Natsir aktif dalam perhimpunan dan organisasi pemuda semasa di MULO, misalnya Natsir bergabung
dengan Jong Islamiten Bond (JIB) yang didirikan oleh sjamsurial. Bahkan Natsir sempat menjabat
sebagai ketua JIB cabang Bandung. Dalam JIB ini dibicarakan pandangan islam terhadap berbagai
permasalahan yang menjadi perhatian kaum terpelajar. Di sini Agus Salim berperan menjadi mentor
mereka. Dalam JIB inilah Agus Salim memberikan sentuhan keislaman kepada para anggota JIB,
seperti Mohammad Roem, Kasman Singodimedjo, Yusuf Wibisono, Prawoto serta natsir sendiri yang
mereka semia kelak akan menjadi tokoh tokoh teras partai islam modern Masyumi.
Selain itu natsir juga mengawali karirnya di bidang jurnalistik sebagai jurnalis dan redaktur Pembela
Islam yang berdiri tahun 1929 sampai 1935 ini merupakan titik awal dan karier Natsir. Pada
1929 ia menerbitkan dua artikel yang berjudul Qur’an en Evangelie (Al-Qur’an dan Injil) dan
Muhammad als Profeet (Muhammad Sebagai Nabi. Selain itu natsir juga sering mengkritik
kelompok nasionalis, dalam tulisan-tulisannya, Natsir ingin memberikan garis pemisah tegas
antara perjuangan kemerdekaan berdasar kebangsaan dan yang berdasar cita-cita Islam. Hal
ini makin dikuatkan oleh artikel yang berjudul “Kebangsaan Muslimin” . artikel ini-yang
merupakan reaksi atas penghinaan kaum nasionalis terhadap Islam-sangat menggemparkan,
hingga Pembela Islam disebut sebagai “Pembelah Islam”. Di pengujung tahun 1930-an,
Sukarno yang menjagokan nasionalisme-sekularisme dan Natsir yang mendukung Islam
sebagai bentuk dasar negara, terlibat dalam polemik yang Panjang di majalah Pembela Islam.
Walaupun Natsir tak sejalan dengan pemikiran soekarno. Namun Natsir tetap maju membela
Soekarno, yang selama ini dia kritik. ketika soekarno diadili pemerintah kolonial Belanda
sebelum dibuang ke Ende. Bahkan selama di pembuangan itu, Sukarno paling sering
berkorespondesi dengan kelompok Pembela Islam.