan sebelumnya, dengan 8,7% (436) melaporkan intimidasirelasional
bulanan dan 7,9% (393) melaporkan intimidasi relasional mingguan. Anak
perempuan lebih mungkin melaporkan diintimidasi secara relasional; 19,7%
(480) anak perempuan dibandingkan dengan 13,7% (348)anak laki-laki.
Hasil survey awal yang di lakukan oleh peneliti pada tanggal 08 Januari
2022 di SMA Negeri 3 di dapatkan data seluruh siswa/siswi kelas X berjumlah 433
orang, jumlah guru Bimbingan Konseling yaitu 5 orang
Hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti kepada salah satu guru
bimbingan konseling (BK) di SMA Negeri 3 Kota Pematangsiantar tentang bullying
yang dilakukan oleh siswa/siswi SMA Negeri 3 Kota Pematangsiantar bahwa
bullying di sekolah tersebut terjadi dalam jumlah rata-rata 1-3 kali dalam sehari
yang terlapor kepada wali kelas atau guru BK. dan saat diwawancarai dari 10 anak,
9 anak pernah melakukan bully dalam bentuk mengejek menggunakan kata kasar
atau mengganti nama dengan kata-kata yang menyinggung dan siswa yang
mengalami perilaku bullying adalah sebanyak 43 orang. Setelah diselidiki lebih
lanjut oleh wali kelas atau guru BK, apa penyebab perkelahian antar siswa/siswi
ini ditemui beberapa alasan seperti seorang siswa menimbulkangosip teman
sehingga siswa yang digosipkan tidak senang, ejekan di media sosial facebook,
twitter atau media sosial lain, ketika salah seorang siswa memberitahukan bahwa
ada siswa lain yang tidak mengikuti saat pelajaran tertentu berlangsung sehingga
yang diberitahukan tidak masuk tersebut memukul yang memberitahu. Alasan lain
seperti siswi yang berkelahi dengan siswi lain karena masalah pacar atau merasa
dikucilkan. Kesehatan psikologis yang terjadi pada korban bullying ini dapat
mengakibatkan korban tidak masuk sekolah dengan alasan takut menjadi korban
bullying kembali.
6
Dari data-data latar belakang di atas, maka peneliti ingin melakukan
penelitian tentang Hubungan Perilaku Bullying dengan kesehatan psikologis pada
remaja di SMA Negeri 3 Kota Pematangsiantar.
B. RUMUSAN MASALAH
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah Apakah ada hubungan
perilaku bullying dengan kesehatan psikologis pada remaja di SMA Negeri 3 Kota
Pematangsiantar
C.TUJUAN PENELITIAN
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui Hubungan Perilaku Bullying Dengan Kesehatan
Psikologis Pada Remaja Di SMA Negeri 3 Kota Pematang Siantar
2. Tujuan Khusus
1. Untuk melihat adanya Perilaku Bullying yang terjadi pada remaja di SMA
Negeri 3 Kota Pematangsiantar
2. Untuk melihat Kesehatan Psikologis pada remaja di SMA Negeri 3 Kota
Pematangsiantar
3. Untuk melihat Perilaku Bullying dengan Kesehatan Psikologis pada
remaja di SMA Negeri 3Kota Pematangsiantar
7
D. MANFAAT PENELITIAN
1. Bagi Sekolah
Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk mengidentifikasi dan mencegah
sedini mungkin perilaku bullying di SMA Negeri 3 yang dapat mengakibatkan
terganggunya kesehatan psikologis pada remaja
2. Bagi Guru Bimbingan Konseling
Hasil penelitian ini dapat membantu guru Bimbingan Konseling untuk dapat
melakukan identifikasi pada pelaku bullying dan korban bullying untuk dapat
dicegah agar tidak terjadi permasalahan terganggunya kesehatan psikologis
remaja di SMA Negeri 3 Kota Pematangsiantar
3. Bagi Peneliti Selanjutnya
Apabila melakukan penelitian tentang bullying gar dapat
mengembangkan variabel penelitian selain variabel yang telah saya teliti
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
9
cenderung akan beralih pada tindakan-tindakan kriminal yang lebih lanjut,
3)Bullying secara relasional; adalah pelemahan harga diri korban secarasistematis
melalui pengabaian, pengucilan atau penghindaran. Perilaku ini dapat mencakup
sikap-sikap yang tersembunyi seperti pandangan yang agresif, lirikan mata, helaan
nafas, cibiran, tawa mengejek dan bahasa tubuh yang mengejek. Bullying dalam
bentuk ini cenderung perilaku bullying yang paling sulit dideteksi dari luar. Bullying
secara relasional mencapai puncak kekuatannya diawal masa remaja, karena saat
itu tejadi perubahan fisik, mental emosional dan seksual remaja. Ini adalah saat
ketika remaja mencoba untuk mengetahui diri mereka dan menyesuaikan diri
dengan teman sebaya, 4)Bullying elektronik; merupakan bentuk perilaku bullying
yang dilakukan pelakunya melalui sarana elektronik seperti komputer, handphone,
internet, website, chatting room, e-mail, SMS dan sebagainya. Biasanya ditujukan
untuk meneror korban dengan menggunakan tulisan, animasi, gambar dan
rekaman video atau film yang sifatnya mengintimidasi, menyakiti atau
menyudutkan. Bullying jenis ini biasanya dilakukan oleh kelompok remaja yang
telah memiliki pemahaman cukup baik terhadap sarana teknologi informasi dan
media elektronik lainnya.
Pada umumnya,remaja laki-laki dan remaja wanita banyak menggunakan
bullying relasional/emosionall. Perbedaan ini, lebih berkaitan dengan pola
sosialisasi yang terjadi antara remaja laki-laki dan perempuan (Coloroso, 2006:51)
Selanjutnya menurut Riauskina, et. al, (2005) mengelompokkan jenis- jenis
bullying ke dalam kategori yaitu: 1) Kontak verbal langsung, mengancam,
mempermalukan, merendahkan, mengganggu, member panggilan nama (name-
calling), sarkasme, merendahkan (put-downs), mencela/mengejek,
mengintimidasi, memaki, menyebarkan gossip, 2) Perilaku non-verbal langsung,
melihat dengan sinis, menjulurkan lidah, menampilkan ekspresi muka yang
merendahkan, mengejek, atau mengancam, biasanya disertai oleh bullying fisik
atau verbal, 3) Perilaku non-verbal tidak langsung, mendiamkan seseorang,
memanipulasi persahabatan sehingga menjadi retak, sengaja mengucilkan atau
mengabaikan, mengirimkan surat kaleng.
10
meliputi agresi seperti mendorong, menampar, melempar barang, menonjok dan
menendang, menjambak, mencakar, menggigit, dan mencekik. Sedangkan
bullying secara tidak langsung berupa pengucilan. Misalnya dengan cara
menyebarkan gossip, mem-bully orang yang ingin bersosialisasi dengan korban,
tidak ingin bersosialisasi dengan korban, mengkritik cara berpakaian korban, dan
penunjuk identitas sosial korban lainnya seperti agama, ras, kecacatan.
11
pertanyaan atau pernyataan diberi skor 1 dan sikap yang tidak mendukungsesuai
dengan pertanyaan atau pernyataan di beri skor 0 (Sugiyono, 2012)
5. Faktor-faktor Bullying
Bully atau pelaku bullying adalah seseorang yang secara langsungmelakukan
agresi baik fisik, verbal atau psikologis kepada orang lain dengan tujuan untuk
menunjukkan kekuatan arau mendemonstrasikan pada orang lain. Kebanyakan
perilaku bullying berkembang dari berbagai faktor lingkungan yang kompleks.
Tidak ada faktor tunggal menjadi penyebab munculnya bullying (Imas Kurnia 2020)
Faktor-faktor penyebabnya antara lain:
a. Faktor keluarga:
Anak yang melihat orang tuanya atau saudaranya melakukan bullying sering akan
mengembangkan perilaku bullying juga. Ketika anak menerima pesan negatif
berupa hukuman fisik di rumah, mereka akan mengembangkan konsep diri dan
harapan diri yang negatif, yang kemudian dengan pengalaman tersebut mereka
cenderung yang akan lebih dulu meyerang orang lain sebelum mereka diserang.
Bullying dimaknai oleh anak sebagai sebuah kekuatan untuk melindungi diri dari
lingkungan yang mengancam.
b. Faktor Sekolah:
Karena pihak sekolah sering mengabaikan keberadaan bullying ini, anak-anak
sebagai pelaku bullying akan mendapatkan penguatan terhadap perilaku mereka
untuk melakukan intimidasi anak-anak yang lainnya. Bullying berkenihang dengan
pesat dalam lingkungan sekolah yang sering memberikan masukan yangnegatif
pada siswanya misalnya, berupa hukuman yang tidak membangun sehingga tidak
mengembangkan rasa menghargai dan menghormati antar sesama anggota
sekolah.
12
c. Faktor kelompok sebaya:
Anak-anak ketika berinteraksi dalam sekolah dan dengan teman sekitar rumah
kadang kala terdorong untuk melakukan bullying. Kadang kala beberapa anak
melakukan bullying pada anak yang lainnya dalam usaha unnik membuktikan
bahwa mereka bisa masuk dalam kelompok tertentu, meskipun mereka sendiri
merasa tidak nyaman dengan perilaku tersebut.
6. Dampak Bullying
Berbagai dampak yang ditimbulkan akibat bullying bagi remaja, antara lain :
a) Dari sudut pandang peran dalam bullying (Kurnia, 2017)
1) Bagi bulles
Prestasi yang dicapai rendah, menjadi pribadi yang suka menyendiri, suka
merokok, suka memakai narkoba, cenderung melakukan tindakan-tindakan
kekerasan dan anarkis, sering melawan orang tua, sering membolos sekolah,
hingga dihukum pidana di pengadilan.
2) Bagi victim
Kurang minat mengerjakan tugas sekolah, sering absen, sering membolos
sekolah, kurang pergaulan dengan teman-teman sebayanya, prestasi menurun,
sering mengeluh sakit kepala, sakit perut, nafsu makan menurun, emosi yang tidak
stabil, susah tidur, terdapat luka dan memar, kehilangan barang-barang
kepunyaannya karena sering dirampas atau dipalak.
