Tamhidi
Tamhidi
Penulis
Pensyarah
Segala puji hanya milik Allah; yaitu Rabb semesta alam. Selawat dan salam atas
Nabi kita Muḥammad n , keluarga beliau, dan seluruh sahabat beliau. Adapun
setelahnya:
Moga selawat dan salam senantiasa tercurahkan kepada Nabi kita Muḥammad
n , keluarga beliau, dan seluruh sahabat beliau.
َ َ
الفض ِائ ُل
Fadilat-fadilat
4
[1]
ِ ِ
َ إَِّلَّ م ْن: سا ُن انْ َقطَ َع َعْنهُ َع َملُهُ َّإَّل م ْن ثَََلث
ص َدقَة َجا ِريَة َ ْات ا ِإلن
َ إذَا َم: n – قال النيب3
. ُصالِح يَ ْد ُعو لَه ِ ِ
َ أ َْو علْم يُ ْنتَ َف ُع بِه أ َْو َولَد
3
Penjelasan:
ْجن َِّة ِ ِ ِ ِ ك طَ ِري ًقا ي لْت ِم
َ َّل اللَّهُ لَهُ بِه طَ ِري ًقا إِلَى ال
َ َسه، س فيه عل ًْما
ُ ََ َ َ َم ْن َسل: n – قال النيب1
.
1
Riwayat Muslim.
2
Muttafaqun 'alayh.
3
Riwayat Muslim.
5
Lafaz jalalah: ُ اللَّهadalah suatu nama bagi dzat tertentu; yaitu dzat Pelindung
kita, dan itu adalah paling ma'rifah4 dari seluruh ma'rifah, nama yang paling
agung, dan tidak boleh selainNya dinamai dengan itu sekalipun ngeyel.
ِ
Menurut kebanyakan ulama, lafaz ُ اللَّهberasal dari َ أَلهyang bermakna: إذا حتري
(ketika bingung); disebabkan kebingungan makhluk mengenaliNya, atau
bermakna: ( إذا عبدketika diibadahi), atau bermakna: ( إذا فزع من أمر إليهketika Dia
diminta pertolongan sebab suatu perkara nan genting).
Apapun kasusnya, Dialah yang diibadahi oleh para ulama dan para awam, yang
diminta pertolonganNya pada perkara-perkara nan genting, yang Maha Tinggi
dari sangkaan-sangkaan lemah5, dan yang Maha Tersembunyi dari pemahaman-
pemahaman6. Pada dasarnya: َ أَلِهdihapus hamzahnya dan diganti dengan ألmaka
jadilah ُ اللَّهdan dibaca tebal untuk pengagungan.7
ُاللَّه adalah kata yang tersusun dari huruf-huruf nan lembut bersifat
tenggorokan, bersifat rongga, bersifat mudah; itu adalah lām, hā', dan madd. Kata
4
Ma'rifah adalah ism (kata yang menunjukkan pada dirinya sendiri dan tidak terikat
dengan waktu) yang menunjukkan pada sesuatu tertentu; seperti 'Umar, Damaskus, dan
kamu. (asy-Syaykh Mushthāfā al-Ghalāyīniyy, Jāmi'ud Durūsil 'Arabiyyah, h. 105)
Dikisahkan, bahwa ada seseorang bertemu dengan al-Imām as-Sibawyh di dalam
mimpinya, maka dikatakan kepada al-Imām as-Sibawyh: "Apa yang telah Allah lakukan
padamu?"
Al-Imām as-Sibawyh menjawab: "Kebaikan nan banyak (surga), dikarenakan aku
menjadikan namaNya paling ma'rifah dari seluruh ma'rifah." (al-Imām Syihābud Dīn Aḥmad
al-Ḥalabiyy, ad-Durrul Mashūn fī 'Ulūmil Kitābil Maknūn, 1/24)
Sedangkan, ulama nahwu lainnya menjadikan yang paling ma'rifah adalah ism dhamīr
(kata ganti) dan lafaz Allah adalah ism 'alam (nama).
5
Maksudnya: Allah tidak menjadi rendah sebab sangkaan-sangkaan lemah para
pandir.
6
Maksudnya: Allah tidak bisa dijangkau oleh akal secendekia apapun.
7
Asy-Syaykh Sa'īd Bā'isyan asy-Syāfi'iyy, Busyral Karīm bi Syarḥi Masāilit Ta'līm, h. 45.
6
itu diucap oleh anak kecil, orang ajam yang baru masuk Islam, dan alṣagh8. Setiap
huruf-huruf dari kata ini bagaimanapun kamu merubahnya dan membolak-
balikkannya maka dia kembali pada makna dari makna-makna ulūhiyyah. Maka
Dialah Allah, dan Dia adalah ilah yang tiada ilah selain Dia.
Maka bagi Allah nama nan agung ini dan apa yang menyertanya dari asmaul
husna dan sifat-sifat nan mulia. Maka, apa gerangan makna nama ini?
8
Alṣagh adalah orang yang mengganti dengan suatu huruf pada tempat huruf yang
seharusnya; misal: اهلمدuntuk mengganti احلمد. (al-Ḥabīb Ḥasan bin Aḥmad al-Kāf asy-
Syāfi'iyy, Taqrīrātus Sadīdah, h. 293)
Artinya, orang dengan kondisi demikianpun mudah sekali mengucapkan ُ اللَّه.
7
Maka, di antara makna ُ اللَّه: ilah yang hati-hati terpenjara rindu padaNya dan
jiwa-jiwa buncah cinta padaNya; karena itulah cinta adalah metamorfosis dari
suatu makna nan hadir di dalam ikatan Sang Pencipta dengan yang dicipta. Allah
berfirman:
ْ َ َّ
9 َ
﴾ ٗٓي ُّب ْونه
ُ َ ْ ُ ُّ ُّ ْ َ ُ ٰ
و م ه ب ي م وقب اّلل ى ت أ َ
ي فوْ ﴿ يٰٓ َايُّ َها الذيْ َن ٰا َم ُن ْوا َم ْن َّي ْر َتَّد م ْن ُك ْم َع ْن د ْينه َف َس
ِح ِح ِ ِ ِ ِ ِ ِ
Maka, Allah telah menjadikan orbit manisnya iman itu di atas makna-makna
yang seluruhnya berkaitan dengan cinta: cinta pada Allah dan cinta sebab Allah,
9
Surah al-Māidah: 54.
10
Maksudnya: tanda seseorang cinta pada Allah adalah cinta NabiNya.
11
Riwayat al-Bukhāriyy.
8
hendaknya menjadikan Allah dan RasulNya paling dicinta daripada pada dirinya
daripada seluruh selain keduanya. Dan, benci semisal demikian itu, maka dia benci
kekafiran yang mana kekafiran itu adalah pengingkaran terhadap Sang Pencipta
nan Agung, serta mengingkari keutamaanNya dan kenikmatanNya.
Perasaan cinta ialah perasaan subur nan terpancar deras nian yang mana orang
beriman menjadikannya emblem di hatinya buat Rabbnya l . Dia menanti dan
penuh asa terhadap Rabbnya ksupaya Dia membalas cintanya. Siapapun yang
Allah mencintanya maka tiada takut atasnya, dunia kelak sepenuhnya pada
hakNya menjadi kebahagiaan dan kegembiraan, kesenangan dan kebaikan. Dan,
kelak urusan-urusannya pada kematian dan negeri akhirat menjadi terbaik dan
paling utama. Sungguh, Allah l manakala telah mencinta seorang hamba maka
dia angkat kedudukannya di surga, mendekatkannya dan merapatkannya -
padaNya-.
Di antara makna-makna nama ُ اللَّه: bahwa Dia yang Maha Agung pada dzatNya
dan sifat-sifatNya, nama-namaNya, kebesaranNya, dan kemuliaanNya; maka akal-
akal mustahil meliputiNya, pemahaman-pemahaman mustahil menjangkauNya,
dugaan-dugaan mustahil mencapai pada keagunganNya; karena itulah akal-akal
tunduk pada yang demikian, yaitu: akal-akal terkacaukan sebab begitu dahsyat
keagunganNya12. Maka, Allah Maha Awal tiada permulaan lagi Maha Akhir tiada
pengakhiran, Maha Zahir tiada di atasnya suatupun, Maha Batin tiada di bawahnya
suatupun. Baginya dari berbagai macam keagungan, kemuliaan, dan kesempuraan
apa yang tiada terbentik setitikpun di atas benak. Tiada mampu lagi layak seorang
hamba melakukan terhadapNya pengkalkulasian dan tiada perhitungan; karena
itulah akal-akal mengembalikan pada keagungan Allah k, dan andai ada akal-
12
Akal jika melampaui batas dalam memikirkan dzatNya dan sifat-sifatNya niscaya ia
akan rusak sebab terkacaukan seluruh logikanya.
9
akal yang mampu sebab apa yang dianugerah berupa kesanggupan dan
kemampuan supaya mengetahui suatu bagian dari keagungan ini niscaya Allah
akan anugerahkan padanya (akal-akal) kecintaan terhadap Allah l , kedekatan
padaNya, dan peribadahan buatNya dengan segenap apa yang dia mampu.
13
Surah al-Mulk: 4.
10
Kemudian ulangi pandangan(mu) sekali lagi (dan) sekali lagi, niscaya
pandanganmu akan kembali kepadamu tanpa menemukan cacat dan ia
(pandanganmu) dalam keadaan letih.
Dia berfirman:
َ َ َّ ْ َ َ ُ ُ ََ
15
﴾ ي ْيط ْون ِبش ْيء ِِّم ْن ِعل ِم ٓٗه ِالا ِبما شا َۤء ِ﴿ ولا ح
Dan mereka tidak mengetahui sesuatu apa pun tentang ilmu-Nya melainkan apa
yang Dia kehendaki.
Karena itulah adanya di antara makna-makna kalimat nan agung ini ( ُ ) اللَّهyang
tunduk akal-akal terhadapNya dan pemahaman-pemahaman serta ilmu-ilmu tidak
mampu untuk sampai kepada keagunganNya atau meliputiNya.
14
Surah Thāhā: 110.
15
Surah al-Baqarah: 255.
16
Surah al-An'ām: 162-163.
11
[162] Katakanlah (Muhammad), “Sesungguhnya salatku, ibadahku, hidupku dan
matiku hanyalah untuk Allah, Rabb seluruh alam, [163] tidak ada sekutu bagiNya;
dan demikianlah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang
pertama-tama berserah diri (muslim).”
Jika kamu memperhatikan -ini tidak sekedar kebetulan- para lelaki dan para
wanita yang mereka mendeklarasikan untuk pertama kalinya syahadat tauhid,
maka kamu menatap jejak cahaya terpancar di atas wajah-wajah mereka, lengkung
senyum nan jujur membanjiri roman wajah mereka, kegembiraan dan kesenangan
meliputi mereka. Maka, hanya kepunyaan Allahlah kalimat nan unik lagi mudah
ini, suatu kalimat nan paling agung maknanya, paling dalam artinya, dan paling
jauh tilasnya atas jiwa-jiwa!
12
Sungguh manusia itu terdesain di atas konsep penghambaan, maka di dalam
hatinya ada perubahan, perpecahan, dan kebutuhan, maka suatu kelembutan nan
bersifat keperluan mutlak menjadi suatu keniscayaan darinya; maka boleh jadi
manusia beribadah kepada Rabbnya lalu dia menjadi seorang pengelana yang
berjalan di atas jalan keharmonisan dan keselarasan bersama dengan seluruh
kekuatan alam semesta yang ada di sekelilingnya, bersama dengan interior dirinya
dan jasadnya, atom-atom wujudnya dan kehidupannya. Dan, boleh jadi dia
beribadah kepada selain Allah k, maka dia pergi ke dalam lembah-lembah
dunia. Ia menjelma menjadi sosok pemecah belah lagi terpisahkan. Sungguh,
bentuk kesyirikan jaman dahulu itu adalah manusia beribadah kepada bebatuan
dan pepohonan, maka mereka menghadapkan diri mereka kepada benda-benda itu
dengan segenap panca indera dan hati-hati mereka, mereka berkonsultasi kepada
benda-benda itu dalam persoalan-persoalan mereka, mereka mengharap penuh asa
kepada benda-benda itu pada saat terjadi bencana-bencana terhadap mereka dan
situasi-situasi genting mereka.
Pada hari ini kita melihat apa yang dinamakan dengan peribadahan terhadap
setan. Bagaimana kaum-kaum terjerumus di dalamnya dari berbagai umat yang
berada di barat berupa Eropa dan Amerika. Ini telah menjadi suatu ritual
keagamaan bagi mereka untuk berkumpul di sekeliling peribadahan itu. Mereka
berporos pada makna-makna ini yang berasal dari kebiadaban, kebinatangan dan
keangkuhan, syahwat, kenikmatan dan kesenangan. Mereka mencukupkan diri
dengan peribadahan itu tanpa suatupun di belakangnya dan tanpa apapun
17
Dalam dunia modern hal ini disebut ESQ (The Emotional and Spiritual Quotient) yang
mentuhankan konsep suara hati (conscience) sebagai sumber rujukan utama begitu pula
dengan logika. Ini adalah turunan dari keyakinan bahwa tuhan adalah diri mereka sendiri.
Pejabat Mufti Wilayah Persekutuan Malaysia telah memfatwakan atas kesesatannya.
18
Surah az-Zumar: 29.
14
selainnya19! Bagaimana hal itu bisa menyebar ke tempat-tempat dan wilayah-
wilayah Islam, maka sebagian para remaja putra dan putri berubah dan bergabung
di bawah perkumpulan-perkumpulan ini. Mereka berjumpa di dalam upacara-
upacara, mereka mempraktekkan beragam ritual keagamaan yang terikat dengan
peribadahan terhadap setan20:
َ َ ٰ ُ ْ َ ُ َ ُ َ َّ ٰ َّ ُ ْ َ َّ ْ َ َ ٰ ُ َ ْ َْ ََ
َوا ِن اع ُبد ْ ِون ْي هذا ِص َراط ُّم ْست ِق ْيم٦٠ ﴿ ۞ ال ْم اع َهد ِال ْيك ْم ٰي َب ِن ْ ٓٗي اد َم ان لا تع ُبدوا الش ْيط َن ِانه لك ْم عدو ُّم ِب ْين
21
﴾ ٦١
[60] Bukankah Aku telah memerintahkan kepadamu wahai anak cucu Adam agar
kamu tidak menyembah setan? Sungguh, setan itu musuh yang nyata bagi kamu,
[61] dan hendaklah kamu menyembahKu. Inilah jalan yang lurus.”
