Anda di halaman 1dari 71

1

Syarah dari al-Mustawā at-Tamhīdiyy

Penulis

Imam dan katib masjid Nabawi nan mulia

Pensyarah

Musyrif Madrasah al-Imam an-Nawawiyy


1

Segala puji hanya milik Allah; yaitu Rabb semesta alam. Selawat dan salam atas
Nabi kita Muḥammad n , keluarga beliau, dan seluruh sahabat beliau. Adapun
setelahnya:

Zikir kepada Allah merupakan paling agung di antara ibadah-ibadah serta


paling mudah. Kebutuhan hamba kepadanya lebih dahsyat daripada kebutuhannya
kepada makanan dan minuman. Zikir kepada Allah mendatangkan keridaan Dzat
yang Maha Pengasih, menangkal setan, meluruhkan gundah gulana, dan
membawa riang gembira. Siapapun yang berzikir kepada Allah l niscaya Allah
mengingatnya, mencintainya, dan mendekatkan kepadaNya.

Menghiasi diri dengan adab-adab Islam merupakan perhiasan bagi si


empunya. Pada proses menghiasi diri itu adalah ketaatan terhadap teks-teks
syariat, dengannya seseorang menjadi mulia dan menjadi potret teladan bagi
masyarakat. al-Imām Ibnu Sīrīn t menuturkan:

. ‫كانوا يتعلمون اهلدي كما يتعلمون العلم‬


Para ulama salaf; mereka belajar adab sebagaimana mereka belajar ilmu.

Lantaran begitu pentingnya zikir-zikir dan adab-adab maka aku


mengumpulkan di dalam keduanya ḥadīṣ- ḥadīṣ serta memilah ḥadīṣ- ḥadīṣ yang
ṡaḥīḥ, dan aku bersungguh-sungguh membuat bab-babnya, mengurutkannya, dan
menjelaskan lafaz-lafaz yang asingnya. Aku membagi apa yang telah aku
kumpulkan ini menjadi dua bagian: satu bagian untuk zikir-zikir dan satu bagian
untuk adab-adab. Aku meletakkan fadilat-fadilat pada permulaan kitab ini, dan
aku menamainya: (( ‫اب‬
ُ ‫واآلد‬
َ ُ ‫)) األَذْ َك‬.
‫ار‬
2
Pencari ilmu merupakan potret teladan bagi orang lain. Dia lebih utama dari
kalangan manusia untuk menghiasi diri dengan adab-adab pada kehidupannya dan
muamalahnya. Dan, dia lebih pantas supaya melanggengkan zikir kepada Allah
pada segala kondisinya; oleh karena itu aku menjadikan matan ini sebagai tingkat
permulaan di hadapan tingkatan-tingkatan yang enam dari matan-matan pencari
ilmu; supaya menjadi penolong bagi pencari ilmu terhadap yang dicarinya.

Aku memohon kepada Allah supaya dijadikan bermanfaat dan menjadikanya


pelindung bagi kami pada hari kiamat.

Moga selawat dan salam senantiasa tercurahkan kepada Nabi kita Muḥammad
n , keluarga beliau, dan seluruh sahabat beliau.

Imam dan katib masjid Nabawi nan mulia


3

َ َ
‫الفض ِائ ُل‬
Fadilat-fadilat
4
[1]

‫ْجن َِّة‬ ِ ِ ِ ِ ‫ك طَ ِري ًقا ي لْت ِم‬


َ ‫َّل اللَّهُ لَهُ بِه طَ ِري ًقا إِلَى ال‬
َ ‫ َسه‬، ‫س فيه عل ًْما‬
ُ ََ َ َ‫ َم ْن َسل‬: n ‫ – قال النيب‬1
1
.
Nabi n bersabda: Siapapun yang menempuh suatu jalan yang dia mencari di
dalamnya ilmu, niscaya Allah akan mudahkan baginya lantaran perbuatannya itu
suatu jalan menuju surga.
2
. ‫ َم ْن يُ ِرِد اللَّهُ بِ ِه َخ ْي ًرا يُ َف ِّق ْههُ فِى الدِّي ِن‬: n ‫ – قال النيب‬2
Nabi n bersabda: Siapapun yang Allah kehendaki suatu kebaikan niscaya
Allah akan fakihkan dia dalam agama.

ِ ِ
َ ‫ إَِّلَّ م ْن‬: ‫سا ُن انْ َقطَ َع َعْنهُ َع َملُهُ َّإَّل م ْن ثَََلث‬
‫ص َدقَة َجا ِريَة‬ َ ْ‫ات ا ِإلن‬
َ ‫ إذَا َم‬: n ‫ – قال النيب‬3
. ُ‫صالِح يَ ْد ُعو لَه‬ ِ ِ
َ ‫أ َْو علْم يُ ْنتَ َف ُع بِه أ َْو َولَد‬
3

Nabi n bersabda: Manakala manusia telah mati maka terputus darinya


amalnya kecuali tiga: berupa sedekah jariah, ilmu yang diambil manfaatnya, atau
anak saleh yang berdoa buatnya.

Penjelasan:
‫ْجن َِّة‬ ِ ِ ِ ِ ‫ك طَ ِري ًقا ي لْت ِم‬
َ ‫َّل اللَّهُ لَهُ بِه طَ ِري ًقا إِلَى ال‬
َ ‫ َسه‬، ‫س فيه عل ًْما‬
ُ ََ َ َ‫ َم ْن َسل‬: n ‫ – قال النيب‬1
.

1
Riwayat Muslim.
2
Muttafaqun 'alayh.
3
Riwayat Muslim.
5
Lafaz jalalah: ُ‫ اللَّه‬adalah suatu nama bagi dzat tertentu; yaitu dzat Pelindung
kita, dan itu adalah paling ma'rifah4 dari seluruh ma'rifah, nama yang paling
agung, dan tidak boleh selainNya dinamai dengan itu sekalipun ngeyel.

ِ
Menurut kebanyakan ulama, lafaz ُ‫ اللَّه‬berasal dari َ‫ أَله‬yang bermakna: ‫إذا حتري‬
(ketika bingung); disebabkan kebingungan makhluk mengenaliNya, atau
bermakna: ‫( إذا عبد‬ketika diibadahi), atau bermakna: ‫( إذا فزع من أمر إليه‬ketika Dia
diminta pertolongan sebab suatu perkara nan genting).

Apapun kasusnya, Dialah yang diibadahi oleh para ulama dan para awam, yang
diminta pertolonganNya pada perkara-perkara nan genting, yang Maha Tinggi
dari sangkaan-sangkaan lemah5, dan yang Maha Tersembunyi dari pemahaman-
pemahaman6. Pada dasarnya: َ‫ أَلِه‬dihapus hamzahnya dan diganti dengan ‫ أل‬maka
jadilah ُ‫ اللَّه‬dan dibaca tebal untuk pengagungan.7

ُ‫اللَّه‬ adalah kata yang tersusun dari huruf-huruf nan lembut bersifat
tenggorokan, bersifat rongga, bersifat mudah; itu adalah lām, hā', dan madd. Kata

4
Ma'rifah adalah ism (kata yang menunjukkan pada dirinya sendiri dan tidak terikat
dengan waktu) yang menunjukkan pada sesuatu tertentu; seperti 'Umar, Damaskus, dan
kamu. (asy-Syaykh Mushthāfā al-Ghalāyīniyy, Jāmi'ud Durūsil 'Arabiyyah, h. 105)
Dikisahkan, bahwa ada seseorang bertemu dengan al-Imām as-Sibawyh di dalam
mimpinya, maka dikatakan kepada al-Imām as-Sibawyh: "Apa yang telah Allah lakukan
padamu?"
Al-Imām as-Sibawyh menjawab: "Kebaikan nan banyak (surga), dikarenakan aku
menjadikan namaNya paling ma'rifah dari seluruh ma'rifah." (al-Imām Syihābud Dīn Aḥmad
al-Ḥalabiyy, ad-Durrul Mashūn fī 'Ulūmil Kitābil Maknūn, 1/24)
Sedangkan, ulama nahwu lainnya menjadikan yang paling ma'rifah adalah ism dhamīr
(kata ganti) dan lafaz Allah adalah ism 'alam (nama).
5
Maksudnya: Allah tidak menjadi rendah sebab sangkaan-sangkaan lemah para
pandir.
6
Maksudnya: Allah tidak bisa dijangkau oleh akal secendekia apapun.
7
Asy-Syaykh Sa'īd Bā'isyan asy-Syāfi'iyy, Busyral Karīm bi Syarḥi Masāilit Ta'līm, h. 45.
6
itu diucap oleh anak kecil, orang ajam yang baru masuk Islam, dan alṣagh8. Setiap
huruf-huruf dari kata ini bagaimanapun kamu merubahnya dan membolak-
balikkannya maka dia kembali pada makna dari makna-makna ulūhiyyah. Maka
Dialah Allah, dan Dia adalah ilah yang tiada ilah selain Dia.

Maka bagi Allah nama nan agung ini dan apa yang menyertanya dari asmaul
husna dan sifat-sifat nan mulia. Maka, apa gerangan makna nama ini?

Allah, Dialah Rabb yang hati-hati memujaNya, jiwa-jiwa terjerat rindu


padaNya, dan kerinduan-kerinduan menanti penuh harap padaNya. Seluruh
makhluk mencintaNya, menghibur diri dengan mengingatNya dan berdekatan
denganNya, merasa kerinduan padaNya, dan begitu sangat membutuhkanNya,
pada tiap satuan waktu dan tiap kedip masa. Bisikan hati dan bayangan pikiran di
dalam urusan-urusannya yang khusus dan umum, kecil dan besar, terjadi dan akan
terjadi, maka Dialah Sang Penampaknya lagi Pengulangnya, Sang Penumbuhnya
lagi Sang Penciptanya tanpa meniru. Adalah makhluk-makhluk merendahkan diri
padaNya l, merasa nyaman, begitu butuh padanya pada setiap persoalan-
persoalan dan urusan-urusan.

Tiada dari makhluk kecuali ia merasa bahwa Allah l menyelimutkan


padanya kebaikan-kebaikan dan kenikmatan-kenikmatan, dan Allah menuangkan
atasnya berupa karunia-karuniaNya, kedermawananNya, keutamananNya,
kenikmatanNya dengan sesuatu nan begitu banyak; maka pantas saja bahwa hati
manusia menghadap penuh penghambaan padaNya l dengan hiasan cinta,
pengagungan, dan rindu.

8
Alṣagh adalah orang yang mengganti dengan suatu huruf pada tempat huruf yang
seharusnya; misal: ‫ اهلمد‬untuk mengganti ‫ احلمد‬. (al-Ḥabīb Ḥasan bin Aḥmad al-Kāf asy-
Syāfi'iyy, Taqrīrātus Sadīdah, h. 293)
Artinya, orang dengan kondisi demikianpun mudah sekali mengucapkan ُ‫ اللَّه‬.
7
Maka, di antara makna ُ‫ اللَّه‬: ilah yang hati-hati terpenjara rindu padaNya dan
jiwa-jiwa buncah cinta padaNya; karena itulah cinta adalah metamorfosis dari
suatu makna nan hadir di dalam ikatan Sang Pencipta dengan yang dicipta. Allah
berfirman:
ْ َ َّ
9 َ
﴾ ٗٓ‫ي ُّب ْونه‬
ُ َ ْ ُ ُّ ُّ ْ َ ُ ٰ
‫و‬ ‫م‬ ‫ه‬ ‫ب‬ ‫ي‬ ‫م‬ ‫و‬‫ق‬‫ب‬ ‫اّلل‬ ‫ى‬ ‫ت‬ ‫أ‬ َ
‫ي‬ ‫ف‬‫و‬ْ ‫﴿ يٰٓ َايُّ َها الذيْ َن ٰا َم ُن ْوا َم ْن َّي ْر َتَّد م ْن ُك ْم َع ْن د ْينه َف َس‬
ِ‫ح‬ ِ‫ح‬ ِ ِ ِ ِ ِ ِ

Wahai orang-orang yang beriman! Barangsiapa di antara kamu yang murtad


(keluar) dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum, Dia
mencintai mereka dan mereka pun mencintai-Nya.

Maka, Allah l cinta pada hamba-hambaNya yang mencintaNya lagi


mentaatiNya, serta mereka yang melazimkan perintahNya dan syariatNya;
sungguh Allah telah menjadikan Nabi n sebagai cinta Allah10 dari seagung-agung
urutan-urutan yang orang beriman menuju padanya (kecintaan Allah), karenanya
Nabi bersabda:

َ‫ب امل ْرءَ ال‬ ُ ‫ب إِلَْي ِه ِِمَّا ِس َو‬


َّ ‫ َوأَ ْن ُُِي‬،‫اُهَا‬ َّ ‫َح‬
َ ‫ أَ ْن يَ ُكو َن اللَّهُ َوَر ُسولُهُ أ‬:‫ان‬ِ َ‫ث من ُك َّن فِ ِيه وج َد حالَوَة ا ِإلمي‬
َ َ ََ ْ َ ٌ َ‫ثَال‬
َ ِِ ِ
َ ُ‫ َوأَ ْن يَكَْرَه أَ ْن يَع‬،‫ُُيبُّهُ إَِّال للَّه‬
11 ِ
. ‫ف ِِف النَّار‬ َ ‫ود ِِف ال ُك ْف ِر َك َما يَكَْرهُ أَ ْن يُ ْق َذ‬
Tiga hal, siapapun yang benar-benar diadakan di dalam dirinya niscaya ia
mendapati manisnya iman: hendaknya dia menjadikan Allah dan RasulNya paling
dicinta pada dirinya daripada seluruh selain keduanya, hendaknya dia mencinta
seseorang yang mana tidaklah dia mencintanya melainkan sebab Allah, dan
hendaknya dia benci dirinya kembali dalam kekafiran sebagaimana dia benci
dirinya dilemparkan dalam neraka.

Maka, Allah telah menjadikan orbit manisnya iman itu di atas makna-makna
yang seluruhnya berkaitan dengan cinta: cinta pada Allah dan cinta sebab Allah,

9
Surah al-Māidah: 54.
10
Maksudnya: tanda seseorang cinta pada Allah adalah cinta NabiNya.
11
Riwayat al-Bukhāriyy.
8
hendaknya menjadikan Allah dan RasulNya paling dicinta daripada pada dirinya
daripada seluruh selain keduanya. Dan, benci semisal demikian itu, maka dia benci
kekafiran yang mana kekafiran itu adalah pengingkaran terhadap Sang Pencipta
nan Agung, serta mengingkari keutamaanNya dan kenikmatanNya.

Perasaan cinta ialah perasaan subur nan terpancar deras nian yang mana orang
beriman menjadikannya emblem di hatinya buat Rabbnya l . Dia menanti dan
penuh asa terhadap Rabbnya ksupaya Dia membalas cintanya. Siapapun yang
Allah mencintanya maka tiada takut atasnya, dunia kelak sepenuhnya pada
hakNya menjadi kebahagiaan dan kegembiraan, kesenangan dan kebaikan. Dan,
kelak urusan-urusannya pada kematian dan negeri akhirat menjadi terbaik dan
paling utama. Sungguh, Allah l manakala telah mencinta seorang hamba maka
dia angkat kedudukannya di surga, mendekatkannya dan merapatkannya -
padaNya-.

Di antara makna-makna nama ُ‫ اللَّه‬: bahwa Dia yang Maha Agung pada dzatNya
dan sifat-sifatNya, nama-namaNya, kebesaranNya, dan kemuliaanNya; maka akal-
akal mustahil meliputiNya, pemahaman-pemahaman mustahil menjangkauNya,
dugaan-dugaan mustahil mencapai pada keagunganNya; karena itulah akal-akal
tunduk pada yang demikian, yaitu: akal-akal terkacaukan sebab begitu dahsyat
keagunganNya12. Maka, Allah Maha Awal tiada permulaan lagi Maha Akhir tiada
pengakhiran, Maha Zahir tiada di atasnya suatupun, Maha Batin tiada di bawahnya
suatupun. Baginya dari berbagai macam keagungan, kemuliaan, dan kesempuraan
apa yang tiada terbentik setitikpun di atas benak. Tiada mampu lagi layak seorang
hamba melakukan terhadapNya pengkalkulasian dan tiada perhitungan; karena
itulah akal-akal mengembalikan pada keagungan Allah k, dan andai ada akal-

12
Akal jika melampaui batas dalam memikirkan dzatNya dan sifat-sifatNya niscaya ia
akan rusak sebab terkacaukan seluruh logikanya.
9
akal yang mampu sebab apa yang dianugerah berupa kesanggupan dan
kemampuan supaya mengetahui suatu bagian dari keagungan ini niscaya Allah
akan anugerahkan padanya (akal-akal) kecintaan terhadap Allah l , kedekatan
padaNya, dan peribadahan buatNya dengan segenap apa yang dia mampu.

‫هلل في آفاق آيات لعلل * لل أقلها هو ما إليه هداكا‬


Kepunyaan Allahlah tanda-tanda di segenap penjuru, moga # seminimalnya
adalah apa yang menunjukkanmu kepadaNya

‫ولعل ما في النفس من آياته * عجب من عجاب لو ترى عيناكا‬


Moga apa yang ada dalam dirimu dari tanda-tandaNya # suatu nan
menakjubkan dari hal-hal nan menakjubkan andai kedua bola matamu melihat

‫والكون محشون بأسرار إذا * حاولت تفسيرا لها أعياكا‬


Alam semesta penuh muatan dengan rahasia-rahasia manakala # mata-matamu
mencoba untuk menafsirkannya

Andai ditakdirkan untuk manusia supaya melihat keagungan penciptaan Allah


di segenap penjuru dan segenap orbit atau di dalam dirinya sendiri; pasti dia
menyaksikan bagian-bagian dari keagungan yang dia tidak mempunyai pilihan
lain di hadapan keagungan itu melainkan supaya dia menyebut dengan namaNya
nan agung dalam keadaan menyanjung lagi memuji, mengingat lagi bersyukur:
‫ سبحان اهلل واحلمد هلل وال إله إال اهلل واهلل أكرب‬.
KepunyaanNyalah keagungan nan sempurna; dari segi tiada makhluk yang
mampu meliputiNya secara keilmuan -bagaimanapun mereka mencoba-
bagaimanapun juga sebagaimana Allah kberfirman:
َ ُ ً َ ُ َ َ ْ َ ْ َ ْ َ ْ َ ْ َ ََّ َ َ َ ْ ْ َُّ
﴾ ‫اسئا َّوه َو ح ِس ْير‬
13
ِ ‫﴿ ثم ار ِج ِع البصر كرتي ِن ينق ِلب ِاليك البصر خ‬

13
Surah al-Mulk: 4.
10
Kemudian ulangi pandangan(mu) sekali lagi (dan) sekali lagi, niscaya
pandanganmu akan kembali kepadamu tanpa menemukan cacat dan ia
(pandanganmu) dalam keadaan letih.

Ini adalah pada apa yang berkaitan dengan penciptaanNya l, lantas


bagaimana pada apa yang berkaitan dengan sifat-sifatNya k?
Akal-akal tiada mampu meliputiNya; karenanya Dia lberfirman:
ً ْ َ ُ ُ ََ ْ ُ َْ َ َ َ ْ ْ َْ ََْ َ ُ َ ْ َ
14
﴾ ‫ي ْيط ْون ِبه ِعلما‬ ِ‫﴿ يعلم ما بين اي ِدي ِهم وما خلفهم ولا ح‬

Sedang ilmu mereka tidak dapat meliputi ilmuNya.

Dia berfirman:
َ َ َّ ْ َ َ ُ ُ ََ
15
﴾ ‫ي ْيط ْون ِبش ْيء ِِّم ْن ِعل ِم ٓٗه ِالا ِبما شا َۤء‬ ِ‫﴿ ولا ح‬

Dan mereka tidak mengetahui sesuatu apa pun tentang ilmu-Nya melainkan apa
yang Dia kehendaki.

Karena itulah adanya di antara makna-makna kalimat nan agung ini ( ُ‫ ) اللَّه‬yang
tunduk akal-akal terhadapNya dan pemahaman-pemahaman serta ilmu-ilmu tidak
mampu untuk sampai kepada keagunganNya atau meliputiNya.

Allah, Dialah ilah yang diibadahi, orang-orang beriman mengikhlaskan hanya


bagiNya hati-hati mereka serta ibadah mereka, shalat mereka, haji mereka, ritual
mereka, hidup mereka, dan akhirat mereka:
ْ ُ َ ََ ُ ُ َ ٰ َ َ
َ َ َ َ َ ْٰ ٰ ََ َ ْ َ ُ َ َ َّ ْ ُ
١٦٣ ‫ لا ش ِر ْيك له َو ِبذ ِلك ا ِم ْرت َوانا اَّول ال ُم ْس ِل ِم ْين‬١٦٢ ‫ّلل َر ِ ِّب العل ِم ْين‬
ِ ِ ‫﴿ قل ِان صل ِات ْي َون ُس ِك ْي َومح َياي َوَم ِات ْي‬
16

14
Surah Thāhā: 110.
15
Surah al-Baqarah: 255.
16
Surah al-An'ām: 162-163.
11
[162] Katakanlah (Muhammad), “Sesungguhnya salatku, ibadahku, hidupku dan
matiku hanyalah untuk Allah, Rabb seluruh alam, [163] tidak ada sekutu bagiNya;
dan demikianlah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang
pertama-tama berserah diri (muslim).”