3) Bagi yang menyaksikan
Memang tidak berdampak pada fisiknya, tetapi akan berdampak pada keadaan
mentalnya, seperti paranoid yang berlebihan, malas untuk pergi ke sekolah,selalu
merasa tak nyaman di sekolah, trauma terhadap segala sesuatu, kurang
berkonsentrasi terhadap pelajaran yang ia terima, dan membenci pelaku bullying.
b) Ketidakberdayaan
Bullying memberikan dampak ketidakberdayaan, yaitu korban merasa tidak
nyaman, takut, rendah diri, menarik diri dari pergaulan, tidak berharga, penurunan
prestasi akademik, merasa tidak berdaya, putus asa, dan ada keinginan untuk
mengakhiri kehidupannya (bunuh diri).
Selain itu, bullying akan membuat remaja merasa tidak nyaman untuk
membagikan pengalaman dengan orang tua mereka akibat efek traumatis yang
dialaminya (HowStuffWorks, 2019).
13
7. Karakteristik Perilaku Bullying
Karakteristik korban Bullying adalah mereka yang tidak mampu melawan atau
mempertahankan dirinya dari tindakan Bullying. Bullying biasanya muncul diusia
sekolah. Pelaku Bullying memiliki karakteristik tertentu. Uumnya mereka adalah
remaja yang berani, tidak mudah takut, dan memiliki motif dasar tertentu. Motif
utama yang biasanya ditenggarai terdapat pada pelaku Bully adalah adanya
agresifitas. Padahal, ada motif lain yang juga bisa dimiliki pelaku Bully, yaitu rasa
rendah diri dan kecemasan. Bullying menjadi bentuk pertahanan diri (defence
mechanism) yang digunakan pelaku untuk menutupi perasaan rendah diri dan
kecemasannya tersebut. "Keberhasilan” pelaku melakukan tindakan bullying
bukan tak mungkin berlanjut ke bentuk kekerasan lainnya, bahkan yang lebih
dramatis (Imas Kurnia 2020)
Ada yang menarik dari karakteristik pelaku dan korban Bullying. Korban
Bullying mungkin memiliki karakteristik yang bukan pemberani, memiliki rasa
cemas, rasa takut, rendah diri, yang kesemuanya itu (masing-masing atau
sekaligus) membuat para remaja, menjadi korban Bullying. Akibat mendapat
perlakuan ini, korban pun mungkin sekali menyimpan dendam atas perlakuan yang
ia alami (Imas Kurnia 2020)
Selanjutnya, bukan tak mungkin, korban Bullying, menjadi pelaku Bullying
pada anak lain yang ia pandang sesuai dengan tujuannya, yaitu untuk mendapat
kepuasan dan membalaskan dendam. Ada proses belajar yang sudah ia jalani dan
ada dendam yang tak terselesaikan. Kasus di sekolah-sekolah, dimanakakak kelas
melakukan Bullying pada adik kelas, dan kemudian Bullying berlanjutketika si adik
kelas sudah menjadi kakak kelas dan ia kemudian melakukan Bullying pada adik
kelasnya yang baru, adalah contoh dari pola Bullying (Imas Kurnia 2020)
14
anak, 48 persen terjadi di lingkungan sekolah dengan motif dan kadar yang
bervariasi.
Plan Indonesia sendiri pernah melakukan survei tentang perilaku
kekerasan di sekolah. Survei dilakukan di Jakarta, Yogyakarta, Surabaya, dan
Bogor, dengan melibatkan 1.500 siswa SMA dan 75 guru. Hasilnya, 67,9 persen
menganggap terjadi kekerasan di sekolah, berupa kekerasan verbal, psikologis,
dan fisik. Pelaku kekerasan pada umumnya adalah teman, kakak kelas. adik kelas,
guru, kepala sekolah, dan preman di sekitar sekolah. Sementara itu, 27,9 persen
siswa SMA mengaku ikut melakukan kekerasan, dan 25,4 persen siswa SMA
mengambil sikap diam saat melibat terjaai kekerasan.
Oleh karenanya, pencegahan ataupun solusi yang bisa dilakukan untuk
mencegah dan menangani kasus Bullying ini, antara lain :
Penanganan yang bisa dilakukan oleh orangtua atau wali orangtua:
1).Satukan Persepsi dengan Istri/Suami. Sangat penting bagi suami-istri untuk satu
suara dalam menangani permasalahan yang dihadapi anak anak di sekolah.
Karena kalau tidak, anak akan bingung, dan justru akan semakin tertekan.
Kesamaan persepsi yang dimaksud meliputi beberapa aspek, misalnya apakah
orang tua perlu ikut campur, apakah perlu datang ke sekolah, apakah perlu
menemui orang cua pelaku intimidasi, termasuk apakah perlu lapor ke polisi.
2).Pelajari dan Kenali Karakter Anak Kita. Perlu kita sadari, bahwa satu satu
penyebab terjadinya bullying adalah karena ada anak yang memang punya
karakter yang mudah dijadikan Lorban. Sudah sampaikan tadi, salah satunya
adalah sikap "cepat merasa bersalah, atau penakut, yang dimiliki anak saya.
Dengan mengenali karakter anak kita, kita akan bita mengantisipasi berbaga
potensi intimidasi yang menimpa anak kita. atau setidaknya lebih cepat
menemukan solusi (karena kita menjadi lebih siap secara mental).
3).Jalin Komunikasi dengan Anak. Tujuannya adalah anak akan merasa cukup
nyaman Imeskipun tentu saja tetap ada rasa tidak nyaman) bercerita kepada kita
sebagai orang tuanya ketika mengalami intimidasi di sekolah. Ini menjadi kunci
berbagai hal, termasuk untuk mi monitor apakah suatu kasus sudah terpecahkan
atau belum. Untuk say. sendiri, anak-anak lebih banyak/sering bercerita ke ibunya,
meskipun kaltu sudah sampai pada tahap pernecahan masalah, saya yang lebih
banyak berperan.
15
4).Jangan Terlalu Cepar Ikut Camput. Idealnya, masalah antar anak-anak bisa
diselesaikan sendiri oleh mereka, termasuk di dalamnya kasus-kasus bullying.
Oleh karena itu, prioritas pertama memupuk keberanian dan rasa percaya diri pada
anak-anak kita (yang menjadi korban intimidasi). Kalau anak kita punya
kekurangan tertentu, terutama kekurangan fisik, perlu kita tanamkan sebuah
kepercayaan bahwa itu merupakan pemberian Tuhan dan bukan sesuatu yang
memalukan. Kedua, jangan terlalu "termakan oleh ledekan teman, karena hukum
di dunia ledek-meledek adalah semakin kita terpenganih ledekan teman, semakin
senang teman yang meledek itu”
5).Masuklah di Saat yang Tepat. Jangan lupa, bahwa seringkali anak kita sendiri
(yang menjadi korban intimidasi) tidak senang kalau kita (orang tuanya) turut
campur. Situasinya menjadi paradoksal: Anak kita menderita karena diintimidasi,
tapi dia takut akan lebih menderita lagi kalau orang tuanya turut campur. Karena
para pelaku bullying akan mendapat bahan tambahan, yaitu mencap korbannya
sebagai "anak: mami", cemen, dsb.
6).Bicaralah dengan Orang yang Tepat. Jika sudah memutuskan untuk ikut
campur dalam menyelesaikan masalah, pertimbangkan masak maak apakah
akan langsung berbicara dengan pelaku intimidasi, orang tuanya, atau gurunya.
7).Kalau Perlu, Intimidasilah Pelaku Intimidasi. Menjadi pertanyaan memang, koq
melawan intimidasi dengan intimidasi? Idealnya memang jangan melakukan itu,
tapi kalau memang diperlukan, saya tak segan melakukannya. Pesan yang ingin
saya sampaikan adalah: (1) Untuk anak saya, saya ingin dia tahu bahwa saya
ada di sisinya, sehingga dia tidak merasa sendirian, (2) Untuk pelaku intimidasi,
saya ingin dia tahu bahwa kalau dia nielakukannya terus, dia akan berhadapan
dengan saya. (3) Untuk guru/sekolah, saya ingin mereka tahu bahwa kalau
sekolah/ guru tidak bisa menyelesaikan masalah itu, maka saya akan ikut
campur menyelesaikannya, dengan cara saya sendiri.
8).Jangan Ajari Anak Lari dari Masalah. Dalam beberapa kasus yang diceritakan
teman-teman saya, anak-anak: kadang merespon intimidasi yang dialaminya di
sekolah dengan minta pindah sekolah. Kalau dituruti. itu sama saja dengan lari dari
masalah. Jadi, sebisa mungkin jangan dituruti. Kalau ada masalah di sekolah,
masalah itu yang mesti diselesaikan, bukan deng n 'lari' ke sekolah lain. Jangan
lupa, bahwa kasus-kasus bullying itu terjadi hampir di semua sekolah.
16
9).Jangan Larut dalam Emosi. Ada yang bilang, "orang emosi selalu kalah". Jadi,
usahakan semaksimal mungkin untuk tidak larut dalam emosi, baik dalam bentuk
"menangisi anak kita" (yang menjadi korban) maupun melabrak teman anak kita
atau orang tuanya. Semua langkah yang kita ambil harus terkendali oleh akal
sehat. Karena kalau tidak, masalah bisa melebar ke mana-mana. Dan kalau
masalahnya sudah selesai, atau dianggap selesai, jangan diungkit-ungkit terus.
Jadikan pelajaran, dan lupakan saja... Masih banyal: persoalan lain yang
menunggu.
Penanganan yang bisa dilakukan oleh guru:
1).Usahakan mendapat kejelasan mengenai apa yang terjadi. Tekankan bahwa
kejadian tersebut bukan kesalahannya.
