Anda di halaman 1dari 50

LEMBAR PERSETUJUAN

Judul : Hubungan Tingkat Stress Terhadap Mekanisme Koping


Keluarga Dengan Anggota Keluarga Penderita Gangguan
Jiwa.
Nama : Eka Christmas Waruwu
NIM : P07520219014

Telah Diterima dan Disetujui Untuk Diseminarkan Dihadapan Penguji

Medan, Januari 2023

Menyetujui
Pembimbing I Pembimbing II

Dina Yusdiana, S.Kep., Ns. M.Kes Dra. Indrawati, S.Kep, Ns., M.Psi
NIP: 197606241998032001 NIP: 196310061983122001

Ketua Jurusan Keperawatan


Politeknik Kesehatan Kemenkes Medan

Johani Dewita Nasution, SKM, M.Kes


NIP: 196505121990032001

i
LEMBAR PENGESAHAN

Judul : Hubungan Tingkat Stress Terhadap Mekanisme Koping


Keluarga Dengan Anggota Keluarga Penderita Gangguan
Jiwa.
Nama : Eka Christmas Waruwu
NIM : P07520219014

Proposal Skripsi ini Telah Diuji pada Sidang Ujian Akhir Program
Jurusan Keperawatan Poltekkes Kemenkes Medan
Tahun 2023

Menyetujui
Penguji II
Penguji I

Endang Susilawati, SKM, M.Kes Johani Dewita Nasution, SKM, M.Kes


NIP: 196609231997032001 NIP: 196505121990032001

Ketua Penguji

Dina Yusdiana, S.Kep., Ns. M.Kes


NIP: 197606241998032001

Ketua Jurusan Keperawatan


Politeknik Kesehatan Kemenkes Medan

Johani Dewita Nasution, SKM, M.Kes


NIP: 196505121990032001

ii
PERNYATAAN TIDAK PLAGIAT

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam Skripsi ini tidak terdapat karya yang
pernah diajukan untuk disuatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan
saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan
oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebut
dalam daftar pustaka.

Medan, Januari 2023


6000

Eka Christmas Waruwu


NIM: P07520219014

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kesehatan Jiwa merupakan bagian penting dari suatu individu,
merupakan salah satu kondisi seorang individu dapat berkembang baik
secara fisik, mental, sosial dan spiritual. Individu dapat menyadari
kemampuannya dalam menyelesaikan/mengatasi tekan, serta dapat
bekerja dengan produktif, serta mampu memberikan kontribusi dalam
suatu komunitas. Kondisi perkembangan yang tidak sesuai pada individu
disebut gangguan jiwa.
Gangguan jiwa merupakan bentuk manefestasi dari bentuk
penyimpangan perilaku akibat adanya distoersi emosi sehingga di
temukan ketidakwajaran dalam bertingkah laku. Hal ini terjadi karena
menurunnya semua fungsi kejiwaan. Perasaan tertekan atau depresi
akaibat gagalnya seseorang dalam memenuhi sebuah tuntutan tersebut
akan mengawali terjadinya penyimpangan kepribadian yang merupakan
awal terjadinya gangguan jiwa. Sikap yang positif terhadap diri sendiri,
tumbuh, berkembang, memiliki aktualisasi diri, keutuhan, kebebasan diri,
memiliki persepsi sesuai dengan kenyataan, dan kecakapan dalam
beradaptasi dengan lingkungan (Stuart & Laraia, 1998).
Badan Kesehatan Dunia (WHO) pada tahun 2018 terdapat sekitar
35 juta orang mengalami stress. Serta dampak pandemi pada tahun 2020
membuat kesehatan mental menjadi salah satu bidang kesehatan
masyarakat yang terabaikan. Dampak yang ditimbulkan juga tinggi,
dimana hampir 350 juta penduduk dunia mengalami stress sehingga
stress yang dialami keluarga berlanjut pada kelelahan, gangguan fisik,
psikologis, dan ktidakberdayaan keluarga menghadapi stress.
Di Indonesia gangguan jiwa berat tertinggi di Yogyakarta dan
Aceh (masing-masing 2,7%), posisi kedua di Sulawesi Selatan (2,6%),
posisi ketiga di Jawa Tengah dan Bali (masing-masing 2,3%), posisi ke
empat berada di Bangka Belitung dan Jawa Timur (masing-masing 2,2%),
posisi kelima di NTB (2,1%), posisi keenam berada di Sumatera Barat,
Bengkulu, Sulawesi tengah (masing-masing 1,9%), dan gangguan jiwa

1
berat terendah di Kalimantan Timur (0,7%) (Rikedas 2013). Prevalensi
gangguan jiwa di indonesia saat ini masih cukup tinggi, berdasarkan data
Riset Kesehatan Dasar (Riskedas) tahun 2018, jumlah penduduk berusia
lebih dari 15 tahun yang mengalami gangguan jiwa ringan hingga sedang
mencapai 11,6% (sekitar 19 juta), gangguan jiwa berat mencapai 0,46%
(sekitar 1 juta orang). Berdasarkan data tersebut dapat disimpulkan
bahwa masih banyak masyarakat yang mengalami gangguan jiwa.
Sementara jumlah tenaga medis, obat-obatan dan tempat pengobatan
umum bagi penderita gangguan jiwa masih terbatas.
Terhitung sejak Januari hingga September 2022, gangguan
kejiwaan di Provinsi Sumatera Utara mencapai 7,8 % dari 14,56 juta
jumlah penduduk. Sekitar 1,4% dari 2,64 juta total jumlah penduduk kota
medan mengalami gangguan jiwa (BPS Medan 2022). Perubahan situasi
sosial ekonomi dan situasi sosial politik yang tidak dapat di prediksi
menjadi salah satu pencetus menyebabkan tingginya angka kemiskinan
yang berdampak naiknya angka krisis gangguan jiwa.
Penelitian yang dilakukan Yolla Yolanda, dkk (2016), “ Dukungan
Sosial Keluarga Dengan Tingkat Stress Anggota Keluarga Yang Merawat
Pasien Gangguan Jiwa” dengan hasil ada hubungan negatif dengan
kekuatan rendah antara dukungan sosial keluarga dengan tingkat stres
anggota keluarga yang merawat pasien gangguan jiwa di wilayah kerja
puskesmas banjar baru.
Penelitian yang dilakukan Siti Amalia 2018, “Stress Keluarga
Dengan Anggota Keluarga Dirawat Di Ruang Intensive” Ditemukannya
ada pengaruh stressor keluarga terhadap stress keluarga dengan
anggota keluarga dirawat diruang intensive. Peneliti berpendapat bahwa
stressor keluarga dengan anggota keluarga dirawat diruang intensive
cenderung tinggi dikarenakan ke khawatiran dan ketakutan keluarga
terhadap kehilangan anggota keluarganya.
Namun, hasil penelitian yang dilakukan oleh Rina Kartikasari
2018, “Mekanisme Koping Keluarga Dengan Anggota Keluarga Yang
Menderita Gangguan Jiwa (Skizofrenia, Deprersi, dan Cemas) Di
Poliklinik Psikiatri RSAU de. M. Salamun). Hasil penelitian yang diperoleh
menunjukkan bahwa mayoritas mekanisme koping keluarga adalah

2
maladaptif dengan kategori sedang. Mayoritas keluarga cenderung
membawa angoota keluarga yang penderita gangguan jiwa ke orang
pintar (paranormal) dibandingkan dengan membawa ke rumah sakit jiwa.
Penelitian yang dilakukan Yelsi Wanti, dkk 2016, : Gambaran
strategi Koping Keluarga Dalam Merawat Anggota Keluarga Yang
Menderita Gangguan Jiwa Berat”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
sebagian dari responden lebih cenderung menggunakan emotional
focused coping (EFC) dalam menghadapi beban merawat anggota
keluarga yang mengalami gangguan jiwa berat, sedangkan sebagian kecil
menggunakan problem focused coping (PFC) dan sebagian kecil yang
menggunakan keduanya.
Penelitian yang dilakukan Tri Sumarsih, dkk 2022, “Strategi koping
Keluarga Terhadap Kekambuhan Pasien Gangguan Jiwa dengan perilaku
Kekerasan”. Hasil penelitian menunjukkan penggunaan strategi koping
pada sub koping EFC didapatkan penggunaan yang paling tinggi pada
self control, kemudian di ikuti distancing, dan accepting responbility,
sedangkan planfull problem solving merupakan sub koping pada PFC
pilihan pertama yang banyak digunakan oleh responden penelitian.
Kecendrungan responden penelitian dalam memilih strategi koping EFC
berkaitan dengan kondisi pasien asuhannya yang kronis. Sebagian
penelitian juga mendapat hasil yang sama bahwa kecendrungan individu
untuk menggunakan strategi koping EFC.
Stres yang di hadapi oleh keluarga dengan adanya pasien
gangguan jiwa ditunjukkan dengan perubahan waktu istirahat, perubahan
nafsu makan, hilangnya ketertarikan dalam menjalni hiburan yang dulu
menyenangkan, adanya rasa takut, adanya rasa tegang, gangguan
kecerdasan, dan gejala-gejala tingkat lainnya yang dapat menimbulkan
rasa cemas, dan terganggu setiap melakukan kegiatan ibadah. Oleh
karena itu betapa pentingnya peran dan fungsi keluarga dalam
membentuk manusia sebagai anggota masyarakat yang sehat bio-psiko-
sosial-spiritual. Jadi sangat tepatlah bila keluarga sebagai titik sentral
pelayanan keperawatan, terutama dalam merawat anggota keluarga yang
mengalami gangguan jiwa. Berdasarkan data yang di peroleh hingga
akhir desember 2022 dari Rekam Medik Rumah Sakit Jiwa Prof. dr. M.