Kalimat pertama yang manusia masuk dengannya di dalam gerbang Islam,


sampai kepada tingkatan-tingkatan tauhid, dan menaiki tangga-tangga
penghambaan, dialah kalimat: ‫ ال إله إال اهلل‬, yang dengan berasaskan itu seorang
hamba mengakui rubūbiyyah dan ulūhiyyah hanya menjadi hak bagi Allah semata,
bahwa Dialah yang paling berhak untuk diibadahi, dan supaya manusia
mencurahkan lagi membaktikan daya akalnya, hatinya, badannya, dan anggota
tubuhnya -untuk bertasbih, bertahlil, bertahmid, dan penghambaan kepada Ilah
ini nan mulia-: yang mana manusia adalah sebagian kecil dari keutamaanNya dan
sebagian kecil dari penciptaanNya, maka setiap atom-atom dari wujudmu yang
bersifat internal semuanya mengakuiNya (bahwa Allah adalah Rabb semesta alam),
memuliakanNya, dan memujiNya; baik kamu berkenan atau enggan, kamu lalai
atau perhatian, kamu hidup atau mati, kamu beriman atau kafir; maka pilihan
manusia tetap (tiada pilihan lain) supaya beribadah kepada Rabbnya l dengan
sepenuh hati terhadap apa saja yang Allah l perintahkan dan terhadap apa saja
yang datang melalui lisan para rasulNya nan mulia u .

Jika kamu memperhatikan -ini tidak sekedar kebetulan- para lelaki dan para
wanita yang mereka mendeklarasikan untuk pertama kalinya syahadat tauhid,
maka kamu menatap jejak cahaya terpancar di atas wajah-wajah mereka, lengkung
senyum nan jujur membanjiri roman wajah mereka, kegembiraan dan kesenangan
meliputi mereka. Maka, hanya kepunyaan Allahlah kalimat nan unik lagi mudah
ini, suatu kalimat nan paling agung maknanya, paling dalam artinya, dan paling
jauh tilasnya atas jiwa-jiwa!
12
Sungguh manusia itu terdesain di atas konsep penghambaan, maka di dalam
hatinya ada perubahan, perpecahan, dan kebutuhan, maka suatu kelembutan nan
bersifat keperluan mutlak menjadi suatu keniscayaan darinya; maka boleh jadi
manusia beribadah kepada Rabbnya lalu dia menjadi seorang pengelana yang
berjalan di atas jalan keharmonisan dan keselarasan bersama dengan seluruh
kekuatan alam semesta yang ada di sekelilingnya, bersama dengan interior dirinya
dan jasadnya, atom-atom wujudnya dan kehidupannya. Dan, boleh jadi dia
beribadah kepada selain Allah k, maka dia pergi ke dalam lembah-lembah
dunia. Ia menjelma menjadi sosok pemecah belah lagi terpisahkan. Sungguh,
bentuk kesyirikan jaman dahulu itu adalah manusia beribadah kepada bebatuan
dan pepohonan, maka mereka menghadapkan diri mereka kepada benda-benda itu
dengan segenap panca indera dan hati-hati mereka, mereka berkonsultasi kepada
benda-benda itu dalam persoalan-persoalan mereka, mereka mengharap penuh asa
kepada benda-benda itu pada saat terjadi bencana-bencana terhadap mereka dan
situasi-situasi genting mereka.

Model paganisme kuno ini senantiasa eksis di berbagai tempat, di berbagai


wilayah, di dalam naungan kebodohan, keterbelakangan, dan kerugian. Terkadang
kamu menjumpai -sebagaimana terjadi padaku di berbagai kondisi- seorang
profesor yang berkompeten dalam bidang mikrobiologi dan astronomi,
mempunyai pemikiran kognitif yang luar biasa, akan tetapi kamu melihatnya di
dalam tempat ibadah menundukkan kepalanya lagi tertaklukkan oleh berhala yang
mereka ciptakan dengan tangan mereka sendiri dan mereka mengukir di atas
berhala itu tahun pembuatan 1910 masehi!!

Penghambaan ini yang terkadang manusia terjerumus di dalam


genggamannya saat dia melewatkan begitu saja penghambaan kepada Allah l,
penghambaan ini mempunyai model-model lain yang beragam; terkadang manusia
13
terjerumus -misalnya- dalam kubangan penghambaan terhadap syahwat dan
berpusat pada diri sendiri17, terkadang terjerumus di dalam penghambaan
terhadap komoditi, dunia, dirham, dinar, dan dolar. Terkadang dia terjerumus di
dalam peribadahan terhadap kantor, jabatan, dan perkerjaan. Terkadang dia
terjerumus di dalam peribadahan terhadap orang yang mempunyai pengaruh kuat,
tuan, dan bos. Terkadang dia terjerumus di dalam variasi-variasi dari
penghambaan-pemhambaan yang menyia-nyiakan manusia, menjauhkannya dari
hidayah Allah k, dan memaksakan masuk pada dirinya kegelisahan,
ketegangan, dan kelemahan di dalam kehidupannya; sebagaimana Allah
berfirman k:
ًَ َ َ ْ َ ُ ِّ ً َ ً ُ َ ٰ َ َ ُ ً ُ ًَ ُٰ َ َ
18
﴾ ‫اّلل َمثلا َّرجلا ِف ْيهِ ش َركا ُۤء ُمتش ِك ُس ْون َو َرجلا َسلما ِل َرجل هل ي ْست ِو ٰي ِن َمثلا‬ ‫﴿ ض َرب‬

Allah membuat perumpamaan (yaitu) seorang laki-laki (hamba sahaya) yang


dimiliki oleh beberapa orang yang berserikat yang dalam perselisihan, dan seorang
hamba sahaya yang menjadi milik penuh dari seorang (saja). Adakah kedua hamba
sahaya itu sama keadaannya?

Pada hari ini kita melihat apa yang dinamakan dengan peribadahan terhadap
setan. Bagaimana kaum-kaum terjerumus di dalamnya dari berbagai umat yang
berada di barat berupa Eropa dan Amerika. Ini telah menjadi suatu ritual
keagamaan bagi mereka untuk berkumpul di sekeliling peribadahan itu. Mereka
berporos pada makna-makna ini yang berasal dari kebiadaban, kebinatangan dan
keangkuhan, syahwat, kenikmatan dan kesenangan. Mereka mencukupkan diri
dengan peribadahan itu tanpa suatupun di belakangnya dan tanpa apapun

17
Dalam dunia modern hal ini disebut ESQ (The Emotional and Spiritual Quotient) yang
mentuhankan konsep suara hati (conscience) sebagai sumber rujukan utama begitu pula
dengan logika. Ini adalah turunan dari keyakinan bahwa tuhan adalah diri mereka sendiri.
Pejabat Mufti Wilayah Persekutuan Malaysia telah memfatwakan atas kesesatannya.
18
Surah az-Zumar: 29.
14
selainnya19! Bagaimana hal itu bisa menyebar ke tempat-tempat dan wilayah-
wilayah Islam, maka sebagian para remaja putra dan putri berubah dan bergabung
di bawah perkumpulan-perkumpulan ini. Mereka berjumpa di dalam upacara-
upacara, mereka mempraktekkan beragam ritual keagamaan yang terikat dengan
peribadahan terhadap setan20:
َ َ ٰ ُ ْ َ ُ َ ُ َ َّ ٰ َّ ُ ْ َ َّ ْ َ َ ٰ ُ َ ْ َْ ََ
‫ َوا ِن اع ُبد ْ ِون ْي هذا ِص َراط ُّم ْست ِق ْيم‬٦٠ ‫﴿ ۞ ال ْم اع َهد ِال ْيك ْم ٰي َب ِن ْ ٓٗي اد َم ان لا تع ُبدوا الش ْيط َن ِانه لك ْم عدو ُّم ِب ْين‬
21
﴾ ٦١

[60] Bukankah Aku telah memerintahkan kepadamu wahai anak cucu Adam agar
kamu tidak menyembah setan? Sungguh, setan itu musuh yang nyata bagi kamu,
[61] dan hendaklah kamu menyembahKu. Inilah jalan yang lurus.”

ُ‫اللَّه‬ itulah nama yang diseru tanpa dihilangkan darinya sesuatupun, maka
seorang penyeru berseru: " ‫اهلل‬ ‫ " يا‬atau dengan menghilangkan huruf yā', maka dia
berseru: " ‫" اللهم‬. Sebagaimana pada banyak tempat di dalam al-Quran dan sunnah
dengan redaksi doa, atau merintih tangis seraya berseru dengan ini atau itu, atau
selain keduanya dari nama-nama Allah lnan indah. 22

‫س‬ ِ
ُ ‫ يَلْتَم‬/mencari] merupakan metamorfosis dari wazan ‫ افتعل‬yang salah
Kata [
satu faedahnya: ‫( للمبالغة ِف املعىن‬sebagai ekspresi sangat). Karena itu, mencari ilmu
itu tidak sekedar mencari, akan tetapi ada upaya mengerahkan segala kulitas dan
kuantitas dari daya batin dan daya zahir. Tidak ada ruang untuk menghiasi diri
dengan alasan-alasan yang menjauhkan dari ilmu.

19
Maksudnya: dia hanya mencukupkan diri melakukan hal itu saja.
20
Para musuh-musuh Allah lebih kreatif lagi dalam menyesatkan para pemuda dan
pemudi umat Islam saat ini. Mereka menyisipkan simbol atau ritual setan ke dalam acara
hiburan; seperti: KPop.
21
Surah Yāsīn: 60-61.
22
Asy-Syaykh Salmān al-'Awdah, Ma'allāh Jallajalāluh al-Asmā' al-A'zham wa Qishshatil
Asmā'il Ḥusnā, h. 45-49.
15
Al-Imām Ibnu Rajab menjelaskan: Proses menempuh jalan dalam rangka
mencari ilmu; yang terkategori di dalamnya adalah proses menempuh jalan yang
hakiki; yaitu berjalan dengan kaki menuju majelis ulama. Dan, terkategori juga di
dalamnya adalah proses menempuh jalan-jalan yang maknawi yang mengantarkan
menuju tercapainya ilmu; seperti: menghafal, belajaran, muzakarah, menelaah,
mencatat, memahami, dan selainnya berupa jalan-jalan yang maknawi yang
seorang pencari ilmu mencapai ilmu dengan menjadikannya wasilah.

'Abdurraḥman bin Abū Ḥātim ar-Rāziyy t menuturkan kisahnya: "Adalah


kami saat itu di Mesir selama tujuh bulan. Di sana, kami sekalipun belum pernah
mencicipi kuah daging. Sepanjang siang sudah terjadwal untuk majelis para syaykh,
sedangkan saat malam tiba adalah waktu untuk menyalin pelajaran dan membandingkan.

Suatu hari, kami (aku dan rekanku) mendatangi seorang syaykh. Orang-orang
berkata: 'Dia sedang sakit.'

Kami melihat saat perjalanan pulang seekor ikan yang membuat kami tertarik, maka
kami membelinya. Tatkala kami sampai di rumah, tiba waktu majelis, sampai-sampai
tiga hari berlalu dan kami menghabiskan hari-hari itu untuk bermajelis (melupakan ikan).
Hampir-hampir ikan itu berubah busuk. Lantas kami memakannya mentah-mentah.
Tidak ada waktu senggang bagi kami untuk sekedar memakannya dalam keadaan sudah
dibakar."

'Abdurraḥmān bin Abū Ḥātim ar-Rāziyy t menutup perkataannya dengan:


"Ilmu itu tidak cukup dengan jasad yang rebahan."23

Abū Thāhir t menuturkan kisahnya: "Darah membasahi perjalananku saat


mencari ḥadīṣ sebanyak dua kali; kali pertama di Baghdad dan selainnya di Makkah. Aku
berjalan telanjang kaki di terik yang teramat panas nian, maka hal itu menyiksaku.

23
Tadzkiratul Ḥuffāzh: 3/830.
16
Tidaklah aku menunggangi satu kendaraanpun saat mencari ilmu. Dan, aku memanggul
kitab-kitabku di atas punggungku dan aku tidak pernah meminta tolong seorangpun saat
pencarianku. Adalah aku hidup atas apa yang aku tuju."24

Al-Imām Ibnu Abū Ḥātim ar-Rāziyy t menghikayatkan ayahnya kala


dahulu mencari ilmu, bahwa beliau mendengar ayahnya menuturkan: "Aku tinggal
di Bashrah tahun 214 H selama delapan bulan. Hatiku menginginkan supaya tinggal di
sana selama satu tahun akan tetapi perbekalanku habis. Walhasil, aku menjual bajuku
helai demi helai sampai habis sama sekali bekalku. Waktu berlalu, aku berkeliling
bersama sahabatku mengunjungi para syaykh dan mendengar -pelajaran- dari mereka
hingga sore hari. Pulanglah sahabatku, akupun kembali ke rumah nan kosong; lantas aku
minum air dikarenakan lapar.

Tibalah esok. Aku dan sahabatku berkeliling dengan menahan lapar nan melilit nian.

Pulanglah sahabatku dan aku pulang dalam keadaan kelaparan. Esoknya, sahabatku
mengajak: 'Mari kita jalan menuju para syaykh.'

Kukatakan padanya: 'Aku lemas. Hal itu tidak memungkinkan aku.'

Dia bertanya: 'Apa gerangan yang membuatmu lemas?'

Jawabku: 'Aku tiada menyembunyikan persoalanku darimu. Sungguh, dua hari telah
berlalu, tidaklah aku makan apapun di dua hari itu.'

Dia berkata: 'Aku masih punya satu dinar. Aku berikan setengah untuk
menghiburmu, dan setengahnya lagi untuk persewaan.'

Lantas, kami keluar dari Bashrah dan aku menerima darinya setengah dinar.25

24
Siyār A'lām an-Nubalā': 19/363.
25
Taqdimatul Jarḥ wat Ta'dīl: 363.
17
Sabda beliau: [niscaya Allah akan mudahkan baginya lantaran perbuatannya
itu suatu jalan menuju surga] boleh jadi yang dimaksud dengan itu adalah Allah
memudahkan baginya ilmu yang dia cari, lantas dia menempuh jalannya, dan Allah
ringankan jalan itu buatnya. Karena, sesungguhnya ilmu adalah suatu jalan yang
mengantarkan menuju surga, dan ini seperti firman Allah l:
َّ ْ َ ْ ِّ َ ٰ ُ ْ َ ََّ ْ َ َ َ
﴾ ‫لذك ِر ف َهل ِم ْن ُّمد ِكر‬
ِ ‫﴿ ولقد يس ْرنا الق ْران ِل‬
26

Dan sungguh, telah Kami mudahkan al-Quran untuk peringatan, maka adakah
orang yang mau mengambil pelajaran?

Boleh jadi juga, yang dimaksud adalah Allah ringankan bagi pencari ilmu saat
dia meniatkan wajah Allah dengan perantara mencari ilmu: Allah mudahkan dia
untuk mengambil manfaat dari ilmu itu dan Allah ringankan dia mengamalkan
kandungannya, maka itu menjadi sebab hidayah baginya dan sebab masuk surga
dengan perantara ilmu itu.

Sungguh Allah akan ringankan bagi pencari ilmu suatu ilmu-ilmu yang lain
yang dia mengambil manfaat dari ilmu-ilmu itu, lantas ilmu-ilmu itu menjadi
pengantar baginya menuju surga; sebagaimana dikatakan: "Siapapun yang
mengamalkan apa yang dia tahu, niscaya Allah akan mewariskan ilmu apa yang dia
belum tahu" dan sebagaimana dikatakan: "Balasan bagi kebaikan adalah kebaikan
setelahnya"; yang menunjukkan terhadap hal itu adalah firman Allah l:
ً ُ َ َ ْ َ ْ َّ ُ ٰ ُ ْ َ َ
﴾ ‫اّلل ال ِذين اهتد ْوا هدى‬
27
‫﴿ وي ِزيد‬

Dan Allah akan menambah petunjuk kepada mereka yang telah mendapat
petunjuk.

dan juga firmanNya l:


26
Surah al-Qamar: 17.
27
Surah Maryam: 76.
18
َّ
ُ ْ َ ُ ٰ ٰ َّ ً ُ ْ ُ َ َ ْ َ َ ْ َ ْ َ
28
﴾ ‫ىه ْم تق ٰوىه ْم‬ ‫﴿ وال ِذين اهتدوا زادهم هدى وات‬

Dan orang-orang yang mendapat petunjuk, Allah akan menambah petunjuk


kepada mereka dan menganugerahi ketakwaan mereka.

Dan, termasuk hal itu juga [… Allah akan mudahkan …] adalah Allah
mudahkan jalan surga yang ḥissiyy (inderawi) pada hari kiamat; yaitu jembatan,
serta apa saja sebelumnya dan apa saja sesudahnya berupa kegentingan-
kegentingan situasi, maka Allah ringankan hal itu atas pencari ilmu untuk
mengambil manfaat dengan ilmu itu. Sungguh, ilmu itu menunjukkan kepada
Allah dari jalan terpendek yang menuju kepadaNya, maka siapapun yang
menempuh jalannya dan dia tidak berhenti di tengah jalan, niscaya dia sampai
kepada Allah dan kepada surga dari jalan terpendek dan termudah di antara jalan-
jalan. Semua jalan-jalan yang mengantarkan menuju surga dimudahkan buatnya
di dunia dan akhirat. Tiada jalan kepada mengenal Allah dan kepada sampainya
kepada keridaanNya, kesuksesan bisa dekat denganNya di akhirat melainkan
dengan ilmu yang manfaat yang mana Allah telah mengutus para rasulNya dengan
itu dan menurunkan kitab-kitabnya dengan itu, maka ilmu itu tidak lain adalah
dalil atas Allah; dengannya Allah memberi petunjuk -kepada hambaNya- di dalam
gelap-gelap kebodohan, syubhat-syubhat, dan keraguan-keraguan. Karena itu,
Allah menamakan kitabNya dengan cahaya; sebab Allah memberi petunjuk
dengannya di dalam kegelapan-kegelapan. Allah l berfirman:
ُ َ َ ُ ْ ْ َ ُ ْ ُ ُ ْ ُ َِّّ َ ُ ُ َ َُ ُ ْ َ َْ
َ ْ َ ٰ َ ْ َ ٰ
‫﴿ يٰٓاهل ال ِكت ِب قد جا َۤءك ْم َر ُس ْولنا ُي َب ِ ِّين لك ْم ك ِث ْي ًرا َِما كنت ْم تخف ْون ِم َن ال ِكت ِب َو َيعف ْوا ع ْن ك ِث ْيرە قد جا َۤءك ْم‬
ْ ُّ َ ُ ُّ ُ ْ ُ ٰ َّ َ ُ ُ َ َ ْ َ َ َّ َ ُ ٰ ٰ ُ ٰ َ ِّ
‫السل ِم َويخ ِرج ُه ْم ِِّم َن الظل ٰم ِت ِالى الن ْو ِر ِب ِاذ ِنه‬ ‫َّي ْه ِد ْي ِبهِ اّلل م ِن اتبع ِرضوانه سبل‬١٥ ‫اّلل ن ْور َّو ِكتب ُّم ِب ْين‬ِ ‫ِمن‬
َ ٰ ْ
﴾ ١٦ ‫َو َي ْه ِدي ِه ْم ِالى ِص َراط ُّم ْست ِق ْيم‬
29

28
Surah Muḥammad: 17.
29
Surah al-Māidah: 15-16.
19
[15] Wahai Ahli Kitab! Sungguh, Rasul Kami telah datang kepadamu, menjelaskan
kepadamu banyak hal dari (isi) kitab yang kamu sembunyikan, dan banyak (pula)
yang dibiarkannya. Sungguh, telah datang kepadamu cahaya dari Allah, dan Kitab
yang menjelaskan. [16] Dengan Kitab itulah Allah memberi petunjuk kepada orang
yang mengikuti keridaan-Nya ke jalan keselamatan, dan (dengan Kitab itu pula)
Allah mengeluarkan orang itu dari gelap gulita kepada cahaya dengan izin-Nya,
dan menunjukkan ke jalan yang lurus.

Nabi n memisalkan pemanggul ilmu yang hadir dengan ilmu itu seperti
bintang-bintang yang manusia mendapat petunjuk darinya di dalam kegelapan-
kegelapan. Di dalam al-Musnad dari Anas dari Nabi; beliau bersabda n :

ِ ‫ ي ْهتَ َدى بِ َها فِي ظُلُم‬، ‫السم ِاء‬ ِ ِ ‫ض َكمثَ ِل الن‬ ِ ِ


، ‫ات الْبَ ِّر َوالْبَ ْح ِر‬ َ ُ َ َّ ‫ُّجوم في‬ ُ َ ِ ‫إِ َّن َمثَ َل الْعُلَ َماء في ْاأل َْر‬
ِ َ‫ك أَ ْن ت‬
. ُ‫ض َّل ال ُْه َداة‬ َ ‫ أ َْو َش‬، ‫وم‬ ِ ‫فَِإذَا انْطَم‬
ُ ‫ُّج‬
ُ ‫ست الن‬
ََ
Sungguh, permisalan ulama di dunia adalah seperti bintang-bintang di langit,
manusia mendapat petunjuk darinya di dalam kegelapan-kegelapan baik di
daratan dan lautan. Maka, saat bintang-bintang itu hilang, mulailah hilang
petunjuk-petunjuk.