ُاللَّه itulah nama yang diseru tanpa dihilangkan darinya sesuatupun, maka
seorang penyeru berseru: " اهلل " ياatau dengan menghilangkan huruf yā', maka dia
berseru: " " اللهم. Sebagaimana pada banyak tempat di dalam al-Quran dan sunnah
dengan redaksi doa, atau merintih tangis seraya berseru dengan ini atau itu, atau
selain keduanya dari nama-nama Allah lnan indah. 22
س ِ
ُ يَلْتَم/mencari] merupakan metamorfosis dari wazan افتعلyang salah
Kata [
satu faedahnya: ( للمبالغة ِف املعىنsebagai ekspresi sangat). Karena itu, mencari ilmu
itu tidak sekedar mencari, akan tetapi ada upaya mengerahkan segala kulitas dan
kuantitas dari daya batin dan daya zahir. Tidak ada ruang untuk menghiasi diri
dengan alasan-alasan yang menjauhkan dari ilmu.
19
Maksudnya: dia hanya mencukupkan diri melakukan hal itu saja.
20
Para musuh-musuh Allah lebih kreatif lagi dalam menyesatkan para pemuda dan
pemudi umat Islam saat ini. Mereka menyisipkan simbol atau ritual setan ke dalam acara
hiburan; seperti: KPop.
21
Surah Yāsīn: 60-61.
22
Asy-Syaykh Salmān al-'Awdah, Ma'allāh Jallajalāluh al-Asmā' al-A'zham wa Qishshatil
Asmā'il Ḥusnā, h. 45-49.
15
Al-Imām Ibnu Rajab menjelaskan: Proses menempuh jalan dalam rangka
mencari ilmu; yang terkategori di dalamnya adalah proses menempuh jalan yang
hakiki; yaitu berjalan dengan kaki menuju majelis ulama. Dan, terkategori juga di
dalamnya adalah proses menempuh jalan-jalan yang maknawi yang mengantarkan
menuju tercapainya ilmu; seperti: menghafal, belajaran, muzakarah, menelaah,
mencatat, memahami, dan selainnya berupa jalan-jalan yang maknawi yang
seorang pencari ilmu mencapai ilmu dengan menjadikannya wasilah.
Suatu hari, kami (aku dan rekanku) mendatangi seorang syaykh. Orang-orang
berkata: 'Dia sedang sakit.'
Kami melihat saat perjalanan pulang seekor ikan yang membuat kami tertarik, maka
kami membelinya. Tatkala kami sampai di rumah, tiba waktu majelis, sampai-sampai
tiga hari berlalu dan kami menghabiskan hari-hari itu untuk bermajelis (melupakan ikan).
Hampir-hampir ikan itu berubah busuk. Lantas kami memakannya mentah-mentah.
Tidak ada waktu senggang bagi kami untuk sekedar memakannya dalam keadaan sudah
dibakar."
23
Tadzkiratul Ḥuffāzh: 3/830.
16
Tidaklah aku menunggangi satu kendaraanpun saat mencari ilmu. Dan, aku memanggul
kitab-kitabku di atas punggungku dan aku tidak pernah meminta tolong seorangpun saat
pencarianku. Adalah aku hidup atas apa yang aku tuju."24
Tibalah esok. Aku dan sahabatku berkeliling dengan menahan lapar nan melilit nian.
Pulanglah sahabatku dan aku pulang dalam keadaan kelaparan. Esoknya, sahabatku
mengajak: 'Mari kita jalan menuju para syaykh.'
Jawabku: 'Aku tiada menyembunyikan persoalanku darimu. Sungguh, dua hari telah
berlalu, tidaklah aku makan apapun di dua hari itu.'
Dia berkata: 'Aku masih punya satu dinar. Aku berikan setengah untuk
menghiburmu, dan setengahnya lagi untuk persewaan.'
Lantas, kami keluar dari Bashrah dan aku menerima darinya setengah dinar.25
24
Siyār A'lām an-Nubalā': 19/363.
25
Taqdimatul Jarḥ wat Ta'dīl: 363.
17
Sabda beliau: [niscaya Allah akan mudahkan baginya lantaran perbuatannya
itu suatu jalan menuju surga] boleh jadi yang dimaksud dengan itu adalah Allah
memudahkan baginya ilmu yang dia cari, lantas dia menempuh jalannya, dan Allah
ringankan jalan itu buatnya. Karena, sesungguhnya ilmu adalah suatu jalan yang
mengantarkan menuju surga, dan ini seperti firman Allah l:
َّ ْ َ ْ ِّ َ ٰ ُ ْ َ ََّ ْ َ َ َ
﴾ لذك ِر ف َهل ِم ْن ُّمد ِكر
ِ ﴿ ولقد يس ْرنا الق ْران ِل
26
Dan sungguh, telah Kami mudahkan al-Quran untuk peringatan, maka adakah
orang yang mau mengambil pelajaran?
Boleh jadi juga, yang dimaksud adalah Allah ringankan bagi pencari ilmu saat
dia meniatkan wajah Allah dengan perantara mencari ilmu: Allah mudahkan dia
untuk mengambil manfaat dari ilmu itu dan Allah ringankan dia mengamalkan
kandungannya, maka itu menjadi sebab hidayah baginya dan sebab masuk surga
dengan perantara ilmu itu.
Sungguh Allah akan ringankan bagi pencari ilmu suatu ilmu-ilmu yang lain
yang dia mengambil manfaat dari ilmu-ilmu itu, lantas ilmu-ilmu itu menjadi
pengantar baginya menuju surga; sebagaimana dikatakan: "Siapapun yang
mengamalkan apa yang dia tahu, niscaya Allah akan mewariskan ilmu apa yang dia
belum tahu" dan sebagaimana dikatakan: "Balasan bagi kebaikan adalah kebaikan
setelahnya"; yang menunjukkan terhadap hal itu adalah firman Allah l:
ً ُ َ َ ْ َ ْ َّ ُ ٰ ُ ْ َ َ
﴾ اّلل ال ِذين اهتد ْوا هدى
27
﴿ وي ِزيد
Dan Allah akan menambah petunjuk kepada mereka yang telah mendapat
petunjuk.
Dan, termasuk hal itu juga [… Allah akan mudahkan …] adalah Allah
mudahkan jalan surga yang ḥissiyy (inderawi) pada hari kiamat; yaitu jembatan,
serta apa saja sebelumnya dan apa saja sesudahnya berupa kegentingan-
kegentingan situasi, maka Allah ringankan hal itu atas pencari ilmu untuk
mengambil manfaat dengan ilmu itu. Sungguh, ilmu itu menunjukkan kepada
Allah dari jalan terpendek yang menuju kepadaNya, maka siapapun yang
menempuh jalannya dan dia tidak berhenti di tengah jalan, niscaya dia sampai
kepada Allah dan kepada surga dari jalan terpendek dan termudah di antara jalan-
jalan. Semua jalan-jalan yang mengantarkan menuju surga dimudahkan buatnya
di dunia dan akhirat. Tiada jalan kepada mengenal Allah dan kepada sampainya
kepada keridaanNya, kesuksesan bisa dekat denganNya di akhirat melainkan
dengan ilmu yang manfaat yang mana Allah telah mengutus para rasulNya dengan
itu dan menurunkan kitab-kitabnya dengan itu, maka ilmu itu tidak lain adalah
dalil atas Allah; dengannya Allah memberi petunjuk -kepada hambaNya- di dalam
gelap-gelap kebodohan, syubhat-syubhat, dan keraguan-keraguan. Karena itu,
Allah menamakan kitabNya dengan cahaya; sebab Allah memberi petunjuk
dengannya di dalam kegelapan-kegelapan. Allah l berfirman:
ُ َ َ ُ ْ ْ َ ُ ْ ُ ُ ْ ُ َِّّ َ ُ ُ َ َُ ُ ْ َ َْ
َ ْ َ ٰ َ ْ َ ٰ
﴿ يٰٓاهل ال ِكت ِب قد جا َۤءك ْم َر ُس ْولنا ُي َب ِ ِّين لك ْم ك ِث ْي ًرا َِما كنت ْم تخف ْون ِم َن ال ِكت ِب َو َيعف ْوا ع ْن ك ِث ْيرە قد جا َۤءك ْم
ْ ُّ َ ُ ُّ ُ ْ ُ ٰ َّ َ ُ ُ َ َ ْ َ َ َّ َ ُ ٰ ٰ ُ ٰ َ ِّ
السل ِم َويخ ِرج ُه ْم ِِّم َن الظل ٰم ِت ِالى الن ْو ِر ِب ِاذ ِنه َّي ْه ِد ْي ِبهِ اّلل م ِن اتبع ِرضوانه سبل١٥ اّلل ن ْور َّو ِكتب ُّم ِب ْينِ ِمن
َ ٰ ْ
﴾ ١٦ َو َي ْه ِدي ِه ْم ِالى ِص َراط ُّم ْست ِق ْيم
29
28
Surah Muḥammad: 17.
29
Surah al-Māidah: 15-16.
19
[15] Wahai Ahli Kitab! Sungguh, Rasul Kami telah datang kepadamu, menjelaskan
kepadamu banyak hal dari (isi) kitab yang kamu sembunyikan, dan banyak (pula)
yang dibiarkannya. Sungguh, telah datang kepadamu cahaya dari Allah, dan Kitab
yang menjelaskan. [16] Dengan Kitab itulah Allah memberi petunjuk kepada orang
yang mengikuti keridaan-Nya ke jalan keselamatan, dan (dengan Kitab itu pula)
Allah mengeluarkan orang itu dari gelap gulita kepada cahaya dengan izin-Nya,
dan menunjukkan ke jalan yang lurus.
Nabi n memisalkan pemanggul ilmu yang hadir dengan ilmu itu seperti
bintang-bintang yang manusia mendapat petunjuk darinya di dalam kegelapan-
kegelapan. Di dalam al-Musnad dari Anas dari Nabi; beliau bersabda n :
Selama ulama masih ada di muka bumi, maka manusia di dalam petunjuk.
Masih adanya ilmu itu menunjukkan masih adanya si empunya. Maka, saat si
empunya pergi dan siapapun yang berdiri atas dasar ilmu pergi jua niscaya kondisi
manusia dalam kesesatan; sebagaimana dalam ash-Shaḥīḥayn dari 'Abdullāh bin
'Amrū dari Nabi n , beliau bersabda n :
Nabi n menjawab:
***
. َم ْن يُ ِرِد اللَّهُ بِ ِه َخ ْي ًرا يُ َف ِّق ْههُ فِى الدِّي ِن: n – قال النيب2
Kata فَ َقه menunjukkan pada pengetahuan dari sesuatu dan keilmuan
ِ ِ
tentangnya. Ungkapanmu: ُيث أَفْ َق ُهه
َ ت ا ْحلَد
ُ فَق ْه (aku paham ḥadīṣ; aku fakih
dengannya). Setiap mengilmui sesuatu maka itu adalah fikih. Kemudian, fikih
dikhususkan dengan ilmu syariat; maka dikatakan: setiap orang yang alim dengan
halal dan haram maka dia fakih.31
30
Al-Imām Ibnū Rajab al-Ḥanbaliyy, Jāmi'ul 'Alūm wal Ḥikam, 2/296-298.
31
Al-Imām Aḥmad bin Fāris ar-Rāziyy, Mu'jam Maqāyīsil Lughah, 4/442.
21
zina itu haram, dan yang semisal berupa masalah-masalah yang telah pasti; yang
mana seorang alim dan awam sama-sama mengetahui maka tidak disebut fikih.32
[ خ ْي ًرا
َ َم ْن يُ ِرِد اللَّهُ بِ ِه/Siapapun yang Allah kehendaki suatu kebaikan] di dalam
ḥadīṣ ini: bahwa ilmu yang manfaat itu adalah tanda atas kebahagiaan seorang
hamba lantara Allah menghendakinya dengan kebaikan.34 Guru kami asy-Syaykh
Ḥussām Luthfiyy asy-Syāfi'iy mengatakan: mafhūmul mukhālafah ḥadīṣ ini adalah
siapapun yang tidak Allah kehendaki dengan kebaikan maka Allah tidak akan
fakihkan dia dalam persoalan agama; sedangkan al-Imām ash-Shan'āniyy beliau
mengatakan: mafhūm (yang dipahami) dari syarat bahwa siapapun yang tidak
memfakihkan dirinya dalam agama maka Allah tidak menghendaki suatu
kebaikanpun lantara perbuatannya. Mafhūm ini menyebutkan manthūq di dalam
riwayat Abu Ya'lā:
Di dalam ḥadīṣ ini ada tanda yang jelas atas kemuliaan memfakihkan diri dalam
agama35.
Kalaulah, seluruh penghuni bumi ini tidak peduli denganmu tentu dunia terasa
menghimpitmu dan kamu terbelenggu depresi. Lantas bagaimana denganmu yang
tidak mau memfakihkan diri dalam agama tapi kamu merasa biasa-biasa saja
32
Al-Ustādz Sa'īd Fūdah, Ḥāsyiyyah 'alā Syarḥil Maḥalliyy 'alāl Waraqāt, h. 13.
33
Al-Ustādz Sa'īd Fūdah, Ḥāsyiyyah 'alā Syarḥil Maḥalliyy 'alāl Waraqāt, h. 15.
34
'Abdurrahmān Ālu Sa'diyy, Bahjatu Qulūbil Abrār, 1/32.