2).Bantu anak mengatasi ketidaknyamanan yang ia rasakan, jelaskan apa yang
terjadi dan mengapa hal itu terjadi. Pastikan anda menerangkan dalam bahasa
sederhana dan mudah dimengerti anak. JANGAN PERNAH MENYALAHKAN
ANAK atas tindakan bullying yang ia alami
3).Mintalah bantuan pihak ketiga (guru atau ahli profesional) untuk membantu
mengembalikan anak ke kondisi normal, jika dirasakan perlu.
Untuk itu bukalah mata dan hati Anda sebagai orang tua. Jangan tabu untuk
mendengarkan masukan pihak lain.
4).Amati perilaku dan emosi anak anda, bahkan ketika kejadian bully yang is alami
sudah lama berlalu (ingat bahwa biasanya korban menyimpan dendam dan
potensial menjadi pelaku di kemudian waktu). Bekerja samalah dengan pihak
sekolah (guru). Mintalah mereka membantu dan mengamati bila ada perubahan
emosi atau fisik anak anda. Waspadai perbedaan ekspresi agresi yang berbeda
yang ditunjukkan anak anda di rumah dan di sekolah (ada atau tidak ada orang tua
/ guru/pengasuh).
Pencegahan Buat Remaja Yang Menjadi Korban Bullying :
1).Bekali anak dengan kemampuan untuk membela dirinya sendiri terutama ketika
tidak ada orang dewasa/ guru/ orang tua yang berada di dekatnya. Ini berguna
untuk pertahanan diri anak dalam segala situasi mengancam atau berbahaya, tidak
saja dalam kasus bullying. Pertahanan diri ini dapat berbentuk fisik dan psikis.
• Pertahanan diri Fisik: bela diri, berenang, kemampuan motorik yang baik
(bersepeda, berlari), kesehatan yang prima.
17
• Pertahanan diri Psikis: rasa percaya diri, berari, berakal sehat, ke mampuan
analisa sederhana, kemampuan melihat situasi (sederhana), lomampuan
menyelesaikan masalah.
2).Bekali anak dengan kemampuan menghadapi beragam situasi tidak
menyenangkan yang mungkin ia alami dalam kehidupannya. Untuk itu, selain
kemampuan mempertahankan diri secara psikis seperti yang dijelaskan di no, la.
Maka yang diperlukan adalah kemampuan anak untuk bertoleransi terhadap
beragam kejadian. Sesekali membiarkan (namun tetap mendampingi) anak
merasakan kekecewaan, akan melatih toleransi dirinya.
3).Walau anak sudah diajarkan untuk mempertahankan diri dan dibekali
kemampuan agar tidak menjadi korban tindak kekerasan, tetap beritahukan anak
kemana la dapat melaporkan atau meminta pertolongan atas tindakan kekerasan
yang ia alami (bukan saja bullying). Terutama tindakan yang tidak dapat iatangani
atau tindakan yang terus berlangsung walau sudah diupayakan untuk tidak
terulang.
4).Upayakan anak mempunyai kemampuan sosialisasi yang baik dengan sebaya
atau dengan orang yang lebih tua. Dengan banyak berteman, diharapkan anak
tidak terpilih menjadi korban bullying karena:
• Kemungkinan ia sendiri berteman dengan pelaku, tanpa sadar bahwa temannya
pelaku bullying pada teman lainnya.
• Kemungkinan pelaku enggan memilih anak sebagai korban karena si anak
memiliki banyak teman yang mungkin sekali akan membela si anak.
• Sosialisasi yang baik dengan orang yang lebih tua, guru atau pengasuh atau
lainnya, akan memudahkan anak ketika ia mengadukan tindakan kekerasan yang
ia alami.
Penanganan buat remaja yang menjadi pelaku Bullying:
1).Segera ajak anak bicara mengenai apa yang ia lakukan. Jelaskan bahwa
tindakannya merugikan diri dan orang lain. Upayakan bantuan dari tenaga ahlinya
agar masalah tertangani dengan baik dan selesai dengan tuntas.
2).Cari penyebab anak melakukan hal tersebut. Penyebab menjadi penentu
penanganan. Anak yang menjadi pelaku karena rasa rendah diri tentu akan
ditangani secara berbeda dengan pelaku yang disebabkan oleh dendam karena
pernah menjadi korban. Demikian juga bila pelaku disebabkan oleh agresifitasnya
yang berbeda.
18
3).Posisikan diri untuk menolong anak dan bukan menghakimi anak.
19
Selanjutnya, WHO (2015) mendefinisikan tentang kesehatan mental
sebagai kondisi kesejahteraan individu yang menyadari potensinya sendiri, dapat
mengatasi tekanan kehidupan yang normal, dapat bekerja secara produktif dan
berbuah, dan mampu memberikan kontribusi kepada komunitasnya ("WHO 1
Mental health: a state of well-being t.t.). Kesehatan mental merujuk pada
bagaimana individu mampu menyesuaikan diri serta berinteraksi baik dengan
lingkungan sekitarnya, gangguan mental. sehingga individu terhindar dari
gangguan mental. Istilah dalam mengungkapkan kesehatan mental yaitu mental
hygiene dan psiko-hygiene. Kedua perbedaan istilah tersebut, sebenarnya tidak
ada perbedaan yang mendasar. Namun istilah yang sering dipakai saat ini adalah
kesehatan mental atau mental health.
20
Dari uraian tujuan kesehatan mental diatas, bahwasanya kesehatan mental
dapat tercapai apabila masing-masing individu berkemauan dalam mencegah
timbulnya gangguan jiwa maupun penyakit jiwa. Agar tercapai tujuan kesehatan
mental, maka diperlukan berbagai upaya yang hendaknya dilakukan oleh masing-
masing individu, diantaranya adalah usaha preservatif (pemeliharaan); prefentif
(pencegahan); suportif (development/improvement, yakni pengembangan /
peningkatan), dan amelioratif/korektif (perbaikan) (Sundari HS 2005)
21
wajar, tidak merugikan diri sendiri dan lingkungannya, dan sesuai dengan norma
sosial dan agama.
3) Mampu memanfaatkan potensi secara maksimal.
Selain mampu menghadapi permasalahan yang dihadapi dengan berbagai
alternatif solusi pemecahannya, hal penting. lainnya yang merupakan indikasi
sehat secara mental adalah secara aktif individu mampu memanfaatkan
kelebihannya. Yaitu dengan cara mengeksplor potensi semaksimal mungkin.
Memanfaatkan potensi secara maksimal dapat dilakukan dengan keikut sertaan
secara aktif oleh individu dalam berbagai macam kegiatan yang positif serta
konstruktif bagi pengembangan kualitas dirinya. Misalnya dengan kegiatan belajar
(di rumah, sekolah, atau lingkungan masyarakat), bekerja, berorganisasi, olahraga,
pengembangan hobi serta kegiatan-kegiatan positif lainnya yang mampu memicu
eksplorasi potensi masing-masing individu.
4) Mampu mencapai kebahagiaan pribadi dan orang lain.
Poin ini dimaksudkan pada segala aktifitas individu yang mencerminkan untuk
mencapai kebahagiaan bersama. Individu dengan mental yang sehat
menunjukkan perilaku atau respon terhadap situasi dalam memenuhi
kebutuhannya, dengan perilakuatau respon positif. Respon positif tersebut
berdampak positif pula baik bagi dirinya sendiri maupun orang lain.
Tidak mengorbankan hak orang lain demi kepentingan diri sendiri, serta
tidak mencari kesempatan / keuntungan diatas kerugian orang lain, merupakan
bagian dari pencapaian kebahagiaan pribadi dan orang lain. Individu dengan
gambaran diatas selalu berupaya untuk mencapai kebahagiaan bersama tanpa
merugikan diri sendiri dan orang lain.
Menurut Sikun (Yusuf 2011), berikut merupakan ciri kejiwaan yang sehat yakni;
1) Memiliki perasaan aman, yang terbebas dari rasa cemas, 2).Memiliki harga diri
yang mantap, 3) Spontanitas dalam kehidupan dengan memiliki emosi yang
hangat & terbuka, 4) Memiliki keinginan-keinginan duniawi yang wajar sekaligus
seimbang, 5) Mampu belajar mengalah dan merendahkan diri sederajat dengan
oran lain, 6) Tahu diri, yakni mampu menilai kekuatan dan kekurangan dirinya baik
dari segi fisik maupun psikis, secara tepat dan obyektif, 7) Mampu memandang
fakta sebagai realitas dengan memperlakukannya sebagaimanamestinya (tidak
berkhayal).mampu memuaskannya secara positif dan wajar pula,
8) Toleransi terhadap ketegangan atau stres, artinya tidak panik saat
22
menghadapi masalah sehinggal tetap positif antara fisik, psikis, dan sosial, 9)
Memiliki integrasi dan kemantapan dalam kepribadiannya, 10) Mempunyai tujuan
hidup yang adekuat (positif dan konstruktif), 11) Memiliki kemampuan belajar dari
pengalaman, 12) Mampu menyesuaikan diri dalam batas-batas tertentu sesuai
dengan norma-norma kelompok serta tidak melanggar aturan-aturan yang telah
disepakati bersama atau aturan yang ditentukan dalam kelompok, 13) Memiliki
kemampuan untuk tidak teikat penuh oleh kelompok. Artinya memiliki pendirian
sendiri sehingga mampu menilai baik-buruk maupun benar salah mengenai
kelompoknya
Menurut WHO (2019), menyebutkan bahwa karakteristik mental yangsehat
adalah sebagai berikut: 1) Mampu belajar sesuatu dari pengalaman, 2) Mampu
beradaptasi, 3) Lebih senang memberi daripada menerima, 4).Lebihcenderung
membantu daripada dibantu, 5) Memiliki rasa kasih sayang, 6).Memperoleh
kesenangan dari segala hasil usahanya, 7) Menerima kegagalan sebagai
kekecewaan dengan menjadikan pengalaman, 8) Selalu berpikir positif (positive
thinking).