Selama ulama masih ada di muka bumi, maka manusia di dalam petunjuk.
Masih adanya ilmu itu menunjukkan masih adanya si empunya. Maka, saat si
empunya pergi dan siapapun yang berdiri atas dasar ilmu pergi jua niscaya kondisi
manusia dalam kesesatan; sebagaimana dalam ash-Shaḥīḥayn dari 'Abdullāh bin
'Amrū dari Nabi n , beliau bersabda n :

ِ ُ ِ‫ َولَكِ ْن يَ ْقب‬، ‫َّاس‬ ِ ِ ُ ِ‫إِ َّن اللَّهَ ََّل ي ْقب‬


ْ ‫ فَِإذَا ل‬، ‫ض ال ُْعلَ َماء‬
‫َم‬ ِ ‫ضهُ بَِق ْب‬ ِ ‫ص ُدوِر الن‬ ً ‫ْم انْتِ َز‬
ُ ‫اعا يَ ْنتَ ِز ُعهُ م ْن‬ َ ‫ض الْعل‬ َ
ُّ ُّ ِ ِ ِ
َ َ‫ ف‬، ‫سئلُوا فَأَفْ تَ ْوا بغَْي ِر علْم‬ ِ
. ‫ضلوا‬ َ َ‫ضلوا َوأ‬ ُ َ‫ ف‬، ‫َّاَّل‬
ً ‫َّاس ُرَؤ َساءَ ُجه‬ ُ ‫ اتَّ َخ َذ الن‬، ‫يَ ْب َق َعالم‬
Sungguh, Allah tidak menggenggam ilmu dengan tujuan mencabut; mencabutnya
dari dada-dada manusia, akan tetapi Allah mencabutnya dengan cara mencabut
20
ulama. Maka, saat tidak ada seorang alim niscaya manusia mengangkat pemimpin
yang dungu; mereka ditanya maka mereka berfatwa tanpa ilmu. Mereka sesat lagi
menyesatkan.

Suatu hari, Nabi n menuturkan tentang proses terangkatnya ilmu. Maka,


dikatakan kepada beliau: "Bagaimana ilmu bisa pergi sedangkan kami membaca al-
Quran serta mengajarkannya pada istri-istri kami dan anak-anak kami?"

Nabi n menjawab:

‫ فَ َماذَا تُ ْغنِي َع ْن ُه ْم ؟‬، ‫ارى‬ ِ ِ ‫اإلنْ ِج‬ ِِ


َ ‫َّص‬ ُ ِْ ‫َهذه الت َّْوَراةُ َو‬
َ ‫يل عْن َد الْيَ ُهود َوالن‬
Ini adalah Taurat dan Injil yang ada di sisi Yahudi dan Nasrani. Apakah itu
mencukupi mereka?30

***

. ‫ َم ْن يُ ِرِد اللَّهُ بِ ِه َخ ْي ًرا يُ َف ِّق ْههُ فِى الدِّي ِن‬: n ‫ – قال النيب‬2
Kata ‫فَ َقه‬ menunjukkan pada pengetahuan dari sesuatu dan keilmuan
ِ ِ
tentangnya. Ungkapanmu: ُ‫يث أَفْ َق ُهه‬
َ ‫ت ا ْحلَد‬
ُ ‫فَق ْه‬ (aku paham ḥadīṣ; aku fakih
dengannya). Setiap mengilmui sesuatu maka itu adalah fikih. Kemudian, fikih
dikhususkan dengan ilmu syariat; maka dikatakan: setiap orang yang alim dengan
halal dan haram maka dia fakih.31

Fikih adalah mengetahui hukum-hukum syariat yang mana melalui metode


ijtihād; seperti: ilmu bahwa niat dalam wudhu adalah wajib, witir itu sunnah, niat
sejak awal malam adalah syarat puasa ramadan, dan yang semisal berupa perkara-
perkata yang ada perbedaan pendapat, berbanding terbalik dengan apa yang tidak
perlu melalui metode ijtihād; seperti: ilmu bahwa shalat lima waktu adalah wajib,

30
Al-Imām Ibnū Rajab al-Ḥanbaliyy, Jāmi'ul 'Alūm wal Ḥikam, 2/296-298.
31
Al-Imām Aḥmad bin Fāris ar-Rāziyy, Mu'jam Maqāyīsil Lughah, 4/442.
21
zina itu haram, dan yang semisal berupa masalah-masalah yang telah pasti; yang
mana seorang alim dan awam sama-sama mengetahui maka tidak disebut fikih.32

Sedangkan hukum itu adalah titah yang berkaitan dengan perbuatan-


perbuatan para mukalaf.33 Maka, tidak bisa dikatakan miras itu haram akan tetapi
perbuatan minum miraslah yang haram -misalnya-.

[ ‫خ ْي ًرا‬
َ ‫ َم ْن يُ ِرِد اللَّهُ بِ ِه‬/Siapapun yang Allah kehendaki suatu kebaikan] di dalam
ḥadīṣ ini: bahwa ilmu yang manfaat itu adalah tanda atas kebahagiaan seorang
hamba lantara Allah menghendakinya dengan kebaikan.34 Guru kami asy-Syaykh
Ḥussām Luthfiyy asy-Syāfi'iy mengatakan: mafhūmul mukhālafah ḥadīṣ ini adalah
siapapun yang tidak Allah kehendaki dengan kebaikan maka Allah tidak akan
fakihkan dia dalam persoalan agama; sedangkan al-Imām ash-Shan'āniyy beliau
mengatakan: mafhūm (yang dipahami) dari syarat bahwa siapapun yang tidak
memfakihkan dirinya dalam agama maka Allah tidak menghendaki suatu
kebaikanpun lantara perbuatannya. Mafhūm ini menyebutkan manthūq di dalam
riwayat Abu Ya'lā:

. ‫ال اللَّهُ بِ ِه‬


ِ َ‫َم يُب‬
ْ ‫َم يُ َف َّق ْه ل‬
ْ ‫َوَم ْن ل‬
Siapapun yang tidak memfakihkan diri maka Allah tidak peduli dengannya.

Di dalam ḥadīṣ ini ada tanda yang jelas atas kemuliaan memfakihkan diri dalam
agama35.

Kalaulah, seluruh penghuni bumi ini tidak peduli denganmu tentu dunia terasa
menghimpitmu dan kamu terbelenggu depresi. Lantas bagaimana denganmu yang
tidak mau memfakihkan diri dalam agama tapi kamu merasa biasa-biasa saja

32
Al-Ustādz Sa'īd Fūdah, Ḥāsyiyyah 'alā Syarḥil Maḥalliyy 'alāl Waraqāt, h. 13.
33
Al-Ustādz Sa'īd Fūdah, Ḥāsyiyyah 'alā Syarḥil Maḥalliyy 'alāl Waraqāt, h. 15.
34
'Abdurrahmān Ālu Sa'diyy, Bahjatu Qulūbil Abrār, 1/32.
35
Al-Imām ash-Shan'āniyy, Subulus Salām, 2/688.
22
padahal Allah tidak peduli denganmu?! Bagaimana gerangan nasibmu di akhirat
kelak?!

ِ ‫الدِّي‬
[‫ن‬ ‫ يُ َف ِّق ْههُ فِى‬/niscaya Allah akan fakihkan dia dalam agama] yaitu Allah
fakihkan dia tentang ilmu syariat36. Proses memfakihkan diri dalam agama
meliputi fikih dalam ushūl imān (akidah)37, syariat-syariat Islam beserta hukum-
hukumnya, dan hakikat-hakikat ihsan. Karena, agama itu meliputi semua tiga hal
tersebut; sebagaimana ḥadīṣ Jibril q saat bertanya pada Nabi n tentang iman,
Islam, dan ihsan. Lantas, Nabi n menjawabnya beserta batasan-batasannya.
Lantas, beliau menjelaskan iman dengan dasar-dasarnya yang enam, menjelaskan
Islam dengan kaidah-kaidahnya yang lima, dan menjelaskan ihsan dengan: engkau
beribadah kepada Allah seakan-akan engkau melihatNya, apabila engkau belum
melihatNya maka ketahuilah sungguh Dia melihatmu.38

Ḥadīṣ ini mencakup tiga hukum: fadilat peroses memfakihkan diri dalam
urusan agama, pemberi yang hakiki adalah Allah39, dan sebagian umat ini
senantiasa di atas kebenaran.40

36
Al-Imām Zaynud Dīn al-Munāwiyy, at-Taysīr bi Syarḥil Jāmi'ish Shaghīr, 2/448.
37
Selain ushūl imān (dasar-dasar iman), akidah juga disebut dengan fiqhul akbar (fikih
paling agung).
38
'Abdurrahmān Ālu Sa'diyy, Bahjatu Qulūbil Abrār, 1/32.
39
Sebagaimana dalam ḥadīṣ (secara ringkas):
‫ فَأ ََّو ُل َم ْن يَ ْدعُو بِ ِه َر ُجل َج َم َع ال ُق ْرآ َن‬، ‫ض َي بَ ْي نَ ُه ْم َوُكلُّ أ َُّمة َجاثِيَة‬ِ ‫اد لِي ْق‬ ِ ِ ِ ِ
َ َ‫َن اللَّهَ تَبَ َار َك َوتَ َعالَى إِذَا َكا َن يَ ْو ُم القيَ َامة يَنْ ِز ُل إِلَى العب‬ َّ ‫أ‬
.‫ب‬ ِّ ‫ بَلَى يَا َر‬: ‫ال‬ َ َ‫ْت عَلَى َر ُسولِي ؟ ق‬ ُ ‫ك َما أَنْ َزل‬ ِ
ْ ‫ أَل‬: ‫ول اللَّهُ للْ َقا ِر ِئ‬
َ ‫َم أُعَلِّ ْم‬ ِ ‫ وَر ُجل َكثِير الم‬، ‫يل اللَّ ِه‬
ُ ‫ فَ يَ ُق‬، ‫ال‬ َ ُ َ ِ ِ‫ َوَر ُجل قُتِ َل فِي َسب‬،
: ُ‫الم ََلئِ َكة‬ ِ ِ َ ‫ فَما َذا َع ِمل‬: ‫ال‬
َ ُ‫ول لَه‬ ُ ‫ َوتَ ُق‬، ‫ت‬ َ ْ‫ َك َذب‬: ُ‫ول اللَّهُ لَه‬ ُ ‫ فَ يَ ُق‬، ‫َّها ِر‬َ ‫وم بِه آنَاءَ اللَّْي ِل َوآنَاءَ الن‬ ُ ُ‫ت أَق‬
ُ ‫ ُك ْن‬: ‫ال‬ َ َ‫ت ؟ ق‬ َ ‫يما عُلِّ ْم‬ َ ‫ْت ف‬ َ َ َ‫ق‬
ِ
‫صلَّى اللَّهُ َعل َْيه َو َسلَّ َم َعلَى‬ ِ ِ
َ ‫ول اللَّه‬ ُ ‫ب َر ُس‬ َ ‫ض َر‬َ ‫ ثُ َّم‬... ‫اك‬ َ َ‫يل ذ‬ ِ َ ‫ت أَ ْن يُ َق‬
َ ‫ إ َّن فُ ََلنًا قَا ِرئ فَ َق ْد ق‬: ‫ال‬ َ ‫ بَ ْل أ ََر ْد‬: ُ‫ول اللَّه‬ُ ‫ َويَ ُق‬، ‫ت‬ َ ْ‫َك َذب‬
ِ ِ ِ ِ ِ َّ ِ َ ‫ُرْكبَتِي فَ َق‬
. ‫َّار يَ ْو َم القيَ َامة‬
ُ ‫سعَّ ُر به ُم الن‬ َ ُ‫ك الث َََّلثَةُ أ ََّو ُل َخل ِْق الله ت‬
َ ‫ أُولَئ‬، َ‫ يَا أَبَا ُه َريْ َرة‬: ‫ال‬
Bahwa, Allah yang Maha Suci dan Maha Tinggi saat telah terjadi hari kiamat Dia turun
kepada hamba-hamba untuk menghakimi di antara mereka, dan seluruh umat pada hari itu
bersimpu lutut.
Pertama kali yang Allah panggil adalah seseorang yang mengumpulkan al-Quran,
seseorang yang terbunuh di jalan Allah, dan seseorang yang banyak harta. Lantas,
23
Hal ini [niscaya Allah akan fakihkan dia dalam agama] sebagaimana yang
dialami al-Imām ar-Rabī' bin Sulaymān t ; dihikayatkan oleh al-Imām al-
Qaffāl: "Adalah ar-Rabī', dia mempunyai pemahaman nan lambat. Maka, al-Imām
asy-Syāfi'iyy t mengulang satu permasalah sebanyak 40 kali nampun tak
kunjung paham jua. Karena malu, pergilah beliau dari majelis. al-Imām asy-
Syāfi'iyy t pun memanggilnya untuk melakukan pembelajaran secara privat,
maka al-Imām asy-Syāfi'iyy t mengulang-ulang sampai dia paham.

Adapun sepak terjang perjalanan ar-Rabī' di dalam kitab-kitab al-Imām asy-


Syāfi'iyy t dari segenap penjuru setara dengan 200 orang; sungguh al-Imām
asy-Syāfi'iyy t telah berfirasat tentang ar-Rabī' dalam hal ini manakala al-
Imām asy-Syāfi'iyy t berkata kepadanya saat momen ar-Rabī' meriwayatkan
dari al-Imām asy-Syāfi'iyy t : 'Engkau adalah periwayat kitab-kitabku.'."41

dikatakan kepada orang yang membaca al-Quran -atau orang alim-: "Bukankah aku telah
mengajarkanmu apa yang telah aku turunkan atas rasulKu?"
Dia menjawab: "Benar duhai Rabbku."
Allah berfirman: "Maka, apa gerangan yang telah kamu lakukan dengan apa yang telah
aku ajarkan?"
Dia menjawab: "Adalah aku beribadah dengannya sepanjang malam dan sepanjang
siang."
Seketika Allah berfirman padanya: "Kamu dusta!"
Para malaikat pun ikut berkata padanya: "Kamu dusta!"
Allah berfirman: "Justru kamu ingin disebut-sebut: 'Si Fulan seorang pembaca al-
Quran'. Sungguh -kamu- sudah disebut-sebut demikian."
Kemudian Rasulullah menepuk kedua lututku lantas berkata: "Duhai Abū Hurayrah.
Mereka itulah tiga golongan yang pertama kali dari makhluk Allah yang mana neraka
dinyalakan untuk mereka pada hari kiamat." (riwayat at-Tirmidziyy)
Jika, ilmu yang kita punya sejatinya milik Allah, lantas apa yang akan kita pamerkan?!
Sungguh, tukang parkir tidak akan memamerkan kendara-kendaraan yang dititipkan
padanya betapapun banyak jumlahnya.
40
Al-Imām Ibnū Ḥajar asy-Syāfi'iyy, Fatḥul Bariy, 1/164.
41
Tājud Dīn as-Subkiyy asy-Syāfi'iyy, Thabaqātusy Syāfi'iyyah al-Kubrā, 2/134.
24
Kalaulah bukan karena ulama yang bertalaki ilmu dan mengajarkannya kepada
manusia; menjelaskan yang halal dari yang haram dari generasi ke generasi,
niscaya hancurlah manusia, hewan-hewan, binatang ternak, sampai-sampai
hewan-hewan laut pun ikut hancur, agama menghilang, dan keadilah merapuh.
Maka, hak bagi manusia adalah memohonkan ampunan bagi orang alim.42

Bahkan unsur-unsur yang empat tidak luput dari kehancuran; adapun unsur-
unsur yang empat, Ibnu Sina mengatakan: unsur-unsur adalah jisim-jisim dari apa
yang ada di bumi, dia berupa bagian-bagian yang pokok bagi badan manusia dan
selainnya, serta tidak mungkin untuk dibagi kepada bagian-bagian yang berbeda.
Spesies terbagi kepadanya dan tercipta berbagai macam jenis yang berbeda yang
mempunyai penampilan melalui proses pencampurannya berupa makhluk-
makhluk (manusia, hewan, tumbuhan, dll). Hendaknya dokter memasrahkan dari
alam bahwa unsur-unsur itu ada empat tiada selainnya; dua di antaranya ringan
dan dua lainnya berat. Dua yang ringan: api dan udara, sedangkan dua yang berat:
air dan bumi. 43

Jika unsur-unsur yang empat rusak, maka rusaklah dunia dan seisinya. Sebab,
tidaklah keduanya tercipta melainkan berasal dari pencampuran unsur-unsur yang
empat. Celakanya, banyak orang-orang berbuat kerusakan tapi dia tidak sadar
sedang membuat kerusakan di atas muka bumi, justru menganggap sedang
melakukan perbaikan:
ٰ َ
44 َ ْ ُ ُ ْ َ َّ ْ َ َ ْ ُ ْ ُ ْ ُ ُ ْ ُ َّ َ َ ْ ُ ْ ُ ُ ْ َ َ َّ ْ ُ َ َْ ُ ُْ َ َ َ َ
﴾ ‫﴿ َواِ ذا ِق ْيل ل ُه ْم لا تف ِسد ْوا ِفى الا ْر ِض قالوٓٗا ِانما نحن مص ِلحون ال ٓٗا ِانهم هم المف ِسدون ول ِكن لا يشعرون‬

[11] Dan apabila dikatakan kepada mereka, “Janganlah berbuat kerusakan di


bumi!” Mereka menjawab, “Sesungguhnya kami justru orang-orang yang

42
Al-Imām Zaynud Dīn al-Munāwiyy, Faydhul Qadīr, 4/189.
43
Ibnū Sīnā, al-Qānūn fīth Thibb, 1/17.
44
Surah al-Baqarah: 11-12.
25
melakukan perbaikan.” [12] Ingatlah, sesungguhnya merekalah yang berbuat
kerusakan, tetapi mereka tidak menyadari.

Bacalah kisah 'Umar bin 'Abdul 'Azīz t yang alampun bersahabat


dengannya. Bumi mengemuntahkan keberkahannya, langit mengucurkan
keberkahannya, angin mengantarkan keberkahannya, dan api menghangatkan
keberkahannya.

Pemungut zakat kebingungan ke mana gerangankah zakat akan dibagikan.


Gubernur kebingungan bagaimana gerangankah menghabiskan uang di baitulmal,
rakyat mana lagi yang membutuhkan, tiada seorangpun.

Tiada domba dimangsa srigala melainkan sebagai pertanda ulama sekaligus


pemimpin yang adil itu telah wafat. Pemangsa dan mangsapun bersahabat.

Jangan pernah menyangka bahwa benda mati tidak memiliki rasa; ditemukan
pada zaman Ziyād atau Ibnu Ziyād sebuah parsel yang di dalamnya terdapat suatu
biji seperti biji buah-buahan. Uniknya, di atasnya tertulis:

. ‫ان َكا َن يُ ْع َم ُل فِ ِيه بِالْ َع ْد ِل‬


ٍ ‫ه َذا نَبت ِِف َزم‬
َ ََ َ
"Biji ini tumbuh di zaman yang diterapkan di dalamnya keadilan".45

***

ِ ِ
َ ‫ إَِّلَّ م ْن‬: ‫سا ُن انْ َقطَ َع َعْنهُ َع َملُهُ َّإَّل م ْن ثَََلث‬
‫ص َدقَة َجا ِريَة‬ َ ْ‫ات ا ِإلن‬
َ ‫ إذَا َم‬: n ‫ – قال النيب‬3
. ُ‫صالِح يَ ْد ُعو لَه‬ 46 ِ ِ
َ ‫أ َْو علْم يُ ْنتَ َف ُع بِه أ َْو َولَد‬
47

45
Riwayat Aḥmad.
46
Lihatlah catatan kaki pada tulisan ini; mereka sudah meninggal, akan tetapi karya
mereka masih terus saja kita menikmatinya.
47
Riwayat Muslim.
26
Kata [ ‫ انْ َقطَ َع‬/terputus] merupakan metamorfosis dari wazan ‫ انفعل‬yang salah
satu faedahnya: ‫( للمطاوعة‬dampak). Maka, dampak dari terputusnya amal itu
bukanlah sesuatu yang sepele, pun amal sekecil debu bukanlah suatu hal yang
sepele; sebagaimana sabda Nabi n :

ِ ِ
. ‫اك بوجه طليق‬ َ ‫َّل تَحق َر َّن م َن‬
َ ‫ َولَو أ ْن تَل َقى أ َخ‬، ‫الم ْع ُروف َش ْيئًا‬
48

Jangan sekali-kali remehkan kebaikan sekecil apapun, sekalipun kamu


bertemu saudaramu dengan wajah berseri.

[ ‫ص َدقَة َجا ِريَة‬


َ /sedekah jariah] Al-Imām an-Nawawiyy asy-Syāfi'iyy t
berkata: Ulama berkata tentang makna ḥadīṣ ini bahwa amal mayit terputus sama
sekali sebab kematiannya begitu pula pembaharuan pahala baginya kecuali pada
tiga hal ini, dikarenakan esensinya adalah ada sebabnya; maka anak itu hasil dari
usahanya, demikian pula ilmu yang tertinggal di belakangnya berupa pengajaran
atau karya, demikian pula sedekah jariah dan itu tidak lain adalah wakaf.

Di dalam ḥadīṣ ini terdapat dalil bagi legalitas dasar wakaf dan sangat besar
pahalanya.49

Manakala Nabi n tiba di Madinah Munawwarah, beliau menjumpai air yang


tawar sedikit sekali, dan tidaklah di Madinah bisa memperoleh air tawar selain
dari sumur Rawman.

Rawman sebelum Nabi n tiba, tiada seorangpun yang minum darinya kecuali
harus membayar. Ketika kaum Muhajirin g tiba di Madinah, mereka begitu
membutuhkan air dan tidak ada kecuali air sumur Rawman.

48
Riwayat Muslim.
49
Al-Imām an-Nawawiyy, al-Minhāj Syarh Shaḥīḥ Muslim, 11/85.
27
Nabi n memotivasi: Siapa yang mau membeli Rawmah lalu menjadikannya
milik kaum muslimin, dia menimba bersama kaum muslimin. Karenanya dia
berhak mendapatkan minuman di surga?

Seketika, Uṣmān a mendatangi orang Yahudi pemilik sumur untuk


berunding. Akan tetapi, dia enggan menjual seluruh sumurnya. Dibelilah setengah
sumur itu seharga 12 dirham, lalu menjadikannya milik kaum muslimin.