3
Ildrem yaitu 1.859 yang mengalami gangguan jiwa. Dari jumlah tersebut
didapatkan data sekitar 357 keluarga pasien mengalami/memiliki stress.
Hasil survey yang di lakukan oleh peneliti dari 10 anggota keluarga yang
memiliki anggota keluarga penderita gangguan jiwa, 7 responden
diantaranya mengalami stress ringan, 3 responden mengalami stress
sedang.
Berdasarkan data tersebut, peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian tentang Hubungan Tingkat Stress Terhadap Mekanisme Koping
Keluarga Dengan Anggota Keluarga Yang Mengalami Gangguan Jiwa di
Poli Jiwa Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr. M. Ildrem Medan, Provinsi Sumatera
Utara.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan
masalah dalam penelitian ini adalah “ Bagaimana Hubungan Tingkat
Stress Keluarga Penderita Gangguan Jiwa dengan Mekanisme Koping di
Poli Jiwa Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr. M. Ildrem Medan, Provinsi Sumatera
Utara ?”.

1.3 Tujuan Penelitian


1.3.1 Tujuan Umum
Mengidentifikasi Hubungan Tingkat Stress Keluarga Penderita
Gangguan Jiwa dengan Mekanisme Koping di Poli Jiwa Rumah
Sakit Jiwa Prof. Dr. M. Ildrem Medan, Provinsi Sumatera Utara.
1.3.2 Tujuan Khusus
a) Mengidentifikasi tingkat stress keluarga dalam merawat anggota
keluarga yang mengalami gangguan jiwa di Poli Jiwa Rumah Sakit
Jiwa Prof. Dr. M. Ildrem Medan.
b) Mengidentifikasi koping keluarga dalam merawat anggota keluarga
yang mengalami gangguan jiwa di Poli Jiwa Rumah Sakit Jiwa
Prof. Dr. M. Ildrem Medan.
c) Menganalisis Hubungan Tingkat Stress Pada Anggota Keluarga
Yang Mengalami Gangguan Dengan Mekanisme Koping di Poli

4
Jiwa Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr. M. Ildrem Medan, Provinsi
Sumatera Utara.

1.4 Manfaat Penelitian


1.4.1 Manfaat Teoritis
Diharapkan, penelitian ini dapat memberikan informasi ilmiah
tentang hubungan tingkat stress keluarga pada anggota keluarga
yang mengalami gangguan jiwa dengan mekanisme koping. Serta
sebagai referensi keluarga dalam upaya pencegahan yang efektif
mencegah atau meringankan terjadinya stress keluarga.
1.4.2 Manfaat Praktis
a. Bagi Peneliti
Hasil penelitian yang dilakukan ini dapat menambah ilmu
pengetahuan peneliti tentang hubungan tingkat stress & koping
keluarga dengan anggota keluarga yang mengalami gangguan
jiwa di poli jiwa rumah sakit jiwa serta menegmbangkan
kemampuan peneliti dalam menyusun suatu laporan penelitian.
b. Bagi Keluarga
Mengembangkan koping keluarga yang baik dalam merawat
anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa. Serta dapat
menanggulangi tingkat stres yang di alami oleh keluarga.
Mengembangkan rasa kasih sayang terhadap anggota keluarga
yang mengalami gangguan jiwa, serta mengurangi anggapan
anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa adalah sebuah
aib keluarga.
c. Bagi Rumah Sakit
Diharapan penelitian ini dapat memberikan ilmu tambahan dan
gambaran kepada pelayanan kesehatan tentang tingkat stres dan
koping dalam merawat anggota keluarga gangguan jiwa.
d. Bagi Profesi
Sebagai bahan masukan tenaga medis/perawat dalam memberi
dukungan sosial yang merawat anggota keluarga dengan
gangguan jiwa.

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Pustaka
2.1 Konsep Stress
2.1.1 Pengertian Stress
Stress adalah reaksi dari tubuh (respon) terhadap lingkungan
yang dapat memproteksikan diri kita yang juga merupakan bagian
dari sistem pertahanan yang membuat kita tetap hidup. Stress adalah
kondisi yang tidak menyenangkan dimana manusia melihat adanya
tuntutan dalam suatu situasi sebagai beban atau di luar batasan
kemampuan mereka untuk memenuhi tuntutan tersebut.
Stress di definisikan sebagai ketidakmampuan mengatasi
ancaman yang dihadapi oleh mental, fisik, emosional, dan spiritual
manusia tersebut. Stress dapat di pandang dengan 2 acara, yaitu
stress baik dan stres buruk (distress). Stress yang baik disebut
dengan stress positif, sedangkan stress yang buruk disebut stress
negatif. Stress adalah respon/reaksi yang dialami tubuh terhadap
stressor psikososial (tekanan mental/beban kehidupan (Priyoto,
2014). Stress adalah suatu kondisi normal pada waktu menghadapi
perubahan dan ancaman dengan respons yang dapat adaptif.
Menurut Patel (1996), stress tidak selalu bersifat negatif, tidak selalu
positif, bergantung pada kemampuan kita untuk mengukur masalah
dengan menggunakan standar ideal diri.
Gambar 2.1 Teori Stress (Lazarus & Folkman, 1984)

Stressor Respon Emosi Koping

Respon
Adaptasi

6
2.1.2 Faktor-Faktor Penyebab Stress
Stresor adalah faktor-faktor dalam kehidupan manusia yang
mengakibatkan terjadinya respons stress. Stresor dapat berasal dari
berbagai sumber baik dari kondisi fisik, psikologis, maupun sosial dan
juga muncul pada situasi kerja, di rumah, dalam kehidupan sosial,
dan lingkungan luar lainnya (Patel 1996).
Secara garis besar, stresor bisa dikelompokkan menjadi dua :
1. Stresor mayor, yang berupa major live events yang meliputi
peristiwa kematian orang yang disayangi, masuk sekolah untuk
pertama kali, dan perpisahan.
2. Stresor minor, yang berasal berawal dari stimulus tentang
masalah hidup sehari-hari, misalnya ketidaksenangan emosional
terhadap hal-hal tertentu sehingga menyebabkan munculnya
stress (Brantley, 1998).

Taylor (1991) merinci beberapa karakteristik kejadian yang


berpotensi dan dinilai dapat menciptakan stresor.

1. Kejadian negatif, agaknya lebih banyak menimbulkan stress dari


pada kejadian negatif.
2. Kejadian yang tidak terkontrol dan tidak terprediksi lebih membuat
stress dari pada kejadian yang terkontrol dan terprediksi.
3. Kejadian “ambigu” sering kali dipandang lebih mengakibatkan
stress daripada kejadian yang jelas.
4. Manusia yang tugasnya melebihi kapasitas (overload) lebih
mudah mengalami stress daripada orang yang memiliki tugas
lebih sedikit.

Ada beberapa sumber stress yang berasal dari lingkungan,


diantaranya lingkungan fisik, seperti: polus udara, kebisingan,
kesesakan, lingkungan kontak yang bervariasi, serta kompetisi
hidup yang tinggi (Howart dan Gillham, 1981 dalam Atkinson,
1990). Selain itu, sumber stress yang lain dapat meliputi hal-hal
berikut.

7
1. Dalam diri Individu
Hal ini berkaitan dengan adanya konflik. Pendorong dan penarik
konflik menghasilkan dua kecenderungan yang berkebalikan, yaitu
approach dan avoidance. Kecenderungan ini menghasilkan tipe
dasar konflik, (Yusuf, 2015) yaitu:
a) Approach-approach Conflict, muncul ketika kita tertarik
terhadap dua tujuan yang sama-sama baik.
b) Avoidance-avoidance Conflict, muncul ketika kita
dihadapkan pada satu pilihan antara dua situasiyang tidak
menyenangkan.
c) Approach-avoidance Conflict muncul ketika kita melihat
kondisi yang menarik dan tidak menarikdalam satu tujuan
atau situasi.
2. Dalam Keluarga
Dari keluarga ini yang cenderung memungkinkan munculnya
stress adalah hadirnya anggota baru, sakit dan kematian dalam
keluarga.
3. Dalam komunitas dan masyarakat
Kontak dengan orang diluar keluarga menyediakan banyak
sumber stres, misalnya pengalaman anak di tempat belajar.