23
2). Kesehatan Psikologi di Sekolah
Jika kesehatan mental di dalam keluarga dipengaruhi oleh iklim psikologis dalam
keluarga, maka kesehatan mental di sekolah didasarkan pada asumsi bahwa
"perkembangan kesehatan mental peserta didik dipengaruhi oleh iklim sosio
emosional di sekolah." Pengetahuan serta pemahaman pimpinan sekolah. para
guru, terutama guru BK atau konselor tentang kesehatan mental sangatlah
penting. Pimpinan dan para guru dapat menciptakan iklim kehidupan sekolah, baik
fisik, emosional, sosial, mapun moral spiritual dalam rangka perkembangan
kesehatan mental siswa yang optimal. Di sisi lain dapat pula memantau gejala
gangguan mental para siswa sejak dini. Dengan pemahaman akan kesehatan
mental siswa, guru dapat memahami masalah kesehatan mental yang dapat
ditangani sendiri serta masalah yang membutuhkan penanganan khusus yang
dapat dirujuk kepada para ahli yang lebih profesional.
Untuk lebih jelas perlu mengetahui deskripsi kriteria yang ideal pribadi yang
normal dengan mental yang sehat menurut Maslow dan Mittlemenn (dalam
Notosoedirjo & Latipun, 2005) sebagai berikut:
1) Memiliki perasaan aman (sence of scurity) yang tepat. Mampu mengadakan
kontak sosial dalam keluarga, bidang kerja dan masyarakat, 2) Penilaian diri (self
evaluation) dan insight rasional. Ada rasa harga diri yang cukup memiliki perasaan
sehat secara moral tanpa ada rasa berdosa. Mempunyai kemampuan mengetahui
tingkah laku manusia lain yang tidak sosial dan tidak human sebagaifenomena
masyarakat, 3) Mempunyai spontanitas dan emosional yang tepat. Mampu
menciptakan hubungan yang erat, kuat dan lama, misalnya persahabatan dan
hubungan cinta. Mampu mengekspresikan kebencian, kekesalan hati tanpa
kehilangan kontrol. Memiliki untuk merasa dan mengerti pengalaman dan
perasaan orang lain. Dapat bergembira dan tertawa, mampu menghayati arti
penderitaan dan kebahagiaan tanpa lupa diri, 4) Mempunyai kontak denganrealitas
secara efisien. Yaitu kontak dengan dunia fisik tanpa ada fantasi dan angan-angan
yang berlebihan. Kontak dengan dunia sosial,berpandangan realitis dan cukup luas
tentang dunia manusia. Mampu menerima bermacam-macam percobaan hidup
misalnya sakit, fitnah, duka, dan nasib buruk. Kontak riil dan efisien dalam diri
pribadi (internal world). Mampu mengadakan adaptasi, dapat mengadakan
kooperasi dengan keadaan yang tidak dapat ditolaknya, 5) Memiliki dorongan dan
nafsu jasmani yang sehat serta
24
mampu untuk memenuhi dan memuaskan. Ada attitude yang sehat terhadap
tuntutan fungsi jasmani dan mampu memenuhinya, tapi tidak diperbudak. Mampu
menikmati kesenangan hidup (makan, tidur, rekreasi), cepat sembuh dari
kelelahan. Memiliki nafsu seks, yang cukup sehat, mampu memenuhi tanpa rasa
takut dan berdosa, tidak berlebihan. Mampu bekerja tanpa dorongan yang
berlebihan, tahan menghadapi kegagalan, kerugian, dan kemalangan,
6)Mempunyai pengetahuan diri yang cukup antara lain dapat menghayati motif-
motif hidup dalam kesadaran, tahu akan nafsu dan hasrat, cita-cita dan tujuan
hidup yang realistis dan dapat membatasi ambisi dalam batas normal. Tahu
menanggapi pantangan pribadi dan sosial. Dapat melakukan kompensasi yang
bersifat positif dan dapat menyalurkan rasa inferior, 7)Mempunyai tujuan hidup
yang adekuat. Artinya tujuan dapat dicapai dengan kemampuan sendiri sifatnya
realistis. Mempunyai tujuan hidup dan aktifitas yang berefek baik serta bermanfaat
bagi masyarakat, 8) Memiliki kemampuan untuk belajar dari pengalaman
hidupnya. Ialah menerima dan mengolah pengalaman tidak secara kaku. Sanggup
belajar secara spontan, dapat mengukur kekuatan sendiri agar supaya sukses
dengan menggunakan metode yang benar, 9) Ada kesanggupan untuk
memuaskan tuntutan-tuntutan dan kebutuhan dari kelompoknya. Melaksanakan
adat, tatacara dan norma-norma dari kelompoknya. Mau dan mampu mengekang
nafsu dan keinginan yang dianggap tabu, larangan dalam kelompok. Mampu
memperlihatkan dan melaksanakan aktivitas yang fundamental dari ambisi
kelompok, menunjukkan ketepatan bersikap persahabatan, tanggung jawab,
loyalitas, aktifitas rekreasi yang sehat, 10) Mempunyai sikap emansipasi yang
sehat terhadap kelompok nya dan kebudayaannya, namun masih memiliki
originalitas dan individualitas yang khas, dapat membedakan baik dan buruk.
Menyadari mempunyai kebebasan terbatas dalam berpendapat dalam kelompok.
Tanpa memiliki sifat sombong, munafik, mencari muka serta berhasrat
menampilkan diri terlalu ke depan. Memiliki toleransi dan apresiasi yang cukup
besar terhadap kebudayaan dan perubahan- perubahan yang terjadi, 11) Memiliki
integrasi dalam kepribadiannya. Ada perkembangan dan pertumbuhan yang bulat,
dapat mengadakan asimilasi dan adaptasi terhadap perubahan dan mempunyai
minat pada bermacam-macam aktivitas. Memiliki moralitas dan kesadaran yang
tidak kaku, bersifat fleksibel terhadap grup dan masya rakatnya. Mampu
mengadakan konsentrasi terhadap
25
satu usaha, tidak ada konflik yang serius dalam dirinya, tanpa diasosiasi
terhadap lingkungan sosialnya.
C. KONSEP REMAJA
1.DefenisiRemaja
Konsep tentang "remaja", bukanlah berasal dari bidang hukum, melainkan
berasal dari bidang ilmu-ilmu sosial lainny seperti Antropologi, Sosiologi, Psikologi,
dan Paedagog). Kecuali itu, konsep "remaja" juga merupakan konsep yang relatif
baru, yang muncul kira-kira setelah era industrialisasi merata di negara negara
Eropa, Amerika Serikat, dan negara- negara maju lainnya. Dengan perkataan lain,
masalah remaja baru menjadi pusatperhatian ilmu-ilmu sosial dalam 100 tahun
terakhir ini saja (Sarlito.W.Sarwono 2012)
Tidak mengherankan kalau dalam berbagai undang-undang yang ada di
berbagai negara di dunia tidak dikenal istilah "remaja". Di Indonesia sendiri, konsep
"remaja" tidak dikenal dalam sebagian undang-undang yang berlaku. Hukum
Indonesia hanya mengenal anak-anak dan dewasa, walaupun batasan yang
diberikan untuk itu pun bermacam-macam (Sarlito.W.Sarwono,2012)
Hukum Perdata, misalnya, memberikan batas usia 21 tahun (atau kurang
dari itu asalkan sudah menikah) untuk menyatakan kedewasaan seseorang (Pasal
330 KUHPerdata). Di bawah usia tersebut seseorang masih membutuhkan wali
(orang tua) untuk melakukan tindakan hukum perdata (misalnya: mendirikan
perusahaan atau membuat perjanjian di hadapan pejabat hukum). Di sisi lain,
hukum pidana memberi batasan 16 tahun se bagai usia dewasa (Pasal 45,47
KUHP). Anak-anak yang berusia kurang dari 16 tahun masih menjadi tanggung
jawab orang tuanya kalau ia melanggar hukum pidana. Tingkah laku mereka yang
melanggar hukum itu pun (misalnya: mencuri) belum disebut sebagai kejahatan
(kriminal) melainkan hanya disebut sebagai "kenakalan". Kalau ternyata kenakalan
anak itu sudah membahayakan masyarakat dan patut dijatuhi hukuman oleh
negara, dan orang tuanya ternyata tidak mampu mendidik anak itu lebih lanjut,
maka anak itu menjadi tanggung jawab negara dan dimasukkan ke dalam
Lembaga Pemasyarakatan KhususAnak anak di bawah Departemen Hukum dan
Hak Asasi Manusia) acau dimasukkan ke lembaga-lembaga rehabilitasi lainnya
seperti Parmadi Siwi (di
26
bawah Kepolisian Daerah Metropolitan Jakarta Raya). Sebaliknya, jika usia
seseorang sudah di atas 16 tahun, jika ia melakukan pelanggaran hukum pidana,
ia bisa langsung dipidana (Lembaga Pemasyarakatan)
Beberapa undang-undang lain, juga tidak mengenal istilah remaja:
Undang-Undang Kesejahteraan Anak (UU No. 4/1979) misalnya, menganggap
semua orang di bawah usia 21 tahun dan belum menikah sebagai anak-anak dan
karenanya berhak men dapat perlakuan dan kemudahan-kemudahan yang
diperuntukkan bagi anak (misalnya pendidikan, perlindungan dari orang tua, dan
lain-lain). Tetapi, batas usia ini lebih rendah, yaitu 16 tahun. dalam UU
Perlindungan Anak No: 23/2002, Pasal 1.Dalam hubungan dengan hukum ini,
tampaknya hanya Undang-Undang Perkawinan saja yang mengenal konsep
"remaja" walaupun secara tidak terbuka. Usia minimal untuk suatu perkawinan
menurut undang-undang tersebut adalah. 16 tahun untuk wanita dan 19 tahun
untuk pria (Pasal 7 UU No. 1/1974 tentang Perkawinan). Jelas bahwa undang-
undang tersebut menganggap orang di atas usia tersebut bukan lagi anak-anak
sehingga mereka sudah boleh menikah (batas usia ini dimaksudkan untuk
mencegah perkawinan anak-anak seperti yang terjadi pada kasus Iyah). Waktu
antara 16/19 tahun sampai 21 tahun inilah yang dapat disejajarkan dengan
pengertian pengertian "remaja" dalam ilmu-ilmu sosial yang lain.