Uṣmānaberkata: "Jika kamu sepakat maka bagianku sehari dan kamu sehari?"

Yahudi itu menjawab: "Bagianku sehari dan kamu sehari."

Jadilah saat tiba hari Uṣmāna, kaum muslimin mengambil air sebanyak apa
yang mencukupi mereka selama dua hari. Manakala melihat kejadian itu, Yahudi
berkata kepada Uṣmāna: "Sudah tidak laku sumurku. Belilah setengahnya dua kali
lipat."

Kontan Uṣmān a membeli setengah lainnya seharga 8.000 dirham (666 kali
lipat dari harga awal).50

Jika ingin ekonomi bahkan peradaban kaum muslimin bangkit maka tidak bisa
wakaf dilakukan setengah-setengah dan wajib menggunakan produk kaum
muslimin. Dan, coba perhatikan bagaimana luhurnya adab seorang mukmin;
manakala musuhnya bangkrut dia tidak memanfaatkan momentum untuk
mengeruk keuntungan dan menjatuhkannya, justru dibeli 666 kali lipat dari harga
awal.

Shalat, puasa, haji, dan apa yang serupa dengan itu adalah ibadah yang terhenti
pahalanya seiring terhentinya ritual. Berbeda dengan sedekah jariah yang akan
terus mengalir pahalanya sampai hari kiamat. Karena itu, para pendosa saat datang

50
'Aliy Muḥammad ash-Shallābiyy, Taysīrul Manān fī Sīrati Uṣmān bin 'Affān, h. 42 dan
'Abdullāh bin Muslim bin Qutaybah, al-Ma'ārif, h. 192-193.
28
kematian mereka berkeinginan ditangguhkan kematiannya supaya mereka bisa
bersedekah:
َ َّ َّ َ َ َ َ َ ٰٓ َ ََّ َ َ َ ُ َ ُ ْ ُ َ ََ ْ ْ َ َ ُ ٰ َْ ُ َْ
‫﴿ َوان ِفق ْوا ِم ْن َّما َرزقنك ْم ِِّم ْن ق ْب ِل ان َّي ِأت َي احدك ُم ال َم ْوت ف َيق ْول َر ِ ِّب ل ْول ٓٗا اخ ْرت ِن ْ ٓٗي ِالى اجل ق ِر ْيب فاصدق‬
َ ٰ ُ َ
﴾ ‫َواك ْن ِِّم َن الص ِل ِح ْين‬

Dan infakkanlah sebagian dari apa yang telah Kami berikan kepadamu
sebelum kematian datang kepada salah seorang di antara kamu; lalu dia berkata
(menyesali), “Ya Tuhanku, sekiranya Engkau berkenan menunda (kematian)ku
sedikit waktu lagi, maka aku dapat bersedekah dan aku akan termasuk orang-
orang yang saleh.” (surah al-Munāfiqūn: 10)

[ ‫بِ ِه‬ ‫ ِعلْم يُ ْنتَ َف ُع‬/ilmu yang diambil manfaatnya] al-Imām an-Nawawiyy berkata:
Di dalam ḥadīṣ ini terdapat … penjelasan tentang fadilat ilmu dan mengimbau
untuk memperoleh banyak ilmu, motivasi di dalam pewarisan ilmu melalui
pengajaran, karya, dan penjelasan; karenanya, hendaknya seseorang cermat
memilih dari ilmu-ilmu itu yang paling manfaat dari yang paling manfaat.51

[ ُ‫لَه‬ ‫صالِح يَ ْد ُعو‬


َ ‫ َولَد‬/anak saleh yang berdoa buatnya] al-Imām an-Nawawiyy
berkata: Di dalam ḥadīṣ ini terdapat fadilat menikah dengan harapan memperoleh
anak yang saleh.52

Memperoleh anak saleh dalam Islam tidaklah dimulai ketika telah mempunyai
anak, bahkan jauh sebelum anak itu ada persiapan telah dimulai. Jauh sebelum
Nabi Muḥammad n terlahir menyinari bumi dan mengembalikan senyumnya,
Abul Anbiyā' Nabi Ibrāhīm telah mendoakan akan kehadiran beliau n ; Allah
mengabadikannya:

51
Al-Imām an-Nawawiyy, al-Minhāj Syarh Shaḥīḥ Muslim, 11/85.
52
Al-Imām an-Nawawiyy, al-Minhāj Syarh Shaḥīḥ Muslim, 11/85.
29
َ ْ َ َ َّ ِّ َ ْ ْ َ َ ٰ ْ ُ ُ ُ ِّ َ ُ َ َ ٰ ٰ ْ ْ َ َ ْ ُ ْ َ ْ ُ ْ ِّ ً ْ ُ َ ْ ْ ْ َ ْ َ َ ََّ
‫ال ك َمة َو ُي َز ِك ْي ِه ْم ِانك انت‬ ِ‫﴿ ربنا وابعث ِفي ِهم رسولا ِمنهم يتلوا علي ِهم اي ِتك ويع ِلمهم ال ِكتب و ح‬
ْ َْ
53 ُ ْ َ
﴾ ࣖ ‫الع ِزْي ُز الح ِكيم‬

Ya Rabb kami, utuslah di tengah mereka seorang rasul dari kalangan mereka
sendiri, yang akan membacakan kepada mereka ayat-ayatMu dan mengajarkan
Kitab dan Hikmah kepada mereka, dan menyucikan mereka. Sungguh, Engkaulah
Yang Mahaperkasa, Mahabijaksana.

Duhai pemilik sela-sela jemari yang kosong, perhatikanlah kemana benihmu


akan disemai; Rasul kita n telah mewanti-wanti:

‫اك‬
َ ‫ت يَ َد‬ ِ ‫ فَاظْ َفر بِ َذ‬، ‫ ولِ ِدينِ َها‬، ‫ ولِجمالِ َها‬، ‫ ولِحسبِ َها‬، ‫ لِمالِ َها‬: ‫تُ ْن َكح الْمرأَةُ ِألَربع‬
ْ َ‫ات الدِّي ِن تَ ِرب‬ ْ َ ََ َ ََ َ َ َْ ْ َ ُ
54
.
Wanita dinikahi karena empat perkara: karena hartanya, nasabnya, kecantikannya,
dan agamanya. Milikilah sebab esensi agamanya niscaya kedua tanganmu berdebu.

Asy-Syaykh Muḥammad Fuād 'Abdul Bāqī t di dalam catatan kaki Syarḥ


an-Nawawiyy 'alā Muslim mengatakan: [ ‫اك‬ ْ َ‫تَ ِرب‬
َ ‫ت يَ َد‬ /kedua tanganmu berdebu]
artinya adalah seseorang yang berdebu saat jatuh fakir; terlekati tubuhnya dengan
debu. Ini adalah kalimat yang beredar di kalangan orang-orang Arab, mereka tidak
memaksudkan dengan kalimat itu doa kepada lawan bicara dan tidak pula ingin
kejadian itu menjadi kenyataan, justru maksudnya adalah motivasi dan
penyemangat (sederhananya: yang diinginkan adalah mafhūmul mukhālafah).

Al-Imām an-Nawawiyy asy-Syāfi'iyy t menjelaskan makna [ ‫اك‬ ْ َ‫] تَ ِرب‬


َ ‫ت يَ َد‬
adalah motivasi supaya menjadikan orang yang begitu dekat serta menemani
keseharian itu dari ahli agama pada setiap sesuatu, sebab kedekatan hubungan
yang sangat dengan mereka mendatangkan faedah dari akhlak mereka,

53
Surah al-Baqarah: 129.
54
Muttafaqun 'alayh.
30
keberkahan mereka, kebaikan jalan-jalan mereka, dan rasa aman terhadap
keburukan dari arah mereka (mereka tidak akan berbuat buruk kepada kita).55

Di dalam ḥadīṣ ini menunjukkan bahwa doa sampai pahalanya pada mayit,
demikian pula sedekah; keduanya berdasarkan ijma', demikian pula qadhā'ud din
sebagaimana pembahasan yang telah lalu. Adapun haji, maka pahalanya sampai
pada mayit menurut al-Imām asy-Syāfi'iyy t , ini tergolong dalam qadhā'ud din
jika haji itu adalah wajib haji dan jika haji itu adalah tathawwu' maka si mayit harus
mewasiatkannya terlebih dahulu; ini termasuk bab wasiat. Adapun jika mati
sedangkan masih punya tanggungan puasa maka yang shaḥīḥ adalah walinya
berpuasa buatnya, telah lalu masalah ini di dalam Kitabush Shiyām, Adapun bacaan
al-Quran dan menjadikan pahalanya bagi mayit begitu pula shalat dan yang
semisal keduanya, maka madzhab al-Imām asy-Syāfi'iyy t dan mayoritas ulama
menyatakan bahwa hal itu tidak sampai pada mayit, akan tetapi di dalamnya ada
perbedaan pendapat.56

Berapa banyak orang tua menginginkan anaknya menengadahkan tangan ke


langit untuknya dan mengetuk-ngetuk pintu-pintu langit untuknya, akan tetapi,
justru mereka mengawalinya dengan menyemai kecewa di hati anak. Berapa
banyak anak menangis lantaran bekal tidak disiapkan oleh orang tua, berapa
banyak anak menangis lantaran terlambat diantar oleh orang tua, berapa banyak
anak menangis tidak didampingi belajar oleh orang tua, dan akan berapa bibit
kecewa disemai berkali-kali sehingga tubuh subur lagi merindang pohon acuh
kepada orang tua esok hari?!

Renungkan cemeti dari al-Imām Ibnul Qayyim al-Jawziyyah t :

55
Al-Imām an-Nawawiyy, al-Minhāj Syarh Shaḥīḥ Muslim, 10/51.
56
Al-Imām an-Nawawiyy, al-Minhāj Syarh Shaḥīḥ Muslim, 11/85.
31
‫َوكم ِِمَّن أَ ْش َقى َولَده وفلذة كبده ِِف الدُّنْيَا َو ْاْل ِخَرة بإُهاله َوترك تأديبه وإعانته لَهُ على شهواته َويَ ْزعُم‬
‫أَنه يُكرمهُ َوقد أهانه َوأَنه يرمحه َوقد ظلمه َوحرمه ففاته انتفاعه بولده وفوت َعلَْي ِه َحظه ِِف الدُّنْيَا‬
57
. ‫َو ْاْل ِخَرة َوإِذا ْاعتربت الْفساد ِِف ْاْل َْوَالد َرأَيْت عامته من قبل ْاْلبَاء‬
Berapa banyak orang tua yang mecelakakan anaknya lagi darah dagingnya sendiri
di dunia dan akhirat lantaran menelantarkannya, meninggalkan proses
menjadikan seorang anak menjadi beradab, menolongnya untuk merealisasikan
syahwatnya. Orang tua berkeyakinan bahwa perbuatan mereka itu sedang
memuliakan anaknya sejatinya justru sedang menghinakannya, bahwa sedang
menyayangi anaknya sejatinya justru menzaliminya. Maka, luputlah momennya
mengambil manfaat dari anaknya dan luputlah darinya bagian anaknya di dunia
dan akhirat. Dan, ketika kamu mengamati kerusakan pada anak-anak, niscaya
kamu menemukan bahwa umumnya kerusakan itu dari arah para ayah.

***

57
Al-Imām Ibnul Qayyim al-Jawziyyah, Tuḥfatul Mawdūd bi Aḥkāmil Mawlūd, h. 242.
32
[2]

58
. ُ‫ َخ ْي ُرُك ْم َم ْن تَ َعلَّ َم الْ ُق ْرآ َن َو َعلَّ َمه‬: n ‫ – قال النيب‬1
Nabi n bersabda: Sebaik-baik kalian adalah siapapun yang mempelajari al-
Quran dan mengajarkannya.

‫ َوَمثَ ُل‬، ‫الس َف َرِة الكِ َر ِام البَ َرَرِة‬


َّ ‫ َو ُه َو َحافِظ لَهُ َم َع‬،‫ َمثَ ُل الَّ ِذي يَ ْق َرأُ ال ُق ْرآ َن‬: n ‫ – قال النيب‬2
59 ِ
. ‫َج َران‬ ِ ِ َ ‫ َو ُه َو يَتَ َع‬،ُ‫الَّ ِذي يَ ْق َرأ‬
ْ ‫ َو ُه َو َعلَْيه َشديد فَ لَهُ أ‬،ُ‫اه ُده‬
Nabi n bersabda: Permisalah orang yang membaca al-Quran dan dia seorang
penghafal al-Quran adalah bersama para malaikat nan mulia lagi taat. Dan,
permisalah orang yang membaca, berkomitmen dengan al-Quran, dan dia
kepayahan dengannya, maka baginya dua ganjaran.
60
. ‫َص َحابِ ِه‬
ْ ‫ اق َْرءُوا الْ ُق ْرآ َن فَِإنَّهُ يَأْتِي يَ ْوَم ال ِْقيَ َام ِة َش ِف ًيعا ِأل‬: n ‫ – قال النيب‬3
Nabi n bersabda: Bacalah al-Quran, karena sesungguhnya dia akan datang
pada hari kiamat untuk memberi syafaat bagi si empunya.

Penjelasan:
. ُ‫ َخ ْي ُرُك ْم َم ْن تَ َعلَّ َم الْ ُق ْرآ َن َو َعلَّ َمه‬: n ‫ – قال النيب‬1
[ ‫ َخ ْير‬/sebaik-baik] adalah ism tafdhīl; yaitu suatu sifat yang diambil dari fi'l
untuk menunjukkan atas dua sesuatu yang saling berserikat di dalam sifat dan

58
Riwayat al-Bukhāriyy.
59
Riwayat al-Bukhāriyy.
60
Riwayat al-Bukhāriyy.
33
salah satunya lebih unggul daripada yang lain.61 Artinya, manusia terbaik itu
adalah para pengajar al-Quran; andaikan mengajar al-Quran adalah profesi, maka
itulah profesi terbaik dan sedekah jariah terbaik.

Rasulullah n banyak menggunakan redaksi seperti ini; tidak dimaksudkan


dengannya segala sesuatu dari segala aspek-aspek, di segala kondisi-kondisi dan
personal-personal, akan tetapi di suatu kondisi tertentu.62 Akan tetapi, apabila al-
Quran sudah menancap kuat di dadanya dan mengaliri pembulu darahnya maka
suatu keniscayaan dia akan menjadi figur terbaik dari segala aspek-aspek, di segala
kondisi-kondisi dan personal-personal, tidak hanya di suatu kondisi tertentu.
Bukankah malaikat Jibril q menjadi malaikat terbaik lantaran menjadi
perantara penyampaian al-Quran? Bukankah malam laylatul qadr menjadi malam
terbaik lantara diturunkan di dalamnya al-Quran? Dan, bukankah Nabi kita n
menjadi nabi terbaik lantaran diutus dengan membawa al-Quran?

[‫ن‬
َ ‫الْ ُق ْرآ‬ ‫ َم ْن تَ َعلَّ َم‬/siapapun yang mempelajari al-Quran] ‫ تَ َعلَّ َم‬berasal dari kata
‫َعلَ َم‬ ; maknanya: menunjukkan atas bekas sebab sesuatu yang terbedakan
dengannya dari selainnya63. Maka, dengan al-Quranlah menjadi terbedakan antara
hak dan batil, antara petunjuk dan kesesatan, serta antara halal dan haram. Karena
itu, Allah menamakannya dengan al-Furqān (pembeda).

Siapapun yang didapati darinya pengajaran dan pembelajaran sekalipun satu


ayat saja maka itu menjadi lebih baik daripada yang tidak melakukan itu sama
sekali. Akan tetapi, suatu keharusan mengikat pengajaran dan pembelajaran
dengan keikhlasan.

61
Asy-Syaykh Mushthāfā al-Ghalāyīniyy, Jāmi'ud Durūsil 'Arabiyyah, h. 138.
62
Al-Imām an-Nawawiyy, al-Minhāj Syarh Shaḥīḥ Muslim, 2/77.
63
Al-Imām Aḥmad bin Fāris ar-Rāziyy, Mu'jam Maqāyīsil Lughah, 4/109.
34
Pembelajaran al-Quran dan tidak dimungkinkan dari ini kecuali meliputi
ilmu-ilmu syariat baik persoalan-persoalan akidah dan fikih.

Al-Imām an-Nawawiyy asy-Syāfi'iyy t berkata di dalam al-Fatāwā:


Mempelajari hal-hal yang wajib dari al-Quran dan fikih adalah sama saja di dalam
fadilat. Adapun tambahan atas wajib maka fikih lebih utama.

Ilmu ketika tidak berbuah menjadi amal maka itu bukanlah ilmu dalam
pandangan syariat; pernah dikatakan kepada al-Imam Aḥmad: "Mau sampai kapan
ilmu itu maka di manakah amalnya?"

Al-Imam Aḥmad menjawab: "Ilmu kami adalah amal."64

[ ‫َعلَّ َم‬ /mengajarkan] Al-Quran adalah paling mulia dari ilmu-ilmu, maka
jadilah siapapun yang mempelajarinya dan mengajarkannya kepada orang lain
niscaya menjadi figur yang lebih mulia daripada orang yang belajar selain al-
Quran. Jika dia mengajarkan al-Quran maka tetap baginya kebaikan, dan tiada
keraguan bahwa mengumpulkan antara pengajaran al-Quran dan
pembelajarannya adalah penyempurna bagi dirinya sendiri dan bagi orang lain
yang mana hal itu adalah mengumpulkan antara manfaat bagi dirinya sendiri dan
manfaat bagi orang lain. Karenanya pengajar al-Quran menjadi paling utama, dan
dia bagian dari golongan yang dimaksud oleh Allah l dengan firmanNya:
65 َ ْ ْ ُ ْ َ ْ َّ َ َ َّ ً َ َ َ َ ٰ َ َ َ ْ َِّّ ً ْ َ ُ َ ْ َ ْ َ َ
﴾ ‫اّلل وع ِمل ص ِالحا وقال ِان ِني ِمن المس ِل ِمين‬
ِ ‫﴿ ومن احسن قولا َِمن دعآٗ ِالى‬

Dan siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada
Allah dan mengerjakan kebajikan dan berkata, “Sungguh, aku termasuk orang-
orang muslim (yang berserah diri)?”

64
'Aliy al-Qāriyy, Mirqātul Mafātīḥ Syarḥ Misykātil Mashābīḥ, 4/1453. Dinukil secara
ringkas dengan penyesuaian.
65
Surah Fushshilat: 33.
35
Menyeru kepada Allah (berdakwah) terealisasi dengan berbagai macam
variasi, termasuk di dalamnya adalah mengajarkan al-Quran, dan itu paling mulia
dari semuanya. Kebalikannya, adalah orang kafir yang menghalangi orang lain
untuk menuju Islam; sebagaimana firmanNya l:
ْ َ َ َ َ ٰ ٰ ََّ َّ َ ْ َ َ
66
﴾ ‫اّلل َوصدف عن َها‬
ِ ‫﴿ ف َم ْن اظل ُم َِم ْن كذ َب ِبا ٰي ِت‬

Siapakah yang lebih zalim daripada orang yang mendustakan ayat-ayat Allah dan
berpaling daripadanya?

Maka, jika dikatakan: Karena itu, muqri' lebih utama daripada fakih.

Kami katakan: Tidak. Karena lawan bicaranya adalah para ahli fikih kejiawaan
sebab mereka adalah ahli lisan maka mereka mengetahui makna-makna yang
terkandung di dalam al-Quran berdasarkan intuisi, mereka lebih banyak
mengetahui daripada siapapun setelah mereka dengan usaha mereka67. Maka,
jadilah fikih bagi mereka sebagai karakter alami; siapapun yang semisal esensi
mereka dan sama sifatnya dengan mereka dalam hal itu pasti dia bukan seorang
qāri' atau muqri' yang murni akan tetapi tidak paham satupun dari makna-makna
yang dia baca atau dibacakan padanya.68

66
Surah al-An'ām: 157.
67
Maksudnya: Ilmu yang diusahakan itu tidak bisa mengalahkan ilmu yang Allah
ilhamkan. Apa yang dikatakan al-Imām Ibnū Ḥajar asy-Syāfi'iyy senada dengan apa yang
dikatakan Syaykhul Islām Ibnū Taymiyyah (sekalipun beda pemilihan katanya):
ِ ِ ِ ِِ ِ َ‫ني بِسب‬ِِ َّ ِ‫وب أَولِيائِِه الْمت َِّقني وعِب ِاده‬
ِ ِ
ُ‫ب طَ َه َارةِ قُلُوِب ْم ِمَّا يَكَْرُههُ َواتِّبَاع ِه ْم َما ُُيبُّه‬ َ َ ‫الصاحل‬ َ َ َ ُ َ ْ ُ‫َن اللَّهَ يَ ْفتَ ُح َعلَى قُل‬
َّ ‫ب أ‬
َ ْ‫َوأ ََّما الْعلْ ُم اللدين فَ َال َري‬
. ‫َما َال يَ ْفتَ ُح بِ ِه َعلَى غَ ِْريِه ْم‬
Adapun ilmu laduni, maka tiada keraguan sedikitpun bahwa Allah membukakan atas hati-
hati para wali-waliNya yang bertakwa dan hamba-hambaNya yang saleh dengan sebab
kesucian hati-hati mereka dari apa yang Allah benci serta mereka mengikuti apa yang
Allah cinta, ilmu yang Allah tidak membukakannya atas selain mereka. (Syaykhul Islām
Ibnū Taymiyyah, Majmū'ul Fatāwā, 13/245)
68
Al-Imām Ibnū Ḥajar al-'Asqalāniyy asy-Syāfi'iyy, Fatḥul Bāriy, 9/76.
36
[ ‫ الْ ُق ْرآن‬/al-Quran] al-Imām al-Muzaniyy asy-Syāfi'iyy berkata: al-Quran adalah
kalam Allah, dari sisiNya, bukan makhluk yang pasti akan binasa.69 al-Imām Abū
Bakr al-Ismā'īlyy asy-Syāfi'iyy berkata: al-Quran adalah kalam Allah bukan
makhluk. Sesungguhnya, bagaimanapun seorang hamba melakukan perbuatan:
membaca al-Quran dan melafazkannya, terjaga di dalam dada-dada para penghafal
al-Quran, terbacakan melalui lisan, tertulis dalam lembaran-lembaran, tetap saja
al-Quran bukan makhluk. Siapapun yang berkata kemakhlukan melafazkan al-
Quran yang mana dia memaksudkan dengan ucapannya itu adalah al-Quran maka
sungguh dia telah berkata dengan kemakhlukan al-Quran (mengatakan al-Quran
adalah makhluk).70

Harus diyakini bahwa al-Quran adalah kalam Allah, kitabNya, titahNya, dan
wahyuNya yang diturunkan melalui perantara Jibril q kepada RasulNya n;
sebagaimana Dia ktelah berfirman:
َ ْ ْ َ ُ َ َ َْ ٰ َ ُ َ ْ ُ ُّ َََ
﴾ ١٩٥ ‫ ِب ِل َسان ع َر ِب ِّي ُّم ِب ْين‬١٩٤ ‫ على قل ِبك ِلتك ْون ِم َن ال ُمن ِذ ِر ْي َن‬١٩٣ ‫الر ْوح الا ِم ْين‬
71
ِ‫﴿ نزل ِبه‬

[193] Yang dibawa turun oleh ar-Ruh al-Amin (Jibril), [194] ke dalam hatimu
(Muhammad) agar engkau termasuk orang yang memberi peringatan, [195] dengan
bahasa Arab yang jelas.