35
Al-Imām ash-Shan'āniyy, Subulus Salām, 2/688.
22
padahal Allah tidak peduli denganmu?! Bagaimana gerangan nasibmu di akhirat
kelak?!
ِ الدِّي
[ن يُ َف ِّق ْههُ فِى/niscaya Allah akan fakihkan dia dalam agama] yaitu Allah
fakihkan dia tentang ilmu syariat36. Proses memfakihkan diri dalam agama
meliputi fikih dalam ushūl imān (akidah)37, syariat-syariat Islam beserta hukum-
hukumnya, dan hakikat-hakikat ihsan. Karena, agama itu meliputi semua tiga hal
tersebut; sebagaimana ḥadīṣ Jibril q saat bertanya pada Nabi n tentang iman,
Islam, dan ihsan. Lantas, Nabi n menjawabnya beserta batasan-batasannya.
Lantas, beliau menjelaskan iman dengan dasar-dasarnya yang enam, menjelaskan
Islam dengan kaidah-kaidahnya yang lima, dan menjelaskan ihsan dengan: engkau
beribadah kepada Allah seakan-akan engkau melihatNya, apabila engkau belum
melihatNya maka ketahuilah sungguh Dia melihatmu.38
Ḥadīṣ ini mencakup tiga hukum: fadilat peroses memfakihkan diri dalam
urusan agama, pemberi yang hakiki adalah Allah39, dan sebagian umat ini
senantiasa di atas kebenaran.40
36
Al-Imām Zaynud Dīn al-Munāwiyy, at-Taysīr bi Syarḥil Jāmi'ish Shaghīr, 2/448.
37
Selain ushūl imān (dasar-dasar iman), akidah juga disebut dengan fiqhul akbar (fikih
paling agung).
38
'Abdurrahmān Ālu Sa'diyy, Bahjatu Qulūbil Abrār, 1/32.
39
Sebagaimana dalam ḥadīṣ (secara ringkas):
فَأ ََّو ُل َم ْن يَ ْدعُو بِ ِه َر ُجل َج َم َع ال ُق ْرآ َن، ض َي بَ ْي نَ ُه ْم َوُكلُّ أ َُّمة َجاثِيَةِ اد لِي ْق ِ ِ ِ ِ
َ ََن اللَّهَ تَبَ َار َك َوتَ َعالَى إِذَا َكا َن يَ ْو ُم القيَ َامة يَنْ ِز ُل إِلَى العب َّ أ
.ب ِّ بَلَى يَا َر: ال َ َْت عَلَى َر ُسولِي ؟ ق ُ ك َما أَنْ َزل ِ
ْ أَل: ول اللَّهُ للْ َقا ِر ِئ
َ َم أُعَلِّ ْم ِ وَر ُجل َكثِير الم، يل اللَّ ِه
ُ فَ يَ ُق، ال َ ُ َ ِ ِ َوَر ُجل قُتِ َل فِي َسب،
: ُالم ََلئِ َكة ِ ِ َ فَما َذا َع ِمل: ال
َ ُول لَه ُ َوتَ ُق، ت َ ْ َك َذب: ُول اللَّهُ لَه ُ فَ يَ ُق، َّها ِرَ وم بِه آنَاءَ اللَّْي ِل َوآنَاءَ الن ُ ُت أَق
ُ ُك ْن: ال َ َت ؟ ق َ يما عُلِّ ْم َ ْت ف َ َ َق
ِ
صلَّى اللَّهُ َعل َْيه َو َسلَّ َم َعلَى ِ ِ
َ ول اللَّه ُ ب َر ُس َ ض َرَ ثُ َّم... اك َ َيل ذ ِ َ ت أَ ْن يُ َق
َ إ َّن فُ ََلنًا قَا ِرئ فَ َق ْد ق: ال َ بَ ْل أ ََر ْد: ُول اللَّهُ َويَ ُق، ت َ َْك َذب
ِ ِ ِ ِ ِ َّ ِ َ ُرْكبَتِي فَ َق
. َّار يَ ْو َم القيَ َامة
ُ سعَّ ُر به ُم الن َ ُك الث َََّلثَةُ أ ََّو ُل َخل ِْق الله ت
َ أُولَئ، َ يَا أَبَا ُه َريْ َرة: ال
Bahwa, Allah yang Maha Suci dan Maha Tinggi saat telah terjadi hari kiamat Dia turun
kepada hamba-hamba untuk menghakimi di antara mereka, dan seluruh umat pada hari itu
bersimpu lutut.
Pertama kali yang Allah panggil adalah seseorang yang mengumpulkan al-Quran,
seseorang yang terbunuh di jalan Allah, dan seseorang yang banyak harta. Lantas,
23
Hal ini [niscaya Allah akan fakihkan dia dalam agama] sebagaimana yang
dialami al-Imām ar-Rabī' bin Sulaymān t ; dihikayatkan oleh al-Imām al-
Qaffāl: "Adalah ar-Rabī', dia mempunyai pemahaman nan lambat. Maka, al-Imām
asy-Syāfi'iyy t mengulang satu permasalah sebanyak 40 kali nampun tak
kunjung paham jua. Karena malu, pergilah beliau dari majelis. al-Imām asy-
Syāfi'iyy t pun memanggilnya untuk melakukan pembelajaran secara privat,
maka al-Imām asy-Syāfi'iyy t mengulang-ulang sampai dia paham.
dikatakan kepada orang yang membaca al-Quran -atau orang alim-: "Bukankah aku telah
mengajarkanmu apa yang telah aku turunkan atas rasulKu?"
Dia menjawab: "Benar duhai Rabbku."
Allah berfirman: "Maka, apa gerangan yang telah kamu lakukan dengan apa yang telah
aku ajarkan?"
Dia menjawab: "Adalah aku beribadah dengannya sepanjang malam dan sepanjang
siang."
Seketika Allah berfirman padanya: "Kamu dusta!"
Para malaikat pun ikut berkata padanya: "Kamu dusta!"
Allah berfirman: "Justru kamu ingin disebut-sebut: 'Si Fulan seorang pembaca al-
Quran'. Sungguh -kamu- sudah disebut-sebut demikian."
Kemudian Rasulullah menepuk kedua lututku lantas berkata: "Duhai Abū Hurayrah.
Mereka itulah tiga golongan yang pertama kali dari makhluk Allah yang mana neraka
dinyalakan untuk mereka pada hari kiamat." (riwayat at-Tirmidziyy)
Jika, ilmu yang kita punya sejatinya milik Allah, lantas apa yang akan kita pamerkan?!
Sungguh, tukang parkir tidak akan memamerkan kendara-kendaraan yang dititipkan
padanya betapapun banyak jumlahnya.
40
Al-Imām Ibnū Ḥajar asy-Syāfi'iyy, Fatḥul Bariy, 1/164.
41
Tājud Dīn as-Subkiyy asy-Syāfi'iyy, Thabaqātusy Syāfi'iyyah al-Kubrā, 2/134.
24
Kalaulah bukan karena ulama yang bertalaki ilmu dan mengajarkannya kepada
manusia; menjelaskan yang halal dari yang haram dari generasi ke generasi,
niscaya hancurlah manusia, hewan-hewan, binatang ternak, sampai-sampai
hewan-hewan laut pun ikut hancur, agama menghilang, dan keadilah merapuh.
Maka, hak bagi manusia adalah memohonkan ampunan bagi orang alim.42
Bahkan unsur-unsur yang empat tidak luput dari kehancuran; adapun unsur-
unsur yang empat, Ibnu Sina mengatakan: unsur-unsur adalah jisim-jisim dari apa
yang ada di bumi, dia berupa bagian-bagian yang pokok bagi badan manusia dan
selainnya, serta tidak mungkin untuk dibagi kepada bagian-bagian yang berbeda.
Spesies terbagi kepadanya dan tercipta berbagai macam jenis yang berbeda yang
mempunyai penampilan melalui proses pencampurannya berupa makhluk-
makhluk (manusia, hewan, tumbuhan, dll). Hendaknya dokter memasrahkan dari
alam bahwa unsur-unsur itu ada empat tiada selainnya; dua di antaranya ringan
dan dua lainnya berat. Dua yang ringan: api dan udara, sedangkan dua yang berat:
air dan bumi. 43
Jika unsur-unsur yang empat rusak, maka rusaklah dunia dan seisinya. Sebab,
tidaklah keduanya tercipta melainkan berasal dari pencampuran unsur-unsur yang
empat. Celakanya, banyak orang-orang berbuat kerusakan tapi dia tidak sadar
sedang membuat kerusakan di atas muka bumi, justru menganggap sedang
melakukan perbaikan:
ٰ َ
44 َ ْ ُ ُ ْ َ َّ ْ َ َ ْ ُ ْ ُ ْ ُ ُ ْ ُ َّ َ َ ْ ُ ْ ُ ُ ْ َ َ َّ ْ ُ َ َْ ُ ُْ َ َ َ َ
﴾ ﴿ َواِ ذا ِق ْيل ل ُه ْم لا تف ِسد ْوا ِفى الا ْر ِض قالوٓٗا ِانما نحن مص ِلحون ال ٓٗا ِانهم هم المف ِسدون ول ِكن لا يشعرون
42
Al-Imām Zaynud Dīn al-Munāwiyy, Faydhul Qadīr, 4/189.
43
Ibnū Sīnā, al-Qānūn fīth Thibb, 1/17.
44
Surah al-Baqarah: 11-12.
25
melakukan perbaikan.” [12] Ingatlah, sesungguhnya merekalah yang berbuat
kerusakan, tetapi mereka tidak menyadari.
Jangan pernah menyangka bahwa benda mati tidak memiliki rasa; ditemukan
pada zaman Ziyād atau Ibnu Ziyād sebuah parsel yang di dalamnya terdapat suatu
biji seperti biji buah-buahan. Uniknya, di atasnya tertulis:
***
ِ ِ
َ إَِّلَّ م ْن: سا ُن انْ َقطَ َع َعْنهُ َع َملُهُ َّإَّل م ْن ثَََلث
ص َدقَة َجا ِريَة َ ْات ا ِإلن
َ إذَا َم: n – قال النيب3
. ُصالِح يَ ْد ُعو لَه 46 ِ ِ
َ أ َْو علْم يُ ْنتَ َف ُع بِه أ َْو َولَد
47
45
Riwayat Aḥmad.
46
Lihatlah catatan kaki pada tulisan ini; mereka sudah meninggal, akan tetapi karya
mereka masih terus saja kita menikmatinya.
47
Riwayat Muslim.
26
Kata [ انْ َقطَ َع/terputus] merupakan metamorfosis dari wazan انفعلyang salah
satu faedahnya: ( للمطاوعةdampak). Maka, dampak dari terputusnya amal itu
bukanlah sesuatu yang sepele, pun amal sekecil debu bukanlah suatu hal yang
sepele; sebagaimana sabda Nabi n :
ِ ِ
. اك بوجه طليق َ َّل تَحق َر َّن م َن
َ َولَو أ ْن تَل َقى أ َخ، الم ْع ُروف َش ْيئًا
48
Di dalam ḥadīṣ ini terdapat dalil bagi legalitas dasar wakaf dan sangat besar
pahalanya.49
Rawman sebelum Nabi n tiba, tiada seorangpun yang minum darinya kecuali
harus membayar. Ketika kaum Muhajirin g tiba di Madinah, mereka begitu
membutuhkan air dan tidak ada kecuali air sumur Rawman.
48
Riwayat Muslim.
49
Al-Imām an-Nawawiyy, al-Minhāj Syarh Shaḥīḥ Muslim, 11/85.
27
Nabi n memotivasi: Siapa yang mau membeli Rawmah lalu menjadikannya
milik kaum muslimin, dia menimba bersama kaum muslimin. Karenanya dia
berhak mendapatkan minuman di surga?
Uṣmānaberkata: "Jika kamu sepakat maka bagianku sehari dan kamu sehari?"
Jadilah saat tiba hari Uṣmāna, kaum muslimin mengambil air sebanyak apa
yang mencukupi mereka selama dua hari. Manakala melihat kejadian itu, Yahudi
berkata kepada Uṣmāna: "Sudah tidak laku sumurku. Belilah setengahnya dua kali
lipat."
Kontan Uṣmān a membeli setengah lainnya seharga 8.000 dirham (666 kali
lipat dari harga awal).50
Jika ingin ekonomi bahkan peradaban kaum muslimin bangkit maka tidak bisa
wakaf dilakukan setengah-setengah dan wajib menggunakan produk kaum
muslimin. Dan, coba perhatikan bagaimana luhurnya adab seorang mukmin;
manakala musuhnya bangkrut dia tidak memanfaatkan momentum untuk
mengeruk keuntungan dan menjatuhkannya, justru dibeli 666 kali lipat dari harga
awal.
Shalat, puasa, haji, dan apa yang serupa dengan itu adalah ibadah yang terhenti
pahalanya seiring terhentinya ritual. Berbeda dengan sedekah jariah yang akan
terus mengalir pahalanya sampai hari kiamat. Karena itu, para pendosa saat datang
50
'Aliy Muḥammad ash-Shallābiyy, Taysīrul Manān fī Sīrati Uṣmān bin 'Affān, h. 42 dan
'Abdullāh bin Muslim bin Qutaybah, al-Ma'ārif, h. 192-193.