27
pertama pada wanita atau sejak seorang laki-laki mengalami mimpi basahnya
(mengeluarkan air mani pada waktu tidur) yang pertama. Masa yang dua tahun ini
dinamakan pubertas (Inggris: puberty), yang dalam bahasa latin berarti usia
kedewasaan (the age of manhood) dan yang berkaitan dengan kata Latin lainnya
pubescere yang berarti masa pertumbuhan rambut di daerah tulang pubic (di
wilayah kemaluan(Sarlito.W.Sarwono 2012)
Masa pubertas (atau disebut juga masa puber) seperti sudah disebutkan di
atas berawal dari haid atau mimpi basah yang pertama. Tetapi, pada usia berapa
persisnya masa puber ini dimulai sulit ditetapkan, oleh karena cepat lambatnya
haid atau mimpi basah sangat tergantung pada kondisi tubuh masing masing
individu. Jadi masa pubertas sangat bervariasi. Ada anak perempuan yang sudah
haid pada usia 10 tahun atau bahkan 9 tahun (waktu ia masih duduk di kelas 3
SD), sebaliknya ada yang baru memperolehnya pada usia 17 tahun (waktu kelas
2 SMA) (Sarlito.W.Sarwono 2012)
psikologis, dan sosial ekonomi, sehingga secara lengkap definisi tersebut berbunyi
sebagai berikut.Remaja adalah suatu masa di mana:1. Individu berkembang dari
saat pertama kali ia menunjukkan tanda-tanda seksual sekundemnya sampai saat
ia mencapai kematangan seksual, 2.Individu mengalami perkembangan psikologis
dan pola identifikasi dari kanak kanak menjadi dewasa, 3.Terjadi peralihan dari
ketergantungan sosial-ekonomi yang penuh kepada keadaan yang relatif lebih
mandiri (Muang man, 1980: 9).
Pada tahun-tahun berikutnya, definisi ini makin berkembang ke arah yang
lebih konkret operasional. Ditinjau dari bidang kegiatan WHO, yaitu kesehatan,
masalah yang terutama dirasakan mendesak mengenai kesehatan remaja adalah
kehamilan yang terlalu awal. Berangkat dari masalah pokok ini WHO menetapkan
batas usia 10-20 tahun sebagai batasan usia remaja. Kehamilan dalam usia-usia
tersebut memang mempunyai risiko yang lebih tinggi (kesulitan waktu melahirkan,
sakit/cacat/kematian bayi/ ibu) daripada kehamilan dalam usia-usia di atasnya
(Sanderowitz & Paxman, 1985 dalam Hanifah, 2000)
Selanjutnya, WHO menyatakan walaupun definisi di atas terutama
28
didasarkan pada usia kesuburan (fertilitas) wanita, batasan tersebut berlaku juga
untuk remaja pria dan WHO membagi kurun usia tersebut dalam 2 bagian, yaitu
remaja awal 10-14 tahun dan remaja akhir 15- 20 tahun. Dalam pada itu,
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sendiri menetapkan usia 15 24 tahun sebagai
usia pemuda (youth) dalam rangka keputusan mereka untuk menetapkan tahun
1985 sebagai Tahun Pemuda Internasional (Sanderowitz & Paxman, 1985 dalam
Hanifah, 2000)
Tentu saja definisi-definisi tersebut di atas, oleh karena tujuannya yang
operasional, tidak memerhatikan aspek sosial psikologis orang-orang pada kurun-
kurun usia tersebut di atas. Dalam kenyataannya, orang-orang yang sama-sama
berada dalam satu kurun usia dapat mempunyai keadaan sosial psikologis yang
berbeda-beda (Sarlito.W.Sarwono,2012)
Walaupun demikian, beberapa penulis Indonesia tetap berpendapat bahwa
remaja adalah suatu masa transisi dari masa anak ke dewasa, yang ditandai
dengan perkembangan biologis, psikologis, moral, dan agama (Cecep
Taufikurrohman, tanpa tahun), kognitif dan sosial (Latifah, 2008)
Sehubungan dengan uraian di atas, maka di kalangan pakar psikologi
perkembangan (termasuk di Indonesia), yang banyak dianut adalah yang membagi
masa remaja menjadi masa remaja awal (13 hingga 16 atau 17 tahun) dan masa
remaja akhir (16 atau 17 tahun hingga 18 tahun). Masa remaja awal dan akhir
dibedakan oleh Hurlock karena pada masa remaja akhir individu telah mencapai
transisi perkembangan yang lebih mendekati masa dewasa (Hurlock 1990)
29
Tahap-tahap perkembangan jiwa menurutAristotelesadalahsebagaiberikut:
1. 0-7 tahun: masa kanak-kanak (infancy), 2). 7-14 tahun: masa anak-anak
(boyhood), 3). 14-21 tahun: masa dewasa muda (young manhood)
Orang-orang muda punya hasrat-liasrat yang sangat kuat dan mereka
cenderung untuk memenuhi hasrat-hasrat itu semuanya tanpa membeda-
bedakannya. Dari hasrat-hasrat yang ada pada tubuh mereka, hasrat seksuallah
yang paling mendesak dan dalam hal inilah mereka menunjukkan hilangnyakontrol
diri (Muss, 1968: 15).
Kontrol diri pada manusia menurut Aristoteles dilakukan oleh rasio (akal),
yaitu fungsi mnemic. Ratio inilah yang menentukan. arah perkembangan manusia.
Akan tetapi, pendapat Aristoteles ini tidak didukung oleh filsuf Prancis
J.J Rousseau yang hidup hampir 20 abad kemudian (1712-1778). Rousseau, yang
disebut juga penganut paham Romantic Naturalism, menyatakan bahwa yang
terpenting dalam perkembangan jiwa manusia adalah perkembangan
perasaannya. Perasaan ini harus dibiarkan berkembang bebas sesuai dengan.
pembawaan alam (natural development) yang berbeda dari satu individu ke
individu yang lain (individualisme) (Aristoteles 1982)
Sejalan dengan pandangannya tentang natural development, Rousseau
menganalogikan perkembangan individu dengan evolusi makhluk (species)
manusia. Ia menyatakan bahwa perkem bangan individu (ontogeny) merupakan
ringkasan (recapitulates) perkembangan makhluk (phylogeny). Empat tahapan
perkem bangan yang dimaksud oleh Rousseau adalah sebagai berikut:
1) Usia 0-4 atau 5 tahun: Masa kanak-kanak (infancy). Tahap ini didominasi oleh
perasaan senang (pleasure) dan tidak senang (pain) dan menggambarkan tahap
evolusi di mana manusia masih sama dengan binatang.
2) Usia 5-12 tahun: Masa bandel (savage stage).Tahap ini mencerminkan era
manusia liar, manusia pengembara dalam evolusi manusia. Perasaan-perasaan
yang dominan dalam periode ini adalah ingin main-main, lari-lari, lon Joncar dan
sebagainya, yang pada pokoknya untuk melati ketajaman indra dan keterampilan
anggota-anggota tubuh Kemampuan akal masih sangat kurang sehingga
dikatakan oleh Rousseau bahwa anak pada kurun usia ini jangan dulu diberi
pendidikan formal seperti berhitung dan membaca serta menulis.
3) Usia 12-15 tahun Bangkitnya akal (rario), nalar (reason), dan kesadaran diri
(self consciousness). Dalam masa ini terdapat energi dan kekuatan fisik yang
30
luar biasa serta tumbuh keinginan tahu dan keinginan coba-coba. Dalam periode
ini, buku yang baik dibaca adalah buku-buku petualangan seperti "Robinson
Crousoe" Anak dianjurkan belajar tentang alam dan kesenian, tetapi yang penting
adalah proses belajarnya, bukan hasilnya. Anak akan belajar dengan sendirinya.
karena periode ini mencerminkan era perkembangan ilmu pengetahuan dalam
evolusi manusia.
4) Usia 15-20 tahun Dinamakan masa kesempurnaan remaja (adolescence
proper) dan merupakan puncak perkembangan emosi Dalam tahap ini terjadi
perubahan dari kecenderungan mementingkan diri sendiri kepada kecenderungan
me merhatikan kepentingan orang lain dan kecenderungan memerhatikan harga
diri. Gejala lain yang timbul dalam tahap ini adalah bangkitnya dorongan seks
(Muss, 1968)
Menurut Sarwono (2011) dan Hurlock (2011), dalam proses penyesuaian
diri menuju kedewasaan, ada tiga tahap perkembangan remaja, yaitu :
1). Remaja awal (early adolescence). Seorang remaja pada tahap ini masih
terheran-heran akan perubahan-perubahan yang terjadi pada tubuhnya sendiri dan
dorongan-dorongan yang menyertai perubahan-perubahan itu. Mereka
mengembangkan pikiran-pikiran baru, cepat tertarik pada lawan jenis, dan mudah
terangsang secara erotis. Dengan dipegang bahunya saja oleh lawan jenis, ia
sudah berfantasi erotik. Kepekaan yang berlebih-lebihan ini ditambah dengan
berkurangnya kendali terhadap "ego" menyebabkan para remaja awal ini sulit
mengerti dan dimengerti orang dewasa, 2). Remaja madya (middle adolescence).
Pada tahap ini remaja sangat membutuhkan kawan-kawan. la senang kalau
banyak teman yang menyukainya. Ada kecenderungan "narcistic", yaitu mencintai
diri sendiri, dengan menyukai teman-teman yang punya sifat-sifat yang sama
dengan dirinya. Selain itu, ia berada dalam kondisi kebingungan karena ia tidak
tahu harus memilih yang mana: peka atau tidak peduli, ramai- ramai atau sendiri,
optimistis atau pesimistis, idealis atau materialis, dan sebagainya. Remaja pria
harus membebaskan diri dari Oedipoes Complex (perasaan cinta pada ibu sendiri
pada masa kanak-kanak) dengan mempererat hubungan dengan kawan-kawan
dari lain jenis, 3). Remaja akhir (late adolescence). Tahap ini adalah masa
konsolidasi menuju periode dewasa dan ditandai dengan pencapaian lima hal,
yaitu: a.Minat yang makin mantap terhadapfungsi-fungsi intek, b.Egonya mencari
kesempatan bersatu dengan orang-orang
31
lain dan dalam pengalaman-pengalaman baru, c.Terbentuk identitas seksualyang
tidak akan berubah lagi, d.Egosentrisme (terlalu memusatkan perhatian pada diri
sendiri) diganti dengan keseimbangan antara kepen tingan diri sendiri dengan
orang lain, e.Tumbuh "dinding" yang memisahkan diri pribadinya (private self) dan
masyarakat umum (the public).