Adalah al-Quran, yang Rasul n menyampaikannya kepada umatnya lantaran


perintah dari Rabb semesta alam; firmanNya k:
َ َ َ َ ُْ ْ ِّ ُ َ
َّ ‫﴿ ۞ يٰٓايُّ َها‬
﴾ ‫الر ُس ْول َب ِلغ َمآٗ ان ِزل ِال ْيك ِم ْن َّر ِ ِّبك‬
72

Wahai Rasul! Sampaikanlah apa yang diturunkan Rabbmu kepadamu.

69
Al-Imām al-Muzaniyy asy-Syāfi'iyy, Syarḥus Sunnah, h. I83.
70
Al-Imām Abū Bakr al-Ismā'īlyy asy-Syāfi'iyy, I'tiqād Ahlis Sunnah, h. 40.
71
Surah asy-Syu'arā': 193-194.
72
Surah al-Māidah: 67.
37
Diriwayatkan dari Jābir bin 'Abdullāh, bahwa dia berkata: Adalah Rasulullah
memperlihatkan dirinya di hadapan manusia pada saat itu, lantas beliau bersabda:
73
. ‫ فإن قريشا قد منعوني أن أبلّغ كَلم ربي‬، ‫هل من رجل يحملني إلى قومه‬
Adakah dari seseorang yang membawaku menuju kaumnya, karena sungguh
Quraysy mereka telah benar-benar menghalangiku untuk menyampaikan kalam
Rabbku.

Dan Allah kberfirman:


ٰ َٰ َ ٰ َ ََ َ َ َ ْ َ ْ ْ ُ ْ َ ِّ َ َ ْ َ
ِ ‫استج َارك فا ِج ْر ُه حتى ي ْس َم َع كل َم‬
74
﴾ ‫اّلل‬ ‫﴿ واِ ن احد ِمن المش ِر ِكين‬

Dan jika di antara kaum musyrikin ada yang meminta perlindungan kepadamu,
maka lindungilah agar dia dapat mendengar firman Allah.

Maka, kalam Allah yaitu al-Quran bukanlah makhluk bagaimanapun dia


dibaca, diucapkan, dan ditulis, serta bagaimanapun bacaan dari pembaca, lafaz
dari pelafaz, dan hafalan dari penghafal maka dia tetap kalam Allah serta salah
satu sifat dari sifat-sifat dzatNya yang bukan makhluk, tidak bertubah, tidak
terganti, tidak terselewengkan, tidak terkarang, tidak tercipta, dan tidak
berkurang tidak pula bertambah.

Al-Imām Aḥmad bin Ḥanbal t pernah ditanya tentang seseorang yang


berkata: Lafazku dengan al-Quran adalah makhluk.

Maka al-Imām Aḥmad menjawab: Dia kafir.

Al-Imām Aḥmad t berkata tentang seseorang yang berkata al-Quran


adalah kalam Allah sedangkan tilawahnya adalah makhluk dan lafaz-lafaznya

73
Riwayat Aḥmad di Musnadnya, ad-Dārimiyy di Sunannya, dan al-Ḥākim di al-
Mustadrak; dia berkata: ḥadīṣ ini shaḥīḥ berdasarkan syarat asy-Syaykhayn (al-Bukhāriyy
dan Muslim) akan tetapi keduanya tidak mencantumkan dalam kitab mereka.
74
Surah at-Tawbah: 6.
38
dengan al-Quran adalah makhluk maka al-Imām Aḥmad t memvonisnya
sebagai orang kafir.

Diriwayatkan dari Abū Dardā', bahwasanya Nabi n pernah ditanya perihal al-
Quran, maka beliau menjawab:

. ‫كَلم اهلل قير مخلوق‬


Kalam Allah bukan makhluk.75

Harus diyakini bahwa al-Quran adalah huruf-huruf yang bisa dipahami dan
suara-suara yang bisa didengar; Allah k berfirman:
76 ً َ َ ْ َْ َ ِّ ُ َ َ َ ْ َ ْ َ َ َ ْ ْ َ َ َ ِّ َ ِّ ً َ ْ ْ َ َ َّ ْ ُ
﴾ ‫﴿ قل ل ْو كان ال َبح ُر ِمدادا ِلك ِل ٰم ِت َر ِب ْي لن ِفد ال َبح ُر ق ْبل ان تنفد ك ِل ٰمت َر ِب ْي َول ْو ِجئنا ِب ِمث ِله مددا‬

Katakanlah (Muḥammad), “Seandainya lautan menjadi tinta untuk (menulis)


kalimat-kalimat Rabbku, maka pasti habislah lautan itu sebelum selesai
(penulisan) kalimat-kalimat Rabbku, meskipun Kami datangkan tambahan
sebanyak itu (pula).”

Nabi n bersabda:

‫ ولكن األلف عشرة‬، ‫ ألم حرف‬: ‫ أما َّل أقول‬، ‫فإنكم تؤجرون عليه كل حرف عشر حسنات‬
. ‫ فذلك ثَلثون‬، ‫والَلم عشرة والميم عشرة‬
Sungguh, kalian akan diganjar karena al-Quran pada setiap huruf adalah sepuluh
kebaikan. Adapun aku tidak katakan: ‫ألم‬ adalah satu huruf, akan tetapi alif
mendapat sepuluh, lām mendapat sepuluh, dan mīm mendapat sepuluh, maka itu
30 kebaikan.

Allah lberfirman dalam hak Mūsā q :

75
Sulthānul Awliyā' 'Abdul Qādir al-Jīlāniyy al-Ḥanbaliyy, Ushūlud Dīn, h. 127-130.
76
Surah al-Kahf: 109.
39
َ ٰ َْ ْ َ ٰٓ َ ٰ َ ْ
77
﴾ ‫﴿ َواِ ذ نادى َر ُّبك ُم ْوسى ا ِن ائ ِت الق ْو َم الظ ِل ِم ْين‬

Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu menyeru Musa (dengan firman-Nya), “Datangilah


kaum yang zalim itu,
َ ُ ٰ َ َْ ُّ َ ُ ٰ َ َ
78
﴾ ‫﴿ َوناد ْينه ِم ْن جا ِن ِب الط ْو ِر الا ْي َم ِن َوقَّر ْبنه ِنج ًّيا‬

Dan Kami telah memanggilnya dari sebelah kanan gunung (Sinai) dan Kami
dekatkan dia untuk bercakap-cakap.

Dan, Allah lberfirman kepadanya q :


79 ْ ُ ْ َ َ َ َّ َ ٰ َ ُ ٰ َ َ ْ َّ
﴾ ‫دن ْي‬
ِ ‫﴿ ِان ِن ٓٗي انا اّلل ل ٓٗا ِاله ِال ٓٗا انا فاعب‬

Sungguh, Aku ini Allah, tidak ada sesembahan selain Aku, maka sembahlah Aku.

Semua itu tidak terjadi kecuali suara-suara yang bisa didengar oleh Nabi Musa
q .Tidak boleh -dikatakan- ini adalah seruan, ini adalah nama, dan ini adalah
sifat yang tidak lain hanya bagi Allah bukan selainnya dari para malaikat dan
seluruh makhluk.

Dari Abū Hurayrah, dia berkata: Rasulullah n bersabda:

‫وجل في ظَلل من الغمام والمَلئكة فيتكلم بكَلم طلق ذلق‬


ّ ‫عز‬ ّ ‫إذا كان يوم القيامة فإ ّن اهلل‬
‫ انصتوا فطالما أنصت لكم منذ خلقتكم أرى أعمالكم وأسمع أقوالكم وإنّما من‬:‫فيقول‬
. ‫يلومن ّإَّل نفسه‬
ّ ‫ ومن وجد غير ذلك َّل‬،‫ فمن وجد خيرا فليحمد اهلل‬،‫عصابتكم بقي أهليكم‬
Ketika telah terjadi hari kiamat, maka sungguh Allah bersama malaikat dalam
naungan awan. Lantas, Allah berbicara dengan suatu kalam fasih lagi jelas. Allah
berfirman: Diamlah. Senantiasa aku mendengarkan kalian sejak aku menciptakan
kalian. Aku melihat perbuatan-perbuatan kalian dan mendengar perkataan-

77
Surah asy-Syu'arā': 10.
78
Surah Maryam: 52.
79
Surah Thāhā: 14
40
perkataan kalian. Tidak lain itu adalah lembaran-lembaran kalian maka dibacakan
kepada kalian. Siapapun yang menjumpai kebaikan maka hendaknya dia memuji
Allah dan siapapun yang menjumpai selain itu maka hendaknya dia jangan sekali-
kali mencaci kecuali dirinya sendiri.

Al-Bukhāriyy meriwayatkan di dalam Shaḥīḥnya dengan sanadnya dari


'Abdullāh bin Unays bahwasanya dia berkata: aku mendengar Rasulullah n
bersabda:

ُ ِ‫المل‬
‫ أَنَا‬، ‫ك‬ َ ‫ أَنَا‬: ‫ب‬
َ ‫ص ْوت يَ ْس َم ُعهُ َم ْن بَعُ َد َك َما يَ ْس َمعُهُ َم ْن قَ ُر‬
ِ
َ ِ‫ فَ يُ نَادي ِه ْم ب‬، ‫اد‬
ِ ُ‫شر اللَّه‬
َ َ‫العب‬ ُ ُ ‫يَ ْح‬
َّ
. ‫الديَّا ُن‬
Allah mengumpulkan para hamba lantas menyeru mereka dengan suatu suara yang
mana mendengarnya siapapun yang berada di kejauhan sebagaimana mendengar
siapapun yang berada di kedekatan: Akulah Sang Raja. Akulah Sang Hakim.

'Abdurraḥmān bin Muḥāmmad al-Bukhāriyy meriwayatkan dari al-A'masy


dari Muslim dari Masrūq dari 'Abdullāh bin Mas'ūd; dia berkata: Saat Allah
berbicara dengan wahyu maka penduduk langit mendengar suaranya maka mereka
tersungkur sujud sehingga ketika dihilangkan ketakutan dari hati mereka, mereka
berkata: "Apa yang telah dikatakan Rabb kalian?"; yaitu: hati mereka telah tenang.

Penduduk langit menyeru penduduk langit lainnya: "Apa yang telah dikatakan
Rabb kalian?"

Penduduk langit lainnya menjawab: "Kebenaran."

Dari 'Abdullāh bin al-Ḥāriṣ dari Ibnu 'Abbās, bahwasanya dia berkata:
Sungguh Allah l saat berbicara dengan wahyu maka penduduk langit
mendengar suatu suara seperti suara besi saat jatuh di atas batu, maka mereka
tersungkur sujud kepadaNya. Maka, ketika dihilangkan ketakutan dari hati
mereka, mereka berkata: "Apa yang telah dikatakan Rabb kalian?"
41
Penduduk langit lainnya menjawab: "Kebenaran, dan Dia Maha Tinggi lagi Maha
Besar."

Ayat-ayat dan kabar-kabar ini menunjukkan bahwa sungguh kalam Allah itu
berupa suara yang tidak seperti suara-suara manusia -pun seluruh makhluk-;
sebagaimana ilmuNya, qudrahNya, dan sifat-sifatNya yang lain tidak serupa
dengan sifat-sifat manusia demikian pula suaraNya.

Al-Imām Aḥmad telah mencatat atas penetapan suara bagi Allah di dalam
riwayat dari para sahabat, hal ini berbanding terbalik dengan apa yang dikatakan
oleh kaum al-Asy'ariyyah; yaitu: Kalam Allah adalah makna yang berdiri di dalam
dariNya (tidak berupa huruf dan suara). Allah yang membuat perhitungan terhadap
setiap ahli bid'ah yang sesat lagi menyesatkan. Allah lsenantiasa berbicara
tanpa henti, dan sungguh kalamNya meliputi seluruh makna-makna perintah,
larangan, kabar, dan pernyataan.

Al-Imām Ibnu Khuzaymah asy- Syāfi'iyy t berkata: Kalam Allah itu


berkesinambungan, tiada jeda serta tiada diam.

Dikatakan kepada Aḥmad t : "Apakah boleh berkata bahwa Allah berbicara


dan bisa juga bagi Allah diam?"

Maka, pada persoalan ini al-Imām Aḥmad menjawab: "Sungguh Allah


senantiasa berbicara tanpa jeda dan diam. Kalaulah ada ḥadīṣ atau perkataan sahabat
yang menyebutkan bahwasanya Allah diam niscaya kami katakan seperti itu. Akan tetapi
kami katakan: Allah berbicara sebagaimana yang Dia kehendaki tanpa bagaimana dan
tanpa perumpamaan."

Huruf-huruf al-Quran bukanlah makhluk berdasarkan firmanNya l:


42
ُ َ َ ُ ْ َ
80 ُ ْ ُ َ َ ْ َ َ َ َ َ َ َّ
﴾ ‫﴿ ِانمآٗ ا ْم ُرهٓٗ ِاذآٗ ا َراد ش ْي ًٔـا انَّيق ْول له كن فيكون‬

Sesungguhnya urusanNya apabila Dia menghendaki sesuatu Dia hanya berkata


kepadanya, “Jadilah!” Maka jadilah sesuatu itu.
ُ ُ
Dua huruf itu ( ‫) ك ْن‬, andai itu makhluk pasti dia membutuhkan ‫ ك ْن‬untuk
ُ ُ
menciptakan ‫ ك ْن‬yang pertama, dan ‫ ك ْن‬yang sebelum yang pertama membutuhkan
ُ
‫ ك ْن‬lagi begitu seterusnya sampai tak terbatas.81

Asy-Syaykh 'Abdullāh bin Muḥammad menukil perkataan al-Qādhiyy Abū


Ya'lā t : Allah berbicara dengan kalam yang qadim lagi bukan makhluk, bukan
jism82, bukan jawhar83, dan bukan 'ardh84. Kalam Allah, Dia disifati dengannya
selamanya, dan kalamNya tidak menyerupai kalam manusia.

80
Surah Yāsīn: 82.
81
Sulthānul Awliyā' 'Abdul Qādir al-Jīlāniyy al-Ḥanbaliyy, Ushūlud Dīn, h. 136-141.
82
Jism: bentuk; dua dimensi atau tiga.
Lebih rincinya: Sesuatu yang mempunyai panjang, lebar dan dalam; tidak ada sesuatu
yang wujud kecuali dia adalah jism yang panjang, lebar, dan dalam. Bahwasanya, jism itu
sesuatu yang tersusun (dari dua bagian atau lebih). (al-Imām Abul Ḥasan al-Asy'ariyy,
Maqālātul Islāmiyyīn, h. 59-60)
83
Jawhar: entitas.
Lebih rincinya: Apa yang berdiri dengan dzatnya sendiri yang menerima sifat-sifat
yang berlawanan. Maka, sungguh individual itu berdiri dengan dirinya sendiri yang
menerima ilmu dan bodoh, berani dan pengecut, wajar dan tamak, dan segala sifat-sifat
yang berlawanan dari akhlak-akhlak. (al-Imām Ibnu Ḥazm azh-Zhāhiriyy, at-Taqrīb li
Ḥaddil Manthiq wal Madkhal ilayh, h. 45)
84
'Ardh: aksiden.
Lebih rincinya: 'Ardh adalah apa yang nampak pada sebagian jenis dan keadaan namun
tidak pada sebagian lainnya; seperti: wajah kemerahan-merahan lantaran tersipu malu,
wajah kekuning-kuningan lantaran cemas, dan wajah kepucatan lantaran sedih; ini semua
begitu cepat tidak nampak saat hilang. Demikian juga berdiri, tidur, dan apa yang serupa
dengan itu.
'Ardh tidak bisa berdiri sendiri, ia membutuhkan jawhar untuk menunjukkan
eksistensinya; seperti malu ('ardh) yang membutuhkan manusia (jawhar) sebagai tempat
untuk menunjukkan eksistensinya. Sebab 'ardh itu dibawa bukan membawa dan jawhar itu
43
Ibnul Qādhiyy dan muridnya Abul Ḥusayn Muḥammad bin Abū Ya'lā berkata:
Kalam Allah qadim lagi bukan makhluk atas segala kondisi dan segala sisi. Maka,
kalam Allah itu bukan makhluk dan bukan suatu yang baru, bukan objek dan
bukan jism, bukan jawhar dan bukan 'ardh, akan tetapi kalam Allah adalah salah
satu sifat dari sifat-sifat dzatNya, dan berbeda dengan semua makhluk.85

***

‫الس َف َرِة الكِ َر ِام البَ َرَرِة َوَمثَ ُل‬


َّ ‫ َمثَ ُل الَّ ِذي يَ ْق َرأُ ال ُق ْرآ َن َو ُه َو َحافِظ لَهُ َم َع‬: n ‫ – قال النيب‬2
. ‫ان‬ ِ ‫َجر‬ ِ ِ َ ‫الَّ ِذي يَ ْق َرأُ َو ُه َو يَتَ َع‬
َ ْ ‫اه ُدهُ َو ُه َو َعلَْيه َشديد فَ لَهُ أ‬
[ ‫ َمثَل‬/permisalan] bermakna: perbandingan sesuatu dengan sesuatu.86
ُ
[ ُ‫يَ ْق َرأ‬ /membaca] berasal dari
َ ‫قَ ِر‬
‫ي‬ yang bermakna: penghimpunan dan
pengumpulan. Karena itu, [ ُ‫الْ َق ْريَة‬ /desa] dinamakan demikian sebab manusia
berkumpul di sana. Begitu juga al-Quran, dinamakan demikian sebab terhimpun
di dalamnya hukum-hukum, kisah-kisah, dan lainnya.87

Maka, membaca al-Quran tidak sekedar membaca akan tetapi terkumpul di


dalamnya hukum-hukum tajwid, begitu pula segenap perhatian lahiriah dan
batiniah terkumpul dan terfokus padanya sekalipun dia tidak mengerti makna-
makna yang terkandung. Akan tetapi, sekalipun tidak mengerti makna-maknanya
niscaya akan ada ketentraman ruhani yang mendekap hati.

[ ُ‫ َو ُه َو َحافِظ لَه‬/dan dia seorang penghafal al-Quran] Kata ‫ َحافِظ‬bermakna:


penjagaan atas sesuatu.88

membawa bukan dibawa. (al-Imām Ibnu Ḥazm azh-Zhāhiriyy, at-Taqrī li Ḥaddil Manthiq
wal Madkhal ilayh, h. 35, 42)
85
Asy-Syaykh 'Abdullāh bin Muḥammad, Minḥatur Raḥman, h. 158.
86
Al-Imām Aḥmad bin Fāris ar-Rāziyy, Mu'jam Maqāyīsil Lughah, 5/297.
87
Al-Imām Aḥmad bin Fāris ar-Rāziyy, Mu'jam Maqāyīsil Lughah, 5/78-79.
88
Al-Imām Aḥmad bin Fāris ar-Rāziyy, Mu'jam Maqāyīsil Lughah, 2/87.
44
Penghafal di sini adalah dia tidak berhenti89 dan tidak kepayahan lantaran
kualitas hafalannya dan penguasaannya.90

ِ
ِ ‫اهر بِالْ ُقر‬
‫آن‬ ‫َحافِظ‬
Di dalam riwayat lain menggunakan kata ْ ُ ‫ال َْم‬ bukan ;
maksudnya adalah kualitas hafalan dan kualitas tilawah tanpa ada suatu
kebingungan lantaran esensinya adalah Allah l telah memudahkan al-Quran
baginya sebagaimana Allah telah memudahkannya bagi para malaikat, maka
jadilah dia semisal para malaikat di dalam hafalan dan derajat.91

Disunnahkan saat membaca al-Quran supaya membaguskan suaranya;


sebagaimana dalam ḥadīṣ:

. ‫زينوا القرآن بأصواتكم‬


Hiasilah al-Quran dengan suara kalian.