28
kematian mereka berkeinginan ditangguhkan kematiannya supaya mereka bisa
bersedekah:
َ َّ َّ َ َ َ َ َ ٰٓ َ ََّ َ َ َ ُ َ ُ ْ ُ َ ََ ْ ْ َ َ ُ ٰ َْ ُ َْ
﴿ َوان ِفق ْوا ِم ْن َّما َرزقنك ْم ِِّم ْن ق ْب ِل ان َّي ِأت َي احدك ُم ال َم ْوت ف َيق ْول َر ِ ِّب ل ْول ٓٗا اخ ْرت ِن ْ ٓٗي ِالى اجل ق ِر ْيب فاصدق
َ ٰ ُ َ
﴾ َواك ْن ِِّم َن الص ِل ِح ْين
Dan infakkanlah sebagian dari apa yang telah Kami berikan kepadamu
sebelum kematian datang kepada salah seorang di antara kamu; lalu dia berkata
(menyesali), “Ya Tuhanku, sekiranya Engkau berkenan menunda (kematian)ku
sedikit waktu lagi, maka aku dapat bersedekah dan aku akan termasuk orang-
orang yang saleh.” (surah al-Munāfiqūn: 10)
[ بِ ِه ِعلْم يُ ْنتَ َف ُع/ilmu yang diambil manfaatnya] al-Imām an-Nawawiyy berkata:
Di dalam ḥadīṣ ini terdapat … penjelasan tentang fadilat ilmu dan mengimbau
untuk memperoleh banyak ilmu, motivasi di dalam pewarisan ilmu melalui
pengajaran, karya, dan penjelasan; karenanya, hendaknya seseorang cermat
memilih dari ilmu-ilmu itu yang paling manfaat dari yang paling manfaat.51
Memperoleh anak saleh dalam Islam tidaklah dimulai ketika telah mempunyai
anak, bahkan jauh sebelum anak itu ada persiapan telah dimulai. Jauh sebelum
Nabi Muḥammad n terlahir menyinari bumi dan mengembalikan senyumnya,
Abul Anbiyā' Nabi Ibrāhīm telah mendoakan akan kehadiran beliau n ; Allah
mengabadikannya:
51
Al-Imām an-Nawawiyy, al-Minhāj Syarh Shaḥīḥ Muslim, 11/85.
52
Al-Imām an-Nawawiyy, al-Minhāj Syarh Shaḥīḥ Muslim, 11/85.
29
َ ْ َ َ َّ ِّ َ ْ ْ َ َ ٰ ْ ُ ُ ُ ِّ َ ُ َ َ ٰ ٰ ْ ْ َ َ ْ ُ ْ َ ْ ُ ْ ِّ ً ْ ُ َ ْ ْ ْ َ ْ َ َ ََّ
ال ك َمة َو ُي َز ِك ْي ِه ْم ِانك انت ِ﴿ ربنا وابعث ِفي ِهم رسولا ِمنهم يتلوا علي ِهم اي ِتك ويع ِلمهم ال ِكتب و ح
ْ َْ
53 ُ ْ َ
﴾ ࣖ الع ِزْي ُز الح ِكيم
Ya Rabb kami, utuslah di tengah mereka seorang rasul dari kalangan mereka
sendiri, yang akan membacakan kepada mereka ayat-ayatMu dan mengajarkan
Kitab dan Hikmah kepada mereka, dan menyucikan mereka. Sungguh, Engkaulah
Yang Mahaperkasa, Mahabijaksana.
اك
َ ت يَ َد ِ فَاظْ َفر بِ َذ، ولِ ِدينِ َها، ولِجمالِ َها، ولِحسبِ َها، لِمالِ َها: تُ ْن َكح الْمرأَةُ ِألَربع
ْ َات الدِّي ِن تَ ِرب ْ َ ََ َ ََ َ َ َْ ْ َ ُ
54
.
Wanita dinikahi karena empat perkara: karena hartanya, nasabnya, kecantikannya,
dan agamanya. Milikilah sebab esensi agamanya niscaya kedua tanganmu berdebu.
53
Surah al-Baqarah: 129.
54
Muttafaqun 'alayh.
30
keberkahan mereka, kebaikan jalan-jalan mereka, dan rasa aman terhadap
keburukan dari arah mereka (mereka tidak akan berbuat buruk kepada kita).55
Di dalam ḥadīṣ ini menunjukkan bahwa doa sampai pahalanya pada mayit,
demikian pula sedekah; keduanya berdasarkan ijma', demikian pula qadhā'ud din
sebagaimana pembahasan yang telah lalu. Adapun haji, maka pahalanya sampai
pada mayit menurut al-Imām asy-Syāfi'iyy t , ini tergolong dalam qadhā'ud din
jika haji itu adalah wajib haji dan jika haji itu adalah tathawwu' maka si mayit harus
mewasiatkannya terlebih dahulu; ini termasuk bab wasiat. Adapun jika mati
sedangkan masih punya tanggungan puasa maka yang shaḥīḥ adalah walinya
berpuasa buatnya, telah lalu masalah ini di dalam Kitabush Shiyām, Adapun bacaan
al-Quran dan menjadikan pahalanya bagi mayit begitu pula shalat dan yang
semisal keduanya, maka madzhab al-Imām asy-Syāfi'iyy t dan mayoritas ulama
menyatakan bahwa hal itu tidak sampai pada mayit, akan tetapi di dalamnya ada
perbedaan pendapat.56
55
Al-Imām an-Nawawiyy, al-Minhāj Syarh Shaḥīḥ Muslim, 10/51.
56
Al-Imām an-Nawawiyy, al-Minhāj Syarh Shaḥīḥ Muslim, 11/85.
31
َوكم ِِمَّن أَ ْش َقى َولَده وفلذة كبده ِِف الدُّنْيَا َو ْاْل ِخَرة بإُهاله َوترك تأديبه وإعانته لَهُ على شهواته َويَ ْزعُم
أَنه يُكرمهُ َوقد أهانه َوأَنه يرمحه َوقد ظلمه َوحرمه ففاته انتفاعه بولده وفوت َعلَْي ِه َحظه ِِف الدُّنْيَا
57
. َو ْاْل ِخَرة َوإِذا ْاعتربت الْفساد ِِف ْاْل َْوَالد َرأَيْت عامته من قبل ْاْلبَاء
Berapa banyak orang tua yang mecelakakan anaknya lagi darah dagingnya sendiri
di dunia dan akhirat lantaran menelantarkannya, meninggalkan proses
menjadikan seorang anak menjadi beradab, menolongnya untuk merealisasikan
syahwatnya. Orang tua berkeyakinan bahwa perbuatan mereka itu sedang
memuliakan anaknya sejatinya justru sedang menghinakannya, bahwa sedang
menyayangi anaknya sejatinya justru menzaliminya. Maka, luputlah momennya
mengambil manfaat dari anaknya dan luputlah darinya bagian anaknya di dunia
dan akhirat. Dan, ketika kamu mengamati kerusakan pada anak-anak, niscaya
kamu menemukan bahwa umumnya kerusakan itu dari arah para ayah.
***
57
Al-Imām Ibnul Qayyim al-Jawziyyah, Tuḥfatul Mawdūd bi Aḥkāmil Mawlūd, h. 242.
32
[2]
58
. ُ َخ ْي ُرُك ْم َم ْن تَ َعلَّ َم الْ ُق ْرآ َن َو َعلَّ َمه: n – قال النيب1
Nabi n bersabda: Sebaik-baik kalian adalah siapapun yang mempelajari al-
Quran dan mengajarkannya.
Penjelasan:
. ُ َخ ْي ُرُك ْم َم ْن تَ َعلَّ َم الْ ُق ْرآ َن َو َعلَّ َمه: n – قال النيب1
[ َخ ْير/sebaik-baik] adalah ism tafdhīl; yaitu suatu sifat yang diambil dari fi'l
untuk menunjukkan atas dua sesuatu yang saling berserikat di dalam sifat dan
58
Riwayat al-Bukhāriyy.
59
Riwayat al-Bukhāriyy.
60
Riwayat al-Bukhāriyy.
33
salah satunya lebih unggul daripada yang lain.61 Artinya, manusia terbaik itu
adalah para pengajar al-Quran; andaikan mengajar al-Quran adalah profesi, maka
itulah profesi terbaik dan sedekah jariah terbaik.
[ن
َ الْ ُق ْرآ َم ْن تَ َعلَّ َم/siapapun yang mempelajari al-Quran] تَ َعلَّ َمberasal dari kata
َعلَ َم ; maknanya: menunjukkan atas bekas sebab sesuatu yang terbedakan
dengannya dari selainnya63. Maka, dengan al-Quranlah menjadi terbedakan antara
hak dan batil, antara petunjuk dan kesesatan, serta antara halal dan haram. Karena
itu, Allah menamakannya dengan al-Furqān (pembeda).
61
Asy-Syaykh Mushthāfā al-Ghalāyīniyy, Jāmi'ud Durūsil 'Arabiyyah, h. 138.
62
Al-Imām an-Nawawiyy, al-Minhāj Syarh Shaḥīḥ Muslim, 2/77.
63
Al-Imām Aḥmad bin Fāris ar-Rāziyy, Mu'jam Maqāyīsil Lughah, 4/109.
34
Pembelajaran al-Quran dan tidak dimungkinkan dari ini kecuali meliputi
ilmu-ilmu syariat baik persoalan-persoalan akidah dan fikih.
Ilmu ketika tidak berbuah menjadi amal maka itu bukanlah ilmu dalam
pandangan syariat; pernah dikatakan kepada al-Imam Aḥmad: "Mau sampai kapan
ilmu itu maka di manakah amalnya?"
[ َعلَّ َم /mengajarkan] Al-Quran adalah paling mulia dari ilmu-ilmu, maka
jadilah siapapun yang mempelajarinya dan mengajarkannya kepada orang lain
niscaya menjadi figur yang lebih mulia daripada orang yang belajar selain al-
Quran. Jika dia mengajarkan al-Quran maka tetap baginya kebaikan, dan tiada
keraguan bahwa mengumpulkan antara pengajaran al-Quran dan
pembelajarannya adalah penyempurna bagi dirinya sendiri dan bagi orang lain
yang mana hal itu adalah mengumpulkan antara manfaat bagi dirinya sendiri dan
manfaat bagi orang lain. Karenanya pengajar al-Quran menjadi paling utama, dan
dia bagian dari golongan yang dimaksud oleh Allah l dengan firmanNya:
65 َ ْ ْ ُ ْ َ ْ َّ َ َ َّ ً َ َ َ َ ٰ َ َ َ ْ َِّّ ً ْ َ ُ َ ْ َ ْ َ َ
﴾ اّلل وع ِمل ص ِالحا وقال ِان ِني ِمن المس ِل ِمين
ِ ﴿ ومن احسن قولا َِمن دعآٗ ِالى
Dan siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada
Allah dan mengerjakan kebajikan dan berkata, “Sungguh, aku termasuk orang-
orang muslim (yang berserah diri)?”
64
'Aliy al-Qāriyy, Mirqātul Mafātīḥ Syarḥ Misykātil Mashābīḥ, 4/1453. Dinukil secara
ringkas dengan penyesuaian.
65
Surah Fushshilat: 33.
35
Menyeru kepada Allah (berdakwah) terealisasi dengan berbagai macam
variasi, termasuk di dalamnya adalah mengajarkan al-Quran, dan itu paling mulia
dari semuanya. Kebalikannya, adalah orang kafir yang menghalangi orang lain
untuk menuju Islam; sebagaimana firmanNya l:
ْ َ َ َ َ ٰ ٰ ََّ َّ َ ْ َ َ
66
﴾ اّلل َوصدف عن َها
ِ ﴿ ف َم ْن اظل ُم َِم ْن كذ َب ِبا ٰي ِت
Siapakah yang lebih zalim daripada orang yang mendustakan ayat-ayat Allah dan
berpaling daripadanya?
Maka, jika dikatakan: Karena itu, muqri' lebih utama daripada fakih.
Kami katakan: Tidak. Karena lawan bicaranya adalah para ahli fikih kejiawaan
sebab mereka adalah ahli lisan maka mereka mengetahui makna-makna yang
terkandung di dalam al-Quran berdasarkan intuisi, mereka lebih banyak
mengetahui daripada siapapun setelah mereka dengan usaha mereka67. Maka,
jadilah fikih bagi mereka sebagai karakter alami; siapapun yang semisal esensi
mereka dan sama sifatnya dengan mereka dalam hal itu pasti dia bukan seorang
qāri' atau muqri' yang murni akan tetapi tidak paham satupun dari makna-makna
yang dia baca atau dibacakan padanya.68
66
Surah al-An'ām: 157.
67
Maksudnya: Ilmu yang diusahakan itu tidak bisa mengalahkan ilmu yang Allah
ilhamkan. Apa yang dikatakan al-Imām Ibnū Ḥajar asy-Syāfi'iyy senada dengan apa yang
dikatakan Syaykhul Islām Ibnū Taymiyyah (sekalipun beda pemilihan katanya):
ِ ِ ِ ِِ ِ َني بِسبِِ َّ ِوب أَولِيائِِه الْمت َِّقني وعِب ِاده
ِ ِ
ُب طَ َه َارةِ قُلُوِب ْم ِمَّا يَكَْرُههُ َواتِّبَاع ِه ْم َما ُُيبُّه َ َ الصاحل َ َ َ ُ َ ْ َُن اللَّهَ يَ ْفتَ ُح َعلَى قُل
َّ ب أ
َ َْوأ ََّما الْعلْ ُم اللدين فَ َال َري
. َما َال يَ ْفتَ ُح بِ ِه َعلَى غَ ِْريِه ْم
Adapun ilmu laduni, maka tiada keraguan sedikitpun bahwa Allah membukakan atas hati-
hati para wali-waliNya yang bertakwa dan hamba-hambaNya yang saleh dengan sebab
kesucian hati-hati mereka dari apa yang Allah benci serta mereka mengikuti apa yang
Allah cinta, ilmu yang Allah tidak membukakannya atas selain mereka. (Syaykhul Islām
Ibnū Taymiyyah, Majmū'ul Fatāwā, 13/245)
68
Al-Imām Ibnū Ḥajar al-'Asqalāniyy asy-Syāfi'iyy, Fatḥul Bāriy, 9/76.