D. KERANGKA KONSEP
Adapun variabel Independen dan Dependen untuk melihat adanya
Hubungan Perilaku Bullying dan Kesehatan Psikologis pada Remaja di SMA
Negeri 3 Kota Pematangsiantar
-Mengucilkan
Keterangan :
Variabel penelitian ini dibagi menjadi dua variabel yaitu variabel independen dan
variabel dependen.
32
E. HIPOTESIS
Hipotesis dalam penelitian ini adalah :
Ho : Adanya hubungan perilaku bullying dengan kesehatan psikologis
pada remaja di SMA Negeri 3 Pematangsiantar
F. Defenisi Operasional
a. Variabel Independen
33
atau berat dengan Tidak = 0
kekuatan (untuk
mengetuk,
memalu, meninju,
menokok,
menempa, dan
sebagainya)
34
b.Variabel Dependen
35
BAB III
METODE PENELITIAN
36
D. Jenis dan Cara Pengumpulan data
1.Jenis Data
Jenis data yang digunakan pada penelitian ini yaitu :
a).Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari responden melalui
wawancara dan pengisian kuesioner
b).Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh dari catatan catatan dari SMA Negeri
3 Kota Pematangsiantar
37
E. Pengolahan dan Analisis Data
1. Pengolahan Data
Setelah data terkumpul, maka langkah yang akan dilakukan berikutnya
adalah pengolahan data. Proses pengolahan data menurut Notoatmodjo (2010),
antara lain :
(1) Editing
Data yang sudah dikumpulkan dilakukan penyuntingan, yaitu pengecekan
danperbaikankelengkapanisi.
(2) Coding
Data yang sudah disunting diberikan kode. Dalam hal ini, data yang berbentuk
kalimat diubah menjadi kode. Data tersebut diubah menjadi bentuk angka untuk
memudahkan menganalisa data.
(3) Tabulating
Yaitu mengolah data dalam bentuk tabel distribusi untuk mempermudahkan
analisa data, pengolahan data serta pengambilan kesimpulan
2. Analisa Data
Setelah data dari seluruh sumber/responden lain terkumpul, dilakukan
analisa data analisa data seperti:
a). Analisa Data Univariat
Analisa univariat dilakukan pada suatu variabel dari hasil penelitian, yang
bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan karakteristik setiap variabel
penelitian. Pada umumnya dalam analisis ini hanya menghasilkan distribusi
frekuensi dan persentase dari tiap variabel yang diteliti
b). Analisa Data Bivariat
Menurut Researach Optimus Analisis bivariat adalah teknik penelitian yang
menggunakan metode dua variabel dimana analisis berkaitan dengan sebab dan
hubungan antara kedua variabel. Hal ini merupakan kumpulan data berisi dua
variabel penelitian bertujuan untuk melakukan perbandingan antara dua kumpulan
data. Analisa Data Uji Statistik Chi-Square di gunakan untuk menguji hubungan
atau pengaruh dua buah variabel nominal dan mengukur kuatnya
38
hubungan antara variabel yang satu dengan variabel nominal lainnya. Adapun
rumus Uji Chi-Square, yaitu :
39
BAB IV
40
B. Hasil Penelitian
1. Analisa Data Univariat
Berdasarkan hasil penelitian dengan menggunakan hasil observasi yang
telah dilakukan oleh peneliti di SMA Negeri 3 Kota Pematangsiantar Tahun 2022
dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden di SMA Negeri 3
Kota Pematangsiantar Tahun 2022
Karakteristik F %
Usia
15 Tahun 13 30,2
16 Tahun 25 58,1
17 Tahun 5 1,6
Total 43 100.0
Jenis Kelamin
Laki- Laki 5 11,6
Perempuan 38 88,4
Total 43 100.0
Agama
Islam 8 18,6
Kristen 35 81,4
Total 43 100.0
41
b. Analisa Data Bivariat
Analisa Bivariat merupakan kumpulan data berisi dua variable penelitin
bertujuan untuk melakukan perbandingan antara dua kumpulan data dengan
menggunakan Uji Statistik Chi-Square yang digunakan untuk menguji hubungan
atau pengaruh dua buah variable nominal dan mengukur kuatnya hubunganantara
variable yang satu dengan variable lainnya
Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Perilaku Bullying pada Remaja di SMA Negeri
3 Kota Pematangsiantar Tahun 2022
No Perilaku Bullying f %
1 Mencela 16 37,2
2 Pelecehan Seksual 3 7,6
3 Memukul 17 39,5
4 Mengucilkan 10 23,3
Total 43 100,0
Berdasarkan pada tabel 4.2 diatas dapat dilihat bahwa Perilaku Bullying
Mencela sebanyak 16 orang (37,2%), Perilaku Bullying Pelecehan Seksual
sebanyak 3 orang (7,6%), Perilaku Bullying Memukul sebanyak 17 orang (39,5%),
Perilaku Bullying Mengucilkan sebanyak 10 orang (23,3%).
NO Kesehatan Psikologis f %
1 Sehat 12 27,9
Total 43 100,0
Berdasarkan pada tabel 4.3 diatas dapat dilihat bahwa Kesehatan Psikologis
pada remaja Sehat sebanyak 12 orang (27,9%) sedangkan Kesehatan Psikologis
pada remaja Tidak Sehat sebanyak 34 orang (81,9%).
42
Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Responden terhadap Perilaku Bullying Dengan
Kesehatan Psikologis Pada Remaja di SMA Negeri 3 Kota Pematangsiantar
Tahun 2022
Kesehatan Psikologis
Perilaku Bullying Sehat Tidak Sehat Total
f % f % f %
Berdasarkan pada tabel 4.3 diatas dapat dilihat bahwa Perilaku Bullying
Mencela dengan Kesehatan Psikologis Sehat sebanyak 4 orang (9,3%), Perilaku
Bullying Mencela dengan Kesehatan Psikologis Tidak Sehat sebanyak
43
B. Pembahasan
1. Hubungan Perilaku Bullying Mencela Dengan Kesehatan
Psikologis Pada Remaja
Perilaku bullying mencela merupakan tindakan bullying secara verbal.
Biasanya perilaku bullying mencela ini berupa, dikata-katain, diejek, dicela, dihina,
hingga di terror, mengintimidasi tidak langsung yang dilakukan secara
berkelompok terhadap seseorang, kalimat kasar atau ejekan yang di tujukan
kepada seseorang, memaki, dan menyebarkan gossip yang tidak-tidak
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Perilaku Bullying mencela yang
terjadi di SMA Negeri 3 Kota Pematangsiantar Tahun 2022 dari 43 responden di
dapatkan Perilaku Bullying Mencela dengan Kesehatan Psikologis Sehatsebanyak
4 orang (9,3%) sedangkan Perilaku Bullying dengan Kesehatan Psikologis Tidak
Sehat sebanyak 12 orang (27,9%)
Hasil penelitian ini berbanding terbalik dengan hasil penelitian yang
dilakukan oleh Dewi (2015) bahwa remaja yang mengalami perilaku bullying di
pengaruhi oleh beberapa factor yang salah satunya karakteristik korban (usia, jenis
kelamin, agama) kurangnya perhatian dari orangtua, kurang disiplin, dan yang
pernah mengalami kejadian intimidasi dengan kondisi fisik yang buruk akanlebih
cenderung menjadi korban bullying
Menurut asumsi peneliti perilaku bullying mencela yang di terjadi di SMA
Negeri 3 Kota Pematangsiantar pada remaja dapat mengakibatkan gangguan
kesehatan psikologis, seperti ketakutan kepada seseorang atau pelaku bullying
karena trauma pada tanggapan atau ucapan buruk yang pernah di terima korban
perilaku bullying, depresi, cemas, tidak semangat berangkat ke sekolah, sulit
berteman dengan orang baru, gelisah, terancam, mudah emosi (labil), pemalu dan
penyendiri.
44
2. Hubungan Perilaku Bullying Pelecehan Seksual Dengan Kesehatan
Psikologis Pada Remaja
Perilaku Bullying Pelecehan Seksual biasanya dilakukan oleh seorang laki-
laki terhadap perempuan. Pelecehan Seksual dilakukan secara fisik ataulisan
menggunakan ejekan atau kata kata yang tidak sopan untuk menunjuk pada
sekitar hal yang sensitive pada seksual. Secara fisik pelecehan seksual bias di
lakukan dengan sengaja memegang wilayah-wilayah seksual lawan jenis.