Yaitu, menghiasi al-Quran dengan taḥsīn dan maksud penulis (al-Imām al-
Bukhāriyy) adalah menetapkan esensi tilawah merupakan perbuatan hamba, maka
sesungguhnya diketegorikan sebagai tilawah itu jika tartil, taḥsīn, dan tathrīb92.93
Hal ini sebagaimana yang dilakukan Abū Musā al-Asy'ariy diiringi pujian
Rasulullah n padanya:
94 ِ ‫يت ِم ْزَمارا ِم ْن َم َز ِامي ِر‬
. ‫آل َد ُاو َد‬ َ ِ‫َستَ ِم ُع لِِق َراءَت‬
َ ِ‫ لََق ْد أُوت‬، َ‫ك الْبَا ِر َحة‬ ْ ‫ل َْو َرأَيْ تَنِي َوأَنَا أ‬
ً

89
Tidak tersendat-sendat saat membaca.
90
Al-Imām Aḥmad al-Qasthlāniyy asy-Syāfi'iyy, Irsyādus Sāriyy li Syarḥi Shaḥīḥil
Bukhāriyy, 7/412.
91
Al-Imām Ibnū Ḥajar asy-Syāfi'iyy, Fatḥul Bariy, 13/519.
92
Melagukan al-Quran dengan hati gembira.
93
Al-Imām Aḥmad al-Qasthlāniyy asy-Syāfi'iyy, Irsyādus Sāriyy li Syarḥi Shaḥīḥil
Bukhāriyy, 10/467.
94
Riwayat Muslim.
45
Andai saja kamu melihatku sedang penuh perhatian mendengarkan bacaanmu
semalam, sungguh benar-benar kamu telah diberi suatu seruling dari seruling-
seruling keluarga Dawūd.

Dialah Abū Musā al-Asy'ariy, suaranya bagus nian. Karenanya, Nabi n


berkata demikian padanya dengan ungkapan ‫( ِم ْزَمار‬seruling); yaitu suara nan indah
nian, dan pada dasarnya ‫ ِم ْزَمار‬adalah alat musik, Nabi n memaksudkan penamaan
seruling terhadap suara nan indah nian lantaran keserupaan di antara keduanya.95

Lantas seperti apakah refleksi keelokan suara Nabi Dawūd q ?

Adalah Dawūd q di dalam riwayat Ibnu 'Abbās: membaca Zabur dengan


70 irama dan membaca suatu bacaan yang mana orang demam menjadi sehat riang
karenanya. Kala hatinya tergerak untuk menangisi dirinya sendiri maka tidaklah
tersisa hewan di daratan dan tidak pula di lautan melainkan mereka diam
untuknya, penuh perhatian mendengarkan, dan mereka ikut menangis.96

Tingkat penghafal tertinggi adalah dia yang mampu menjaga dirinya supaya
senantiasa berkesesuaian dengan al-Quran.

[ ِ‫ام البَ َرَرة‬


ِ ‫الس َفرِة الكِر‬ ِ َّ
َ َ َّ ‫ َم َع‬/bersama para malaikat nan mulia lagi taat] Kata ‫الس َف َرة‬
adalah bentuk plural dari ‫سافر‬ (seseorang yang melakukan perjalanan); mereka
adalah para rasul yang melakukan perjalanan di tengah-tengah manusia dengan
membawa risalah-risalah dari Allah, atau maksudnya adalah para malaikat yang
melakukan perjalanan dikarenakan pensifatan kepada sebagian mereka yang
membawa kitab Allah, atau maksudnya adalah seseorang yang beramal dengan
amal para malaikat dan menempuh jalan mereka berdasarkan realita bahwa

95
Al-Imām Badrud Dīn al-'Ayniyy al-Ḥanafiyy, 'Umdatul Qārī Syarḥ Shaḥīḥ al-
Bukhāriyy, 20/56.
96
Al-Imām Aḥmad al-Qasthlāniyy asy-Syāfi'iyy, Irsyādus Sāriyy li Syarḥi Shaḥīḥil
Bukhāriyy, 7/481.
46
mereka menghafalkan al-Quran dan menginformasikannya kepada orang-orang
beriman serta menyingkap bagi mereka apa yang rancu atas mereka.97

Ibnu at-Tīn berkata: Seakan-akan penghafal al-Quran itu bersama dengan para
malaikat pada apa yang menjadi haknya yaitu pahala.98

[ ‫اه ُد‬
َ ‫يَتَ َع‬ /berkomitmen dengan al-Quran] asal katanya adalah ‫َع ِه َد‬ ; yang
maknanya: menjaga sesuatu dan membuat perjanjian dengannya. Maka, termasuk
dari itu adalah perkataan ahli bahasa: "Seseorang membuat perjanjian" dan itu
berupa wasiat. Dan, dinamakan dengan itu tidak lain karena perjanjian itu adalah
sesuatu yang harus dijaga.99

Kemudian, ‫د‬
ُ ‫اه‬
َ ‫ يَتَ َع‬merupakan metamorfosis dari wazan ‫اعل‬
َ ‫ ; تَ َف‬yang salah satu
َ
faedahnya adalah ‫تدرجيا‬ ‫( للوقوع‬kejadian secara berangsur-angsur/bertahap).
Dengan demikian [… permisalah orang yang membaca, berkomitmen dengan
al-Quran ...]: dia tidak sekedar membaca akan tetapi dia berkomitmen, berangsur-
angsur memperbaiki kualitas bacaannya dan begitu menikmati tahapannya.
Ditambah kepayahannya: [… dan dia kepayahan dengannya …] disebabkan lemah
daya hafalnya seperti seseorang yang mengusahakan suatu ibadah nan berat, dia
mengimplementasikan dengan tuntutan-tuntutannya100 bersamaan dengan
kesukarannya dan kesusahannya [maka baginya dua ganjaran]; yaitu ganjaran
bacaan dan ganjaran kepayahan, dan bukanlah maksudnya bahwa ganjarannya
lebih banyak daripada ganjaran seseorang yang mahir/penghafal bahkan yang

97
Al-Imām Aḥmad al-Qasthlāniyy asy-Syāfi'iyy, Irsyādus Sāriyy li Syarḥi Shaḥīḥil
Bukhāriyy, 7/412.
98
Al-Imām Badrud Dīn al-'Ayniyy al-Ḥanafiyy, 'Umdatul Qārī Syarḥ Shaḥīḥ al-
Bukhāriyy, 19/280.
99
Al-Imām Aḥmad bin Fāris ar-Rāziyy, Mu'jam Maqāyīsil Lughah, 4/167.
100
Seperti seseorang yang membaca al-Quran maka dia dituntut membacanya dengan
ketepatan makhraj-makhraj dan hukum-hukum.
47
pertama lebih banyak ganjarannya, karenanya dia bersama para malaikat. Bagi
siapapun yang lebih cenderung pada yang kedua bahwa dia berkata: ganjaran itu
berdasarkan kuantitas kesulitan, akan tetapi kami tidak bisa menerima bahwa
penghafal yang mahir itu terbebas dari kesulitan, dikarenakan dia bisa menjadi
seperti itu pada umumnya tidak lain setelah banyak sekali banting tulang serta
kepayahan nan teramat berat.101

***

. ‫َص َحابِ ِه‬


ْ ‫ اق َْرءُوا الْ ُق ْرآ َن فَِإنَّهُ يَأْتِي يَ ْوَم ال ِْقيَ َام ِة َش ِف ًيعا ِأل‬: n ‫ – قال النيب‬3
Perintah membaca al-Quran maka itu hukumnya sunah pada setiap waktu dan
pada setiap kondisi kecuali saat seseorang menunaikan hajatnya; yaitu kencing
atau berak maka tidak boleh dia membaca al-Quran sebab al-Quran itu sesuatu
yang diagungkan lagi dimuliakan, maka tidak boleh membacanya pada kondisi ini
dan demikian pula saat seseorang bersama keluarganya dalam kondisi jimak maka
dia tidak boleh membaca al-Quran akan tetapi mengucapkan sebelum jimak: ‫بسم‬
‫( اهلل اللهم جنبنا الشيطان وجنب الشيطان ما رزقتنا‬Ya Allah jauhkanlah kami dari setan
dan jauhkan pula apa yang Engkau rizkikan dari setan).102

[Bacalah al-Quran, karena sesungguhnya dia akan datang pada hari kiamat
untuk memberi syafaat] Ambillah bacaannya dan langgengkanlah tilawahnya103.
Saat terjadi hari kiamat, Allah menjadikan pahala dari bacaan al-Quran ini sebagai
sesuatu yang berdiri sendiri dengan dzatnya yang datang pada hari kiamat sebagai

101
Al-Imām Aḥmad al-Qasthlāniyy asy-Syāfi'iyy asy-Syāfi'iyy, Irsyādus Sāriyy li Syarḥi
Shaḥīḥil Bukhāriyy, 7/412.
102
Asy-Syaykh Muḥammad al-'Uṣaymīn, Syarḥu Riyādhish Shāliḥīn, 4/636.
103
Asy-Syaykh 'Aliy bin Sulthān Muḥammad al-Qāriyy, Mirqātul Mafātīḥ Syarḥu
Misykātil Mashābīḥ, 4/1460.
48
pemberi syafaat104 [bagi si empunya] yang menegakkan beserta adab-adabnya105,
memegang teguh petunjuknya, menegakkan apapun perintah di dalamnya, dan
meninggalkan apapun larangan di dalamnya.106

Rasulullah n mengikat bacaan al-Quran dengan mengamalkannya (di dalam


ḥadīṣ lain), sebab mereka yang membaca al-Quran terbagi menjadi dua golongan:
satu golongan adalah yang tidak mengamalkannya maka mereka tidak beriman
dengan kabar-kabar yang ada di dalamnya, mereka tidak mengamalkan hukum-
hukumnya, maka jadilah al-Quran hujah atas mereka107. Satu golongan yang lain
adalah mereka yang beriman dengan kabar-kabar yang ada di dalamnya serta
membenarkan semuanya dan mengamalkan hukum-hukumnya, maka jadilah al-
Quran hujah bagi mereka108 pada hari kiamat. Sebab, Nabi n bersabda:

. ‫القرآن حجة لك أو عليك‬


Al-Quran adalah hujah bagimu atau atasmu.

Di dalam ḥadīṣ ini terdapat dalil tentang hal terpenting di dalam al-Quran
tidak lain adalah mengamalkannya dan yang menguatkan pernyataan ini adalah
firmanNya l:
َّ
109
﴾ ‫اب‬ َ ْ َ ْ ُ ُ َ َ َ َ َ ٰ ٰ ْ ُ ََّّ َ ِّ َ ٰ ُ َ ْ َ ُ ٰ ْ َ ْ َ ٰ
ِ ‫﴿ ِكتب انزلنه ِاليك مبرك ِليدبر ٓٗوا اي ِته و ِليتذكر اولوا الالب‬

104
Asy-Syaykh Muḥammad al-'Uṣaymīn, Syarḥu Riyādhish Shāliḥīn, 4/637.
105
Asy-Syaykh 'Aliy bin Sulthān Muḥammad al-Qāriyy, Mirqātul Mafātīḥ Syarḥu
Misykātil Mashābīḥ, 4/1460.
106
Dr. Fayshal bin 'Abdul 'Azīz an-Najdiyy, Tathrīz Riyādish Shāliḥīn, h. 579.
107
Yang menuntut mereka kelak di akhirat.
108
Yang membela mereka kelak di akhirat.
109
Surah Shād: 29.
49
Kitab (al-Quran) yang Kami turunkan kepadamu penuh berkah agar mereka
menghayati ayat-ayatnya dan agar orang-orang yang berakal sehat mendapat
pelajaran.

Maksud ayat ini adalah mereka memahami makna-makna yang terkandung di


dalam ayat-ayatnya dan mengamalkannya. Mengakhirkan amal dari tadabur tidak
lain karena tidak mungkinnya beramal tanpa tadabur, sehingga, sungguh tadabur
itu mengantarkan kepada ilmu dan amal itu adalah cabang dari ilmu maka yang
terpenting adalah bahwa ini merupakan faedah dari diturunkannya al-Quran
bahwa al-Quran itu dibaca dan diamalkan: diimani kabar-kabarnya, diamalkan
hukum-hukumnya, dilaksanakan perintahnya, ditinggalkan larangannya. Maka,
saat telah terjadi hari kiamat sunggu al-Quran menjadi hujah pembela terhadap si
empunya.110

Kata [ ‫ يَأْتِي‬/datang] di sini yang berasal dari kata َ‫َت‬


َ ‫ أ‬tidak bermakna datang
begitu saja akan tetapi datang dengan keadaan senang, gembira, atau keadaan
positif lainnya; sebagaimana perkataan:‫َت ِهلََذا ْاْل َْم ِر‬
َّ ‫ تَأ‬yaitu: ُ‫( تَ َرفَّ ْق لَه‬perlakukanlah
urusan itu dengan baik/dipermudah), atau perkataan: ‫اء‬ ِ ‫َت ِهل َذا الْم‬
َ َ ِّ ‫ أ‬yaitu: ُ‫َس ِّه ْل َج ْريَه‬
(mudahkan aliran air itu)111. Maka, pada hari kiamat pahala dari bacaan al-Quran
datang sebagai sesuatu yang berdiri sendiri dengan dzatnya menemui si empunya
dalam kondisi menyenangkan lagi menggembirakan lagi memudahkan perkara
gentingnya.

***

110
Asy-Syaykh Muḥammad al-'Uṣaymīn, Syarḥu Riyādhish Shāliḥīn, 4/637-638.
111
Al-Imām Aḥmad bin Fāris ar-Rāziyy, Mu'jam Maqāyīsil Lughah, 1/50-51.
50
[3]

112 ِ ِّ‫ مثَل الح ِّي والمي‬،ُ‫ مثَل الَّ ِذي ي ْذ ُكر ربَّهُ والَّ ِذي َّلَ ي ْذ ُكر ربَّه‬: n ‫ – قال النيب‬1
.‫ت‬ َ َ َ ُ َ َ ُ َ َ َ ُ َ ُ َ
Nabi n bersabda: Permisalan orang yang mengingat Rabbnya dan orang yang
tidak mengingat Rabbnya adalah semisal hidup dan mati.

‫ فَِإ ْن‬، ‫ َوأَنَا َم َعهُ إِذَا ذَ َك َرنِي‬، ‫ أَنَا ِعْن َد ظَ ِّن َعْب ِدي بِي‬: ‫ول اللَّهُ تَ َعالَى‬
ُ ‫ يَ ُق‬: n ‫ – قال النيب‬2
113
. ‫ َوإِ ْن ذَ َك َرنِي فِي َم َل ذَ َك ْرتُهُ فِي َم َل َخ ْير ِم ْن ُه ْم‬، ‫ذَ َك َرنِي فِي نَ ْف ِس ِه ذَ َك ْرتُهُ فِي نَ ْف ِسي‬
Nabi n bersabda: Allah l berfirman: Aku sebagaimana persangkaan
hambaKu padaKu. Aku bersamanya saat dia mengingatKu, maka jika dia
mengingatku dalam dirinya niscaya Aku mengingatnya dalam diriKu. Jika dia
mengingatku di suatu khalayak niscaya aku mengingatnya di suatu khalayak nan
baik dari kalangan mereka.

ِ َّ : ‫ال‬ ِ ‫ول‬
َ‫الذاك ُرو َن اهلل‬ َ َ‫اهلل ؟ ق‬ َ ‫ َوَما الْ ُم َفِّرُدو َن يَا َر ُس‬: ‫ َسبَ َق ال ُْم َف ِّر ُدو َن قَالُوا‬: n ‫ – قال النيب‬3
ُ ‫الذاكِ َر‬
. ‫ات‬ َّ ‫ َو‬،‫َكثِ ًيرا‬
114

Nabi n bersabda: Para mufarrid telah mendahului. Lantas para sahabat


bertanya: Siapa gerangan para mufarrid itu duhai Rasulullah? Beliau menjawab:
Mereka adalah para lelaki yang banyak mengingat Allah, begitu pula para wanita.

Penjelasan:
ِ ِّ‫ مثَل الح ِّي والمي‬،ُ‫ مثَل الَّ ِذي ي ْذ ُكر ربَّهُ والَّ ِذي َّلَ ي ْذ ُكر ربَّه‬: n ‫ – قال النيب‬1
.‫ت‬ َ َ َ ُ َ َ ُ َ َ َ ُ َ ُ َ

112
Muttafaqun 'alayh.
113
Muttafaqun 'alayh.
114
Riwayat Muslim.
51
Kata [ ‫ب‬
ّ ‫الر‬
َ ] berasal dari: ‫ب‬
َّ ‫ ر‬, yang mempunyai tiga dasar makna; makna kedua
َ
dan ketiga selaras dengan makna pertama, yaitu: ‫َّي ِء َوالْ ِقيَ ُام َعلَْي ِه‬ ْ ِ‫إ‬
ْ ‫ص َال ُح الش‬
(memperbaiki sesuatu dan merawatnya).115 Mempunyai banyak sekali makna;
sebagaimana dinazhamkan oleh asy-Syaykh Mushthafā al-Badawiyy:

‫معاني الرب معبود مربي * وخالق مولى العطايا‬


Makna-makna Rabb adalah yang diibadahi, yang mengayomi # yang
menciptakan, yang menguasai, yang memelihara, yang memberi karunia-karunia

‫كثير الخير سيدنا محيط * مدبر جابر كسر البرايا‬


Yang banyak kebaikan, yang merajai kami, yang meliputi # yang mengatur,
yang memaksa, yang menaklukkan para makhluk

‫وصاحب ثابت وكذا قريب * وجامع مصلح نلت المزايا‬


Yang tetap memiliki, demikian pula yang dekat # yang mengumpulkan, yang
memperbaiki, hafalkanlah niscaya engkau memperoleh keutamaan-keutamaan116

Kata ‫ب‬
ّ ‫الر‬
َ berasal dari ‫ الرتبية‬, dan di antaranya adalah firmanNya:
ُ
117 َ ِّ ََّ ْ ُ ْ
﴾ ‫﴿ كونوا ربا ِنين‬

Jadilah kamu pengabdi-pengabdi Allah.

‫ب‬
ّ ‫الر‬
َ Dialah Sang Pengumpul, yang mengumpulkan manusia, dan moga itu
َ ُ ُ
adalah makna ‫ ك ْون ْوا َرَّبا ِن ِّين‬. Maka, alim sejati itu adalah dia yang mengumpulkan

115
Al-Imām Aḥmad bin Fāris ar-Rāziyy, Mu'jam Maqāyīsil Lughah, 2/381-382.
116
Asy-Syaykh Muḥammad bin 'Aliy Bā'athiyyah ad-Dū'aniyy asy-Syāfi'iyy, Ghāyatul
Munā, h. 31.
117
Surah Āli 'Imrān: 79.
52
manusia di atas kebaikan, menyatukan mereka di atas agama dan iman, dan justru
tidak membuat gelisah mereka serta tidak memperbudak mereka.118

Figur rabbaniyy adalah sosok yang disandarkan padanya makrifat-makrifat


ilahiah, maka dia mengenal baik Rabbnya lagi Rabb seluruh manusia berdasarkan
ilmunya.119

‫ب‬
ّ ‫الر‬
َ Dialah Sang Pemaksa dengan perbaikan dan pengayoman, dan di
antaranya: ‫اْلسرة‬ ‫( رب‬kepala keluarga) dan ‫( ربة املنزل‬ibu rumah tangga).
‫ب‬ّ ‫الر‬
َ Sang Mulia, Sang Raja, dan Sang Penyelamat; dikatakan: ‫فالن رب قومه‬
yaitu: ‫( ساسهم فانقادوا له‬dia merawat mereka maka mereka taat padanya).120

Ulama menyatakan bahwa ‫ب‬


ّ ‫الر‬
َ dengan alif dan lām tidak ditujukan kecuali
kepada Allah, hal ini berbeda dengan ‫ب‬ ّ ‫( َر‬tanpa alif dan lām) maka boleh
disandarkan kepada makhluk; dikatakan ‫ال‬ ِ ‫ب الْم‬ ِ ُّ ‫( َر‬tuan
َ ُّ ‫( َر‬empunya harta), ‫ب الدَّار‬
rumah), dan ‫اشيَ ِة‬
ِ ‫ب الْم‬
َ ُّ ‫( َر‬penggembala bintang ternak); sebagaimana sabda Nabi
tentang unta yang tersesat:121

. ‫َد ْع َها َحتَّى يَأْتِيَ َها َربُّ َها‬


Biarkanlah dia sampai si empunya mendatanginya.

Terdapat perkataan orang jenius:

‫تخب إلى النعمان حتى تناله * فدى لك من رب طريفي تالدي‬

118
Asy-Syaykh Salmān al-'Awdah, Ma'allāh Jallajalāluh al-Asmā' al-A'zham wa Qishshatil
Asmā'il Ḥusnā, h. 228.
119
Al-Imām ar-Ramliyy asy-Syāfi'iyy, Nihāyatul Muḥtāj, 1/10.
120
Asy-Syaykh Salmān al-'Awdah, Ma'allāh Jallajalāluh al-Asmā' al-A'zham wa Qishshatil
Asmā'il Ḥusnā, h. 228.
121
Al-Imām an-Nawawiyy asy-Syāfi'iyy, al-Majmū', 1/268.
53
Kamu melangkah menuju Nu'man sampai kamu diberi olehnya # suatu tebusan
bagimu dari Rabb nan mulia lagi terhormat

Di dalam makna rubūbiyyah secara umum bagi seluruh penciptaanNya, maka


Dialah Sang Pencipta segala sesuatu lagi Sang Raja segala sesuatu, dan Sang
Pengatur segala sesuatu. Dialah yang selalu memohon lagi meminta kepadaNya
siapapun yang ada di langit-langit dan bumi pada setiap waktu Dia dalam
kesibukan.