36
[ الْ ُق ْرآن/al-Quran] al-Imām al-Muzaniyy asy-Syāfi'iyy berkata: al-Quran adalah
kalam Allah, dari sisiNya, bukan makhluk yang pasti akan binasa.69 al-Imām Abū
Bakr al-Ismā'īlyy asy-Syāfi'iyy berkata: al-Quran adalah kalam Allah bukan
makhluk. Sesungguhnya, bagaimanapun seorang hamba melakukan perbuatan:
membaca al-Quran dan melafazkannya, terjaga di dalam dada-dada para penghafal
al-Quran, terbacakan melalui lisan, tertulis dalam lembaran-lembaran, tetap saja
al-Quran bukan makhluk. Siapapun yang berkata kemakhlukan melafazkan al-
Quran yang mana dia memaksudkan dengan ucapannya itu adalah al-Quran maka
sungguh dia telah berkata dengan kemakhlukan al-Quran (mengatakan al-Quran
adalah makhluk).70
Harus diyakini bahwa al-Quran adalah kalam Allah, kitabNya, titahNya, dan
wahyuNya yang diturunkan melalui perantara Jibril q kepada RasulNya n;
sebagaimana Dia ktelah berfirman:
َ ْ ْ َ ُ َ َ َْ ٰ َ ُ َ ْ ُ ُّ َََ
﴾ ١٩٥ ِب ِل َسان ع َر ِب ِّي ُّم ِب ْين١٩٤ على قل ِبك ِلتك ْون ِم َن ال ُمن ِذ ِر ْي َن١٩٣ الر ْوح الا ِم ْين
71
ِ﴿ نزل ِبه
[193] Yang dibawa turun oleh ar-Ruh al-Amin (Jibril), [194] ke dalam hatimu
(Muhammad) agar engkau termasuk orang yang memberi peringatan, [195] dengan
bahasa Arab yang jelas.
69
Al-Imām al-Muzaniyy asy-Syāfi'iyy, Syarḥus Sunnah, h. I83.
70
Al-Imām Abū Bakr al-Ismā'īlyy asy-Syāfi'iyy, I'tiqād Ahlis Sunnah, h. 40.
71
Surah asy-Syu'arā': 193-194.
72
Surah al-Māidah: 67.
37
Diriwayatkan dari Jābir bin 'Abdullāh, bahwa dia berkata: Adalah Rasulullah
memperlihatkan dirinya di hadapan manusia pada saat itu, lantas beliau bersabda:
73
. فإن قريشا قد منعوني أن أبلّغ كَلم ربي، هل من رجل يحملني إلى قومه
Adakah dari seseorang yang membawaku menuju kaumnya, karena sungguh
Quraysy mereka telah benar-benar menghalangiku untuk menyampaikan kalam
Rabbku.
Dan jika di antara kaum musyrikin ada yang meminta perlindungan kepadamu,
maka lindungilah agar dia dapat mendengar firman Allah.
73
Riwayat Aḥmad di Musnadnya, ad-Dārimiyy di Sunannya, dan al-Ḥākim di al-
Mustadrak; dia berkata: ḥadīṣ ini shaḥīḥ berdasarkan syarat asy-Syaykhayn (al-Bukhāriyy
dan Muslim) akan tetapi keduanya tidak mencantumkan dalam kitab mereka.
74
Surah at-Tawbah: 6.
38
dengan al-Quran adalah makhluk maka al-Imām Aḥmad t memvonisnya
sebagai orang kafir.
Diriwayatkan dari Abū Dardā', bahwasanya Nabi n pernah ditanya perihal al-
Quran, maka beliau menjawab:
Harus diyakini bahwa al-Quran adalah huruf-huruf yang bisa dipahami dan
suara-suara yang bisa didengar; Allah k berfirman:
76 ً َ َ ْ َْ َ ِّ ُ َ َ َ ْ َ ْ َ َ َ ْ ْ َ َ َ ِّ َ ِّ ً َ ْ ْ َ َ َّ ْ ُ
﴾ ﴿ قل ل ْو كان ال َبح ُر ِمدادا ِلك ِل ٰم ِت َر ِب ْي لن ِفد ال َبح ُر ق ْبل ان تنفد ك ِل ٰمت َر ِب ْي َول ْو ِجئنا ِب ِمث ِله مددا
Nabi n bersabda:
ولكن األلف عشرة، ألم حرف: أما َّل أقول، فإنكم تؤجرون عليه كل حرف عشر حسنات
. فذلك ثَلثون، والَلم عشرة والميم عشرة
Sungguh, kalian akan diganjar karena al-Quran pada setiap huruf adalah sepuluh
kebaikan. Adapun aku tidak katakan: ألم adalah satu huruf, akan tetapi alif
mendapat sepuluh, lām mendapat sepuluh, dan mīm mendapat sepuluh, maka itu
30 kebaikan.
75
Sulthānul Awliyā' 'Abdul Qādir al-Jīlāniyy al-Ḥanbaliyy, Ushūlud Dīn, h. 127-130.
76
Surah al-Kahf: 109.
39
َ ٰ َْ ْ َ ٰٓ َ ٰ َ ْ
77
﴾ ﴿ َواِ ذ نادى َر ُّبك ُم ْوسى ا ِن ائ ِت الق ْو َم الظ ِل ِم ْين
Dan Kami telah memanggilnya dari sebelah kanan gunung (Sinai) dan Kami
dekatkan dia untuk bercakap-cakap.
Sungguh, Aku ini Allah, tidak ada sesembahan selain Aku, maka sembahlah Aku.
Semua itu tidak terjadi kecuali suara-suara yang bisa didengar oleh Nabi Musa
q .Tidak boleh -dikatakan- ini adalah seruan, ini adalah nama, dan ini adalah
sifat yang tidak lain hanya bagi Allah bukan selainnya dari para malaikat dan
seluruh makhluk.
77
Surah asy-Syu'arā': 10.
78
Surah Maryam: 52.
79
Surah Thāhā: 14
40
perkataan kalian. Tidak lain itu adalah lembaran-lembaran kalian maka dibacakan
kepada kalian. Siapapun yang menjumpai kebaikan maka hendaknya dia memuji
Allah dan siapapun yang menjumpai selain itu maka hendaknya dia jangan sekali-
kali mencaci kecuali dirinya sendiri.
ُ ِالمل
أَنَا، ك َ أَنَا: ب
َ ص ْوت يَ ْس َم ُعهُ َم ْن بَعُ َد َك َما يَ ْس َمعُهُ َم ْن قَ ُر
ِ
َ ِ فَ يُ نَادي ِه ْم ب، اد
ِ ُشر اللَّه
َ َالعب ُ ُ يَ ْح
َّ
. الديَّا ُن
Allah mengumpulkan para hamba lantas menyeru mereka dengan suatu suara yang
mana mendengarnya siapapun yang berada di kejauhan sebagaimana mendengar
siapapun yang berada di kedekatan: Akulah Sang Raja. Akulah Sang Hakim.
Penduduk langit menyeru penduduk langit lainnya: "Apa yang telah dikatakan
Rabb kalian?"
Dari 'Abdullāh bin al-Ḥāriṣ dari Ibnu 'Abbās, bahwasanya dia berkata:
Sungguh Allah l saat berbicara dengan wahyu maka penduduk langit
mendengar suatu suara seperti suara besi saat jatuh di atas batu, maka mereka
tersungkur sujud kepadaNya. Maka, ketika dihilangkan ketakutan dari hati
mereka, mereka berkata: "Apa yang telah dikatakan Rabb kalian?"
41
Penduduk langit lainnya menjawab: "Kebenaran, dan Dia Maha Tinggi lagi Maha
Besar."
Ayat-ayat dan kabar-kabar ini menunjukkan bahwa sungguh kalam Allah itu
berupa suara yang tidak seperti suara-suara manusia -pun seluruh makhluk-;
sebagaimana ilmuNya, qudrahNya, dan sifat-sifatNya yang lain tidak serupa
dengan sifat-sifat manusia demikian pula suaraNya.
Al-Imām Aḥmad telah mencatat atas penetapan suara bagi Allah di dalam
riwayat dari para sahabat, hal ini berbanding terbalik dengan apa yang dikatakan
oleh kaum al-Asy'ariyyah; yaitu: Kalam Allah adalah makna yang berdiri di dalam
dariNya (tidak berupa huruf dan suara). Allah yang membuat perhitungan terhadap
setiap ahli bid'ah yang sesat lagi menyesatkan. Allah lsenantiasa berbicara
tanpa henti, dan sungguh kalamNya meliputi seluruh makna-makna perintah,
larangan, kabar, dan pernyataan.
80
Surah Yāsīn: 82.
81
Sulthānul Awliyā' 'Abdul Qādir al-Jīlāniyy al-Ḥanbaliyy, Ushūlud Dīn, h. 136-141.
82
Jism: bentuk; dua dimensi atau tiga.
Lebih rincinya: Sesuatu yang mempunyai panjang, lebar dan dalam; tidak ada sesuatu
yang wujud kecuali dia adalah jism yang panjang, lebar, dan dalam. Bahwasanya, jism itu
sesuatu yang tersusun (dari dua bagian atau lebih). (al-Imām Abul Ḥasan al-Asy'ariyy,
Maqālātul Islāmiyyīn, h. 59-60)
83
Jawhar: entitas.
Lebih rincinya: Apa yang berdiri dengan dzatnya sendiri yang menerima sifat-sifat
yang berlawanan. Maka, sungguh individual itu berdiri dengan dirinya sendiri yang
menerima ilmu dan bodoh, berani dan pengecut, wajar dan tamak, dan segala sifat-sifat
yang berlawanan dari akhlak-akhlak. (al-Imām Ibnu Ḥazm azh-Zhāhiriyy, at-Taqrīb li
Ḥaddil Manthiq wal Madkhal ilayh, h. 45)
84
'Ardh: aksiden.
Lebih rincinya: 'Ardh adalah apa yang nampak pada sebagian jenis dan keadaan namun
tidak pada sebagian lainnya; seperti: wajah kemerahan-merahan lantaran tersipu malu,
wajah kekuning-kuningan lantaran cemas, dan wajah kepucatan lantaran sedih; ini semua
begitu cepat tidak nampak saat hilang. Demikian juga berdiri, tidur, dan apa yang serupa
dengan itu.
'Ardh tidak bisa berdiri sendiri, ia membutuhkan jawhar untuk menunjukkan
eksistensinya; seperti malu ('ardh) yang membutuhkan manusia (jawhar) sebagai tempat
untuk menunjukkan eksistensinya. Sebab 'ardh itu dibawa bukan membawa dan jawhar itu
43
Ibnul Qādhiyy dan muridnya Abul Ḥusayn Muḥammad bin Abū Ya'lā berkata:
Kalam Allah qadim lagi bukan makhluk atas segala kondisi dan segala sisi. Maka,
kalam Allah itu bukan makhluk dan bukan suatu yang baru, bukan objek dan
bukan jism, bukan jawhar dan bukan 'ardh, akan tetapi kalam Allah adalah salah
satu sifat dari sifat-sifat dzatNya, dan berbeda dengan semua makhluk.85
***
membawa bukan dibawa. (al-Imām Ibnu Ḥazm azh-Zhāhiriyy, at-Taqrī li Ḥaddil Manthiq
wal Madkhal ilayh, h. 35, 42)
85
Asy-Syaykh 'Abdullāh bin Muḥammad, Minḥatur Raḥman, h. 158.
86
Al-Imām Aḥmad bin Fāris ar-Rāziyy, Mu'jam Maqāyīsil Lughah, 5/297.
87
Al-Imām Aḥmad bin Fāris ar-Rāziyy, Mu'jam Maqāyīsil Lughah, 5/78-79.
88
Al-Imām Aḥmad bin Fāris ar-Rāziyy, Mu'jam Maqāyīsil Lughah, 2/87.
44
Penghafal di sini adalah dia tidak berhenti89 dan tidak kepayahan lantaran
kualitas hafalannya dan penguasaannya.90
ِ
ِ اهر بِالْ ُقر
آن َحافِظ
Di dalam riwayat lain menggunakan kata ْ ُ ال َْم bukan ;
maksudnya adalah kualitas hafalan dan kualitas tilawah tanpa ada suatu
kebingungan lantaran esensinya adalah Allah l telah memudahkan al-Quran
baginya sebagaimana Allah telah memudahkannya bagi para malaikat, maka
jadilah dia semisal para malaikat di dalam hafalan dan derajat.91
Yaitu, menghiasi al-Quran dengan taḥsīn dan maksud penulis (al-Imām al-
Bukhāriyy) adalah menetapkan esensi tilawah merupakan perbuatan hamba, maka
sesungguhnya diketegorikan sebagai tilawah itu jika tartil, taḥsīn, dan tathrīb92.93
Hal ini sebagaimana yang dilakukan Abū Musā al-Asy'ariy diiringi pujian
Rasulullah n padanya:
94 ِ يت ِم ْزَمارا ِم ْن َم َز ِامي ِر
. آل َد ُاو َد َ َِستَ ِم ُع لِِق َراءَت
َ ِ لََق ْد أُوت، َك الْبَا ِر َحة ْ ل َْو َرأَيْ تَنِي َوأَنَا أ
ً
89
Tidak tersendat-sendat saat membaca.
90
Al-Imām Aḥmad al-Qasthlāniyy asy-Syāfi'iyy, Irsyādus Sāriyy li Syarḥi Shaḥīḥil
Bukhāriyy, 7/412.
91
Al-Imām Ibnū Ḥajar asy-Syāfi'iyy, Fatḥul Bariy, 13/519.
92
Melagukan al-Quran dengan hati gembira.
93
Al-Imām Aḥmad al-Qasthlāniyy asy-Syāfi'iyy, Irsyādus Sāriyy li Syarḥi Shaḥīḥil
Bukhāriyy, 10/467.
94
Riwayat Muslim.
45
Andai saja kamu melihatku sedang penuh perhatian mendengarkan bacaanmu
semalam, sungguh benar-benar kamu telah diberi suatu seruling dari seruling-
seruling keluarga Dawūd.
Tingkat penghafal tertinggi adalah dia yang mampu menjaga dirinya supaya
senantiasa berkesesuaian dengan al-Quran.
95
Al-Imām Badrud Dīn al-'Ayniyy al-Ḥanafiyy, 'Umdatul Qārī Syarḥ Shaḥīḥ al-
Bukhāriyy, 20/56.