2.1.3 Jenis-jenis Stres


Menurut Donsu (2017) secara umum stres dibagi menjadi 2, yaitu:
1. Stress Akut
Stress yang dikenal juga dengan fight or flight response. Stress
akut adalah respons stress akut yang segera di instensif di
beberapa keadaan dapat menimbulkan gemetaran.
2. Stress Kronis
Stress kronis adalah stress yang lebih sulit dipisahkan atau diatasi
dan efeknya lebih Panjang dan lebih.
Menurut Priyoto (2014) menurut gejalanya stress dibagi
menjadi tiga yaitu:
1. Stress Ringan

8
Stress ringan adalah stressor yang dihadapi setiap orang
secara teratur, seperti banyak tidur, kemacetan lalu lintas,
kritikan dri atasan, situasi stress ringan berlangsung
beberapa menit atau jam saja. Ciri-ciri stress ringan yaitu
semangat meningkat, penglihatan tajam, energy
meningkat namun cadangan energynya menurun,
kemampuan menyelesaikan pelajaran meningkat, sering
merasa lebih tanpa sebab kadang terdapat gangguan
system seperti pencernaan otak, perasaan tidak santai.
Stress ringan berguna 12 karena dapat memacu
seseorang seseorang untuk berpikir dan berusaha lebih
Tangguh menghadapi tantangan hidup.
2. Stress sedang
Stress sedang berlangsung lebih lama dari pada stress
ringan. Penyebab stress sedang yaitu situasi yang tidak
terselesaikan dengan rekan anak yang sakit atau
ketidakhadiran yang lama dari anggota keluarga . Ciri ciri
stress sedang yaitu sakit perut, mules, otot-otot terasa
tengang, perasan tegang, gangguan tidur, badan terasa
ringan.
3. Stress Berat
Stress berat adalah situasi yang lama dirasakan oleh
seorang dapat berlangsung beberapa minggu sampai
beberapa bulan, seperti perselisihan perkawinan secara
terus menerus, kesulitan financial yang berlangsung lama
karena tiidak ada perbaikan, berpisah dengan keluarga,
berpindah tempat tinggal mempunyai penyakit kronis dan
termasuk perubahan fisik, psikologis sosial pada usia
lanjut. Ciri-ciri stress berat yaitu sulit beraktifitas,
gangguan hubungan sosial, sulit tidur, negatifistic,
penurunan konsentrasi, takut tidak jelas, keletihan
meninggkat, tidak mampu melakukan pekerjaan
sederhana, gangguan sistim meningkat, perasaan takut
meningkat.

9
Macam-macam stress menurut psikologi manusia, Hanun
(2011) menyebutkan ada 4 macam-macam stress,
diantaranya:

a. Stres Kepribadian
Stress kepribadian adalah stres yang dipicu dari dlam diri
seseorang yang berhubungan dengan cara pandang terhadap
masalah dan kepercayaan atas dirinya.
b. Stress Psikososial
Stress psikososial adalh stress yang dipicu oleh hubungan
relasi dengan orang lain disekitarnya atau akibat situasi sosial
lainnya, seperti stress adaptasi dengan lingkungan baru, dan
masalah cinta, keluarga serta stress macet di tengah jalan
raya, ataupun di ejek orang lain atau sebagainya.
c. Stress Bioekologi
Stress yang dipicu oleh 2 hal, pertama ekologi atau
lingkungan, seperti polusi atau cuaca, sedangkan kedua
adalah akibat kondisi biologis, misalnya akibat datang bulan,
demam, asma, jerawatan, penuaan dan sebagainya.
d. Stress Pekerjaan
Stress pekerjaan adalah stress yang dipicu oleh pekerjaan
seseorang.

2.1.4 Tahapan Stress


Ada 6 tahapan stress, yaitu:
e. Stress tahap pertama (paling ringan)
Stress yang disertai dengan perasaan nafsu bekerja yang
besar dan berlebihan, mampu menyelesaikan pekerjaan tanpa
memperhitungkan tenaga yang dimiliki, dan penglihatan
menjadi tajam.
f. Stress tahap kedua
Stress yang disertai keluhan, seperti bangun pagi tidak segar
dan letih, lekas capek pada saat menjelang sore, lekas lelah
sesudah makan, tidak dapat rileks, lambung atau perut tidak

10
nyaman (bowel discomfort), jantung berdebar, otot tengkung
dan punggung tegang, hal tersebut terjadi karena tenaga tidak
memadai.
g. Stress tahap ketiga
Stress dengan tahap keluhan seperti defekasi tidak teratur
(kadang-kadang diare) otot semakin tegang, emosional,
insomnia, mudah terjaga dan sulit tidur kembali (middle
insomnia), bangun terlalu pagi dan sulit untuk tidur kembali
(late insomnia), koordinasi tubuh tertanggu, dan mau jatuh
pingsan.
h. Stress tahap keempat
Tahapan stress dengan keluhan seperti tidak mampu bekerja
sepanjang hari (loyo), aktivitas terasa sulit dan menjenuhkan,
respon tidak adekuat, kegiatan rutin terganggu, gangguan pola
tidur, sering menolak ajakan, konsentrasi dan daya ingat
menurun, seta timbul ketakutan dan kecemasan.
i. Stress tahap kelima
Stress yang ditandai dengan kelelahan fisik dan mental
(psycal & psychological exhaustion), ketidakmampuan
mentelesaikan pekerjaan berat, meningkatnya rasa takut dan
cemas, bingung dan panik.
j. Stress tahap keenam (paling berat)
Tahapan stress dengan tanda-tanda, seperti jantung berdebar-
debar kencang, sesak nafas, badan gemetar, dingin dan
banyak keluar keringat, loyo, serta pingsan atau collaps.

2.1.5 Dampak Stress


Stress pada dosis dapat berdampak positif bagi individu. Hal ini
dapat memotivasi dan memberikan semangat untuk menghadapi 13
tantangan. Sedangkan stress pada level seangkan stress pada level
yang tinggi dapat menyebabkan depresi, penyakit kardiovaskuler,
penurunan respon imun, dan kanker (Donsu, 2017).
Menurut Priyoto (2014) dampak stress dibedakan menjadi 3
kategori, yaitu :

11
A. Dampak Fisiologik
1) Gangguan pada organ tubuh hiperaktif dalam salah
satu sistem tertentu.
a) Muscle nyopathy : otot tertentu mengencang atau
melemah.
b) Tekanan darah naik : kerusakan jantung dan
arteri.
c) Sistem pencernaan : maag dan diare.
2) Gangguan sisstem reproduksi
a) Amenorrhea: tertahannya menstruasi.
b) Kegagalan ovulasi pada wanita, impotensi pada
pria, kurang produksi semen pada pria.
c) Kehilangan gairah sex.
B. Dampak Psikologik
1) Kelebihan emosi jenuh, penghayatan ini merupakan
tanda pertama dan punya peran sentral bagi terjadinya
burn-out.
2) Kewalahan/keletihan emosi.
3) Pencapaian pribadi menurun, sehingga berakibat
menurunnya rasa kompeten dan sukses.
C. Dampak Perilaku
1) Manakah stress menjadi distress, prestasi belajar
menurun dan sering terjadi tingkah laku yang tidak
diterima oleh masyarakat.
2) Level stress yang cukup tinggi berdampak negatif pada
kemampuan mengingat informasi, mengambil
keputusan, mengambil langkah tepat.
3) Stresss yang berat seringkali banyak membolos atau
tidak aktif mengikuti kegiatan pembelajaran.

2.1.6 Alat Ukur Tingkat Stress


Alat ukur yang digunakan dalam pengukuran tingkat stress dalam
penelitian ini adalah Kuesioner DASS-42 yang didalamnya terdapat
42 aspek penilaian dengan 3 skala yang diukur yaitu skala depresi,

12
kecemasan, dan stresss. Dalam penelitian ini yang mengukur tingkat
stresss, aspek pertanyaan yang digunakan dari kuesioner DASS-42
yaitu nomor 1, 6, 8, 11, 12, 14, 18, 22, 7, 29, 32, 33, 35, dan 39
(Tabel kuesioner terlampir). Self assesment yang dilakukan dengan
cara mengisikan nilai 0: tidak terjadi, 1: jarang terjadi, 2: kadang-
kadang terjadi, atau 3: sering terjadi pada setiap item. Skor akhir
pada kuesioner DASS-42 dihitung berdasarkan total nilai akhir pada
setiap gangguan sehingga maksimal total skor untuk setiap
gangguan adalah sebesar 3x14 = 42. Tingkat keparahan setiap
gangguan dapat dilihat dalam tabel berikut (Kusumadewi, 2020) :
Tabel 2.1 Kuesioner DASS
Tingkat Tingkat Stress
Normal 0-14
Ringan 15-18
Sedang 19-25
Parah 26-33
Sangat Parah >34

2.2 Konsep Mekanisme Koping


2.2.1 Pengertian Mekanisme Koping
Koping adalah perubahan kognitif dan perilaku secara konstan
dalam upayan untuk mengatasi tuntutan untuk internal atau eksternal
khusus yang melelahkan atau melebihi sumber individu (Lazarus
1995). Koping melibatkan usaha atau upaya dalam mengelola situasi
yang membebani serta memperluas usaha dalm memecahkan
masalah-maslah hidup, dan berusaha mengurangi atau mengatasi
stress.
Koping merupakan usaha suatu individu untuk melakukan
perubahan kognitif dan perilaku tetap dalam upaya dalam mengatur
kebutuhan khusus eksternal dan internal yang dinilai mengganggu
atau melalui sumber-sumber yang dilalui individu (Folkman, 1986).
Keberhasilan dalam koping berkaitan dengan sejumlah karakteristik,
termasuk penghayatan mengenai kendali pribadi, emosi positif, dan

13
sumber daya personal (Folkman & Moskowitz, 2004). Mekanisme
koping berdasarkan penggolongannya dibagi menjadi 2.
1. Mekanisme Koping Adaptif.
Merupakan mekanisme koping yang mendukung fungsi integrasi,
pertumbuhan, belajar, dan mencapai tujuan. Kategorinya adalh
berbicara dengan orang lain, memecahkan masalah secara efektif,
teknik relaksasi, latihan seimbang, dan aktivitas konstruktif.
2. Mekanisme Koping Maladaptif
Merupakan mekanisme koping yang menghambat fungsi integrasi,
memecah pertumbuhan, menurunkan otonomi, dan cenderung
menguasai lingkungan.