Terjadinya tindak perilaku bullying pelecehan seksual ini bias terjadi di dalam kelas
ataupun di luar kelas, baik dalam situasi yang serius atau saat bersenda gurau.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Perilaku Bullying Pelecehan
Seksual yang terjadi di SMA Negeri 3 Kota Pematangsiantar Tahun 2022 dari 43
responden di dapatkan Perilaku Bullying Pelecehan Seksual dengan Kesehatan
Psikologis Sehat sebanyak 1 orang (2,3%) sedangkan Perilaku BullyingPelecehan
Seksual dengan Kesehatan Psikologis Tidak Sehat sebanyak 2 orang(4,7%)
Hasil penelitian ini berbanding terbalik dengan hasil penelitian yang di
lakukan oleh Mega Lestari, dkk (2017) bahwa responden yang mengalami korban
bullying mayoritas cenderung mengalami bentuk bullying mental (55%) dengan
cenderung terjadi pada responden perempuan (32%). Lalu, bentuk bullying fisik
(35%) dan bentuk bullying verbal (10%) dengan mayoritas responden laki-laki
Menurut asumsi peneliti perilaku bullying pelecehan seksual yang terjadidi
SMA Negeri 3 Kota Pematangsiantar menunjukkan bahwa perilaku bullying
pelecehan seksual berkaitan dengan kesehatan psikologis bagi setiap remaja yang
mengalami perilaku bullying pelecehan seksual ini, diantaranya gangguan mental,
trauma berkepanjangan, takut di dekati oleh para pelaku pelecehan seksual,
membenci diri sendiri, menjadi sensitif
45
3. Hubungan Perilaku Bullying Memukul Dengan Kesehatan
Psikologis Pada Remaja
Perilaku bullying memukul adalah serangan fisik yang dilakukan secara
langsung dan secara tiba-tiba, dapat berupa mendorong, menendang dan lainya
yang merupakan tindakan kekerasan. Tindakan kekerasan adalah salah satu
bentuk manifestasi rasa marah yang bersifat agresif, yang menyebabkan kesakitan
atau kerusakan pada obyek sasarannya, menggertak dengan membawa
rombongan atau melempari benda benda kecil kepada seseorang
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Perilaku Bullying Memukul yang
terjadi di SMA Negeri 3 Kota Pematangsiantar Tahun 2022 dari 43 responden di
dapatkan Perilaku Bullying Memukul dengan Kesehatan Psikologis Sehat
sebanyak 7 orang (16,3%) sedangkan Perilaku Bullying Memukul dengan
Kesehatan Psikologis Tidak Sehat sebanyak 10 orang (23,3%)
Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh
Keliat (2011) bahwa remaja yang tidak memiliki konsep diri positif maka dirinya
tidak memiliki pengetahuan tentang dirinya serta tidak dapat mengenali siapa
dirinya sehingga remaja tersebut tidak mempunyai penerimaan diri, penyesuaian
diri dan sosial yang tidak baik pula
Menurut asumsi peneliti bahwa remaja yang menjadi korban perilaku
bullying memukul ini menjadi korban yang sering menunjukkan ketakutan berlebih
saat harus bertemu dengan pelakunya, malas pergi ke sekolah, memintauntuk
pindah sekolah, menangis ketakutan saat teringat peristiwa yang dialaminya,
memiliki luka dan memar, merasa tidak aman di sekolah, perilaku menarik diri atau
menyendiri dan mengakibatkan remaja korban perilaku bullying memukul dapat
berbuat nekat seperti ingin melakukan bunuh diri
46
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Perilaku Bullying Mengucilkan
yang terjadi di SMA Negeri 3 Kota Pematangsiantar Tahun 2022 dari 43 responden
di dapatkan Perilaku Bullying Mengucilkan dengan Kesehatan Psikologis Sehat
sebesar 0 orang (0%) sedangkan Perilaku Bullying Mengucilkan dengan
Kesehatan Psikologis Tidak Sehat sebanyak 10 orang (23,3%)
Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh
Helena Pangaribuan, dkk (2019) menunjukkan bahwa remaja dengan
perkembangan psikososial normal dengan perilaku Bullying negatif sebanyak 12
remaja (26,7%), remaja yang memiliki perkembangan psikososial normal dengan
perilaku Bullying positif sebanyak 33 remaja (73,3%)
Menurut asumsi peneliti perilaku bullying mengucilkan dapat berdampak
bagi remaja yang menjadi korban perilaku bullying dimana korban mengalami
gangguan mental, mulai dari sensitif, menyakiti diri sendiri, depresi, kepribadian
anti-sosial, sulit tidur, menurun nya prestasi akademik, menjadi penakut, menjadi
pemalu, dan menjadi mudah tersinggung
47
BAB V
A. Kesimpulan
Kesimpulan dari hasil penelitian mengenai Hubungan Perilaku Bullying
Dengan Kesehatan Psikologis Remaja di Tahun 2022, dapat di simpulkan
sebagai berikut :
1. Penyebab terjadinya perilaku bullying yang terjadi di SMA Negeri 3
Kota Pematangsiantar Tahun 2022 di antaranya pengaruh keluarga
pada bullying, kurangnya komunikasi terhadap orangtua, social,
kurangnya pengawasan dari pihak sekolah
2. Perilaku bullying yang terjadi di SMA Negeri 3 Kota Pematangsiantar yaitu
mayoritas perilaku bullying memukul dengan kesehatan psikologis yang tidak
sehat
3. Kesehatan psikologis pada remaja yang mengalami perilaku bullying akan
memiliki tekanan psikologis yang tinggi seperti, tidak ingin datang ke sekolah,
merasa kesepian atau selalu menyendiri, sedih, tidak percaya diri, tidak mau
bergaul dengan teman sekelas
B. Saran
Adapun saran yang di berikan oleh peneliti, diantaranya :
1. Diharapkan bagi pihak keluarga mengawasi perilaku anak di rumah dan pihak
sekolah melakukan pengawasan ketat yang diawasi oleh para guru dan guru
bimbingan konseling, bersikap tegas dan memberikan sanksi terhadap pelaku
perilaku bullying
2. Diharapkan para siswa yang mengalami kesehatan psikologis tidak sehat
karena adanya perilaku bullying yang terjadi di SMA Negeri 3 Kota
Pematangsiantar agar segera mendatangi guru bimbingan konseling untuk
membantu mengatasi masalah yang dialami oleh korban perilaku bullying
3. Diharapkan para remaja yang mengalami perilaku bullying harus mampu
menyesuaikan diri, mencapai kedewasaan dengan kemandirian, kepercayaan
untuk menghadapi kehidupan, mempertahankan konsep diri positif yang sudah
terbentuk, bergaul dengan teman lainnya
48
DAFTAR PUSTAKA
Dewi, DAPIS. (2014). Gambaran Kejadian dan Karakteristik Bullying pada Anak
Usia Sekolah di Sekolh Dasar Wilayah Kerja Puskesmas I Pekutatan
Kabupaten Jemnbrana Bali 2014 .http://wisuda.unud.ac.id (diakses 20
Maret 2017)
Fidela Herdyanti dan Margaretha. (2016). Hubungan Antara Konsep Diri Dengan
Kecenderungan Menjadi Korban Bullyingpada Remaja Awal. Jurnal
Psikologi Undip Vol.15 No.2, 92-98
F.J. Monks dan Siti Rahayu. (2015). Psikologi Perkembangan Pengantar Dalam
Berbagai Bagiannya. Gadjah Mada University Press. Jakarta
Jenita Doli Tine Donsu (2017). Metodologi Keperawatan. Pustaka Baru Press.
Yogyakarta
49
Kayleigh L, dkk. (2017). Association Between Experiencing Relational bullying
and Adolescent Health-Related Quality of Life. Journal of School Health
Vol. 87 No.11, 865-872
50
KUESIONER
1. Identitas Responden
Nama :
Kelas :
Umur :
Jenis Kelamin :
Agama :
PENGANTAR :
Angket ini bukan suatu tes dan tidak berpengaruh terhadap hasil belajar
siswa. Isilah angket ini tanpa ada rasa perasaan khawatir, serta tidak ada jawaban
yang benar dan salah. Remaja di SMA Negeri 3 di harapkan menjawab dengan
jujur dan teliti sesuai dengan keadaan yang sebenarnya pada saat ini. Jawaban ini
bersifat pribadi dan dijaga kerahasiannya. Oleh karena itu, kerjakanlah angket ini
secara jujur dan sungguh-sungguh dengan petunjuk pengerjaan di bawah ini.