96
Al-Imām Aḥmad al-Qasthlāniyy asy-Syāfi'iyy, Irsyādus Sāriyy li Syarḥi Shaḥīḥil
Bukhāriyy, 7/481.
46
mereka menghafalkan al-Quran dan menginformasikannya kepada orang-orang
beriman serta menyingkap bagi mereka apa yang rancu atas mereka.97
Ibnu at-Tīn berkata: Seakan-akan penghafal al-Quran itu bersama dengan para
malaikat pada apa yang menjadi haknya yaitu pahala.98
[ اه ُد
َ يَتَ َع /berkomitmen dengan al-Quran] asal katanya adalah َع ِه َد ; yang
maknanya: menjaga sesuatu dan membuat perjanjian dengannya. Maka, termasuk
dari itu adalah perkataan ahli bahasa: "Seseorang membuat perjanjian" dan itu
berupa wasiat. Dan, dinamakan dengan itu tidak lain karena perjanjian itu adalah
sesuatu yang harus dijaga.99
Kemudian, د
ُ اه
َ يَتَ َعmerupakan metamorfosis dari wazan اعل
َ ; تَ َفyang salah satu
َ
faedahnya adalah تدرجيا ( للوقوعkejadian secara berangsur-angsur/bertahap).
Dengan demikian [… permisalah orang yang membaca, berkomitmen dengan
al-Quran ...]: dia tidak sekedar membaca akan tetapi dia berkomitmen, berangsur-
angsur memperbaiki kualitas bacaannya dan begitu menikmati tahapannya.
Ditambah kepayahannya: [… dan dia kepayahan dengannya …] disebabkan lemah
daya hafalnya seperti seseorang yang mengusahakan suatu ibadah nan berat, dia
mengimplementasikan dengan tuntutan-tuntutannya100 bersamaan dengan
kesukarannya dan kesusahannya [maka baginya dua ganjaran]; yaitu ganjaran
bacaan dan ganjaran kepayahan, dan bukanlah maksudnya bahwa ganjarannya
lebih banyak daripada ganjaran seseorang yang mahir/penghafal bahkan yang
97
Al-Imām Aḥmad al-Qasthlāniyy asy-Syāfi'iyy, Irsyādus Sāriyy li Syarḥi Shaḥīḥil
Bukhāriyy, 7/412.
98
Al-Imām Badrud Dīn al-'Ayniyy al-Ḥanafiyy, 'Umdatul Qārī Syarḥ Shaḥīḥ al-
Bukhāriyy, 19/280.
99
Al-Imām Aḥmad bin Fāris ar-Rāziyy, Mu'jam Maqāyīsil Lughah, 4/167.
100
Seperti seseorang yang membaca al-Quran maka dia dituntut membacanya dengan
ketepatan makhraj-makhraj dan hukum-hukum.
47
pertama lebih banyak ganjarannya, karenanya dia bersama para malaikat. Bagi
siapapun yang lebih cenderung pada yang kedua bahwa dia berkata: ganjaran itu
berdasarkan kuantitas kesulitan, akan tetapi kami tidak bisa menerima bahwa
penghafal yang mahir itu terbebas dari kesulitan, dikarenakan dia bisa menjadi
seperti itu pada umumnya tidak lain setelah banyak sekali banting tulang serta
kepayahan nan teramat berat.101
***
[Bacalah al-Quran, karena sesungguhnya dia akan datang pada hari kiamat
untuk memberi syafaat] Ambillah bacaannya dan langgengkanlah tilawahnya103.
Saat terjadi hari kiamat, Allah menjadikan pahala dari bacaan al-Quran ini sebagai
sesuatu yang berdiri sendiri dengan dzatnya yang datang pada hari kiamat sebagai
101
Al-Imām Aḥmad al-Qasthlāniyy asy-Syāfi'iyy asy-Syāfi'iyy, Irsyādus Sāriyy li Syarḥi
Shaḥīḥil Bukhāriyy, 7/412.
102
Asy-Syaykh Muḥammad al-'Uṣaymīn, Syarḥu Riyādhish Shāliḥīn, 4/636.
103
Asy-Syaykh 'Aliy bin Sulthān Muḥammad al-Qāriyy, Mirqātul Mafātīḥ Syarḥu
Misykātil Mashābīḥ, 4/1460.
48
pemberi syafaat104 [bagi si empunya] yang menegakkan beserta adab-adabnya105,
memegang teguh petunjuknya, menegakkan apapun perintah di dalamnya, dan
meninggalkan apapun larangan di dalamnya.106
Di dalam ḥadīṣ ini terdapat dalil tentang hal terpenting di dalam al-Quran
tidak lain adalah mengamalkannya dan yang menguatkan pernyataan ini adalah
firmanNya l:
َّ
109
﴾ اب َ ْ َ ْ ُ ُ َ َ َ َ َ ٰ ٰ ْ ُ ََّّ َ ِّ َ ٰ ُ َ ْ َ ُ ٰ ْ َ ْ َ ٰ
ِ ﴿ ِكتب انزلنه ِاليك مبرك ِليدبر ٓٗوا اي ِته و ِليتذكر اولوا الالب
104
Asy-Syaykh Muḥammad al-'Uṣaymīn, Syarḥu Riyādhish Shāliḥīn, 4/637.
105
Asy-Syaykh 'Aliy bin Sulthān Muḥammad al-Qāriyy, Mirqātul Mafātīḥ Syarḥu
Misykātil Mashābīḥ, 4/1460.
106
Dr. Fayshal bin 'Abdul 'Azīz an-Najdiyy, Tathrīz Riyādish Shāliḥīn, h. 579.
107
Yang menuntut mereka kelak di akhirat.
108
Yang membela mereka kelak di akhirat.
109
Surah Shād: 29.
49
Kitab (al-Quran) yang Kami turunkan kepadamu penuh berkah agar mereka
menghayati ayat-ayatnya dan agar orang-orang yang berakal sehat mendapat
pelajaran.
***
110
Asy-Syaykh Muḥammad al-'Uṣaymīn, Syarḥu Riyādhish Shāliḥīn, 4/637-638.
111
Al-Imām Aḥmad bin Fāris ar-Rāziyy, Mu'jam Maqāyīsil Lughah, 1/50-51.
50
[3]
112 ِ ِّ مثَل الح ِّي والمي،ُ مثَل الَّ ِذي ي ْذ ُكر ربَّهُ والَّ ِذي َّلَ ي ْذ ُكر ربَّه: n – قال النيب1
.ت َ َ َ ُ َ َ ُ َ َ َ ُ َ ُ َ
Nabi n bersabda: Permisalan orang yang mengingat Rabbnya dan orang yang
tidak mengingat Rabbnya adalah semisal hidup dan mati.
فَِإ ْن، َوأَنَا َم َعهُ إِذَا ذَ َك َرنِي، أَنَا ِعْن َد ظَ ِّن َعْب ِدي بِي: ول اللَّهُ تَ َعالَى
ُ يَ ُق: n – قال النيب2
113
. َوإِ ْن ذَ َك َرنِي فِي َم َل ذَ َك ْرتُهُ فِي َم َل َخ ْير ِم ْن ُه ْم، ذَ َك َرنِي فِي نَ ْف ِس ِه ذَ َك ْرتُهُ فِي نَ ْف ِسي
Nabi n bersabda: Allah l berfirman: Aku sebagaimana persangkaan
hambaKu padaKu. Aku bersamanya saat dia mengingatKu, maka jika dia
mengingatku dalam dirinya niscaya Aku mengingatnya dalam diriKu. Jika dia
mengingatku di suatu khalayak niscaya aku mengingatnya di suatu khalayak nan
baik dari kalangan mereka.
ِ َّ : ال ِ ول
َالذاك ُرو َن اهلل َ َاهلل ؟ ق َ َوَما الْ ُم َفِّرُدو َن يَا َر ُس: َسبَ َق ال ُْم َف ِّر ُدو َن قَالُوا: n – قال النيب3
ُ الذاكِ َر
. ات َّ َو،َكثِ ًيرا
114
Penjelasan:
ِ ِّ مثَل الح ِّي والمي،ُ مثَل الَّ ِذي ي ْذ ُكر ربَّهُ والَّ ِذي َّلَ ي ْذ ُكر ربَّه: n – قال النيب1
.ت َ َ َ ُ َ َ ُ َ َ َ ُ َ ُ َ
112
Muttafaqun 'alayh.
113
Muttafaqun 'alayh.
114
Riwayat Muslim.
51
Kata [ ب
ّ الر
َ ] berasal dari: ب
َّ ر, yang mempunyai tiga dasar makna; makna kedua
َ
dan ketiga selaras dengan makna pertama, yaitu: َّي ِء َوالْ ِقيَ ُام َعلَْي ِه ْ ِإ
ْ ص َال ُح الش
(memperbaiki sesuatu dan merawatnya).115 Mempunyai banyak sekali makna;
sebagaimana dinazhamkan oleh asy-Syaykh Mushthafā al-Badawiyy:
Kata ب
ّ الر
َ berasal dari الرتبية, dan di antaranya adalah firmanNya:
ُ
117 َ ِّ ََّ ْ ُ ْ
﴾ ﴿ كونوا ربا ِنين
ب
ّ الر
َ Dialah Sang Pengumpul, yang mengumpulkan manusia, dan moga itu
َ ُ ُ
adalah makna ك ْون ْوا َرَّبا ِن ِّين. Maka, alim sejati itu adalah dia yang mengumpulkan
115
Al-Imām Aḥmad bin Fāris ar-Rāziyy, Mu'jam Maqāyīsil Lughah, 2/381-382.
116
Asy-Syaykh Muḥammad bin 'Aliy Bā'athiyyah ad-Dū'aniyy asy-Syāfi'iyy, Ghāyatul
Munā, h. 31.
117
Surah Āli 'Imrān: 79.
52
manusia di atas kebaikan, menyatukan mereka di atas agama dan iman, dan justru
tidak membuat gelisah mereka serta tidak memperbudak mereka.118
ب
ّ الر
َ Dialah Sang Pemaksa dengan perbaikan dan pengayoman, dan di
antaranya: اْلسرة ( ربkepala keluarga) dan ( ربة املنزلibu rumah tangga).
بّ الر
َ Sang Mulia, Sang Raja, dan Sang Penyelamat; dikatakan: فالن رب قومه
yaitu: ( ساسهم فانقادوا لهdia merawat mereka maka mereka taat padanya).120
118
Asy-Syaykh Salmān al-'Awdah, Ma'allāh Jallajalāluh al-Asmā' al-A'zham wa Qishshatil
Asmā'il Ḥusnā, h. 228.
119
Al-Imām ar-Ramliyy asy-Syāfi'iyy, Nihāyatul Muḥtāj, 1/10.
120
Asy-Syaykh Salmān al-'Awdah, Ma'allāh Jallajalāluh al-Asmā' al-A'zham wa Qishshatil
Asmā'il Ḥusnā, h. 228.
121
Al-Imām an-Nawawiyy asy-Syāfi'iyy, al-Majmū', 1/268.
53
Kamu melangkah menuju Nu'man sampai kamu diberi olehnya # suatu tebusan
bagimu dari Rabb nan mulia lagi terhormat
Di antara makna yang khusus bagi hambaNya yang saleh, maka Dialah Rabb
orang-orang baik, Rabb orang-orang beriman dengan perhatian, pemeliharaan,
penerimaan, petunjuk, ampunan, pertolongan, dan hidayahNya.
بمن يستغيث العبد إال بربه * ومن للفتى عند الشدائد والكرب
Dengan siapa gerangan seorang hamba rintih memohon kecuali dengan Rabbnya
# dan dengan siapa gerangan pemuda saat situasi-situasi genting dan duka
ومن مالك الدنيا ومالك أهلها * ومن كاشف البلوى على البعد والقرب
Siapa gerangan yang menguasai dunia dan menguasai penduduknya # dan
siapa gerangan yang menyingkap bala atas kejauhan dan kedekatan
ومن يدفع الغماء وقت نزولها * فهل من ذاك إال من فعالك يا رب
Siapa gerangan yang menyingkirkan musibah tahunan pada waktu turunnya #
maka apakah itu melainkan dari perbuatan-perbuatanMu duhai Rabbku
Kata [ ك ُر
ُ يَ ْذ/mengingat] berasal dari kata ذَ َكرyang mempunyai dua arti dasar,
َ
akan tetapi di sini hanya akan disebutkan satu arti dasar yang berkaitan dengan
ḥadīṣ ini.
ِ
ََّيء
ْ ت الش
ُ ذَ َك ْر merupaka antonim dari ُنَسيتُه (aku melupakan sesuatu itu),
kemudian diambil berdasarkan itu dzikir dengan lisan. Kata ِّ
الذ ْك ُر (dzikir)
mempunyai makna: ketinggian dan kemuliaan.124 Maka, siapapun yang hatinya
berdzikir niscaya Allah tinggikan derajatnya dan Allah muliakan martabatnya.
Beruntunglah mereka yang mengabadikan dzikir apapun kondisi yang
mendekapnya saat itu.
122
Riwayat Muslim.
123
Asy-Syaykh Salmān al-'Awdah, Ma'allāh Jallajalāluh al-Asmā' al-A'zham wa Qishshatil
Asmā'il Ḥusnā, h. 228-229.
124
Al-Imām Aḥmad bin Fāris ar-Rāziyy, Mu'jam Maqāyīsil Lughah, 2/358-359.
55
batinnya terhiasi dengan cahaya ilmu, pemahaman, dan pengetahuan. Begitulah
orang yang berdzikir, ia terhiasi zahirnya dengan cahaya ilmu dan ketaatan, dan
batinnya terhiasi dengan cahaya ilmu dan pengetahuan; maka, hatinya mantap
berada dalam penjara kesucian dan sirr125nya berada dalam bilik
keterhubungan126.127 Dialah orang yang menghidupkan hati-hati para arif dengan
cahaya-cahaya makrifatnya dan menghidupkan ruh-ruh128 mereka dengan
kepekaan-kepekaan musyāhadah129nya.130
125
Sirr adalah tempat bagi musyāhadah, sebagaimana bahwa ruh adalah tempat bagi
maḥabbah (cinta) dan hati adalah tempat bagi makrifat.