Adaptif Maladaptif

Gambar 2.2 Mekanisme Koping

2.2.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Mekanisme Koping


Faktor-faktor yang mempengaruhi mekanisme koping yaitu (Lazarus
dan Folkman, 1984):
1. Kesehatan Fisik
Kesehatan fisik salah satu hal yang sangat penting, sebab selama
dalam mengalami stress individu dituntut untuk mengerahkan
tenaga yang cukup besar.
2. Keyakinan atau Pandangan Positif
Keyakinan menjadi sumber daya psikologis yang sangat penting,
seperti keyakinan atau nasib (external locus of control) yang
mengarahkan individu pada penilaian ketidakberdayaan
(helplesseness) yang akan menurunkan kemampuan strategi
koping tiper : problem solving focused coping.
3. Keterampilan Memecahkan Masalah
Keterampilan ini meliputi kemampuan untuk mencari informasi,
menganalisa situasi, mengidentifikasi masalah dengan tujuan
untuk menghasilkan alternatif tindakan, kemudian
mempertimbangkan alternatif tersebut sehubungan dengan hasil

14
yang ingin dicapai, dan pada akhirnya melaksanakan rencana
dengan suatu tindakan yang tepat.
4. Keterampilan Sosial
Keterampilan ini meliputi kemampuan untuk berkomunikasi dan
bertingkah laku dengan cara-cara yang sesuai dengan nilai-nilai
yang berlaku di masyarakat.
5. Dukungan Sosial
Dukungan ini meliputi dukungan pemenuhan kebutuhan informasi
dan emosional pada diri individu yang diberikan oleh orang tua,
anggota keluarga lain, saudara, teman dan lingkungan masyrakat
sekitarnya. Aspek-aspek koping terhadap stress : keaktifan diri,
perencanaan, kontrol diri, mencari dukungan sosial, mengingkari,
penerimaan, religiulitas.

2.2.3 Pengkajian Mekanisme Koping


Koping yang dikaji melalui berbagai aspek, salah satunya adalah
aspek psikososial Keliat (1999), yaitu :
1. Reaksi Orientasi Tugas
Berorientasi terhadap tindakan untuk memenuhi tuntutan dari
situasi stress secara realistis, dapat berupa konstruktif atau
destruktif. Contohnya sebagai berikut:
a. Perilaku menyerang (agresif), biasanya untuk
menghilangkan atau mengatasi rintangan untuk
memuaskan kebutuhan.
b. Perilaku menarik diri digunakan unruk menghilangkan
sumber-sumber baik secara fisik atau psikologis.
c. Perilaku kompromi digunakan untuk merubah cara
melakukan, merubah tujuan atau memuaskan aspek
kebutuhan pribadi seseorang.
2. Mekanisme Pertahanan Ego
Sering disebut dengan mekanisme pertahanan mental. Adapun
beberapa mekanisme pertahanan ego adalah sebagai berikut.
a. Kompensasi

15
Proses dimana seseorang memperbaiki penurunan citra
diri dengan secara tegas menonjolkan keistimewaan
ataupun kelemahan yang dimilikinya ataupun menutupi
kelemahannya dengan menonjolkan kemampuan atau
kelebihannya.
b. Penyangkalan (Denial)
Menyatakan ketidaksetujuan terhadap realitas dengan
mengingkari realitas tersebut atau menolak untuk menerima
atau menghadapi kenyataan yang tidak enak. Mekanisme
pertahanan ini adalah yang paling sederhana dan paling
primitif.
c. Pemindahan (DisplacementI)
Pengalihan emosi yang semula ditujukan pada
seseorang atau benda lain yang biasanya netral atau lebih
sedikit mengancam dirinya.
d. Disosiasi
Pemisahan suatu kelompok proses mental atau perilaku
dari kesadaran atau identitasnya. Keadaan diman terdapat
dua atau lebih kepribadian pada diri seorang individu.
e. Identifikasi (Identification)
Proses dimana seseorang menjadi seseorang yang ia
kagumi berupaya mengambil atau menirukan pikiran-pikiran,
perilaku, dan selera orang tersebut.
f. Intelektualisasi (Intelectualization)
Menggunakan logika dan alasan yang berlebihan untuk
menghindari pengalaman yang mengganggu perasaannya.
g. Introjeksi (intrijection)
Suatu jenis identifikasi yang kuat dimana seseorang
mengambil dan melebur nilai-nilai dan kualitas seseorang
atau kelompok ke dalam struktur egonya sendiri, merupakan
hati nurani.
h. Isolasi
Pemisahan unsur emosional dari suatu pikiran yang
mengganggu dapat bersifat sementara atau berjangka lama.

16
i. Proyeksi
Pengalihan buah pikiran atau implus pada diri sendiri
kepada orang lain terutama keinginan, perasaan, perasaan
emosional, dan motivasi yang tidak dapat ditoleransi.
j. Reaksi Formasi
Pengembangan sikap dan pola perilaku yang ia sadari,
yang bertentangan dengan apa yang sebenarnya ia rasakan
atau ingin lakukan.
k. Rasionalisasi
Mengemukakan penjelasan yang tampak logis dan
dapat diterima masyarakat untuk menghalalkan &
membenarkan implus, perasaan, perilaku, dan motif yang
tidak dapat diterima.
l. Regresi
Mundur ketingkat perkembangan yang lebih rendah,
dengan respons yang kurang matang dan biasanya dengan
aspirasi yang kurang.
m. Represi
Secara tidak sadar menekan pikiran yang berbahaya
dan menyedihkan dari alam sadar ke alam tidak sadar,
semacam penyingkiran.
n. Pemisahan (Splitting)
Sikap yang mengelompokkan orang atau keadaan
sebagai semuanya baik atau semuanya buruk.
o. Sublimasi
Mencari pemuasan atau menghilangkan keinginan
seksual dalam kegiatan non-seksual. Nafsu yang tidak
terpenuhi (terutama seksual) disalurkan kepada kegiatan
lain yang dapat diterima oleh msyarakat. Implus yang
berasal dari Id yang sukar disalurkan karena dapat
mengganggu individu atau masyarakat.
p. Supresi
Individu secara sadar menolak pikirannya keluar dari
alam sadarnya dan memikirkan hal yang lian. Supresi tidak

17
begitu berbahaya karena dilakukan secara sengaja dan
individu mengetahui apa yang dibuatnya.
q. Undoing
Tindakan atau perilaku atau komunikasi yang
menghapuskan atau sebagai dari tindakan atau perilaku
atau komunikasi sebelumnya.
r. Koversi
Transformasi emosional ke dalam bentuk gejala-gejala
jasmani.
s. Fiksasi
Berhentinya tingkat perkembangan pada salah satu
aspek tertentu, seperti: emosi, tingkah laku, atau pikiran
sehingga perkembangan selanjutnya terhambat.
t. Simbolisasi
Menggunakan benda atau tingkah laku sebagai simbol
pengganti suatu keadaan atau hal yang sebenarnya.

2.2.4 Strategi Koping


Menurut Mooss (1984) yang dikutip oleh (Jannah, 2017) koping yang
negatif :

1. Penyangkalan (avoidance) Penyangklaan meliputi penolakan


untuk menerima dan menghargai keseriusan penyakit.
2. Menyalahkan diri sendiri (self-blame) Koping ini muncul sebagai
reaksi terhadap sutau keputusasaan. Seseorang merasa bersalah
dan semua yang terjadi akibat dari perbuatannya.
3. Pasrah (Wishfull thinking) Seseorang merasa pasrah terhadap
masalah yang menimpanya, tanpa adanya usaha dan motivasi
untuk menghadapi.
Strategi koping merupakan suatu proses individu berusaha
untuk menangani atau mengatasi situasi stress yang menguasai
akibat masalah yang dihadapi, dengan cara melakukan perubahan
kognitif maupun perilaku guna memperoleh rasa aman dalam
dirinya (Mu’tadin 2002).