Di antara makna yang khusus bagi hambaNya yang saleh, maka Dialah Rabb
orang-orang baik, Rabb orang-orang beriman dengan perhatian, pemeliharaan,
penerimaan, petunjuk, ampunan, pertolongan, dan hidayahNya.

‫بمن يستغيث العبد إال بربه * ومن للفتى عند الشدائد والكرب‬
Dengan siapa gerangan seorang hamba rintih memohon kecuali dengan Rabbnya
# dan dengan siapa gerangan pemuda saat situasi-situasi genting dan duka

‫ومن مالك الدنيا ومالك أهلها * ومن كاشف البلوى على البعد والقرب‬
Siapa gerangan yang menguasai dunia dan menguasai penduduknya # dan
siapa gerangan yang menyingkap bala atas kejauhan dan kedekatan

‫ومن يدفع الغماء وقت نزولها * فهل من ذاك إال من فعالك يا رب‬
Siapa gerangan yang menyingkirkan musibah tahunan pada waktu turunnya #
maka apakah itu melainkan dari perbuatan-perbuatanMu duhai Rabbku

Sungguh nama ‫ب‬


ّ ‫الر‬
َ termasuk dari nama-nama yang pas digunakan untuk
berdoa; pada apa yang di dalamnya terkandung makna kekuasaan, kasih sayang,
pengkhususan, dan kedekatan. Maka, siapapun yang ditimpa derita, yang ditimpa
duka, yang memohon, yang berdoa dengan sepenuh hati, ia berbicara dalam hati,
menyeru Rabbnya, memohon kepadaNya, dan merendahkan diri kepadaNya;
54
seakan-akan saat dia berkata: " ‫ " يا رب يا رب‬-sebagaimana yang telah datang dalam
ḥadīṣ tentang seseorang yang sedang melakukan perjalanan nan jauh sehingga
rambutnya kumel lagi berdebu122- seakan-akan dia bertawasul padaNya dengan
perantara nikmat-nikmatNya yang telah lalu, karunia-karunia yang telah lampau,
dan keutamaanNya saat mendahulukan pemberian sebelum pertanyaan.

Maka, aduhai Rabbku. Sebagaimana Engkau telah menciptakan kami serta


membaguskan penciptaan kami, memberi rizki kami, menyempurnakan kesehatan
kami, dan menutupi aib-aib kami, maka sempurnakanlah bagi kami nikmat-
nikmatMu, lapangkanlah bagi kami rizkiMu, kekalkanlah karunia-karuniaMu,
singkirkanlah dari kami segala keburukan dan amarah lagi dengki, dan bahagiakan
kami pada permulaan (dunia) dan akhirat.123

Kata [ ‫ك ُر‬
ُ ‫ يَ ْذ‬/mengingat] berasal dari kata ‫ ذَ َكر‬yang mempunyai dua arti dasar,
َ
akan tetapi di sini hanya akan disebutkan satu arti dasar yang berkaitan dengan
ḥadīṣ ini.

ِ
َ‫َّيء‬
ْ ‫ت الش‬
ُ ‫ذَ َك ْر‬ merupaka antonim dari ُ‫نَسيتُه‬ (aku melupakan sesuatu itu),
kemudian diambil berdasarkan itu dzikir dengan lisan. Kata ِّ
‫الذ ْك ُر‬ (dzikir)
mempunyai makna: ketinggian dan kemuliaan.124 Maka, siapapun yang hatinya
berdzikir niscaya Allah tinggikan derajatnya dan Allah muliakan martabatnya.
Beruntunglah mereka yang mengabadikan dzikir apapun kondisi yang
mendekapnya saat itu.

Kehidupan itu terhiasi zahirnya dengan cahaya kehidupan serta pancarannya


dan dengan tindakannya yang sempurna pada apa yang dia menghendakinya, dan

122
Riwayat Muslim.
123
Asy-Syaykh Salmān al-'Awdah, Ma'allāh Jallajalāluh al-Asmā' al-A'zham wa Qishshatil
Asmā'il Ḥusnā, h. 228-229.
124
Al-Imām Aḥmad bin Fāris ar-Rāziyy, Mu'jam Maqāyīsil Lughah, 2/358-359.
55
batinnya terhiasi dengan cahaya ilmu, pemahaman, dan pengetahuan. Begitulah
orang yang berdzikir, ia terhiasi zahirnya dengan cahaya ilmu dan ketaatan, dan
batinnya terhiasi dengan cahaya ilmu dan pengetahuan; maka, hatinya mantap
berada dalam penjara kesucian dan sirr125nya berada dalam bilik
keterhubungan126.127 Dialah orang yang menghidupkan hati-hati para arif dengan
cahaya-cahaya makrifatnya dan menghidupkan ruh-ruh128 mereka dengan
kepekaan-kepekaan musyāhadah129nya.130

125
Sirr adalah tempat bagi musyāhadah, sebagaimana bahwa ruh adalah tempat bagi
maḥabbah (cinta) dan hati adalah tempat bagi makrifat.
Sirr itu lebih halus daripada ruh (dari segi ia tidak dapat terdeteksi oleh manusia, jin,
dan malaikat) dan ruh lebih mulia dari hati. Dan, sirr merdeka dari segala macam
perbudakan (tidak bisa dipengaruhi oleh apapun). (al-Imām al-Qusyayriyy asy-Syāfi'iyy, ar-
Risālah al-Qusyayriyyah, h. 293)
126
Artinya: sirrnya senantiasa terhubung dengan Allah dan dia begitu menikmati
hubungan itu serta kedekatan itu.
127
Al-Imām Aḥmad al-Qasthlāniyy asy-Syāfi'iyy asy-Syāfi'iyy, Irsyādus Sāriyy li Syarḥi
Shaḥīḥil Bukhāriyy, 9/231.
128
Ruh adalah esensi-esensi yang tersimpan di dalam qālib-qālib (jasad yang menerima
kehidupan; seperti: jin dan manusia) ini, ia bersifat halus, yang mana Allah membuat
tatanan dengan menciptakan kehidupan di dalam qālib-qālib selama ruh-ruh menetap di
dalam badan-badan. Maka, manusia itu hidup dengan kehidupan, akan tetapi ruh-ruh
tersimpan di dalam qālib-qālib. Ruh itu naik pada saat manusia tertidur sehingga terpisah
dari badan, kemudia kembali lagi. (al-Imām al-Qusyayriyy asy-Syāfi'iyy, ar-Risālah al-
Qusyayriyyah, h. 292)
129
Musyāhadah adalah wujud al-Ḥaqq (Allah) tanpa beban nan tertinggal. al-Imam al-
Junayd mengatakan: Wujud al-Ḥaqq bersamaan dengan sirnanya dirimu. (al-Imām al-
Qusyayriyy asy-Syāfi'iyy, ar-Risālah al-Qusyayriyyah, h. 269)
Wujud yang hakiki lagi kekal abadi adalah al-Ḥaqq, selainNya hanyalah sesuatu yang
sirna lagi fana.
130
Asy-Syaykh 'Aliy bin Sulthān Muḥammad al-Qāriyy, Mirqātul Mafātīḥ Syarḥu
Misykātil Mashābīḥ, 4/1581.
56
Dan, orang yang tidak berdzikir itu zahirnya menganggur dan batinnya batil.131
Dialah orang yang mematikan hati-hati dengan kelalaian dan mematikan jiwa-
jiwa132 dengan syahwat.

Dialah Allah l Sang Pencipta kehidupan lagi yang menjadikannya kekal.


Dialah Allah Sang Penentu kematian lagi Dialah Pemusnah kehidupan. 133

***

‫ فَِإ ْن‬، ‫ َوأَنَا َم َعهُ إِذَا ذَ َك َرنِي‬، ‫ أَنَا ِعْن َد ظَ ِّن َعْب ِدي بِي‬: ‫ول اللَّهُ تَ َعالَى‬
ُ ‫ يَ ُق‬: n ‫ – قال النيب‬2
. ‫ َوإِ ْن ذَ َك َرنِي فِي َم َل ذَ َك ْرتُهُ فِي َم َل َخ ْير ِم ْن ُه ْم‬، ‫ذَ َك َرنِي فِي نَ ْف ِس ِه ذَ َك ْرتُهُ فِي نَ ْف ِسي‬
Kata [ ‫ن‬
ِّ َ‫ ظ‬/persangkaan] berasal dari ‫ ; ظَ َّن‬yang menunjukkan pada dua makna:
‫( يَِقني‬keyakinan) dan ‫( َشك‬keraguan).
Adapun keyakinan sebagaimana perkataan: ‫ت ظَنًّا‬
ُ ‫ظَنَ ْن‬ (aku benar-benar
menduga), yaitu: ‫ت‬
ُ ‫( أَيْ َقْن‬aku yakin). Allah lberfirman:
َّ َ َ
ٰ ُٰ ُ ََّ َ ُّ ُ َ ْ
ِ ‫﴿ قال ال ِذين َيظن ْون انه ْم ُّملقوا‬
134
﴾ ‫اّلل‬

Mereka yang menduga bahwa mereka akan menemui Allah berkata.

131
Al-Imām Aḥmad al-Qasthlāniyy asy-Syāfi'iyy asy-Syāfi'iyy, Irsyādus Sāriyy li Syarḥi
Shaḥīḥil Bukhāriyy, 9/231.
132
Bukanlah yang dimaksud di sini memutlakkan lafaz jiwa (nafs) untuk segala yang
wujud dan tidak pula qālib yang merupakan tempat, akan tetapi yang dimaksud jiwa di sini
adalah esensi yang bersifat halus yang tersimpan di dalam qālib, dia adalah tempat bagi
akhlak-akhlak yang tercela, sebagaimana bahwa ruh adalah esensi yang bersifat halus yang
tersimpan di dalam qālib, dia adalah tempat bagi akhlak-akhlak yang terpuji. (al-Imām al-
Qusyayriyy asy-Syāfi'iyy, ar-Risālah al-Qusyayriyyah, h. 290)
133
Asy-Syaykh 'Aliy bin Sulthān Muḥammad al-Qāriyy, Mirqātul Mafātīḥ Syarḥu
Misykātil Mashābīḥ, 4/1581.
134
Surah al-Baqarah: 249.
57
َ ُّ ُ
Yang dimaksud Allah dari ‫( َيظن ْون‬menduga) adalah ‫يُوقِنُو َن‬ (meyakini). Dan,
orang-orang Arab mengatakan hal itu lagi mengetahuinya. Berkata seorang
penyair dari kalangan mereka:

‫فَقُلْتُ لَهُ ْم ظُنُوا بِأَلْفَيْ مُدَجَجٍ * ُسرَاتُهُمْ فِي الْفَارِسِيِ الْ ُمسَرَ ِد‬
Maka aku berkata pada mereka: Dugalah dua ribu pasukan tersenjatai #
rahasia-rahasia mereka berada di glosarium Persia

Yang dimaksud dari ‫( ظُنُّوا‬dugalah) adalah ‫( أَيْ ِقنُوا‬yakinilah). Dan, yang demikian
itu di dalam al-Quran banyak sekali.

Termasuk dari bab ini adalah ‫َّي ِء‬ ِ


ْ ‫ َمظنَّةُ الش‬, yaitu: ُ‫( َم ْعلَ ُمه‬tanda dari sesuatu) dan
ِ ِ
ُ‫( َم َكانُه‬tempatnya). Mereka berkata: ‫( ُه َو َمظنَّةٌ ل َك َذا‬itu adalah tanda/simbol buat ini).
ِ
Seorang yang jenius berkata: ‫اب‬ ُ َ‫( فَإِ َّن َمظنَّةَ ا ْْلَ ْه ِل الشَّب‬sungguh petunjuk kebodohan
tidak lain adalah para pemuda)135.

Dan, makna ‫ن‬


َّ َ‫ ظ‬yang lain adalah ‫َّك‬
ُّ ‫( الش‬keraguan). Dikatakan: ‫ إِذَا‬، َ‫َّيء‬
ْ ‫ت الش‬
ُ ‫ظَنَ ْن‬
ُ‫ََلْ تَتَ يَ َّقنْه‬ (aku meragukan sesuatu saat belum menyakininya). Seorang penyair
berkata:

ُ‫وَلَا كُلُ م ْن يَظ َُننِي أَنَا مُعْتِبٌ * وَلَا كُلُ مَا ُيرْوَى عَلَيَ أَقُول‬
Tidak tiap orang yang meragukanku lantas aku bersikap keras # dan tidak
tiap apa yang diriwayatkan atasku lantas aku berkomentar

135
Al-Imām az-Zuhriyy berkata kepada anak-anak yang masih kecil:
‫ال حتقروا أنفسكم حلداثة أسنانكم فإن عمر بن اخلطاب رضي اهلل عنه كان إذا نزل به اْلمر املعضل دعا الفتيان فاستشارهم يبتغي‬
. ‫حدة عقوله‬
Janganlah kalian meremehkan diri kalian sendiri hanya karena usia-usia kalian yang masih
begitu belia karena sungguh 'Umar z adalah sosok yang ketika datang perkara yang
membingungkan niscaya dia memanggil para pemuda lalu dia berkonsultasi kepada
mereka dengan harapan ketajaman akal-akal mereka. (asy-Syaykh Akram al-'Umariyy,
'Ashrul Khilāfatir Rāsyidah, h. 101)
58
Kata‫ الظَّنُو ُن‬berarti: ‫السيِّئ الظَّن‬ َّ (keburukan yang bersifat dugaan), dan kata itu
ِ
juga berarti: ‫َم َال‬ ْ ‫( الْبِْئ ُر َال يُ ْد َرى أَف َيها َماءٌ أ‬sumur yang tidak diketahui apakah di
dalamnya terdapat air atau tidak). Seorang penyair berkata:

‫ص ْوبَ اللَجِبِ الْمَا ِط ِر‬


َ ‫ب‬
َ ِ‫مَا جُعِ َل الْج ُُد الظُنُونُ الَذِي * جُن‬
Sumur yang hanya mempunyai air nan sedikit yang # tidak bisa dianalogikan
demgan hujan nan lebat136

Dan, kata ‫الدَّيْ ُن‬ (hutang) bersinonim dengan ‫الظَّنُو ُن‬ : yang tidak diketahui
apakah akan dibayar atau tidak.137

Batasan sesuatu itu dikatan dugaan atau keraguan adalah sebagaimana definisi
keduanya di dalam ushūl fiqh.

Dugaan didefinisikan: berlakunya dua perkara yang mana salah satu dari
keduanya lebih jelas daripada yang lain; seperti keyakinan seseorang pada apa
yang dikabarkan oleh orang terpercaya, bahwa dia mempercayai begitu saja apa
yang telah dikabarkan sekalipun boleh saja ada kabar lain yang menyelisihinya
(dari orang terpercaya lainnya). Begitu pula dugaan seseorang tentang awan yang
besar lagi tebal bahwasanya akan turun darinya hujan sekalipun bisa saja
menghilang tanpa hujan. Pun demikian keyakinan para mujtahid pada apa yang
mereka memfatwakannya di dalam masalah-masalah yang diperselisihkan
sekalipun boleh saja ada perkara yang menyelisihi apa yang telah difatwakan itu
dan selain itu dari apa-apa yang tidak pasti (qath'iyy)138.

136
Maksudnya: tidak bisa dianalogikan dengan sungai yang airnya berasal dari hujan
nan lebat; semisal sungai Furat.
137
Al-Imām Aḥmad bin Fāris ar-Rāziyy, Mu'jam Maqāyīsil Lughah, 3/462-463.
138
Sebab perkara qath'iyy tidak boleh ada perbedaan; seperti wajibnya shalat. Berbeda
dengan masalah-masalah yang tidak qath'iyy (zhanniyy) maka boleh ada perbedaan di
dalamnya.
59
Adapaun keraguan didefinisikan: berlakunya dua perkara yang mana tiada
keunggulan bagi salah satu dari keduanya atas yang lain; seperti keraguan
seseorang tentang awan yang besar sekali bahwasanya akan ada darinya hujan atau
tidak. Begitu pula keraguan seorang mujtahid pada apa yang tidak pasti (qath'iyy)
dari perkataan-perkataan dan selain itu berupa perkara-perkara yang tidak
mendominasi di dalamnya salah satu dari dua yang berlaku atas yang lain.139

Kata [ ‫ َعْبد‬/hamba] berasal dari kata: ‫ َعبَ َد‬yang mempunyai dua makna dasar
yang menunjukkan pada kelembutan dan kerendahan/kehinaan/ketundukan, dan
makna lainnya menunjukkan pada kekuatan dan kekerasan. Kita akan
mencukupkan dengan makna yang pertama saja di sini.

Makna yang pertama: ‫ الْ َعْب ُد‬, yaitu seseorang yang dimiliki. al-Imām al-Khalīl
berkata: Namun, para rakyat berkumpul untuk memisahkan apa antara para
hamba Allah dan para hamba raja-raja. Kata ‫ادة‬ ِ
َ َ‫عب‬ ‫ َعبَ َد يَ ْعبُ ُد‬tidak ditujukan kecuali
bagi seseorang yang beribadah kepada Allah.

Kata ‫تَ َعبَّ َد يَتَ َعبَّ ُد تَ َعبُّدا‬ ; maka ‫الْ ُمتَ َفِّرُد بِالْعِبَ َاد ِة‬
‫الْ ُمتَ َعبِّ ُد‬ (fā'il dari ‫تَ َعبَّ َد‬ ) bermakna:
(seseorang yang mengkhususkan diri dengan ibadah). Dan, ungkapan ‫ت فُ َالنا‬ ُ ‫استَ ْعبَ ْد‬
ْ
َ ُ‫( َّاَّتَ ْذتُه‬aku menjadikannya budak).
bermakna: ‫ع ْبدا‬

Adapun kata ‫ َعْب ٌد‬terorientasi di dalam makna ُ‫( َخ َد َم َم ْوَاله‬melayani tuannya)


maka tidak boleh dikatakan ُ‫عبَ َده‬ َ dan tidak pula ُ‫ يَ ْعبُ ُد َم ْوَاله‬. Ungkapan: ‫تَ َعبَّ َد فَُال ٌن فَُالنا‬
ِ
ُ ‫صيَّ َرهُ َكالْ َعْبد لَهُ َوإِ ْن َكا َن‬
bermakna: ‫حًّرا‬ َ ‫( إِذَا‬ketika membuatnya seperti budak baginya
sekalipun dia merdeka); perkataan seorang penyair:

‫تَعَبَدَنِي نِمْرُ بْنُ سَعْدٍ وَقَ ْد أُرَى * وَنِمْرُ بْنُ سَعْدٍ لِي ُمطِيعٌ وَمُهْطِ ُع‬
Nimr bin Sa'd melayaniku dan sungguh aku melihat # Nimr bin Sa'd adalah
pribadi yang taat lagi bersegera padaku

139
Al-Imām Abu Isḥāq asy-Syīrāziyy asy-Syāfi'iyy, al-Luma' fī Ushūlil Fiqh, 4-5.
60
ِ َ‫وت و ْاْلَوث‬ِ
Dikatakan bagi musyrikin: ‫ان‬ ْ َ ُ‫( َعْب َدةُ الطَّاغ‬para hamba thaghūt dan
berhala) dan bagi muslimin: َ‫ن اللَّه‬
َ ‫اد يَ ْعبُ ُدو‬
ٌ َّ‫( عُب‬para hamba yang beribadah kepada
Allah l).
Kata ‫الْ ُم َعبَّ ُد‬ bermakna: yang mudah, unta disifati dengan itu juga. Dan,
termasuk juga dalam hal ini ungkapan: ُ ‫ الطَّ ِر‬bermakna: ‫وك الْ ُم َذلَّ ُل‬
‫يق الْ ُم َعبَّ ُد‬ ُ ُ‫ُه َو الْ َم ْسل‬
(jalan yang bisa ditempuh dengan mudah).140

Ungkapan [ ‫ أَنَا ِعْن َد ظَ ِّن َعْب ِدي بِي‬/Aku sebagaimana persangkaan hambaKu
padaKu]; al-Imām Ḥasan al-Bashriyy berkata: Sungguh mukmin itu memperbagus
dugaan lalu memperbagus amal141. Ketahuilah! Bahwa kejujuran dari asa mukmin
terhadap keutamaan Allah k berupa eksistensiNya mewajibkan untuk berbaik
sangka padaNya. Tidaklah berbaik sangka padaNya itu seperti apa yang orang-
orang bodoh meyakininya; yaitu harapan bersamaan dengan terus-menerus di atas
kemaksiatan.142 Model semisal mereka itu hanya seperti permisalan seseorang
yang berharap panen sedangkan dia tidak menanam, atau berharap anak
sedangkan dia tidak menikah. Seseorang yang mengenal Allah kitu tidak lain
dia bertaubat serta berharap diterima dan dia melakukan ketaatan serta berharap
pahala.

Al-Ḥasan berkata: Sungguh ada suatu kaum yang dibuai oleh angan-angan
kosong tentang ampunan Allah sampai mereka keluar dari dunia dengan tidak
memperoleh kebaikanpun. Salah seorang dari mereka berkata: Sungguh aku telah

140
Al-Imām Aḥmad bin Fāris ar-Rāziyy, Mu'jam Maqāyīsil Lughah, 4/205-206.
141
Al-Imām Yūsuf al-Qurthubiyy, al-Istidzkār, 7/230.
142
Adapun berprasangka memperoleh rahmat dan ampunan bersamaan dengan terus-
menerus di atas maksiat maka itu adalah kebodohan dan kecerobohan yang sejati. Hal ini
menyeretnya ke dalam madzhab Murji'ah. (al-Imām Abūl Fadhl Zaynud Dīn al-'Irāqiyy,
Tharḥut Taṣrīb fī Syarḥit Taqrīb, 8/234)
61
benar-benar berhusnuzhan terhadap Rabbku. Dia telah berdusta; andai dia telah
membaguskan prasangka terhadap Rabbnya pasti dia membaguskan amalnya.143

Ulama menegaskan makna husnuzhan terhadap Allah, yaitu: hendaknya


seorang hamba berprasangka bahwasanya Allah merahmatinya dan
memaafkannya.