Sirr itu lebih halus daripada ruh (dari segi ia tidak dapat terdeteksi oleh manusia, jin,
dan malaikat) dan ruh lebih mulia dari hati. Dan, sirr merdeka dari segala macam
perbudakan (tidak bisa dipengaruhi oleh apapun). (al-Imām al-Qusyayriyy asy-Syāfi'iyy, ar-
Risālah al-Qusyayriyyah, h. 293)
126
Artinya: sirrnya senantiasa terhubung dengan Allah dan dia begitu menikmati
hubungan itu serta kedekatan itu.
127
Al-Imām Aḥmad al-Qasthlāniyy asy-Syāfi'iyy asy-Syāfi'iyy, Irsyādus Sāriyy li Syarḥi
Shaḥīḥil Bukhāriyy, 9/231.
128
Ruh adalah esensi-esensi yang tersimpan di dalam qālib-qālib (jasad yang menerima
kehidupan; seperti: jin dan manusia) ini, ia bersifat halus, yang mana Allah membuat
tatanan dengan menciptakan kehidupan di dalam qālib-qālib selama ruh-ruh menetap di
dalam badan-badan. Maka, manusia itu hidup dengan kehidupan, akan tetapi ruh-ruh
tersimpan di dalam qālib-qālib. Ruh itu naik pada saat manusia tertidur sehingga terpisah
dari badan, kemudia kembali lagi. (al-Imām al-Qusyayriyy asy-Syāfi'iyy, ar-Risālah al-
Qusyayriyyah, h. 292)
129
Musyāhadah adalah wujud al-Ḥaqq (Allah) tanpa beban nan tertinggal. al-Imam al-
Junayd mengatakan: Wujud al-Ḥaqq bersamaan dengan sirnanya dirimu. (al-Imām al-
Qusyayriyy asy-Syāfi'iyy, ar-Risālah al-Qusyayriyyah, h. 269)
Wujud yang hakiki lagi kekal abadi adalah al-Ḥaqq, selainNya hanyalah sesuatu yang
sirna lagi fana.
130
Asy-Syaykh 'Aliy bin Sulthān Muḥammad al-Qāriyy, Mirqātul Mafātīḥ Syarḥu
Misykātil Mashābīḥ, 4/1581.
56
Dan, orang yang tidak berdzikir itu zahirnya menganggur dan batinnya batil.131
Dialah orang yang mematikan hati-hati dengan kelalaian dan mematikan jiwa-
jiwa132 dengan syahwat.
***
فَِإ ْن، َوأَنَا َم َعهُ إِذَا ذَ َك َرنِي، أَنَا ِعْن َد ظَ ِّن َعْب ِدي بِي: ول اللَّهُ تَ َعالَى
ُ يَ ُق: n – قال النيب2
. َوإِ ْن ذَ َك َرنِي فِي َم َل ذَ َك ْرتُهُ فِي َم َل َخ ْير ِم ْن ُه ْم، ذَ َك َرنِي فِي نَ ْف ِس ِه ذَ َك ْرتُهُ فِي نَ ْف ِسي
Kata [ ن
ِّ َ ظ/persangkaan] berasal dari ; ظَ َّنyang menunjukkan pada dua makna:
( يَِقنيkeyakinan) dan ( َشكkeraguan).
Adapun keyakinan sebagaimana perkataan: ت ظَنًّا
ُ ظَنَ ْن (aku benar-benar
menduga), yaitu: ت
ُ ( أَيْ َقْنaku yakin). Allah lberfirman:
َّ َ َ
ٰ ُٰ ُ ََّ َ ُّ ُ َ ْ
ِ ﴿ قال ال ِذين َيظن ْون انه ْم ُّملقوا
134
﴾ اّلل
131
Al-Imām Aḥmad al-Qasthlāniyy asy-Syāfi'iyy asy-Syāfi'iyy, Irsyādus Sāriyy li Syarḥi
Shaḥīḥil Bukhāriyy, 9/231.
132
Bukanlah yang dimaksud di sini memutlakkan lafaz jiwa (nafs) untuk segala yang
wujud dan tidak pula qālib yang merupakan tempat, akan tetapi yang dimaksud jiwa di sini
adalah esensi yang bersifat halus yang tersimpan di dalam qālib, dia adalah tempat bagi
akhlak-akhlak yang tercela, sebagaimana bahwa ruh adalah esensi yang bersifat halus yang
tersimpan di dalam qālib, dia adalah tempat bagi akhlak-akhlak yang terpuji. (al-Imām al-
Qusyayriyy asy-Syāfi'iyy, ar-Risālah al-Qusyayriyyah, h. 290)
133
Asy-Syaykh 'Aliy bin Sulthān Muḥammad al-Qāriyy, Mirqātul Mafātīḥ Syarḥu
Misykātil Mashābīḥ, 4/1581.
134
Surah al-Baqarah: 249.
57
َ ُّ ُ
Yang dimaksud Allah dari ( َيظن ْونmenduga) adalah يُوقِنُو َن (meyakini). Dan,
orang-orang Arab mengatakan hal itu lagi mengetahuinya. Berkata seorang
penyair dari kalangan mereka:
فَقُلْتُ لَهُ ْم ظُنُوا بِأَلْفَيْ مُدَجَجٍ * ُسرَاتُهُمْ فِي الْفَارِسِيِ الْ ُمسَرَ ِد
Maka aku berkata pada mereka: Dugalah dua ribu pasukan tersenjatai #
rahasia-rahasia mereka berada di glosarium Persia
Yang dimaksud dari ( ظُنُّواdugalah) adalah ( أَيْ ِقنُواyakinilah). Dan, yang demikian
itu di dalam al-Quran banyak sekali.
ُوَلَا كُلُ م ْن يَظ َُننِي أَنَا مُعْتِبٌ * وَلَا كُلُ مَا ُيرْوَى عَلَيَ أَقُول
Tidak tiap orang yang meragukanku lantas aku bersikap keras # dan tidak
tiap apa yang diriwayatkan atasku lantas aku berkomentar
135
Al-Imām az-Zuhriyy berkata kepada anak-anak yang masih kecil:
ال حتقروا أنفسكم حلداثة أسنانكم فإن عمر بن اخلطاب رضي اهلل عنه كان إذا نزل به اْلمر املعضل دعا الفتيان فاستشارهم يبتغي
. حدة عقوله
Janganlah kalian meremehkan diri kalian sendiri hanya karena usia-usia kalian yang masih
begitu belia karena sungguh 'Umar z adalah sosok yang ketika datang perkara yang
membingungkan niscaya dia memanggil para pemuda lalu dia berkonsultasi kepada
mereka dengan harapan ketajaman akal-akal mereka. (asy-Syaykh Akram al-'Umariyy,
'Ashrul Khilāfatir Rāsyidah, h. 101)
58
Kata الظَّنُو ُنberarti: السيِّئ الظَّن َّ (keburukan yang bersifat dugaan), dan kata itu
ِ
juga berarti: َم َال ْ ( الْبِْئ ُر َال يُ ْد َرى أَف َيها َماءٌ أsumur yang tidak diketahui apakah di
dalamnya terdapat air atau tidak). Seorang penyair berkata:
Dan, kata الدَّيْ ُن (hutang) bersinonim dengan الظَّنُو ُن : yang tidak diketahui
apakah akan dibayar atau tidak.137
Batasan sesuatu itu dikatan dugaan atau keraguan adalah sebagaimana definisi
keduanya di dalam ushūl fiqh.
Dugaan didefinisikan: berlakunya dua perkara yang mana salah satu dari
keduanya lebih jelas daripada yang lain; seperti keyakinan seseorang pada apa
yang dikabarkan oleh orang terpercaya, bahwa dia mempercayai begitu saja apa
yang telah dikabarkan sekalipun boleh saja ada kabar lain yang menyelisihinya
(dari orang terpercaya lainnya). Begitu pula dugaan seseorang tentang awan yang
besar lagi tebal bahwasanya akan turun darinya hujan sekalipun bisa saja
menghilang tanpa hujan. Pun demikian keyakinan para mujtahid pada apa yang
mereka memfatwakannya di dalam masalah-masalah yang diperselisihkan
sekalipun boleh saja ada perkara yang menyelisihi apa yang telah difatwakan itu
dan selain itu dari apa-apa yang tidak pasti (qath'iyy)138.
136
Maksudnya: tidak bisa dianalogikan dengan sungai yang airnya berasal dari hujan
nan lebat; semisal sungai Furat.
137
Al-Imām Aḥmad bin Fāris ar-Rāziyy, Mu'jam Maqāyīsil Lughah, 3/462-463.
138
Sebab perkara qath'iyy tidak boleh ada perbedaan; seperti wajibnya shalat. Berbeda
dengan masalah-masalah yang tidak qath'iyy (zhanniyy) maka boleh ada perbedaan di
dalamnya.
59
Adapaun keraguan didefinisikan: berlakunya dua perkara yang mana tiada
keunggulan bagi salah satu dari keduanya atas yang lain; seperti keraguan
seseorang tentang awan yang besar sekali bahwasanya akan ada darinya hujan atau
tidak. Begitu pula keraguan seorang mujtahid pada apa yang tidak pasti (qath'iyy)
dari perkataan-perkataan dan selain itu berupa perkara-perkara yang tidak
mendominasi di dalamnya salah satu dari dua yang berlaku atas yang lain.139
Kata [ َعْبد/hamba] berasal dari kata: َعبَ َدyang mempunyai dua makna dasar
yang menunjukkan pada kelembutan dan kerendahan/kehinaan/ketundukan, dan
makna lainnya menunjukkan pada kekuatan dan kekerasan. Kita akan
mencukupkan dengan makna yang pertama saja di sini.
Makna yang pertama: الْ َعْب ُد, yaitu seseorang yang dimiliki. al-Imām al-Khalīl
berkata: Namun, para rakyat berkumpul untuk memisahkan apa antara para
hamba Allah dan para hamba raja-raja. Kata ادة ِ
َ َعب َعبَ َد يَ ْعبُ ُدtidak ditujukan kecuali
bagi seseorang yang beribadah kepada Allah.
Kata تَ َعبَّ َد يَتَ َعبَّ ُد تَ َعبُّدا ; maka الْ ُمتَ َفِّرُد بِالْعِبَ َاد ِة
الْ ُمتَ َعبِّ ُد (fā'il dari تَ َعبَّ َد ) bermakna:
(seseorang yang mengkhususkan diri dengan ibadah). Dan, ungkapan ت فُ َالنا ُ استَ ْعبَ ْد
ْ
َ ُ( َّاَّتَ ْذتُهaku menjadikannya budak).
bermakna: ع ْبدا
تَعَبَدَنِي نِمْرُ بْنُ سَعْدٍ وَقَ ْد أُرَى * وَنِمْرُ بْنُ سَعْدٍ لِي ُمطِيعٌ وَمُهْطِ ُع
Nimr bin Sa'd melayaniku dan sungguh aku melihat # Nimr bin Sa'd adalah
pribadi yang taat lagi bersegera padaku
139
Al-Imām Abu Isḥāq asy-Syīrāziyy asy-Syāfi'iyy, al-Luma' fī Ushūlil Fiqh, 4-5.
60
ِ َوت و ْاْلَوثِ
Dikatakan bagi musyrikin: ان ْ َ ُ( َعْب َدةُ الطَّاغpara hamba thaghūt dan
berhala) dan bagi muslimin: َن اللَّه
َ اد يَ ْعبُ ُدو
ٌ َّ( عُبpara hamba yang beribadah kepada
Allah l).
Kata الْ ُم َعبَّ ُد bermakna: yang mudah, unta disifati dengan itu juga. Dan,
termasuk juga dalam hal ini ungkapan: ُ الطَّ ِرbermakna: وك الْ ُم َذلَّ ُل
يق الْ ُم َعبَّ ُد ُ ُُه َو الْ َم ْسل
(jalan yang bisa ditempuh dengan mudah).140
Ungkapan [ أَنَا ِعْن َد ظَ ِّن َعْب ِدي بِي/Aku sebagaimana persangkaan hambaKu
padaKu]; al-Imām Ḥasan al-Bashriyy berkata: Sungguh mukmin itu memperbagus
dugaan lalu memperbagus amal141. Ketahuilah! Bahwa kejujuran dari asa mukmin
terhadap keutamaan Allah k berupa eksistensiNya mewajibkan untuk berbaik
sangka padaNya. Tidaklah berbaik sangka padaNya itu seperti apa yang orang-
orang bodoh meyakininya; yaitu harapan bersamaan dengan terus-menerus di atas
kemaksiatan.142 Model semisal mereka itu hanya seperti permisalan seseorang
yang berharap panen sedangkan dia tidak menanam, atau berharap anak
sedangkan dia tidak menikah. Seseorang yang mengenal Allah kitu tidak lain
dia bertaubat serta berharap diterima dan dia melakukan ketaatan serta berharap
pahala.
Al-Ḥasan berkata: Sungguh ada suatu kaum yang dibuai oleh angan-angan
kosong tentang ampunan Allah sampai mereka keluar dari dunia dengan tidak
memperoleh kebaikanpun. Salah seorang dari mereka berkata: Sungguh aku telah
140
Al-Imām Aḥmad bin Fāris ar-Rāziyy, Mu'jam Maqāyīsil Lughah, 4/205-206.
141
Al-Imām Yūsuf al-Qurthubiyy, al-Istidzkār, 7/230.