18
2.2.5 Aspek Strategi Koping

Lazarus & Folkman (Sarafino, 1998; Safaria & Saputra, 2005),


membagi aspek strategi coping menjadi dua yaitu:
a. Problem focused coping (PFC) merupakan strategi atau usaha
untuk mengurangi situasi stress dengan cara mengembangkan
kemampuan atau mempelajari keterampilan yang baru untuk
mengubah dan menghadapi situasi, keadaan atau pokok
permasalahan.
Sub aspek problem focused coping, yaitu:
1. Confrontive Coping ialah strategi yang ditandai oleh usaha-
usaha yang bersifat agresif untuk mengubah situasi, termasuk
dengan cara mengambil resiko. Hal ini dilakukan individu
dengan cara tetap bertahan pada apa yang diinginkan.
2. Planful Problem-Solving yaitu menganalisa setiap situasi yang
menimbulkan masalah serta berusaha mencari solusi secara
langsung terhadap masalah yang dihadapi.
3. Seeking social support adalah strategi yang ditandai oleh
usaha-usaha untuk mencari nasihat, informasi atau dukungan
emosional dari orang lain.
b. Emotion focused coping (EFC) merupakan strategi untuk
mengontrol respon emosional terhadap situasi yang sangat
menekan Emotion focused coping cenderung dilakukan apabila
individu tidak mampu atau merasa tidak mampu mengubah kondisi
yang stressful.
Sub aspek emotion focused coping, yaitu:
1. Distancing adalah usaha mengeluarkan upaya kognitif untuk
melepaskan diri dari masalah atau membuat sebuah harapan
positif.
2. Self-Control strategi dimana seseorang mencoba untuk
mengatur perasaan diri sendiri atau tindakan dalam
hubungannya ntuk menyelesaikan masalah.
3. Accepting Responsibility adalah suatu strategi dimana individu
menerima bahwa dirinya memiliki peran dalam masalah yang

19
dihadapinya sementara mencoba untuk memikirkan jalan
keluarnya.
4. Escape-avoidance strategi berupa perilaku menghindar atau
melarikan diri dari masalah dan situasi stres dengan cara
berkhayal atau berangan-angan juga dengan cara makan,
minum, merokok, menggunakan obat-obatan dan beraktivitas.
Dengan melakukan strategi ini individu berharap bahwa
situasi buruk yang dihadapi akan segera berlalu.
5. Positive Reappraisal strategi yang ditandai oleh usaha-usaha
untuk menemukan makna yang positif dari masalah atau
situasi menekan yang dihadapi, dan dari situasi tersebut
individu berusaha untuk menemukan suatu keyakinan baru
yang difokuskan pada pertumbuhan pribadi.

Carver, Scheier, and Weintraub (1989) menyebutkan strategi


coping terdiri dari empat aspek yaitu:

a. Problem focused coping, merupakan strategi atau usaha


untuk mengurangi situasi stres dengan cara
mengembangkan kemampuan atau mempelajari
keterampilan yang baru untuk mengubah dan menghadapi
situasi, keadaan atau pokok permasalahan. Problem
focused coping dengan sub aspek sebagai berikut:
1. Active coping, yaitu proses mengambil langkah-
langkah aktif untuk mencoba untuk menghapus atau
menghindari stressor atau untuk memperbaiki
dampaknya. Active coping termasuk memulai aksi
langsung, meningkatkan upaya seseorang, dan
berusaha untuk menjalankan upaya coping dengan
cara bertahap.
2. Planning, memikirkan tentang bagaimana mengatasi
penyebab stres antara lain dengan membuat strategi
untuk bertidak, memikirkan tentang langkah atau

20
upaya yang perlu diambil dalam menangani suatu
masalah.
3. Suppresion of competing, berarti berusaha untuk
menghindari agar tidak terganggu oleh peristiwa lain,
bahkan mengenyampingkan hal-hal lain, untuk
menghadapi stressor.
4. Restrain Coping, menunggu sampai sebuah
kesempatan yang tepat untuk bertindak, menahan diri,
dan tidak bertindak sebelum waktunya.
5. Seeking instrumental social support, yaitu mencari
saran, bantuan atau informasi.
b. Emotional focused coping merupakan suatu usaha untuk
mengontrol respon emosional terhadap situasi yang
sangat menekan.
Emotional focused coping dengan sub aspek sebagai
berikut:
1. Positive reinterpretation and growth, tumbuh sebagai
hasil pengalaman dan mengambil sisi positif dari hal
yang terjadi.
2. Acceptance, menerima kenyataan bahwa peristiwa
stress telah terjadi dan nyata.
3. Denial, upaya untuk menolak kenyataan peristiwa yang
menekan.
4. Religious, peningkatan keterlibatan dalam kegiatan
religius.
5. Seeking emotional social support, yaitu melalui
dukungan moral, simpati atau pengertian.
c. Dysfunctional coping merupakan usaha yang
mencerminkan pencarian dukungan sosial untuk
memperoleh saran atau mengekspresikan emosi.
Dysfunctional coping dengan sub aspek sebagai berikut:
1. Focusing on and venting of emotional, fokus pada
kesulitan atau gangguan apa pun yang dialami
seseorang dan meluapkan perasaan.

21
2. Behavioral disengagement, mengurangi upaya
seseorang untuk menangani stressor, bahkan
menyerah untuk berupaya mencapai tujuan yang
berkaitan dengan stressor. Behavioral disengagement
dikenal dengan istilah-istilah seperti ketidakberdayaan.
3. Mental disengagement, berbagai kegiatan yang
berfungsi untuk mengalihkan perhatian orang agak
pikiran tidak diganggu oleh sressor.
d. Recently developed, yaitu usaha yang berhubungan
dengan upaya untuk menghindari hal-hal yang terkait
tentang masalah maupun emosi.
Recently developed dengan sub aspek sebagai berikut:
1. Alkohol/Penggunaan Obat: beralih ke penggunaan
alkohol atau obat lain sebagai cara melepaskan diri
dari stressor.
2. Humor: membuat lelucon tentang stres.

2.2.6 Alat Ukur Mekanisme Koping


Instrumen berisi kuesioner untuk mengukur mekanisme
koping keluarga seperti yang digunakan Fadli Ilhami 2021 pada
penelitian tentang mekanisme koping menggunakan Brief COPE
Inventory (BCI) ditemukan oleh Carver, Scheier, dan Weintraub
(1997). Instrumen ini telah teruji validitas dan reabilitasnya dengan uji
Cronbach’s alpha r = 0,89. Dimana terdapat 14 pertanyaan dari 7
macam mekanisme koping.
Instrumen ini menggunakan skala likert dimana rentang skor
maksimum-minumumnya adalah 28 – 112. Kriteria penilaiannya dari
14 pernyataan mekanisme koping adaptif dan 14 pernyataan
mekanisme koping maladaptif yaitu pernyataan koping adaptif
dengan skor 4 (Selalu), skor 3 (Sering), Skor 2 (Kadang-kadang) dan
skor 1 (Tidak Pernah).

22
2.3 Konsep Keluarga
2.3.1 Definisi Keluarga
Keluarga adalah persekutuan dua orang atau lebih individu
yang terikat oleh darah, perkawinan atau adopsi yang membentuk
satu rumah tangga, saling berhubungan dalam lingkup peraturan
keluarga serta saling menciptakan dan memelihara budaya
(Tinkhan & Voorhies, 1997). Definisi yang lain saling terikat secara
emosional, serta bertempat tinggal yang sama dalam satu daerah
yang berdekatan (Friedman, 2002). Definisi yang sering dipakai
oleh masyarakat di Indonesia, Keluarga adalah unit terkecil dalam
masyarakat yang terdiri dari suami, istri, atau suami istri dan
anaknya, atau ayah dan anaknya, ibu dan anaknya (UU No.10
tahun 1992). Pada pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa
keluarga yaitu dua manusia atau lebih yang dihubungkan dengan
ikatan perkawinan, adopsi dan tinggal dalam satu rumah.

2.3.2 Konsep Peran Keluarga


Menurut Keliat, dkk (2012), mengemukakan pentingnya
peran serta keluarga dalam perawatan anggota keluarga yang
mengalami gangguan jiwa yang dapat di pandang di berbagai
segi:
a. Keluarga merupakan tempat dimana individu memulai
hubungan interpersonal dengan lingkungannya.
b. Keluarga merupakan suatu sistem yang saling bergantung
dengan anggota keluarga lain.
c. Pelayanan kesehatan jiwa bukan tempat klien seumur hidup
tetapi fasilitas yang hanya membantu klien dan keluarga
sementara.
d. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa salah satu faktor
penyebab gangguan jiwa adalah keluarga yang
pengetahuannya kurang.

23
2.3.3 Struktur Keluarga
Menurut Harmoko (2016), struktur keluarga terdiri atas
bermacam–macam, diantaranya adalah :
a. Patrilineal
Adalah keluarga sedarah yang terdiri atas sanak saudara
sedarah dalam beberapa generasi, dimana hubungan itu
disusun melalui jalur ayah.
b. Matrilineal
Adalah keluarga sedarah yang terdiri atas sanak saudara
sedarah dalam beberapa generasi dimana hubungan itu
disusun melalui jalur garis ibu.
c. Matrilokal
Adalah sepasang suami istri yang tinggal bersama keluarga
sedarah istri.
d. Patrilokal
Adalah sepasang suami istri yang tinggal bersama keluarga
saudara suami.
e. Keluarga Kawinan
Adalah hubungan suami istri sebagai dasar bagi pembinaan
keluarga dan beberapa sanak.
Ciri-ciri struktur keluarga terbagi menjadi 3, yaitu:
1. Terorganisasi
Saling berhubungan, saling ketergantungan antara anggota
keluarga.
2. Adanya Keterbatasan
Setiap anggota keluarga memiliki kebebasan tetapi mereka
juga mempunyai keterbatasan dalam menjalankan fungsi dan
tugasnya masing-masing.
3. Adanya Perbedaan & Kekhususan
Setiap anggota keluarga mempunyai peranan dan fungsinya
masing-masing.
Pemegang kekuasaan dalam keluarga juga terbagi dalam 3
bagian, yaitu:

24
a) Patriakal : Yang dominan dan yang memegang kekuasaan
dalam keluarga adalah pihak ayah.
b) Matriakal : Kebalikan dari patriakal, yang dominan dan yang
memegang kekuasaan dalam keluarga adalah
pihak ibu.
c) Equalitari : Yang memegang kekuasaan adalah ayah & ibu.
Adapun beberapa peran keluarga yang mencakup 3
bagian di setiap anggota keluarga, yaitu:

a) Peran Ayah
Ayah sebagai suami dari istrinya, sebagai tulang punggung
keluarga, berperan sebagai pendidik, pelindung, pemberi rasa
aman, dan sebagai kepala keluarga.
b) Peran Ibu
Sebagai istri dari suaminya, sebagai ibu, berperan besar dalam
mengurus rumah tangganya, sebagai pengasuh dan pendidik
pada anak-anaknya, serta sebagai seorang pelindung, serta
dapat berperan sebagai pencari nafkah tambahan.
c) Peran Anak
Anak melaksanakan peranan psiko-sosial sesuai dengantingkat
perkembangan baik fisik, mental, sosial, dan spiritual.
Fungsi keluarga yang berhubungan dengan struktur
1. Struktur Elegasi : Masing-masing keluarga mempunyai hak
yang sama dalm menyampaikan pendapat (demokrasi).
2. Struktur yang hangat, menerima dan toleransi.
3. Struktur yang terbuka, dan anggota yang terbuka: mendorong
kejujuran dan kebenaran (honesty & authenticity).
4. Struktur yang kaku : suka melawan dan tergantung pada
aturan.
5. Struktur yang bebas : tidak adanya aturan yang memaksa
(permisivenes).
6. Struktur yang kasar : abuse (menyiksa, kejam, dan kasar).
7. Suasan emosi yang dingin (isolasi, sukar berteman).
8. Disorganisasi keluarga (disfungsi individu, stress emosional).

25
2.3.4 Tipe/Bentuk Keluarga
Keluarga yang memerlukan pelayanan kesehatan berasal
dari berbagai macam pola kehidupan. Sesuai dengan
perkembangan sosial, maka tipe keluarga berkembang
mengikutinya. Agar dapat mengupayakan peran serta keluarga
dalam meningkatkan derajat kesehatan maka perawat perlu
mengetahui berbagai tipe keluarga.
A. Tipe Keluarga Tradisional, terdiri dari:
1. The Nuclear Family (Keluarga Inti)
Yaitu suatu rumah tangga yang terdiri dari susunan istri dan
anak (kandung atau angkat).
2. The Extended Family (Keluarga Besar)
Merupakan keluarga inti yang ditambah dengan keluarga lain
yang mempunyai hubungan darah.
3. The Dyad Family (Keluarga “Dyad”)
Keluarga yang terdiri dari suami dan istri (tanpa anak) ayng
hidup bersama satu rumah.
4. Single-Parent (Orang Tua Tunggal)
Suatu rumah tangga yang hanya terdiri dari satu orang tua dan
anak (kandung/angkat).
5. The Single Adult Living Alone/Single Adult Family
Suatu rumah tangga yang hanya terdiri dari satu orang dewasa
saja.
6. Blended Family
Duda/Janda yang menikah kembali dan membesarkan anak
dari perkawinan sebelumnya.
7. Kin-network Family
Beberapa keluarga inti yang tinggal dalam satu rumah atau
saling berdekatan dan menggunakan barang-batrang dan
pelayanan yang sama.
8. Multigeneration Family
Keluarga dengan beberapa generasi atau kelompok umur
yang tinggal bersama dalam satu rumah.
9. Commuter Family

26
Kedua orang tua bekerja diluar kota di tempat yang berbeda,
tetapi salah satu kota tersebut sebaai tempat tinggal.
10. Keluarga Usila
Suatu rumah tangga yang berisi dari suami-istri yang lansia
dengan anak-anak yang sudah memisahkan diri.
11. ”Composit Family”
Keluarga yang berpoligami & hidup bersama.
12. The Childless Family
Keluarga tanpa anak karena terlambat menikah dan untuk
mendapatkan keturunan terlambat waktunya ayng disebabkan
mengejar karier/pendidikan yang terjadi pada wanita.

B. Tipe Keluarga Non-tradisional:


1. The Unmarried Teenage Mother
Keluarga yang terdiri dari orang tua (terutama ibu) dengan
anak dari hubungan tanpa nikah.
2. Commune Family
Beberapa pasang keluarga yang tidak ada hubungan saudara
yang hidup bersama dalam satu rumah, sumber dan fasilitas
yang sama.
3. The Nonmarital Heterosexual Cohabiting Family
Keluarga ayng hidup bersama dan berganti-ganti pasangan
tanpa melalui pernikahan.
4. Gay & Lesbian Family
Dua individu yang sejenis/mempunyai persamaan sex hidup
bersama dalam satu rumah.
5. Cohabitating Couple
Orang dewasa yang hidup bersama diluar ikatan pernikahan
karena beberapa alasan tertentu.
6. Group-Marriage Family
Beberapa orang dewasa yang mengunakan alat-alat rumah
tangga bersama, yang saling merasa telah salaing menikah
dengan satu sama lainnya, berbagi sesuatu termasuk sexual
dan membesarkan anak.

27
7. Group Network Family
Keluarga inti yang dibatasi oleh set atau aturan/nilai-nilai,
hidup berdekatan satu sama lain dan saling
menggunakanbarang-barang rumah tangga bersama dan
bertanggung jwab membesarkan anak-anaknya.
8. Foster Family
Keluarga yang menerima anak yang tidak ada hubungan
keluarga/saudara di dalam waktu sementara, pada saat orang
tua anak tersebut perlu mendapatkan bantuan untuk
menyatukan kembali keluarga yang aslinya.
9. Homeless Family
Kleuarga yang terbentuk dengan tidak memiliki tempat teduh
yang permanen karena krisis personal yang dihubungkan
dengan keadaan ekonomi.
10. Gang/togehter Family
Suatu keluarga yang destruktif dari orang-orang muda yang
mencari ikatan emosional dan keluarga yang mempunyai
perhatian tetapi berkembang dalam kekerasan dan kriminal
dalam kehidupannya.

2.3.5 Fungsi Keluarga


Fungsi keluarga menurut Friedman (2002) terbagi atas :
1. Fungsi Afektif
Fungsi ini menciptakan suasana persaudaraan/menjaga perasaan,
setiap anggota keluarga mempertahankan iklim yang positif.
Fungsi afektif berguna untuk pemenuhan kenutuhan psikososial.
Keberhasilan melaksanakan fungsi afektif tampak pada
kebahagiaan dan kegembiraan dari seluruh anggota keluarga.
2. Fungsi Sosial
Sosialisasi salah satu proses perkembangan serta perubahan yng
dilalui oleh individu , yang melatih seseorang supaya dapat
beradaptasi dengan lingkungan.
3. Fungsi Reproduksi

28
Keluarga berfungsi untuk meneruskan keturunan dan menjaga
kelangsungan hidup suatu keluarga.
4. Fungsi Ekonomi
Merupakan fungsi yang memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga
serta mengembangkan kemampuan seseorang dalam
meningkatkan pendapatan/penghasilan.
5. Fungsi Perawatan Kesehatan
Keluarga juga berperan untuk melaksanakan asuhan
keperawatan, dengan 5 tugas keluarga adalah sebagai berikut,
menurut (Friedman, 2002) :
a. Mengenal masalah kesehatan dalam keluarga.
b. Membuat keputusan tindakan kesehatan yang tepat.
c. Memberi perawatan pada anggota keluarga yang sakit.
d. Mempertahankan, atau menciptakan suasana rumah yang
sehat.
e. Mempertahankan hubungan dengan (menggunakan)
fasyankes.

B. Kerangka Konsep
Kerangka konsep merupakan suatu hubungan yang akan
menghubungkan secara teoritis antara variabel-variabel penelitian, yaitu
antara variabel dependent dan variabel independent (variabel yang di teliti
maupun yang tidak diteliti) yang akan diamati dan diukur melalui penelitian
yang akan dilakukan (Sugiono, 2014). Dalam kamus psikologi, mekanisme
koping adalah (tingkah laku atau tindakan penanggulangan) dimana individu
melakukan interaksi dengan lingkungan sekitarnya dengan tujuan
menyelsaikan sesuatu (Chaplin, 2009). Apabila mekanisme koping ini
berhasil (adaptif) seseorang akan dapat beradaptasi terhadap perubahan
atau beban tersebut, sebaliknya jika mekanisme koping seseorang tidak
berhasil (maladaptif) maka akan semakin sulit seseorang menghadapi
perubahan (Ahyar, 2010).
Berdasarkan latar belakang dan teori pada bab sebelumnya, peneliti
menetapkan pemikiran sebagai berikut: hubungan tingkat stress keluarga

29
penderita gangguan jiwa dengan mekanisme koping. Maka dapat
dirumuskan kerangka teori & konsep sebagai berikut:

Variabel Dependen Variabel Independen

Tingkat Stress Mekanime Koping

Adaptif Maladaptif

Bagan 2.3 Kerangka Konsep

C. Definisi Operasional
Tabel 2.2 Definisi Operasional
Definisi Alat/Cara Skala
Variabel Parameter Hasil Ukur
Operasional Ukur Ukur
Normal (0-14)
Dependen
Ringan (15-18)
Gangguan
Sedang (19-25)
Tingkat pada tubuh Kuisioner
Berat (26-
Stress dan pikiran Stess Keluarga Scale Nominal
33)
yang dialami DASS-42
Sangat Berat (>34)
keluarga

(Pradana Y, 2022)
Tindakan 1. Meminta Kategori ;
Independen
menyesuai dukungan 1. >50= Maladaptif
kan diri dari pada 2. <50= Adaptif
Mekanisme
tindakan. individu
Koping Kuisioner Ordinal
lain.
2. Melihat
sesuatu
dari segi

30
positifnya.
3. Cenderung (Fadil Ilham, 2021)
realistis.
4. Menjauhi
permasalah
an dengan
menyibukan
diri.
5. Menarik
diri.
6. Cenderung
bersifat
emosional

D. Hipotesis Penelitian
Hipotesis atau hipotasa adalah suatu pernyataan asumsi tentang
hubungan antara dua atau lenih variabel yang di harapkan dapat
menjawab suatu pernyataan dalam penelitian.
Dalam penelitian ini, hipotesa akan dirancang oleh peneliti adalah :
H : Ada hubungan stress keluarga penderita gangguan jiwa dengan
mekanisme koping.