Dalam keadaan sehat hendaknya dia menjadi sosok yang takut lagi harap, dan
menjadikan keduanya seimbang. Dikatakan: rasa takut itu lebih patut, maka saat
telah dekat tanda-tanda kematian niscaya rasa takut menguasai rasa harap atau dia
memurnikan rasa untuk rasa harap, dikarenakan maksud dari takut adalah
berpaling dari kemaksiatan-kemaksiatan serta keburukan-keburukan dan
semangat memperbanyak ketaatan-ketaatan serta amal-amal. Sungguh mustahil
hal itu atau mayoritasnya pada keadaan ini. Maka, dianjurkan membaguskan
prasangka dikarenakan kebutuhan kepada Allah serta ketundukan terhadapNya.144

Allah itu mampu untuk bertindak terhadap hambaNya apa saja yang dia
sangkakan terhadap Allah; Allah memperlakukannya berdasarkan sangkaannya.145
Oleh karena itu jika seorang hamba berbaik sangka maka Allah membalasnya
dengan kebaikan yang dia sangkakan, dan jika berburuk sangka maka dia akan
mendapati keburukan seperti yang dia sangkakan.146

Maksud dari ḥadīṣ ini adalah motivasi supaya rasa harap mendominasi rasa
takut dan seorang hamba harus senantiasa berbaik sangka terhadap Allah;
sebagaimana sabdanya n :

‫َح ُد ُك ْم إَِّال َوُه َو ُُْي ِس ُن الظَّ َّن بِاللَّ ِه‬


َ ‫َال ميَُوتَ َّن أ‬

143
Jamālud Dīn Abul Farj al-Jawziyy, Kasyful Musykil min Ḥadīṣ Shaḥīḥayn, 4/323.
144
Al-Imām an-Nawawiyy asy-Syāfi'iyy, al-Minhāj Syarh Shaḥīḥ Muslim, 17/210.
145
Asy-Syaykh Zaynud Dīn al-Ḥadādiyy, Itḥāfātus Saniyyah bil Aḥādīṣil Qudsiyyah, 1/97.
146
Asy-Syaykh Zaynud Dīn al-Ḥadādiyy, Itḥāfātus Saniyyah bil Aḥādīṣil Qudsiyyah, 1/96.
62
Janganlah salah seorang dari kalian sekali-kali mati kecuali dia membaguskan
prasangkaannya terhadap Allah.147

Kendati berbaik sangka kepada Allah harus diiringi dengan amal namun tidak
boleh seseorang bergantung dengan amalnya; al-Ḥabīb Aḥmad al-Ḥasaniyy saat
menjelaskan salah satu utaian mutiara al-Imām Ibn 'Athāillāh al-Mālikiyy:

. ‫من عالمة االعتماد على العمل نقصان الرجاء عند وجود الزلل‬
Termasuk dari tanda bersandar kepada amal adalah berkurangnya harap saat ada
ketergelinciran.

beliau mengatakan: Tidak boleh bersandar kepada dirinya, tidak pula amalnya,
tidak pula dayanya, dan tidak pula kekuatannya dalam menempuh derajat-derajat
ini148. Seseorang hanya bersandar kepada keutamaan Rabbnya, taufikNya,
hidayahNya, dan tasdīdNya149.

Nabi n bersabda:

. ‫ وال أنا إال يتغمدين برمحته‬: ‫ قال‬، ‫ وال أنت يا رسول اهلل‬: ‫ قالوا‬، ‫لن يدخل أحدكم اْلنة بعمله‬
Sekali-kali salah seorang di antara kalian tidak akan pernah masuk surga sebab
amalnya.

"Termasuk engkau duhai Rasulullah?" Tanya sahabat.

"Termasuk aku, melainkan Allah meliputiku dengan rahmatNya." Jawab


Rasulullah.

Maka, bersandar kepada diri adalah tanda kesukaran lagi keberatan. Bersandar
kepada amal-amal termasuk ketiadaan instropeksi terhadap kekurangan dan

147
Asy-Syaykh Abul 'Alā al-Mubārakfūriyy, Tuḥfatul Aḥwadziyy, 10/46.
148
Islam, iman, dan ihsan.
149
Tasdīd: Allah membaguskannya dan menghadapkannya pada kebaikan.
63
bersandar kepada kemuliaan dan hal-hal termasuk ketiadaan kebersamaan hamba
sejati. Bersandar kepada Allah termasuk perealisasian ma'rifah dengan Allah, dan
tanda bersandar kepada Allah bahwasanya harapnya tidak berkurang saat dia
bermaksiat dan tidak bertambah harapnya saat nampak darinya kebaikan.150

[ ‫ َوأَنَا َم َعهُ إِذَا ذَ َك َرنِي‬/Aku bersamanya saat dia mengingatKu] yaitu: -Allah
bersamanya- dengan ilmuNya sebab Dia suci dari tempat151.152

ِ ‫نَ ْف‬
[ ‫سي‬ ‫ فَِإ ْن ذَ َك َرنِي فِي نَ ْف ِس ِه ذَ َك ْرتُهُ فِي‬/maka jika dia mengingatku dalam dirinya
niscaya Aku mengingatnya dalam diriKu] maksudnya adalah berdzikir dengan
hati.153 Ini adalah isyarat tentang keutamaan berdzikir secara tersembunyi di dalam
dirinya sendiri. Maka, zahir dari ḥadīṣ ini adalah sungguh seorang hamba
mengingat Allah di dalam dirinya itu lebih baik daripada mengingatNya di
keramaian (berdzikir secara jelas/terdengar). Dzikir yang seorang penjaga tidak
mampu mendengarnya lebih baik tujuh puluh derajat, dan sebaik-baik dzikir tidak
lain adalah dzikir yang tersembunyi.

Bagi seseorang yang berdzikir hendaknya menyibukkan diri dengan berdzikir


yang mana jejak berdzikir itu tidak mencapai anggota tubuhnya, karena
sesungguhnya penjaga itu mampu merasakan gerakan154.155

150
Al-Ḥabīb Aḥmad al-Ḥasaniyy, Īqāzhul Himam Syarh al-Ḥikam, 24-25.
151
Allah tidak bertempat apalagi membutuhkan tempat.
152
Al-Imām Badrud Dīn al-'Ayniyy al-Ḥanafiyy, 'Umdatul Qārī Syarḥ Shaḥīḥ al-
Bukhāriyy, 25/101.
153
Al-Imām Badrud Dīn al-'Ayniyy al-Ḥanafiyy, 'Umdatul Qārī Syarḥ Shaḥīḥ al-
Bukhāriyy, 8/3145.
154
Sebagian hamba, manakala terhanyut dalam kenikmatan dzikir maka ada
spontanitas tubuhnya akan bergerak ikut menikmati. Jika anggota tubuhnya mampu tetap
tenang maka itu lebih utama baginya; yaitu menghilangkan jejak dzikir pada anggota
tubuhnya sehingga tiada yang mengetahui bahwa dia sedang berdzikir di dalam dirinya.
155
Syarḥu Sunan Ibn Mājah lis Suyūthiyy wa ghayrihi, 1/271.
64
[ ‫ َوإِ ْن ذَ َك َرنِي فِي َم َل ذَ َك ْرتُهُ فِي َم َل َخ ْير ِم ْن ُه ْم‬/Jika dia mengingatku di suatu
khalayak niscaya aku mengingatnya di suatu khalayak nan baik dari kalangan
mereka] Ḥadīṣ ini dijadikan dalil oleh Mu'tazilah dan siapapun yang sepakat
dengan mereka atas keunggulan para malaikat atas para nabi dan mereka berhujah
dengan firmanNya:
ً ْ َ َ ْ َ َ َِّّ َ ٰ َ ٰ ْ َّ َ ِّ َّ ٰ َْ ْ ْ َْ ْٰ َ َٰ َ َ ْ ََ
‫َولقد كَّر ْمنا َب ِن ْيٓٗ اد َم َوح َملن ُه ْم ِفى الب ِ ِّر َوال َبح ِر َو َرزقن ُه ْم ِِّم َن الط ِي ٰب ِت َوفضلن ُه ْم على ك ِث ْير َِم ْن خلقنا تف ِض ْيلا‬

Dan sungguh benar-benar Kami telah memuliakan anak cucu Adam, dan Kami
angkut mereka di darat dan di laut, dan Kami beri mereka rezeki dari yang baik-
baik dan Kami lebihkan mereka di atas banyak makhluk yang Kami ciptakan
dengan kelebihan yang sempurna.

Maka, taqyīd (pembatasan) dengan ‫ الكثري‬/banyak adalah pencegahan dari para


malaikat156. Sedangkan, madzhab ashḥāb kami dan selain mereka bahwa para nabi
lebih utama daripada para malaikat dikarenakan firmanNya kepada Bani Israil:
َ َ ْٰ َ َ ٰ ْ َّ َ
‫َوفضلن ُه ْم على العل ِم ْين‬

Kami lebihkan mereka atas semesta alam.

dan para malaikat termasuk dari semesta alam, sedangkan ḥadīṣ ini dibawa kepada
bahwa orang-orang yang berdzikir pada umumnya mereka menjadi suatu
kelompok yang tidak ada nabi di antara mereka, maka jika Allah menyebut mereka
di kalangan para malaikat niscaya mereka menjadi lebih baik dari kelompok itu
(para malaikat).157

***

156
Maksudnya: para malaikat tidak masuk ke dalam "banyak makhluk" yang mana
Allah melebihkan anak Adam dari mereka.
157
Al-Imām an-Nawawiyy, al-Minhāj Syarh Shaḥīḥ Muslim, 3/17.
65
ِ َّ : ‫ال‬ ِ ‫ول‬
َ‫الذاك ُرو َن اهلل‬ َ َ‫اهلل ؟ ق‬ َ ‫ َوَما الْ ُم َفِّرُدو َن يَا َر ُس‬: ‫ َسبَ َق ال ُْم َف ِّر ُدو َن قَالُوا‬: n ‫ – قال النيب‬3
ُ ‫الذاكِ َر‬
. ‫ات‬ َّ ‫ َو‬،‫َكثِ ًيرا‬
158

Nabi n bersabda: Para mufarrid telah mendahului. Lantas para sahabat


bertanya: Siapa gerangan para mufarrid itu duhai Rasulullah? Beliau menjawab:
Mereka adalah para lelaki yang banyak mengingat Allah, begitu pula para wanita.

Penjelasan:
Ibn Qutaybah berkata: al-Mufarridūn adalah mereka yang teman-temannya
telah mati dan demikian pula orang-orang yang sebaya dengannya, dan kehidupan
mereka panjang maka mereka menyendiri untuk berdzikir kepada Allah dan
beribadah kepadaNya.

Al-Azhariyy berkata: mereka adalah yang memutuskan hubungan dengan


manusia untuk berdzikir kepada Allah. Maka, seakan-akan mereka menyendirikan
diri mereka untuk berdzikir.

Kata ‫ الفارد‬dan ‫ الفرد‬dalam bahasa adalah banteng liar dikarenakan terpisah


dari ras manusia.

Dan, berkata selainnya: dzikir telah menguasai mereka maka dzikir


memisahkan mereka dari segala sesuatu kecuali dari Allah. Maka, mereka
menyendiri kepada Allah dengan dzikir dan tidak menyertakan kepadaNya selain
dzikir.159

158
Riwayat Muslim.
159
Jamālud Dīn Abul Farj al-Jawziyy, Kasyful Musykil min Ḥadīṣ Shaḥīḥayn, 3/588.
66
[4]

ِ ‫ ي ْت لُو َن كِتَاب‬، ‫اهلل‬


ُ‫ َويَتَ َد َار ُسونَه‬، ‫اهلل‬ ِ ‫وت‬ ِ ‫اجتَمع قَ وم فِي ب ْيت ِمن ب ي‬
َ َ ُُ ْ َ ْ َ َ ْ ‫ َوَما‬: n ‫قال النيب‬
ِ ِ َّ ‫ َوغَ ِشيَْت ُه ُم‬، ُ‫السكِينَة‬ ْ ‫ إََِّّل نَ َزل‬، ‫بَ ْي نَ ُه ْم‬
َّ ‫َت َعلَْي ِه ِم‬
َ ‫ َوذَ َك َرُه ُم اهللُ ف‬، ُ‫الر ْح َمةُ َو َح َّف ْت ُه ُم ال َْم ََلئ َكة‬
‫يم ْن‬
. ُ‫ِعْن َده‬
Nabi n bersabda: Tidaklah berkumpul suatu kaum di dalam suatu rumah dari
rumah-rumah Allah, mereka mentilawahkan kitab Allah, saling mengajarkannya
dia antara mereka, kecuali ketenangan turun atas mereke, kasih sayang mendekap
mereka, malaikat menaungi mereka, dan Allah menyebut mereka kepada siapa saja
yang ada di sisiNya.

Penjelasan:
Al-Imām an-Nawawiyy asy-Syāfi'iyy berkata: Ini adalah dalil tentang
keutamaan berkumpul untuk mentilawahkan al-Quran di masjid; ini adalah
madzhab kami dan madzhab jumhur.160

‫ يَ ْت لُو‬/mentilawahkan] berasal dari ‫ تِلْ َو‬yang memiliki arti dasar: ُ‫ِاالتِّبَاع‬


Kata [
(mengikuti). Darinyalah kata ‫( تَِالوة‬tilawah) al-Quran terbentuk, sebab mengikuti
َ
suatu ayat setelah suatu ayat.161

160
Al-Imām an-Nawawiyy, al-Minhāj Syarh Shaḥīḥ Muslim, 17/20-21.
161
Al-Imām Aḥmad bin Fāris ar-Rāziyy, Mu'jam Maqāyīsil Lughah, 1/351.
67
68

'Abdul Qādir al-Jīlāniyy al-Ḥanbaliyy, Ushūlud Dīn, Istanbul: Markaz Jīlāniyy, 1434
H.

'Abdullāh bin Muḥammad, Minḥatur Raḥman, Dārul Minhāj, 1436 H.

'Abdullāh bin Muslim bin Qutaybah, al-Ma'ārif, Kairo: al-Hayah al-Mishriyyah al-
'Āmmah lil Kitāb.

'Abdurrahmān Ālu Sa'diyy, Bahjatu Qulūbil Abrār, Maktabah ar-Rusyd, 1422 H.

'Aliy al-Qāriyy, Mirqātul Mafātīḥ Syarḥ Misykātil Mashābīḥ, Beirut: Darel Fikr, 1422
H.

'Aliy bin Sulthān Muḥammad al-Qāriyy, Mirqātul Mafātīḥ Syarḥu Misykātil


Mashābīḥ, Beirut: Darel Fikr, 1422 H.

'Aliy Muḥammad ash-Shallābiyy, Taysīrul Manān fī Sīrati Uṣmān bin 'Affān, (Mesir:
Dārut Tawzī' wan Nasyr al-Islāmiyyah.

Abū Bakr al-Ismā'īlyy asy-Syāfi'iyy, I'tiqād Ahlis Sunnah, Riyad: Maktabah Dāril
Minhāj, 1431 H.

Abū Isḥāq asy-Syīrāziyy asy-Syāfi'iyy, al-Luma' fī Ushūlil Fiqh, Dārul Kutub al-
'Ilmiyyah, 1424 H.

Abul 'Alā al-Mubārakfūriyy, Tuḥfatul Aḥwadziyy, Beirut: Dārul Kutub al-'Ilmiyyah.

Abul Fadhl Zaynud Dīn al-'Irāqiyy, Tharḥut Taṣrīb fī Syarḥit Taqrīb.

Abul Ḥasan al-Asy'ariyy, Maqālātul Islāmiyyīn, Almenia: Franz Steiner Wiesbaden,


1400 H.

Aḥmad al-Qasthlāniyy, Irsyādus Sāriyy li Syarḥi Shaḥīḥil Bukhāriyy, Mesir: al-


Mathba'ah al-Kubrā al-Amiriyyah, 1323 H.

Aḥmad bin Fāris ar-Rāziyy, Mu'jam Maqāyīsil Lughah, Darel Fikr, 1399 H.

Aḥmad al-Ḥasaniyy, Īqāzhul Himam Syarh al-Ḥikam, Beirut: Dār Iḥyā' at-Turāṣ al-
Arabiyy.
69
Akram al-'Umariyy, 'Ashrul Khilāfatir Rāsyidah, Maktabah Obeikan.

Al-Muzaniyy asy-Syāfi'iyy, Syarḥus Sunnah, Riyad: Maktabah Dāril Minhāj, 1440 H.

Al-Qusyayriyy asy-Syāfi'iyy, ar-Risālah al-Qusyayriyyah, Dārul Minhāj, 1438 H.

An-Nawawiyy asy-Syāfi'iyy, al-Majmū', Darel Fikr.

An-Nawawiyy asy-Syāfi'iyy, al-Minhāj Syarh Shaḥīḥ Muslim, Beirut: Dār Iḥyā' at-
Turāṣ al-'Arabiyy, 1392 H.

Ar-Ramliyy asy-Syāfi'iyy, Nihāyatul Muḥtāj, Beirut: Darel Fikr, 1404 H.

Ash-Shan'āniyy, Subulus Salām, Darel Hadith, 1182 H.

Badrud Dīn al-'Ayniyy al-Ḥanafiyy, 'Umdatul Qārī Syarḥ Shaḥīḥ al-Bukhāriyy, Beirut:
Dār Iḥyā' at-Turāṣ al-'Arabiyy.

Fayshal bin 'Abdul 'Azīz an-Najdiyy, Tathrīz Riyādish Shāliḥīn, Riyad: Dārul
'Āshimah, 1423 H.

Ḥasan bin Aḥmad al-Kāf asy-Syāfi'iyy, Taqrīrātus Sadīdah, Tarim: Dal Almearath.

Muḥammad al-'Uṣaymīn, Syarḥu Riyādhish Shāliḥīn, Riyad: Dārul Wathn, 1426 H.

Muḥammad bin 'Aliy Bā'athiyyah ad-Dū'aniyy asy-Syāfi'iyy, Ghāyatul Munā,


Tarim: Maktabah Tarīm al-Ḥadīṣah, 1429 H.

Mushthāfā al-Ghalāyīniyy, Jāmi'ud Durūsil 'Arabiyyah, Beirut: Dar Ibn Hazm, 1432
H.

Ibnu Ḥajar al-'Asqalāniyy asy-Syāfi'iyy, Fatḥul Bāriy, Beirut: Dārul Ma'rifah, 1379
H.

Ibnu Ḥazm azh-Zhāhiriyy, at-Taqrī li Ḥaddil Manthiq wal Madkhal ilayhi, Beirut:
Dārul Maktabah al-Ḥayāh, 1900.

Ibnu Rajab al-Ḥanbaliyy, Jāmi'ul 'Alūm wal Ḥikam, Beirut: Muassasah ar-Risālah,
1422 H.

Ibnu Sīnā, al-Qānūn fīth Thibb.

Ibnu Taymiyyah, Majmū'ul Fatāwā, Madinah: Majma'ul Malik Fahd, 1416 H.

Ibnul Qayyim al-Jawziyyah, Tuḥfatul Mawdūd bi Aḥkāmil Mawlūd, Damaskus:


Maktabah Dāril Bayān, 1391 H.
70
Jamālud Dīn Abūl Farj al-Jawziyy, Kasyful Musykil min Ḥadīṣ Shaḥīḥayn, Riyad:
Dārul Wathn, tt.

Sa'īd Bā'isyan asy-Syāfi'iyy, Busyral Karīm bi Syarḥi Masāilit Ta'līm, Dārul Minhāj,
1437 H.

Sa'īd Fūdah, Ḥāsyiyyah 'alā Syarḥil Maḥalliyy 'alāl Waraqāt, Oman: Dar Annor, 2014.

Salmān al-'Awdah, Ma'allāh Jallajalāluh al-Asmā' al-A'zham wa Qishshatil Asmā'il


Ḥusnā, Kairo: Dar Alsalam, 1438 H.

Syarḥu Sunan Ibn Mājah lis Suyūthiyy wa ghayrihi, Karachi: Qadīmiyy Kutub Khānah.

Syihābud Dīn Aḥmad al-Ḥalabiyy, ad-Durrul Mashūn fī 'Ulūmil Kitābil Maknūn,


Damaskus: Dārul Qalam.

Tājud Dīn as-Subkiyy asy-Syāfi'iyy, Thabaqātusy Syāfi'iyyah al-Kubrā, Hajr, 1413 H.

Yūsuf al-Qurthubiyy, al-Istidzkār, Beirut: Dārul Kutub al-'Ilmiyyah, 1421 H.

Zaynud Dīn al-Ḥadādiyy, Itḥāfātus Saniyyah bil Aḥādīṣil Qudsiyyah, Damaskus: Dār
Ibn Kaṣīr.

Zaynud Dīn al-Munāwiyy, at-Taysīr bi Syarḥil Jāmi'ish Shaghīr, Riyad: Maktabah al-
Imām asy-Syāfi'iyy, 1408 H.

Tadzkiratul Ḥuffāzh

Siyār A'lām an-Nubalā'

Taqdimatul Jarḥ wat Ta'dīl

Anda mungkin juga menyukai