142
Adapun berprasangka memperoleh rahmat dan ampunan bersamaan dengan terus-
menerus di atas maksiat maka itu adalah kebodohan dan kecerobohan yang sejati. Hal ini
menyeretnya ke dalam madzhab Murji'ah. (al-Imām Abūl Fadhl Zaynud Dīn al-'Irāqiyy,
Tharḥut Taṣrīb fī Syarḥit Taqrīb, 8/234)
61
benar-benar berhusnuzhan terhadap Rabbku. Dia telah berdusta; andai dia telah
membaguskan prasangka terhadap Rabbnya pasti dia membaguskan amalnya.143
Dalam keadaan sehat hendaknya dia menjadi sosok yang takut lagi harap, dan
menjadikan keduanya seimbang. Dikatakan: rasa takut itu lebih patut, maka saat
telah dekat tanda-tanda kematian niscaya rasa takut menguasai rasa harap atau dia
memurnikan rasa untuk rasa harap, dikarenakan maksud dari takut adalah
berpaling dari kemaksiatan-kemaksiatan serta keburukan-keburukan dan
semangat memperbanyak ketaatan-ketaatan serta amal-amal. Sungguh mustahil
hal itu atau mayoritasnya pada keadaan ini. Maka, dianjurkan membaguskan
prasangka dikarenakan kebutuhan kepada Allah serta ketundukan terhadapNya.144
Allah itu mampu untuk bertindak terhadap hambaNya apa saja yang dia
sangkakan terhadap Allah; Allah memperlakukannya berdasarkan sangkaannya.145
Oleh karena itu jika seorang hamba berbaik sangka maka Allah membalasnya
dengan kebaikan yang dia sangkakan, dan jika berburuk sangka maka dia akan
mendapati keburukan seperti yang dia sangkakan.146
Maksud dari ḥadīṣ ini adalah motivasi supaya rasa harap mendominasi rasa
takut dan seorang hamba harus senantiasa berbaik sangka terhadap Allah;
sebagaimana sabdanya n :
143
Jamālud Dīn Abul Farj al-Jawziyy, Kasyful Musykil min Ḥadīṣ Shaḥīḥayn, 4/323.
144
Al-Imām an-Nawawiyy asy-Syāfi'iyy, al-Minhāj Syarh Shaḥīḥ Muslim, 17/210.
145
Asy-Syaykh Zaynud Dīn al-Ḥadādiyy, Itḥāfātus Saniyyah bil Aḥādīṣil Qudsiyyah, 1/97.
146
Asy-Syaykh Zaynud Dīn al-Ḥadādiyy, Itḥāfātus Saniyyah bil Aḥādīṣil Qudsiyyah, 1/96.
62
Janganlah salah seorang dari kalian sekali-kali mati kecuali dia membaguskan
prasangkaannya terhadap Allah.147
Kendati berbaik sangka kepada Allah harus diiringi dengan amal namun tidak
boleh seseorang bergantung dengan amalnya; al-Ḥabīb Aḥmad al-Ḥasaniyy saat
menjelaskan salah satu utaian mutiara al-Imām Ibn 'Athāillāh al-Mālikiyy:
. من عالمة االعتماد على العمل نقصان الرجاء عند وجود الزلل
Termasuk dari tanda bersandar kepada amal adalah berkurangnya harap saat ada
ketergelinciran.
beliau mengatakan: Tidak boleh bersandar kepada dirinya, tidak pula amalnya,
tidak pula dayanya, dan tidak pula kekuatannya dalam menempuh derajat-derajat
ini148. Seseorang hanya bersandar kepada keutamaan Rabbnya, taufikNya,
hidayahNya, dan tasdīdNya149.
Nabi n bersabda:
. وال أنا إال يتغمدين برمحته: قال، وال أنت يا رسول اهلل: قالوا، لن يدخل أحدكم اْلنة بعمله
Sekali-kali salah seorang di antara kalian tidak akan pernah masuk surga sebab
amalnya.
Maka, bersandar kepada diri adalah tanda kesukaran lagi keberatan. Bersandar
kepada amal-amal termasuk ketiadaan instropeksi terhadap kekurangan dan
147
Asy-Syaykh Abul 'Alā al-Mubārakfūriyy, Tuḥfatul Aḥwadziyy, 10/46.
148
Islam, iman, dan ihsan.
149
Tasdīd: Allah membaguskannya dan menghadapkannya pada kebaikan.
63
bersandar kepada kemuliaan dan hal-hal termasuk ketiadaan kebersamaan hamba
sejati. Bersandar kepada Allah termasuk perealisasian ma'rifah dengan Allah, dan
tanda bersandar kepada Allah bahwasanya harapnya tidak berkurang saat dia
bermaksiat dan tidak bertambah harapnya saat nampak darinya kebaikan.150
[ َوأَنَا َم َعهُ إِذَا ذَ َك َرنِي/Aku bersamanya saat dia mengingatKu] yaitu: -Allah
bersamanya- dengan ilmuNya sebab Dia suci dari tempat151.152
ِ نَ ْف
[ سي فَِإ ْن ذَ َك َرنِي فِي نَ ْف ِس ِه ذَ َك ْرتُهُ فِي/maka jika dia mengingatku dalam dirinya
niscaya Aku mengingatnya dalam diriKu] maksudnya adalah berdzikir dengan
hati.153 Ini adalah isyarat tentang keutamaan berdzikir secara tersembunyi di dalam
dirinya sendiri. Maka, zahir dari ḥadīṣ ini adalah sungguh seorang hamba
mengingat Allah di dalam dirinya itu lebih baik daripada mengingatNya di
keramaian (berdzikir secara jelas/terdengar). Dzikir yang seorang penjaga tidak
mampu mendengarnya lebih baik tujuh puluh derajat, dan sebaik-baik dzikir tidak
lain adalah dzikir yang tersembunyi.
150
Al-Ḥabīb Aḥmad al-Ḥasaniyy, Īqāzhul Himam Syarh al-Ḥikam, 24-25.
151
Allah tidak bertempat apalagi membutuhkan tempat.
152
Al-Imām Badrud Dīn al-'Ayniyy al-Ḥanafiyy, 'Umdatul Qārī Syarḥ Shaḥīḥ al-
Bukhāriyy, 25/101.
153
Al-Imām Badrud Dīn al-'Ayniyy al-Ḥanafiyy, 'Umdatul Qārī Syarḥ Shaḥīḥ al-
Bukhāriyy, 8/3145.
154
Sebagian hamba, manakala terhanyut dalam kenikmatan dzikir maka ada
spontanitas tubuhnya akan bergerak ikut menikmati. Jika anggota tubuhnya mampu tetap
tenang maka itu lebih utama baginya; yaitu menghilangkan jejak dzikir pada anggota
tubuhnya sehingga tiada yang mengetahui bahwa dia sedang berdzikir di dalam dirinya.
155
Syarḥu Sunan Ibn Mājah lis Suyūthiyy wa ghayrihi, 1/271.
64
[ َوإِ ْن ذَ َك َرنِي فِي َم َل ذَ َك ْرتُهُ فِي َم َل َخ ْير ِم ْن ُه ْم/Jika dia mengingatku di suatu
khalayak niscaya aku mengingatnya di suatu khalayak nan baik dari kalangan
mereka] Ḥadīṣ ini dijadikan dalil oleh Mu'tazilah dan siapapun yang sepakat
dengan mereka atas keunggulan para malaikat atas para nabi dan mereka berhujah
dengan firmanNya:
ً ْ َ َ ْ َ َ َِّّ َ ٰ َ ٰ ْ َّ َ ِّ َّ ٰ َْ ْ ْ َْ ْٰ َ َٰ َ َ ْ ََ
َولقد كَّر ْمنا َب ِن ْيٓٗ اد َم َوح َملن ُه ْم ِفى الب ِ ِّر َوال َبح ِر َو َرزقن ُه ْم ِِّم َن الط ِي ٰب ِت َوفضلن ُه ْم على ك ِث ْير َِم ْن خلقنا تف ِض ْيلا
Dan sungguh benar-benar Kami telah memuliakan anak cucu Adam, dan Kami
angkut mereka di darat dan di laut, dan Kami beri mereka rezeki dari yang baik-
baik dan Kami lebihkan mereka di atas banyak makhluk yang Kami ciptakan
dengan kelebihan yang sempurna.
dan para malaikat termasuk dari semesta alam, sedangkan ḥadīṣ ini dibawa kepada
bahwa orang-orang yang berdzikir pada umumnya mereka menjadi suatu
kelompok yang tidak ada nabi di antara mereka, maka jika Allah menyebut mereka
di kalangan para malaikat niscaya mereka menjadi lebih baik dari kelompok itu
(para malaikat).157
***
156
Maksudnya: para malaikat tidak masuk ke dalam "banyak makhluk" yang mana
Allah melebihkan anak Adam dari mereka.
157
Al-Imām an-Nawawiyy, al-Minhāj Syarh Shaḥīḥ Muslim, 3/17.
65
ِ َّ : ال ِ ول
َالذاك ُرو َن اهلل َ َاهلل ؟ ق َ َوَما الْ ُم َفِّرُدو َن يَا َر ُس: َسبَ َق ال ُْم َف ِّر ُدو َن قَالُوا: n – قال النيب3
ُ الذاكِ َر
. ات َّ َو،َكثِ ًيرا
158
Penjelasan:
Ibn Qutaybah berkata: al-Mufarridūn adalah mereka yang teman-temannya
telah mati dan demikian pula orang-orang yang sebaya dengannya, dan kehidupan
mereka panjang maka mereka menyendiri untuk berdzikir kepada Allah dan
beribadah kepadaNya.
158
Riwayat Muslim.
159
Jamālud Dīn Abul Farj al-Jawziyy, Kasyful Musykil min Ḥadīṣ Shaḥīḥayn, 3/588.
66
[4]
Penjelasan:
Al-Imām an-Nawawiyy asy-Syāfi'iyy berkata: Ini adalah dalil tentang
keutamaan berkumpul untuk mentilawahkan al-Quran di masjid; ini adalah
madzhab kami dan madzhab jumhur.160
160
Al-Imām an-Nawawiyy, al-Minhāj Syarh Shaḥīḥ Muslim, 17/20-21.
161
Al-Imām Aḥmad bin Fāris ar-Rāziyy, Mu'jam Maqāyīsil Lughah, 1/351.
67
68
'Abdul Qādir al-Jīlāniyy al-Ḥanbaliyy, Ushūlud Dīn, Istanbul: Markaz Jīlāniyy, 1434
H.
'Abdullāh bin Muslim bin Qutaybah, al-Ma'ārif, Kairo: al-Hayah al-Mishriyyah al-
'Āmmah lil Kitāb.
'Aliy al-Qāriyy, Mirqātul Mafātīḥ Syarḥ Misykātil Mashābīḥ, Beirut: Darel Fikr, 1422
H.
'Aliy Muḥammad ash-Shallābiyy, Taysīrul Manān fī Sīrati Uṣmān bin 'Affān, (Mesir:
Dārut Tawzī' wan Nasyr al-Islāmiyyah.
Abū Bakr al-Ismā'īlyy asy-Syāfi'iyy, I'tiqād Ahlis Sunnah, Riyad: Maktabah Dāril
Minhāj, 1431 H.
Abū Isḥāq asy-Syīrāziyy asy-Syāfi'iyy, al-Luma' fī Ushūlil Fiqh, Dārul Kutub al-
'Ilmiyyah, 1424 H.
Aḥmad bin Fāris ar-Rāziyy, Mu'jam Maqāyīsil Lughah, Darel Fikr, 1399 H.
Aḥmad al-Ḥasaniyy, Īqāzhul Himam Syarh al-Ḥikam, Beirut: Dār Iḥyā' at-Turāṣ al-
Arabiyy.
69
Akram al-'Umariyy, 'Ashrul Khilāfatir Rāsyidah, Maktabah Obeikan.
An-Nawawiyy asy-Syāfi'iyy, al-Minhāj Syarh Shaḥīḥ Muslim, Beirut: Dār Iḥyā' at-
Turāṣ al-'Arabiyy, 1392 H.
Badrud Dīn al-'Ayniyy al-Ḥanafiyy, 'Umdatul Qārī Syarḥ Shaḥīḥ al-Bukhāriyy, Beirut:
Dār Iḥyā' at-Turāṣ al-'Arabiyy.
Fayshal bin 'Abdul 'Azīz an-Najdiyy, Tathrīz Riyādish Shāliḥīn, Riyad: Dārul
'Āshimah, 1423 H.
Ḥasan bin Aḥmad al-Kāf asy-Syāfi'iyy, Taqrīrātus Sadīdah, Tarim: Dal Almearath.
Mushthāfā al-Ghalāyīniyy, Jāmi'ud Durūsil 'Arabiyyah, Beirut: Dar Ibn Hazm, 1432
H.
Ibnu Ḥajar al-'Asqalāniyy asy-Syāfi'iyy, Fatḥul Bāriy, Beirut: Dārul Ma'rifah, 1379
H.
Ibnu Ḥazm azh-Zhāhiriyy, at-Taqrī li Ḥaddil Manthiq wal Madkhal ilayhi, Beirut:
Dārul Maktabah al-Ḥayāh, 1900.
Ibnu Rajab al-Ḥanbaliyy, Jāmi'ul 'Alūm wal Ḥikam, Beirut: Muassasah ar-Risālah,
1422 H.
Sa'īd Bā'isyan asy-Syāfi'iyy, Busyral Karīm bi Syarḥi Masāilit Ta'līm, Dārul Minhāj,
1437 H.
Sa'īd Fūdah, Ḥāsyiyyah 'alā Syarḥil Maḥalliyy 'alāl Waraqāt, Oman: Dar Annor, 2014.
Syarḥu Sunan Ibn Mājah lis Suyūthiyy wa ghayrihi, Karachi: Qadīmiyy Kutub Khānah.
Zaynud Dīn al-Ḥadādiyy, Itḥāfātus Saniyyah bil Aḥādīṣil Qudsiyyah, Damaskus: Dār
Ibn Kaṣīr.
Zaynud Dīn al-Munāwiyy, at-Taysīr bi Syarḥil Jāmi'ish Shaghīr, Riyad: Maktabah al-
Imām asy-Syāfi'iyy, 1408 H.
Tadzkiratul Ḥuffāzh