Keterangan:
YA ()
TIDAK ()
51
Perilaku Bullying Mencela
NO Pernyataan Ya Tidak
7. Saya pernah di lecehkan oleh teman laki-laki satu kelas
dengan memegang payudara saya sehingga saya
merasa sangat sedih
8. Bokong saya pernah di pegang oleh teman laki-laki satu
kelas sehingga saya merasa sedih
9. Paha saya pernah di pegang oleh teman laki-laki satu
kelas sehingga saya merasa sedih
10. Rok saya pernah di naikan secara paksa oleh teman
teman sehingga saya merasa sangat malu
11. Saya pernah di siul-siul oleh teman laki-laki dengan
sengaja sehingga saya merasa di lecehkan
12. Teman laki-laki dengan sengaja bercanda dengan
mengarah pada hal berbau seksual kepada saya
sehingga saya merasa malu
13. Saya pernah di beri komentar bernada seksual sehingga
saya merasa di lecehkan
52
Perilaku Bullying Memukul
NO Pernyataan Ya Tidak
14. Kepala saya pernah di pukul oleh teman kelas secara
tiba-tiba sehingga saya kaget
15. Kaki saya pernah di tendang sangat kuat oleh teman-
teman sehingga membuat saya kesakitan
16. Rambut saya pernah di jambak secara tiba-tiba oleh
teman saya sehingga membuat saya kesakitan
17. Saya pernah dijahili oleh teman sekelas tanpa alasan
yang jelas sehingga membuat saya malu
18. Tangan saya pernah di cubit dengan sangat kuat oleh
teman-teman sehingga membuat saya kesakitan
NO Pernyataan Ya Tidak
19. Saya pernah di olok-olok di depan banyak orang oleh
teman-teman kelas sehingga membuat saya sangat malu
20. Saya pernah di hindarin oleh teman-teman sekelas saya
tanpa alasan yang jelas sehingga membuat saya sangat
sedih
21. Kemampuan saya pernah di remehkan oleh teman
sekelas sehinnga membuat saya sangat malu
22. Teman-teman melirik saya dengan mata tajam seolah-
olah tidak suka dengan saya sehingga membuat saya
merasa tidak nyaman
23. Saya pernah dimarahi oleh teman sekelas dengan
sesuka hatinya sehingga membuat saya sedih
24. Teman-teman menyuruh saya melakukan apa yang ia
mau
25. Saya pernah di bentak dengan nada yang sangat tinggi
oleh teman kelas saya sehingga membuat saya sedih
53
MASTER TABEL HUBUNGAN PERILAKU BULLYING DENGAN KESEHATAN PSIKOLOGIS PADA REMAJA DI SMA NEGERI 3 KOTA
PEMATANGSIANTAR TAHUN 2022
Identitas Responden Perilaku Bullying Mencela Perilaku Bullying Pelecehan Seksual Perilaku Bullying Memukul Perilaku Bullying Mengucilkan
espo Nama Kelas Umur Jenis Kelamin Agama P1 P2 P3 P4 P5 P6 Jumlah P7 P8 P9 P10 P11 P12 P13 Jumlah P14 P15 P16 P17 P18 Jumlah P19 P20 P21 P22 P23 P24 P25 Jumlah Sehat
1 Aldawiyah X MIPA 5 15 Tahun Perempuan Islam 0 1 0 0 1 1 3 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1
2 Hana T.L.Gaol X MIPA 5 16 Tahun Perempuan Kristen 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 1
3 Tasya A. Simarmata X MIPA 5 17 Tahun Perempuan Kristen 0 0 0 1 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 1 0 0 1 0 0 0 0 1 1
4 Asmawiyatul H. X MIPA 5 16 Tahun Perempuan Islam 1 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 1 1 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 1
5 Theresia Siagian X MIPA 5 15 Tahun Perempuan Kristen 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 1 0 0 1 1 1 3 0 0 0 0 0 0 0 0 1
6 Anggi Manalu X MIPA 5 15 Tahun Perempuan Kristen 1 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 1 2 0 0 0 0 0 0 1 1 1
7 Yenni S.S X MIPA 5 16 Tahun Perempuan Kristen 0 0 0 0 1 1 2 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 1 0 1 3 0 0 0 0 0 0 1 1 1
8 Windu Azura X MIPA 5 17 Tahun Perempuan Islam 0 0 0 0 1 1 2 0 0 0 0 0 1 0 1 1 0 0 1 0 2 0 0 0 0 0 0 0 0 1
9 Aisya F.Sihombing X MIPA 5 16 Tahun Perempuan Islam 0 1 0 1 0 0 2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 1 2 1
10 Priscillia R.Napitupulu X MIPA 5 16 Tahun Perempuan Kristen 0 1 1 1 0 0 3 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1
11 Dea A.U.Sianipar X MIPA 5 15 Tahun Perempuan Kristen 1 1 1 1 1 0 5 0 0 0 0 1 0 0 1 1 0 0 1 0 2 0 0 1 0 0 0 0 1 1
12 Anggi W.A.Siahaan X MIPA 5 15 Tahun Perempuan Kristen 1 1 1 0 0 0 3 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 0 0 1 3 0 0 0 0 0 0 0 0 1
13 Martha Silitonga X MIPA 5 16 Tahun Perempuan Kristen 1 1 1 0 0 0 3 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 1 0 1 0 1 3 1
14 Fadhil Roufio X MIPA 5 16 Tahun Laki-laki Islam 1 1 0 0 0 0 2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 0 0 0 0 0 2 1
15 Chelsia F. O X MIPA 5 15 Tahun Perempuan Kristen 1 1 1 0 1 0 4 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 1 1 1 4 0 0 0 1 0 1 0 2 0
16 Jeremi L. S X MIPA 5 15 Tahun Perempuan Kristen 1 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 1 0 1 4 0 0 0 0 0 0 0 0 1
17 Elisna Paxpahan X MIPA 5 15 Tahun Perempuan Kristen 0 0 0 0 1 1 2 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 1 1 1 4 0 0 0 0 0 0 0 0 1
18 Cindi F.Y. H X MIPA 5 16 Tahun Perempuan Kristen 1 1 0 0 1 1 4 0 0 0 0 1 0 0 1 1 0 1 1 1 4 0 1 1 1 1 1 1 6 0
19 Hani X MIPA 3 16 Tahun Perempuan Kristen 1 1 0 0 0 0 2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1
20 Agnes V.I. Purba X MIPA 3 16 Tahun Perempuan Kristen 1 1 0 1 0 1 4 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 1
21 Kartika Sianturi X MIPA 3 17 Tahun Perempuan Kristen 1 1 1 1 1 0 5 0 0 0 0 1 0 0 1 1 0 0 0 1 2 0 0 0 0 0 1 1 2 0
22 Try M.I. Panjaitan X MIPA 3 16 Tahun Perempuan Kristen 1 1 1 1 0 1 5 0 0 0 1 1 0 1 3 0 0 0 1 1 2 1 1 1 1 1 1 1 7 0
23 Ciindy . S X MIPA 3 15 Tahun Perempuan Kristen 1 1 1 1 1 1 6 0 0 0 0 1 0 0 1 1 1 1 1 1 5 1 1 1 1 1 1 1 7 0
24 Dian T. L. Pardede X MIPA 3 16 Tahun Perempuan Kristen 1 1 1 1 1 1 6 0 0 0 1 1 1 0 3 1 1 1 1 1 5 1 0 1 1 1 1 1 6 0
25 Cinta N. Hutajulu X MIPA 3 16 Tahun Perempuan Kristen 1 1 1 1 1 1 6 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 1 1 1 4 0 0 1 1 0 0 0 2 0
26 Sofia M. Nainggolan X MIPA 3 16 Tahun Perempuan Kristen 1 1 1 0 0 0 3 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 1 0 1 4 0 0 0 1 1 0 0 2 1
27 Raya F. Y. Simarmata X MIPA 3 16 Tahun Perempuan Kristen 1 1 1 1 1 1 6 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 1 1 1 5 0 0 1 1 1 1 0 4 0
28 Melki E. Sihaloho X MIPA 3 16 Tahun Perempuan Kristen 1 1 0 0 1 1 4 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 1 1 1 5 0 1 1 1 1 1 1 6 0
29 Dean .I.R Damanik X MIPA 3 16 Tahun Laki-laki Kristen 1 1 1 1 1 1 6 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 1 1 1 5 1 1 1 1 1 1 1 7 0
30 Shinta Manurung X MIPA 4 15 Tahun Perempuan Kristen 1 1 0 1 1 1 5 0 0 0 0 1 1 1 3 0 0 0 1 1 2 0 1 1 1 1 1 1 6 0
31 Gabriel Sidabutar X MIPA 4 16 Tahun Laki-laki Kristen 1 1 1 1 1 1 6 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 1
32 Anggi Simanjuntak X MIPA 4 16 Tahun Perempuan Kristen 1 0 1 0 0 1 3 0 0 0 0 1 1 1 3 0 0 0 0 1 1 0 0 0 1 1 0 1 2 0
33 Josua Sitepu X MIPA 4 16 Tahun Laki-laki Kristen 1 0 0 0 0 1 2 1 1 1 1 1 1 1 6 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1
34 Iqbal W. F. P X MIPA 4 15 Tahun Laki-laki Islam 1 1 0 0 1 0 3 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 1 0 0 3 0 0 1 0 0 1 1 3 0
35 Imel N. Sinaga X MIPA 4 15 Tahun Perempuan Kristen 1 1 1 0 1 0 4 0 0 0 0 1 1 1 3 1 1 1 1 1 5 1 1 0 1 0 1 1 5 0
36 Stefany Hutagalung X MIPA 4 16 Tahun Perempuan Kristen 1 0 0 1 0 0 2 0 0 0 0 1 1 1 3 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1
37 Yuni Lubis X MIPA 4 16 Tahun Perempuan Kristen 1 0 0 0 0 1 2 0 0 0 0 1 1 1 3 1 0 0 1 0 1 1 0 1 1 0 0 1 4 0
38 Yayang Gladista X MIPA 4 16 Tahun Perempuan Islam 1 1 0 1 0 1 4 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0 1 0 1 0 0 0 2 1
39 Susi D. Sitindaon X MIPA 4 17 Tahun Perempuan Kristen 1 1 1 0 0 0 3 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 1 0 0 0 2 1
40 Rizkyna X MIPA 4 17 Tahun Perempuan Kristen 1 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 1 0 0 0 1 0 1 0 1 1 1 0 0 0 2 1
41 Nia Helvita Sinaga X MIPS 4 15 Tahun Perempuan Kristen 1 1 0 1 0 0 3 0 0 0 0 1 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 1 1
42 Fadhila G. Tnjung X MIPA 4 16 Tahun Perempuan Kristen 1 1 1 0 0 0 3 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 1 1
43 Liza A. Pasha X MIPA 4 16 Tahun Perempuan Islam 1 1 1 0 0 0 3 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 1 1 3 0 0 0 1 0 0 0 1 1
Data SPSS Hubungan Perilaku Bullying Dengan Kesehatan Psikologis Pada Remaja
Di SMA Negeri 3 Kota Pematangsiantar Tahun 2022
Frequencies
Statistics
Mencela P.Seksual Memukul Mengucilkan
Valid 43 43 43 43
N
Missing 0 0 0 0
Frequency Table
Perilaku Bullying Mencela
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Mengucilkan
55
Mencela * Kategori Crosstabulation
Count
Kategori Total
Tidak sehat Sehat
Ya 12 4 16
Mencela
Tidak 3 24 27
Total 15 28 43
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
sided) sided) sided)
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5,58.
b. Computed only for a 2x2 table
Ya 2 1 3
P.Seksual
Tidak 13 27 40
Total 15 28 43
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
sided) sided) sided)
a. 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1,05.
b. Computed only for a 2x2 table
56
Memukul * Kategori Crosstabulation
Count
Kategori Total
Tidak sehat Sehat
Ya 10 7 26
Memukul
Tidak 5 21 26
Total 15 28 43
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
sided) sided) sided)
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5,93.
b. Computed only for a 2x2 table
Ya 10 0 10
Mengucilkan
Tidak 5 28 33
Total 15 28 43
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
sided) sided) sided)
a. 1 cells (25,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3,49.
57
LEMBAR KONSULTASI
BIMBINGAN PROPOSAL KARYA TULIS ILMIAH
Judul Proposal : Hubungan Perilaku Bullying Dengan Kesehatan Psikologis Pada Remaja Di
SMA Negeri 3 Kota Pematangsiantar Tahun 2022
Nama Mahasiswa : Widya Iramayani Purba
NIM : P07520119102
Dosen pembimbing : Soep.S.Kp,M.Kes
.
10. Senin, Bimbingan Revisi BAB 4
11/07/2022 dan BAB 5
Data Pribadi
Anak Ke : 3 (Ketiga)
Nama Orangtua
Pekerjaan Orangtua
Ayah : PNS
Ibu : PNS
Riwayat Pendidikan