31
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis & Desain Penelitian


Jenis penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan
pendekatan metode deskriptif analitis. Penelitian ini mendeskripsikan
pengujian dengan variabel-variabel penelitian dengan angka, serta
untuk mengetahui gambaran strategi koping keluarga dalam merawat
anggota keluarga yang menderita gangguan jiwa. Desain yang
digunakan dalam penelitian ini adalah cross sectional. Penelitian
dengan desain seperti ini dilakukan pada satu waktu dan satu kali,
untuk mencari hubungan antara variabel dependent dan independent,
yaitu hubungan tingkat stress keluarga penderita gangguan jiwa
dengan mekanisme koping di Poli Jiwa Rumah Sakit Jiwa Prof. M.
Ildrem Medan, Sumatera Utara.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian


Penelitian ini dilakukan selama 4 bulan dari Januari sampai
April 2023 di Poli Jiwa Rumah Sakit Jiwa Prof. M. Ildrem, Medan.

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian


3.3.1 Populasi
Populasi adalah keseluruhan dari suatu variabel yang akan
diteliti. Pada penelitian ini populasinya adalah seluruh
keluarga rawat jalan pasien gangguan jiwa di RSJ. Prof. M.
Ildrem dengan total 357 pasien.
3.3.2 Sampel
Sampel merupakan bagian dari populasi yang dapat
digunakan sebagai subyek penelitian. Sampel pada penelitian
ini adalah keluarga pasien penderita gangguan jiwa di RSJ
Prof. M. Ildrem. Penentuan jumlah sampel responden
menggunakan rumus slovin.
n= N

32
1 + N (e)²

Keterangan :
n = Besar sampel
N= Besar populasi
e = Tingkat kepercayaan responden 15%
Jadi, jumlah sampel yang diambil dalam penelitian ini adalah:

N
n=
1 + N (e)²

357
n=
1 + 357 (0,15)²

357
n=
1 + 357(0.0225)²

357
n=
1 + 41.52
n = 39
Berdasarkan rumus diatas maka jumlah sampel yang akan
diambil dari populasi yang ada adalah 39 responden.
Sampel diambil berdasarkan purposive sampling. Jumlah
sampel yang diambil sebanyak 39 responden yaitu, keluarga
yang memiliki penderita gangguan jiwa di RSJ. Prof. M.
Ildrem. Adapun sampel dalam penelitian ini adalah beberapa
bagian atau wakil populasi yang memenuhi kriteria penelitian:
Kriteria Inklusi adalah :
a. Keluarga yang memiliki anggota keluarga yang mengalami
gangguan jiwa dan sedang berobat di Poli Jiwa.
b. Anggota keluarga yang memiliki kemampuan membaca
serta menulis.
c. Bersedia menjadi responden & mengisi kuisioner.

33
Kriteria sampel eksklusi adalah:
a. Keluarga yang sedang tidak berada ditempat dan
berpergian saat dilakukan penelitian.
b. Keluarga yang tidak kooperatif.

3.4 Jenis dan Cara Pengumpulan Data


3.4.1 Data Primer
Pengumpulan data dilakuakn ddengan menggunakan data
instrumen penelitian. Cara pengumpulan data dilakukan
dengan menyebarkan kuisioner dengan memberikan
pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden.
Namun terlebih dahulu memperkenalkan diri, menjelaskan
tujuan, serta memberikan surat persetujuan. Kuisioner
variabel tingkat stress dengan skala DASS-42. Setelah
responden menjawab setiap pertanyaan, kuisioner
dikumpulkan kembali untuk di periksa kelengkapannya.
Kemudian skor untuk tingkat stress dapat di kategorikan
menjadi 3 kategori, sebagai berikut :
a. Normal apabila responden mendapat nilai 0-14.
b. Stress “ringan” apabila responden mendapat nilai 15-18.
c. Stress “sedang” apabila responden mendapat nilai 19-25.
d. Stress “berat” apabila responden mendapat nilai 26-33.
e. Sangat parah apabila responden mendapat nilai >34.

Pengumpulan data mekanisme koping dengan cara


memberikan kuisioner
Yang diambil dari instrumen baku Ways of Coping (WOC)
berdasarkan teori yang digunakan oleh Folkman & Lazarus
(1988).

3.4.2 Data Sekunder


Data sekunder adalah data yang tidak langsung diambil
atau diperoleh oleh peneliti akan tetapi diperoleh dari data
yang sudah ada dikumpulkan oleh pihak lain. Data sekunder

34
dalam penelitian ini ialah jumlah pasien yang melakukan
pengobatan rawat jalan di poli jiwa yang di peroleh dari rekam
medik RSJ. Prof. M. Ildrem.

3.5 Pengolahan Data


3.5.1 Editing
Merupakan kegiatan untuk pengecekan dan perbaikan
isian formulir atau kuisioner yang telah di isi
3.5.2 .Coding
Setelah semua kuisioner di edit atau di sunting,
selanjutnya dilakukan pengkodean atau coding, yakni
mengubah data berbentuk kalimat menjadi data angka atau
bilangan.
3.5.3 Entry
Yaitu tahap memasukkan data dalam bentuk kode (angka
atau huruf) dimasukkan dalam program atau software
komputer.
3.5.4 Tabulating
Yaitu pengolahan data dalam bentuk tabel distribusi untuk
mempermudah analisa data, pengolahan data, serta
pengambilan kesimpulan.

3.6 Analisa Data


3.6.1 Analisa univariat
Analisa yang digunakan untuk mengetahui distribusi
frekuensi variabel bebas (independent) dan variabel terikat
(dependen). Peneliti menggunakan Analisa univariat dengan
tujuan untuk menganalisis data umum yang mendeskripsikan
karakteristik dari masing-masing variabel. Hasil analisis ini di
interpretasikan berdasarkan hasil yang diperoleh. Setelahnya
merupakan tahapan memberikan skor atau nilai pada hasil
pengukuran variabel pada responden dengan memberi nilai.
Pada penelitian ini, skor variabel stresss keluarga
berdasarkan kuesioner DASS42 dinyatakan sebagai berikut :

35
a. Normal 0-14
b. Ringan 15-18
c. Sedang 19-25
d. Parah 26-33
e. Sangat parah >34
Sedangkan pada variabel mekanisme koping dinayatakan
dengan skor sebagai berikut :
a. Koping adaptif : >50.
b. Koping maladaptif : ≤50.

3.6.2 Analisa Bivariat


Analisa bivariat dapat diartikan berupa analisa hasil dari
variabel independent dan variabel dependent. Analisa yang
digunkan adalah tabulasi silang. Untuk menguji hipotesa
dilakukan pengujian Analisa statistic menggunakan metode
chi square dengan taraf kepercayaan sebesar 95% (0,05)
supaya dapat diketahui ada tidaknya hubungan yang
bermakna secara statistic dibantu dengan menggunakan
program SPSS. Data masing-masing sub variabel dimasukan
dalam tabel setelahnya dibandingkan antara nilai Pvalue
dengan nilai α (0,05) dengan ketentuan.
(ƒo – ƒe)²
x² = ∑
Fe
Keterangan :
x² = Chi-Square
∑ = Jumlah
ƒo = Nilai observasi dari setiap sel yang (diamati)
ƒe = Nilai yang diharapkan.
Penelitian ini merupakan penelitian analitik yang
melakukan analisis terhadap hubungan 2 variabel (bivariat)
yakni variabel stress dan variabel mekanisme koping . Hasil
secara statisyik dianggap bermakna jika nilai p<0,05 dan tidak
bermakna bila p>0,05.

36
3.7 Jadwal Penelitian

N Kegiatan
o Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Juni Juli
2022 2023
1 Pengajuan Judul
2 Pembuatan
Proposal
3 Seminar Proposal
4 Revisi Proposal
5 Penelitian dan
pengumpulan data
6 Analisa dan
Pengolahan Data
7 Seminar Hasil
8 Revisi Skripsi

37
L
A
M
P
I
R
A
N

38
FORMULIR PERSETUJUAN RESPONDEN

(Inform Consent)

Sebelum mengisi form ini, peneliti telah menjelaskan akan hal-hal berikut
ini:

1. Telah mendapatkan penjelasan tentang penelitian “ Hubungan


Tingkat Stress Terhadap Mekanisme Koping Keluarga Deangan
Anggota Keluarga gangguan Jiwa” di RSJ. Prof. M. Ildrem.
2. Tela diberikan kesempatan untuk bertanya dan mendapatkan
jawaban terbuka dari peneliti.
3. Memahami prosedur penelitian yang akan dilakukan, tujuan dan
manfaat dari penelitian yang dilakukan.

Dengan pertimbangan diatas, dengan saya memilih pilihan


melanjutkan mengisi kuesioner dengan sepenuh hati, hal ini berarti
saya memutuskan tanpa paksaan dari pihak manapun juga, bahwa
saya bersedia/tidak bersedia* berpartisipasi menjadi responden alam
penelitian ini.

Medan,................2023

Responden

(................................)

39
KUESIONER PENELITIAN

HUBUNGAN TINGKAT STRESS DENGAN

MEKANISME KOPING PADA ANGGOTA KELUARGA

PENDERITA GANGGUAN JIWA

Petunjuk Pengisian :
1. Bacalah petunjuk pengisian dengan baik sebelum menjawab
pertanyaan.
2. Isilah sesuai dengan keadaan saudara/i rasakan selama ini.
3. Berilah tanda ceklis (√) pada kotak yang tersedia pada satu kolom
yang menurut saudara/i sesuai dengan keadaan yang dirasakan.
4. Penilaian Kuesioner ini tidak akan berpengaruh negatif terhadap
saudara/i.
5. Atas kesediaan dan kerelaan untuk mengisi kuesioner ini diucapkan
terima kasih.
Tanggal Pengisian :
Inisial :
Usia :
Jenis Kelamin : Laki-laki ( ) Perempuan ( )
Suku :
Pendidikan :
SD-Sederajat ( ) SMA-Sederajat ( )
SMP-Sederajat ( ) D3/S1/S2/S3 ( )
Tidak Sekolah ( )

Pekerjaan :
Karakteristik Lingkungan : Perkotaan ( ) Pedesaan ( )
Status Perkawinan : Lajang ( ) Kawin ( ) Cerai ( )
Hubungan Kekeluargaan : Keluarga Inti (Ayah, Ibu, Anak) ( )
Keluarga Dekat (Kakek/Nenek, Sepupu, Dll. ( )

40
A. Tingkat Stress
1. Berilah tanda ceklis (√) pada kotak yang tersedia pada satu
kolom yang menurut saudara/i sesuai dengan keadaan yang
dirasakan.
2. Isilah sesuai dengan keadaan saudara/i rasakan selama ini.
3. Mohon dengan memberikan jawaban yang sejujur-jujurnya.

KUESIONER DASS-42
Depression Anxietystress Scales

Keterangan:
0 : Tidak ada /tidak pernah
1 : Sesuai dengan yang dialami sampai yingkat tertentu atau kadang-
kadang.
2 : Sering
3 : Sangat sesuai dengan yang dialami atau hampir setiap saat.
No. Aspek Penilaian 0 1 2 3
Menjadi marah karena
1
hal-hal kecil/sepele
Cenderung bereaksi
2
berlebihan pada situasi
Kesulitan untuk
3
relaksasi/bersantai
4 Mudah merasa kesal
Merasa banyak
5 menghabiskan energi
karena cemas
6 Tidak sabaran
7 Mudah tersinggung
8 Sulit untuk beristirahat
9 Mudah marah
Kesulitan untuk tenang
10
setelah sesuatu yang

41
mengganggu
Sulit mentoleransi
gangguangangguan
11
terhadap hal yang
sedang dilakukan
Berada pada keadaan
12
tegang
Tidak dapat memaklumi
hal apapun yang
13 menghalangi anda untuk
menyelesaikan hal yang
sedang anda lakukan
14 Mudah gelisah
Sumber: Pradana Y
Indikator Penilaian
Tingkat Skala Stress
Normal 0-14
Ringan 15-18
Sedang 19-25
Parah 26-33
Sangat Parah >34

B. Kuesioner Mekanisme Koping (Brief COPE Inventory)


Petunjuk pengisian :
1. Bacalah pernyataan dengan teliti
2. Berilah tanda ceklist (√) pada kolom jawaban yang dipilih :
Keterangan pilihan jawaban :
Selalu : Bila dilakukan terus-menerus.
Sering : Bila sering dilakukan tapi sekali tidak.
Kadang-kadang : Bila dilakukan sekali-sekali saja.
Tidak pernah : Bila tidak dilakukan sama sekali.

42
KUESIONER MEKANISME KOPING
(Brief COPE Inventory)

Kadang- Tidak
Selalu Sering
No. Aspek Penilaian kadang pernah
(3) (2)
(1) (0)
Keluarga berusaha
memikirkan/melakukan
1
sesuatu untuk mengatasi
masalah yang dihadapi.
Keluarga mengambil
tindakan untuk membuat
2
situasi menjadi lebih
baik.
Keluarga berdiskusi
dengan orang lain untuk
3 mencari solusi dari
masalah yang keluarga
hadapi.
Keluarga meminta
saran/bantuan dari orang
4 lain tentang apa yang
harus dilakukan dalam
menghadapi masalah.
Keluarga berusaha
membuat strategi tentang
5 sebaiknya apa yang
keluarga lakukan untuk
mengatasi masalah.
6 Keluarga memikirkan

43
tentang langkah-langkah
apa yang harus keluarga
lakukan.
Keluarga menerima
7 kenyataan bahwa
masalah telah terjadi.
Keluarga belajar untuk
8 terbiasa dengan
masalah.
Keluarga mencari
9 dukungan emosional dari
orang lain.
Keluarga mencari
pengertian dan
10
kenyamanan dari orang
lain.
Keluarga tidak serius
11 dalam menghadapi
situasi saat ini.
Keluarga berusaha
membuat masalah
12
tersebut lebih
menyenangkan.
Keluarga berusaha
melihat situasi ini dengan
13 cara yang berbeda, agar
masalah tampak lebih
positif.
Keluarga mencari
14 sesuatu yang positif dari
masalah yang terjadi.

44
Keluarga berusaha untuk
menemukan
15 kenyamanan dalam
agama atau keyakinan
spiritual saya.
Keluarga berdoa untuk
16
mengatasi masalah.
Keluarga menyerah
17 berusaha untuk
mengatasi masalah.
Keluarga mengatakan
18 untuk mengatasi
masalah.
Keluarga mengatakan
19 pada diri sendiri bahwa
ini tidak nyata.
Keluarga tidak percaya
20
dengan kondisi saat ini.
Keluarga berusaha
bekerja atau melakukan
21
hal lain untuk mengisi
pikiran.
Keluarga melakukan
sesuatu untuk
mengurangi pikiran
tentang kondisi keluarga
22
saat ini dengan pergi ke
bioskop, menonton tv,
membaca, berbelanja,
melamun, ataupun tidur.

45
Keluarga mengkritik diri
23
sendiri.
Keluarga menyalahkan
24 diri sendiri untuk hal-hal
yang telah terjadi.
Keluarga membuat
perasaan lebih baik/lega
dalam menghadapi
25
masalah dengan
mengkonsumsi alkohol
atau obat-obatan lain.
Keluarga mencoba
melupakan/melalui
26 masalah dengan
mengkonsumsi alkohol
atau obat-obatan lain.
Keluarga menyatakan
pada diri sendiri masalah
27 yang keluarga hadapi
ringan dan tidak perlu
mmikirkannya.
Keluarga berusaha
mengungkapkan
28
perasaan-perasaan
negatif.
Total
Sumber: Ilhami Fadli
Indikator Penilaian
Adaptif ≥ 50
Maladaptif ≤ 50

46
LEMBAR KONSULTASI BIMBINGAN SKRIPSI

Judul Penelitian : “Hubungan Tingkat Stress Terhadap Mekanisme


Koping Keluarga Dengan Anggota Keluarga Penderita
Gangguan Jiwa Tahun 2022”
Nama Mahasiswa : Eka Christmas Waruwu
Nim : P07520219014
Nama Pembimbing : Dina Yusdiana S.Kep, Ns, M.Kes

Paraf
No Tanggal Rekomendasi Pembimbing
Mahasiswa Pembimbing
1. Jumat, Pengajuan dan konsul judul skripsi.
28-10-2022
2. Kamis, ACC judul skripsi dan konsul tata cara
10-11-2022 penyusunan bab 1 & 2.
3. Jumat, Bimbingan Proposal bab 1 & 2.
18-11-2022
4. Senin, Bimbingan Proposal bab 1, 2 & 3.
12-12-2022
5. Jumat, Bimbingan Proposal bab 1, 2 & 3.
06-01-2023
6. Rabu, Bimbingan Proposal bab 1, 2 & 3.
11-01-2023
7. Kamis, Bimbingan ACC Proposal
12-01-2023
8. Jumat,
13-01-2023

Medan, 2023
Mengetahui
Ketua Prodi S.Tr Kep

(Dina Indarsita,SST.M.Kes)
NIP: 196501031989032001

47

Anda mungkin juga menyukai